SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Download to read offline
1
Penataan Batas Wilayah Administrasi Secara Bottom-Up
Oleh:
Lulus Hidayatno dan Fahrul Hidayat
Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial
email:l_hidayatno@yahoo.com
Pembangunan di Indonesia masih menjadi sebuah kebutuhan prioritas guna mencapai tujuan yakni
pemerataan kesejahteraan masyarakat. Baik pembangunan fisik maupun non fisik membutuhkan
ketertiban administrasi pada seluruh wilayah, agar tidak terjadi tumpang tindih yang bisa menjadi
penghambat dalam proses pembangunan. Batas wilayah administrasi adalah salah satu komponen
pembagi kewenangan dan urusan untuk mewujudkan tertib administrasi daerah otonom dan juga desa.
Pembagian tersebut berhubungan dengan tingkatan atau hirarki wilayah administrasi. Sesuai dengan
ketentuan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi
atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-
undang. Begitu pula sesuai dengan ketentuan UU No 23 Tahun 2014 Pasal 2 Ayat (1)yang
berbunyi“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi.....dibagi atas daerah
kabupaten dan kota” dan ayat (2) yang berbunyi“Daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan .....
dibagi atas kelurahan dan/atau desa.”
Pada kenyataannya, batas wilayah administrasi hingga saat ini masih menjadi perhatian karena belum
semua segmen batas tegas dan jelas (telah dilakukan penegasan dan penetapan), yang ditandai dengan
banyaknya permasalahan yang timbul akibat batas. Paradigma yang selama ini berjalan dan seolah-
olah menjadi dasar dalam penyelesaian permasalahan batas wilayah yaitu sistem hirarki top-down
yang artinya penataan batas wilayah administrasi unit yang lebih kecil mau tidak mau memperhatikan
penataan batas wilayah administrasi unit yang lebih besar. Hal ini bisa terjadi karena memang secara
aturan UU ada pemberian kewenangan yang berjenjang (hirarki) termasuk dalam penataan batas itu
sendiri (UU No.23 Tahun 2014, Pasal 9-21).
Status batas wilayah administrasi kabupaten/kota
berdasarkan data untuk sasaran UKP4 (B09) 2014
adalah dari keseluruhan 1.229 segmen, 219 definitif,
993 indikatif, dan 17 proses penegasan (Gambar 1).
Dengan kondisi tersebut, sebanyak 81% segmen
batas memerlukan percepatan agar memudahkan
proses penyusunan kebijakan guna mendukung
pembangunan. Untuk mendukung program
pemerintah tahun 2015-2019 yang menitikberatkan
pembangunan desa/kelurahan, maka sebagai salah
satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan
penerapan konsep bottom-up karena bertumpu pada
unit terkecil yaitu desa/kelurahan.
Penataan batas secara hirarki mulai dari unit administrasi terkecil bisa jadi juga merupakan salah satu
jawaban terhadap ambiguitas atau duplikasi penafsiran batas wilayah administrasi yang terjadi selama
ini. Praktik yang dilakukan selama ini, misalnya dalam penataan batas wilayah provinsi, atau
kabupaten/kota, sebenarnya juga selalu melibatkan aparat desa/kelurahan sebagai ujung administrasi
Gambar 1. Persentase batas kabupaten/kota
2
terkecil yang memahami lokasi. Duplikasi tersebut merupakan contoh pelaksanaan penataan batas
yang belum efektif dan efisien. Mengapa tidak dibalik cara pendekatannya, yaitu dengan cara
menyelesaikan wilayah administrasi pada unit yang lebih kecil terlebih dahulu, baru diikuti secara
hirarki hingga level yang lebih tinggi di atasnya. Dengan tuntasnya penataan batas wilayah
administrasi pada unit terkecil maka penataan batas pada unit di atasnya akan dengan mudah untuk
dilakukan karena unit yang lebih besar merupakan susunan dari unit yang lebih kecil (diilustrasikan
pada Gambar 2). Dalam konteks Informasi Geospasial (IG), data batas dari hasil proses tersebut
selanjutnya dapat digunakan karena skala sumber data
lebih besar dari skala batas yang dihasilkan (prinsip
metode generalisasi).
Secara teknis, penyelesaian batas wilayah administrasi
menggunakan konsepbottom-upini memiliki komponen-
komponen dengan peranan masing-masing stakeholder
yang dapat dijelaskan menggunakan diagram alir pada
Gambar 3.
Mengingat jumlah wilayah administrasi
desa/kelurahan yang begitu banyak, perlu juga dipikirkan
pendekatan teknologi penginderaan jauh dan sistem
informasi geografi sebagai tool/alat bantu untuk solusi
percepatan karena lebih efisien dari segi waktu, tenaga
dan biaya apabila dibandingkan dengan pendekatan
terestris.
Kualitas suatu peta dasar sangat dipengaruhi oleh keakuratan data yang digunakan. Dengan demikian,
garis batas wilayah administrasi yang akurat sesuai dengan kondisi nyata di lapangan merupakan
kualitas ideal yang menjadi kebutuhan
peta dasar di masa yang akan datang.
Bagaimana cara mendapatkan data
batas wilayah administrasi yang akurat
sesuai dengan kondisi nyata di
lapangan? Salah satunya adalah
menggunakan peta (baik digital maupun
analog) yang sudah terikat dengan
koordinat referensi bumi dalam proses
penarikan garis batas wilayah
administrasi (dikenal sebagai metode
kartometrik) dengan melibatkan pihak
yang terkait (perangkat daerah,
kecamatan dan/atau desa/kelurahan).
Peta tersebut diperoleh dari sumber data
yang mutakhir misalnya adalah citra
tegak satelit resolusi tinggi, Digital
Elevation Model (DEM), dan data lain
yang dapat memenuhi kebutuhan
ketelitian yang diinginkan.
Gambar 2. Diagram Venn keterkaitan
segmen batas wilayah
Gambar 3. Diagram alir konsep bottom-up dalam penegasan
dan penetapan batas wilayah administrasi
3
Pelaksanaan penegasan dan penetapan batas wilayah administrasi dimulai dari unit desa/kelurahan
dengan keluaran berupa peta batas desa/kelurahan yang sudah memiliki dasar hukum. Keluaran
tersebut selanjutnya digunakan sebagai data dalam proses penegasan dan penetapan batas
kabupaten/kota. Setelah batas kabupaten/kota dilakukan penegasan dan penetapan, maka hasilnya
dapat digunakan untuk penegasan dan penetapan batas provinsi. Secara rinci, proses dan pembagian
peran dalam pelaksanaan penegasan dan penetapan batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut:
a. Penegasan dan Penetapan Batas Desa/Kelurahan
Dasar hukum yang digunakan adalah UU No. 4 Tahun 2011, UU No. 6 Tahun 2014, PP No. 43
Tahun 2014, PP No. 60 Tahun 2014, dan Permendagri No. 27 Tahun 2006. Dalam
pelaksanaanya, penegasan dan penetapan batas desa/kelurahan harus melibatkan berbagai pihak
dengan peran yang berbeda-beda. Tim Penegasan dan Penetapan Batas Desa menurut ketentuan
Pasal 6 ayat (1) dan (2) Permendagri No. 27 Tahun 2006 adalah ditetapkan oleh Keputusan
Bupati/Walikota dan berkoordinasi dengan Tim Penegasan Batas Daerah (PBD)
Kabupaten/Kota. Kaitannya dengan Tim PBD Pusat, Badan Informasi Geospasial sebagai salah
satu anggota Tim PBD Pusat yang berwenang dalam penyelanggaraan informasi geospasial
memiliki peran dan kewajiban untuk menyediakan NSPK, model, dan data dasar untuk proses
penegasan dan penetapan batas desa/kelurahan.Oleh karena itu, Tim Penegasan dan Penetapan
Batas Desa dapat melaksanakan kegiatan tanpa harus melibatkan Tim PBD Pusat secara
langsung dan diharapkan mampu mendukung percepatan penegasan dan penetapan batas
desa/kelurahan. Pemerintah kabupaten/kota berwenang menetapkan batas desa sesuai dengan
hasil penegasan yang telah dilakukan. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih peran
dalam pelaksanaannya. Proses penegasan batas desa/kelurahan dapat dilihat pada Gambar 2.
b. Penegasan dan Penetapan Batas Kabupaten/Kota
Dasar hukum yang digunakan adalah UU No. 4 Tahun 2011, UU No. 23 Tahun 2014. Hal yang
membedakan dengan penegasan dan penetapan batas kabupaten/kota sebelum adanya UU No. 23
Tahun 2014 adalah penegasan batas daerah termasuk cakupan wilayah dan penentuan luas
dilakukan berdasarkan pada perhitungan teknis yang dibuat oleh lembaga yang membidangi
informasi geospasial.Hal itu berbeda pula dengan prinsip pada pelaksanaan penegasan dan
penetapan batas desa/kelurahan dimana penegasan dilakukan oleh Tim PBD Tingkat
Kabupaten/Kota.Lembaga yang membidangi informasi geospasial yang dimaksud adalah Badan
Informasi Geospasial sesuai dengan ketentuan UU No. 4 Tahun 2011.Dengan demikian, posisi
dan peran Badan Infomrasi Geospasial dalam pelaksanaan penegasan dan penetapan batas
kabupaten/kota adalah terlibat dalam proses penegasan, penyedia data dasar, dan perhitungan
luas. Penetapan dan pengesahan batas kabupaten/kota merupakan wewenang pemerintah dalam
hal ini Kementerian Dalam Negeri, namun dalam penyelesaian masalah/konflik batas
kabupaten/kota dalam satu provinsi, dikoordinasikan oleh Gubernur.
c. Penegasan dan Penetapan Batas Provinsi
Pada prinsipnya, pelaksanaan penegasan dan penetapan batas provinsi adalah hampir serupa
dengan penegasan dan penetapan batas kabupaten/kota. Pihak yang berwenang dalam
menetapkan dan mengesahkan batas provinsi ada pada pemerintah dalam hal ini Kementerian
Dalam Negeri. Pembeda antara tingkat provinsi dengan kabupaten/kota adalah dalam hal
penyelesaian masalah/konflik batas. Semua konflik batas yang melibatkan antar provinsi
penyelesainnya dikoordinasikan oleh Menter
Contoh penerapan konsep “bottom
Kabupaten Bandung Barat. Batas desa selanjutnya dapat digunakan sebagai batas kecamatan bahkan
kabupaten/kota jika sudah semua segmen ditegaskan dan telah disahkan sehingga memiliki kekuatan
hukum. Kekuatan hukum untuk batas desa/kelurahan adalah berupa Surat Keputusan
Bupati/Walikota. Pada contoh kasus Kabupaten Bandung Barat ini, penegasan hanya dilakukan pada
segmen batas desa yang ada di dalam lingkup kabupaten sehingga batas desa yang sekaligus menjadi
batas kabupaten belum dilakukan penegasan. Dengan demikian, batas desa tersebut saat ini hanya
mampu dijadikan sebagai acuan batas kecamatan yang ada di dalam
Barat(Gambar 4).Kegiatan seperti yang dilakukan di Kabupaten Bandung Barat tersebut dapat
menjadi stimulan atau trigger bagi pihak daerah dalam hal ini provinsi untuk mengkoordinasikan
kabupaten-kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten
kabupaten dapat segera ditetapkan dan disahkan agar statusnya menjadi definitif.
Pada prinsipnya, konsep bottom
kebijakannya menyelesaikan perma
Tantangannya adalah ketersediaan
hingga unit desa/kelurahan. Peng
tantangan ketersediaan data untuk mendukung konsep
bentuk aplikasi nyata dan integrasi program/kebijakan guna menata Indonesia yang lebih baik.
(LR/TR)
Gambar 4. Segmen dan titik koordinat batas desa di Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat
penyelesaian masalah/konflik batas. Semua konflik batas yang melibatkan antar provinsi
penyelesainnya dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
“bottom-up”yang pernah dilaksanakan adalah penegasan batas desa di
Kabupaten Bandung Barat. Batas desa selanjutnya dapat digunakan sebagai batas kecamatan bahkan
jika sudah semua segmen ditegaskan dan telah disahkan sehingga memiliki kekuatan
Kekuatan hukum untuk batas desa/kelurahan adalah berupa Surat Keputusan
. Pada contoh kasus Kabupaten Bandung Barat ini, penegasan hanya dilakukan pada
segmen batas desa yang ada di dalam lingkup kabupaten sehingga batas desa yang sekaligus menjadi
batas kabupaten belum dilakukan penegasan. Dengan demikian, batas desa tersebut saat ini hanya
mampu dijadikan sebagai acuan batas kecamatan yang ada di dalam Kabupaten Bandung
Kegiatan seperti yang dilakukan di Kabupaten Bandung Barat tersebut dapat
bagi pihak daerah dalam hal ini provinsi untuk mengkoordinasikan
kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat sehingga segmen batas
ditetapkan dan disahkan agar statusnya menjadi definitif.
bottom-up ini diharapkan dapat mendukung prioritas pemerintah dalam
kebijakannya menyelesaikan permasalahan-permasalahan dari bawah dalam hal ini desa.
ketersediaan data-data yang mutakhir dan memadai untuk penarikan garis batas
Pengembangan metode-metode sebagai langkah solutif penjawab
tantangan ketersediaan data untuk mendukung konsep bottom-up, sangat diperlukan sebagai sebuah
bentuk aplikasi nyata dan integrasi program/kebijakan guna menata Indonesia yang lebih baik.
Segmen dan titik koordinat batas desa di Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat
4
penyelesaian masalah/konflik batas. Semua konflik batas yang melibatkan antar provinsi, maka
yang pernah dilaksanakan adalah penegasan batas desa di
Kabupaten Bandung Barat. Batas desa selanjutnya dapat digunakan sebagai batas kecamatan bahkan
jika sudah semua segmen ditegaskan dan telah disahkan sehingga memiliki kekuatan
Kekuatan hukum untuk batas desa/kelurahan adalah berupa Surat Keputusan
. Pada contoh kasus Kabupaten Bandung Barat ini, penegasan hanya dilakukan pada
segmen batas desa yang ada di dalam lingkup kabupaten sehingga batas desa yang sekaligus menjadi
batas kabupaten belum dilakukan penegasan. Dengan demikian, batas desa tersebut saat ini hanya
Kabupaten Bandung
Kegiatan seperti yang dilakukan di Kabupaten Bandung Barat tersebut dapat
bagi pihak daerah dalam hal ini provinsi untuk mengkoordinasikan
Bandung Barat sehingga segmen batas
dapat mendukung prioritas pemerintah dalam
permasalahan dari bawah dalam hal ini desa.
penarikan garis batas
metode sebagai langkah solutif penjawab
sangat diperlukan sebagai sebuah
bentuk aplikasi nyata dan integrasi program/kebijakan guna menata Indonesia yang lebih baik.
Segmen dan titik koordinat batas desa di Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat

More Related Content

What's hot

Kebijakan penyusunan basis data perumahan (1)
Kebijakan penyusunan basis data perumahan (1)Kebijakan penyusunan basis data perumahan (1)
Kebijakan penyusunan basis data perumahan (1)hendrabudimanpl
 
Naskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoliNaskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoliYohannes Halawa
 
Perbup No 3 Tahun 2018
Perbup No 3 Tahun 2018Perbup No 3 Tahun 2018
Perbup No 3 Tahun 2018Formasi Org
 
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG HARI JADI KOTA SERANG
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG HARI JADI KOTA SERANGPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG HARI JADI KOTA SERANG
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG HARI JADI KOTA SERANGKota Serang
 
Evaluasi Peraturan Per-UU-an di Daerah
Evaluasi Peraturan Per-UU-an di DaerahEvaluasi Peraturan Per-UU-an di Daerah
Evaluasi Peraturan Per-UU-an di DaerahTri Widodo W. UTOMO
 
04. sinkronisasi urusan_pemerintahan_daerah_ii_kemendagri
04. sinkronisasi urusan_pemerintahan_daerah_ii_kemendagri04. sinkronisasi urusan_pemerintahan_daerah_ii_kemendagri
04. sinkronisasi urusan_pemerintahan_daerah_ii_kemendagriAdvisory Specialist for P2KP
 
PERDA DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030
PERDA DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030PERDA DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030
PERDA DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030joihot
 
naskah-akademik-lengkap
naskah-akademik-lengkapnaskah-akademik-lengkap
naskah-akademik-lengkapImam Mukhlasin
 
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas PembantuanPeraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas PembantuanPenataan Ruang
 
P mendagri 10 2018 reviu dokumen perencanaan pembangunan & anggaran daera...
P mendagri 10 2018 reviu dokumen perencanaan pembangunan & anggaran daera...P mendagri 10 2018 reviu dokumen perencanaan pembangunan & anggaran daera...
P mendagri 10 2018 reviu dokumen perencanaan pembangunan & anggaran daera...Mikhail Rasyid
 
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerahPp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerahinggridkhairani
 
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan LingkunganPermen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkunganinfosanitasi
 
Pemetaan tematik sosial ekonomi statistik
Pemetaan tematik sosial ekonomi statistikPemetaan tematik sosial ekonomi statistik
Pemetaan tematik sosial ekonomi statistikCatur Purnomo
 
Djpk kebijakan penganggaran di daerah terkait dktp da k_re_vptt
Djpk kebijakan penganggaran di daerah terkait dktp da k_re_vpttDjpk kebijakan penganggaran di daerah terkait dktp da k_re_vptt
Djpk kebijakan penganggaran di daerah terkait dktp da k_re_vpttObie Donk Ach
 
RTRW Jakarta 2030 - Perda Prov DKI Jakarta No.1 Tahun 2012
RTRW Jakarta 2030 - Perda Prov DKI Jakarta No.1 Tahun 2012RTRW Jakarta 2030 - Perda Prov DKI Jakarta No.1 Tahun 2012
RTRW Jakarta 2030 - Perda Prov DKI Jakarta No.1 Tahun 2012inideedee
 

What's hot (17)

Kebijakan penyusunan basis data perumahan (1)
Kebijakan penyusunan basis data perumahan (1)Kebijakan penyusunan basis data perumahan (1)
Kebijakan penyusunan basis data perumahan (1)
 
Naskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoliNaskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoli
 
Perbup No 3 Tahun 2018
Perbup No 3 Tahun 2018Perbup No 3 Tahun 2018
Perbup No 3 Tahun 2018
 
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG HARI JADI KOTA SERANG
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG HARI JADI KOTA SERANGPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG HARI JADI KOTA SERANG
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG HARI JADI KOTA SERANG
 
Evaluasi Peraturan Per-UU-an di Daerah
Evaluasi Peraturan Per-UU-an di DaerahEvaluasi Peraturan Per-UU-an di Daerah
Evaluasi Peraturan Per-UU-an di Daerah
 
04. sinkronisasi urusan_pemerintahan_daerah_ii_kemendagri
04. sinkronisasi urusan_pemerintahan_daerah_ii_kemendagri04. sinkronisasi urusan_pemerintahan_daerah_ii_kemendagri
04. sinkronisasi urusan_pemerintahan_daerah_ii_kemendagri
 
PERDA DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030
PERDA DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030PERDA DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030
PERDA DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030
 
naskah-akademik-lengkap
naskah-akademik-lengkapnaskah-akademik-lengkap
naskah-akademik-lengkap
 
BAB V
BAB VBAB V
BAB V
 
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas PembantuanPeraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan
 
P mendagri 10 2018 reviu dokumen perencanaan pembangunan & anggaran daera...
P mendagri 10 2018 reviu dokumen perencanaan pembangunan & anggaran daera...P mendagri 10 2018 reviu dokumen perencanaan pembangunan & anggaran daera...
P mendagri 10 2018 reviu dokumen perencanaan pembangunan & anggaran daera...
 
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerahPp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
 
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan LingkunganPermen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
 
Rencana stratejik
Rencana stratejikRencana stratejik
Rencana stratejik
 
Pemetaan tematik sosial ekonomi statistik
Pemetaan tematik sosial ekonomi statistikPemetaan tematik sosial ekonomi statistik
Pemetaan tematik sosial ekonomi statistik
 
Djpk kebijakan penganggaran di daerah terkait dktp da k_re_vptt
Djpk kebijakan penganggaran di daerah terkait dktp da k_re_vpttDjpk kebijakan penganggaran di daerah terkait dktp da k_re_vptt
Djpk kebijakan penganggaran di daerah terkait dktp da k_re_vptt
 
RTRW Jakarta 2030 - Perda Prov DKI Jakarta No.1 Tahun 2012
RTRW Jakarta 2030 - Perda Prov DKI Jakarta No.1 Tahun 2012RTRW Jakarta 2030 - Perda Prov DKI Jakarta No.1 Tahun 2012
RTRW Jakarta 2030 - Perda Prov DKI Jakarta No.1 Tahun 2012
 

Similar to artikel.penataan batas-wilayah-administrasi-tr

Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438Andry Heryanto
 
IIG : Program Pembinaan Pemerintah Desa Terkait Batas Administrasi
IIG : Program Pembinaan Pemerintah Desa Terkait Batas AdministrasiIIG : Program Pembinaan Pemerintah Desa Terkait Batas Administrasi
IIG : Program Pembinaan Pemerintah Desa Terkait Batas AdministrasiWachidatin N C
 
Pemekaran wilayah
Pemekaran wilayahPemekaran wilayah
Pemekaran wilayahLisa SYP
 
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.Tri Widodo W. UTOMO
 
OTONOMI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAHOTONOMI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAHDadang Solihin
 
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasianPanduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasianAbdul Kohar
 
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbangPedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbangriky_safrizal_rusli
 
Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010
Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010 Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010
Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010 Ade Suerani
 
Konsep & Teknik Perencanaan Daerah - LPEM
Konsep & Teknik Perencanaan Daerah - LPEMKonsep & Teknik Perencanaan Daerah - LPEM
Konsep & Teknik Perencanaan Daerah - LPEMFitri Indra Wardhono
 
Perencanaan Spasial Kawasan Khusus
Perencanaan Spasial Kawasan KhususPerencanaan Spasial Kawasan Khusus
Perencanaan Spasial Kawasan KhususDadang Solihin
 
PETUNJUK PELAKSANAAN LOMBA DESA TAHUN 2023
PETUNJUK PELAKSANAAN LOMBA DESA TAHUN 2023PETUNJUK PELAKSANAAN LOMBA DESA TAHUN 2023
PETUNJUK PELAKSANAAN LOMBA DESA TAHUN 2023Pemdes Wonoyoso
 
Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Pengelolaan Kawasan PerkotaanPengelolaan Kawasan Perkotaan
Pengelolaan Kawasan PerkotaanSiti Sahati
 
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdfdianaekowati1
 
Sinkronisasi PKPT rakorwasda 2023.pptx
Sinkronisasi PKPT rakorwasda 2023.pptxSinkronisasi PKPT rakorwasda 2023.pptx
Sinkronisasi PKPT rakorwasda 2023.pptxTaufiqurRohman68
 
Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1
Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1
Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1deivie dedep
 
A. buku saku rpjp final
A. buku saku rpjp finalA. buku saku rpjp final
A. buku saku rpjp finalPEMPROP JABAR
 
Kak n boq pembuatan peta indikatif batas desa kelurahan kecamatan kabawetan
Kak n boq pembuatan peta indikatif batas desa kelurahan kecamatan kabawetanKak n boq pembuatan peta indikatif batas desa kelurahan kecamatan kabawetan
Kak n boq pembuatan peta indikatif batas desa kelurahan kecamatan kabawetanDecki Iswandi
 
IR-HADI-WAHYONO-2017-Strategi-Kerjasama-Antar-Daerah-di-Kawasan-Perbatasan-Da...
IR-HADI-WAHYONO-2017-Strategi-Kerjasama-Antar-Daerah-di-Kawasan-Perbatasan-Da...IR-HADI-WAHYONO-2017-Strategi-Kerjasama-Antar-Daerah-di-Kawasan-Perbatasan-Da...
IR-HADI-WAHYONO-2017-Strategi-Kerjasama-Antar-Daerah-di-Kawasan-Perbatasan-Da...dwihartanto38
 
Men seminar050601 reformasiperkotaan
Men seminar050601 reformasiperkotaanMen seminar050601 reformasiperkotaan
Men seminar050601 reformasiperkotaanSari Faizah
 

Similar to artikel.penataan batas-wilayah-administrasi-tr (20)

Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
 
IIG : Program Pembinaan Pemerintah Desa Terkait Batas Administrasi
IIG : Program Pembinaan Pemerintah Desa Terkait Batas AdministrasiIIG : Program Pembinaan Pemerintah Desa Terkait Batas Administrasi
IIG : Program Pembinaan Pemerintah Desa Terkait Batas Administrasi
 
Pemekaran wilayah
Pemekaran wilayahPemekaran wilayah
Pemekaran wilayah
 
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
 
OTONOMI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAHOTONOMI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
 
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasianPanduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
 
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbangPedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
 
Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010
Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010 Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010
Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010
 
Konsep & Teknik Perencanaan Daerah - LPEM
Konsep & Teknik Perencanaan Daerah - LPEMKonsep & Teknik Perencanaan Daerah - LPEM
Konsep & Teknik Perencanaan Daerah - LPEM
 
Perencanaan Spasial Kawasan Khusus
Perencanaan Spasial Kawasan KhususPerencanaan Spasial Kawasan Khusus
Perencanaan Spasial Kawasan Khusus
 
PERBUP 49 2019.pdf
PERBUP 49 2019.pdfPERBUP 49 2019.pdf
PERBUP 49 2019.pdf
 
PETUNJUK PELAKSANAAN LOMBA DESA TAHUN 2023
PETUNJUK PELAKSANAAN LOMBA DESA TAHUN 2023PETUNJUK PELAKSANAAN LOMBA DESA TAHUN 2023
PETUNJUK PELAKSANAAN LOMBA DESA TAHUN 2023
 
Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Pengelolaan Kawasan PerkotaanPengelolaan Kawasan Perkotaan
Pengelolaan Kawasan Perkotaan
 
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
 
Sinkronisasi PKPT rakorwasda 2023.pptx
Sinkronisasi PKPT rakorwasda 2023.pptxSinkronisasi PKPT rakorwasda 2023.pptx
Sinkronisasi PKPT rakorwasda 2023.pptx
 
Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1
Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1
Legalitas kelembagaan badan kerjasama antar desa1
 
A. buku saku rpjp final
A. buku saku rpjp finalA. buku saku rpjp final
A. buku saku rpjp final
 
Kak n boq pembuatan peta indikatif batas desa kelurahan kecamatan kabawetan
Kak n boq pembuatan peta indikatif batas desa kelurahan kecamatan kabawetanKak n boq pembuatan peta indikatif batas desa kelurahan kecamatan kabawetan
Kak n boq pembuatan peta indikatif batas desa kelurahan kecamatan kabawetan
 
IR-HADI-WAHYONO-2017-Strategi-Kerjasama-Antar-Daerah-di-Kawasan-Perbatasan-Da...
IR-HADI-WAHYONO-2017-Strategi-Kerjasama-Antar-Daerah-di-Kawasan-Perbatasan-Da...IR-HADI-WAHYONO-2017-Strategi-Kerjasama-Antar-Daerah-di-Kawasan-Perbatasan-Da...
IR-HADI-WAHYONO-2017-Strategi-Kerjasama-Antar-Daerah-di-Kawasan-Perbatasan-Da...
 
Men seminar050601 reformasiperkotaan
Men seminar050601 reformasiperkotaanMen seminar050601 reformasiperkotaan
Men seminar050601 reformasiperkotaan
 

artikel.penataan batas-wilayah-administrasi-tr

  • 1. 1 Penataan Batas Wilayah Administrasi Secara Bottom-Up Oleh: Lulus Hidayatno dan Fahrul Hidayat Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial email:l_hidayatno@yahoo.com Pembangunan di Indonesia masih menjadi sebuah kebutuhan prioritas guna mencapai tujuan yakni pemerataan kesejahteraan masyarakat. Baik pembangunan fisik maupun non fisik membutuhkan ketertiban administrasi pada seluruh wilayah, agar tidak terjadi tumpang tindih yang bisa menjadi penghambat dalam proses pembangunan. Batas wilayah administrasi adalah salah satu komponen pembagi kewenangan dan urusan untuk mewujudkan tertib administrasi daerah otonom dan juga desa. Pembagian tersebut berhubungan dengan tingkatan atau hirarki wilayah administrasi. Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang- undang. Begitu pula sesuai dengan ketentuan UU No 23 Tahun 2014 Pasal 2 Ayat (1)yang berbunyi“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi.....dibagi atas daerah kabupaten dan kota” dan ayat (2) yang berbunyi“Daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan ..... dibagi atas kelurahan dan/atau desa.” Pada kenyataannya, batas wilayah administrasi hingga saat ini masih menjadi perhatian karena belum semua segmen batas tegas dan jelas (telah dilakukan penegasan dan penetapan), yang ditandai dengan banyaknya permasalahan yang timbul akibat batas. Paradigma yang selama ini berjalan dan seolah- olah menjadi dasar dalam penyelesaian permasalahan batas wilayah yaitu sistem hirarki top-down yang artinya penataan batas wilayah administrasi unit yang lebih kecil mau tidak mau memperhatikan penataan batas wilayah administrasi unit yang lebih besar. Hal ini bisa terjadi karena memang secara aturan UU ada pemberian kewenangan yang berjenjang (hirarki) termasuk dalam penataan batas itu sendiri (UU No.23 Tahun 2014, Pasal 9-21). Status batas wilayah administrasi kabupaten/kota berdasarkan data untuk sasaran UKP4 (B09) 2014 adalah dari keseluruhan 1.229 segmen, 219 definitif, 993 indikatif, dan 17 proses penegasan (Gambar 1). Dengan kondisi tersebut, sebanyak 81% segmen batas memerlukan percepatan agar memudahkan proses penyusunan kebijakan guna mendukung pembangunan. Untuk mendukung program pemerintah tahun 2015-2019 yang menitikberatkan pembangunan desa/kelurahan, maka sebagai salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan konsep bottom-up karena bertumpu pada unit terkecil yaitu desa/kelurahan. Penataan batas secara hirarki mulai dari unit administrasi terkecil bisa jadi juga merupakan salah satu jawaban terhadap ambiguitas atau duplikasi penafsiran batas wilayah administrasi yang terjadi selama ini. Praktik yang dilakukan selama ini, misalnya dalam penataan batas wilayah provinsi, atau kabupaten/kota, sebenarnya juga selalu melibatkan aparat desa/kelurahan sebagai ujung administrasi Gambar 1. Persentase batas kabupaten/kota
  • 2. 2 terkecil yang memahami lokasi. Duplikasi tersebut merupakan contoh pelaksanaan penataan batas yang belum efektif dan efisien. Mengapa tidak dibalik cara pendekatannya, yaitu dengan cara menyelesaikan wilayah administrasi pada unit yang lebih kecil terlebih dahulu, baru diikuti secara hirarki hingga level yang lebih tinggi di atasnya. Dengan tuntasnya penataan batas wilayah administrasi pada unit terkecil maka penataan batas pada unit di atasnya akan dengan mudah untuk dilakukan karena unit yang lebih besar merupakan susunan dari unit yang lebih kecil (diilustrasikan pada Gambar 2). Dalam konteks Informasi Geospasial (IG), data batas dari hasil proses tersebut selanjutnya dapat digunakan karena skala sumber data lebih besar dari skala batas yang dihasilkan (prinsip metode generalisasi). Secara teknis, penyelesaian batas wilayah administrasi menggunakan konsepbottom-upini memiliki komponen- komponen dengan peranan masing-masing stakeholder yang dapat dijelaskan menggunakan diagram alir pada Gambar 3. Mengingat jumlah wilayah administrasi desa/kelurahan yang begitu banyak, perlu juga dipikirkan pendekatan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi sebagai tool/alat bantu untuk solusi percepatan karena lebih efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya apabila dibandingkan dengan pendekatan terestris. Kualitas suatu peta dasar sangat dipengaruhi oleh keakuratan data yang digunakan. Dengan demikian, garis batas wilayah administrasi yang akurat sesuai dengan kondisi nyata di lapangan merupakan kualitas ideal yang menjadi kebutuhan peta dasar di masa yang akan datang. Bagaimana cara mendapatkan data batas wilayah administrasi yang akurat sesuai dengan kondisi nyata di lapangan? Salah satunya adalah menggunakan peta (baik digital maupun analog) yang sudah terikat dengan koordinat referensi bumi dalam proses penarikan garis batas wilayah administrasi (dikenal sebagai metode kartometrik) dengan melibatkan pihak yang terkait (perangkat daerah, kecamatan dan/atau desa/kelurahan). Peta tersebut diperoleh dari sumber data yang mutakhir misalnya adalah citra tegak satelit resolusi tinggi, Digital Elevation Model (DEM), dan data lain yang dapat memenuhi kebutuhan ketelitian yang diinginkan. Gambar 2. Diagram Venn keterkaitan segmen batas wilayah Gambar 3. Diagram alir konsep bottom-up dalam penegasan dan penetapan batas wilayah administrasi
  • 3. 3 Pelaksanaan penegasan dan penetapan batas wilayah administrasi dimulai dari unit desa/kelurahan dengan keluaran berupa peta batas desa/kelurahan yang sudah memiliki dasar hukum. Keluaran tersebut selanjutnya digunakan sebagai data dalam proses penegasan dan penetapan batas kabupaten/kota. Setelah batas kabupaten/kota dilakukan penegasan dan penetapan, maka hasilnya dapat digunakan untuk penegasan dan penetapan batas provinsi. Secara rinci, proses dan pembagian peran dalam pelaksanaan penegasan dan penetapan batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut: a. Penegasan dan Penetapan Batas Desa/Kelurahan Dasar hukum yang digunakan adalah UU No. 4 Tahun 2011, UU No. 6 Tahun 2014, PP No. 43 Tahun 2014, PP No. 60 Tahun 2014, dan Permendagri No. 27 Tahun 2006. Dalam pelaksanaanya, penegasan dan penetapan batas desa/kelurahan harus melibatkan berbagai pihak dengan peran yang berbeda-beda. Tim Penegasan dan Penetapan Batas Desa menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Permendagri No. 27 Tahun 2006 adalah ditetapkan oleh Keputusan Bupati/Walikota dan berkoordinasi dengan Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) Kabupaten/Kota. Kaitannya dengan Tim PBD Pusat, Badan Informasi Geospasial sebagai salah satu anggota Tim PBD Pusat yang berwenang dalam penyelanggaraan informasi geospasial memiliki peran dan kewajiban untuk menyediakan NSPK, model, dan data dasar untuk proses penegasan dan penetapan batas desa/kelurahan.Oleh karena itu, Tim Penegasan dan Penetapan Batas Desa dapat melaksanakan kegiatan tanpa harus melibatkan Tim PBD Pusat secara langsung dan diharapkan mampu mendukung percepatan penegasan dan penetapan batas desa/kelurahan. Pemerintah kabupaten/kota berwenang menetapkan batas desa sesuai dengan hasil penegasan yang telah dilakukan. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih peran dalam pelaksanaannya. Proses penegasan batas desa/kelurahan dapat dilihat pada Gambar 2. b. Penegasan dan Penetapan Batas Kabupaten/Kota Dasar hukum yang digunakan adalah UU No. 4 Tahun 2011, UU No. 23 Tahun 2014. Hal yang membedakan dengan penegasan dan penetapan batas kabupaten/kota sebelum adanya UU No. 23 Tahun 2014 adalah penegasan batas daerah termasuk cakupan wilayah dan penentuan luas dilakukan berdasarkan pada perhitungan teknis yang dibuat oleh lembaga yang membidangi informasi geospasial.Hal itu berbeda pula dengan prinsip pada pelaksanaan penegasan dan penetapan batas desa/kelurahan dimana penegasan dilakukan oleh Tim PBD Tingkat Kabupaten/Kota.Lembaga yang membidangi informasi geospasial yang dimaksud adalah Badan Informasi Geospasial sesuai dengan ketentuan UU No. 4 Tahun 2011.Dengan demikian, posisi dan peran Badan Infomrasi Geospasial dalam pelaksanaan penegasan dan penetapan batas kabupaten/kota adalah terlibat dalam proses penegasan, penyedia data dasar, dan perhitungan luas. Penetapan dan pengesahan batas kabupaten/kota merupakan wewenang pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, namun dalam penyelesaian masalah/konflik batas kabupaten/kota dalam satu provinsi, dikoordinasikan oleh Gubernur. c. Penegasan dan Penetapan Batas Provinsi Pada prinsipnya, pelaksanaan penegasan dan penetapan batas provinsi adalah hampir serupa dengan penegasan dan penetapan batas kabupaten/kota. Pihak yang berwenang dalam menetapkan dan mengesahkan batas provinsi ada pada pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Pembeda antara tingkat provinsi dengan kabupaten/kota adalah dalam hal
  • 4. penyelesaian masalah/konflik batas. Semua konflik batas yang melibatkan antar provinsi penyelesainnya dikoordinasikan oleh Menter Contoh penerapan konsep “bottom Kabupaten Bandung Barat. Batas desa selanjutnya dapat digunakan sebagai batas kecamatan bahkan kabupaten/kota jika sudah semua segmen ditegaskan dan telah disahkan sehingga memiliki kekuatan hukum. Kekuatan hukum untuk batas desa/kelurahan adalah berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota. Pada contoh kasus Kabupaten Bandung Barat ini, penegasan hanya dilakukan pada segmen batas desa yang ada di dalam lingkup kabupaten sehingga batas desa yang sekaligus menjadi batas kabupaten belum dilakukan penegasan. Dengan demikian, batas desa tersebut saat ini hanya mampu dijadikan sebagai acuan batas kecamatan yang ada di dalam Barat(Gambar 4).Kegiatan seperti yang dilakukan di Kabupaten Bandung Barat tersebut dapat menjadi stimulan atau trigger bagi pihak daerah dalam hal ini provinsi untuk mengkoordinasikan kabupaten-kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten kabupaten dapat segera ditetapkan dan disahkan agar statusnya menjadi definitif. Pada prinsipnya, konsep bottom kebijakannya menyelesaikan perma Tantangannya adalah ketersediaan hingga unit desa/kelurahan. Peng tantangan ketersediaan data untuk mendukung konsep bentuk aplikasi nyata dan integrasi program/kebijakan guna menata Indonesia yang lebih baik. (LR/TR) Gambar 4. Segmen dan titik koordinat batas desa di Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat penyelesaian masalah/konflik batas. Semua konflik batas yang melibatkan antar provinsi penyelesainnya dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. “bottom-up”yang pernah dilaksanakan adalah penegasan batas desa di Kabupaten Bandung Barat. Batas desa selanjutnya dapat digunakan sebagai batas kecamatan bahkan jika sudah semua segmen ditegaskan dan telah disahkan sehingga memiliki kekuatan Kekuatan hukum untuk batas desa/kelurahan adalah berupa Surat Keputusan . Pada contoh kasus Kabupaten Bandung Barat ini, penegasan hanya dilakukan pada segmen batas desa yang ada di dalam lingkup kabupaten sehingga batas desa yang sekaligus menjadi batas kabupaten belum dilakukan penegasan. Dengan demikian, batas desa tersebut saat ini hanya mampu dijadikan sebagai acuan batas kecamatan yang ada di dalam Kabupaten Bandung Kegiatan seperti yang dilakukan di Kabupaten Bandung Barat tersebut dapat bagi pihak daerah dalam hal ini provinsi untuk mengkoordinasikan kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat sehingga segmen batas ditetapkan dan disahkan agar statusnya menjadi definitif. bottom-up ini diharapkan dapat mendukung prioritas pemerintah dalam kebijakannya menyelesaikan permasalahan-permasalahan dari bawah dalam hal ini desa. ketersediaan data-data yang mutakhir dan memadai untuk penarikan garis batas Pengembangan metode-metode sebagai langkah solutif penjawab tantangan ketersediaan data untuk mendukung konsep bottom-up, sangat diperlukan sebagai sebuah bentuk aplikasi nyata dan integrasi program/kebijakan guna menata Indonesia yang lebih baik. Segmen dan titik koordinat batas desa di Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat 4 penyelesaian masalah/konflik batas. Semua konflik batas yang melibatkan antar provinsi, maka yang pernah dilaksanakan adalah penegasan batas desa di Kabupaten Bandung Barat. Batas desa selanjutnya dapat digunakan sebagai batas kecamatan bahkan jika sudah semua segmen ditegaskan dan telah disahkan sehingga memiliki kekuatan Kekuatan hukum untuk batas desa/kelurahan adalah berupa Surat Keputusan . Pada contoh kasus Kabupaten Bandung Barat ini, penegasan hanya dilakukan pada segmen batas desa yang ada di dalam lingkup kabupaten sehingga batas desa yang sekaligus menjadi batas kabupaten belum dilakukan penegasan. Dengan demikian, batas desa tersebut saat ini hanya Kabupaten Bandung Kegiatan seperti yang dilakukan di Kabupaten Bandung Barat tersebut dapat bagi pihak daerah dalam hal ini provinsi untuk mengkoordinasikan Bandung Barat sehingga segmen batas dapat mendukung prioritas pemerintah dalam permasalahan dari bawah dalam hal ini desa. penarikan garis batas metode sebagai langkah solutif penjawab sangat diperlukan sebagai sebuah bentuk aplikasi nyata dan integrasi program/kebijakan guna menata Indonesia yang lebih baik. Segmen dan titik koordinat batas desa di Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat