SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 10
Baixar para ler offline
Penulis: Syamsuddin Ramadhan
Penyunting: Yahya Abdurrahman
Penata Letak: aziz_lazmi
Desain Sampul: gus_uwik@plasa.com
Cet. I, Rabi’ul Akhir 1424 H-September 2003 M (versi Buku)
Penerbit: Al Azhar Press
Jl. Ciremai ujung 126 Bantarjati kaum, Bogor. 16153.
Telp/fax (0251) 332141.
e-mail: azhar_press@plasa.com
I. Tajassus (Spionase) II. Syamsuddin Ramadhan III. Yahya Abdurrahman
Judul Asli: Tajassus (Spionase)
Alih Format ke eBook oleh: Kang Udo
Web Blog: http://kangudo.wordpress.com
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 2
Tajassus
(Spionase)
DEFINISI DAN FAKTA TAJASSUS
Tajassus adalah mengorek yakni [meneliti] berita (memata-matai). Secara bahasa
bila dikatakan, jassa al-akhbar wa tajassasaha artinya adalah mengorek [meneliti] suatu
berita. Jika seseorang mencari-cari berita, maka ia telah melakukan aktifitas Tajassus,
dan orang tersebut disebut jasus (mata-mata), baik berita rahasia maupun terang. Tidak
disyaratkan dalam pencari-carian berita itu, harus berita yang bersifat tertutup atau
rahasia, hingga aktivitas itu disebut Tajassus (spionase). Akan tetapi, Tajassus adalah
mencari-cari berita baik yang tertutup, maupun yang jelas, yakni baik rahasia maupun
tidak rahasia. Namun bila sesuatu bisa terlihat secara alami, tanpa mencari-cari
(tafahhashu), atau tanpa melakukan aktivitas Tajassus terhadap suatu berita, atau hanya
sekedar mengumpulkan, menyebarkan dan menganalisa berita, maka semua ini tidak
termasuk Tajassus selama tidak ada unsur mencari-cari (mengorek-ngorek) berita lebih
lanjut. Sehingga kalau anda mencari berita dalam kondisi semacam ini, maka apa yang
anda lakukan itu tidak disebut dengan Tajassus. Sebab, yang disebut mencari-cari berita
atau hingga disebut Tajassus adalah, mencari-cari (mengorek-ngorek), mengusut-usut
berita, dengan tujuan menelitinya lebih dalam. Adapun orang yang mencari berita untuk
dikumpulkan, dan tidak menelitinya untuk tujuan mengusut berita itu lebih lanjut, namun
mengumpulkannya untuk disebarkan kepada masyarakat, maka hal ini tidak disebut
Tajassus. Oleh karena itu, bagi orang yang mencari dan mengumpulkan berita, seperti
redaktur koran, atau wakil-wakil kantor berita tidak disebut dengan jasus (mata-mata).
Kecuali memang aktivitasnya telah menjadi akativitas Tajassus, dan ia berposisi sebagai
redaktur koran, atau wakil kantor berita hanya sebagai wasilah untuk melakukan
Tajassus.
Pada kondisi semacam ini, ia disebut jasus (mata-mata), bukan karena keberadaannya
sebagai redaktur koran yang mencari berita, akan tetapi karena keberadaan aktivitasnya
yang memata-matai, dan mereka menjadikan posisi wartawan sebagai alat untuk
melakukan Tajassus (spionase) sebagaimana halnya kebanyakan wartawan, yang diantara
mereka adalah para kafir harbiy. Adapun pegawai dinas intelejen, dan biro mata-mata
dan lain-lainnya, yang bertugas mengorek-ngorek berita, maka, mereka adalah mata-mata
(jasus). Sebab, aktivitasnya sudah terkategori sebagai aktivitas Tajassus. [Taqiyuddin an-
Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz II, ed.III, 1994, Dar al-Ummah, Beirut,
Libanon, hal.211-212).
HUKUM TAJASSUS
Menurut syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, hukum Tajassus bisa haram, jaiz
(boleh), dan wajib, ditinjau dari siapa yang di mata-matai.
Al-Qur’an melarang dengan tegas aktivitas Tajassus yang ditujukan kepada kaum
muslim. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman:
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 3
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain (Tajassus)……” (TQS. Al-Hujarat [49]:12).
Imam Qurthubiy, mengartikan firman Allah di atas dengan, “Ambillah hal-hal
yang nampak, dan janganlah kalian membuka aurat kaum muslim, yakni, janganlah
seorang diantara kalian meneliti aurat saudaranya, sehingga ia mengetahui auratnya,
setelah Allah Subhanahu waTa’ala menutupnya. (Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy).
Imam Ath-Thabari berkomentar, maksudnya adalah janganlah sebagian kalian
menyelidiki aurat sebagian yang lain dan janganlah mencari-cari rahasianya yang ia
harap dengannya akan nampak aibnya akan tetapi cukuplah dengan apa yang nampak
bagi kalian diantara perkaranya dan dengan itu pujilah atau celalah dan jangan pada apa
yang engkau tidak ketahui diantara rahasianya. Beliau mengutip perkataan Mujahid yang
berkata : “Ambillah apa yang nampak bagi kalian dan tinggalkanlah apa yang
tersembunyi dari kalian”. (Jami’ al-bayan ‘An Ta’wil Ay al-Qur’an, Juz 26 hal 134).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda:
“Janganlan kalian saling menyelidik, janganlah kalian saling memata-matai, janganlah
kalian saling berlebih-lebihan dalam sesuatu, janganlah kalian saling dengki, janganlah
kalian saling benci dan janganlah kalian saling bermusuhan dan jadilah kalian hamba-
hamba Allah yang saling bersaudara [HR.Muslim dari Abu Hurairah, lihat hadits-
hadits senada dalam Shahih Bukhariy V/1976, 2253 dan VI/1474; Muwatha’ Malik
II/907; Musnad Ahmad II/539].
Al-Awza’i berkata: Tajassus adalah mencari sesuatu sedang tahassus adalah
mendengarkan pembicaraan orang lain yang ia tidak suka pembicaraannya itu didengar
orang lain.
Al-Akhfasy menyatakan bahwa tahassasu bermakna al-bahtsu ‘amma yaktumu
‘anka [membahas/meneliti apa-apa yang tersembunyi bagi kamu]. Adapula yang
mengartikan bahwa tahassasu, adalah apa yang bisa dijangkau oleh sebagian indera
manusia. Sedangkan tajassasu adalah menginvestifigasi sesuatu. Adapula yang
menyatakan, kalau tajassasu adalah dilakukan oleh orang lain, atau dengan utusan,
sedangkan tahassasu, adalah dilakukan oleh dirinya sendiri. Lihat (Tafsir Qurthubiy,
surat 49:12)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda :
“Sungguh, seorang amir (pemimpin) jika ia mencari kecurigaan pada manusia berarti ia
merusak manusia (HR. Abu Dawud dari Abu Ummah)
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 4
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda yang artinya:
“Dirahmatilah kiranya orang yang begitu sibuk dengan kesalahan dirinya sendiri,
sehingga ia tidak peduli dengan kesalahan (aib) orang lain. (HR. Al-Bazaar, dari Anas)
Islam juga sangat mencela seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain
yang tidak ada sangkut pautnya dengan dia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam
bersabda, artinya:
“ Diantara kebaikan ke Islaman seseorang adalah ia meninggalkan apa-apa yang tak
memiliki sangkut paut dengan dirinya.” (HR.Tirmidziy dalam shahih al-Tirmidzy).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam juga bersabda,
“Jika seseorang melihatmu dalam keadaan tanpa pakaian, tanpa ijinmu, lalu kamu
membutakan kedua matanya dengan lemparan batu, tidak ada celaan tas perbuatanmu
itu. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi waSallam, artinya;
“Orang yang menyadap pembicaraan orang lain dan mendengarkan apa yang mereka
tidak akan suka bila tahu ia telah mendengarnya, kedua telinganya akan dituangi dengan
cairan kuningan nanti pada hari kiamat. (HR. Thabraniy dalamMu’jam al-Kabir)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, artinya:
“Orang yang biasa mencuri-curi dengar tidak akan masuk surga (HR. Bukhariy dari
Hudzaifah, Imam Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Daruqutniy).
Hadits-hadits di atas merupakan larangan yang tegas terhadap aktivitas-aktivitas
mengintip, menyadap pembicaraan orang lain, dan mengorek-ngorek berita, menguping
pembicaraan orang lain. Dimana, aktivitas-aktivitas ini merupakan bagian terpenting dari
aktivitas spionase, yang sudah jelas keharamannya. Oleh karena itu, tidak ragu lagi,
bahwa aktivitas memata-matai seorang muslim hukumnya adalah haram secara mutlak.
Islam juga menolak bukti yang diperoleh dengan jalan memata-matai, tidak
seperti tradisi barat. Orang-orang kafir barat telah biasa menggunakan detektif atau mata-
mata untuk mencari-cari bukti kriminal dengan jalan menyadap telepon, dan dengan
berbagai metode spionase yang menyimpang [electronic surveillance]. Dalilnya adalah
sebagai riwayat dari al-‘Amasy bin Zaid, ia menceritakan bahwa al-Walid bin ‘Uqbah
dihadapkan kepada Ibnu Mas’ud dan dituduh ketahuan terdapat tetesan khamr di
jenggotnya. Ibnu Mas’ud berkata, “Kita dilarang memata-matai, tetapi bila terdapat bukti
yang tampak, kita akan menggunakannya.” [HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud; lihat
pula, Abu Ameerah Bilal Philips, Tafseer Soorah Al Hujarat; Menolak Tafsir Bid’ah
[Elyasa Bahlawan (pentj)], 1990, Andalaus Press, Surabaya; hal. 150-151].
Adapun terhadap kafir dzimmiy yang menjadi warga Daulah Khilafah, maka
kedudukan mereka setara dengan kaum muslimin, sehingga seorang muslim dilarang
(diharamkan) memata-matai mereka. (Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Syakhshiyyah al-
Islamiyyah Juz II, ed.III, 1994. Daar al-Ummah, Beirut, Libanon, hal.212).
Adapun memata-matai kafir harbiy (kafir yang harus diperangi), baik kafir harbiy
haqiqi, maupun hukman, hukumnya adalah jaiz (boleh) bagi seorang muslim, atau
sekelompok kaum muslimin, namun wajib bagi negara (Daulah Khilafah). Baik mereka
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 5
berada didalam Daulah Khilafah Islamiyyah, maupun berada di negaranya sendiri.
Dalilnya adalah dalam riwayat yang disebut dengan Sirah Ibnu Hisyam, bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi waSallam pernah mengutus ‘Abdullah bin Jahsiy bersama 8 orang
dari kalangan Muhajirin. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam memberi
‘Abdullah bin Jahsiy sebuah surat, dan beliau Shallallahu ‘Alaihi waSallam
menyuruhnya agar tidak melihat isinya, hingga setelah berjalan 2 hari ia baru boleh
melihat isinya. Kemudian mereka pergi. Setelah, ‘Abdullah bin Jahsiy menempuh
perjalanan selama dua hari, ia membuka surat dan melihat isinya. Isinya adalah,
“Jika engkau telah melihat suratku ini, berjalanlah terus hingga sampai kebun korma
antara Mekkah dan Tha’if, maka intailah Orang-orang Quraisy, dan khabarkanlah
kepada kami berita tentang mereka (orang Quraisy).” Dalam surat itu, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam memerintah ‘Abdullah bin Jahsiy untuk memata-matai
orang Quraisy dan mengabarkan tentang mereka kepada Rasul. Akan tetapi, beliau
memberikan pilihan kepada para sahabat lainnya untuk mengikuti ‘Abdullah bin Jahsiy,
atau tidak. Namun demikian, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam mengharuskan
‘Abdullah bin Jahsiy untuk terus berjalan hingga sampai ke kebun kurma antara Mekah
dan Tha’if, dan memata-matai orang Quraisy. Riwayat ini menyatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam, telah meminta shahabat untuk melakukan spionase, yakni
wajib bagi ‘Abdullah bin Jahsiy, namun shahabat yang lain diberi dua pilihan, ikut
bersama ‘Abdullah bin Jahsiy atau tidak. Dengan demikian, tuntutan untuk melakukan
spionase bagi amir jama’ah, yakni ‘Abdullah bin Jahsiy (dinisbahkan kepada negara)
adalah pasti, sehingga hukumnya wajib, sedangkan bagi kaum muslimin tuntutan tidak
pasti, sehingga hukumnya jaiz (boleh). Hadits ini menunjukan kepada kita, bahwa hukum
memata-matai kafir harbiy adalah wajib bagi negara, sedangkan bagi kaum muslimin
adalah jaiz.
Sedangkan sebagian orang yang berpendapat bahwa spionase yang dilakukan oleh
badan-badan intelejen negara adalah boleh, dengan alasan kemaslahatan bagi negara,
maka pendapat ini tidak disandarkan kepada dalil syara’. Mereka hanya bertumpu kepada
mashlahat untuk membangun pendapatnya; misalnya spionase untuk memonitoring
aktivitas rakyat yang berpotensi melakukan makar terhadap negara, menggali informasi
lebih dalam keadaan rakyatnya, dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa, mashlahat
tidak berarti sama sekali untuk membangun hukum syara’. Seorang muslim diwajibkan
untuk bertahkim (berhukum) dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah Subhanahu
waTa’ala, bukan bertahkim dengan mashlahat yang bersifat temporal dan berubah-rubah.
Allah Subhanahu waTa’ala berfirman,
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 6
batu ujian421
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu….” (TQS. Al-Maidah
[05]:48)
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa dasar untuk membangun hukum syara’
adalah al-Qur’an dan Sunnah, bukan mashlahat. Bahkan, mashlahat hakiki baru akan
tercapai bila kaum muslimin menerapkan hukum syara’. Sebagaimana firman Allah,
artinya:
“Dan tiadalah kamu (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam
(TQS. Al-Anbiyaa’ [21]:107).
“ (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi
atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri. ”. (TQS. An-Nahl [16]:89)
Kedua ayat ini, bila dipahami akan menunjukan dengan sharih (jelas) bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam diutus – dengan membawa al-Qur’an—untuk menjadi
rahmat (pembawa kemaslahatan) bagi seluruh manusia. Sehingga mashlahat hakiki hanya
akan tercapai bila diterapkan aturan-aturan yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi waSallam di muka bumi ini.
Selain itu, surat al-Hujarat :12, dengan jelas dan tegas menunjukan keharaman
melakukan aktivitas Tajassus (spionase). Sebab dalam ayat tersebut disebutkan, “wa la
tajassasu” (dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain [Tajassus]..”). Maka
ayat ini berlaku umum untuk Tajassus, kecuali ada dalil syara yang mengkhususkan.
Sedangkan mashlahat tidak bernilai sama sekali untuk mentakhshish (mengkhususkan)
atau apapun namanya terhadap keumuman ayat ini. Maka, pendapat yang menyatakan
bahwa aktivitas spionase yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya dibolehkan
dengan alasan mashlahat, merupakan pendapat yang bathil dan telah terbukti
kelemahannya. Oleh karena itu, aktivitas spionase yang dilakukan oleh negara kepada
rakyatnya adalah perbuatan yang diharamkan oleh syara secara mutlak.
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 7
Sedangkan bolehnya seorang muslim, atau kafir dzimmiy, memata-matai kafir
harbiy haqiqi, maupun kafir harbiy hukman, merupakan pengkhususan dari keumuman
pengertian surat al-Hujarat:12 tersebut. Sebab ada dalil yang menunjukannya, yakni
sunnah Rasul.
SANKSI ATAS TINDAKAN TAJASSUS
Apabila Tajassus dilakukan oleh kafir harbiy haqiqi maupun kafir harbi hukman,
maka sanksi nya adalah bunuh, bila diketahui bahwa ia adalah mata-mata, atau telah
tebukti bahwa ia adalah mata-mata. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dari Salamah bin al-Akwa’ berkata:
“Seorang mata-mata dari orang-orang musyrik mendatangi Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam, sedangkan orang itu sedang safar. Lalu, orang itu
duduk bersama para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam, dan ia
berbincang-bindang dengan para shahabat. Kemudian orang itu pergi. Nabi
Shallallahu ‘Alaihi waSallam berkata, “Cari dan bunuhlah dia ¡” Lalu aku,
[Salamah bin al-Akwa’] berhasil mendapatkannya lebih dahulu dari para
shahabat yang lain, dan aku membunuhnya.”
Imam Muslim juga meriwayatkan dengan pengertian senada namun dengan lafadz
berbeda. Sedangkan dalam riwayat Abu Na’aim dalam al-Mustakhraj, dari jalan Yahya
al-Hamaniy, dari Abu al-‘Umais, “Ketahuilah bahwa ia adalah mata-mata”. Hadits ini
menunjukan dengan jelas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam sekedar
menetapkan bahwa ia adalah mata-mata, kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi waSallam
berkata, “Cari dan bunuhlah dia”. Ini menunjukan bahwa thalab dari Rasul adalah
thalab yang pasti, sehingga sanksi bagi kafir harbiy yang memata-matai kaum muslimin,
adalah dibunuh [dengan sekali kata]. Ini berlaku umum untuk semua kafir harbiy, baik
kafir harbiy mu’ahid, musta’min, atau bukan mu’ahid atau musta’min. [idem, hal 215].
Adapun bila Tajassus dilakukan oleh kafir dzimmiy, maka sanksi yang dijatuhkan
kepadanya perlu dilihat. Jika pada saat dia menjadi kafir dzimmiy disyaratkan agar dia
tidak menjadi mata-mata, dan bila dia melakukan spionase, dibunuh. Maka sanksi bila
kafir dzimmiy tadi melakukan tindakan Tajassus, maka hukumnya di bunuh sesuai
dengan syarat tadi. Namun bila saat dia menjadi kafir dzimmiy tidak disyaratkan apa-apa,
maka Khalifah boleh menetapkan sanksi bunuh terhadapnya, atau tidak, bila ia
melakukan Tajassus. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi waSallam telah memerintahkan untuk membunuh seorang kafir
dzimmiy, yakni mata-matanya Abu Sufyan [Furat bin Hayyan], kemudian sekelompok
orang Anshar mendatangi Furat bin Hayyan, lalu dia [Furat bin Hayyan] berkata, “Saya
Muslim!”. Kemudian para shahabat berkata. “Dia telah bersumpah menjadi seorang
Muslim.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Sesungguhnya
ada dari kalian yang menolak keimanan mereka, dan sebagian mereka itu adalah Furat
bin Hayyan.”
Hadits ini menunjukan dengan jelas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam
memerintahkan para shahabat untuk membunuh kafir dzimmiy yang melakukan tindak
spionase (Tajassus). Namun demikian, hal ini hanya berhukum jaiz (boleh) bagi imam,
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 8
tidak wajib seperti sanksi terhadap kafir harbiy bila menjadi mata-mata. Dalil yang
menyatakan bahwa sanksi bunuh terhadap kafir dzimmiy jaiz (boleh) dan tidak wajib,
adalah bahwa hadits di atas tidk memiliki qarinah yang menunjukan jazim (qarinah yang
pasti). Maka, hadits diatas thalabnya (tuntutannya) menjadi tidak pasti (ghayru jazim).
Disini adal qarinah yang menunjukan bahwa thalabnya tidak pasti (ghayru jazim) yakni,
nash hadits di atas menunjukan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam tidak
langsung membunuh Furat bin Hayyan, sekedar mengetahui bahwa ia adalah mata-mata,
padahal kafir harbiy yang disebutkan dalam hadits Salamah bin al-Akwa’, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam langsung memerintah untuk membunuhnya sekedar setelah
ditetapkan bahwa ia adalah mata-mata. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda
kepada kaum muslimin, “Cari dan bunuhlah dia!” Dalil (menunjukan), bahwa beliau
tidak langsung membunuhnya, padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam
mengetahuinya [bahwa ia kafir dzimmiy], dan ini tampak jelas dari lafadz hadits,
“dan dia adalah (kafir) dzimmiy dan seorang mata-mata”, yakni bahwa dia Furat bin
Hayyan telah diketahui oleh Beliau Shallallahu ‘Alaihi waSallam.
Juga tampak jelas dari ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam, “dan sebagian
dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Atas dasar itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
waSallam telah berkata terhadap kafir harbiy [yang melakukan tindak Tajassus], “Cari
dan bunuhlah dia!”. Sedang untuk Furat bin Hayyan beliau Shallallahu ‘Alaihi waSallam
sekedar memerintahkan untuk membunuhnya, namun tidak memerintahkan kaum
muslimin untuk mencarinya. Ini menunjukan dengan jelas, ada perbedaan diantara
keduanya [riwayat Salamah bin Akwa’ dengan Furat bin Hayyan], bahwa kafir harbiy
tuntutan untuk membunuhnya (bila melakukan tindak spionase), adalah tuntutan yang
pasti (thalab Jazim), sedangkan tuntutan untuk membunuh kafir dzimmiy, bukanlah
tuntutan yang pasti (ghayru jazim). Ini menunjukan bahwa jaiz (boleh) membunuh mata-
mata dari kalangan kafir dzimmiy, atau tidak.
Adapun bila seorang muslim memata-matai kaum muslimin dan kafir dzimmiy
untuk kepentingan musuh, maka ia tidak dibunuh. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
waSallam telah memerintahkan untuk membunuh kafir dzimmiy [bila mereka melakukan
tindak spionase], namun ketika setelah mereka menjadi muslim, maka hukuman bunuh
itu dibatalkan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam telah memerintahkan untuk
membunuh Furat bin Hayyan, seorang kafir dzimmiy sekaligus sebagai mata-mata,
namun ketika para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah dia telah bersumpah menjadi
seorang muslim.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda,
“Sesungguhnya ada seseorang dari kalian yang menolak keimanan mereka, dan
sebagian dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Maka, ‘illat dibatalkannya hukum
bunuh, karena ia telah menjadi seorang muslim.
Imam Bukhari meriwayatkan, “Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam mengutusku, juga Zubeir, dan Miqdad bin al-Aswad.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Pergilah sampai kekebun Khakh,
dan di sana ada sekedup, dan didalamnya ada wanita yang membawa surat, maka
ambillah surat itu. Kemudian kami berangkat dengan menaiki kuda, hingga sampailah
kami di kebun itu, kami menjumpai sekedup. Kami berkata, “Keluarkan suratnya!”
Wanita itu menjawab, “Saya tidak memiliki surat.” Kami berkata, “Sungguh, engkau
keluarkan suratnya, atau kami akan singkap baju kamu!” Kemudian wanita itu
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 9
mengeluarkan surat itu dari gelung rambutnya. Kemudian kami membawa surat itu
kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam. Ketika didalamnya tertulis, “Dari
Hathib bin Abiy Balta’ah kepada penduduk Mekkah. Dan ia mengabarkan sebagian
perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
waSallam berkata, “Apa ini wahai Hathib?” Hathib berkata, “Jangan tergesa-gesa
terhadapku, wahai Rasulullah!” Sesungguhnya aku [berbuat semacam ini] untuk
keluargaku di Mekkah. Sedangkan orang-orang yang bersama anda, yakni orang-orang
Muhajirin mereka memiliki kerabat dekat di Mekkah yang bisa melindungi keluarga dan
hartanya, sedangkan aku tidak. Maka aku melakukan hal ini, agar mereka bisa
melindungi kerabatku di Mekkah. Aku tidak melakukan ini untuk kekafiran dan aku tidak
murtad, dan aku tidak ridho dengan kekafiran setelah Islam. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi waSallam bersabda, “Benarlah engkau!” ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah,
perintahkanlah aku untuk memenggal leher orang munafiq ini!” Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi waSallam bersabda, “Dia adalah orang yang ikut di perang Badar, dan engkau
tidak mengetahui bahwa Allah telah memulyakan ahli Badar, kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Kerjakan, apa yang engkau kehendaki, kalian
telah aku maafkan!”
Hadits ini menceritakan bahwa Hathib bin Abi Balta’ah telah memata-matai kaum
muslimin, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam tidak membunuhnya. Ini
menunjukan, bahwa bila seorang muslim melakukan tindak Tajassus, maka ia tidak
dijatuhi sanksi bunuh. Tidak bisa dikatakan, bahwa hadits ini hanya khusus untuk ahli
Badar, sebab ‘illat penafian hukuman bunuh bagi Hathib bin Abi Balta’ah, karena ia
adalah ahli Badar. Tidak bisa dikatakan demikian, karena, walaupun nash ini berfaedah
pada ta’lil (‘illat), dan walaupun redaksi nash tersebut menunjukan bahwa riwayat
tersebut mengandung ‘illat, akan tetapi hadits riwayat Imam Ahmad dari Furat bin
Hayyan, dimana hukuman bunuh telah dibatalkan kepadanya, karena ia masuk Islam,
walaupun sebelumnya ia seorang kafir dzimmiy; telah menafikan ‘illat pada hadits Imam
Bukhari di atas. Riwayat Imam Ahmad ini sekaligus telah menjadikan ‘illat pada hadits
riwayat Bukhari tersebut, sebagai sifat dari sebuah fakta saja –bukan sebagai ‘illat—
sebab, Furat bin Hayyan bukanlah ahli Badar.
Juga tidak bisa dikatakan bahwa hadits Furat bin Hayyan, menurut Abu Dawud,
dalam isnadnya terdapat Abu Himam al-Dalaliy Mohammad bin Mujib, dan haditsnya
tidak dibutuhkan, selain itu Imam Ahmad meriwayatkannya dari Sofyan al-Tsauri.
Tidak dikatakan demikian, karena Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dari Sofyan
Bisyr bin al-Sariy al-Bashariy, dan dia termasuk orang yang disepakati oleh Bukhari dan
Muslim. Dengan demikian hadits ini sah sebagai dalil.
Oleh karena itu, riwayat Imam Ahmad tersebut di atas bisa digunakan sebagai
dalil, bahwa sanksi atas seorang muslim yang melakukan tindak Tajassus, tidaklah
dibunuh. Namun, ia diberi sanksi sebagaimana ketetapan yang dijatuhkan oleh khalifah
maupun qadliy.
Adapun, aktivitas Tajassus yang dilakukan oleh seorang muslim kepada kaum
muslim lainnya, bukan untuk kepentingan musuh, namun sekedar memata-matai saja,
maka syara’ tidak menetapkan sanksi tertentu atas kemakhsiyatan ini, maka ia termasuk
dalam pembahasan ta’ziir [Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, Juz II,
ed.III, 1994, Daar al-Ummah, Beirut, Libanon, hal. 218].
Tajassus (Spionase)
Syamsuddin Ramadhan
http://kangudo.wordpress.com 10
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Ungs2030 : THE ISLAMIC WORLDVIEW
Ungs2030 : THE ISLAMIC WORLDVIEWUngs2030 : THE ISLAMIC WORLDVIEW
Ungs2030 : THE ISLAMIC WORLDVIEWMizah Khalidi
 
Presentasi Nikah Siri Dan Mutah
Presentasi Nikah Siri Dan MutahPresentasi Nikah Siri Dan Mutah
Presentasi Nikah Siri Dan MutahMarhamah Saleh
 
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaranPengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaranMarhamah Saleh
 
Setiap perkara mengikut niatnya (bentang )
Setiap perkara mengikut niatnya (bentang )Setiap perkara mengikut niatnya (bentang )
Setiap perkara mengikut niatnya (bentang )Khairani Salim
 
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharKonsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharikafia maulidia
 
Tarhib ramadhan
Tarhib ramadhanTarhib ramadhan
Tarhib ramadhanimuska
 
10 cara menyambut ramadhan
10 cara menyambut ramadhan10 cara menyambut ramadhan
10 cara menyambut ramadhanasnin_syafiuddin
 
Kronologi perjanjian hudaibiyah
Kronologi perjanjian hudaibiyahKronologi perjanjian hudaibiyah
Kronologi perjanjian hudaibiyahZuhaida Shofa
 
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)Taufik Rahman
 
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabihMarhamah Saleh
 
Sumber Yang Tidak Disepakati Oleh Ulama
Sumber Yang Tidak Disepakati Oleh UlamaSumber Yang Tidak Disepakati Oleh Ulama
Sumber Yang Tidak Disepakati Oleh UlamaInteger
 
Konsep jenayah
Konsep jenayahKonsep jenayah
Konsep jenayahshahirah44
 
Hadas kecil dan hadas besar
Hadas kecil dan hadas besarHadas kecil dan hadas besar
Hadas kecil dan hadas besarE wan
 
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATHUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATMutiara permatasari
 
Akhlak Tercela power point
Akhlak Tercela power pointAkhlak Tercela power point
Akhlak Tercela power pointsknramadhaniah
 
Kewajiban Berdakwah
Kewajiban Berdakwah Kewajiban Berdakwah
Kewajiban Berdakwah suwartono SIP
 

Mais procurados (20)

Ungs2030 : THE ISLAMIC WORLDVIEW
Ungs2030 : THE ISLAMIC WORLDVIEWUngs2030 : THE ISLAMIC WORLDVIEW
Ungs2030 : THE ISLAMIC WORLDVIEW
 
Presentasi Nikah Siri Dan Mutah
Presentasi Nikah Siri Dan MutahPresentasi Nikah Siri Dan Mutah
Presentasi Nikah Siri Dan Mutah
 
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaranPengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
 
Setiap perkara mengikut niatnya (bentang )
Setiap perkara mengikut niatnya (bentang )Setiap perkara mengikut niatnya (bentang )
Setiap perkara mengikut niatnya (bentang )
 
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharKonsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
 
Tarhib ramadhan
Tarhib ramadhanTarhib ramadhan
Tarhib ramadhan
 
10 cara menyambut ramadhan
10 cara menyambut ramadhan10 cara menyambut ramadhan
10 cara menyambut ramadhan
 
Kronologi perjanjian hudaibiyah
Kronologi perjanjian hudaibiyahKronologi perjanjian hudaibiyah
Kronologi perjanjian hudaibiyah
 
Ppt iman kepada qadha dan qadar
Ppt iman kepada qadha dan qadarPpt iman kepada qadha dan qadar
Ppt iman kepada qadha dan qadar
 
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
 
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
 
Mahkum fiihi
Mahkum fiihiMahkum fiihi
Mahkum fiihi
 
Sumber Yang Tidak Disepakati Oleh Ulama
Sumber Yang Tidak Disepakati Oleh UlamaSumber Yang Tidak Disepakati Oleh Ulama
Sumber Yang Tidak Disepakati Oleh Ulama
 
Konsep jenayah
Konsep jenayahKonsep jenayah
Konsep jenayah
 
(memahami isi pokok ajaran al-qur'an)
(memahami isi pokok ajaran al-qur'an)(memahami isi pokok ajaran al-qur'an)
(memahami isi pokok ajaran al-qur'an)
 
Maslahah mursalah
Maslahah mursalahMaslahah mursalah
Maslahah mursalah
 
Hadas kecil dan hadas besar
Hadas kecil dan hadas besarHadas kecil dan hadas besar
Hadas kecil dan hadas besar
 
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATHUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
 
Akhlak Tercela power point
Akhlak Tercela power pointAkhlak Tercela power point
Akhlak Tercela power point
 
Kewajiban Berdakwah
Kewajiban Berdakwah Kewajiban Berdakwah
Kewajiban Berdakwah
 

Semelhante a INTEL

Abdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAbdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifArdian DP
 
Rambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyah
Rambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyahRambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyah
Rambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyahRizal Fuadi Muhammad
 
Abdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAbdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAmbulan Zag
 
sejarah pembukuan hadits
sejarah pembukuan hadits sejarah pembukuan hadits
sejarah pembukuan hadits khoirotul ula
 
Buku koreksi i'tiqad ahlus sunnah sirojuddin abbas
Buku koreksi i'tiqad ahlus sunnah sirojuddin abbasBuku koreksi i'tiqad ahlus sunnah sirojuddin abbas
Buku koreksi i'tiqad ahlus sunnah sirojuddin abbasyanto abdulah
 
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSAzzahra Azzahra
 
Mengingatkan pemimpin
Mengingatkan pemimpinMengingatkan pemimpin
Mengingatkan pemimpinPoe Poengs
 
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Aliem Masykur
 
Ahlussunnah Wal Jama'ah
Ahlussunnah  Wal Jama'ahAhlussunnah  Wal Jama'ah
Ahlussunnah Wal Jama'ahArdian DP
 
Peringatan terhadap-fitnah-tajrih-dan-tabdi-sebagian-ahlus-sunnah-di-masa-kin...
Peringatan terhadap-fitnah-tajrih-dan-tabdi-sebagian-ahlus-sunnah-di-masa-kin...Peringatan terhadap-fitnah-tajrih-dan-tabdi-sebagian-ahlus-sunnah-di-masa-kin...
Peringatan terhadap-fitnah-tajrih-dan-tabdi-sebagian-ahlus-sunnah-di-masa-kin...Ra Hardianto
 
dokumen.tips_definisi-aswaja-nu(1).ppt
dokumen.tips_definisi-aswaja-nu(1).pptdokumen.tips_definisi-aswaja-nu(1).ppt
dokumen.tips_definisi-aswaja-nu(1).pptAqshonBudhairi
 

Semelhante a INTEL (20)

Hadis dhaif
Hadis dhaifHadis dhaif
Hadis dhaif
 
Aliran sesat
Aliran sesatAliran sesat
Aliran sesat
 
ilmu hadits.ppt
ilmu hadits.pptilmu hadits.ppt
ilmu hadits.ppt
 
Abdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAbdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktif
 
Rambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyah
Rambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyahRambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyah
Rambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyah
 
Abdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAbdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktif
 
sejarah pembukuan hadits
sejarah pembukuan hadits sejarah pembukuan hadits
sejarah pembukuan hadits
 
Al ghurbah
Al ghurbahAl ghurbah
Al ghurbah
 
Al ghurbah
Al ghurbahAl ghurbah
Al ghurbah
 
Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan Diroyah
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Al ghurbah (keterasingan)
Al ghurbah (keterasingan)Al ghurbah (keterasingan)
Al ghurbah (keterasingan)
 
Buku koreksi i'tiqad ahlus sunnah sirojuddin abbas
Buku koreksi i'tiqad ahlus sunnah sirojuddin abbasBuku koreksi i'tiqad ahlus sunnah sirojuddin abbas
Buku koreksi i'tiqad ahlus sunnah sirojuddin abbas
 
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
 
Mengingatkan pemimpin
Mengingatkan pemimpinMengingatkan pemimpin
Mengingatkan pemimpin
 
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
 
Ahlussunnah Wal Jama'ah
Ahlussunnah  Wal Jama'ahAhlussunnah  Wal Jama'ah
Ahlussunnah Wal Jama'ah
 
Peringatan terhadap-fitnah-tajrih-dan-tabdi-sebagian-ahlus-sunnah-di-masa-kin...
Peringatan terhadap-fitnah-tajrih-dan-tabdi-sebagian-ahlus-sunnah-di-masa-kin...Peringatan terhadap-fitnah-tajrih-dan-tabdi-sebagian-ahlus-sunnah-di-masa-kin...
Peringatan terhadap-fitnah-tajrih-dan-tabdi-sebagian-ahlus-sunnah-di-masa-kin...
 
Hadith
HadithHadith
Hadith
 
dokumen.tips_definisi-aswaja-nu(1).ppt
dokumen.tips_definisi-aswaja-nu(1).pptdokumen.tips_definisi-aswaja-nu(1).ppt
dokumen.tips_definisi-aswaja-nu(1).ppt
 

Mais de Muhammad Idris

العلم والعقل
العلم والعقلالعلم والعقل
العلم والعقلMuhammad Idris
 
الثمار 101 نبت
الثمار 101 نبتالثمار 101 نبت
الثمار 101 نبتMuhammad Idris
 
الجرب القذرة
الجرب القذرةالجرب القذرة
الجرب القذرةMuhammad Idris
 
Tolong menolong-sesama-muslim
Tolong menolong-sesama-muslimTolong menolong-sesama-muslim
Tolong menolong-sesama-muslimMuhammad Idris
 
Tahlilan dalam-perspektif-islam
Tahlilan dalam-perspektif-islamTahlilan dalam-perspektif-islam
Tahlilan dalam-perspektif-islamMuhammad Idris
 
Prospek dan-tantangan-ekonomi-islam
Prospek dan-tantangan-ekonomi-islamProspek dan-tantangan-ekonomi-islam
Prospek dan-tantangan-ekonomi-islamMuhammad Idris
 
Mewujudkan kesiapan-menghadapi-tantangan
Mewujudkan kesiapan-menghadapi-tantanganMewujudkan kesiapan-menghadapi-tantangan
Mewujudkan kesiapan-menghadapi-tantanganMuhammad Idris
 
Makalah hs-akar-permasalahan-solusi-tegaknya-bendera-syaithan-perdukunan
Makalah hs-akar-permasalahan-solusi-tegaknya-bendera-syaithan-perdukunanMakalah hs-akar-permasalahan-solusi-tegaknya-bendera-syaithan-perdukunan
Makalah hs-akar-permasalahan-solusi-tegaknya-bendera-syaithan-perdukunanMuhammad Idris
 
Makalah akar permasalahan solusi tegaknyan bendera syaithan dan perdukunan
Makalah akar permasalahan solusi tegaknyan bendera syaithan dan perdukunanMakalah akar permasalahan solusi tegaknyan bendera syaithan dan perdukunan
Makalah akar permasalahan solusi tegaknyan bendera syaithan dan perdukunanMuhammad Idris
 
Makalah pelatihan-brc-ruqyah-syariyyah-edited
Makalah pelatihan-brc-ruqyah-syariyyah-editedMakalah pelatihan-brc-ruqyah-syariyyah-edited
Makalah pelatihan-brc-ruqyah-syariyyah-editedMuhammad Idris
 
أطعمة مفيدة لصحة_العظام
أطعمة مفيدة لصحة_العظامأطعمة مفيدة لصحة_العظام
أطعمة مفيدة لصحة_العظامMuhammad Idris
 
Pengaruh kemampuan berbahasa asing terhadap prestasi siswa (arab-inggris)
Pengaruh kemampuan berbahasa asing terhadap prestasi siswa (arab-inggris)Pengaruh kemampuan berbahasa asing terhadap prestasi siswa (arab-inggris)
Pengaruh kemampuan berbahasa asing terhadap prestasi siswa (arab-inggris)Muhammad Idris
 
Pembelajaran bahasa asing_2
Pembelajaran bahasa asing_2Pembelajaran bahasa asing_2
Pembelajaran bahasa asing_2Muhammad Idris
 
Pembelajaran bahasa asing1
Pembelajaran bahasa asing1Pembelajaran bahasa asing1
Pembelajaran bahasa asing1Muhammad Idris
 
Pedoman penulisan karya ilmiah
Pedoman penulisan karya ilmiahPedoman penulisan karya ilmiah
Pedoman penulisan karya ilmiahMuhammad Idris
 
Bahan pelatihan karya_tulis_ilmiah
Bahan pelatihan karya_tulis_ilmiahBahan pelatihan karya_tulis_ilmiah
Bahan pelatihan karya_tulis_ilmiahMuhammad Idris
 
Biografi imam athba` tabi`in
Biografi imam athba` tabi`inBiografi imam athba` tabi`in
Biografi imam athba` tabi`inMuhammad Idris
 

Mais de Muhammad Idris (20)

العلم والعقل
العلم والعقلالعلم والعقل
العلم والعقل
 
الثمار 101 نبت
الثمار 101 نبتالثمار 101 نبت
الثمار 101 نبت
 
الجرب القذرة
الجرب القذرةالجرب القذرة
الجرب القذرة
 
Tolong menolong-sesama-muslim
Tolong menolong-sesama-muslimTolong menolong-sesama-muslim
Tolong menolong-sesama-muslim
 
Tahlilan dalam-perspektif-islam
Tahlilan dalam-perspektif-islamTahlilan dalam-perspektif-islam
Tahlilan dalam-perspektif-islam
 
Prospek dan-tantangan-ekonomi-islam
Prospek dan-tantangan-ekonomi-islamProspek dan-tantangan-ekonomi-islam
Prospek dan-tantangan-ekonomi-islam
 
Mewujudkan kesiapan-menghadapi-tantangan
Mewujudkan kesiapan-menghadapi-tantanganMewujudkan kesiapan-menghadapi-tantangan
Mewujudkan kesiapan-menghadapi-tantangan
 
Makalah hs-akar-permasalahan-solusi-tegaknya-bendera-syaithan-perdukunan
Makalah hs-akar-permasalahan-solusi-tegaknya-bendera-syaithan-perdukunanMakalah hs-akar-permasalahan-solusi-tegaknya-bendera-syaithan-perdukunan
Makalah hs-akar-permasalahan-solusi-tegaknya-bendera-syaithan-perdukunan
 
Makalah akar permasalahan solusi tegaknyan bendera syaithan dan perdukunan
Makalah akar permasalahan solusi tegaknyan bendera syaithan dan perdukunanMakalah akar permasalahan solusi tegaknyan bendera syaithan dan perdukunan
Makalah akar permasalahan solusi tegaknyan bendera syaithan dan perdukunan
 
Makalah pelatihan-brc-ruqyah-syariyyah-edited
Makalah pelatihan-brc-ruqyah-syariyyah-editedMakalah pelatihan-brc-ruqyah-syariyyah-edited
Makalah pelatihan-brc-ruqyah-syariyyah-edited
 
أطعمة مفيدة لصحة_العظام
أطعمة مفيدة لصحة_العظامأطعمة مفيدة لصحة_العظام
أطعمة مفيدة لصحة_العظام
 
Pengaruh kemampuan berbahasa asing terhadap prestasi siswa (arab-inggris)
Pengaruh kemampuan berbahasa asing terhadap prestasi siswa (arab-inggris)Pengaruh kemampuan berbahasa asing terhadap prestasi siswa (arab-inggris)
Pengaruh kemampuan berbahasa asing terhadap prestasi siswa (arab-inggris)
 
Pembelajaran bahasa asing_2
Pembelajaran bahasa asing_2Pembelajaran bahasa asing_2
Pembelajaran bahasa asing_2
 
Pembelajaran bahasa asing1
Pembelajaran bahasa asing1Pembelajaran bahasa asing1
Pembelajaran bahasa asing1
 
Pedoman penulisan karya ilmiah
Pedoman penulisan karya ilmiahPedoman penulisan karya ilmiah
Pedoman penulisan karya ilmiah
 
Gawda
GawdaGawda
Gawda
 
Bahan pelatihan karya_tulis_ilmiah
Bahan pelatihan karya_tulis_ilmiahBahan pelatihan karya_tulis_ilmiah
Bahan pelatihan karya_tulis_ilmiah
 
Biografi imam syafi`i
Biografi imam syafi`iBiografi imam syafi`i
Biografi imam syafi`i
 
Biografi imam athba` tabi`in
Biografi imam athba` tabi`inBiografi imam athba` tabi`in
Biografi imam athba` tabi`in
 
Biografi imam syafi`i
Biografi imam syafi`iBiografi imam syafi`i
Biografi imam syafi`i
 

Último

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Adam Hiola
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Adam Hiola
 
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxSosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxMarto Marbun
 
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANKHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANGilbertFibriyantAdan
 
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxMateri akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxWahyuSolehudin1
 
MATERI PPT NILAI-NILAI KRISTIANI.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...
MATERI PPT NILAI-NILAI KRISTIANI.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...MATERI PPT NILAI-NILAI KRISTIANI.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...
MATERI PPT NILAI-NILAI KRISTIANI.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...RobertusLolok1
 

Último (6)

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
 
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxSosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
 
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANKHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
 
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxMateri akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
 
MATERI PPT NILAI-NILAI KRISTIANI.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...
MATERI PPT NILAI-NILAI KRISTIANI.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...MATERI PPT NILAI-NILAI KRISTIANI.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...
MATERI PPT NILAI-NILAI KRISTIANI.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...
 

INTEL

  • 1. Penulis: Syamsuddin Ramadhan Penyunting: Yahya Abdurrahman Penata Letak: aziz_lazmi Desain Sampul: gus_uwik@plasa.com Cet. I, Rabi’ul Akhir 1424 H-September 2003 M (versi Buku) Penerbit: Al Azhar Press Jl. Ciremai ujung 126 Bantarjati kaum, Bogor. 16153. Telp/fax (0251) 332141. e-mail: azhar_press@plasa.com I. Tajassus (Spionase) II. Syamsuddin Ramadhan III. Yahya Abdurrahman Judul Asli: Tajassus (Spionase) Alih Format ke eBook oleh: Kang Udo Web Blog: http://kangudo.wordpress.com
  • 2. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 2 Tajassus (Spionase) DEFINISI DAN FAKTA TAJASSUS Tajassus adalah mengorek yakni [meneliti] berita (memata-matai). Secara bahasa bila dikatakan, jassa al-akhbar wa tajassasaha artinya adalah mengorek [meneliti] suatu berita. Jika seseorang mencari-cari berita, maka ia telah melakukan aktifitas Tajassus, dan orang tersebut disebut jasus (mata-mata), baik berita rahasia maupun terang. Tidak disyaratkan dalam pencari-carian berita itu, harus berita yang bersifat tertutup atau rahasia, hingga aktivitas itu disebut Tajassus (spionase). Akan tetapi, Tajassus adalah mencari-cari berita baik yang tertutup, maupun yang jelas, yakni baik rahasia maupun tidak rahasia. Namun bila sesuatu bisa terlihat secara alami, tanpa mencari-cari (tafahhashu), atau tanpa melakukan aktivitas Tajassus terhadap suatu berita, atau hanya sekedar mengumpulkan, menyebarkan dan menganalisa berita, maka semua ini tidak termasuk Tajassus selama tidak ada unsur mencari-cari (mengorek-ngorek) berita lebih lanjut. Sehingga kalau anda mencari berita dalam kondisi semacam ini, maka apa yang anda lakukan itu tidak disebut dengan Tajassus. Sebab, yang disebut mencari-cari berita atau hingga disebut Tajassus adalah, mencari-cari (mengorek-ngorek), mengusut-usut berita, dengan tujuan menelitinya lebih dalam. Adapun orang yang mencari berita untuk dikumpulkan, dan tidak menelitinya untuk tujuan mengusut berita itu lebih lanjut, namun mengumpulkannya untuk disebarkan kepada masyarakat, maka hal ini tidak disebut Tajassus. Oleh karena itu, bagi orang yang mencari dan mengumpulkan berita, seperti redaktur koran, atau wakil-wakil kantor berita tidak disebut dengan jasus (mata-mata). Kecuali memang aktivitasnya telah menjadi akativitas Tajassus, dan ia berposisi sebagai redaktur koran, atau wakil kantor berita hanya sebagai wasilah untuk melakukan Tajassus. Pada kondisi semacam ini, ia disebut jasus (mata-mata), bukan karena keberadaannya sebagai redaktur koran yang mencari berita, akan tetapi karena keberadaan aktivitasnya yang memata-matai, dan mereka menjadikan posisi wartawan sebagai alat untuk melakukan Tajassus (spionase) sebagaimana halnya kebanyakan wartawan, yang diantara mereka adalah para kafir harbiy. Adapun pegawai dinas intelejen, dan biro mata-mata dan lain-lainnya, yang bertugas mengorek-ngorek berita, maka, mereka adalah mata-mata (jasus). Sebab, aktivitasnya sudah terkategori sebagai aktivitas Tajassus. [Taqiyuddin an- Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz II, ed.III, 1994, Dar al-Ummah, Beirut, Libanon, hal.211-212). HUKUM TAJASSUS Menurut syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, hukum Tajassus bisa haram, jaiz (boleh), dan wajib, ditinjau dari siapa yang di mata-matai. Al-Qur’an melarang dengan tegas aktivitas Tajassus yang ditujukan kepada kaum muslim. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman:
  • 3. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 3 “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (Tajassus)……” (TQS. Al-Hujarat [49]:12). Imam Qurthubiy, mengartikan firman Allah di atas dengan, “Ambillah hal-hal yang nampak, dan janganlah kalian membuka aurat kaum muslim, yakni, janganlah seorang diantara kalian meneliti aurat saudaranya, sehingga ia mengetahui auratnya, setelah Allah Subhanahu waTa’ala menutupnya. (Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy). Imam Ath-Thabari berkomentar, maksudnya adalah janganlah sebagian kalian menyelidiki aurat sebagian yang lain dan janganlah mencari-cari rahasianya yang ia harap dengannya akan nampak aibnya akan tetapi cukuplah dengan apa yang nampak bagi kalian diantara perkaranya dan dengan itu pujilah atau celalah dan jangan pada apa yang engkau tidak ketahui diantara rahasianya. Beliau mengutip perkataan Mujahid yang berkata : “Ambillah apa yang nampak bagi kalian dan tinggalkanlah apa yang tersembunyi dari kalian”. (Jami’ al-bayan ‘An Ta’wil Ay al-Qur’an, Juz 26 hal 134). Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda: “Janganlan kalian saling menyelidik, janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling berlebih-lebihan dalam sesuatu, janganlah kalian saling dengki, janganlah kalian saling benci dan janganlah kalian saling bermusuhan dan jadilah kalian hamba- hamba Allah yang saling bersaudara [HR.Muslim dari Abu Hurairah, lihat hadits- hadits senada dalam Shahih Bukhariy V/1976, 2253 dan VI/1474; Muwatha’ Malik II/907; Musnad Ahmad II/539]. Al-Awza’i berkata: Tajassus adalah mencari sesuatu sedang tahassus adalah mendengarkan pembicaraan orang lain yang ia tidak suka pembicaraannya itu didengar orang lain. Al-Akhfasy menyatakan bahwa tahassasu bermakna al-bahtsu ‘amma yaktumu ‘anka [membahas/meneliti apa-apa yang tersembunyi bagi kamu]. Adapula yang mengartikan bahwa tahassasu, adalah apa yang bisa dijangkau oleh sebagian indera manusia. Sedangkan tajassasu adalah menginvestifigasi sesuatu. Adapula yang menyatakan, kalau tajassasu adalah dilakukan oleh orang lain, atau dengan utusan, sedangkan tahassasu, adalah dilakukan oleh dirinya sendiri. Lihat (Tafsir Qurthubiy, surat 49:12) Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda : “Sungguh, seorang amir (pemimpin) jika ia mencari kecurigaan pada manusia berarti ia merusak manusia (HR. Abu Dawud dari Abu Ummah)
  • 4. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 4 Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda yang artinya: “Dirahmatilah kiranya orang yang begitu sibuk dengan kesalahan dirinya sendiri, sehingga ia tidak peduli dengan kesalahan (aib) orang lain. (HR. Al-Bazaar, dari Anas) Islam juga sangat mencela seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, artinya: “ Diantara kebaikan ke Islaman seseorang adalah ia meninggalkan apa-apa yang tak memiliki sangkut paut dengan dirinya.” (HR.Tirmidziy dalam shahih al-Tirmidzy). Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam juga bersabda, “Jika seseorang melihatmu dalam keadaan tanpa pakaian, tanpa ijinmu, lalu kamu membutakan kedua matanya dengan lemparan batu, tidak ada celaan tas perbuatanmu itu. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam, artinya; “Orang yang menyadap pembicaraan orang lain dan mendengarkan apa yang mereka tidak akan suka bila tahu ia telah mendengarnya, kedua telinganya akan dituangi dengan cairan kuningan nanti pada hari kiamat. (HR. Thabraniy dalamMu’jam al-Kabir) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, artinya: “Orang yang biasa mencuri-curi dengar tidak akan masuk surga (HR. Bukhariy dari Hudzaifah, Imam Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Daruqutniy). Hadits-hadits di atas merupakan larangan yang tegas terhadap aktivitas-aktivitas mengintip, menyadap pembicaraan orang lain, dan mengorek-ngorek berita, menguping pembicaraan orang lain. Dimana, aktivitas-aktivitas ini merupakan bagian terpenting dari aktivitas spionase, yang sudah jelas keharamannya. Oleh karena itu, tidak ragu lagi, bahwa aktivitas memata-matai seorang muslim hukumnya adalah haram secara mutlak. Islam juga menolak bukti yang diperoleh dengan jalan memata-matai, tidak seperti tradisi barat. Orang-orang kafir barat telah biasa menggunakan detektif atau mata- mata untuk mencari-cari bukti kriminal dengan jalan menyadap telepon, dan dengan berbagai metode spionase yang menyimpang [electronic surveillance]. Dalilnya adalah sebagai riwayat dari al-‘Amasy bin Zaid, ia menceritakan bahwa al-Walid bin ‘Uqbah dihadapkan kepada Ibnu Mas’ud dan dituduh ketahuan terdapat tetesan khamr di jenggotnya. Ibnu Mas’ud berkata, “Kita dilarang memata-matai, tetapi bila terdapat bukti yang tampak, kita akan menggunakannya.” [HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud; lihat pula, Abu Ameerah Bilal Philips, Tafseer Soorah Al Hujarat; Menolak Tafsir Bid’ah [Elyasa Bahlawan (pentj)], 1990, Andalaus Press, Surabaya; hal. 150-151]. Adapun terhadap kafir dzimmiy yang menjadi warga Daulah Khilafah, maka kedudukan mereka setara dengan kaum muslimin, sehingga seorang muslim dilarang (diharamkan) memata-matai mereka. (Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Syakhshiyyah al- Islamiyyah Juz II, ed.III, 1994. Daar al-Ummah, Beirut, Libanon, hal.212). Adapun memata-matai kafir harbiy (kafir yang harus diperangi), baik kafir harbiy haqiqi, maupun hukman, hukumnya adalah jaiz (boleh) bagi seorang muslim, atau sekelompok kaum muslimin, namun wajib bagi negara (Daulah Khilafah). Baik mereka
  • 5. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 5 berada didalam Daulah Khilafah Islamiyyah, maupun berada di negaranya sendiri. Dalilnya adalah dalam riwayat yang disebut dengan Sirah Ibnu Hisyam, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam pernah mengutus ‘Abdullah bin Jahsiy bersama 8 orang dari kalangan Muhajirin. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam memberi ‘Abdullah bin Jahsiy sebuah surat, dan beliau Shallallahu ‘Alaihi waSallam menyuruhnya agar tidak melihat isinya, hingga setelah berjalan 2 hari ia baru boleh melihat isinya. Kemudian mereka pergi. Setelah, ‘Abdullah bin Jahsiy menempuh perjalanan selama dua hari, ia membuka surat dan melihat isinya. Isinya adalah, “Jika engkau telah melihat suratku ini, berjalanlah terus hingga sampai kebun korma antara Mekkah dan Tha’if, maka intailah Orang-orang Quraisy, dan khabarkanlah kepada kami berita tentang mereka (orang Quraisy).” Dalam surat itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam memerintah ‘Abdullah bin Jahsiy untuk memata-matai orang Quraisy dan mengabarkan tentang mereka kepada Rasul. Akan tetapi, beliau memberikan pilihan kepada para sahabat lainnya untuk mengikuti ‘Abdullah bin Jahsiy, atau tidak. Namun demikian, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam mengharuskan ‘Abdullah bin Jahsiy untuk terus berjalan hingga sampai ke kebun kurma antara Mekah dan Tha’if, dan memata-matai orang Quraisy. Riwayat ini menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam, telah meminta shahabat untuk melakukan spionase, yakni wajib bagi ‘Abdullah bin Jahsiy, namun shahabat yang lain diberi dua pilihan, ikut bersama ‘Abdullah bin Jahsiy atau tidak. Dengan demikian, tuntutan untuk melakukan spionase bagi amir jama’ah, yakni ‘Abdullah bin Jahsiy (dinisbahkan kepada negara) adalah pasti, sehingga hukumnya wajib, sedangkan bagi kaum muslimin tuntutan tidak pasti, sehingga hukumnya jaiz (boleh). Hadits ini menunjukan kepada kita, bahwa hukum memata-matai kafir harbiy adalah wajib bagi negara, sedangkan bagi kaum muslimin adalah jaiz. Sedangkan sebagian orang yang berpendapat bahwa spionase yang dilakukan oleh badan-badan intelejen negara adalah boleh, dengan alasan kemaslahatan bagi negara, maka pendapat ini tidak disandarkan kepada dalil syara’. Mereka hanya bertumpu kepada mashlahat untuk membangun pendapatnya; misalnya spionase untuk memonitoring aktivitas rakyat yang berpotensi melakukan makar terhadap negara, menggali informasi lebih dalam keadaan rakyatnya, dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa, mashlahat tidak berarti sama sekali untuk membangun hukum syara’. Seorang muslim diwajibkan untuk bertahkim (berhukum) dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah Subhanahu waTa’ala, bukan bertahkim dengan mashlahat yang bersifat temporal dan berubah-rubah. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan
  • 6. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 6 batu ujian421 terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu….” (TQS. Al-Maidah [05]:48) Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa dasar untuk membangun hukum syara’ adalah al-Qur’an dan Sunnah, bukan mashlahat. Bahkan, mashlahat hakiki baru akan tercapai bila kaum muslimin menerapkan hukum syara’. Sebagaimana firman Allah, artinya: “Dan tiadalah kamu (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (TQS. Al-Anbiyaa’ [21]:107). “ (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang- orang yang berserah diri. ”. (TQS. An-Nahl [16]:89) Kedua ayat ini, bila dipahami akan menunjukan dengan sharih (jelas) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam diutus – dengan membawa al-Qur’an—untuk menjadi rahmat (pembawa kemaslahatan) bagi seluruh manusia. Sehingga mashlahat hakiki hanya akan tercapai bila diterapkan aturan-aturan yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam di muka bumi ini. Selain itu, surat al-Hujarat :12, dengan jelas dan tegas menunjukan keharaman melakukan aktivitas Tajassus (spionase). Sebab dalam ayat tersebut disebutkan, “wa la tajassasu” (dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain [Tajassus]..”). Maka ayat ini berlaku umum untuk Tajassus, kecuali ada dalil syara yang mengkhususkan. Sedangkan mashlahat tidak bernilai sama sekali untuk mentakhshish (mengkhususkan) atau apapun namanya terhadap keumuman ayat ini. Maka, pendapat yang menyatakan bahwa aktivitas spionase yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya dibolehkan dengan alasan mashlahat, merupakan pendapat yang bathil dan telah terbukti kelemahannya. Oleh karena itu, aktivitas spionase yang dilakukan oleh negara kepada rakyatnya adalah perbuatan yang diharamkan oleh syara secara mutlak.
  • 7. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 7 Sedangkan bolehnya seorang muslim, atau kafir dzimmiy, memata-matai kafir harbiy haqiqi, maupun kafir harbiy hukman, merupakan pengkhususan dari keumuman pengertian surat al-Hujarat:12 tersebut. Sebab ada dalil yang menunjukannya, yakni sunnah Rasul. SANKSI ATAS TINDAKAN TAJASSUS Apabila Tajassus dilakukan oleh kafir harbiy haqiqi maupun kafir harbi hukman, maka sanksi nya adalah bunuh, bila diketahui bahwa ia adalah mata-mata, atau telah tebukti bahwa ia adalah mata-mata. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Salamah bin al-Akwa’ berkata: “Seorang mata-mata dari orang-orang musyrik mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam, sedangkan orang itu sedang safar. Lalu, orang itu duduk bersama para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam, dan ia berbincang-bindang dengan para shahabat. Kemudian orang itu pergi. Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam berkata, “Cari dan bunuhlah dia ¡” Lalu aku, [Salamah bin al-Akwa’] berhasil mendapatkannya lebih dahulu dari para shahabat yang lain, dan aku membunuhnya.” Imam Muslim juga meriwayatkan dengan pengertian senada namun dengan lafadz berbeda. Sedangkan dalam riwayat Abu Na’aim dalam al-Mustakhraj, dari jalan Yahya al-Hamaniy, dari Abu al-‘Umais, “Ketahuilah bahwa ia adalah mata-mata”. Hadits ini menunjukan dengan jelas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam sekedar menetapkan bahwa ia adalah mata-mata, kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi waSallam berkata, “Cari dan bunuhlah dia”. Ini menunjukan bahwa thalab dari Rasul adalah thalab yang pasti, sehingga sanksi bagi kafir harbiy yang memata-matai kaum muslimin, adalah dibunuh [dengan sekali kata]. Ini berlaku umum untuk semua kafir harbiy, baik kafir harbiy mu’ahid, musta’min, atau bukan mu’ahid atau musta’min. [idem, hal 215]. Adapun bila Tajassus dilakukan oleh kafir dzimmiy, maka sanksi yang dijatuhkan kepadanya perlu dilihat. Jika pada saat dia menjadi kafir dzimmiy disyaratkan agar dia tidak menjadi mata-mata, dan bila dia melakukan spionase, dibunuh. Maka sanksi bila kafir dzimmiy tadi melakukan tindakan Tajassus, maka hukumnya di bunuh sesuai dengan syarat tadi. Namun bila saat dia menjadi kafir dzimmiy tidak disyaratkan apa-apa, maka Khalifah boleh menetapkan sanksi bunuh terhadapnya, atau tidak, bila ia melakukan Tajassus. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam telah memerintahkan untuk membunuh seorang kafir dzimmiy, yakni mata-matanya Abu Sufyan [Furat bin Hayyan], kemudian sekelompok orang Anshar mendatangi Furat bin Hayyan, lalu dia [Furat bin Hayyan] berkata, “Saya Muslim!”. Kemudian para shahabat berkata. “Dia telah bersumpah menjadi seorang Muslim.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Sesungguhnya ada dari kalian yang menolak keimanan mereka, dan sebagian mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Hadits ini menunjukan dengan jelas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam memerintahkan para shahabat untuk membunuh kafir dzimmiy yang melakukan tindak spionase (Tajassus). Namun demikian, hal ini hanya berhukum jaiz (boleh) bagi imam,
  • 8. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 8 tidak wajib seperti sanksi terhadap kafir harbiy bila menjadi mata-mata. Dalil yang menyatakan bahwa sanksi bunuh terhadap kafir dzimmiy jaiz (boleh) dan tidak wajib, adalah bahwa hadits di atas tidk memiliki qarinah yang menunjukan jazim (qarinah yang pasti). Maka, hadits diatas thalabnya (tuntutannya) menjadi tidak pasti (ghayru jazim). Disini adal qarinah yang menunjukan bahwa thalabnya tidak pasti (ghayru jazim) yakni, nash hadits di atas menunjukan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam tidak langsung membunuh Furat bin Hayyan, sekedar mengetahui bahwa ia adalah mata-mata, padahal kafir harbiy yang disebutkan dalam hadits Salamah bin al-Akwa’, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam langsung memerintah untuk membunuhnya sekedar setelah ditetapkan bahwa ia adalah mata-mata. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda kepada kaum muslimin, “Cari dan bunuhlah dia!” Dalil (menunjukan), bahwa beliau tidak langsung membunuhnya, padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam mengetahuinya [bahwa ia kafir dzimmiy], dan ini tampak jelas dari lafadz hadits, “dan dia adalah (kafir) dzimmiy dan seorang mata-mata”, yakni bahwa dia Furat bin Hayyan telah diketahui oleh Beliau Shallallahu ‘Alaihi waSallam. Juga tampak jelas dari ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam, “dan sebagian dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Atas dasar itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam telah berkata terhadap kafir harbiy [yang melakukan tindak Tajassus], “Cari dan bunuhlah dia!”. Sedang untuk Furat bin Hayyan beliau Shallallahu ‘Alaihi waSallam sekedar memerintahkan untuk membunuhnya, namun tidak memerintahkan kaum muslimin untuk mencarinya. Ini menunjukan dengan jelas, ada perbedaan diantara keduanya [riwayat Salamah bin Akwa’ dengan Furat bin Hayyan], bahwa kafir harbiy tuntutan untuk membunuhnya (bila melakukan tindak spionase), adalah tuntutan yang pasti (thalab Jazim), sedangkan tuntutan untuk membunuh kafir dzimmiy, bukanlah tuntutan yang pasti (ghayru jazim). Ini menunjukan bahwa jaiz (boleh) membunuh mata- mata dari kalangan kafir dzimmiy, atau tidak. Adapun bila seorang muslim memata-matai kaum muslimin dan kafir dzimmiy untuk kepentingan musuh, maka ia tidak dibunuh. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam telah memerintahkan untuk membunuh kafir dzimmiy [bila mereka melakukan tindak spionase], namun ketika setelah mereka menjadi muslim, maka hukuman bunuh itu dibatalkan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam telah memerintahkan untuk membunuh Furat bin Hayyan, seorang kafir dzimmiy sekaligus sebagai mata-mata, namun ketika para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah dia telah bersumpah menjadi seorang muslim.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Sesungguhnya ada seseorang dari kalian yang menolak keimanan mereka, dan sebagian dari mereka itu adalah Furat bin Hayyan.” Maka, ‘illat dibatalkannya hukum bunuh, karena ia telah menjadi seorang muslim. Imam Bukhari meriwayatkan, “Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam mengutusku, juga Zubeir, dan Miqdad bin al-Aswad. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Pergilah sampai kekebun Khakh, dan di sana ada sekedup, dan didalamnya ada wanita yang membawa surat, maka ambillah surat itu. Kemudian kami berangkat dengan menaiki kuda, hingga sampailah kami di kebun itu, kami menjumpai sekedup. Kami berkata, “Keluarkan suratnya!” Wanita itu menjawab, “Saya tidak memiliki surat.” Kami berkata, “Sungguh, engkau keluarkan suratnya, atau kami akan singkap baju kamu!” Kemudian wanita itu
  • 9. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 9 mengeluarkan surat itu dari gelung rambutnya. Kemudian kami membawa surat itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam. Ketika didalamnya tertulis, “Dari Hathib bin Abiy Balta’ah kepada penduduk Mekkah. Dan ia mengabarkan sebagian perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam berkata, “Apa ini wahai Hathib?” Hathib berkata, “Jangan tergesa-gesa terhadapku, wahai Rasulullah!” Sesungguhnya aku [berbuat semacam ini] untuk keluargaku di Mekkah. Sedangkan orang-orang yang bersama anda, yakni orang-orang Muhajirin mereka memiliki kerabat dekat di Mekkah yang bisa melindungi keluarga dan hartanya, sedangkan aku tidak. Maka aku melakukan hal ini, agar mereka bisa melindungi kerabatku di Mekkah. Aku tidak melakukan ini untuk kekafiran dan aku tidak murtad, dan aku tidak ridho dengan kekafiran setelah Islam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Benarlah engkau!” ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku untuk memenggal leher orang munafiq ini!” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Dia adalah orang yang ikut di perang Badar, dan engkau tidak mengetahui bahwa Allah telah memulyakan ahli Badar, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Kerjakan, apa yang engkau kehendaki, kalian telah aku maafkan!” Hadits ini menceritakan bahwa Hathib bin Abi Balta’ah telah memata-matai kaum muslimin, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam tidak membunuhnya. Ini menunjukan, bahwa bila seorang muslim melakukan tindak Tajassus, maka ia tidak dijatuhi sanksi bunuh. Tidak bisa dikatakan, bahwa hadits ini hanya khusus untuk ahli Badar, sebab ‘illat penafian hukuman bunuh bagi Hathib bin Abi Balta’ah, karena ia adalah ahli Badar. Tidak bisa dikatakan demikian, karena, walaupun nash ini berfaedah pada ta’lil (‘illat), dan walaupun redaksi nash tersebut menunjukan bahwa riwayat tersebut mengandung ‘illat, akan tetapi hadits riwayat Imam Ahmad dari Furat bin Hayyan, dimana hukuman bunuh telah dibatalkan kepadanya, karena ia masuk Islam, walaupun sebelumnya ia seorang kafir dzimmiy; telah menafikan ‘illat pada hadits Imam Bukhari di atas. Riwayat Imam Ahmad ini sekaligus telah menjadikan ‘illat pada hadits riwayat Bukhari tersebut, sebagai sifat dari sebuah fakta saja –bukan sebagai ‘illat— sebab, Furat bin Hayyan bukanlah ahli Badar. Juga tidak bisa dikatakan bahwa hadits Furat bin Hayyan, menurut Abu Dawud, dalam isnadnya terdapat Abu Himam al-Dalaliy Mohammad bin Mujib, dan haditsnya tidak dibutuhkan, selain itu Imam Ahmad meriwayatkannya dari Sofyan al-Tsauri. Tidak dikatakan demikian, karena Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dari Sofyan Bisyr bin al-Sariy al-Bashariy, dan dia termasuk orang yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Dengan demikian hadits ini sah sebagai dalil. Oleh karena itu, riwayat Imam Ahmad tersebut di atas bisa digunakan sebagai dalil, bahwa sanksi atas seorang muslim yang melakukan tindak Tajassus, tidaklah dibunuh. Namun, ia diberi sanksi sebagaimana ketetapan yang dijatuhkan oleh khalifah maupun qadliy. Adapun, aktivitas Tajassus yang dilakukan oleh seorang muslim kepada kaum muslim lainnya, bukan untuk kepentingan musuh, namun sekedar memata-matai saja, maka syara’ tidak menetapkan sanksi tertentu atas kemakhsiyatan ini, maka ia termasuk dalam pembahasan ta’ziir [Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, Juz II, ed.III, 1994, Daar al-Ummah, Beirut, Libanon, hal. 218].
  • 10. Tajassus (Spionase) Syamsuddin Ramadhan http://kangudo.wordpress.com 10 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------