SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 8
Baixar para ler offline
Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan”
                                                                              2013
         HUTAN DAN REALITAS SOSIAL MASYARAKAT KAWASAN HUTAN
                                     Oleh: G o l a r

    Sekretaris Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPPMP) Untad,
                            Dosen Fakultas Kehutanan Untad



Pendahuluan

         Sesuai Tema yang diberikan: “Hutan, realitas sosial masyarakat kawasan hutan”,
maka tulisan ini akan memulai dari telaah teoritis tentang eksistensi masyarakat lokal
dan relasinya dengan sumberdaya hutan. Telah banyak tulisan yang medeskripsikan
tentang masyarakat lokal, di mana istilah masyarakat lokal (lokal communities),
penduduk asli (indigenous people), masyarakat setempat, dan masyarakat (hukum)
adat, mengacu pada satu pengertian yang sama, yaitu masyarakat yang tergantung
terhadap kawasan hutan, dan/atau merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang
tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan serta mengandalkan hasil hutan demi
kelangsungan hidupnya.

         Pengertian masyarakat lokal dalam konteks kajian peraturan perundang-
undangan pengelolaan sumberdaya hutan diklasifikasi menjadi “masyarakat hukum
adat” dan “masyarakat di dalam dan di sekitar hutan”. Istilah masyarakat hukum adat
banyak digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Namun demikian belum ada
satu peraturanpun yang dapat memberi penjelasan utuh tentang apa makna sebenarnya
dari masyarakat hukum adat. Istilah masyarakat hukum adat diambil dari kepustakaan
ilmu hukum adat, khususnya setelah penemuan van Vollenhoven (1925) tentang hak
ulayat (beschikkingsrecht): “hanya dimiliki oleh komunitas yang disebut sebagai
masyarakat hukum adat”. Sementara itu, pengertian masyarakat hukum adat menurut
Ter Haar (1960) adalah kelompok masyarakat yang teratur, bersifat tetap, mempunyai
kekuasaan dan kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun tidak terlihat.

         Bila dicermati, hak masyarakat hukum adat sebagai satu kesatuan kolektif
terhadap segala sumberdaya di wilayahnya, yang lazim dikenal dengan hak ulayat
adalah hak yang berkenaan dengan pengelolaan, sekaligus pemanfaatan sumberdaya.
Hak pengelolaan terhadap sumberdaya hutan bagi masyarakat hukum adat didasarkan
atas Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 pasal 2 ayat 4.


     1
Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan”
                                                                             2013
    …Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat
    dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat
    hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
    nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah…

         Hak masyarakat hukum adat untuk mengelola sumberdaya hutan adalah hak
yang menurut hukum nasional bersumber dari delegasi wewenang hak menguasai
negara kepada masyarakat hukum adat yang bersangkutan (pasal 2 ayat 4).
Sayangnya,     undang-undang    tersebut   tidak   didukung   oleh   peraturan   untuk
operasionalisasinya, sehingga berakibat bahwa masyarakat hukum adat hanya
diberikan hak untuk memanfaatkan sumberdaya hutan.

         Disadari atau tidak, peranan masyarakat lokal dalam pengurusan hutan masih
belum mendapatkan perhatian yang serius. Padahal, konsep pengelolaan hutan sudah
harus beralih ke paradigma baru, yang mampu mengakomodir partisipasi aktif
masyarakat lokal dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan kehutanannya.
Beberapa pertimbangan yang melatarinya (Darusman 2012): (a) masyarakat lokal
adalah bagian atau sub-sistem ekosistem hutan, di mana masyarakat tersebut berada;
(b) mereka adalah bagian terbesar dari subjek dan objek pembangunan Negara
Indonesia; (c) mereka memiliki hak untuk mendapat kesempatan yang sama dengan
masyarakat lainnya dalam pengelolaan sumberdaya lokal dan pembangunan sektor
apapun di wilayahnya, termasuk di dalam sector kehutanan; (d) mereka sesungguhnya
memiliki kekuatan yang secara potensial sangat besar, baik positif maupun negatif bagi
pembangunan.

         Aspek penting terkait dengan eksistensi masyarakat lokal dalam berinteraksi
dengan sumberdaya hutan adalah fenomena pengetahuan indegenous (indigenous
knowledge).    Pengetahuan indigenous dalam sudut pandang yang lebih luas dapat
dikategorikan sebagai kebudayaan, yang melibatkan aspek sosial, politik, ekonomi, dan
spiritual dalam tata-cara kehidupan masyarakat lokal. Sejak ratusan tahun yang lalu,
masyarakat lokal mengembangkan praktek-praktek pengelolaan dan perlindungan
sumberdaya hutan yang bervariasi, sebagai upaya dalam mempertahankan kelestarian
sumberdaya hutan (Atran et al. 1999; Berkers and Jolly 2001).           Sistem-sistem
pengelolaan dan perlindungan sumberdaya hutan tersebut tidak selamanya berasal dari
tradisi atau pengetahuan tradisional semata, namun dapat pula berasal dari respon-
respon adaptif yang dilakukan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.


     2
Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan”
                                                                                  2013
         Sebenarnya, ekosistem alami tidak dapat dimengerti, dikonservasi, dan dikelola
secara     lestari   tanpa     memahami      budaya    manusia    yang   membentuknya.
Keanekaragaman budaya dan keanekaragaman hayati saling tergantung dan
mempengaruhi. Inilah kunci untuk menjamin ketahanan sistem sosial dan ekologi
(Soedjito & Sukara 2006). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pandey (1993); Li
(2000) bahwa masyarakat lokal pada dasarnya memiliki harmonisasi dengan
sumberdaya alam, dan pada hakekatnya pengetahuan indigenous bersifat konservatif,
serta menunjukkan suatu struktur sosial dan ekonomi yang adil.

         Hal tersebut membuktikan bahwa, masyarakat indigenous mampu dan telah
mengakumulasikan pengetahuan empirik yang berharga dari pengalaman mereka
berinteraksi dengan lingkungan dan sumberdaya alam. Kearifan ini berdasarkan
pemahaman yang dalam, bahwa manusia dan alam membentuk kesatuan yang tak
terpisahkan sehingga harus hidup selaras dengan alam. Pandangan ekologi-sentris ini
secara umum direfleksikan dalam sikap mereka terhadap tumbuhan, binatang, dan
lingkungan alamnya (Adimihardja 1999; Legawa 1999; Purwanto 2004).

         Di dalam perspektif pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dijelaskan bahwa
sumberdaya alam dapat dikelola secara lestari bila persepsi masyarakat                lokal
diintegrasikan ke dalam strategi pengelolaan yang adaptif, tentunya dengan jaminan
adanya partisipasi aktif masyarakat di dalamnya (Ramakrishnan 2003; Campbel 2003;
Colfer 2005; Golar 2007; Golar dan Hasriani 2009). Terdapat sejumlah kisah sukses
yang menunjukkan bahwa maasyarakat desa hutan memiliki pengetahuan dan
pengalaman untuk mengelola sumberdaya hutan dengan baik,                      di antaranya:
tembawang di Kalimantan Barat, repong dammar di Lampung, lembo di Kalimantan
Timur,     hutan jati rakyat di Sulawesi Tenggara (Suhardjito 1998), dan kita juga
memilikinya, “hutan adat” di Toro.

         Namun demikian, pengetahuan indigenous juga memiliki sejumlah keterbatasan
dan kelemahan. Klaim pengetahuan tradisional sebagai satu-satunya jawaban atas
krisis lingkungan seringkali kurang didasari atas telaah ilmiah yang memadai (Ellen
1997). Ada cukup bukti yang sifatnya historis maupun hasil kajian yang menunjukkan
sisi lemah pengetahuan indigenous. Pada kasus di mana masyarakat indigenous
merupakan pendatang baru pada zona ekologi yang berbeda, di mana mereka belum
memiliki    banyak   pengetahuan      yang   relevan   dengan    lingkungan    yang   baru,

     3
Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan”
                                                                                      2013
menyebabkan beberapa pengetahuan indegenous bawaan mereka menimbulkan
masalah terhadap lingkungan yang baru (Flint & Luloff 2005).

         Pada kasus yang lain dijelaskan bahwa pengetahuan indigenous yang telah
beradaptasi dengan baik dan efektif untuk mempertahankan kehidupan mereka, dalam
kondisi tertentu menjadi tidak sesuai lagi di bawah kondisi lingkungan yang telah
terdegradasi (Thrupp 1989). Meskipun pada dasarnya pengetahuan indigenous memiliki
kemampuan beradaptasi dengan perubahan ekologis, tetapi jika perubahan tersebut
drastis dan cepat, pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan ekologis tersebut
menjadi tidak sesuai lagi. Bahkan penerapan pengetahuan lama yang tidak sesuai akan
memperparah kerusakan lingkungan (Grenier 1998).

         Dalam kasus yang lain, Turnbull (2002);); Golar dan Hasriani (2009) menjelaskan
bahwa adanya pengaruh modernisasi terhadap pengetahuan indigenous menyebabkan
perubahan yang bersifat radikal. Perubahan tersebut sering dipicu oleh adanya
pengaruh yang datang dari kelompok luar, baik untuk tujuan berdagang, pengembangan
usaha,    maupun    kolonialisasi.     Greiner    (1998);   Li   (2000)    menjelaskan   bahwa
terancamnya pengetahuan indigenous dipengaruhi pula oleh globalisasi, yang mau tidak
mau akan memaksa masyarakat indigenous untuk menjadi bagian dari masyarakat
global dengan tatanan baru.          Hal ini menyebabkan pengatahuan indigenous yang
dimiliki menjadi tidak relevan. Di samping itu, kekuatan ekonomi dan sosial secara
perlahan dan pasti seringkali menghancurkan struktur sosial, yang mampu menciptakan
pengetahuan dan praktek indigenous tersebut (Sunito 2004).

         Terlepas dari sisi positif maupun negative dari pengetahuan indeginous, kembali
ke konteks awal makalah ini, bahwa paradigma baru pengelolaan hutan, yang
mengedepankan       partisipasi      aktif   masyarakat     lokal   dalam    menentukan     dan
melaksanakan kebijakan perlu mendapatkan dukungan semua pihak.



Realitas Pengelolaan Hutan dan Konflik Tenurial

         Ketimpangan dan ketidakpastian terhadap penguasaan sumberdaya hutan selalu
mewarnai pengelolaan hutan di Indonesia. Efeknya adalah pencapaian efektifitas dan
keadilan dalam pengelolaannya menjadi terhambat. Meskipun masalah ini tidak hanya
menimpa      masyarakat   adat       ataupun     masyarakat      lokal,   yang   bermukim   dan

     4
Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan”
                                                                               2013
memanfaatkan lahan dan sumber daya di dalam kawasan hutan, tetapi juga institusi
bisnis kehutanan dan pemerintah, namun masyarakat adat dan lokal yang mendapatkan
dampak terbesarnya.

         Tumpang tindih klaim atas kawasan hutan terjadi di antaranya akibat tidak
jelasnya legislasi dan kebijakan, pemberian izin yang tidak terkoordinasi, dan
pengabaian pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal
pengguna hutan lainnya. Ini memicu kemunculan konflik-konflik tenurial di kawasan
hutan (Nurrochmat, et al., 2011). Padahal, di Indonesia lebih dari 30 ribu desa berada di
sekitar dan di dalam kawasan hutan, yang sebagian besar masyarakatnya
menggantungkan hidup pada kawasan hutan (Saturi 2013).

         Di Sulawesi Tengah, sekitar 700 desa berbatasan langsung dengan kawasan
hutan produksi, konservasi dan lindung, dan 55 Desa yang berada di dalam kawasan
hutan, termasuk di antaranya di Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu (TNLL) (Data
masih perlu diverifikasi). Hal ini merupakan potensi dan sekaligus ancaman terhadap
konflik pengurusan dan pengelolaan hutan, terutama di wilayah yang terdapat klaim
masyarakat lokal atau adat.

      Beberapa hal pemicu konflik terkait eksistensi hutan adat ditinjau dari aspek
kepastian kawasan, di antaranya (Kartodihardjo 2013):

1. Keberadaan hutan adat di dalam semua fungsi hutan (konservasi, lindung, produksi)
   tidak diadministrasikan, dan di lapangan keberadaan hutan adat tersebut belum
   dipastikan batas-batasnya dengan alokasi hutan negara lainnya. Kondisi demikian
   itu menjadi penyebab terjadinya konflik dengan posisi hutan adat lebih lemah
   daripada posisi para pemegang ijin ( di hutan produksi) maupun pengelola hutan
   (lindung dan konservasi) ;

2. Data 2011 kawasan hutan negara seluas 14,24 juta Ha (sudah ditetapkan) dan
   126,44 juta Ha (belum ditetapkan). Skenario luas kawasan hutan pada 2030 menjadi
   seluas 112,3 juta Ha, 5,6 juta Ha (5%) di antaranya dialokasikan untuk Hutan
   Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan, dan Hutan Desa. Dalam skenario 2030
   ini tidak terdapat luas hutan adat yang diharapkan ada;

3. Pemanfaatan hutan berskala besar (pengusahaan hutan pada hutan alam, hutan
   tanaman dan restorasi ekosistem), usaha besar perkebunan dan tambang, serta

     5
Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan”
                                                                           2013
   untuk program transmigrasi seluas 41,01 juta Ha atau 99,49% sedangkan
   pemanfaatan hutan oleh masyarakat lokal/adat (hutan tanaman rakyat, hutan desa
   dan hutan kemasyarakatan) seluas 0,21 juta Ha atau 0,51% dari luas pemanfaatan
   hutan seluruhnya. Ketidak-adilan alokasi pemanfaatan hutan ini berkontribusi
   terhadap terjadinya konflik maupun pelemahan modal sosial.



Penutup

1. Pengabaian terhadap hak masyarakat desa hutan berdasarkan hukum adatnya
   menjadi pemicu utama konflik agrarian, khususnya sumberdaya hutan.

2. Konflik agrarian tidak hanya     persoalan perebutan hak (rights), melainkan juga
   persoalan akses (access), yakni kemampuan masyarakat untuk mendapatkan
   sesuatu dari sumberdaya hutan.

3. Pendekatan pemberdayaan masyarakat desa hutan diperlukan, dan dapat ditempuh
   melalui penguatan kepastian hak mereka dalam memperoleh manfaat sumberdaya
   hutan dan peningkatan kapasitasnya dalam beradaptasi terhadap perubahan sosial
   ekonomi.




     6
Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan”
                                                                                 2013
                                    BAHAN BACAAN


Adimihardja L. 1999. Petani Merajut Tradisi di Era Globalisasi. Bandung: Humaniora
       Utama Press.
Atran S. 1999. Folk Ecology and Commons management in the Maya Lowlands.
       Proceeding of The National Academy of Science USA. Di dalam: Pandey DN.
       1993. Wildlife, National Park, and People. Indian Forester 119: 521-529.
Berkers F, Jolly D. 2001. Adapting to climate change: social- ecological resilience di
       dalam: a Canadian western Arctic community. Conservation Ecology 5 (2): 18.
       [online]: http://www.consecol.org/vol5/iss2/art18. Diakses: 24 Pebruari 2007.
Colfer CJP. 2005. The Complex Forest: Comunities, Uncertainty, and Adavtife
       Collaborative Management. Resource for he future, Bogor: Washington, SC and
       CIFOR.
Ellen R. 1997. Indigenous knowledge of the rainforest: Perception, extraction, and
       conservation. University of Kent, Canterbury.
Flint CG, Luloff AE. 2005 Natrural Resource-Based Communities, Risk, and Disater: An
        Intersection of Theories. Di dalam: Society and Natural Resources, 18: hlm 399-
        412.
Golar 2007. Adaptation Strategy On Maintaining Forest Sustainability: Jurnal Agrisains,
       Tadulako University, Palu.
Golar dan Hasriani, 2009. Analisis Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Aktivitas
       Perambahan di Taman Nasional Lore Lindu. Jurnal Foresains, Edisi XI. Univ.
       Tadulako, Palu
Greiner L. 1998. Working with Indigenous Knowledge: A Guide for Researches. IDRC:
       Ottawa Canada. Di dalam: Bahan Ajaran Agroforestry. Bogor: World Agroforestry
       Centre (ICRAF): 5
Li T. 2000. Articulating indigenous identity in Indonesia: resource politics and the tribal
        slot. Working Paper (WP-007). Berkeley Workshop On Environmental Politics.
        Institute Of International Studies, University Of California, Berkeley.
Nurrochmat DR, Hasan F.M., Suharjito D., Ekayani M., Sudarmalik, Purwawangsa H,
       Mustaghfirin., Ryandi E D., 2011. Ekonomi Politik Kehutanan ; Mengurai Mitos
       dan Fakta Pengelolaan Hutan. INDEF, Jakarta.
Purwanto Y. 2004. Etnobotani Masyarakat Tanimbar-kei, Maluku Tenggara: Sistem
      Pengetahuan dan Pemanfaatan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan.
      Perhimpunan Masyarakat Etnobotani Indonesia- Bogor: Pusata Penelitian
      Biologi LIPI.


Ramakrishnan PS. 2003. Biodiversity Conservation: Lesson from the Budhist Demajong
      Landscape in Sikkim, India Di Dalam: Soedjito. H. 2006. Kearifan Tradisional
      dan Cagar Biosfer di Indonesia. Prosiding Piagam MAB 2005 Untuk Peneliti

     7
Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan”
                                                                            2013
         Muda dan Praktisi Lingkungan di Indonesia. Komite Nasional MAB-Indonesia-
         LIPI; Bogor, 24-27 Agustus 2005. Jakarta: Komite MAB Nasional Indonesia-LIPI
         Press.
Soedjito H, Sukara E. 2006. Mengilmiahkan Pengetahuan Tradisional: Sumber Ilmu
        Masa Depan Indonesia. Di Dalam Soedjito. H. 2006. Kearifan Tradisional dan
        Cagar Biosfer di Indonesia. Prosiding Piagam MAB 2005 untuk Peneliti Muda
        dan Praktisi Lingkungan di Indonesia. Komite Nasional MAB-Indonesia-LIPI;
        Bogor, 24-27 Agustus 2005. Jakarta: Komite MAB Nasional Indonesia-LIPI
        Press. hlm.57-118.
Suharjito D. 1998. Kelembagaan Lokal Pemanfaatan Sumberdaya Alam: Studi Kasus
        pada Orang Mioko. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, Vol IV no. 1-2, Fakultas
        IPB.
Sunito S. 2004. Robo and the Water Buffalo: The Lost Souls of the Pekurehua of the
       Napu Valley. In: Gerhard Gerold, Michael Fremerey, Edi Guhardja (eds.) (2004)
       Land Use, Nature Conservation and the Stability of Rainforest Margins in
       Southeast Asia. Springer.
Turnbull CM. 2002. The Mbuti Pygmies: Change and Adaptation. Wadworth/Thomson
       Learning 10 Davis Drive Belmont, CA 94002-3098 USA.
Ter Haar Bzn B, 1960. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. PT. Pradnya Paramita,
      Jakarta.
Van Vollenhoven C. 1972. (terjemahan M.Rasjad St. Suleman S.H.) Suatu Kitab Hukum
      Adat untuk Seluruh Hindia Belanda. Jakarta: Penerbit Bharata.
.




     8

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Ht dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonHt dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonYayasan CAPPA
 
Panduan - Pengamanan Hutan
Panduan - Pengamanan HutanPanduan - Pengamanan Hutan
Panduan - Pengamanan HutanRini Sucahyo
 
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutanPeran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutanSudirman Sultan
 
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSudirman Sultan
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiJackAbidin
 
Q & A Webinar Human-Wildlife Seri 2
Q & A Webinar Human-Wildlife Seri 2Q & A Webinar Human-Wildlife Seri 2
Q & A Webinar Human-Wildlife Seri 2Kukangku
 
Etika masyarakat pedalaman dalam pembangunan
Etika masyarakat pedalaman dalam pembangunanEtika masyarakat pedalaman dalam pembangunan
Etika masyarakat pedalaman dalam pembangunanSuhadi Rembang
 
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)Operator Warnet Vast Raha
 
Ph berbasis ekosistem
Ph berbasis ekosistemPh berbasis ekosistem
Ph berbasis ekosistemErwin Radom
 
Perspektif psikologi sosial dan ekonomi dalam konflik manusia - satwa liar
Perspektif psikologi sosial dan ekonomi dalam konflik manusia - satwa liarPerspektif psikologi sosial dan ekonomi dalam konflik manusia - satwa liar
Perspektif psikologi sosial dan ekonomi dalam konflik manusia - satwa liarKukangku
 
Uas des 2010 soal 6 mundarjito
Uas des 2010 soal 6 mundarjitoUas des 2010 soal 6 mundarjito
Uas des 2010 soal 6 mundarjitojuniato
 
Harimau satwa kharismatik_bernilai_tinggi
Harimau satwa kharismatik_bernilai_tinggiHarimau satwa kharismatik_bernilai_tinggi
Harimau satwa kharismatik_bernilai_tinggiAgung Nugroho Zaini
 
Collaboration approach in environmental management
Collaboration approach in environmental managementCollaboration approach in environmental management
Collaboration approach in environmental managementucun24
 
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertasessay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertasKaitoDExcel
 
Makalah hukum dan kebijakan lingkungan
Makalah hukum dan kebijakan lingkunganMakalah hukum dan kebijakan lingkungan
Makalah hukum dan kebijakan lingkunganHani Setia
 

Mais procurados (18)

Ht dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonHt dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskon
 
Panduan - Pengamanan Hutan
Panduan - Pengamanan HutanPanduan - Pengamanan Hutan
Panduan - Pengamanan Hutan
 
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutanPeran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
 
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
 
Q & A Webinar Human-Wildlife Seri 2
Q & A Webinar Human-Wildlife Seri 2Q & A Webinar Human-Wildlife Seri 2
Q & A Webinar Human-Wildlife Seri 2
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Warta tenure edisi 9
Warta tenure edisi 9Warta tenure edisi 9
Warta tenure edisi 9
 
Etika masyarakat pedalaman dalam pembangunan
Etika masyarakat pedalaman dalam pembangunanEtika masyarakat pedalaman dalam pembangunan
Etika masyarakat pedalaman dalam pembangunan
 
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
72.konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumberdaya hutan(1)
 
Ph berbasis ekosistem
Ph berbasis ekosistemPh berbasis ekosistem
Ph berbasis ekosistem
 
Perspektif psikologi sosial dan ekonomi dalam konflik manusia - satwa liar
Perspektif psikologi sosial dan ekonomi dalam konflik manusia - satwa liarPerspektif psikologi sosial dan ekonomi dalam konflik manusia - satwa liar
Perspektif psikologi sosial dan ekonomi dalam konflik manusia - satwa liar
 
Uas des 2010 soal 6 mundarjito
Uas des 2010 soal 6 mundarjitoUas des 2010 soal 6 mundarjito
Uas des 2010 soal 6 mundarjito
 
Cultural resource management
Cultural resource managementCultural resource management
Cultural resource management
 
Harimau satwa kharismatik_bernilai_tinggi
Harimau satwa kharismatik_bernilai_tinggiHarimau satwa kharismatik_bernilai_tinggi
Harimau satwa kharismatik_bernilai_tinggi
 
Collaboration approach in environmental management
Collaboration approach in environmental managementCollaboration approach in environmental management
Collaboration approach in environmental management
 
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertasessay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertas
 
Makalah hukum dan kebijakan lingkungan
Makalah hukum dan kebijakan lingkunganMakalah hukum dan kebijakan lingkungan
Makalah hukum dan kebijakan lingkungan
 

Destaque

HUKUM KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
HUKUM KEHUTANAN DAN LINGKUNGANHUKUM KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
HUKUM KEHUTANAN DAN LINGKUNGANEDIS BLOG
 
Penyakit hutan
Penyakit hutanPenyakit hutan
Penyakit hutanbayu meido
 
Implementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakatImplementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakatJacob Breemer
 
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealPermen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
 
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANANHUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANANEDIS BLOG
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananSudirman Sultan
 

Destaque (8)

Makalah pemberdayaan masyarakat desa
Makalah pemberdayaan masyarakat desaMakalah pemberdayaan masyarakat desa
Makalah pemberdayaan masyarakat desa
 
HUKUM KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
HUKUM KEHUTANAN DAN LINGKUNGANHUKUM KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
HUKUM KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
 
Penyakit hutan
Penyakit hutanPenyakit hutan
Penyakit hutan
 
Implementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakatImplementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakat
 
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealPermen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
 
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANANHUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
 
21. hutan desa
21. hutan desa21. hutan desa
21. hutan desa
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
 

Semelhante a MASYARAKAT LOKAL

Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5necromotion
 
Presentasi Studi Keruangan dan Sistem Sosial Sem 2 30092019.pptx
Presentasi Studi Keruangan dan Sistem Sosial Sem 2 30092019.pptxPresentasi Studi Keruangan dan Sistem Sosial Sem 2 30092019.pptx
Presentasi Studi Keruangan dan Sistem Sosial Sem 2 30092019.pptxSukirahSukirah1
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...Operator Warnet Vast Raha
 
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Aksi SETAPAK
 
Makalah+etika+illegal+logging
Makalah+etika+illegal+loggingMakalah+etika+illegal+logging
Makalah+etika+illegal+loggingAba Abdillah
 
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2Anto King
 
PB 02. Sosped sbg IP_010915.pptx
PB 02. Sosped sbg IP_010915.pptxPB 02. Sosped sbg IP_010915.pptx
PB 02. Sosped sbg IP_010915.pptxzulfa129067
 
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasPeran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasrizky hadi
 
Makalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RMakalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RFadLi AmiGo
 
Masyarakat adat dan ra iwan nurdin
Masyarakat adat dan ra iwan nurdinMasyarakat adat dan ra iwan nurdin
Masyarakat adat dan ra iwan nurdinseptianm
 
Makalah ISBD(manusia dan lingkungan)
Makalah ISBD(manusia dan lingkungan)Makalah ISBD(manusia dan lingkungan)
Makalah ISBD(manusia dan lingkungan)Apep Wahyudin
 
Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014septianm
 

Semelhante a MASYARAKAT LOKAL (20)

Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5
 
Kabar jkpp 16
Kabar jkpp 16Kabar jkpp 16
Kabar jkpp 16
 
Buku saku-kph-e-file-version
Buku saku-kph-e-file-versionBuku saku-kph-e-file-version
Buku saku-kph-e-file-version
 
Presentasi Studi Keruangan dan Sistem Sosial Sem 2 30092019.pptx
Presentasi Studi Keruangan dan Sistem Sosial Sem 2 30092019.pptxPresentasi Studi Keruangan dan Sistem Sosial Sem 2 30092019.pptx
Presentasi Studi Keruangan dan Sistem Sosial Sem 2 30092019.pptx
 
Hutan adat
Hutan adat Hutan adat
Hutan adat
 
Kerusakan hutan
Kerusakan hutanKerusakan hutan
Kerusakan hutan
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
 
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
 
Makalah+etika+illegal+logging
Makalah+etika+illegal+loggingMakalah+etika+illegal+logging
Makalah+etika+illegal+logging
 
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
 
PB 02. Sosped sbg IP_010915.pptx
PB 02. Sosped sbg IP_010915.pptxPB 02. Sosped sbg IP_010915.pptx
PB 02. Sosped sbg IP_010915.pptx
 
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasPeran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
 
Makalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RMakalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli R
 
Masyarakat adat dan ra iwan nurdin
Masyarakat adat dan ra iwan nurdinMasyarakat adat dan ra iwan nurdin
Masyarakat adat dan ra iwan nurdin
 
Kabar JKPP Edisi 4
Kabar JKPP Edisi 4Kabar JKPP Edisi 4
Kabar JKPP Edisi 4
 
Makalah ISBD(manusia dan lingkungan)
Makalah ISBD(manusia dan lingkungan)Makalah ISBD(manusia dan lingkungan)
Makalah ISBD(manusia dan lingkungan)
 
Antropologi
AntropologiAntropologi
Antropologi
 
Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014
 
Ilmu alamiah dasar bab 5
Ilmu alamiah dasar bab 5Ilmu alamiah dasar bab 5
Ilmu alamiah dasar bab 5
 
Kearifan lokal lamalera
Kearifan lokal lamaleraKearifan lokal lamalera
Kearifan lokal lamalera
 

Último

Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPCMBANDUNGANKabSemar
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxrahmaamaw03
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 

Último (20)

Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 

MASYARAKAT LOKAL

  • 1. Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan” 2013 HUTAN DAN REALITAS SOSIAL MASYARAKAT KAWASAN HUTAN Oleh: G o l a r Sekretaris Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPPMP) Untad, Dosen Fakultas Kehutanan Untad Pendahuluan Sesuai Tema yang diberikan: “Hutan, realitas sosial masyarakat kawasan hutan”, maka tulisan ini akan memulai dari telaah teoritis tentang eksistensi masyarakat lokal dan relasinya dengan sumberdaya hutan. Telah banyak tulisan yang medeskripsikan tentang masyarakat lokal, di mana istilah masyarakat lokal (lokal communities), penduduk asli (indigenous people), masyarakat setempat, dan masyarakat (hukum) adat, mengacu pada satu pengertian yang sama, yaitu masyarakat yang tergantung terhadap kawasan hutan, dan/atau merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan serta mengandalkan hasil hutan demi kelangsungan hidupnya. Pengertian masyarakat lokal dalam konteks kajian peraturan perundang- undangan pengelolaan sumberdaya hutan diklasifikasi menjadi “masyarakat hukum adat” dan “masyarakat di dalam dan di sekitar hutan”. Istilah masyarakat hukum adat banyak digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Namun demikian belum ada satu peraturanpun yang dapat memberi penjelasan utuh tentang apa makna sebenarnya dari masyarakat hukum adat. Istilah masyarakat hukum adat diambil dari kepustakaan ilmu hukum adat, khususnya setelah penemuan van Vollenhoven (1925) tentang hak ulayat (beschikkingsrecht): “hanya dimiliki oleh komunitas yang disebut sebagai masyarakat hukum adat”. Sementara itu, pengertian masyarakat hukum adat menurut Ter Haar (1960) adalah kelompok masyarakat yang teratur, bersifat tetap, mempunyai kekuasaan dan kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun tidak terlihat. Bila dicermati, hak masyarakat hukum adat sebagai satu kesatuan kolektif terhadap segala sumberdaya di wilayahnya, yang lazim dikenal dengan hak ulayat adalah hak yang berkenaan dengan pengelolaan, sekaligus pemanfaatan sumberdaya. Hak pengelolaan terhadap sumberdaya hutan bagi masyarakat hukum adat didasarkan atas Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 pasal 2 ayat 4. 1
  • 2. Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan” 2013 …Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah… Hak masyarakat hukum adat untuk mengelola sumberdaya hutan adalah hak yang menurut hukum nasional bersumber dari delegasi wewenang hak menguasai negara kepada masyarakat hukum adat yang bersangkutan (pasal 2 ayat 4). Sayangnya, undang-undang tersebut tidak didukung oleh peraturan untuk operasionalisasinya, sehingga berakibat bahwa masyarakat hukum adat hanya diberikan hak untuk memanfaatkan sumberdaya hutan. Disadari atau tidak, peranan masyarakat lokal dalam pengurusan hutan masih belum mendapatkan perhatian yang serius. Padahal, konsep pengelolaan hutan sudah harus beralih ke paradigma baru, yang mampu mengakomodir partisipasi aktif masyarakat lokal dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan kehutanannya. Beberapa pertimbangan yang melatarinya (Darusman 2012): (a) masyarakat lokal adalah bagian atau sub-sistem ekosistem hutan, di mana masyarakat tersebut berada; (b) mereka adalah bagian terbesar dari subjek dan objek pembangunan Negara Indonesia; (c) mereka memiliki hak untuk mendapat kesempatan yang sama dengan masyarakat lainnya dalam pengelolaan sumberdaya lokal dan pembangunan sektor apapun di wilayahnya, termasuk di dalam sector kehutanan; (d) mereka sesungguhnya memiliki kekuatan yang secara potensial sangat besar, baik positif maupun negatif bagi pembangunan. Aspek penting terkait dengan eksistensi masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan sumberdaya hutan adalah fenomena pengetahuan indegenous (indigenous knowledge). Pengetahuan indigenous dalam sudut pandang yang lebih luas dapat dikategorikan sebagai kebudayaan, yang melibatkan aspek sosial, politik, ekonomi, dan spiritual dalam tata-cara kehidupan masyarakat lokal. Sejak ratusan tahun yang lalu, masyarakat lokal mengembangkan praktek-praktek pengelolaan dan perlindungan sumberdaya hutan yang bervariasi, sebagai upaya dalam mempertahankan kelestarian sumberdaya hutan (Atran et al. 1999; Berkers and Jolly 2001). Sistem-sistem pengelolaan dan perlindungan sumberdaya hutan tersebut tidak selamanya berasal dari tradisi atau pengetahuan tradisional semata, namun dapat pula berasal dari respon- respon adaptif yang dilakukan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. 2
  • 3. Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan” 2013 Sebenarnya, ekosistem alami tidak dapat dimengerti, dikonservasi, dan dikelola secara lestari tanpa memahami budaya manusia yang membentuknya. Keanekaragaman budaya dan keanekaragaman hayati saling tergantung dan mempengaruhi. Inilah kunci untuk menjamin ketahanan sistem sosial dan ekologi (Soedjito & Sukara 2006). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pandey (1993); Li (2000) bahwa masyarakat lokal pada dasarnya memiliki harmonisasi dengan sumberdaya alam, dan pada hakekatnya pengetahuan indigenous bersifat konservatif, serta menunjukkan suatu struktur sosial dan ekonomi yang adil. Hal tersebut membuktikan bahwa, masyarakat indigenous mampu dan telah mengakumulasikan pengetahuan empirik yang berharga dari pengalaman mereka berinteraksi dengan lingkungan dan sumberdaya alam. Kearifan ini berdasarkan pemahaman yang dalam, bahwa manusia dan alam membentuk kesatuan yang tak terpisahkan sehingga harus hidup selaras dengan alam. Pandangan ekologi-sentris ini secara umum direfleksikan dalam sikap mereka terhadap tumbuhan, binatang, dan lingkungan alamnya (Adimihardja 1999; Legawa 1999; Purwanto 2004). Di dalam perspektif pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dijelaskan bahwa sumberdaya alam dapat dikelola secara lestari bila persepsi masyarakat lokal diintegrasikan ke dalam strategi pengelolaan yang adaptif, tentunya dengan jaminan adanya partisipasi aktif masyarakat di dalamnya (Ramakrishnan 2003; Campbel 2003; Colfer 2005; Golar 2007; Golar dan Hasriani 2009). Terdapat sejumlah kisah sukses yang menunjukkan bahwa maasyarakat desa hutan memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk mengelola sumberdaya hutan dengan baik, di antaranya: tembawang di Kalimantan Barat, repong dammar di Lampung, lembo di Kalimantan Timur, hutan jati rakyat di Sulawesi Tenggara (Suhardjito 1998), dan kita juga memilikinya, “hutan adat” di Toro. Namun demikian, pengetahuan indigenous juga memiliki sejumlah keterbatasan dan kelemahan. Klaim pengetahuan tradisional sebagai satu-satunya jawaban atas krisis lingkungan seringkali kurang didasari atas telaah ilmiah yang memadai (Ellen 1997). Ada cukup bukti yang sifatnya historis maupun hasil kajian yang menunjukkan sisi lemah pengetahuan indigenous. Pada kasus di mana masyarakat indigenous merupakan pendatang baru pada zona ekologi yang berbeda, di mana mereka belum memiliki banyak pengetahuan yang relevan dengan lingkungan yang baru, 3
  • 4. Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan” 2013 menyebabkan beberapa pengetahuan indegenous bawaan mereka menimbulkan masalah terhadap lingkungan yang baru (Flint & Luloff 2005). Pada kasus yang lain dijelaskan bahwa pengetahuan indigenous yang telah beradaptasi dengan baik dan efektif untuk mempertahankan kehidupan mereka, dalam kondisi tertentu menjadi tidak sesuai lagi di bawah kondisi lingkungan yang telah terdegradasi (Thrupp 1989). Meskipun pada dasarnya pengetahuan indigenous memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan ekologis, tetapi jika perubahan tersebut drastis dan cepat, pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan ekologis tersebut menjadi tidak sesuai lagi. Bahkan penerapan pengetahuan lama yang tidak sesuai akan memperparah kerusakan lingkungan (Grenier 1998). Dalam kasus yang lain, Turnbull (2002);); Golar dan Hasriani (2009) menjelaskan bahwa adanya pengaruh modernisasi terhadap pengetahuan indigenous menyebabkan perubahan yang bersifat radikal. Perubahan tersebut sering dipicu oleh adanya pengaruh yang datang dari kelompok luar, baik untuk tujuan berdagang, pengembangan usaha, maupun kolonialisasi. Greiner (1998); Li (2000) menjelaskan bahwa terancamnya pengetahuan indigenous dipengaruhi pula oleh globalisasi, yang mau tidak mau akan memaksa masyarakat indigenous untuk menjadi bagian dari masyarakat global dengan tatanan baru. Hal ini menyebabkan pengatahuan indigenous yang dimiliki menjadi tidak relevan. Di samping itu, kekuatan ekonomi dan sosial secara perlahan dan pasti seringkali menghancurkan struktur sosial, yang mampu menciptakan pengetahuan dan praktek indigenous tersebut (Sunito 2004). Terlepas dari sisi positif maupun negative dari pengetahuan indeginous, kembali ke konteks awal makalah ini, bahwa paradigma baru pengelolaan hutan, yang mengedepankan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan perlu mendapatkan dukungan semua pihak. Realitas Pengelolaan Hutan dan Konflik Tenurial Ketimpangan dan ketidakpastian terhadap penguasaan sumberdaya hutan selalu mewarnai pengelolaan hutan di Indonesia. Efeknya adalah pencapaian efektifitas dan keadilan dalam pengelolaannya menjadi terhambat. Meskipun masalah ini tidak hanya menimpa masyarakat adat ataupun masyarakat lokal, yang bermukim dan 4
  • 5. Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan” 2013 memanfaatkan lahan dan sumber daya di dalam kawasan hutan, tetapi juga institusi bisnis kehutanan dan pemerintah, namun masyarakat adat dan lokal yang mendapatkan dampak terbesarnya. Tumpang tindih klaim atas kawasan hutan terjadi di antaranya akibat tidak jelasnya legislasi dan kebijakan, pemberian izin yang tidak terkoordinasi, dan pengabaian pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal pengguna hutan lainnya. Ini memicu kemunculan konflik-konflik tenurial di kawasan hutan (Nurrochmat, et al., 2011). Padahal, di Indonesia lebih dari 30 ribu desa berada di sekitar dan di dalam kawasan hutan, yang sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup pada kawasan hutan (Saturi 2013). Di Sulawesi Tengah, sekitar 700 desa berbatasan langsung dengan kawasan hutan produksi, konservasi dan lindung, dan 55 Desa yang berada di dalam kawasan hutan, termasuk di antaranya di Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu (TNLL) (Data masih perlu diverifikasi). Hal ini merupakan potensi dan sekaligus ancaman terhadap konflik pengurusan dan pengelolaan hutan, terutama di wilayah yang terdapat klaim masyarakat lokal atau adat. Beberapa hal pemicu konflik terkait eksistensi hutan adat ditinjau dari aspek kepastian kawasan, di antaranya (Kartodihardjo 2013): 1. Keberadaan hutan adat di dalam semua fungsi hutan (konservasi, lindung, produksi) tidak diadministrasikan, dan di lapangan keberadaan hutan adat tersebut belum dipastikan batas-batasnya dengan alokasi hutan negara lainnya. Kondisi demikian itu menjadi penyebab terjadinya konflik dengan posisi hutan adat lebih lemah daripada posisi para pemegang ijin ( di hutan produksi) maupun pengelola hutan (lindung dan konservasi) ; 2. Data 2011 kawasan hutan negara seluas 14,24 juta Ha (sudah ditetapkan) dan 126,44 juta Ha (belum ditetapkan). Skenario luas kawasan hutan pada 2030 menjadi seluas 112,3 juta Ha, 5,6 juta Ha (5%) di antaranya dialokasikan untuk Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan, dan Hutan Desa. Dalam skenario 2030 ini tidak terdapat luas hutan adat yang diharapkan ada; 3. Pemanfaatan hutan berskala besar (pengusahaan hutan pada hutan alam, hutan tanaman dan restorasi ekosistem), usaha besar perkebunan dan tambang, serta 5
  • 6. Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan” 2013 untuk program transmigrasi seluas 41,01 juta Ha atau 99,49% sedangkan pemanfaatan hutan oleh masyarakat lokal/adat (hutan tanaman rakyat, hutan desa dan hutan kemasyarakatan) seluas 0,21 juta Ha atau 0,51% dari luas pemanfaatan hutan seluruhnya. Ketidak-adilan alokasi pemanfaatan hutan ini berkontribusi terhadap terjadinya konflik maupun pelemahan modal sosial. Penutup 1. Pengabaian terhadap hak masyarakat desa hutan berdasarkan hukum adatnya menjadi pemicu utama konflik agrarian, khususnya sumberdaya hutan. 2. Konflik agrarian tidak hanya persoalan perebutan hak (rights), melainkan juga persoalan akses (access), yakni kemampuan masyarakat untuk mendapatkan sesuatu dari sumberdaya hutan. 3. Pendekatan pemberdayaan masyarakat desa hutan diperlukan, dan dapat ditempuh melalui penguatan kepastian hak mereka dalam memperoleh manfaat sumberdaya hutan dan peningkatan kapasitasnya dalam beradaptasi terhadap perubahan sosial ekonomi. 6
  • 7. Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan” 2013 BAHAN BACAAN Adimihardja L. 1999. Petani Merajut Tradisi di Era Globalisasi. Bandung: Humaniora Utama Press. Atran S. 1999. Folk Ecology and Commons management in the Maya Lowlands. Proceeding of The National Academy of Science USA. Di dalam: Pandey DN. 1993. Wildlife, National Park, and People. Indian Forester 119: 521-529. Berkers F, Jolly D. 2001. Adapting to climate change: social- ecological resilience di dalam: a Canadian western Arctic community. Conservation Ecology 5 (2): 18. [online]: http://www.consecol.org/vol5/iss2/art18. Diakses: 24 Pebruari 2007. Colfer CJP. 2005. The Complex Forest: Comunities, Uncertainty, and Adavtife Collaborative Management. Resource for he future, Bogor: Washington, SC and CIFOR. Ellen R. 1997. Indigenous knowledge of the rainforest: Perception, extraction, and conservation. University of Kent, Canterbury. Flint CG, Luloff AE. 2005 Natrural Resource-Based Communities, Risk, and Disater: An Intersection of Theories. Di dalam: Society and Natural Resources, 18: hlm 399- 412. Golar 2007. Adaptation Strategy On Maintaining Forest Sustainability: Jurnal Agrisains, Tadulako University, Palu. Golar dan Hasriani, 2009. Analisis Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Aktivitas Perambahan di Taman Nasional Lore Lindu. Jurnal Foresains, Edisi XI. Univ. Tadulako, Palu Greiner L. 1998. Working with Indigenous Knowledge: A Guide for Researches. IDRC: Ottawa Canada. Di dalam: Bahan Ajaran Agroforestry. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF): 5 Li T. 2000. Articulating indigenous identity in Indonesia: resource politics and the tribal slot. Working Paper (WP-007). Berkeley Workshop On Environmental Politics. Institute Of International Studies, University Of California, Berkeley. Nurrochmat DR, Hasan F.M., Suharjito D., Ekayani M., Sudarmalik, Purwawangsa H, Mustaghfirin., Ryandi E D., 2011. Ekonomi Politik Kehutanan ; Mengurai Mitos dan Fakta Pengelolaan Hutan. INDEF, Jakarta. Purwanto Y. 2004. Etnobotani Masyarakat Tanimbar-kei, Maluku Tenggara: Sistem Pengetahuan dan Pemanfaatan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan. Perhimpunan Masyarakat Etnobotani Indonesia- Bogor: Pusata Penelitian Biologi LIPI. Ramakrishnan PS. 2003. Biodiversity Conservation: Lesson from the Budhist Demajong Landscape in Sikkim, India Di Dalam: Soedjito. H. 2006. Kearifan Tradisional dan Cagar Biosfer di Indonesia. Prosiding Piagam MAB 2005 Untuk Peneliti 7
  • 8. Semiloka “Membangun Hutan Menata Masa Depan” 2013 Muda dan Praktisi Lingkungan di Indonesia. Komite Nasional MAB-Indonesia- LIPI; Bogor, 24-27 Agustus 2005. Jakarta: Komite MAB Nasional Indonesia-LIPI Press. Soedjito H, Sukara E. 2006. Mengilmiahkan Pengetahuan Tradisional: Sumber Ilmu Masa Depan Indonesia. Di Dalam Soedjito. H. 2006. Kearifan Tradisional dan Cagar Biosfer di Indonesia. Prosiding Piagam MAB 2005 untuk Peneliti Muda dan Praktisi Lingkungan di Indonesia. Komite Nasional MAB-Indonesia-LIPI; Bogor, 24-27 Agustus 2005. Jakarta: Komite MAB Nasional Indonesia-LIPI Press. hlm.57-118. Suharjito D. 1998. Kelembagaan Lokal Pemanfaatan Sumberdaya Alam: Studi Kasus pada Orang Mioko. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, Vol IV no. 1-2, Fakultas IPB. Sunito S. 2004. Robo and the Water Buffalo: The Lost Souls of the Pekurehua of the Napu Valley. In: Gerhard Gerold, Michael Fremerey, Edi Guhardja (eds.) (2004) Land Use, Nature Conservation and the Stability of Rainforest Margins in Southeast Asia. Springer. Turnbull CM. 2002. The Mbuti Pygmies: Change and Adaptation. Wadworth/Thomson Learning 10 Davis Drive Belmont, CA 94002-3098 USA. Ter Haar Bzn B, 1960. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Van Vollenhoven C. 1972. (terjemahan M.Rasjad St. Suleman S.H.) Suatu Kitab Hukum Adat untuk Seluruh Hindia Belanda. Jakarta: Penerbit Bharata. . 8