SlideShare a Scribd company logo
1 of 42
TUGAS KEWARGANEGARAAN TENTANG KORUPSI DI
               INDONESIA




          Milian Asha Bio
               (1215041031)




          JURUSAN TEKNIK KIMIA

            FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG

                                             2012




BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang


Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangt-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media
massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah
korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun
korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.
Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi
penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh
karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit
mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan
bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai
standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya
raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang
berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata
masyarakat.
Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad
pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-
negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada
praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial
masih sangat kuat dan control sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan
semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha
pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat
dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan
usaha-usaha penggelapan.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan,
sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan
pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang
sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah
dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru)
yang memperkaya diri sendiri (ambisi material).
Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada
beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif.
         Hal ini sangat mengkhawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun
dari korupsi, maka korupsi akan dapat merusaknya.
Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ;

      1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga
         pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik.
      2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena kurangnya
         motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa mempelajari “
         padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara
         ini.



1.2    Tujuan


Harapan dengan mempelajari ini supaya tidak ada lagi kurupsi di Negara ini dan bersih seutuhnya,
agar kehidupan berjalan dengan sejahtera.
BAB II
PEMBAHASAN


2.1   Korupsi


A. Pengertian Korupsi
         Korupsi berasal dari bahasa latin corupto cartumpen yang berarti: busuk atau rusak. Korupsi
ialah perilaku buruk yang dilakukan pejabat publik secara tidak wajar atau tidak legal untuk
memperkaya diri sendiri.
Dari segi hukum korupsi mempunyai arti :
a. Melawan hukum
b. Menyalahgunakan kekuasaan
c. Memperkaya diri
d. Merugikan keuangan Negara

Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gamblang dijelaskan dalam UU No 31 tahun
2001 tentang pemberantasan tindak pidana. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis
adalah     penyalahgunaan     jabatan   resmi     untuk   keuntungan    pribadi.   Semua     bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari
yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan
menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-
pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi
atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika,
pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi
dan kriminalitas/kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan
antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di
satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan
semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang
meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik
yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan
sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.
Korupsi      juga    tindakan      pelanggaran      hak       asasi   manusia,     lanjut     Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan
memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan
standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan
modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-
ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam
menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena
biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam
makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang,
penerimaan                 uang                  sogok                dan               sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang
menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with
official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and
wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person,
contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan
Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat
ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar
berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan
nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait
koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik
karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan
dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan
semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang
meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik
yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan
sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.
Korupsi      juga    tindakan      pelanggaran      hak     asasi     manusia,     lanjut     Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan
memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan
standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan
modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-
ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam
menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena
biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam
makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang,
penerimaan                 uang                  sogok               dan                sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang
menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with
official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and
wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person,
contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan
Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat
ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar
berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan
nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait
koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik
karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan
dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.



Kondisi yang menyebabkan/mendukung munculnya korupsi

       Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung
       kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
       Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
       Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
       politik yang normal.
       Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
       Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
       Lemahnya ketertiban hukum.
       Lemahnya profesi hukum.
       Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
       Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang
makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain "
pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling
gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar
bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang
berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan
pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di
Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The
Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl
mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga
untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama
dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari
tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk
pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)

   Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang
    cukup ke pemilihan umum.
   Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

    Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi
digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus
pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia
menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. Kompleksitas
permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-
kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa
praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia. Pemerintah
daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun, juga sering membuat
makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya pungutan-pungutan yang lahir
melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan
daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek
itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi
biaya rendah dengan sedikit praktek korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena
lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di daerah terhambat. Boro-boro
memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang menentukan daya saing investasi daerah. Pertama,
faktor kelembagaan. Kedua, faktor infrastruktur. Ketiga, faktor sosial – politik. Keempat, faktor
ekonomi daerah. Kelima, faktor ketenagakerjaan. Hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan
Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini
pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi
faktor penghambat utama bagi investasi yang menyebabkan munculnya high cost economy yang
berarti praktek korupsi melalui pungutan-pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal
pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya
kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah.
Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi sosial-politik
dominan       menjadi       hambatan       bagi      tumbuhnya        investasi      di     daerah.
Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung
yang menyebabkan instabilisasi politik di daerah yang membuat enggan para investor untuk
menanamkan modalnya di daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih
menanamkan modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-
calon kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan memperoleh
proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus
pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar pengeluaran pemerintah (government
expenditure) karena para investor hanya mengerjakan proyek-proyek pemerintah tanpa
menciptakan output baru diluar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan
berdampak pada investasi diluar pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya
mau tidak mau pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui
berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak
pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi penyebab munculnya
high cost economy yang melahirkan korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik
investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka
waktu pengurusan dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi. Peningkatan
PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan pasti
mengikuti.


B. Pengertian Korupsi Secara Hukum
Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan pada
perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau
golongan.

Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)
·   Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita.
·   Kolusi ialah perbuatan yang tidak jujur, misalnya memberikan pelicin agar kerja mereka lancar,
namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi.
·   Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.


Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsur-unsur
sebagai berikut;
·   Perbuatan melawan hukum
·   Penyalahgunaan kewenangan
·   Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat
ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media
massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-
model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini.
Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh
pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi
dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada
recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas
alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi
meanstream                         yang                         sedang                        terjadi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”,
merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan
perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk
hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini
dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui
kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis
Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal,
Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU
Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU
Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU
Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-
undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan
memberikan            ruang          terhadap           terjadinya          praktek          korupsi.
Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara-
negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak,
baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man”
John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga
donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti
Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang
luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam
melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi
dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru,
Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi,
begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal
oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat
siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat.
Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata
tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu
korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti
oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan
yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang
melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat
penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta
mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme,
kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial
untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap.
Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa
disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena
korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai
bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi
pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual
menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada
transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan
oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan
kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi
yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah
termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi
dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi
selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi
peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak
mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para
pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia,
kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang.
Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan
arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban
pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali
ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika
Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek
korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan
ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik
yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui
praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat
Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan
korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita.
Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi,
meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih
bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya.
Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian
tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan
korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat
“lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang
diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya,
korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output
yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai
pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier
dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah
keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan
sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi
anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena
mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah”
dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis
multidimensi yang berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak
pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program
pemberdayaan     ekonomi     rakyat,   maka     ini   berarti   harus    ada    keadilan   politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak
dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau
menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan-
ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan
data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih
dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan
pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil
kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat
yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara
kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka
akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang
menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan
makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan
berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan
sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah
terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi
maupun kelompoknya.




B. Pengertian Korupsi Secara Hukum
Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan pada
perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau
golongan.

Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)
·   Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita.
·   Kolusi ialah perbuatan yang tidak jujur, misalnya memberikan pelicin agar kerja mereka lancar,
namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi.
·   Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.


Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsur-unsur
sebagai berikut;
·   Perbuatan melawan hukum
·   Penyalahgunaan kewenangan
·   Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat
ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media
massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-
model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini.
Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh
pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi
dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada
recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas
alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi
meanstream                        yang                       sedang                        terjadi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”,
merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan
perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk
hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini
dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui
kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis
Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal,
Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU
Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU
Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU
Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-
undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan
memberikan            ruang          terhadap           terjadinya          praktek          korupsi.
Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara-
negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak,
baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man”
John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga
donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti
Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang
luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam
melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi
dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru,
Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi,
begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal
oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat
siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat.
Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata
tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu
korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti
oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan
yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang
melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat
penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta
mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme,
kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial
untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap.
Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa
disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena
korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai
bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi
pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual
menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada
transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan
oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan
kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi
yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah
termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi
dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi
selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi
peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak
mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para
pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia,
kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang.
Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan
arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban
pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali
ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika
Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek
korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan
ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik
yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui
praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat
Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan
korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita.
Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi,
meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih
bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya.
Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian
tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan
korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat
“lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang
diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya,
korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output
yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai
pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier
dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah
keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan
sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi
anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena
mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah”
dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis
multidimensi yang berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak
pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program
pemberdayaan     ekonomi     rakyat,   maka     ini   berarti   harus    ada    keadilan   politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak
dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau
menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan-
ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan
data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih
dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan
pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil
kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat
yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara
kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka
akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang
menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan
makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan
berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan
sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah
terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi
maupun kelompoknya.




C. Dampak Dan Akibat Negatif yang Ditimbulkan Korupsi.
       Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan didalam dunia politik ,
    korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance). Berikut
    beberapa dampak dan akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran dan penyalahgunaan
wewenang dengan seseorang melakukan korupsi, Menyatakan bahwa akibat-akibat tindak
   pidana korupsi adalah :

      1.    Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal,
            terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
      2.    Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan
            ketimpangan sosial budaya.
      3.    Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi,
            hilangnya kewibawaan administrasi.
      4.    Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan.
      5.    Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat.
      6.    Menurunya pendapatan Negara.
      7.    Hukum tidak lagi dihormati.

      Dalam pendapat Selanjutnya Mc Mullan (1961) mengatakan bahwa akibat tindak tindak
   pidana      tindak pidana korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak
   mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan
   untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam
   kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.

      Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat tindak pidana
   tindak pidana korupsi diatas adalah sebagai berikut :

      1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan,
           gangguan penanaman modal.
      2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
      3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya
           kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
      4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya
           keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah,
           pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat tindak pidana tindak
           pidana korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta
           memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan
           Undang-undang Dasar 1945.
      Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi
mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-
seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi
dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

       Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul
berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan
baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan
dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi
publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat
mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi,
yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-
syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah..

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan
ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan
sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada
diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia,
seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun
lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum,
dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996,
pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang
luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam
kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa
pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini
memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar
jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

       Kesejahteraan umum Negara

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaanpemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya
rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-
bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan
sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

       Bagi Rakyat Miskin

Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan
kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang
jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan
negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak
mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut. harga-harga kebutuhan pokok
seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah.
Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama,
masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya
pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena
“duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan
pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk
kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya
negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan
sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin.
Fenomena korupsi terjadi mulai dari pejabat di Pusat (Jakarta), sampai pamong di tingkat desa atau
dusun. Pejabat tidak lagi memiliki kepedulian terhadap masyarakat miskin yang terus menerus
menderita. Pejabat tanpa rasa salah dan malu terus menerus menyakiti hati rakyatnya. Bahkan disaat
Presiden SBY memerangi setan korupsi ini, DPR dengan entengnya justeru meminta Dana Serap
Aspirasi. Ini menjadi bukti dan tanda bahwa korupsi adalah budaya, bukan aib yang memalukan.
Pemerintah yang seharusnya menjadi mandat rakyat untuk memajukan pembangunan dan
mensejahterakan rakyatnya justeru seperti “Antara Ada Dan Tiada “. Masyarakat bingung dan saya
sendiri sempat merinding bulu kuduk ketika hampir setiap pagi di berita-berita media eletronik
maupun media cetak tertulis dan tersiar banyak pejabat yang ditahan karena diduga sebagai pelaku
korupsi. Bahkan di kota kita tercinta ini, masih segar dalam ingatan kita yaitu korupsi di tubuh
Dinas Kesehatan Promal melalui pengadaan Alkes.


D. Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari

1.     Dalam pengurusan surat keterangan diri: diantaranya dalam pembuatan KTP,SIM,KK.
Biasanya diminta biaya yang bervariasi sesuai kecepatan yang diinginkan. Dalam mengurus KTP
misalnya biasanya ada biaya tak terduga dengan dalih sumbangan sukarela sekitar 20 rb s.d 100
rb.Dengan biaya administrasi tersebut pembuatan KTP yang seharusnya tunggu besok bisa jadi
sebentar mas, nanti langsung saja ke kantor kecamatan untuk foto.



2.     Mengurus Surat Tanah, biasanya ada biaya siluman sangat besar. Tanpa biaya besar maka
urusan bisa bertahun-tahun. Dalam pengurusan tanah ini sangat banyak terjadi bahwa tanah di
catatkan kepada notaries telah terjadi jual beli dengan harga jauh di bawah harga, dengan tujuan
untuk mengurangi besaran pajak yang harus di bayar.Biaya tambahan sudah di mulai dari saat
pengukuran tanah di lapangan, berlanjut ke RT, Kelurahan, Kecamatan, sampai ke badan
pertanahan.



3.     Dalam Perekrutan Tenaga Honor atau CPNS , biasanya cenderung ada kolusi yang terjadi,
terlebih pada saat kewenangan kelulusan ada di pemerintah kabupaten. Dikalimantan saja uang
yang di butuhkan untuk meluluskan seorang berpendidikan SMA bisa mencapai angka di atas 15
Juta, S1 bisa minimal 25 juta. Pada saat kewenangan di pegang propinsi dan terlebih oleh
pemerintah pusat korupsi menurun karena keterbatasan akses dari daerah kepenentu kelulusan di
pusat, hanya pihak tertentu saja yang bisa berkolusi dalam hal kelulusan peserta CPNS.
4.     Pada saat pendaftaran Siswa Baru di Sekolah atau Perguruan Tinggi, biasanya ada biaya
tambahan sangat besar dalam proses pendaftaran murid baru. Bayar uang gedung, bayar uang
pakaian, bayar uang buku, bayar uang copy formulir, bayar biaya kegiatan pengenalan lingkungan,
dan banyak lagi biaya-biaya lain. Ditambah lagi jika anak lulus melalui pintu belakang, dalam arti
lulus karena di bantu guru, kepala sekolah, tata usaha dan lain sebagainya orang dalam di
sekolahan, maka biaya akan semakin membengkak, di SD biaya masuk siswa illegal lewat jalan
belakang itu sekitar 1 juta, SMP 2 Juta dan SMA minimal 3 Juta.
5.       Pada saat lelang proyek, biasanya selalu terjadi kolusi dalam pelelangan. Diumumkan
terbuka tapi pemenangnya sebenarnya sudah dapat di ketahui sebelum lelang itu sendiri di
lakukan.Pemenang lelang terkadang bukanlah penawar harga terendah tetapi penawar yang bisa
memberikan           fee       tertinggi       kepada     panitia    lelang        dan      instansi.
6.       Dalam pelaksanaan proyek biasanya sangat banyak korupsi yang bisa terjadi mulai dari
proses     lelang,    proses     pelaksanaan     proyek   sampai    kepada      masalah   pelaporan.
7.       Korupsi dai jalanan, datang dari adanya kesempatan. Yaitu dalam pelanggaran rambu lalu
lintas atau kekurangan surat, terkadang ada juga aparat yang meminta biaya untuk ganti tidak
menilang. Lalu ada juga tukang parkir yang menarik biaya parkir dari jalanan.

8.       Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Hal yang demikian ini merupakan contoh korupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya.
Mereka lebih baik menjual sawah, ladang, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya
bisa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitiflah yang mau
melakukan hal semacam itu. Sangat merugikan sekali bagi orang lain dan dirinya sendiri, mereka
tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri.




D. Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari

1.       Dalam pengurusan surat keterangan diri: diantaranya dalam pembuatan KTP,SIM,KK.
Biasanya diminta biaya yang bervariasi sesuai kecepatan yang diinginkan. Dalam mengurus KTP
misalnya biasanya ada biaya tak terduga dengan dalih sumbangan sukarela sekitar 20 rb s.d 100
rb.Dengan biaya administrasi tersebut pembuatan KTP yang seharusnya tunggu besok bisa jadi
sebentar mas, nanti langsung saja ke kantor kecamatan untuk foto.



2.       Mengurus Surat Tanah, biasanya ada biaya siluman sangat besar. Tanpa biaya besar maka
urusan bisa bertahun-tahun. Dalam pengurusan tanah ini sangat banyak terjadi bahwa tanah di
catatkan kepada notaries telah terjadi jual beli dengan harga jauh di bawah harga, dengan tujuan
untuk mengurangi besaran pajak yang harus di bayar.Biaya tambahan sudah di mulai dari saat
pengukuran tanah di lapangan, berlanjut ke RT, Kelurahan, Kecamatan, sampai ke badan
pertanahan.
3.       Dalam Perekrutan Tenaga Honor atau CPNS , biasanya cenderung ada kolusi yang terjadi,
terlebih pada saat kewenangan kelulusan ada di pemerintah kabupaten. Dikalimantan saja uang
yang di butuhkan untuk meluluskan seorang berpendidikan SMA bisa mencapai angka di atas 15
Juta, S1 bisa minimal 25 juta. Pada saat kewenangan di pegang propinsi dan terlebih oleh
pemerintah pusat korupsi menurun karena keterbatasan akses dari daerah kepenentu kelulusan di
pusat, hanya pihak tertentu saja yang bisa berkolusi dalam hal kelulusan peserta CPNS.
4.       Pada saat pendaftaran Siswa Baru di Sekolah atau Perguruan Tinggi, biasanya ada biaya
tambahan sangat besar dalam proses pendaftaran murid baru. Bayar uang gedung, bayar uang
pakaian, bayar uang buku, bayar uang copy formulir, bayar biaya kegiatan pengenalan lingkungan,
dan banyak lagi biaya-biaya lain. Ditambah lagi jika anak lulus melalui pintu belakang, dalam arti
lulus karena di bantu guru, kepala sekolah, tata usaha dan lain sebagainya orang dalam di
sekolahan, maka biaya akan semakin membengkak, di SD biaya masuk siswa illegal lewat jalan
belakang itu sekitar 1 juta, SMP 2 Juta dan SMA minimal 3 Juta.



5.       Pada saat lelang proyek, biasanya selalu terjadi kolusi dalam pelelangan. Diumumkan
terbuka tapi pemenangnya sebenarnya sudah dapat di ketahui sebelum lelang itu sendiri di
lakukan.Pemenang lelang terkadang bukanlah penawar harga terendah tetapi penawar yang bisa
memberikan           fee       tertinggi       kepada     panitia    lelang        dan      instansi.
6.       Dalam pelaksanaan proyek biasanya sangat banyak korupsi yang bisa terjadi mulai dari
proses     lelang,    proses     pelaksanaan     proyek   sampai    kepada      masalah   pelaporan.
7.       Korupsi dai jalanan, datang dari adanya kesempatan. Yaitu dalam pelanggaran rambu lalu
lintas atau kekurangan surat, terkadang ada juga aparat yang meminta biaya untuk ganti tidak
menilang. Lalu ada juga tukang parkir yang menarik biaya parkir dari jalanan.

8.       Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Hal yang demikian ini merupakan contoh korupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya.
Mereka lebih baik menjual sawah, ladang, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya
bisa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitiflah yang mau
melakukan hal semacam itu. Sangat merugikan sekali bagi orang lain dan dirinya sendiri, mereka
tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri.
E.      PENJATUHAN PIDANA TERHADAP KORUPTOR

        Berdasarkan ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 juga UU No. 20 tahun 2001, jenis
     penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah
     sebagai berikut.
       a. Pidana Mati : Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan
          hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
          korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
          sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo
          Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
          yang dilakukan dalam keadaan tertentu.Pidana penjara : Seumur hidup atau pidana
          penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp.
          200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
          miliar rupiah). Dalam UU 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat 1.
       b. Pidana Penjara : Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
          (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
          200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
          miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
          memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
          keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
          2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau
          denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu
          Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan
          menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
          kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
          yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)
          3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
          dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
          paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan
          sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
          penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau
          terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
          dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
          paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang
          sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
       c. Pidana Tambahan : Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak
          berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
          tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi
          dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
          2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta
          yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
          3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
          4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
          sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada
          terpidana.
          5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan
          sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta
          bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
          6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
          uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi
          ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31
          tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
          korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.




F.     UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI

       Tindak pidana korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
     mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan
     menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas
     yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, tindak
     pidana tindak pidana korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.

       Ada beberapa upaya penggulangan tindak pidana tindak pidana korupsi yang ditawarkan
     para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam
Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi tindak pidana tindak
pidana korupsi sebagai berikut :

  a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah
     pembayaran tertentu.
  b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
  c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan
     pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih
     organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas
     adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
  d. Bagaimana dorongan untuk tindak pidana tindak pidana korupsi dapat dikurangi ?
     dengan jalan meningkatkan ancaman.
  e. Tindak pidana korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan
     tindak pidana tindak pidana korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum
     mungkin, agar beban tindak pidana tindak pidana korupsi organisasional maupun tindak
     pidana korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural,
     barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk tindak pidana
     korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di
     atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam           tindak
     pidana korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain
     pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan tindak pidana korupsi harus segera
     ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan
     korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat,
     dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.

  Kartono (1983) menyarankan penanggulangan tindak pidana korupsi sebagai berikut :

  a. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab untuk melakukan
     partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
  b. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
  c. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
  d. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak
     korupsi.
  e. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan
     jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
  f. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan
     berdasarkan sistem “ascription”.
g. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
              pemerintah.
         h. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur.
         i. Sistem budget dikelola oleh pejabat        yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi,
              dibarengi sistem kontrol yang efisien.
         j. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan
              pengenaan pajak yang tinggi.
         k.
         Memberantas Korupsi demi Pembangunan Ekonomi

   Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem
pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri
atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup rapat-
rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang
lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai
dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui konstruksi integritas nasional. Tata
pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatanan seperti ini harus
muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harus mendukung
terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan
pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi
hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasan menegakkan kedaulatan hukum dan peraturan.
Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk
melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini penulis akui sangat mudah
dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktu yang cukup lama
untuk membangun pilar-pilar bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugasnya secara
efektif, dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai perilaku yang beresiko sangat tinggi
dengan                              hasil                       yang                      sedikit.
Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar
peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan
masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi demi
mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-nilai moral
yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang menghambat
pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan
terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik
yang dimaksud bukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orang-orang yang berkecimpung
dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik
yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat
sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi
digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola
dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara
yang baik. Biasanya resiko politik merupakan hambatan utama dalam melawan gerusan korupsi
terhadap pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, mengapa kesadaran masyarakat sipil
penting?.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi dan pejabat Negara tergantung dengan
suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa
para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang
cerdas secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat Negara yang memiliki
integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah
pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik
pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat diawasi sehingga membentuk integritas nasional
yang alergi korupsi. Ketika Konstruksi Integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasan
sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif.
Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang
memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan menciptakan ruang pembangunan ekonomi
yang potensial. Masyarakat melalui para investor akan memutuskan melakukan investasi yang
sebesar-besarnya karena hambatan ketidakpastian telah hilang oleh bangunan integritas nasional
yang kokoh. Jumlah output barang dan jasa terus meningkat karena kondusifnya iklim investasi di
Indonesia, karena kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang njelimet dan korup telah
diminimalisir, kondisi politik stabil dan terkendali oleh tingginya tingkat kecerdasan sosial-politik
masyarakat                                                                                      sipil.
Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan ekspektasi keuntungan tinggi. Sehingga
dengan begitu pembangunan ekonomi akan memberikan dampak langsung pada pengurangan
jumlah pengangguran dan masyarakat miskin, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masing-
masing daerah, peningkatan GDP dan pemerintah akan mampu membangun sisten jaminan sosial
warganya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang memberikan
dampak langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakat sipil.

1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru,
dan Era Reformasi
a. Orde Lama
Dasar hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu
    Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan
    Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan
    korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani,
    sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku
    memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak
    kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap
    (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de
    Queljoe berhasil ditangkap.
    Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai
    musuh Soekarno.
    Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai
    titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan
    dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer
    justru melahirkan korupsi ditubuh TNI.
    Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang
    berhasil.
    Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula,
    diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar
    Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto,
    kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang
    kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak
    pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
    b. Orde Baru
    Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
    c. Era Reformasi
    Dasar hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
    Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
ª   Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
ª   Komisi Pemberantasan Korupsi
ª   Kepolisian
ª   Kejaksaan
ª   BPKP
ª   Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW)
    2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi
Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai
    hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang
    kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan
    pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh
    rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap
    pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:
¨   Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap
    makna KKN
¨   Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN
    sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera,
    pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
¨   Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan
    penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum
    yang telah ditentukan dan tegas.
¨   Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat
    mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional
    lebih independent.


       Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan
    penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen
    dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum
    tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan
    dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.


    3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan


           Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi
    merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral
    pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah
    pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari
    pendidikan nasional untuk memberantasnya.
    Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga
    aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif
    dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain
    bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan
   ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive
   menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan
   discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang prularis dan
   multicultural.




   4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
   Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun
   2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan
   berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi.
   Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad
   Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR.
   a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
x 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus
   dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di
   Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
x 14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka
   menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4
   tahun penjara
x 10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI
   sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
x 27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan
   akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
a UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
a UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
a Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian
   penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
a Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK
5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
     Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme,
     juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti penyogokan,
     pemerasan, campur tangan, dan penipuan
     a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok
     Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa
     Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan
     kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
     b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
     Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika
     diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi
     dengan seorang polisi.
     c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
     Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka
     dengan tuduhan korupsi.
     d. Mengukur korupsi
     Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara secara
     alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi. Lembaga
     Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga
     tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah:
     1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara-
     negara ini)


     2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka
     tentang korupsi)
        3. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member
            sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah
            indicator pemerintahan.




     6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia
     Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut:
1.    Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung
     kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2.    Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
3.    Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4.    Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5.     Lemahnya ketertiban hukum
6.    Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7.    Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8.    Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke
     pemilu
9.    Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatut
11. dll.


     1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia
     Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru,
     dan Era Reformasi
     a. Orde Lama
     Dasar hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
     Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu
     Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan
     Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan
     korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani,
     sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku
     memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak
     kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap
     (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de
     Queljoe berhasil ditangkap.
     Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai
     musuh Soekarno.
     Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai
     titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan
     dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer
     justru melahirkan korupsi ditubuh TNI.
     Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang
     berhasil.
     Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula,
     diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar
Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto,
    kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang
    kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak
    pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
    b. Orde Baru
    Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
    c. Era Reformasi
    Dasar hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
    Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
ª   Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
ª   Komisi Pemberantasan Korupsi
ª   Kepolisian
ª   Kejaksaan
ª   BPKP
ª   Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW)
    2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi
    Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai
    hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang
    kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan
    pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh
    rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap
    pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:
¨   Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap
    makna KKN
¨   Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN
    sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera,
    pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
¨   Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan
    penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum
    yang telah ditentukan dan tegas.
¨   Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat
    mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional
    lebih independent.
Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan
   penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen
   dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum
   tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan
   dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.


   3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan


          Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi
   merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral
   pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah
   pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari
   pendidikan nasional untuk memberantasnya.
   Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga
   aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif
   dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain
   bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
   nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan
   ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive
   menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan
   discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang prularis dan
   multicultural.




   4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
   Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun
   2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan
   berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi.
   Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad
   Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR.
   a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
x 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus
   dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di
   Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
x 14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka
   menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4
   tahun penjara
x 10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI
   sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
x 27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan
   akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
a UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
a UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
a Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian
   penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
a Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK


   5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
   Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme,
   juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti penyogokan,
   pemerasan, campur tangan, dan penipuan
   a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok
   Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa
   Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan
   kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
   b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
   Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika
   diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi
   dengan seorang polisi.
   c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
   Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka
   dengan tuduhan korupsi.
   d. Mengukur korupsi
Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara secara
     alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi. Lembaga
     Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga
     tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah:
     1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara-
     negara ini)


     2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka
     tentang korupsi)
        1. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member
              sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah
              indicator pemerintahan.




     6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia
     Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut:
1.    Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung
     kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2.    Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
3.    Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4.    Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5.    Lemahnya ketertiban hukum
6.    Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7.    Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8.    Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke
     pemilu
9.    Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatut
11. dll.




     7. Dampak Korupsi di Berbagai Bidang
     a. Bidang Ekonomi
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan
menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program
pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami
penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat
merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
3. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan
meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.


b. Bidang Kesejahteraan Rakyat
1. Korupsi    menyebabkan      Anggaran     Pembangunan       dan    Belanja    Nasional    kurang
jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan
pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan keresahan masyarakat.
       2. Korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual
maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap
penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan
kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang
utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan
rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan
berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran
dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002)
menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat
ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin
       Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di
desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional
kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan
pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali
tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga kebutuhan
pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran
bertambah.
       Sesungguhnya korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat membahayakan kondisi
perekonomian sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara lain:
Pertama, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003),
korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka
mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai 25% Maksudnya, 1 dari 4
perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi
setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia
bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni
Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat
korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002).
       Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin
pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4
persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin IPK,
GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan kajian empirik
terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak hanya itu. Gupta et al (1998) pun
menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi
yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki
dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.


       Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami
penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat
merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.


       Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan
publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan
Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk
layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi
mengalami peningkatan.




       Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya
pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan
meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52
poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok
kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya
aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok
kaya akibat korupsi.


       Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik
individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan
terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan
kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya,
muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar
sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan
tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul
khauf (pakaian ketakutan).


       Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat
korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada
korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi:
1. Korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan
proses formal
2. Korupsi dpat memprsulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok.
BAB III

  PENUTUP

KESIMPULAN

  Dari pembahasan seputar korupsi, dapat diberi kesimpulan yaitu;
     1. Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya
         diri.
     2. Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran.
     3. Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan
         terhadap pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
 Exle Drenis, Cristos Kotsogionms, Steve mc cariston (2004)
 http://www.perkuliahan.com/makalah-tentang-korupsi/#ixzz1r227cfTY
 http://masita18.wordpress.com/2009/04/16/makalah-maraknya-korupsi-di-kalangan-pejabat/
 http://my.opera.com/a6us/blog/show.dml/4944371
 http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia- tinjauan-
    uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi/
12 031 milian a.b korupsi 41

More Related Content

What's hot

Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannyaArtikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannyaArini Dyah
 
Penanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
Penanggulangan Kasus Korupsi di IndonesiaPenanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
Penanggulangan Kasus Korupsi di IndonesiaZaka Firma Aditya
 
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi Marlinda
 
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia windari27
 
Tugas makalah korupsi
Tugas makalah korupsiTugas makalah korupsi
Tugas makalah korupsiYuni Sist
 
korelasi antara kepemimpinan dengan korupsi
korelasi antara kepemimpinan dengan korupsikorelasi antara kepemimpinan dengan korupsi
korelasi antara kepemimpinan dengan korupsiImond Imondt
 
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di bantenAnalisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di bantennurfitriyah1712
 
Negara pengkader koruptor
Negara pengkader koruptorNegara pengkader koruptor
Negara pengkader koruptorRosim Nyerupa
 
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIAUPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIAMarlinda
 
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan SosiologisCiri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan SosiologisSatrio Arismunandar
 
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptorMakalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptorIka Nurrohmah
 
Upaya Pemberantasan Korupsi
Upaya Pemberantasan KorupsiUpaya Pemberantasan Korupsi
Upaya Pemberantasan KorupsiDini Islamiana
 

What's hot (20)

Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannyaArtikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
 
Penanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
Penanggulangan Kasus Korupsi di IndonesiaPenanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
Penanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Bab i,234
Bab i,234Bab i,234
Bab i,234
 
281669604 makalah-kasus-korupsi
281669604 makalah-kasus-korupsi281669604 makalah-kasus-korupsi
281669604 makalah-kasus-korupsi
 
Makalah korupsi
Makalah korupsiMakalah korupsi
Makalah korupsi
 
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi
 
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia
 
Tugas makalah korupsi
Tugas makalah korupsiTugas makalah korupsi
Tugas makalah korupsi
 
korelasi antara kepemimpinan dengan korupsi
korelasi antara kepemimpinan dengan korupsikorelasi antara kepemimpinan dengan korupsi
korelasi antara kepemimpinan dengan korupsi
 
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsiMakalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
 
Makalah korupsiiiiii
Makalah korupsiiiiiiMakalah korupsiiiiii
Makalah korupsiiiiii
 
makalah Korupsi
makalah Korupsimakalah Korupsi
makalah Korupsi
 
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di bantenAnalisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
 
Negara pengkader koruptor
Negara pengkader koruptorNegara pengkader koruptor
Negara pengkader koruptor
 
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIAUPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
 
Makalah korupsi STIP WUNA
Makalah korupsi STIP WUNA Makalah korupsi STIP WUNA
Makalah korupsi STIP WUNA
 
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan SosiologisCiri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
 
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptorMakalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
 
Upaya Pemberantasan Korupsi
Upaya Pemberantasan KorupsiUpaya Pemberantasan Korupsi
Upaya Pemberantasan Korupsi
 

Similar to 12 031 milian a.b korupsi 41

Pancasila integitas antikorupsi
Pancasila integitas antikorupsiPancasila integitas antikorupsi
Pancasila integitas antikorupsierza m
 
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di IndonesiaPresentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di IndonesiaARY SETIADI
 
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIR
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIRKORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIR
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIRZaitun Hakimiah NS
 
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and ...
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and ...BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and ...
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and ...Rudy Harland
 
BE &GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corruption and Fra...
BE &GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corruption and Fra...BE &GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corruption and Fra...
BE &GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corruption and Fra...Antoni Butarbutar
 
Tugas analisis kebijakan publik uas
Tugas analisis kebijakan publik uasTugas analisis kebijakan publik uas
Tugas analisis kebijakan publik uasnetieli
 
Makalah kasus korupsi penggelapan pajak gayus tambunan
Makalah kasus korupsi penggelapan pajak gayus tambunanMakalah kasus korupsi penggelapan pajak gayus tambunan
Makalah kasus korupsi penggelapan pajak gayus tambunanMuhammad Iqbal
 
Analisa korupsi di indonesia
Analisa korupsi di indonesiaAnalisa korupsi di indonesia
Analisa korupsi di indonesiaBunda Violyn
 
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Korupsi dan Pencegahannya
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Korupsi dan PencegahannyaTugas Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Korupsi dan Pencegahannya
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Korupsi dan PencegahannyaSiti Nurjannah
 
MAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TPPU_UTS.pdf
MAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TPPU_UTS.pdfMAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TPPU_UTS.pdf
MAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TPPU_UTS.pdfWeninggalihP
 
BE & GG13, Basori, Hapzi Ali, Corruption Fraud, UMB, 2017
BE & GG13, Basori, Hapzi Ali, Corruption  Fraud, UMB, 2017BE & GG13, Basori, Hapzi Ali, Corruption  Fraud, UMB, 2017
BE & GG13, Basori, Hapzi Ali, Corruption Fraud, UMB, 2017Basori Basori
 
Presentasi Teknologi Teknologi Finansial (Fintech) Elemen 3D Krem_20231025_12...
Presentasi Teknologi Teknologi Finansial (Fintech) Elemen 3D Krem_20231025_12...Presentasi Teknologi Teknologi Finansial (Fintech) Elemen 3D Krem_20231025_12...
Presentasi Teknologi Teknologi Finansial (Fintech) Elemen 3D Krem_20231025_12...8gbagusindraslub
 
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsiMakalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsiSeptian Muna Barakati
 
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6heninur2
 
01pendahuluan-konsep dasar.pdf
01pendahuluan-konsep dasar.pdf01pendahuluan-konsep dasar.pdf
01pendahuluan-konsep dasar.pdfSrie Maryati
 
Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi
Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan TinggiPendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi
Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan TinggiErhaSyam
 
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfBE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfIntan Wachyuni
 
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...basrizal82
 

Similar to 12 031 milian a.b korupsi 41 (20)

Pancasila integitas antikorupsi
Pancasila integitas antikorupsiPancasila integitas antikorupsi
Pancasila integitas antikorupsi
 
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di IndonesiaPresentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
 
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIR
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIRKORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIR
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIR
 
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and ...
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and ...BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and ...
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Corruption and ...
 
BE &GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corruption and Fra...
BE &GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corruption and Fra...BE &GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corruption and Fra...
BE &GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corruption and Fra...
 
Tugas analisis kebijakan publik uas
Tugas analisis kebijakan publik uasTugas analisis kebijakan publik uas
Tugas analisis kebijakan publik uas
 
Makalah kasus korupsi penggelapan pajak gayus tambunan
Makalah kasus korupsi penggelapan pajak gayus tambunanMakalah kasus korupsi penggelapan pajak gayus tambunan
Makalah kasus korupsi penggelapan pajak gayus tambunan
 
Analisa korupsi di indonesia
Analisa korupsi di indonesiaAnalisa korupsi di indonesia
Analisa korupsi di indonesia
 
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Korupsi dan Pencegahannya
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Korupsi dan PencegahannyaTugas Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Korupsi dan Pencegahannya
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Korupsi dan Pencegahannya
 
Ppkn artikel ii
Ppkn artikel iiPpkn artikel ii
Ppkn artikel ii
 
MAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TPPU_UTS.pdf
MAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TPPU_UTS.pdfMAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TPPU_UTS.pdf
MAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TPPU_UTS.pdf
 
BE & GG13, Basori, Hapzi Ali, Corruption Fraud, UMB, 2017
BE & GG13, Basori, Hapzi Ali, Corruption  Fraud, UMB, 2017BE & GG13, Basori, Hapzi Ali, Corruption  Fraud, UMB, 2017
BE & GG13, Basori, Hapzi Ali, Corruption Fraud, UMB, 2017
 
Presentasi Teknologi Teknologi Finansial (Fintech) Elemen 3D Krem_20231025_12...
Presentasi Teknologi Teknologi Finansial (Fintech) Elemen 3D Krem_20231025_12...Presentasi Teknologi Teknologi Finansial (Fintech) Elemen 3D Krem_20231025_12...
Presentasi Teknologi Teknologi Finansial (Fintech) Elemen 3D Krem_20231025_12...
 
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsiMakalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
 
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
 
01pendahuluan-konsep dasar.pdf
01pendahuluan-konsep dasar.pdf01pendahuluan-konsep dasar.pdf
01pendahuluan-konsep dasar.pdf
 
Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi
Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan TinggiPendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi
Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi
 
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfBE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
 
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...
 
Design anti korupsi
Design anti korupsiDesign anti korupsi
Design anti korupsi
 

12 031 milian a.b korupsi 41

  • 1. TUGAS KEWARGANEGARAAN TENTANG KORUPSI DI INDONESIA Milian Asha Bio (1215041031) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
  • 2. UNIVERSITAS LAMPUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangt-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-
  • 3. negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan control sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan. Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif. Hal ini sangat mengkhawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi, maka korupsi akan dapat merusaknya. Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ; 1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik. 2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara ini. 1.2 Tujuan Harapan dengan mempelajari ini supaya tidak ada lagi kurupsi di Negara ini dan bersih seutuhnya, agar kehidupan berjalan dengan sejahtera.
  • 4. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Korupsi A. Pengertian Korupsi Korupsi berasal dari bahasa latin corupto cartumpen yang berarti: busuk atau rusak. Korupsi ialah perilaku buruk yang dilakukan pejabat publik secara tidak wajar atau tidak legal untuk memperkaya diri sendiri. Dari segi hukum korupsi mempunyai arti : a. Melawan hukum b. Menyalahgunakan kekuasaan c. Memperkaya diri d. Merugikan keuangan Negara Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gamblang dijelaskan dalam UU No 31 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura- pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika,
  • 5. pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope. Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial- ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait
  • 6. koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme. Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope. Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial- ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik
  • 7. karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme. Kondisi yang menyebabkan/mendukung munculnya korupsi Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama". Lemahnya ketertiban hukum. Lemahnya profesi hukum. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)  Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
  • 8. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye". Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus- kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun, juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya pungutan-pungutan yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan sedikit praktek korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di daerah terhambat. Boro-boro memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang menentukan daya saing investasi daerah. Pertama, faktor kelembagaan. Kedua, faktor infrastruktur. Ketiga, faktor sosial – politik. Keempat, faktor ekonomi daerah. Kelima, faktor ketenagakerjaan. Hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi faktor penghambat utama bagi investasi yang menyebabkan munculnya high cost economy yang berarti praktek korupsi melalui pungutan-pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi sosial-politik dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya investasi di daerah. Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang menyebabkan instabilisasi politik di daerah yang membuat enggan para investor untuk menanamkan modalnya di daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih menanamkan modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon- calon kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar pengeluaran pemerintah (government expenditure) karena para investor hanya mengerjakan proyek-proyek pemerintah tanpa
  • 9. menciptakan output baru diluar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan berdampak pada investasi diluar pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya mau tidak mau pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi penyebab munculnya high cost economy yang melahirkan korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi yang njelimet. Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka waktu pengurusan dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi. Peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan pasti mengikuti. B. Pengertian Korupsi Secara Hukum Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau golongan. Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) · Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita. · Kolusi ialah perbuatan yang tidak jujur, misalnya memberikan pelicin agar kerja mereka lancar, namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi. · Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsur-unsur sebagai berikut; · Perbuatan melawan hukum · Penyalahgunaan kewenangan · Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model- model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi
  • 10. dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi. Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang- undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi. Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara- negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man” John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru, Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang
  • 11. melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme, kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap. Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena korupsi. Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia, kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang. Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita.
  • 12. Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi, meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya. Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat “lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya, korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis multidimensi yang berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik. Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan- ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah
  • 13. terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun kelompoknya. B. Pengertian Korupsi Secara Hukum Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau golongan. Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) · Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita. · Kolusi ialah perbuatan yang tidak jujur, misalnya memberikan pelicin agar kerja mereka lancar, namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi. · Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsur-unsur sebagai berikut; · Perbuatan melawan hukum · Penyalahgunaan kewenangan · Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model- model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi. Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui
  • 14. kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang- undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi. Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara- negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man” John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru, Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme, kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap. Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena korupsi. Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai
  • 15. bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia, kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang. Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita. Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi, meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya. Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat “lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya, korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output
  • 16. yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis multidimensi yang berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik. Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan- ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun kelompoknya. C. Dampak Dan Akibat Negatif yang Ditimbulkan Korupsi. Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan didalam dunia politik , korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance). Berikut beberapa dampak dan akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran dan penyalahgunaan
  • 17. wewenang dengan seseorang melakukan korupsi, Menyatakan bahwa akibat-akibat tindak pidana korupsi adalah : 1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap. 2. Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya. 3. Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi. 4. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan. 5. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat. 6. Menurunya pendapatan Negara. 7. Hukum tidak lagi dihormati. Dalam pendapat Selanjutnya Mc Mullan (1961) mengatakan bahwa akibat tindak tindak pidana tindak pidana korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat tindak pidana tindak pidana korupsi diatas adalah sebagai berikut : 1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal. 2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial. 3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik. 4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat tindak pidana tindak pidana korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
  • 18. menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak- seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat- syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
  • 19. pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan. Kesejahteraan umum Negara Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaanpemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro- bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. Bagi Rakyat Miskin Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut. harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin. Fenomena korupsi terjadi mulai dari pejabat di Pusat (Jakarta), sampai pamong di tingkat desa atau dusun. Pejabat tidak lagi memiliki kepedulian terhadap masyarakat miskin yang terus menerus menderita. Pejabat tanpa rasa salah dan malu terus menerus menyakiti hati rakyatnya. Bahkan disaat Presiden SBY memerangi setan korupsi ini, DPR dengan entengnya justeru meminta Dana Serap Aspirasi. Ini menjadi bukti dan tanda bahwa korupsi adalah budaya, bukan aib yang memalukan. Pemerintah yang seharusnya menjadi mandat rakyat untuk memajukan pembangunan dan mensejahterakan rakyatnya justeru seperti “Antara Ada Dan Tiada “. Masyarakat bingung dan saya
  • 20. sendiri sempat merinding bulu kuduk ketika hampir setiap pagi di berita-berita media eletronik maupun media cetak tertulis dan tersiar banyak pejabat yang ditahan karena diduga sebagai pelaku korupsi. Bahkan di kota kita tercinta ini, masih segar dalam ingatan kita yaitu korupsi di tubuh Dinas Kesehatan Promal melalui pengadaan Alkes. D. Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari 1. Dalam pengurusan surat keterangan diri: diantaranya dalam pembuatan KTP,SIM,KK. Biasanya diminta biaya yang bervariasi sesuai kecepatan yang diinginkan. Dalam mengurus KTP misalnya biasanya ada biaya tak terduga dengan dalih sumbangan sukarela sekitar 20 rb s.d 100 rb.Dengan biaya administrasi tersebut pembuatan KTP yang seharusnya tunggu besok bisa jadi sebentar mas, nanti langsung saja ke kantor kecamatan untuk foto. 2. Mengurus Surat Tanah, biasanya ada biaya siluman sangat besar. Tanpa biaya besar maka urusan bisa bertahun-tahun. Dalam pengurusan tanah ini sangat banyak terjadi bahwa tanah di catatkan kepada notaries telah terjadi jual beli dengan harga jauh di bawah harga, dengan tujuan untuk mengurangi besaran pajak yang harus di bayar.Biaya tambahan sudah di mulai dari saat pengukuran tanah di lapangan, berlanjut ke RT, Kelurahan, Kecamatan, sampai ke badan pertanahan. 3. Dalam Perekrutan Tenaga Honor atau CPNS , biasanya cenderung ada kolusi yang terjadi, terlebih pada saat kewenangan kelulusan ada di pemerintah kabupaten. Dikalimantan saja uang yang di butuhkan untuk meluluskan seorang berpendidikan SMA bisa mencapai angka di atas 15 Juta, S1 bisa minimal 25 juta. Pada saat kewenangan di pegang propinsi dan terlebih oleh pemerintah pusat korupsi menurun karena keterbatasan akses dari daerah kepenentu kelulusan di pusat, hanya pihak tertentu saja yang bisa berkolusi dalam hal kelulusan peserta CPNS. 4. Pada saat pendaftaran Siswa Baru di Sekolah atau Perguruan Tinggi, biasanya ada biaya tambahan sangat besar dalam proses pendaftaran murid baru. Bayar uang gedung, bayar uang pakaian, bayar uang buku, bayar uang copy formulir, bayar biaya kegiatan pengenalan lingkungan, dan banyak lagi biaya-biaya lain. Ditambah lagi jika anak lulus melalui pintu belakang, dalam arti lulus karena di bantu guru, kepala sekolah, tata usaha dan lain sebagainya orang dalam di sekolahan, maka biaya akan semakin membengkak, di SD biaya masuk siswa illegal lewat jalan belakang itu sekitar 1 juta, SMP 2 Juta dan SMA minimal 3 Juta.
  • 21. 5. Pada saat lelang proyek, biasanya selalu terjadi kolusi dalam pelelangan. Diumumkan terbuka tapi pemenangnya sebenarnya sudah dapat di ketahui sebelum lelang itu sendiri di lakukan.Pemenang lelang terkadang bukanlah penawar harga terendah tetapi penawar yang bisa memberikan fee tertinggi kepada panitia lelang dan instansi. 6. Dalam pelaksanaan proyek biasanya sangat banyak korupsi yang bisa terjadi mulai dari proses lelang, proses pelaksanaan proyek sampai kepada masalah pelaporan. 7. Korupsi dai jalanan, datang dari adanya kesempatan. Yaitu dalam pelanggaran rambu lalu lintas atau kekurangan surat, terkadang ada juga aparat yang meminta biaya untuk ganti tidak menilang. Lalu ada juga tukang parkir yang menarik biaya parkir dari jalanan. 8. Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS) Hal yang demikian ini merupakan contoh korupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya. Mereka lebih baik menjual sawah, ladang, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya bisa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitiflah yang mau melakukan hal semacam itu. Sangat merugikan sekali bagi orang lain dan dirinya sendiri, mereka tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri. D. Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari 1. Dalam pengurusan surat keterangan diri: diantaranya dalam pembuatan KTP,SIM,KK. Biasanya diminta biaya yang bervariasi sesuai kecepatan yang diinginkan. Dalam mengurus KTP misalnya biasanya ada biaya tak terduga dengan dalih sumbangan sukarela sekitar 20 rb s.d 100 rb.Dengan biaya administrasi tersebut pembuatan KTP yang seharusnya tunggu besok bisa jadi sebentar mas, nanti langsung saja ke kantor kecamatan untuk foto. 2. Mengurus Surat Tanah, biasanya ada biaya siluman sangat besar. Tanpa biaya besar maka urusan bisa bertahun-tahun. Dalam pengurusan tanah ini sangat banyak terjadi bahwa tanah di catatkan kepada notaries telah terjadi jual beli dengan harga jauh di bawah harga, dengan tujuan untuk mengurangi besaran pajak yang harus di bayar.Biaya tambahan sudah di mulai dari saat pengukuran tanah di lapangan, berlanjut ke RT, Kelurahan, Kecamatan, sampai ke badan pertanahan.
  • 22. 3. Dalam Perekrutan Tenaga Honor atau CPNS , biasanya cenderung ada kolusi yang terjadi, terlebih pada saat kewenangan kelulusan ada di pemerintah kabupaten. Dikalimantan saja uang yang di butuhkan untuk meluluskan seorang berpendidikan SMA bisa mencapai angka di atas 15 Juta, S1 bisa minimal 25 juta. Pada saat kewenangan di pegang propinsi dan terlebih oleh pemerintah pusat korupsi menurun karena keterbatasan akses dari daerah kepenentu kelulusan di pusat, hanya pihak tertentu saja yang bisa berkolusi dalam hal kelulusan peserta CPNS. 4. Pada saat pendaftaran Siswa Baru di Sekolah atau Perguruan Tinggi, biasanya ada biaya tambahan sangat besar dalam proses pendaftaran murid baru. Bayar uang gedung, bayar uang pakaian, bayar uang buku, bayar uang copy formulir, bayar biaya kegiatan pengenalan lingkungan, dan banyak lagi biaya-biaya lain. Ditambah lagi jika anak lulus melalui pintu belakang, dalam arti lulus karena di bantu guru, kepala sekolah, tata usaha dan lain sebagainya orang dalam di sekolahan, maka biaya akan semakin membengkak, di SD biaya masuk siswa illegal lewat jalan belakang itu sekitar 1 juta, SMP 2 Juta dan SMA minimal 3 Juta. 5. Pada saat lelang proyek, biasanya selalu terjadi kolusi dalam pelelangan. Diumumkan terbuka tapi pemenangnya sebenarnya sudah dapat di ketahui sebelum lelang itu sendiri di lakukan.Pemenang lelang terkadang bukanlah penawar harga terendah tetapi penawar yang bisa memberikan fee tertinggi kepada panitia lelang dan instansi. 6. Dalam pelaksanaan proyek biasanya sangat banyak korupsi yang bisa terjadi mulai dari proses lelang, proses pelaksanaan proyek sampai kepada masalah pelaporan. 7. Korupsi dai jalanan, datang dari adanya kesempatan. Yaitu dalam pelanggaran rambu lalu lintas atau kekurangan surat, terkadang ada juga aparat yang meminta biaya untuk ganti tidak menilang. Lalu ada juga tukang parkir yang menarik biaya parkir dari jalanan. 8. Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS) Hal yang demikian ini merupakan contoh korupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya. Mereka lebih baik menjual sawah, ladang, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya bisa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitiflah yang mau melakukan hal semacam itu. Sangat merugikan sekali bagi orang lain dan dirinya sendiri, mereka tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri.
  • 23. E. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP KORUPTOR Berdasarkan ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 juga UU No. 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut. a. Pidana Mati : Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.Pidana penjara : Seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam UU 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat 1. b. Pidana Penjara : Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1) 2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3) 3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
  • 24. 4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36. c. Pidana Tambahan : Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut. 2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. 3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. 4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. 5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. 6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. F. UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI Tindak pidana korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, tindak pidana tindak pidana korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya penggulangan tindak pidana tindak pidana korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam
  • 25. Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi tindak pidana tindak pidana korupsi sebagai berikut : a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu. b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat. c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi. d. Bagaimana dorongan untuk tindak pidana tindak pidana korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman. e. Tindak pidana korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan tindak pidana tindak pidana korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban tindak pidana tindak pidana korupsi organisasional maupun tindak pidana korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk tindak pidana korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam tindak pidana korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan tindak pidana korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya. Kartono (1983) menyarankan penanggulangan tindak pidana korupsi sebagai berikut : a. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab untuk melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh. b. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional. c. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. d. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi. e. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya. f. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
  • 26. g. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah. h. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur. i. Sistem budget dikelola oleh pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien. j. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi. k. Memberantas Korupsi demi Pembangunan Ekonomi Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup rapat- rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasan menegakkan kedaulatan hukum dan peraturan. Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini penulis akui sangat mudah dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugasnya secara efektif, dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai perilaku yang beresiko sangat tinggi dengan hasil yang sedikit. Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi demi mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-nilai moral yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang menghambat pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orang-orang yang berkecimpung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik
  • 27. yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Biasanya resiko politik merupakan hambatan utama dalam melawan gerusan korupsi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, mengapa kesadaran masyarakat sipil penting?. Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat diawasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika Konstruksi Integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial. Masyarakat melalui para investor akan memutuskan melakukan investasi yang sebesar-besarnya karena hambatan ketidakpastian telah hilang oleh bangunan integritas nasional yang kokoh. Jumlah output barang dan jasa terus meningkat karena kondusifnya iklim investasi di Indonesia, karena kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang njelimet dan korup telah diminimalisir, kondisi politik stabil dan terkendali oleh tingginya tingkat kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil. Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan ekspektasi keuntungan tinggi. Sehingga dengan begitu pembangunan ekonomi akan memberikan dampak langsung pada pengurangan jumlah pengangguran dan masyarakat miskin, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masing- masing daerah, peningkatan GDP dan pemerintah akan mampu membangun sisten jaminan sosial warganya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang memberikan dampak langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakat sipil. 1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi a. Orde Lama Dasar hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
  • 28. Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai musuh Soekarno. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi ditubuh TNI. Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad. b. Orde Baru Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis. c. Era Reformasi Dasar hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001 Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi: ª Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi ª Komisi Pemberantasan Korupsi ª Kepolisian ª Kejaksaan ª BPKP ª Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW) 2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi
  • 29. Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah: ¨ Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap makna KKN ¨ Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb. ¨ Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas. ¨ Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent. Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. 3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya. Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
  • 30. nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang prularis dan multicultural. 4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi. Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR. a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK x 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara. x 14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4 tahun penjara x 10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara x 27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK a UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi a UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN a UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi a Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi a UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi a UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi a UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang a Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK
  • 31. 5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan. b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek” Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi dengan seorang polisi. c. Tindakan korupsi sebagai alat politik Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. d. Mengukur korupsi Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi. Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah: 1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara- negara ini) 2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka tentang korupsi) 3. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah indicator pemerintahan. 6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut: 1. Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis. 2. Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
  • 32. 3. Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal 4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar 5. Lemahnya ketertiban hukum 6. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa 7. Gaji pegawai pemerintah sangat kecil 8. Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke pemilu 9. Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan 10. Mental aparatut 11. dll. 1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi a. Orde Lama Dasar hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960 Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai musuh Soekarno. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi ditubuh TNI. Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar
  • 33. Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad. b. Orde Baru Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis. c. Era Reformasi Dasar hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001 Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi: ª Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi ª Komisi Pemberantasan Korupsi ª Kepolisian ª Kejaksaan ª BPKP ª Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW) 2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah: ¨ Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap makna KKN ¨ Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb. ¨ Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas. ¨ Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.
  • 34. Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. 3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya. Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang prularis dan multicultural. 4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi. Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR. a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK x 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
  • 35. x 14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4 tahun penjara x 10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara x 27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK a UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi a UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN a UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi a Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi a UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi a UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi a UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang a Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK 5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan. b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek” Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi dengan seorang polisi. c. Tindakan korupsi sebagai alat politik Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. d. Mengukur korupsi
  • 36. Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi. Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah: 1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara- negara ini) 2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka tentang korupsi) 1. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah indicator pemerintahan. 6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut: 1. Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis. 2. Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah 3. Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal 4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar 5. Lemahnya ketertiban hukum 6. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa 7. Gaji pegawai pemerintah sangat kecil 8. Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke pemilu 9. Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan 10. Mental aparatut 11. dll. 7. Dampak Korupsi di Berbagai Bidang a. Bidang Ekonomi
  • 37. 1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. 2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal. 3. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. b. Bidang Kesejahteraan Rakyat 1. Korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini tentu saja akan menimbulkan keresahan masyarakat. 2. Korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya. Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Sesungguhnya korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat membahayakan kondisi perekonomian sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara lain:
  • 38. Pertama, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai 25% Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002). Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak hanya itu. Gupta et al (1998) pun menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal. Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan. Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
  • 39. Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi. Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya. Dampak negative korupsi: 1. Korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal 2. Korupsi dpat memprsulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan 3. Korupsi merugikan rakyat luas dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok.
  • 40. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Dari pembahasan seputar korupsi, dapat diberi kesimpulan yaitu; 1. Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya diri. 2. Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran. 3. Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah.
  • 41. DAFTAR PUSTAKA  Exle Drenis, Cristos Kotsogionms, Steve mc cariston (2004)  http://www.perkuliahan.com/makalah-tentang-korupsi/#ixzz1r227cfTY  http://masita18.wordpress.com/2009/04/16/makalah-maraknya-korupsi-di-kalangan-pejabat/  http://my.opera.com/a6us/blog/show.dml/4944371  http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia- tinjauan- uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi/