2. UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangt-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media
massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah
korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun
korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.
Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi
penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh
karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit
mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan
bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai
standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya
raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang
berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata
masyarakat.
Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad
pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-
3. negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada
praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial
masih sangat kuat dan control sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan
semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha
pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat
dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan
usaha-usaha penggelapan.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan,
sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan
pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang
sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah
dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru)
yang memperkaya diri sendiri (ambisi material).
Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada
beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif.
Hal ini sangat mengkhawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun
dari korupsi, maka korupsi akan dapat merusaknya.
Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ;
1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga
pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik.
2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena kurangnya
motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa mempelajari “
padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara
ini.
1.2 Tujuan
Harapan dengan mempelajari ini supaya tidak ada lagi kurupsi di Negara ini dan bersih seutuhnya,
agar kehidupan berjalan dengan sejahtera.
4. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Korupsi
A. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin corupto cartumpen yang berarti: busuk atau rusak. Korupsi
ialah perilaku buruk yang dilakukan pejabat publik secara tidak wajar atau tidak legal untuk
memperkaya diri sendiri.
Dari segi hukum korupsi mempunyai arti :
a. Melawan hukum
b. Menyalahgunakan kekuasaan
c. Memperkaya diri
d. Merugikan keuangan Negara
Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gamblang dijelaskan dalam UU No 31 tahun
2001 tentang pemberantasan tindak pidana. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis
adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari
yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan
menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-
pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi
atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika,
5. pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi
dan kriminalitas/kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan
antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di
satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan
semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang
meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik
yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan
sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.
Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan
memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan
standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan
modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-
ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam
menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena
biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam
makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang
menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with
official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and
wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person,
contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan
Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat
ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar
berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan
nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait
6. koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik
karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan
dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan
semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang
meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik
yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan
sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.
Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan
memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan
standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan
modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-
ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam
menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena
biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam
makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang
menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with
official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and
wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person,
contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan
Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat
ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar
berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan
nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait
koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik
7. karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan
dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
Kondisi yang menyebabkan/mendukung munculnya korupsi
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung
kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
politik yang normal.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
Lemahnya ketertiban hukum.
Lemahnya profesi hukum.
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang
makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain "
pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling
gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar
bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang
berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan
pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di
Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The
Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl
mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga
untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama
dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari
tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk
pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang
cukup ke pemilihan umum.
8. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi
digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus
pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia
menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. Kompleksitas
permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-
kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa
praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia. Pemerintah
daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun, juga sering membuat
makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya pungutan-pungutan yang lahir
melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan
daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek
itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi
biaya rendah dengan sedikit praktek korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena
lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di daerah terhambat. Boro-boro
memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang menentukan daya saing investasi daerah. Pertama,
faktor kelembagaan. Kedua, faktor infrastruktur. Ketiga, faktor sosial – politik. Keempat, faktor
ekonomi daerah. Kelima, faktor ketenagakerjaan. Hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan
Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini
pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi
faktor penghambat utama bagi investasi yang menyebabkan munculnya high cost economy yang
berarti praktek korupsi melalui pungutan-pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal
pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya
kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah.
Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi sosial-politik
dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya investasi di daerah.
Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung
yang menyebabkan instabilisasi politik di daerah yang membuat enggan para investor untuk
menanamkan modalnya di daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih
menanamkan modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-
calon kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan memperoleh
proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus
pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar pengeluaran pemerintah (government
expenditure) karena para investor hanya mengerjakan proyek-proyek pemerintah tanpa
9. menciptakan output baru diluar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan
berdampak pada investasi diluar pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya
mau tidak mau pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui
berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak
pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi penyebab munculnya
high cost economy yang melahirkan korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik
investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka
waktu pengurusan dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi. Peningkatan
PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan pasti
mengikuti.
B. Pengertian Korupsi Secara Hukum
Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan pada
perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau
golongan.
Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)
· Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita.
· Kolusi ialah perbuatan yang tidak jujur, misalnya memberikan pelicin agar kerja mereka lancar,
namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi.
· Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsur-unsur
sebagai berikut;
· Perbuatan melawan hukum
· Penyalahgunaan kewenangan
· Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat
ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media
massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-
model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini.
Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh
pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi
10. dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada
recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas
alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi
meanstream yang sedang terjadi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”,
merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan
perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk
hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini
dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui
kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis
Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal,
Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU
Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU
Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU
Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-
undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan
memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.
Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara-
negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak,
baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man”
John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga
donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti
Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang
luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam
melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi
dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru,
Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi,
begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal
oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat
siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat.
Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata
tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu
korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti
oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan
yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang
11. melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat
penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta
mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme,
kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial
untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap.
Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa
disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena
korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai
bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi
pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual
menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada
transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan
oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan
kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi
yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah
termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi
dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi
selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi
peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak
mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para
pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia,
kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang.
Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan
arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban
pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali
ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika
Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek
korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan
ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik
yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui
praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat
Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan
korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita.
12. Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi,
meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih
bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya.
Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian
tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan
korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat
“lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang
diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya,
korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output
yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai
pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier
dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah
keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan
sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi
anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena
mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah”
dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis
multidimensi yang berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak
pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program
pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak
dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau
menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan-
ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan
data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih
dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan
pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil
kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat
yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara
kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka
akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang
menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan
makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan
berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan
sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah
13. terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi
maupun kelompoknya.
B. Pengertian Korupsi Secara Hukum
Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan pada
perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau
golongan.
Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)
· Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita.
· Kolusi ialah perbuatan yang tidak jujur, misalnya memberikan pelicin agar kerja mereka lancar,
namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi.
· Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsur-unsur
sebagai berikut;
· Perbuatan melawan hukum
· Penyalahgunaan kewenangan
· Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat
ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media
massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-
model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini.
Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh
pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi
dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada
recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas
alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi
meanstream yang sedang terjadi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”,
merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan
perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk
hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini
dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui
14. kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis
Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal,
Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU
Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU
Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU
Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-
undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan
memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.
Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara-
negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak,
baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man”
John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga
donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti
Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang
luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam
melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi
dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru,
Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi,
begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal
oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat
siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat.
Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata
tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu
korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti
oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan
yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang
melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat
penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta
mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme,
kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial
untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap.
Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa
disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena
korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai
15. bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi
pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual
menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada
transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan
oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan
kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi
yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah
termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi
dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi
selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi
peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak
mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para
pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia,
kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang.
Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan
arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban
pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali
ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika
Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek
korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan
ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik
yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui
praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat
Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan
korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita.
Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi,
meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih
bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya.
Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian
tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan
korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat
“lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang
diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya,
korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output
16. yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai
pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier
dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah
keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan
sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi
anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena
mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah”
dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis
multidimensi yang berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak
pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program
pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak
dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau
menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan-
ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan
data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih
dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan
pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil
kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat
yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara
kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka
akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang
menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan
makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan
berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan
sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah
terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi
maupun kelompoknya.
C. Dampak Dan Akibat Negatif yang Ditimbulkan Korupsi.
Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan didalam dunia politik ,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance). Berikut
beberapa dampak dan akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran dan penyalahgunaan
17. wewenang dengan seseorang melakukan korupsi, Menyatakan bahwa akibat-akibat tindak
pidana korupsi adalah :
1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal,
terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2. Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan
ketimpangan sosial budaya.
3. Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi,
hilangnya kewibawaan administrasi.
4. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan.
5. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat.
6. Menurunya pendapatan Negara.
7. Hukum tidak lagi dihormati.
Dalam pendapat Selanjutnya Mc Mullan (1961) mengatakan bahwa akibat tindak tindak
pidana tindak pidana korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak
mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan
untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam
kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat tindak pidana
tindak pidana korupsi diatas adalah sebagai berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan,
gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya
kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya
keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah,
pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat tindak pidana tindak
pidana korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta
memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi
mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
18. menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-
seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi
dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul
berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan
baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan
dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi
publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat
mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi,
yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-
syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah..
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan
ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan
sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada
diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia,
seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun
lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum,
dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996,
pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang
luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
19. pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam
kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa
pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini
memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar
jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
Kesejahteraan umum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaanpemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya
rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-
bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan
sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Bagi Rakyat Miskin
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan
kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang
jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan
negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak
mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut. harga-harga kebutuhan pokok
seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah.
Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama,
masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya
pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena
“duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan
pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk
kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya
negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan
sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin.
Fenomena korupsi terjadi mulai dari pejabat di Pusat (Jakarta), sampai pamong di tingkat desa atau
dusun. Pejabat tidak lagi memiliki kepedulian terhadap masyarakat miskin yang terus menerus
menderita. Pejabat tanpa rasa salah dan malu terus menerus menyakiti hati rakyatnya. Bahkan disaat
Presiden SBY memerangi setan korupsi ini, DPR dengan entengnya justeru meminta Dana Serap
Aspirasi. Ini menjadi bukti dan tanda bahwa korupsi adalah budaya, bukan aib yang memalukan.
Pemerintah yang seharusnya menjadi mandat rakyat untuk memajukan pembangunan dan
mensejahterakan rakyatnya justeru seperti “Antara Ada Dan Tiada “. Masyarakat bingung dan saya
20. sendiri sempat merinding bulu kuduk ketika hampir setiap pagi di berita-berita media eletronik
maupun media cetak tertulis dan tersiar banyak pejabat yang ditahan karena diduga sebagai pelaku
korupsi. Bahkan di kota kita tercinta ini, masih segar dalam ingatan kita yaitu korupsi di tubuh
Dinas Kesehatan Promal melalui pengadaan Alkes.
D. Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Dalam pengurusan surat keterangan diri: diantaranya dalam pembuatan KTP,SIM,KK.
Biasanya diminta biaya yang bervariasi sesuai kecepatan yang diinginkan. Dalam mengurus KTP
misalnya biasanya ada biaya tak terduga dengan dalih sumbangan sukarela sekitar 20 rb s.d 100
rb.Dengan biaya administrasi tersebut pembuatan KTP yang seharusnya tunggu besok bisa jadi
sebentar mas, nanti langsung saja ke kantor kecamatan untuk foto.
2. Mengurus Surat Tanah, biasanya ada biaya siluman sangat besar. Tanpa biaya besar maka
urusan bisa bertahun-tahun. Dalam pengurusan tanah ini sangat banyak terjadi bahwa tanah di
catatkan kepada notaries telah terjadi jual beli dengan harga jauh di bawah harga, dengan tujuan
untuk mengurangi besaran pajak yang harus di bayar.Biaya tambahan sudah di mulai dari saat
pengukuran tanah di lapangan, berlanjut ke RT, Kelurahan, Kecamatan, sampai ke badan
pertanahan.
3. Dalam Perekrutan Tenaga Honor atau CPNS , biasanya cenderung ada kolusi yang terjadi,
terlebih pada saat kewenangan kelulusan ada di pemerintah kabupaten. Dikalimantan saja uang
yang di butuhkan untuk meluluskan seorang berpendidikan SMA bisa mencapai angka di atas 15
Juta, S1 bisa minimal 25 juta. Pada saat kewenangan di pegang propinsi dan terlebih oleh
pemerintah pusat korupsi menurun karena keterbatasan akses dari daerah kepenentu kelulusan di
pusat, hanya pihak tertentu saja yang bisa berkolusi dalam hal kelulusan peserta CPNS.
4. Pada saat pendaftaran Siswa Baru di Sekolah atau Perguruan Tinggi, biasanya ada biaya
tambahan sangat besar dalam proses pendaftaran murid baru. Bayar uang gedung, bayar uang
pakaian, bayar uang buku, bayar uang copy formulir, bayar biaya kegiatan pengenalan lingkungan,
dan banyak lagi biaya-biaya lain. Ditambah lagi jika anak lulus melalui pintu belakang, dalam arti
lulus karena di bantu guru, kepala sekolah, tata usaha dan lain sebagainya orang dalam di
sekolahan, maka biaya akan semakin membengkak, di SD biaya masuk siswa illegal lewat jalan
belakang itu sekitar 1 juta, SMP 2 Juta dan SMA minimal 3 Juta.
21. 5. Pada saat lelang proyek, biasanya selalu terjadi kolusi dalam pelelangan. Diumumkan
terbuka tapi pemenangnya sebenarnya sudah dapat di ketahui sebelum lelang itu sendiri di
lakukan.Pemenang lelang terkadang bukanlah penawar harga terendah tetapi penawar yang bisa
memberikan fee tertinggi kepada panitia lelang dan instansi.
6. Dalam pelaksanaan proyek biasanya sangat banyak korupsi yang bisa terjadi mulai dari
proses lelang, proses pelaksanaan proyek sampai kepada masalah pelaporan.
7. Korupsi dai jalanan, datang dari adanya kesempatan. Yaitu dalam pelanggaran rambu lalu
lintas atau kekurangan surat, terkadang ada juga aparat yang meminta biaya untuk ganti tidak
menilang. Lalu ada juga tukang parkir yang menarik biaya parkir dari jalanan.
8. Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Hal yang demikian ini merupakan contoh korupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya.
Mereka lebih baik menjual sawah, ladang, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya
bisa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitiflah yang mau
melakukan hal semacam itu. Sangat merugikan sekali bagi orang lain dan dirinya sendiri, mereka
tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri.
D. Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Dalam pengurusan surat keterangan diri: diantaranya dalam pembuatan KTP,SIM,KK.
Biasanya diminta biaya yang bervariasi sesuai kecepatan yang diinginkan. Dalam mengurus KTP
misalnya biasanya ada biaya tak terduga dengan dalih sumbangan sukarela sekitar 20 rb s.d 100
rb.Dengan biaya administrasi tersebut pembuatan KTP yang seharusnya tunggu besok bisa jadi
sebentar mas, nanti langsung saja ke kantor kecamatan untuk foto.
2. Mengurus Surat Tanah, biasanya ada biaya siluman sangat besar. Tanpa biaya besar maka
urusan bisa bertahun-tahun. Dalam pengurusan tanah ini sangat banyak terjadi bahwa tanah di
catatkan kepada notaries telah terjadi jual beli dengan harga jauh di bawah harga, dengan tujuan
untuk mengurangi besaran pajak yang harus di bayar.Biaya tambahan sudah di mulai dari saat
pengukuran tanah di lapangan, berlanjut ke RT, Kelurahan, Kecamatan, sampai ke badan
pertanahan.
22. 3. Dalam Perekrutan Tenaga Honor atau CPNS , biasanya cenderung ada kolusi yang terjadi,
terlebih pada saat kewenangan kelulusan ada di pemerintah kabupaten. Dikalimantan saja uang
yang di butuhkan untuk meluluskan seorang berpendidikan SMA bisa mencapai angka di atas 15
Juta, S1 bisa minimal 25 juta. Pada saat kewenangan di pegang propinsi dan terlebih oleh
pemerintah pusat korupsi menurun karena keterbatasan akses dari daerah kepenentu kelulusan di
pusat, hanya pihak tertentu saja yang bisa berkolusi dalam hal kelulusan peserta CPNS.
4. Pada saat pendaftaran Siswa Baru di Sekolah atau Perguruan Tinggi, biasanya ada biaya
tambahan sangat besar dalam proses pendaftaran murid baru. Bayar uang gedung, bayar uang
pakaian, bayar uang buku, bayar uang copy formulir, bayar biaya kegiatan pengenalan lingkungan,
dan banyak lagi biaya-biaya lain. Ditambah lagi jika anak lulus melalui pintu belakang, dalam arti
lulus karena di bantu guru, kepala sekolah, tata usaha dan lain sebagainya orang dalam di
sekolahan, maka biaya akan semakin membengkak, di SD biaya masuk siswa illegal lewat jalan
belakang itu sekitar 1 juta, SMP 2 Juta dan SMA minimal 3 Juta.
5. Pada saat lelang proyek, biasanya selalu terjadi kolusi dalam pelelangan. Diumumkan
terbuka tapi pemenangnya sebenarnya sudah dapat di ketahui sebelum lelang itu sendiri di
lakukan.Pemenang lelang terkadang bukanlah penawar harga terendah tetapi penawar yang bisa
memberikan fee tertinggi kepada panitia lelang dan instansi.
6. Dalam pelaksanaan proyek biasanya sangat banyak korupsi yang bisa terjadi mulai dari
proses lelang, proses pelaksanaan proyek sampai kepada masalah pelaporan.
7. Korupsi dai jalanan, datang dari adanya kesempatan. Yaitu dalam pelanggaran rambu lalu
lintas atau kekurangan surat, terkadang ada juga aparat yang meminta biaya untuk ganti tidak
menilang. Lalu ada juga tukang parkir yang menarik biaya parkir dari jalanan.
8. Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Hal yang demikian ini merupakan contoh korupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya.
Mereka lebih baik menjual sawah, ladang, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya
bisa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitiflah yang mau
melakukan hal semacam itu. Sangat merugikan sekali bagi orang lain dan dirinya sendiri, mereka
tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri.
23. E. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP KORUPTOR
Berdasarkan ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 juga UU No. 20 tahun 2001, jenis
penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut.
a. Pidana Mati : Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
yang dilakukan dalam keadaan tertentu.Pidana penjara : Seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). Dalam UU 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat 1.
b. Pidana Penjara : Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)
3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau
terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
24. 4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
c. Pidana Tambahan : Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak
berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi
dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana.
5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan
sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta
bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi
ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31
tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
F. UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI
Tindak pidana korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan
menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas
yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, tindak
pidana tindak pidana korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Ada beberapa upaya penggulangan tindak pidana tindak pidana korupsi yang ditawarkan
para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam
25. Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi tindak pidana tindak
pidana korupsi sebagai berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah
pembayaran tertentu.
b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan
pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih
organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas
adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d. Bagaimana dorongan untuk tindak pidana tindak pidana korupsi dapat dikurangi ?
dengan jalan meningkatkan ancaman.
e. Tindak pidana korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan
tindak pidana tindak pidana korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum
mungkin, agar beban tindak pidana tindak pidana korupsi organisasional maupun tindak
pidana korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural,
barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk tindak pidana
korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di
atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam tindak
pidana korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain
pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan tindak pidana korupsi harus segera
ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan
korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat,
dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan tindak pidana korupsi sebagai berikut :
a. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab untuk melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
b. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
c. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
d. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak
korupsi.
e. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan
jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
f. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan
berdasarkan sistem “ascription”.
26. g. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah.
h. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur.
i. Sistem budget dikelola oleh pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi,
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
j. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan
pengenaan pajak yang tinggi.
k.
Memberantas Korupsi demi Pembangunan Ekonomi
Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem
pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri
atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup rapat-
rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang
lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai
dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui konstruksi integritas nasional. Tata
pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatanan seperti ini harus
muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harus mendukung
terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan
pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi
hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasan menegakkan kedaulatan hukum dan peraturan.
Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk
melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini penulis akui sangat mudah
dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktu yang cukup lama
untuk membangun pilar-pilar bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugasnya secara
efektif, dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai perilaku yang beresiko sangat tinggi
dengan hasil yang sedikit.
Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar
peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan
masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi demi
mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-nilai moral
yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang menghambat
pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan
terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik
yang dimaksud bukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orang-orang yang berkecimpung
dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik
27. yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat
sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi
digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola
dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara
yang baik. Biasanya resiko politik merupakan hambatan utama dalam melawan gerusan korupsi
terhadap pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, mengapa kesadaran masyarakat sipil
penting?.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi dan pejabat Negara tergantung dengan
suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa
para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang
cerdas secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat Negara yang memiliki
integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah
pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik
pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat diawasi sehingga membentuk integritas nasional
yang alergi korupsi. Ketika Konstruksi Integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasan
sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif.
Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang
memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan menciptakan ruang pembangunan ekonomi
yang potensial. Masyarakat melalui para investor akan memutuskan melakukan investasi yang
sebesar-besarnya karena hambatan ketidakpastian telah hilang oleh bangunan integritas nasional
yang kokoh. Jumlah output barang dan jasa terus meningkat karena kondusifnya iklim investasi di
Indonesia, karena kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang njelimet dan korup telah
diminimalisir, kondisi politik stabil dan terkendali oleh tingginya tingkat kecerdasan sosial-politik
masyarakat sipil.
Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan ekspektasi keuntungan tinggi. Sehingga
dengan begitu pembangunan ekonomi akan memberikan dampak langsung pada pengurangan
jumlah pengangguran dan masyarakat miskin, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masing-
masing daerah, peningkatan GDP dan pemerintah akan mampu membangun sisten jaminan sosial
warganya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang memberikan
dampak langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakat sipil.
1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru,
dan Era Reformasi
a. Orde Lama
Dasar hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
28. Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan
Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan
korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani,
sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku
memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak
kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap
(cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de
Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai
musuh Soekarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai
titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan
dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer
justru melahirkan korupsi ditubuh TNI.
Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang
berhasil.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula,
diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar
Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto,
kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang
kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak
pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
b. Orde Baru
Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
c. Era Reformasi
Dasar hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
ª Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
ª Komisi Pemberantasan Korupsi
ª Kepolisian
ª Kejaksaan
ª BPKP
ª Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW)
2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi
29. Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai
hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang
kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan
pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh
rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap
pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:
¨ Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap
makna KKN
¨ Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN
sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera,
pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
¨ Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan
penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum
yang telah ditentukan dan tegas.
¨ Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat
mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional
lebih independent.
Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen
dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum
tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan
dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan
Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi
merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral
pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah
pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari
pendidikan nasional untuk memberantasnya.
Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga
aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif
dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain
bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
30. nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan
ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive
menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan
discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang prularis dan
multicultural.
4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun
2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi.
Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad
Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR.
a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
x 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus
dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di
Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
x 14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka
menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4
tahun penjara
x 10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI
sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
x 27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan
akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
a UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
a UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
a Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian
penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
a Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK
31. 5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme,
juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti penyogokan,
pemerasan, campur tangan, dan penipuan
a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa
Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan
kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika
diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi
dengan seorang polisi.
c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka
dengan tuduhan korupsi.
d. Mengukur korupsi
Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara secara
alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi. Lembaga
Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga
tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah:
1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara-
negara ini)
2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka
tentang korupsi)
3. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member
sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah
indicator pemerintahan.
6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia
Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut:
1. Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung
kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2. Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
32. 3. Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5. Lemahnya ketertiban hukum
6. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7. Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8. Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke
pemilu
9. Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatut
11. dll.
1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru,
dan Era Reformasi
a. Orde Lama
Dasar hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan
Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan
korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani,
sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku
memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak
kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap
(cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de
Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai
musuh Soekarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai
titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan
dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer
justru melahirkan korupsi ditubuh TNI.
Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang
berhasil.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula,
diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar
33. Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto,
kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang
kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak
pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
b. Orde Baru
Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
c. Era Reformasi
Dasar hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
ª Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
ª Komisi Pemberantasan Korupsi
ª Kepolisian
ª Kejaksaan
ª BPKP
ª Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW)
2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi
Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai
hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang
kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan
pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh
rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap
pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:
¨ Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap
makna KKN
¨ Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN
sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera,
pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
¨ Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan
penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum
yang telah ditentukan dan tegas.
¨ Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat
mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional
lebih independent.
34. Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen
dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum
tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan
dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan
Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi
merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral
pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah
pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari
pendidikan nasional untuk memberantasnya.
Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga
aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif
dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain
bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan
ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive
menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan
discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang prularis dan
multicultural.
4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun
2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi.
Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad
Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR.
a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
x 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus
dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di
Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
35. x 14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka
menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4
tahun penjara
x 10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI
sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
x 27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan
akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
a UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
a UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
a Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian
penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
a Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK
5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme,
juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti penyogokan,
pemerasan, campur tangan, dan penipuan
a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa
Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan
kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika
diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi
dengan seorang polisi.
c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka
dengan tuduhan korupsi.
d. Mengukur korupsi
36. Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara secara
alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi. Lembaga
Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga
tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah:
1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara-
negara ini)
2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka
tentang korupsi)
1. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member
sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah
indicator pemerintahan.
6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia
Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut:
1. Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung
kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2. Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
3. Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5. Lemahnya ketertiban hukum
6. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7. Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8. Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke
pemilu
9. Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatut
11. dll.
7. Dampak Korupsi di Berbagai Bidang
a. Bidang Ekonomi
37. 1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan
menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program
pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami
penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat
merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
3. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan
meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
b. Bidang Kesejahteraan Rakyat
1. Korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang
jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan
pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan keresahan masyarakat.
2. Korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual
maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap
penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan
kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang
utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan
rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan
berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran
dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002)
menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat
ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di
desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional
kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan
pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali
tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga kebutuhan
pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran
bertambah.
Sesungguhnya korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat membahayakan kondisi
perekonomian sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara lain:
38. Pertama, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003),
korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka
mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai 25% Maksudnya, 1 dari 4
perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi
setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia
bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni
Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat
korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002).
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin
pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4
persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin IPK,
GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan kajian empirik
terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak hanya itu. Gupta et al (1998) pun
menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi
yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki
dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami
penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat
merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan
publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan
Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk
layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi
mengalami peningkatan.
Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya
pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan
meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
39. Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52
poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok
kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya
aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok
kaya akibat korupsi.
Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik
individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan
terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan
kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya,
muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar
sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan
tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul
khauf (pakaian ketakutan).
Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat
korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada
korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi:
1. Korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan
proses formal
2. Korupsi dpat memprsulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok.
40. BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan seputar korupsi, dapat diberi kesimpulan yaitu;
1. Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya
diri.
2. Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran.
3. Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan
terhadap pemerintah.
41. DAFTAR PUSTAKA
Exle Drenis, Cristos Kotsogionms, Steve mc cariston (2004)
http://www.perkuliahan.com/makalah-tentang-korupsi/#ixzz1r227cfTY
http://masita18.wordpress.com/2009/04/16/makalah-maraknya-korupsi-di-kalangan-pejabat/
http://my.opera.com/a6us/blog/show.dml/4944371
http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia- tinjauan-
uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi/