Dokumen tersebut membahas tentang pengertian hukum syara', perbedaan antara hukum taklifi dan hukum wadh'i, serta tiga rukun utama hukum syara' yaitu al-Hakim, al-Mahkum 'alaihi, dan al-Mahkum fiihi.
2. POKOK BAHASAN
Pengertian Hukum Syara’
Hukum Taklifi dan Hukum Wadh’i
Perbedaan Hukum Taklifi dan
Hukum Wadh’i
Tiga Rukun Hukum Syara’ :
(1) Al Hakim,
(2) Mahkum alaihi (Mukallaf), (objek hukum)
(3) Mahkum fiihi. (sasaran hukum)
3. Ushul Fiqih adalah metodologi
yang ditempuh mujtahid untuk
menggali hukum syara’ dari
sumber-sumber hukum syara’ (al-
Qur’an, hadits, ijma sahabat, qiyas
syar’i)
5. DEFINISI HUKUM SYARA’
Kata “al hukmu” menurut bahasa,
artinya “al man’u”, yakni mencegah.
Misalnya ungkapan :
حكم
الحصان
،
أي
منع
الحصان
من
اإلنطالق
Hakama al hishan, seseorang
“menghukum” kuda, artinya, dia
mencegah kuda itu dari lari.
M. Husain Abdullah, Al Wadhif fi Ushul Al Fiqh, hlm. 219;
Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami, 1/37
6. DEFINISI HUKUM SYARA’
Definisi lain :
الشرعي الحكم
:
المكل بأفعال المتعلق هللا خطاب هو
فين
الوضع او التخيير او باإلقتضاء
.
Hukum syara’ adalah seruan / firman dari
Allah yang terkait dengan perbuatan-
perbuatan para mukallaf, baik berupa
tuntutan, pemberian pilihan, atau
penetapan sesuatu sebagai pengatur
hukum.
Wahbah Az Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami, Juz I hlm. 38.
7. DEFINISI HUKUM SYARA’
Hukum syara’ menurut istilah ulama ushul fiqih :
الشرعي الحكم
:
بأفعال المتعلق الشارع خطاب هو
الوضع او التخيير او باإلقتضاء العباد
.
Hukum syara’ adalah seruan dari As Syari’
yang terkait dengan perbuatan-perbuatan
hamba, baik berupa tuntutan (iqtidha),
pemberian pilihan (at-takhyir), atau
penetapan (al-wadh’i)
M. Husain Abdullah, Al Wadhif fi Ushul Al Fiqh, hlm. 219; Atha bin Khalil,
Taisir Al Wushul Ila Al Ushul, hlm. 9
8. PENJELASAN DEFINISI HUKUM SYARA’
Hukum syara’ adalah seruan dari As Syari’ yang terkait
dengan perbuatan-perbuatan hamba (manusia), baik
berupa tuntutan (iqtidha), pemberian pilihan (at-takhyir),
atau penetapan (al-wadh’i)
Dalam definisi tersebut dikatakan as-Syâri’, tidak dikatakan
Allah agar bisa mencakup juga Sunnah dan Ijma’, sehingga
tidak ada dugaan bahwa yang dimaksud dengan khithab itu
hanya al-Qur’an saja.
Disebutkan pula (dalam definisi) yang berkaitan dengan
aktivitas hamba (manusia), tidak menggunakan kata mukallaf;
agar bisa mencakup hukum-hukum yang berkaitan dengan
anak kecil dan orang gila. Seperti hukum tentang zakat atas
harta yang dimiliki anak kecil dan orang gila.
10. HUKUM TAKLIFI DAN HUKUM WADH’I
Dari definisi hukum syara’ yang terpilih, yaitu :
الشرعي الحكم
:
العباد بأفعال المتعلق الشارع خطاب هو
الوضع او التخيير او باإلقتضاء
.
“Seruan pembuat syariah (Allah SWT) yg berkaitan dengan
perbuatan manusia, baik berupa tuntutan (iqtidha’), pilihan
(takhyir) ataupun wadhi (penetapan). (An-Nabhani, al-Asnawi,
al-Ghazali )
Maka hukum syara’ itu ada dua bagian :
Pertama, hukum taklifi, yaitu hukum untuk mengatur
perbuatan manusia, dengan hukum berupa tuntutan
(thalab) dan pemberian pilihan (takhyir).
Kedua, hukum wadh’i, yaitu hukum untuk mengatur
hukum taklifi itu. Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ila Al Ushul, hlm. 9
11. HUKUM TAKLIFI DAN
HUKUM WADH’I
Hukum taklifi, meliputi :
(1) tuntutan tegas (thalab jazim), yaitu haram
dan wajib.
(2) tuntutan tidak tegas (thalab ghairu jazim),
yaitu sunnah (mandub) dan makruh.
(3) pemberian pilihan (takhyir), yaitu mubah.
Hukum wadh’i, meliputi 1.sebab, 2.syarat,
3.mani’, 4.sah – batal – fasad serta 5.azimah
– rukhsah.
Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ila Al Ushul, hlm. 9
12. PERBEDAAN HUKUM TAKLIFI
DAN HUKUM WADH’I
Terdapat dua perbedaan utama :
(1) Hukum taklifi merupakan hukum yang
langsung mengatur perbuatan manusia.
Contoh : sholat 5 waktu hukumnya wajib
(hukum taklifi)
Sedang hukum wadh’i, hukum yang
mengatur perbuatan manusia secara tidak
langsung.
Contoh : Wudhu adalah syarat sholat
(hukum wadh’i)
13. PERBEDAAN HUKUM TAKLIFI
DAN HUKUM WADH’I
(2) Hukum taklifi berada dalam kuasa mukallaf
(maqdur lil mukallaf).
Misalnya : wudhu sebagai syarat sholat,
mencuri sebagai sebab hukum potng tangan,
dll.
Sedang hukum wadh’i, kadang dalam kuasa
mukallaf, misalnya wudhu sbg syarat sholat,
Kadang tidak berada dalam kuasa manusia.
Misalnya tergelincirnya matahari sebagai
sebab sholat zhuhur (QS Al Isra` : 78). M. Husain
Abdullah, Al Wadhif fi Ushul Al Fiqh, hlm. 249-250
14. PERBEDAAN HUKUM TAKLIFI
DAN HUKUM WADH’I
TEMA HUKUM TAKLIFI
DAN HUKUM WADH’I
SECARA LEBIH DETAIL
AKAN DIBAHAS DALAM
KULIAH-KULIAH
SELANJUTNYA.
16. PENGERTIAN RUKUN-
RUKUN HUKUM SYARA’
Yang dimaksud pembahasan Rukun-Rukun
Hukum Syara’ (Arkan al hukm as syar’i) adalah
pembahasan tentang :
(1) Al Haakim, yaitu siapa yang berhak membuat
hukum; apakah Allah SWT ataukah manusia?
(2) Al Mahkum ‘alaihi, yaitu membahas siapa
yang menjadi objek hukum (mukallaf)=manusia
yang terkena beban hukum
(3) Al Mahkum fiihi, yaitu membahas apa yang
dihukumi (perbuatan manusia).
17. AL HAAKIM
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul,
bahwa al haakim hanyalah Allah SWT, bukan manusia.
Note : inilah perbedaan mendasar Islam dengan
demokrasi, yang menetapkan manusia sebagai pembuat
hukum
Itulah yang disebut prinsip kedaulatan di tangan rakyat
(the soveregnity belongs to the people).
Prinsip ini bertentangan dengan Aqidah Islam (QS Al
An’aam : 57). “Keputusan hukum itu hanya pada Allah,
Dialah Dzat yang Maha Memutuskan kebenaran,
sedangkan Dialah sebaik-baik Pemberi keputusan”
18. AL HAAKIM
Para ulama menetapkan bahwa al haakim
hanyalah Allah SWT, berdasarkan dua dalil :
Pertama, dalil aqli,
yaitu pembuktian berdasarkan akal bahwa
manusia tidak mungkin mampu menetapkan
hukum untuk mengatur manusia itu sendiri.
Kedua, dalil naqli,
Yaitu dalil-dalil nash Al Qur`an atau As Sunnah
yang mewajibkan manusia berhukum dengan
hukum Allah, atau yang mengharamkan manusia
berhukum dengan selain hukum Allah.
19. AL HAAKIM
DALIL AQLI :
Bahwasanya manusia mempunyai jangkauan
akal yang terbatas.
Akal manusia hanya mampu menjangkau fakta
yang dapat diindera (al waqi’ al mahsus).
Definisi akal : “Proses pemindahan
penginderaan terhadap fakta ke dalam otak
melalui panca indera, yang kemudian
ditafsirkan dengan pengetahuan sebelumnya.”
Lihat kitab At Tafkir karya Taqiyuddin An
Nabhani.
20. AL HAAKIM
Berdasarkan definisi itu, maka akal manusia
tidak mungkin menjangkau suatu perbuatan
dipuji Allah atau dicela Allah.
Bahwa sholat itu dipuji Allah, tidak dapat
dijangkau oleh akal manusia.
Bahwa zina itu dicela Allah, juga tidak dapat
dijangkau oleh akal manusia.
Pujian dan celaan Allah hanya dapat
diketahui lewat wahyu, tak mungkin
diketahui oleh akal secara langsung.
21. AL HAAKIM
DALIL NAQLI :
Banyak sekali nash Al Qur`an atau As Sunnah
yang mewajibkan manusia berhukum dengan
hukum Allah, atau yang mengharamkan
manusia berhukum dengan selain hukum
Allah.
QS An Nisaa` : 59, 65; An Nuur : 63, QS Al
An’aam : 57; dll.
Sabda Rasulullah SAW,”Barangsiapa
melakukan perbuatan yang tidak ada perintah
kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.”
(HR Muslim).
22. AL MAHKUM ALAIHI (objek hukum)
Mahkum alaihi adalah : orang yang perbuatannya terkait
dengan Khitaabus Syaari’. =siapa yang dibebani hukum
(manusia)
Disebut dengan istilah : mukallaf.
Mukallaf sesungguhnya adalah seluruh manusia terkena
beban hukum
Sebab Islam (baik aqidah maupun syariahnya) adalah
risalah untuk seluruh manusia tanpa kecuali.
Kalau Seruan hukum itu pada semua manusia
Lihat QS Al A’raaf : 158; Saba` : 28.
اًعميَج مُكيَلِإ ِ ه
اَّلل ُلسوَر ىّنِإ ُاسّنال اَهُّيَأٰي لُق
Katakanlah (wahai Muhammad): "Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku
adalah Pesuruh Allah kepada kamu semuanya, QS Al A’raaf : 158
اًَذيرن َو اًشيرَب ِ
اسّنلِل ًةهفكا ّ
ّلِإ َكٰنلَسرَأ ما َو
﴿
٢٨
﴾
Dan tiadalah Kami mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan untuk umat
manusia seluruhnya, sebagai Rasul pembawa berita gembira (kepada orang-
orang yang beriman), dan pemberi peringatan (kepada orang-orang yang ingkar)
23. AL MAHKUM ALAIHI (objek
hukum)
Syarat Mukallaf ada dua :
(1) syarat umum mukallaf, maksudnya tidak ada
bedanya untuk muslim maupun non muslim
yaitu ada 3 syarat : berakal, baligh, dan mampu.
(2) syarat khusus mukallaf, yaitu syarat yang
khusus, yaitu keislaman seseorang,
Untuk perbuatan-perbuatan tertentu yang
ditetapkan syara’ , spt shalat, puasa, zakat, haji,
menjadi hakim, dll (lih Ushul Fiqih, Hafidz A,
hal.86)
24. AL MAHKUM FIHI= Apa yang dihukumi,
yaitu Perbuatan manusia
Mahkum fiihi adalah : apa-apa yang
terkait dengan Khithaabus Syari’.
Apa-apa yang terkait dengan Khitaabus
Syari’ adalah : perbuatan manusia.
(af’aal)
Juga benda-benda yang digunakan
manusia dalam memenuhi kebutuhannya
(asy-yaa`).