Dokumen tersebut membahas peran Islam dan berbagai unsur dalam proses integrasi di Nusantara, termasuk peran ulama, pedagang, dan bahasa Melayu dalam menghubungkan dan mengintegrasikan berbagai suku di kepulauan Indonesia.
2. KELOMPOK 10
Rana Rizqa Nabilla R.
Diennisa Izzati T.
Anindya Rizki Oktafia P.
Nurlela
3. ISLAM DAN PROSES INTEGRASI
PERANAN ULAMA DALAM PROSES
INTEGRASI
PERANAN PEDAGANG DALAM PROSES
INTEGRASI
PERANAN BAHASA DALAM PROSES
INTEGRASI
4. PROSES INTEGRASI SOSIAL
PENGERTIAN
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses
penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki
keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana
kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap
kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan
kebudayaan mereka masing-masing.
5. PERANAN ULAMA DALAM PROSES
INTEGRASI
PERANAN ULAMA
Ulama menduduki posisi penting dalam masyarakat Islam. Ulama tidak hanya
sebagai figur ilmuan yang menguasai dan memahami ajaran-ajaran agama, tetapi juga
sebagai penggerak, motivator dan dinamisator masyarakat ke arah pengembangan dan
pembangunan umat. Perilaku ulama selalu menjadi teladan dan panutan. Ucapan ulama
selalu menjadi pegangan dan pedoman. Ulama adalah pelita umat dan memiliki kharisma
terhormat dalam masyarakat. Penerimaan atau penolakan masyarakat terhadap suatu
gagasan, konsep atau program, banyak dipengaruhi oleh ulama.
Peran ulama bukan hanya pada aspek ibadah mahdhah, memberikan fatwa atau
berdoa saja, tetapi juga mencakup berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, dan sebagainya, sesuai dengan komprehensifitas ajaran Islam itu sendiri.
Membatasi peran ulama pada persoalan agama, fatwa dan akhlak saja, merupakan
kekeliruan besar, karena hal itu dipandang sebagai a historis, sebab dalam sejarah peran
ulama sangat luas.
6. Kualitas dan kapasitas keilmuan yang dimiliki para ulama telah
mendorong mereka untuk aktif membimbing masyarakat dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Modal keilmuan dan integritas diri menjadikan ulama
sebagai tokoh sentral yang sampai saat ini paling bisa dipercaya.
Tindakan dan ucapan ulama senantiasa konsisten. Hal subtansial
lainnya dari ulama adalah keihklasan dalam beramal. Sehingga, ketika ia
melakukan tindakan apapun yang mengatasnamakan masyarakat selalu
dimotivasi oleh semangat pengabdian dan dakwah kepada umat.
Agama islam yang masuk dan berkembang di Nusantara
mengajarkan kebersamaan dan mengembangkan toleransi dalam kehidupan
beragama. Islam mengajarkan persamaan dan tidak mengenal kasta-kasta
dalam kehidupan masyarakat. Konsep ajaraan islam memunculkan perilaku
ke arah persatuan dan persamaan derajat. Disisi lain, datangnya pedagang-pedagang
islam di Indonesia mendorong berkembangnya tempat-tempat
perdagangan di daerah pantai. Tempat-tempat perdagangan itu kemudian
berkembang menjadi pelabuhan dan kota-kota pantai. Bahkan kota-kota
pantai yang merupakan bandar dan pusat perdagangan, berkembang menjadi
kerajaan. Timbulnya kerajaan-kerajaan islam menandai awal terjadinya proses
integrasi. Meskipun masing-masing kerajaan memiliki cara dan faktor
pendukung yang berbeda-beda dalam proses integrasinya.
7. PERANAN PEDAGANG DALAM PROSES
INTEGRASI
Pelayaran dan perdagangan antarpulau di kawasan Nusantara merniliki peran
penting dalam proses integrasi bangsa Indonesia. Peranan tersebut dapat dilihat
pada tiga hal penting. Seperti :
1. Menghubungkan Penduduk Satu Pulau Dengan Lainnya.
Dalam pelayaran dan perdagangan, laut memegang peranan yang sangat
penting. Laut digunakan sebagai jalan bebas hambatan yang bisa digunakan oleh
penduduk pulau mana pun. Dengan demikian, laut Nusantara dan selat-selat yang
memisahkan pulau-pulau bukan merupakan pemisah atau pembatas penduduk yang
tinggal di satu pulau dengan penduduk yang tingggal di pulau lainnya. Laut merupakan
jalan penghubung sekaligus sebagai pemersatu penduduk yang tinggal di kepulauan
Nusantara.
2. Proses Percampuran dan Penyebaran Budaya Satu Daerah Terhadap Daerah Lainnya.
Setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, sebagian kegiatan
perdagangan Nusantara dialihkan ke Aceh, Banten, Makasar, Gresik, dan lain-lain. Di
kota-kota tersebut, seperti halnya di Malaka sebelum 1511, terjadi pertemuan antara
berbagai suku bangsa. Dari pertemuan itu, terjadilah pertukaran pengalaman,
pengetahuan, dan adat-istiadat yang berbeda-beda.
8. 3. Percepatan Proses Integrasi Bangsa
Masuknya bangsa Barat (Eropa) di kawasan Nusantara yang
memaksakan monopoli perdagangan, berpengaruh terhadap proses integrasi
bangsa sejak abad ke-16. Hal ini disebabkan oleh dua faktor.
Pertama, melalui perdagangan antarpulau pada zaman kejayaan Islam terjadi
pertukaran budaya, pengalaman, dan pengetahuan yang berasal dari pedagang
yang memiliki latar belakang etnis berbeda-beda tersebut. Mereka melihat
bahwa terdapat persamaan di antara mereka, seperti, agama yang dianut,
budaya, bentuk fisik , dan warna kulit. Mereka melihat bahwa pedagang
Nusantara memiliki persamaan. Persamaan tersebut semakin terasa setelah
dibandingkan dengan agama, warna kulit, dan bentuk fisik pedagang Barat.
Kedua, perasaan sama di antara mereka semakin meningkat setelah sama-sama
dirugikan oleh pendatang Barat melalui politik monopoli, pembatasan,
kekerasan, dan kelicikan. Walaupun secara politis hal itu tidak dibuktikan
dalam tindakan perlawanan bersama, perasaan solidaritas telah memperkuat
aspek ideologis atau moral bahwa monopoli, pemaksaaan kehendak,
kekerasan, dan kelicikan pedagang Barat harus dilawan. Perkembangan
historis dalam aspek pelayaran dan perdagangan tersebut berpengaruh
terhadap proses integrasi bangsa.
9. PERANANA BAHASA DALAM PROSES
INTEGRASI
Bahasa merupakan sarana pergaulan. Bahasa melayu digunakan hampir
di semua pelabuhan-pelabuhan di Kepulauan Nusantara. Bahasa melayu sejak
zaman kuno sudah menjadi bahasa resmi negara Melayu (Jambi). Pada masa
kejayaan kerajaan Sriwijaya, bahasa melayu dijadikan bahasa resmi dan bahasa
ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dalam Prasasi Kedutaan Bukit tahun 683
M, Prasasti Tulang Tuo 684 M, Prasasti Kota kapur tahun 685, dan Prasasti
Karang Berahi tahun 686 M.
Para pedagang di daerah-daerah sebelah timur Nusantara, juga
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Dengan demikian,
berkembanglah bahasa Melayu ke seluruh Kepulauan Nusantara. Pada mulanya
bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa dagang. Akan tetapi lambat laun
bahasa Melayu tumbuh menjadi bahasa perantara dan menjadi lingua franca di
seluruh Kepulauan Nusantara. Di semenanjung Malaka (Malaysia seberang),
pantai timur Pulau Sumatra, pantai barat Pulau Sumatra, Kepulauan Riau, dan
pantai-pantai Kalimantan, penduduk menggunakan bahasa Melayu sebagai
bahasa pergaulan.
10. Masuk dan berkembangnya agama islam, mendorong perkembangan
bahasa Melayu. Buku-buku agama dan tafsir Al-Qur’an juga mempergunakan
bahasa Melayu. Ketika menguasi Malaka, Portugis mendirikan sekolah-sekolah
dengan menggunakan bahasa Portugis, namun kurang berhasil. Pada tahun 1641
VOC merebut Malaka dan kemudian mendirikan sekolah-sekolah dengan
menggunakan bahasa Melayu. Jadi, secara tidak sengaja, kedatangan VOC
mengembangkan bahasa Melayu.