Dokumen tersebut membahas tentang revisi UU ITE dan masa depan demokrasi di Indonesia. Internet dianggap sebagai alat penting untuk transparansi pemerintahan, akses informasi, dan partisipasi masyarakat dalam demokrasi. Namun, beberapa pasal dalam UU ITE seperti pasal pencemaran nama baik, penyebaran kebencian, dan ancaman kekerasan dinilai dapat membatasi kebebasan berekspresi. Hal ini menjadi perhatian mengingat j
2. PERAN
INTERNET
DALAM
DEMOKRASI
Internet
menjadi
instrumen
paling
kuat
dalam
abad
ke-‐21
untuk
meningkatkan
transparansi
dalam
mengawasi
pemerintahan,
memberi
akses
pada
informasi,
dan
juga
memfasilitasi
warga
untuk
berpar;sipasi
dalam
membangun
masyarakat
yang
demokra;s.
Internet
bukan
hanya
memampukan
seseorang
untuk
menggunakan
hak
untuk
berpendapat
secara
bebas,
tetapi
juga
menyuarakan
hak
asasi
manusia
dan
mendorong
kemajuan
masyarakat
ke
arah
yang
lebih
baik.
FRANK
LA
RUE
Pelapor
Khusus
PBB
untuk
Kemerdekaan
Ekspresi
2008-‐2014
Laporan
Frank
La
Rue
16
Mei
2011
hKp://donnybu.com/wp-‐content/uploads/2013/12/G1113201.pdf
3. KERISAUAN
MENGHADAPI
INTERNET
Internet
juga
berperan
untuk
memenuhi
hak
atas
kebenaran.
Tanpa
akses
ke
informasi
yang
memadai
maka
gagasan
akan
transparansi,
akuntabilitas
pejabat
publik,
pemberantasan
korupsi
ataupun
par;sipasi
publik
dalam
proses
penyusunan
kebijakan,
;dak
akan
pernah
terwujud.
Namun
kemajuan
peran
internet
telah
membuat
pemerintah
di
banyak
negara
risau.
Kerisauan
pemerintah
ditunjukkan
dengan
berbagai
;ndakan
untuk
memblokir
konten,
memata-‐matai
(surveillance)
ne;zen
dan
mengiden;fikasi
ak;vis
dan
mengkriminalisasi
pendapat/ekspresi
yang
sah.
FRANK
LA
RUE
Pelapor
Khusus
PBB
untuk
Kemerdekaan
Ekspresi
2008-‐2014
Laporan
Frank
La
Rue
4
September
2013
hKp://donnybu.com/wp-‐content/uploads/2013/12/G1113201.pdf
4. ATURAN
INTERNET
DI
INDONESIA
Internet
di
Indonesia
diatur
dalam
UU
No.
11
Tahun
2008
tentang
informasi
dan
transaksi
elektronik.
Selain
mengatur
mengenai
bisnis
dan
sistem
informasi
online,
juga
memuat
hal-‐hal
yang
dipandang
ilegal
(cybercrime):
• konten
ilegal
seper;:
pornografi,
perjudian,
penghinaan/pencemaran
nama
baik,
penodaan
agama,
pengancaman
(Pasal
27,
28,
29
UU
ITE);
• akses
ilegal
(Pasal
30);
• intersepsi
ilegal
(Pasal
31);
• gangguan
terhadap
data
(data
interference,
Pasal
32
UU
ITE);
• gangguan
terhadap
sistem
(system
interference,
Pasal
33
UU
ITE);
• penyalahgunaan
alat
dan
perangkat
(misuse
of
device,
Pasal
34
UU
ITE);
5. PERSOALAN
DALAM
UU
ITE
Yang
berbenturan
langsung
dengan
kemerdekaan
ekspresi
dan
opini
adalah:
• Pasal
27
(3)
tentang
penghinaan/pencemaran
nama
• Pasal
28
(2)
tentang
penyebaran
kebencian
berdasar
SARA
• Pasal
29
tentang
ancaman
kekerasan/menakut-‐naku;
• Pasal
45
yang
mengatur
mengenai
ancaman
hukuman
pidana
untuk
pasal
27,
28
dan
29
UU
ITE.
Pasal-‐pasal
ini
yang
selanjutnya
akan
disebut
dengan
pasal-‐pasal
karet
di
dalam
UU
ITE.
Jumlah
pengguna
internet
yang
terjerat
pasal
karet
UU
ITE
sejak
tahun
2008
–
November
2015:
118
ne;zen.
(Update
per
hari
ini
14
Desember
2015:
127
ne;zen)
6. TABULASI
CATATAN
KASUS
Terjadi
lonjakan
mulai
tahun
2013
dan
puncaknya
pada
2015,
se;ap
bulan
ada
lebih
dari
4
ne;zen
yang
dijerat
dengan
pasal
karet
UU
ITE.
7. PASAL-‐PASAL
KARET
UU
ITE
Pasal
27
ayat
3
UU
ITE
“Se-ap
Orang
dengan
sengaja
dan
tanpa
hak
mendistribusikan
dan/atau
mentransmisikan
dan/atau
membuat
dapat
diaksesnya
Informasi
Elektronik
dan/atau
Dokumen
Elektronik
yang
memiliki
muatan
penghinaan
dan/atau
pencemaran
nama
baik.”
Persoalan
• Definisi
mendistribusikan
terlalu
luas;
;dak
membedakan
mana
komunikasi
privat
dan
mana
komunikasi
publik,
semua
disamaratakan.
• Kata
mentransmisikan
itu
berar;
melibatkan
pihak
telco
dan
pengembang
• Tidak
semua
penghinaan
dan/atau
pencemaran
nama
baik
menjadi
urusan
negara
lewat
pidana
(pasal
310
KUHP
ada
6
macam
penghinaan)
• Terjadi
duplikasi
hukum
dengan
pasal
310
dan
311
KUHP
sehingga
muncul
ke;dakpas;an
hukum.
8. PASAL-‐PASAL
KARET
UU
ITE
Pasal
28
ayat
2
UU
ITE
"Se;ap
Orang
dengan
sengaja
dan
tanpa
hak
menyebarkan
informasi
yang
ditujukan
untuk
menimbulkan
rasa
kebencian
atau
permusuhan
individu
dan/atau
kelompok
masyarakat
tertentu
berdasarkan
atas
suku,
agama,
ras,
dan
antargolongan
(SARA)."
Persoalan
• Definisi
informasi
terlalu
luas;
harusnya
bisa
dirinci
lewat
media
pamflet,
berita,
pidato
ataupun
siaran
yang
berisi
kebencian.
• Duplikasi
hukum
dengan
pasal
156
KUHP
dan
UU
No.
40
Tahun
2008
tentang
Penghapusan
Diskriminasi
Ras
dan
Etnis.
• Pasal
ini
malah
digunakan
untuk
menjerat
orang
yang
berbeda
keyakinan
dan
agama
dengan
anggapan
pernyataannya
merupakan
kebencian
kepada
agama
tertentu.
9. PASAL-‐PASAL
KARET
UU
ITE
Pasal
29
UU
ITE
“Se;ap
Orang
dengan
sengaja
dan
tanpa
hak
mengirimkan
Informasi
Elektronik
dan/atau
Dokumen
Elektronik
yang
berisi
ancaman
kekerasan
atau
menakut-‐naku;
yang
ditujukan
secara
pribadi.”
Persoalan
Sifat
subyek;f
tafsiran
dari
ancaman
kekerasan
dan
menakut-‐naku;
yang
bisa
menimbulkan
ke;dakpas;an
hukum.
10. PASAL-‐PASAL
KARET
UU
ITE
Pasal
45
UU
ITE
“se;ap
orang
yang
memenuhi
unsur
sebagaimana
dimaksud
dapat
dipidana
penjara
paling
lama
6
(enam)
tahun
dan/atau
denda
paling
banyak
Rp
1.000.000.000,00
(satu
milyar
rupiah)”
Persoalan
• Tidak
hadirnya
pengacara
saat
pemeriksaan,
padahal
seseorang
yang
diancam
pidana
di
atas
5
tahun
penjara,
wajib
mendapat
bantuan
hukum.
• Karena
ancaman
pidana
di
atas
5
tahun
penjara,
maka
sesuai
Pasal
1
angka
21
KUHAP
seorang
tersangka
bisa
ditahan
karena
memenuhi
syarat
obyek;f
dan
syarat
subjek;f;
ditahan
bisa
mencapai
100
hari.
• Ancaman
pidana
dan
denda
KUHP
karena
pencemaran
diancam
dengan
pidana
penjara
paling
lama
sembilan
bulan
atau
pidana
denda
paling
banyak
empat
ribu
lima
ratus
rupiah.
13. STATUS
KASUS
PASAL
KARET
40%
11%
5%
8%
32%
4%
2008
–
NOV
2015
Mediasi
Bersalah
Bebas
Sidang
Tidak
Jelas
Somasi
Mediasi
46
Bersalah
13
Bebas
6
Sidang
10
Tidak
Jelas
38
Somasi
5
15. FENOMENA
DEMOKRASI
KEBABLASAN?
Banyaknya
yang
terjerat
bukan
demokrasi
kebablasan.
Namun
memperlihatkan
sekarang
ini
masyarakat
sedang
menggunakan
internet
untuk
melakukan
counter-‐power,
kontestasi
kekuasaan
dengan
negara,
agama,
dan
oligark.
Kekuasaan,
dalam
pandangan
Manuel
Castells
(2012),
diejawantahkan
melalui
kekuatan
paksa
atau
alat
koersi
berupa
monopoli
kekerasan
melalui
kontrol
negara
dan
melalui
konstruksi
makna
dalam
pikiran
masyarakat
melalui
manipulasi
simbolik.
Internet
secara
langsung
mempengaruhi
konstruksi
makna
dan
produksi
relasi-‐relasi
kekuasaan.
Dengan
internet
terjadi
“mass
self-‐
communica;on”
–
penggunaan
Internet
dan
jaringan
wireless
sebagai
plajorm
dari
komunikasi
digital
–
sehingga
produksi
pesan
dilakukan
secara
otonom
dan
sulit
dikontrol
oleh
pemerintah
atau
korporasi.
16. KEMUNCULAN
DEMOKRASI
DIGITAL
Karena
media
massa
dikontrol
oleh
pemerintah
dan
korporasi
media,
dalam
masyarakat
jejaring
(network
society)
komunikasi
otonom
terjadi
dalam
jaringan
Internet
(Internet
network)
dan
dalam
plajorm-‐plajorm
komunikasi
wireless.
Terjadi
perluasan
ruang
publik-‐sosial
poli;k
ke
cyberspace
(dari
wilayah
offline
meluas
ke
wilayah
online)
Internet
memberikan
kesempatan
setara
bagi
warga
untuk
terlibat
dan
berpar;sipasi.
Ada
;ga
dimensi
keterlibatan
warga:
1. pengetahuan
poli;k
2. kepercayaan
poli;k
3. par;sipasi
poli;k
17. ANCAMAN
DEMOKRASI
DIGITAL
Defamasi/
Penodaan/
Ancaman/
Pornografi
Balas
Dendam/
Barter
Kasus
An;-‐Demokrasi:
Membungkam
Kri;k/Shock
Therapy
18. KRIMINALISASI
EKSPRESI
YANG
LEGAL
Yang
diadukan:
Ar;s,
Ak;vis,
Pegawai
Negeri
Sipil,
Ibu
Rumah
Tangga,
Mo;vator,
Mahasiswa,
Advokat,
Budayawan,
Sosiolog,
Karyawan,
Poli;si,
Penulis,
Sastrawan,
Perawat,
Wartawan,
Ustad,
Tukang
Sate,
Pengamat,
Jurnalis
Yang
mengadu:
1. Pejabat
publik
(Kepala
daerah,
kepala
instansi
/
departemen)
2. Kalangan
profesi
(dokter,
jaksa,
poli;si)
3. Kalangan
berpunya
(pemilik
perusahaan,
pimpinan/
manajer)
4. Sesama
warga
(statusnya
setara)
19. POLA
PEMIDANAAN
PASAL
KARET
Dari
pencatatan
Safenet
dan
monitoring
persidangan
yang
diiku;
oleh
Safenet,
paling
;dak
ada
4
macam
pola
yang
ditemukan,
yaitu:
1. Balas
Dendam
2. Barter
Kasus
Hukum
Lain
3. Membungkam
Kri;k
4. Shock
Therapy
21. DAMPAK
PASAL
KARET
Efek
Jeri
Siapapun
yang
pernah
merasakan
terjerat
UU
ITE
akan
mengalami
efek
jeri/chilling
effect
yang
berakibat
dirinya
merasa
takut
untuk
mengungkapkan
pendapatnya
lagi.
Krisis
Narasumber
Kri;s
Di
Makassar
sejak
2013
terindikasi
krisis
yang
melanda
narasumber
kri;s
karena
mereka
memilih
menolak
bicara
di
media
lagi.
Penutupan
Media
&
Kekerasan
Jurnalis
Di
Aceh
awal
tahun
2015,
media
tandingan
memilih
untuk
menghen;kan
kegiatannya
setelah
dituntut
oleh
gubernurnya
sendiri.
22. KASUS
DONNY
ISWANDONO
Awal
September
2013,
Donny
Iswandono,
penggerak
dan
pemimpin
redaksi
media
online
Nias-‐Bangkit.com
(NBC)
dituntut
pencemaran
nama
terkait
pemberitaan
korupsi
di
Nias
Selatan
oleh
Idealisman
Dachi.
Menurut
Donny,
NBC
sudah
mencoba
dan
berusaha
mengkonfirmasi
ke
Bupa;
Nias
Selatan
atas
adanya
aksi
unjuk
rasa
yang
dilakukan
di
KPK,
tetapi
;dak
mendapatkan
respon.
Pihak
Nias
Bangkit
juga
sudah
berupaya
meminta
konfirmasi
kepada
Bupa;,
tetapi
tak
pernah
mendapat
tanggapan.
27. TENGGAT
PROLEGNAS
2015
Hingga
Senin,
14
Desember
2015,
naskah
revisi
UU
ITE
versi
pemerintah
ini
belum
masuk
ke
Baleg
DPR
karena
masih
menunggu
Supres
Presiden.
Hari
Jumat,
18
Desember
2015,
DPR
sudah
reses
lagi.
Meskipun
belum
masuk
Baleg
DPR
dan
dibahas,
namun
jelas
dalam
dapar
Prolegnas
2016,
pembahasan
Revisi
UU
ITE
belum
ada.
Isi
revisi
UU
ITE
versi
pemerintah
masih
jauh
dari
harapan
karena
mempertahankan
pasal-‐pasal
karet
UU
ITE
yang
an;-‐demokrasi.
28. Damar
Juniarto
Pendiri
Forum
Demokrasi
Digital
www.demokrasidigital.net
Mobile/Whatsapp:
08990066000
E-‐mail:
damar.juniarto@gmail.com