Pendidikan kelas khusus bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan yang sesuai kepada siswa berkebutuhan khusus. Pendidikan ini memiliki fungsi preventif untuk mencegah hambatan belajar, fungsi kompensasi untuk mengkompensasi kekurangan siswa, dan fungsi intervensi untuk memberikan intervensi pada masalah-masalah tertentu. Prinsip-prinsipnya mencakup kasih sayang, layanan individual, kesiapan, keperaga
Adab bjjkkkkkkk gggggggghhhhywq dede dulu ya itu yg kamu
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
1. HAKIKAT DAN FUNGSI PENDIDIKAN KELAS KHUSUS
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Mata Kuliah Pembelajaran Kelas Khusus
Dosen Pengampu: Drs. Suripto, M.Si.
Disusun oleh:
DEDY WIRANTO
11024150010
ROMBEL 2
KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena itu,
untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan
lingkungan belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem
penilaian, sarana dan prasarana serta yang tidak kalah pentingnya adalah
tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan
peserta didik.
Seiring dengan perjalanan kehidupan sosial bermasyarakat, ada
pandangan bahwa mereka anak-anak penyandang dissabilitas dianggap
sebagai sosok individu yang tidak berguna, bahkan perlu diasingkan.
Namun, seiring dengan perkembangan peradaban manusia, pandangan
tersebut mulai berbeda. Keberadaannya mulai dihargai dan memiliki hak
yang sama seperti anak normal lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang
diharapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dapat disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan
sebenarnya kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh
layanan pendidikan yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa anak-
anak berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan yang sama dengan
anak-anak normal lainnya dalam pendidikan. Hanya saja, jika ditinjau dari
sudut pandang pendidikan, karena karakteristiknya yang berbeda dengan
anak normal pada umumnya menyebabkan dalam proses pendidikannya
mereka membutuhkan layanan pendekatan dan metode yang berbeda
dengan pendekatan khusus.
Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat kebijaksanaan
pendidikan mengupayakan program pemerataan pendidikan dengan
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu
kebijaksanaan pemerintah dalam mengupayakan pendidikan yang bisa
dinikmati oleh setiap warga negara agar memperoleh pendidikan tanpa
memandang anak berkebutuhan khusus dan anak normal agar bisa
bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas untuk
masa depan hidupnya.
1
4. Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup
semua jenis media pendidikan untuk semua peserta didik termasuk
didalamnya anak berkebutuhan khusus, seperti: Tunanetra, Tunarungu,
Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tuna Wicara, Tunaganda, HIV/AIDS,
Gifeted, Talented, Kesulitan Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban
Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain sebagainya.
Dengan dilatarbelakangi hal tersebut maka dirasa perlu untuk
mempelajari lebih mendalam tentang kajian pendidikan khusus dengan
mengetahui hakikat dan fungsi pendidikan khusus untuk anak
berkebutuhan khusus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pengertian pendidikan kelas khusus?
2. Bagaimana hakikat anak berkebutuhan khusus bagi anak berkebutuhan
khusus?
3. Apa prinsip-prinsip dalam upaya mendidik anak berkebutuhan khusus?
4. Apa fungsi pendidikan kelas khusus?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sbagai berikut:
1. Mengetahui pengertian pendidikan kelas khusus
2. Memahami hakikat anak berkebutuhan khusus bagi anak berkebutuhan
khusus
3. Mengetahui prinsip-prinsip dalam upaya mendidik anak berkebutuhan
khusus
4. Memahami fungsi pendidikan kelas khusus
2
5. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Kelas Khusus
Pendidikan berkebutuhan khusus merupakan konsep atau pendekatan
pendidikan yang berusaha menjangkau semua individu tanpa terkecuali
(Herawati, 2016). Dalam Permendiknas No 70 Tahun 2009 menyebutkan
bahwa pendidikan berkebutuhan khusus merupakan sistem
penyelenggarakan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya.
B. Hakikat Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental, maupun karakteristik
perilaku sosialnya, tidak sama dengan mendidik anak normal, sebab selain
memerlukan pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi khusus
(Herawati, 2016). Melalui pendendekatan dan strategi khusus diharapkan
anak berebutuhan khusus :
a. Menerima kondisinya
b. Dapat melakukan sosialisasi dengan baik
c. Mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya
d. Memiliki kemampuan yang sangat dibutuhkan
e. Menyadari sebagai warga Negara dan anggota masyarakat
C. Prinsip-Prinsip Dalam Upaya Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam Utina (2014: 75) menyebutkan bahwa anak-anak yang
berkebutuhan khusus, memerlukan suatu metode pembelajaran yang
sifatnya khusus. Suatu pola gerak yang bervariasi, diyakini dapat
meningkatkan potensi peserta didik dengan kebutuhan khusus dalam
kegiatan pembelajaran (berkaitan dengan pembentukan fisik, emosi,
sosialisasi, dan daya nalar). Esensi dari pola gerak yang mampu
meningkatkan potensi diri anak berkebutuhan khusus adalah kreativitas.
3
6. Selain itu, pengembangan prinsip-prinsip pendekatan secara khusus, yang
dapat dijadikan dasar dalam upaya mendidik anak berkelainan, antara lain
sebagai berikut:
1. Prinsip Kasih Sayang.
Prinsip kasih Sayang pada dasarnya adalah menerima mereka
sebagaimana adanya, dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani
hidup dan kehidupan dengan wajar, seperti layaknya anak normal
lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk mereka: (a)
tidak bersikap memanjakan, (b) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap
kebutuhannya, dan (c) memberikan tugas yang sesuai dengan
kemampuan anak.
2. Prinsip Layanan Individual
Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu
mendapatkan porsi yang besar, sebab setiap anak berkelainan dalam
jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, upaya
yang perlu dilakukan untuk mereka selama pendidikannya: (a) jumlah
siswa yang dilayani guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam setiap
kelasnya, (b) pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat
fleksibel, (c) penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga
guru dapat menjangkau semua siswanya dengan mudah, dan (d)
modifikasi alat bantu pengajaran.
3. Prinsip Kesiapan
Untuk menerima suatu pelajaran tertentu diperlukan kesiapan.
Khususnya kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan
diajarkan, terutama pengetahuan prasyarat, baik prasyarat pengetahuan,
mental dan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelajaran
berikutnya. Contoh, anak tunagrahita sebelum diajarkan pelajaran
menjahit perlu terlebih dahulu diajarkan bagaimana cara menusukkan
jarum. Contoh lain anak berkelainan secara umum mempunyai
kecenderungan cepat bosan dan cepat lelah apabila menerima pelajaran.
Oleh karena itu guru, dalam kondisi ini tidak perlu member pelajaran
baru, melainkan mereka diberikan kegiatan yang menyenangkan dan
rileks, setelah segar kembali guru baru dapat melanjutkan memberikan
pelajaran.
4
7. 4. Prinsip Keperagaan
Kelancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung oleh
penggunaan alat peraga sebagai medianya. Selain mempermudah guru
dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat peraga sebagai media
pembelajaran pada anak berkelainan, yakni mempermudah pemahaman
siswa terhadap materi yang disajikan guru. Alat peraga yang digunakan
untuk media sebaiknya diupayakan menggunakan benda tiruan atau
minimal gambarnya. Misalnya mengenalkan macam binatang pada anak
tunarungu dengan cara anak disuruh menempelkan gambar-gambarnya
di papan flannel lebih baik daripada guru bercerita di depan kelas. Anak
tunanetra yang diperkenalkan sosok buah belimbing, maka akan lebih
baik jika dibawakan benda aslinya daripada tiruannya, sebab selain
anak dapat mengenal bentuk dan ukuran, juga dapat mengenal rasanya.
5. Prinsip Motivasi
Prinsip motivasi ini lebih menitikberatkan pada cara mengajar dan
pemberian evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak yang
berkelainan. Contoh, bagi anak tunanetra, mempelajari orientasi dan
mobilitas yang ditekankan pada pengenalan suara binatang akan lebih
menarik dan mengesankan jika mereka diajak ke kebun binatang. Bagi
anak unagrahita, untuk menerangkan makanan empat sehat lima
sempurna, barangkali akan lebih menarik jika diperagakan bahan
aslinya kemudian diberikan kepada anak untuk dimakan, daripada
hanya berupa gambargambar saja.
6. Prinsip Belajar dan Bekerja Kelompok
Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah
satu dasar mendidik anak berkelainan, agar mereka sebagai anggota
masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungannya, tanpa
harus merasa rendah diri atau minder dengan orang normal. Oleh
karena itu, sifat egosentris atau egoistis pada anak tunarungu karena
tidak menghayati perasaan, agresif, dan destruktif pada anak tunalaras
perlu diminimalkan atau dihilangkan melalui belajar dan bekerja
kelompok. Melalui kegiatan tersebut diharapkan mereka dapat
memahami bagaimana cara bergaul dengan orang lain secara baik dan
wajar.
7. Prinsip Ketrampilan
Pendidikan ketrampilan yang diberikan kepada anak berkelainan, selain
berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi, juga dapat dijadikan
sebagai bekal dalam kehidupannya kelak. Selektif berarti untuk
5
8. mengarahkan minat, bakat, ketrampilan dan perasaan anak berkelainan
secara tepat guna. Edukatif berarti membimbing anak berkelainan untuk
berpikir logis, berperasaan halus dan kemampuan untuk bekerja.
Rekreatif berarti unsure kegiatan yang diperagakan sangat
menyenangkan bagi anak berkelainan. Terapi berarti aktivitas
ketrampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana habilitasi
akibat kelainan atau ketunaan yang disandangnya.
8. Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap
Secara fisik dan psikis sikap anak berkelainan memang kurang baik
sehingga perlu diupayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik
serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain. Misalnya blindism pada
tunanetra, yaitu kebiasaan menggoyang-goyangkan kepala ke kiri-
kanan, atau menggoyang-goyangkan badan secara tidak sadar, atau
anak tunarungu memiliki kecenderungan rasa curiga pada orang lain
akibat ketidakmampuannya menangkap percakapan orang lain, dan
lain-lain.
D. Fungsi Pendidikan Kelas Khusus
Dalam Alimin (2010) dijelaskan bahwa pendidikan kebutuhan khusus
sebagai disiplin ilmu mempunyai tiga fungsi yaitu: (1) Fungsi preventif,
(2) Fungsi kompensasai, (3) Fungsi intervensi. Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
1. Fungsi Preventif
Fungsi preventif adalah upaya pencegahan agar tidak muncul
hambatan belajar dan hambatan perkembangan akibat dari kebutuhan
khusus tertentu. Hambatan belajar pada anak dapat disebabkan oleh
tiga faktor yaitu: (a) akibat faktor lingkungan. Seorang anak dapat
mengalami hambatan belajar karena bisa disebabkan oleh kurikulum
yang terlalu padat, kesalahan guru dalam mengajar, anak yang
terpaksa harus bekerja mencari nafkah, trauma karena bencana
alam/perang, anak yang diperlakukan kasar di rumah dsb. Fungsi
preventif pendidikan kebutuhan khusus adalah mencegah agar faktor-
faktor lingkungan tidak menyebabkan munculnya hambatan belajar,
(b) akibat faktor dari dalam diri anak itu sendiri. Misalnya seorang
anak yang kehilangan fungsi penglihatan atau kehilangan fungsi
pendengaran yang dibawa sejak lahir, kondisi seperti itu dipandang
sebagai hambatan belajar yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri.
Fungsi preventif pendidikan kebutuhan khusus dalam hubungannya
dengan kondisi seperti ini adalah mencegah agar kehilangan fungsi
6
9. penglihatan atau pendengaran itu tidak berdampak buruk dan lebih
luas kepada aspek-aspek perkembangan dan kepribadian anak, (c)
interaksi antara faktor lingkungan dan faktor dari dalam diri anak.
Misalnya seorang anak yang kehilangan fungsi pendengaran dan
secara bersamaan anak ini hidup dalam lingkungan keluarga yang
tidak memberikan kasih sayang yang cukup, sehingga anak ini
mengalami hambatan belajar yang disebabkan oleh faktor dirinya
sendiri (kehilangan fungsi pendengaran) dan akibat faktor eksternal
lingkungan.
Fungsi preventif pendidikan kebutuhan khusus dalam konteks seperti
ini adalah melokalisir dampak dari kehilangan fungsi pendengaran dan
secara bersamaan menciptakan lingkungnan yang dapat memenuhi
kebutuhan anak akan kasih sayang yang mungkin tidak diperoleh di
lingkungan keluarganya.
2. Fungsi Intervensi
Kata intervensi dapat diartikan sebagai upaya menangani hambatan
belajar dan hambatan perkembangan yang sudah terjadi pada diri
anak. Misalnya seorang anak mengalami gangguan dalam
perkembangan kecerdasan/kognitif sehingga ia mengalami kesulitan
dalam belajar secara akademik. Fungsi intervensi pendidikan
kebutuhan khusus adalah upaya menangani anak agar dapat mencapai
perkembangan optimum sejalan dengan potensi yang dimilikinya.
Contoh lain, seorang anak yang mengalami gangguan dalam
perkembangan motorik (misalnya: cerebral palsy). Akibat dari
gangguan motorik ini anak dapat mengalami kesulitan dalam bergerak
dan mobilitas, sehingga akitivitasnya sangat terbatas. Fungsi
intervensi pendidikan kebutuhan khusus dalam konteks ini adalah
menciptakan lingkungan yang memungkin anak dapat belajar secara
efektif, sehingga dapat mencapai perkembangan optimum sejalan
dengan potensi yang dimilikinya.
Dengan kata lain fungsi intervensi tidak dimaksudkan supaya anak
yang mengalami kehilangan fungsi pendengaran agar dapat
mendengar, tetapi dalam keadaan tidak dapat mendengar mereka tetap
dapat belajar, bekerja dan hidup secara wajar bersama dengan orang
lain dalam lingkungannya. Inilah yang disebut dengan coping, artinya
anak dapat berkembang optimum dengan kondisi yang dimilikinya.
3. Fungsi Kompensasi
7
10. Pengertian kompensasi dalam kontek pendididikan kebutuhan khusus
diartikan sebagai upaya pendidikan untuk menggantikan fungsi yang
hilang atau mengalami hambatan dengan fungsi yang lain. Seorang
anak yang kehilangan fungsi penglihatan akan sangat kesulitan untuk
belajar atau bekerja jika berhubungan dengan penggunaan fungsi
penglihatan. Oleh karena itu kehilangan fungsi penglihatan dapat
dialihkan/dikompensasikan kepada fungsi lain misalnya perabaan dan
pendengaran. Salah satu bentuk kompensasi pada orang yang
kehilangan penglihatan adalah pengunaan tulisan braille. Seorang
tunanetra akan dapat membaca dan menulis dengan menggunakan
fungsi perabaan.
Seorang yang kehilangan fungsi pendengaran akan mengalami
kesulitan dalam perkembangan keteramilan berbahasa, dan oleh sebab
itu akan terjadi hambatan dalam interaksi dan komunikasi. Bentuk
kompensasi dari adanya hambatan dalam interaksi dan komunikasi
pada orang yang kehilangan fungsi pendengaran adalah pengunaan
bahasa isyarat. Dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
isyarat fungsi penglihatan sangat berperan sebagai kompensasi dari
fungsi pendengaran.
Contoh lain jika di sekolah ada seorang anak yang mengalami
hambatan dalam penggunaan fungsi motorik, ia akan sangat
mengalami kesulitan dalam hal menulis. Ketika misalnya anak
tersebut akan mengikuti ujian maka dapat dilakukan tindakan
kompensasi dengan tidak mengikuti ujian secara tertulis melainkan
dengan ujian lisan. Dalam hal aktivitas belajar, anak itu tidak dituntut
untuk mencatat apa yang mereka pelajari tetapi dapat menggunakan
cara lain misalnya menggunakan tape recorder atau apa yang akan
dijelaskan oleh guru diberikan dalam bentuk teks.
Melalui upaya kompensasi, anak akan tetap dapat mengikuti akitivtas
belajar seperti yang dilakukan oleh anak lainya dengan cara-cara yang
dimodifikasi dan diseuiakan dengan mengganti fungsi yang hilang/
tidak berkembang dengan fungsi lainnya yang masih utuh.
BAB III
8
11. PENUTUP
A. Simpulan
Anak Berkebutuhan Khusus adalah individu yang seharusnya
mendapatkan hak belajar yang sama dengan anak-anak normal lainnya.
Hal ini ditegaskan dalam UU RI yang menyatakan bahwa: Setiap warga
Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu (ayat1); Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus (ayat 2);
Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus (ayat 3).
Dengan demikian anak-anak yang memiliki keterbatasan, bisa
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, dan tentunya hal ini
tidak lepas dari keterlibatan yang harmonis antara pemerintah, guru,
masyarakat dan orangtua. Anak-anak yang memiliki keterbatasan ini
bukanlah anak-anak “aneh” yang hanya dijadikan tontonan atau anak-anak
yang di “nomor duakan” dalam mengenyam pendidikan, yang sebenarnya
sudah menjadi haknya sebagai manusia.
Dengan memberikan kesempatan bagi anak-anak yang berkebutuhan
khusus untuk bergaul dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya,
baik itu di lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat akan
menumbuhkan harga diri dan motivasi untuk terus menggali bakat dan
mengembangkan kemampuannya seperti halnya anak-anak yang normal.
Mereka membutuhkan pendampingan dari orang dewasa untuk menuntun
mereka kearah kehidupan yang lebih baik.
B. Saran
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sekolah inklusif sehingga
anak yang berkebutuhan khusus yang berbakat dapat menyakurkan bakat
mereka. Pemerintah juga harus mensosialisasikan adanya sekolah inklusif
agar sekolah inklusif diketahui keberadaanya, dan masyarakat tidak lagi
meremehkan sekolah inklusif bahwa anak-anak inklusif juga bisa
berprestasi layaknya anak normal.
DAFTAR PUSTAKA
9
12. Alimin, Z. 2010. Reorientasi Pendidikan Khusus/Plb (Special Education)
Ke Pendidikan Kebutuhan Khusus (Special Needs Eucation) Usaha
Mencapai Pendidikan Untuk Semua. Jurnal Asesmen dan Intervensi
Anak Berkebutuhan Khusus, 3 (1), 52-63.
Herawati, N. 2016. Pendidikan Inklusif. Received from
http://ejournal.upi.edu/index.php/eduhumaniora/article/viewFile/27
55/1795. Diunduh pada 9 Maret 2017 pukul 07.48 WIB.
Utina, S. 2014. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam. 2(1), 72-78.
10