Materi Narasumber Inspektur Investigasi Inspektorat Jenderal Kemdikbudristek.pdf
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
IMPLEMENTASI
PERMENDIKBUDRISTEK NOMOR 30 TAHUN 2021
UNTUK MENCIPTAKAN RUANG AMAN DI KAMPUS DALAM
MENDUKUNG MBKM (MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA)
Lindung Saut Sirait, S.E., Ak., M.Si.
Inspektur Investigasi Itjen Kemendikbudristek & Ketua Pokja Penanganan Kekerasan
Bidang Pendidikan Kemendikbudristek
LLDIKTI WILAYAH VII
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
TRANSFORMASI PENDIDIKAN - KEBIJAKAN MERDEKA BELAJAR
Episode 1: Kebijakan USBN, UN, RPP
dan PPDB
Episode 2: Kampus Merdeka
Episode 3: Dana BOS Reguler
Episode 4: Program Organisasi
Penggerak
Episode 5: Guru Penggerak
Episode 6: Transformasi Dana
Pemerintah Untuk Pendidikan Tinggi
Episode 7: Program Sekolah Penggerak
Episode 8: SMK Pusat Keunggulan
Episode 9: KIP-Kuliah Merdeka
Episode 10: Perluasan Program
Beasiswa LPDP
Episode 11: Kampus Merdeka Vokasi
Episode 12: Sekolah Aman Berbelanja
Bersama SIPLah
Episode 13: Merdeka Berbudaya dengan Kanal
Indonesiana
Episode 14: Pencegahan Kekerasan
Seksual
Episode 15: Kurikulum Merdeka dan
Platform Merdeka Belajar
Episode 16: Akselerasi dan Peningkatan
Pendanaan PAUD dan Pendidikan Kesetaraan
Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah
Episode 18: Merdeka Berbudaya dengan Dana
Indonesiana
Episode 19: Rapor Pendidikan Indonesia
1. Memenuhi hak setiap warga
negara Indonesia atas
pendidikan tinggi yang aman
2. Memberikan kepastian hukum
bagi perguruan tinggi
3. Mengedukasi isu kekerasan
seksual, victim blaming, serta
perlindungan kepada korban
2
Episode 20: Praktisi Mengajar
Episode 20: Praktisi Mengajar
Episode 21: Dana Abadi Perguruan
Tinggi
Episode 22: Transformasi seleksi PTN
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
5
Kampus Merdeka VS Kekerasan Seksual
Terciptanya Kampus Merdeka melalui program MBKM memunculkan permasalahan baru terutama
Kekerasan Seksual antar civitas akademika. Permasalahan tersebut dapat diminimalisir apabila
Perguruan Tinggi dapat mengidentifikasi Faktor-faktor risiko yang akan timbul.
Contoh Risiko
Munculnya culture
shock
Kurangnya
pemahaman/edukasi
terhadap Kekerasan
Seksual
Tidak adanya kanal
pengaduan
Relasi kuasa /
senioritas
Terdapat Blind Spot di
lingkungan perguruan
tinggi
Kegiatan Tri Dharma
PT diluar kampus
tanpa ijin dan
pengawasan kampus
Kampus tidak
menyediakan sarana
konsultasi
Dampak
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Kekerasan telah didefinisikan dalam Permendikbud 82/2015, sementara kekerasan seksual dalam
Permendikbudristek 30/2021. Selain itu, terdapat beberapa UU yang dapat digunakan untuk menjangkau
tindak kekerasan dan kekerasan seksual.
Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik,
psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar
yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan yang
terjadi di lingkungan satuan pendidikan dan mengakibatkan
ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka/cedera, cacat, dan
atau kematian.
(Permendikbud 82/2015 Ps 1)
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan,
menghina, melecehkan, dan/ atau menyerang tubuh, dan/atau
fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa
dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan
psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan
reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan
pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
(Permendikbud 30/2021 Ps 1)
KUHP BAB IV
Kejahatan terhadap Tubuh
(Pasal 289 s/d 296)
UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE
Pasal 27 Ayat 1
mengatur pelarangan dalam hal
penyebaran Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
yang melanggar kesusilaan.
UU Nomor 44 Tahun 2008
Tentang Pornografi
Definisi
UU
7
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Sebelum lahirnya UU TPKS Indonesia belum memiliki UU yang dapat menangani
permasalahan kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi
8
Keterbatasan UU dalam menangani isu kekerasan
seksual antara lain:
3
Tidak Mengenali Kekerasan Berbasis
Gender Online (KBGO)
Hanya Mengenali Bentuk Perkosaan
dan Pencabulan
Makna “Pencabulan” yang Multitafsir
Usia di atas 18 tahun
Belum atau tidak menikah
Tidak terjerat sindikat perdagangan
manusia
UU PA (Perlindungan
Anak)
Hanya membantu korban
kekerasan seksual
berusia dibawah 18
tahun
UU PKDRT
(Penghapusan
Kekerasan Dalam
Rumah Tangga)
Hanya membantu korban
kekerasan di dalam
institusi pernikahan
UU TPPO (Tindak Pidana
Perdagangan Orang)
Hanya membantu korban
kekerasan seksual yang
terjerat sindikat
perdagangan manusia
KUHP (Bab XIV
Kejahatan Terhadap
Kesusilaan) :
Tidak mengenali
kekerasan seksual
berbasis online dan
Hanya mengenal
perkosaan dan
pencabulan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual di Perguruan Tinggi
Solusi untuk kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi
Permen PPKS adalah salah
satu upaya untuk memenuhi
hak setiap WNI atas
pendidikan tinggi yang aman
Semangat kolaboratif antara
Kementerian dan kampus-
kampus dalam menciptakan
budaya akademik yang sehat
dan aman semakin kuat
Seluruh kampus di
Indonesia menjadi semakin
teredukasi tentang isu dan
hak korban kekerasan
seksual
Substansi Permen PPKS
memberi kepastian
hukum bagi pemimpin
perguruan tinggi untuk
mengambil langkah tegas
1
Pemenuhan
Hak Pendidikan
Setiap WNI
2
Penanggulangan
Kekerasan Seksual
dengan Pendekatan
Institusional dan
Berkelanjutan
3
Peningkatan
Pengetahuan
tentang Kekerasan
Seksual
4
Penguatan
Kolaborasi antara
Kemendikbudristek
& Perguruan Tinggi
9
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Dampak kekerasan
Bentuk-bentuk kekerasan
Kekerasan di lingkungan perguruan tinggi dapat mengambil rupa dalam berbagai bentuk dan menimbulkan
dapat negatif, baik pada institusi maupun pada korban.
PELECEHAN FISIK
PELECEHAN
LISAN/VERBAL
PELECEHAN NON
VERBAL
Tanpa Sentuhan
Fisik atau
menggunakan
Isyarat
PELECEHAN
VISUAL
Secara daring/
media teknologi
PELECEHAN
PSIKOLOGI/
EMOSIONAL
Bagi lingkungan Pendidikan
• Lingkungan pendidikan menjadi tidak
sehat
• Citra buruk institusi
Bagi korban
• Merasa terhina, terintimidasi, dan malu
• Hilangnya motivasi belajar
• Kehidupan pribadi/keluarga korban
terganggu
• Muncul gejala-gejala psikologis seperti
depresi, gelisah dan gugup
10
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
REPUBLIK INDONESIA
Sasaran Permen PPKS adalah mencegah dan menangani setidaknya 11 (sebelas)
kemungkinan kejadian kekerasan seksual
11
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Berbagai usaha pencegahan kekerasan dapat dilakukan di tiap satuan kerja; komitmen dari pimpinan
memegang peran vital dalam hal ini.
Kebijakan Pimpinan yang
mendorong pencegahan
kekerasan.
Membuat Program Pencegahan
Kekerasan
Sosialisasi Tentang Kekerasan di
Lingkungan Kerja
Membentuk Tim Respon/Satgas
penanganan Kasus Kekerasan
12
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Komponen pendekatan penanggulangan KS untuk menciptakan ruang aman di kampus
Monev
Subjek: Pemimpin PT dan Menteri.
Pencegahan
PT: a. pembelajaran; b. penguatan tata kelola; dan c. penguatan
budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan.
Dosen dan Tendik serta Mahasiswa:
a. membatasi pertemuan secara individu:
1. di luar area kampus;
2. di luar jam operasional kampus; dan/atau
3. untuk kepentingan lain selain proses pembelajaran,
tanpa persetujuan kepala/ketua program studi atau
ketua jurusan; dan
b. berperan aktif dalam Pencegahan Kekerasan Seksual.
Penanganan
a. Pendampingan
b. Pelindungan
c. Pengenaan sanksi administratif; dan
d. Pemulihan korban
Pencegahan
Penanganan Monev
13
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Jika terdapat laporan kekerasan seksual, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan
yang meliputi keempat hal di bawah ini
Pendampingan
• Konseling
• Layanan
kesehatan
• Bimbingan sosial
dan rohani
Pelindungan
• Jaminan keberlanjutan pendidikan atau pekerjaan
• Penyediaan rumah aman
• Korban atau saksi bebas dari ancaman yang
berkenaan dengan kesaksian yang diberikan
Pemulihan Korban
• Bentuk-bentuk dan pihak yang dapat dilibatkan
• Masa pemulihan tidak mengurangi hak
pembelajaran dan/atau kepegawaian
• Dilakukan berdasarkan persetujuan korban
atau saksi
Pengenaan Sanksi Administratif
• Golongan sanksi
• Bentuk sanksi untuk individu
• Sanksi untuk perguruan tinggi
• Advokasi
• Bantuan Hukum
• Pendamping
disabilitas
Pasal 10 s.d. Pasal19:
14
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Sanksi kepada pelaku harus berdasarkan dampak akibat perbuatannya terhadap kondisi
korban dan lingkungan kampus, bukan besar peluang pelakubertobat
Pasal 14 ayat(2):
Sanksi administratif ringan:
a.terguran tertulis,atau
b.pernyataan permohonan
maaf secara tertulis yang
dipublikasikan di internal
kampus atau media massa
Pasal 14 ayat(3):
Sanksi administratif sedang:
a.pemberhentian sementara darijabatan
tanpa memperoleh hak jabatan, atau
p. engurangan hak mahasiswa:
1. penundaan mengikutiperkuliahan
(skors),
2. pencabutan beasiswa, atau
3. pengurangan hak lain
Pasal 14 ayat(4):
Sanksi administratif berat:
a.pemberhentian tetapsebagai
mahasiswa
b.pemberhentian tetap dari jabatan
sebagai pendidik, tenagakependidikan,
atau warga kampus sesuaiketentuan
peraturan perundang-undangan
● Pelaku yang mendapatkan sanksi ringan dan sedang, wajib mengikuti program konseling sebelum re-integrasi ke kampus
● Pembiayaan program konseling dibebankan padapelaku
● Laporan hasil konseling menjadi dasar bagi Pemimpin Perguruan Tinggi untuk menerbitkan surat keterangan bahwa pelaku
telah melaksanakan sanksi yangdikenakan
Sanksi Berat
Sanksi Ringan Sanksi Sedang
15
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Rektor dan Direktur Perguruan Tinggi bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan
Permen PPKS dan dapat menjatuhkan sanksi yang lebih berat dari rekomendasiSatgas
(1) Pemimpin Perguruan Tinggi dapat menjatuhkan
sanksi administratif lebih berat dari sanksi
administratif yang direkomendasikan oleh Satuan Tugas
(2) Pengenaan sanksi administratif lebih berat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
mempertimbangkan:
a. Korban merupakan penyandang disabilitas;
b. Dampak Kekerasan Seksual yang dialami Korban;
dan/atau
c. Terlapor atau pelaku merupakan anggota Satuan
Tugas, kepala/ketua program studi, atau ketua
jurusan
Perguruan Tinggi yang tidak melakukan Pencegahan
dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi
administratif berupa:
a.penghentian bantuan keuangan atau bantuan
sarana dan prasarana; dan/atau
b.penurunan tingkat akreditasi
Pengenaan sanksi administratif tidak
menyampingkan pengenaan sanksi administratif
lain dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Sanksi bagi perguruan tinggi:
Pasal 19:
Dapat disertai sanksi lain:
Pasal 18
Sanksi lebih berat:
Pasal 16
16
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Satgas di tingkat perguruan tinggi yang akan membantu Rektor dan Direktur
melaksanakan PPKS paling sedikit memiliki spesifikasi sebagai berikut
Wewenang Melakukan berbagai tindakan baik dengan pihak internal maupun eksternal kampus untuk melakukan penanganan yang baik
Kode Etik Menjamin kerahasiaan identitas pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan laporan dan menjaga independensi Satgas
Batasan Bila ada dugaan penyalahgunaan wewenang, bisa dilaporkan ke Kemendikbudristek
Tugas Edukasitentang
Pencegahan
1. Membantu Pemimpin Perguruan Tinggi menyusun pedoman PPKS
2. Mensosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan
seksual dan reproduksi, serta PPKS bagi WargaKampus
Penanganan
Laporan
3. Menindaklanjuti Kekerasan Seksual berdasarkanlaporan
4. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian pelindungan termasuk unit
pelayanan disabilitas, bila Korban, saksi, pelapor, dan/atau Terlapor memiliki disabilitas
5. Memantau pelaksanaan rekomendasi satgas oleh Pemimpin Perguruan Tinggi
Pemantauandan
Evaluasi
6. Melakukan survei iklim keamanan kampus dari kekerasan seksual setiapsemester
7. Menyampaikan laporan kegiatan PPKS ke pemimpin perguruan tinggi setiap semester
Pasal 34 - 36
17
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Pembentukan satgas untuk pertama kali harus melalui proses yang transparan dan
kolaboratif
Tata Cara Pembentukan pansel dan pelaksanaan tugas pansel setelahdibentuk
Persyaratan Keanggotaan, kualifikasi calon, dan dokumen untuk bukti kualifikasi calon
Masa Tugas Durasi dan tata cara pergantian anggota dalam hal terjadi “faktor X” selama masa tugas (misal: meninggal dunia, lulus kuliah, dsb)
Untuk proses pembentukan yang adil dan transparan, Bab 4 Permen PPKS menjelaskan ketiga hal kunci ini
Pembentukan
Panitia Seleksi
(pansel)* ad hoc
Seleksi calon
anggota Satgas
(oleh pansel)
Penetapan anggota
Satgas
bukan ad hoc
(oleh pemimpin
perguruan tinggi)
18
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
BUKTI/PETUNJUK
KURANG
LENGKAP.
(Aduan masuk ke
database
menunggu petunjuk
tambahan)
Berikut adalah alur umum mekanisme penanganan kasus kekerasan
LAPORAN
TINDAKAN
KEKERASAN
(dari korban/ orang
lain)
KANAL
PELAPORAN
(mendapatkan histori
data pelaporan)
LAPOR SECARA
INFORMAL
(arahkan untuk lapor
melalui kanal
pelaporan agar
tercatat dengan baik)
PENANGANAN
ADUAN OLEH
UNIT KHUSUS
INVESTIGASI/
PENCARIAN
FAKTA
LAPORAN DAN
REKOMENDASI
TERBUKTI
TIDAK
TERBUKTI
PROSES SANKSI
PELAKU
PEMULIHAN
KORBAN
PEMULIHAN
NAMA BAIK
Faktor-faktor berikut
harus
dipertimbangkan,
dalam penanganan
kekerasan:
• Keseriusan dalam
mencari fakta;
• Dukungan pada
korban.
• Kerahasiaan.
• Transparansi.
• Kejelasan waktu
penanganan.
• Perlindungan korban
pelecehan dari
tindakan balas
dendam.
19
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Berbagai praktik baik pencegahan kekerasan dapat ditemukan di beberapa Perguruan Tinggi.
20
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Pemantauan ke lapangan
Dialog pengawasan
Audit investigasi
Itjen Kemendikbudristek
bersama dengan K/L lain dan
OMS melakukan sinergitas
penanganan kekerasan dalam
dunia Pendidikan
Strategi pengawasan dilakukan melalui metode berikut:
i
ii
iii
Pendampingan Korban
iv
21
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Sinergi Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek dengan K/L dan organisasi
masyarakat terkait perlu dibangun untuk optimalisasi pengawasan dan
penanganan
Kemdikbudristek
sebagai Leading
Sector
K/L
lain
Organisasi Masyarakat Sipil:
1. MAARIF Institute
2. Gusdurian
3. YLBHI
4. Yayasan Cahaya Guru
5. Jabar Masagi
6. Human Right Watch
7. Yayasan Pulih
OMS
Kementerian/Lembaga:
1. KPPPA
2. Kemendagri
3. Kemenag
4. KPAI
5. Komnas HAM
6. Komnas Perempuan
7. UNICEF Indonesia
8. LPSK
22