2. KAMPUS SIAGA BENCANA
Edisi Pertama: ....... | ISBN: .......
Penyusunan materi panduan Kampus Siaga Bencana dapat terlaksana berkat kontribusi:
PALANG MERAH INDONESIA
Ali Mahsyar (PMI Provinsi Jawa Tengah)
Astrid Firdianto (PMI Pusat)
Bevita D. Meidityawati (PMI Pusat)
Catur Meipriyanti (PMI Provinsi Sumatera Barat)
Deasy Sujatiningrani (PMI Pusat)
Denok Rahayu (PMI Pusat)
Exkuwin Suharyanto (PMI Pusat)
Febriana Ambarwati (PMI Cabang Jakarta Timur)
Ketut Sassu Budi Satwan (PMI Provinsi Bali)
Lilis Wijaya (PMI Pusat)
Muksinun (PMI Cabang Kota Yogyakarta)
Nuzlan Huda (PMI Provinsi Sumatera Barat)
Rano Sumarno (PMI Cabang Jakarta Barat)
Rachmad Arif Susilo (PMI Pusat)
Renita Syafmi (PMI Provinsi Aceh)
Wuri Widiayanti (PMI Provinsi Jawa Tengah)
Dwi Hariyadi (PMI Pusat)
Indra Yogasara (PMI Pusat)
Maria Aswi Reksaningtyas (PMI Pusat)
JARING BENING
dr. Dewindra Widiamurti
Endra Setyawan
Mathilde Hutagaol
Rina Utami
EDITOR
Dheni Prasetyo
Florensia Malau
DESIGN SAMPUL & TATA LETAK
eLBe Creative
Penerbit:
Palang Merah Indonesia (PMI)
Didukung oleh:
Palang Merah Perancis
3. KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Kuasa yang telah memberikan limpahan berkah
kepada kita semua sehingga akhirnya buku ini dapat
diselesaikan dengan baik setelah melalui tahapan lokakarya dan ujicoba dilapangan. Disamping itu masukan
dari banyak pihak baik akademisi, pemerintah, kampus,
mahasiswa/i, perwakilan masyarakat dosen dan pelaksana lapangan program pengurangan risiko bencana juga
telah berkontribusi dalam penyelesaian panduan ini.
Kampus Siaga Bencana atau di singkat dengan KSB adalah kegiatan yang
berfokus pada kampus. Akan tetapi bukan kampus sebagai sasaran program
saja melainkan pada saatnya diharapkan, kampus yang berisi agen-agen
perubahan atau bibit-bibit agen perubahan akan menjadi subyek untuk
menyebarkan informasi mengenai pengurangan risiko bencana. Sehingga
dengan keterlibatan kampus, setiap kampus nantinya akan mempunyai
kepedulian terhadap pengurangan risiko bencana secara masal. Kedepannya
diharapkan juga para mahasiswa/i yang telah berkiprah di masyarakat baik
pada saat masih menjadi mahasiswa seperti bakti sosial, desa binaan, maupun Kuliah kerja Nyata (KKN) dan setelah lulus akan dapat terus berperan
dalam penyebaran pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana-siaga
bencana.
Mengapa Kampus..? pertanyaan yang keluar kemudian, karena: pertama
semua orang berhak selamat pada setiap kejadian bencana termasuk juga
insan yang ada di kampus, karena keselamatan dalam bencana adalah hak.
Kedua karena berdasarkan fakta lapangan masih jarang sekali kampus
mempunyai kesiapsiagaan dalam bencana. Ketiga kampus yang merupakan
kawah candradimuka tempat pendidikan bagi generasi penerus bangsa yang
akan mencetak ahli-ahli, agen-agen perubahan, diharapkan pada saatnya
nanti dapat berperan secara positif dalam pengurangan risiko bencana baik
sebagai pelaku maupun sebagai agen yang mempunyai kepedulian terhadap
isu pengurangan risiko bencana-siaga bencana dan akan menyebarkannya
dimanapun berada, baik di kampus maupun setelah berada ditengah-tengah
masyarakat nantinya.
Korps Sukarela (KSR) yang ada di Perguruan Tinggi akan mempunyai peranan
yang penting dalam kegiatan-kegiatan kampus siaga bencana, sebagai pintu
masuk dan juga sebagai pengerak, pendorong kegiatan pengurangan risiko
bencana di kampus. Walaupun demikian buku ini tidak hanya ditujukan pada
i
Panduan Kampus Siaga Bencana
4. kampus yang sudah mempunyai unit kegiatan mahasiswa Korps Sukarela
Palang Merah Indonesia (KSR PMI) saja, tetapi kampus yang belum
mempunyai KSR PMI juga dapat menggunakan buku ini. Dalam kegiatannya
kampus siaga bencana melibatkan semua stakeholder kampus mulai dari
rektor sampai penjaga kampus dan kantin-kantin yang ada di kampus serta
masyarakat sekitar kampus.
Diharapkan dengan hadirnya buku ini akan dapat membantu semua pihak
yang mempunyai kepedulian pada pengurangan risiko bencana (PRB)
terutama yang akan bergerak pada perguruan tinggi. Selain itu buku ini
juga mengarapkan adanya keterlibatan masyarakat sekitar kampus.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya
dalam pengembangan dan penyusunan buku ini, terutama Kementrian
Pendidikan kebudayaan, Pusat Studi Bencana Universitas Gajah Mada,
Jogjakarta (PSB UGM), Tsunami and Disaster Mitigation Research Center
(TDMRC) – Universitas Syiah Kuala, Aceh serta semua pihak yang tidak bisa
disebutkan satu per satu semoga ini menjadi amal baik dalam kemanusian.
Akhirnya buku ini tentu saja bukan buku yang sempurna kritik konstruktif dan
saran pengembangan sangat kami harapkan sehingga dapat menjadi koreksi
perbaikan pada masa yang akan datang, sehingga penyelenggaran kegiatan
pengurangan risiko bencana dari tahun ke tahun akan semakin baik.
Selamat ber-Siaga Bencana
Jakarta, Desember 2012
Pengurus Pusat
Palang Merah Indonesia
Ketua Bidang Relawan
H. Muhammad Muas, SH
Panduan Kampus Siaga Bencana
ii
5. DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................... iii
Daftar Gambar/Tabel/Lampiran ............................................... v
Daftar Singkatan .................................................................. vii
Definisi ............................................................................. ix
BAB I PENGURANGAN RISIKO BENCANA
A. Indonesia Rawan Bencana ...................................................
B. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Untuk Meningkatkan
Kapasitas Menghadapi Bencana .............................................
2
6
BAB II KAMPUS SIAGA BENCANA
A. Kampus Siaga Bencana Sebagai Upaya Pengurangan
Risiko Bencana Terpadu Berbasis Kampus ................................. 16
B. Tujuan Kampus Siaga Bencana .............................................. 23
C. Keluaran Kampus Siaga Bencana ............................................ 23
D. Ruang Lingkup Kampus Siaga Bencana ..................................... 24
E. Sasaran Penerima Manfaat Kampus Siaga Bencana....................... 24
F. Komponen Kampus Siaga Bencana ......................................... 25
G. Peran PMI dan Para Mitra Dalam Pelaksanaan Siklus
Kampus Siaga Bencana ....................................................... 27
H. Isu Lintas Sektoral Kampus Siaga Bencana ................................ 33
BAB III PARAMETER KAMPUS SIAGA BENCANA
A. Parameter Kampus Siaga Bencana .......................................... 48
B. Indikator Pencapaian Parameter ............................................ 49
iii
Panduan Kampus Siaga Bencana
6. BAB IV SIKLUS KAMPUS SIAGA BENCANA
A. Tahapan Persiapan ............................................................
B. Siklus Kampus Siaga Bencana ...............................................
57
60
BAB V STRATEGI PELAKSANAAN DAN KEBERLANJUTAN
KAMPUS SIAGA BENCANA
A. Strategi Pelaksanaan Kampus Siaga Bencana .............................
B. Strategi Keberlanjutan Kampus Siaga Bencana ...........................
DAFTAR PUSTAKA
Panduan Kampus Siaga Bencana
iv
70
72
7. DAFTAR GAMBAR, TABEL & LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Jumlah Kejadian Bencana di Indonesia Tahun 2010
Gambar 2. Peran Kampus dalam pengurangan risiko bencana
Gambar 3. Kampanye pengurangan risiko bencana yang dilakukan unit KSR
dan UKM lainnya di Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Gambar 4. Aksi penanaman pohon yang dilakukan para mahasiswa yang
tergabung dalam unit KSR Universitas Negeri Jakarta
Gambar 5. Siklus KSB
Gambar 6. Penyuluhan pengurangan risiko bencana yang dilakukan
mahasiswa Universitas Syiah Kuala kepada murid-murid sekolah
dasar
Gambar 7. Latihan gabungan pertolongan pertama dan evakuasi korban
bencana oleh UKM KSR-UNNES yang diikuti oleh mahasiswa
umum (UKM dan BEM)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keterkaitan aspek lintas sektor pengurangan risiko
bencana di kampus dengan aspek MDGs yang akan saling
mendukung dan berintegrasi
Tabel 2. Peran PMI di Setiap Tingkatan
Tabel 3. Peran Pengurus, Staf dan Relawan PMI
Tabel 4. Kompetensi dan peran warga kampus di perguruan tinggi
Tabel 5. Indikator Pencapaian Parameter
LAMPIRAN
1. Contoh Integrasi Kampus Siaga Bencana ke dalam Mata Kuliah Lembaga
Kampus - Organisasi Ekstra dan Intra Kampus
2. Contoh Langkah Praktis KSB
3. Contoh Laporan KSR
v
Panduan Kampus Siaga Bencana
8. 4. Contoh Pedoman Wawancara
5. Contoh Prosedur Tanggap Darurat
6. Contoh Tabel Mempermudah Menyusun SOP Tanggap Darurat di Kampus
7. Formulir Asesmen Cepat KSB
8. Format Monitoring & Evaluasi KSB
9. Format Rencana Aksi KSB
10. Matriks Tahapan Kampus Siaga Bencana
11. Matriks Pendidikan dan Pelatihan Beserta Cakupan Materi
12. Alat (Tools) Identifikasi Kapasitas Kampus atau Sumber Daya Kampus
13. Alat (Tools) Peta Simulasi KSB
Panduan Kampus Siaga Bencana
vi
9. DAFTAR SINGKATAN
AIDS
: Acquired Immune Deficiency Syndrome (sekumpulan gejala dan infeksi
(atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV)
ASB
: Arbeiter Samariter Bund Deutschland
API
: Adaptasi Perubahan Iklim
BAPPENAS : Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
BEM
: Badan Eksekutif Mahasiswa
BNPB
: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
DIKTI
: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi
FK
: Fakultas Kedokteran
FKM
: Fakultas Kesehatan Masyarakat
HFA
: Hyogo Framework for Action (Kerangka Aksi Hyogo)
HIV
: Human Immunodeficiency Virus (virus yang memperlemah kekebalan pada
tubuh manusia)
KAP
: Knowledge, Attitude and Practice (Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan)
KBBM
: Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat
KK
: Kepala Keluarga
KKN
: Kuliah Kerja Nyata
KOPERTIS : Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta
KPPBM
: Kesehatan dan Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat
KSB
: Kampus Siaga Bencana
KSR
: Korps Sukarela
LIPI
: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat
MCK
: Mandi Cuci Kakus
MDGs
: Millennium Development Goals (Tujuan Pembangunan Milenium)
MoU
: Memorandum of Understanding (Nota kesepahaman)
ODHA
: Orang dengan HIV dan AIDS
PBB
: Persatuan Bangsa-Bangsa
PERTAMA : Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat
PKL
: Praktek Kerja Lapangan
PMI
: Palang Merah Indonesia
PMR
: Palang Merah Remaja
vii
Panduan Kampus Siaga Bencana
10. Pokja
: Kelompok Kerja
PPGD
: Pertolongan Pertama Gawat Darurat
PPL
: Praktek Pengalaman Lapangan
PRA
: Participatory Rural Appraisal (Pengkajian Keadaan Desa Secara Partisipatif)
PRB
: Pengurangan Risiko Bencana
PSP
: Psychosocial Support Program (Program Dukungan Psikososial)
RAN
: Rencana Aksi Nasional
RI
: Republik Indonesia
SDM
: Sumber Daya Manusia
SOP
: Standard Operating Procedure
SSB
: Sekolah Siaga Bencana
SWOT
: Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan
TDMRC
UGM
dan Tantangan)
: Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (Pusat Pengkajian Mitigasi
Bencana dan Tsunami)
: Universitas Gadjah Mada
UN-ESCAP : United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific
(Komisi Ekonomi dan Sosial PBB Untuk Kawasan Asia dan Pasifik.)
UU
: Undang-Undang
UKM
: Unit Kegiatan Mahasiswa
UNDP
: United Nations Development Program (Badan PBB urusan Program Pembangunan)
UNESCO : United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(Badan PBB urusan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan)
UNIMUS
: Universitas Muhammadiyah Semarang
UNISDR
: United Nations International Strategy for Disaster Reduction (Badan PBB urusan
UNNES
Strategi International untuk Pengurangan Risiko)
: Universitas Negeri Semarang
UNSYIAH : Universitas Syiah Kuala
VCA
: Vulnerability and Capacity Assessment (Penilaian Kapasitas dan Kerentanan)
Panduan Kampus Siaga Bencana
viii
11. DEFINISI
Ancaman Bencana
Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana (UU RI No. 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana)
Ancaman (Hazard)
a. Proses atau fenomena alam yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa,
cedera atau dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda,
hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau
kerusakan lingkungan (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009,
diambil dari laman www.unisdr.org).
b. Fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam
kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan
(Laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana, www.bnpb.go.id).
c. Fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak atau
mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta benda, kehilangan
mata pencaharian, dan kerusakan lingkungan. Misal: tanah longsor,
banjir, gempa bumi, letusan gunung api, kebakaran (Buku PMI,
“Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).
Bencana
a. Sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau
masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas
terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui
kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka
sendiri (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman
www.unisdr.org).
ix
Panduan Kampus Siaga Bencana
12. b. Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU RI No. 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana).
c. Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
(faktor alam) dan non alam (faktor manusia) yang mengakibatkan korban
manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana
dan prasarana serta fasilitas umum (“Prosedur Tetap Tanggap Darurat
Bencana PMI”, 2007).
Indikator
Sesuatu yang dapat memberikan (menjadi) petunjuk atau keterangan
(http://www.kbbi.web.id/).
Kapasitas
a. Gabungan antara semua kekuatan, ciri yang melekat dan sumber daya
yang tersedia dalam sebuah komunitas, masyarakat atau organisasi
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang disepakati
(Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman
www.unisdr.org).
b. Kemampuan potensial sesungguhnya yang ada di dalam masyarakat untuk
menghadapi bencana lewat berbagai sumber daya manusia atau materi
untuk membantu pencegahan dan tanggap bencana yang efektif (Buku
PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).
Kerentanan
a. Karakteristik dan kondisi sebuah komunitas, sistem atau aset yang mem-
Panduan Kampus Siaga Bencana
x
13. buatnya cenderung terkena dampak merusak yang diakibatkan ancaman
bencana (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari
laman www.unisdr.org).
b. Tingkat dimana sebuah masyarakat, struktur, layanan, atau daerah
geografis yang berpotensi/mungkin rusak atau terganggu oleh dampak
bencana tertentu karena sifat-sifatnya, konstruksinya, dan dekat dengan
daerah berbahaya atau daerah yang rawan/rentan (Buku PMI, “Pelatihan
VCA dan PRA”, 2008).
Kesiapsiagaan
a. Pengetahuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah,
lembaga-lembaga profesional dalam bidang respon dan pemulihan,
serta masyarakat dan perorangan dalam mengantisipasi, merespon dan
pulih secara efektif dari dampak-dampak peristiwa atau kondisi ancaman
bencana yang mungkin ada, akan segera ada atau saat ini ada
(Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman
www.unisdr.org).
b. Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana).
c. Mencakup upaya-upaya yang memungkinkan pemerintah, masyarakat
dan individu merespon secara cepat situasi bencana secara efektif
dengan menggunakan kapasitas sendiri. Kesiapsiagaan mencakup
penyusunan rencana tanggap darurat, pengembangan sistem
peringatan dini, pemberdayaan personal melalui pendidikan dan pelatihan
penanganan
bencana,
pertolongan
dan
penyelamatan
serta
pembentukan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Kesiapsiagaan
dilaksanakan sebelum kejadian bencana yang diarahkan pada
pengurangan jumlah korban dan kerusakan pada harta benda (Buku PMI,
“Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).
xi
Panduan Kampus Siaga Bencana
14. Keterpaparan (Exposure)
Penduduk, harta benda, sistem-sistem atau elemen-elemen yang ada di
kawasan ancaman bencana yang oleh karenanya bisa berpotensi mengalami
kerugian/kehilangan (Terminologi Dasar Adaptasi dan Pengurangan Risiko
Bencana, fpbibencana.blogspot.com/2009/08/terminologi-dasar-adaptasidan.html).
Mitigasi
a. Pengurangan atau pembatasan dampak-dampak merugikan yang
diakibatkan ancaman bencana dan bencana terkait (Terminologi
Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).
b. Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana).
`
Mitigasi dibedakan menjadi 2:
• Mitigasi Struktural, mitigasi yang bertujuan mengurangi dampak dan
risiko bencana dengan jalan pembangunan/penguatan sarana fisik.
Misalnya: tanggul, pusat evakuasi, sarana MCK (Mandi Cuci Kakus).
• Mitigasi Non-Struktural, mitigasi yang bertujuan merubah
perilaku masyarakat terhadap bencana, tindakan ini dilakukan melalui:
kegiatan-kegiatan partisipatif (PRA-Participatory Rural Appraisal, Baseline and KAP Survey, pembuatan rencana aksi, dll), misalnya: pelatihan, FGD (Focus Group Discussion), pendampingan, dll. (Buku PMI,
“Pelatihan KBBM-Pertama untuk KSR, Panduan Pelatih”).
Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana
Proses
dimana
pertimbangan-pertimbangan
pengurangan
risiko
bencana dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam
Panduan Kampus Siaga Bencana
xii
15. pengambilan keputusan dalam pembangunan ekonomi, fisik, politik, sosialbudaya suatu negara pada level nasional, wilayah daerah dan/atau lokal;
serta proses-proses dimana pengurangan risiko bencana dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan tersebut (Buku “Kerangka Kerja Sekolah
Siaga Bencana, Konsorsium Pendidikan Indonesia, 2011”).
Pengurangan Risiko Bencana
a. Suatu konsep dan praktik mengurangi risiko-risiko bencana melalui
upaya-upaya sistematis untuk menganalisis dan mengelola faktor-faktor
penyebab bencana, termasuk melalui pengurangan keterpaparan
terhadap ancaman bencana, pengurangan kerentanan penduduk dan
harta benda, pengelolaan lahan dan lingkungan secara bijak, dan
peningkatan kesiapsiagaan terhadap peristiwa-peristiwa yang merugikan
(Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.
unisdr.org).
b. Upaya terpadu yang dilaksanakan oleh masyarakat dan stakeholder
setempat untuk mengurangi kerentanan yang ada di masyarakat dan
meningkatkan kapasitas masyarakat untuk dapat menanggulangi dampak
dari bencana, wabah penyakit, masalah kesehatan, masalah lingkungan
dan sebagainya (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).
Peringatan Dini
Serangkaian
kegiatan
pemberian
peringatan
sesegera
mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu
tempat oleh lembaga yang berwenang (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana).
Respon (Tanggap Darurat Bencana)
a. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
xiii
Panduan Kampus Siaga Bencana
16. bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, serta
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
pemulihan sarana dan prasarana. (“Prosedur Tetap Tanggap Darurat
Bencana PMI, 2007”).
b. Pemberian layanan tanggap darurat dan bantuan umum selama atau
segera setelah terjadinya sebuah bencana yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa, mengurangi dampak-dampak kesehatan,
memastikan keselamatan umum dan memenuhi kebutuhan dasar
subsistens penduduk yang terkena dampak (Terminologi Pengurangan
Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).
c. Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,
serta pemulihan prasarana dan sarana (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana).
Risiko
a. Gabungan antara kemungkinan terjadinya suatu peristiwa dan dampakdampak negatif yang ditimbulkannya (Terminologi Pengurangan Risiko
Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).
b. Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah
dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan
harta,
dan
gangguan
kegiatan
masyarakat
(UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).
c. Suatu peluang dari timbulnya akibat buruk atau kemungkinan
kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan
Panduan Kampus Siaga Bencana
xiv
17. harta benda, gangguan kegiatan mata pencaharian dan ekonomi atau
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman
bencana dan kerentanan (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).
Verifikasi
Pemeriksaan tentang kebenaran pelaporan, pernyataan, perhitungan dan
sebagainya (http://www.kbbi.web.id/).
Warga Kampus
Semua orang yang berada dan terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar:
mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan rektorat (Adaptasi dari
pengertian Warga Sekolah, sumber: “Buku Kerangka Kerja Sekolah Siaga
Bencana”, 2011, Konsorsium Pendidikan Indonesia).
xv
Panduan Kampus Siaga Bencana
20. Panduan Kampus Siaga Bencana
BAB I
PENGURANGAN RISIKO BENCANA
A. Indonesia Rawan Bencana
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mencakup
17.508 pulau tersebar di lintas garis khatulistiwa, berada di antara dua
benua, Asia dan Australia, serta dua Samudra, Hindia dan Pasifik, dan terletak pada pertemuan tiga lempeng kerak bumi (Eurasia, Indo-Australia dan
Lempeng Pasifik). Secara geografis, hal ini memungkinkan Indonesia mempunyai berbagai macam budaya, sumber daya alam yang beragam, dan
sebaran penduduk yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara
terpadat di dunia. Di sisi lain, kondisi ini juga memunculkan risiko bencana
mulai dari bencana alam letusan gunung berapi, banjir, longsor, gempa bumi,
hingga masalah kesehatan.
Sumber: Laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) http://www.bnpb.go.id/
2
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
21. Panduan Kampus Siaga Bencana
Data dari Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Indonesia
menunjukkan bahwa kecenderungan bencana di Indonesia terus meningkat yakni 691 kejadian bencana yang tercatat pada tahun 2005 dan 2.232
kejadian bencana yang terjadi pada tahun 2010.
Dalam kurun waktu 1980 - 2009, sedikitnya terdapat 18 juta warga di
Indonesia terkena dampak bencana1, yang diantaranya adalah anak,
remaja, pemuda, dan tenaga pendidik. Adapun data bencana tahun 20022011 menyatakan bahwa bencana di Indonesia didominasi oleh bencana
hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor,
puting beliung, dan gelombang pasang, sedangkan bencana geologi seperti
gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi tetap menjadi ancaman di
beberapa wilayah.
Perubahan iklim global juga diperkirakan mempengaruhi secara nyata
peningkatan gelombang panas, kekeringan, frekuensi curah hujan tinggi yang
menyebabkan banjir, tanah longsor, angin topan, meningkatnya permukaan
air laut sampai akibat langsung maupun tidak langsung pada peningkatan
kasus penyakit menular. Adapun degradasi lingkungan, kemiskinan, dan bertambahnya jumlah penduduk juga berpotensi memperbesar ancaman risiko
bencana.
Berbagai bencana yang terjadi, dalam jangka waktu panjang dapat memperlambat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development
Goals-MDGs) 2015. Pada setiap kejadian bencana, berbagai kemungkinan
risiko dapat muncul, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian
delapan indikator MDGs sebagai tolok ukur derajat kesejahteraan suatu
bangsa. Sebagai contoh:
1. Bencana akan meningkatkan kemiskinan dan kelaparan karena rusaknya
sumber mata pencaharian, sumber pangan, serta hilangnya mata pencaharian;
1 Laporan “The Asia Pacific Disaster Report 2010” oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB
untuk Kawasan Asia dan Pasifik (ESCAP) dan Badan PBB Urusan Strategi Internasional untuk
Penanggulangan Bencana (UNISDR)
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
3
22. Panduan Kampus Siaga Bencana
2. Kerusakan berbagai infrastruktur sekolah, sistem, dan sumber daya
manusia dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, disamping itu
hilangnya pendapatan kepala keluarga dan terceraiberainya keluarga
akan mempengaruhi upaya memperoleh pendidikan bagi anak;
3. Kaum perempuan baik ibu maupun anak, merupakan salah satu
golongan paling rentan saat terjadinya bencana akibat rusaknya
fasilitas pelayanan kesehatan, penambahan beban kerja sebagai ibu
sekaligus kepala keluarga, sampai tingkat pelecehan seksual yang tinggi
di barak pengungsian;
4. Anak merupakan korban jiwa paling tinggi saat terjadinya banjir,
longsor dan gempa bumi karena kurangnya pengetahuan yang berkaitan
dengan pertolongan dan keselamatan bencana, kehilangan orang tua,
kehilangan rumah maupun tempat berlindung, serta meningkatnya
kerentanan terhadap penyakit karena air dan sanitasi buruk;
5. Wanita hamil memiliki risiko paling tinggi terhadap kematian, luka
maupun penyakit saat maupun sesudah bencana yang disebabkan oleh
rusaknya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas sehingga
mengakibatkan buruknya kondisi untuk melahirkan dengan sehat;
6. Penyebaran penyakit menular seperti malaria yang ditularkan
melalui vektor dapat meluas dengan cepat yang diperburuk dengan tidak
tersedianya sarana dan prasarana kesehatan. Disamping itu, hilangnya
mata pencaharian seringkali memaksa wanita untuk bekerja sebagai
pekerja seks komersial yang berakibat pada risiko peningkatan kasus
infeksi HIV; serta,
7. Kerusakan lingkungan dengan berbagai derajat yang berbeda, baik
karena bencana maupun pembangunan permukiman yang mengakibatkan
penebangan pohon secara luas.
8. Semua hal tersebut pada akhirnya akan menghambat strategi kemitraan,
pemulihan maupun masa pembangunan pasca bencana.
4
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
23. Panduan Kampus Siaga Bencana
MDGs ini merupakan hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari
189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada
September 2000, berupa delapan butir tujuan sebagai satu paket tujuan
yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan yang dapat
dicapai pada tahun 2015. Para pemimpin dunia berkomitmen untuk:
1. Mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat
kelaparan,
2. Menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya,
3. Mengentaskan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan,
4. Mengurangi kematian anak balita hingga 2/3,
5. Meningkatkan kesehatan ibu,
6. Memerangi HIV dan AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya,
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
5
24. Panduan Kampus Siaga Bencana
B. Upaya Pengurangan Risiko Bencana untuk Meningkatkan Kapasitas
Menghadapi Bencana
1. Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
Risiko bencana dapat menimpa masyarakat rentan, yang hanya
memiliki sedikit kapasitas untuk menghadapi dampak negatif bencana.
Pada dasarnya ada 5 (lima) komponen kerentanan yang mempengaruhi
kemampuan masyarakat untuk menghadapi risiko bencana, yaitu: rumah
tangga (livelihood), status dasar dan kesejahteraan, perlindungan diri, perlindungan sosial, dan tata kelola (governance). Sedangkan dalam menentukan risiko, terdapat 3 komponen sebagai berikut:
a. Kemungkinan terjadinya ancaman
Kemungkinan terjadinya bencana alamiah, bencana teknologi dan
bencana penurunan kualitas lingkungan di suatu daerah atau lokasi, yang
ditinjau dari aspek kemungkinan terjadi dan tingkat kekuatan bencana.
Misal: gempa berskala 8,5 SR lebih jarang terjadi dibanding gempa yang
berskala 5,0 SR.
b. Elemen-elemen yang berisiko
Mengidentifikasi unsur-unsur yang terkena dampak bencana, termasuk
perkiraan nilai ekonomisnya. Kesemuanya ini mencakup segala hal yang
ada di dalam masyarakat, seperti data penduduk, kesehatan masyarakat,
kegiatan perekonomian, sarana, pemukiman, jalan, pelayanan, infrastruktur,
maupun hasil pertanian dan ternak.
c. Kerentanan elemen-elemen yang berisiko
Mengidentifikasi sejauh mana bangunan akan mengalami kerusakan, orang
akan terluka atau elemen-elemen lain akan mengalami kerusakan dan kerugian saat mengalami beberapa tingkatan ancaman. Hal ini menunjukkan
hubungan antara tingkat keparahan atau kekuatan ancaman dengan tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh ancaman tersebut. Masing-masing elemen
akan berbeda pengaruhnya karena perbedaan tingkat keparahan atau kekuatan ancaman. Semakin parah atau kuat terjadinya suatu ancaman,
maka akan semakin parah kerusakan yang terjadi pada elemen-elemen
tersebut.
6
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
25. Panduan Kampus Siaga Bencana
Dengan demikian, konsep mengenai kerentanan, ancaman, dan risiko
berhubungan secara dinamis. Hubungan antar elemen tersebut juga
dapat diungkapkan dengan pendekatan sebagai berikut: besarnya
ancaman yang disebabkan suatu kejadian potensial disertai dengan
tingginya kerentanan suatu populasi akan meningkatkan besarnya risiko. Di
sisi lain, sifat kerentanan adalah hubungan secara terbalik dengan kapasitas
manusia untuk bertahan terhadap akibat-akibat bencana tersebut.
Secara matematis, kondisi ini digambarkan sebagai berikut:
Sebagai contoh :
Kampus Impian berada di dataran tinggi yang rawan tanah longsor dan
tanah bergerak. Jika musim penghujan datang, maka longsor akan menyertai.
Tanah longsor yang terakhir terjadi mengakibatkan 1 rumah di sekitar
kampus rusak berat, dan beberapa bangunan umum di desa sekitar
kampus mengalami kerusakan. Dinding kampus hanya mengalami retak
rambut. Pihak kampus telah mengambil langkah guna membekali
mahasiswa dengan pengetahuan tentang kesiapsiagaan dan tanggap darurat
bencana. Di lingkungan kampus, digalakkan program lahan hijau dan paru-paru
kampus dengan menata ulang lahan kosong di kampus dan penanaman
pohon. Jalur evakuasi di tiap gedung di wilayah kampus sudah terpasang,
sehingga masyarakat kampus sudah mengetahui ke arah mana harus
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
7
26. Panduan Kampus Siaga Bencana
berlindung ketika bencana datang. Sistem peringatan dini bencana telah
ditempatkan dengan memanfaatkan interkom di setiap ruangan kelas, serta
pengeras suara di masjid kampus. Tim Pertolongan Pertama telah terlatih
dan secara rutin melakukan penyegaran maupun latihan serta memeriksa
kesiapan peralatan.
Dengan kondisi di atas, walaupun Kampus Impian terletak di wilayah yang
rentan terhadap ancaman bencana, tetapi mereka mempunyai kapasitas yang
tinggi. Risiko yang akan mereka hadapi menjadi kecil/minimal.
8
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
27. Panduan Kampus Siaga Bencana
Berdasarkan persamaan matematis di atas, maka diperlukan upaya terpadu
yang dilaksanakan oleh sivitas akademika, masyarakat dan stakeholder
setempat untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas
sivitas dan masyarakat agar dapat menanggulangi dampak bencana, wabah
penyakit, masalah kesehatan, maupun masalah lingkungan, yang dirumuskan sebagai berikut:
Badan
Nasional
Penanggulangan
Bencana
(BNPB)
menjelaskan
paradigma Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang merupakan rencana
terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam implementasinya, kegiatan PRB
nasional akan disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko tingkat
regional dan internasional, dimana masyarakat merupakan subjek, objek
sekaligus sasaran utama upaya PRB dan berupaya mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional
(traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat.
Sebagai subjek, masyarakat diharapkan dapat aktif mengakses saluran
informasi formal dan nonformal, sehingga upaya PRB secara langsung
dapat melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana,
prasarana, dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan PRB
(Laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana www.bnpb.go.id).
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
9
28. Panduan Kampus Siaga Bencana
PMI mendefinisikan “Upaya Pengurangan Risiko Bencana
sebagai upaya terpadu yang dilaksanakan oleh masyarakat
dan stakeholder setempat untuk mengurangi kerentanan
yang ada di masyarakat dan meningkatkan
kapasitas masyarakat untuk dapat menanggulangi dampak
dari bencana, wabah penyakit, masalah kesehatan, masalah
lingkungan dan sebagainya”.
(Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008)
2. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Pemerintah Indonesia
Konsep penanggulangan bencana telah mengalami perubahan cukup mendasar. Pemaknaan terhadap bencana yang secara konvensional dianggap
sebagai kejadian yang tidak dapat dicegah, kemudian mengalami
pergeseran menjadi dapat diprediksi sebelumnya sehingga dapat diupayakan
pencegahan dan pengurangan risiko bencana tersebut. Upaya PRB yang
telah menjadi salah satu kebutuhan prioritas baik di tingkat global maupun
masyarakat, semakin memperkuat komitmen pemerintah Indonesia untuk
mengubah paradigma dari kegiatan responsif (penanggulangan bencana)
ke arah kegiatan preventif (pengurangan risiko bencana), serta memposisikan masyarakat dari objek pasif menjadi subjek aktif yang dengan kesadaran
diri bertanggung jawab untuk melakukan upaya PRB.
Gempa bumi dan tsunami di Aceh yang terjadi pada bulan Desember 2004
telah membuka mata dunia internasional akan kurangnya dan pentingnya
pengurangan risiko bencana.
10
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
29. Panduan Kampus Siaga Bencana
Menanggapi hal tersebut, diselenggarakanlah suatu konferensi tentang
“Pengurangan Risiko Bencana” di Kobe, Hyogo Jepang pada bulan Juni 2005.
Konferensi ini menghasilkan kesepakatan global, “Hyogo Framework for
Action 2005-2015” - HFA (Kerangka Aksi Hyogo untuk Pengurangan Risiko
Bencana 2005-2015): membangun ketangguhan bangsa dan masyarakat terhadap bencana. Kerangka aksi ini menekankan pada semua negara dunia
untuk menyusun mekanisme terpadu PRB yang didukung oleh kelembagaan
serta kapasitas sumber daya yang memadai.
Merujuk pada berbagai hasil evaluasi pelaksanaan upaya PRB, HFA telah
menghasilkan rekomendasi yang digunakan sebagai salah satu acuan setiap
institusi maupun lapisan masyarakat, sebagai berikut:
a. Meletakkan PRB sebagai prioritas nasional dan daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat;
b. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini;
c. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun
kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua
tingkat masyarakat;
d. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana;
e. Memperkuat kesiapan dalam menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif.
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24
tahun 2007 mengenai “Penanggulangan Bencana” yang
mengatur tahapan bencana meliputi pra-bencana, saat
tanggap darurat dan pasca bencana. Adanya undang-undang
ini juga menjadi landasan pendirian BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan
Bencana)
dan
BPBD
(Badan
Penanggulangan Bencana Daerah) di seluruh kotamadya/
kabupaten di Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia
menyusun Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko
Bencana (RAN PRB) yang dievaluasi secara berkala serta mengadopsi,
melaksanakan dan mengembangkan kesepakatan global ke dalam konteks
lokal.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
11
30. Panduan Kampus Siaga Bencana
Upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat
dalam hal PRB telah menjadi perhatian pemerintah di setiap tingkatan,
yang dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, penyuluhan,
simulasi, seminar, pengembangan program di masyarakat, serta memperkuat
kualitas institusi Pemerintah di bidang kebencanaan antara lain BNPB (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana). Dikarenakan upaya PRB juga berkaitan
dengan topik dan permasalahan lainnya, maka Pemerintah melakukan
pengarusutamaan PRB di berbagai sektor.
Pada sektor pendidikan formal, Pemerintah melalui Kementerian
Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Surat Edaran nomor 70a/MPN/
SE/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Pengarusutamaan Risiko Bencana
di Sekolah, yang ditindaklanjuti dengan kegiatan pelatihan guru, sosialiasi,
pengintegrasian topik kebencanaan ke dalam intra dan ekstrakurikuler,
serta program Sekolah Siaga Bencana. Pada tingkatan pendidikan tinggi,
beberapa perguruan tinggi juga telah melakukan upaya PRB melalui
kebijakan rektorat secara menyeluruh, pengembangan program studi
kebencanaan, maupun kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Untuk mendukung sarana, prasarana, kebutuhan Sumber Daya Manusia
(SDM), dan pendanaan, Pemerintah melakukan jejaring dan kerjasama
dengan lintas sektor, baik swasta, maupun organisasi nonpemerintah di
tingkat internasional, nasional, dan lokal. Forum terkait PRB yang
diselenggarakan oleh Konsorsium Pendidikan Bencana maupun pihak
lain, menjadi media berbagi informasi, pembelajaran, dan berkegiatan
bersama. Selain itu, program Sekolah Siaga Bencana yang diselenggarakan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), PMI (Palang Merah
Indonesia), UNDP (United Nations Development Programme), UNESCO
(United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), PLAN
International, Save the Children, Habitat International, Mercy Corps, Hope,
ASB (Arbeiter Samariter Bund Deutschland) menjadi salah satu bentuk
jejaring dan kerjasama lintas sektor dengan Pemerintah.
12
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
31. Panduan Kampus Siaga Bencana
3. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Palang Merah Indonesia
Sebagai organisasi kemanusiaan, PMI memiliki mandat membantu dan
bekerjasama dengan pemerintah untuk memperkuat masyarakat rentan.
Dengan komitmen ini, PMI telah aktif terlibat dalam berbagai kegiatan
pengurangan risiko dan adaptasi perubahan iklim sejak konsep ini mulai
diperdengarkan di Indonesia.
Sebagai
tindak
lanjut
dari
komitmen
tersebut,
PMI
telah
menandatangi Nota Kesepahaman dengan BNPB pada tanggal 23 Maret 2009
yang menyatakan bahwa kedua belah pihak setuju untuk membangun
kerjasama dalam melakukan berbagai aktifitas penanggulangan bencana
sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi, sesuai dengan peran dan
tanggung
jawab
masing-masing.
Melalui
perjanjian
ini
PMI
juga
berkomitmen untuk membantu BNPB dalam pelaksanaan dan pencapaian
kebijakan PRB di tingkat kota, kabupaten, provinsi, nasional, regional
maupun global. Selain itu, PMI sejak tahun 2004 terlibat secara aktif dalam
kelompok kerja pembentukan RAN PRB dalam upaya pencapaian prioritas
Kerangka Aksi Hyogo, yang dikoordinasi oleh BAPPENAS.
Selain kebijakan dan kerjasama, PMI juga mendukung upaya PRB dengan
melaksanakan kegiatan pemberdayaan di masyarakat melalui Program
Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA), Program
Kesehatan
dan
Pertolongan
Pertama
Berbasis
Masyarakat
(KPPBM),
Program Sekolah Siaga Bencana (SSB) melalui ekstrakurikuler Palang
Merah Remaja (PMR), pelatihan dan simulasi untuk relawan di tingkat desa,
maupun Korps Sukarela (KSR) PMI di perguruan tinggi dan PMI kabupaten/
kota, serta kegiatan-kegiatan yang mengarah pada adaptasi perubahan iklim
seperti pembuatan biopori, dan kampanye “green and clean”.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
13
32. Panduan Kampus Siaga Bencana
Di dunia pendidikan yang sejalan dengan Keputusan Kementerian
Pendidikan Nasional tentang Pengarusutamaan Risiko Bencana di
Sekolah, maka PMI telah mengembangkan Program Sekolah Siaga Bencana
(SSB) di SMP dan SMA di berbagai provinsi di Indonesia sejak tahun 2004.
Strategi program dilaksanakan dengan cara mengintegrasikan SSB dengan
program Sekolah Sehat yang sudah ada, peningkatan kapasitas kesiapsiagaan
bencana melalui pelatihan bagi guru serta melalui ekstrakurikuler Palang
Merah Remaja (PMR), sosialisasi dan advokasi kepada orang tua serta mitra
lain, dan pengembangan program secara mandiri oleh pihak sekolah. Sampai
dengan tahun 2010, total 16 PMI Provinsi menginiasi SSB yang berintegrasi
dengan program PERTAMA, dan lebih dari 50.000 orang termasuk murid,
guru, orang tua murid serta masyarakat sekitar sekolah telah mendapatkan
pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana.
Kebutuhan akan upaya PRB secara bertahap dan berkelanjutan juga menjangkau tingkat pendidikan tinggi. Merujuk pada daerah rawan bencana
yang tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, secara geografis
lingkungan kampus termasuk wilayah rentan terhadap dampak bencana
karena berisiko mengalami kerusakan sarana dan prasarana perkuliahan,
terhambatnya proses belajar mengajar, maupun korban jiwa.
Namun demikian, seperti halnya sekolah dasar dan menengah, maka
perguruan tinggi juga berpotensi menjadi tempat pertemuan, tempat
aman untuk penyelamatan, dan sekaligus tempat tinggal sementara bagi
pengungsi. Disamping itu, berbagai cabang disiplin ilmu seperti
kedokteran, psikologi, arsitektur dan teknik, memungkinkan institusi
pendidikan ini menjadi sumber informasi dan memberikan bantuan kepada
masyarakat selama masa tanggap darurat dan pemulihan. Hal ini kemudian
mendorong PMI untuk mengembangkan konsep Sekolah Siaga Bencana (SSB)
yang dapat diterapkan di lingkungan perguruan tinggi, yang disebut Kampus
Siaga Bencana (KSB).
14
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
34. Panduan Kampus Siaga Bencana
BAB II
KAMPUS SIAGA BENCANA
A. Kampus Siaga Bencana sebagai Upaya Pengurangan Risiko Bencana
Terpadu Berbasis Kampus
Kampus merupakan salah satu area pembentukan bagi para agen
perubahan yang berkarakter dan profesional. Tri Dharma Perguruan
Tinggi yang terdiri atas Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, serta
Pengabdian pada Masyarakat, merupakan dasar perilaku serta tanggung
jawab setiap mahasiswa dan komponen perguruan tinggi. Sebagai praktisi,
mereka tidak hanya memberikan sumbangsih sesuai dengan teori ilmu
pengetahuan yang mereka tekuni serta idealisme yang kuat, namun lebih dari
itu, mereka dapat memberikan kontribusi dan mendapatkan pengalaman di
berbagai aspek sosial agar nantinya dapat mengabdi kepada masyarakat.
Dalam konteks PRB, Tri Dharma Perguruan Tinggi dilaksanakan untuk
mendorong terciptanya kampus dan masyarakat yang aman dan tangguh
terhadap bencana. Mahasiswa dan warga kampus sebagai agen perubahan,
dapat berperan aktif di lingkungan internal kampus dan masyarakat untuk
melakukan upaya PRB secara terpadu dan berkelanjutan. Dengan demikian,
kegiatan-kegiatan untuk tiap poin Tri Dharma Perguruan Tinggi yang telah
maupun yang akan dilaksanakan oleh kampus akan saling berkaitan dan
saling berkontribusi untuk pencapaian tujuan pengurangan risiko bencana.
16
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
35. Panduan Kampus Siaga Bencana
Gambar 2:
Peran Kampus dalam
Pengurangan
Risiko Bencana
Contoh nyata keterkaitan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam mendukung
upaya PRB adalah:
1. Pendidikan dan Pengajaran
a. Integrasi PRB ke dalam kegiatan pendidikan
b. Pelatihan dan Simulasi
c. Sarana dan prasarana yang mendukung upaya PRB
2. Penelitian
a. Kampus sebagai pusat penelitian kebencanaan
3. Pengabdian pada masyarakat
a. KKN tematik PRB
b. Pelatihan dan simulasi untuk masyarakat
c. Pendampingan masyarakat untuk pengembangan upaya PRB
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
17
36. Panduan Kampus Siaga Bencana
Gambar 3 : Kampanye pengurangan risiko bencana yang dilakukan
unit KSR dan UKM lainnya di Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Peran kampus dalam pengurangan risiko bencana, juga sejalan dengan
peran kampus dalam pencapaian Millennium Development Goals (MDGs).
Upaya mahasiswa yang tertuang dalam Deklarasi Youth Millennium Drive
pada tanggal 24 Oktober 2011, yang isinya antara lain memasyarakatkan pola hidup sehat sedini mungkin, menyeimbangkan peranan pria dan
wanita dalam masyarakat dan pemerintahan, membantu memaksimalkan fungsi puskesmas dan posyandu sebagai lini pertama dalam pelayanan
kesehatan terutama dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak. Serta
meningkatkan mutu pendidikan bagi generasi muda bangsa Indonesia, akan
memberikan kontribusi dan bersinergi dengan upaya PRB.
18
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
37. Panduan Kampus Siaga Bencana
ISU LINTAS SEKTORAL KSB
MGDs
- Memberantas kemiskinan dan
- Pendekatan multi hazard
- Kesehatan
- Kesinambungan lingkungan
- Keragaman budaya & usia
- Perspektif gender
- Adaptasi perubahan Iklim
- Kelompok rentan
- Partisipasi masyarakat dan relawan
- Mobilisasi sumber daya
kelaparan ekstrem
- Mewujudkan pendidikan dasar
untuk semua
- Mendorong kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan
- Menurunkan angka kematian anak
- Meningkatkan kesehatan ibu
- Memerangi HIV dan AIDS, malaria
dan penyakit lainnya
- Memastikan pelestarian lingkungan
- Mengembangkan kemitraan global
Tabel 1. Keterkaitan aspek lintas sektor pengurangan risiko bencana di kampus
dengan aspek MDGs yang akan saling mendukung dan berintegrasi
Pelaksanaan Tri Dharma yang berkaitan dengan topik kesehatan, lingkungan,
gender, maupun pendidikan yang dikelola oleh berbagai disiplin ilmu, intra
maupun kegiatan kemahasiswaan (Unit Kegiatan Mahasiswa) juga akan memberikan pengayaan pada kegiatan-kegiatan PRB, yang sekaligus mendukung
pencapaian MDGs.
Potensi Kampus dalam mencapai PRB dan MDGs
1. Mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat
kelaparan.
Kelaparan menjadi salah satu dampak bencana atau menjadi bencana
tersendiri. Hilangnya sumber pangan maupun mata pencaharian saat
bencana akan meningkatkan kerentanan para korban bencana.
Kampus dapat ikut berperan serta mengurangi kelaparan saat terjadi
bencana dengan memberikan bantuan berupa bahan pangan, memberikan pengetahuan mengenai bahan makanan pengganti bila makanan
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
19
38. Panduan Kampus Siaga Bencana
utama tidak tersedia. Sedangkan sebelum terjadinya bencana, kampus
dapat membantu dengan cara bakti sosial ke masyarakat, mengadakan
kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat dalam hal bercocok tanam,
serta penyuluhan atau pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pentingnya gizi dan cara mengolah makanan dan
minuman yang sehat dan bergizi.
2. Menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya.
Akses mendapatkan pendidikan bahkan kesempatan menyelesaikan
pendidikan dasar, dapat tetap diupayakan meskipun dalam situasi
darurat bencana. Untuk itu kampus bisa dijadikan sebagai sekolah
sementara, sedangkan para mahasiswa menjadi pengajar bagi anak-anak
korban bencana yang tinggal di hunian sementara di kampus tersebut
maupun di hunian sementara lain.
3. Mengentaskan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan.
Setiap orang, perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan
yang sama untuk memberikan kontribusi dalam mengurangi risiko
bencana; kontribusi ini dapat dilakukan sejak perencanaan,
pelaksanaan maupun proses monitoring dan evaluasi kegiatan.
Untuk mengurangi kesenjangan gender, maka pihak kampus melakukan
kegiatan sosialisasi, seminar, maupun pendidikan gender dalam PRB di
lingkungan kampus dan masyarakat.
4. Mengurangi kematian anak balita hingga 2/3.
Anak
dan balita merupakan salah satu kelompok rentan ketika terjadi
bencana; berdasar data di lapangan sebagian besar korban terluka
dan meninggal saat bencana adalah anak dan balita. Angka ini dapat
meningkat dengan tidak adanya sarana, sistem dan petugas
kesehatan, kurang atau tidak adanya air bersih, kurangnya kebersihan
lingkungan hunian sementara dapat meningkatkan risiko kematian anak
dan balita. Angka ini dapat meningkat dengan tidak adanya sarana, sistem
20
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
39. Panduan Kampus Siaga Bencana
dan petugas kesehatan, kurang atau tidak adanya air bersih, kurangnya kebersihan lingkungan hunian sementara dapat meningkatkan risiko
kematian anak dan balita. Melalui program yang ada di kampus,
mahasiswa dapat bekerjasama dengan Puskesmas atau Posyandu
untuk mengurangi kerentanan anak dan balita, melalui penyuluhan
hidup sehat sebelum, selama, dan setelah bencana, dan pelatihan
pertolongan pertama untuk ibu dan PKK, serta kegiatan PRB yang
ditujukan untuk anak dan balita antara lain bercerita, menggambar, dan
bernyanyi.
5. Meningkatkan kesehatan ibu hamil.
Melalui program yang ada di kampus, mahasiswa dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga
kesehatan ibu hamil di masa darurat bencana. Mahasiswa juga dapat
berperan aktif bekerja sama dengan pusat kesehatan untuk memastikan
ibu hamil mendapat pelayanan kesehatan selama masa tanggap darurat
bencana sampai dengan tahap pemulihan.
6. Memerangi HIV dan AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.
Kampus dapat menjadi “motor penggerak” di masyarakat dalam upaya
memerangi HIV dan AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya melalui
pendidikan remaja sebaya di lingkungannya. Hal ini karena berbagai jenis
penyakit dapat muncul sebelum, selama, dan setelah bencana terjadi.
Contoh nyata juga dapat diberikan kepada masyarakat sekitarnya dengan
menjadikan kampus sehat dan bersih.
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup.
Sebagai agen perubahan, mahasiswa dapat mendorong pembentukan
Kampus Hijau, menggalakkan program penanaman pohon dan berperan
serta secara aktif bersama masyarakat untuk bisa menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
21
40. Panduan Kampus Siaga Bencana
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Dalam bidang Pengurangan Risiko Bencana, kampus tidak hanya
dapat bekerjasama dan menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi
dalam negeri, namun lebih jauh, dengan perguruan tinggi di luar negeri,
lembaga
kemanusiaan
internasional
dan
lembaga-lembaga
internasional yang bergerak di bidang kebencanaan. Pertukaran ilmu
pengetahuan melalui upaya kerjasama untuk penelitian, pertukaran
dosen/mahasiswa, jurnal, konferensi ilmiah, dan berbagi hasil-hasil
studi dalam bentuk kepustakaan. Selain itu, mahasiswa dapat melakukan
studi banding di bidang Pengurangan Risiko Bencana.
Perguruan Tinggi di Indonesia.
Berkaitan dengan integrasi PRB ke dalam kegiatan kemahasiswaan, PMI
telah melaksanakan pembinaan dan pengembangan Korps Suka Rela (KSR)
di sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia.
Pengembangan KSR ini mengarah kepada pelibatan anggota KSR dalam
kegiatan upaya PRB sebagai penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi maupun
peran KSR-PMI unit perguruan tinggi dalam menerapkan Prinsip-Prinsip Dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Agar upaya PRB
dapat terlaksana secara terpadu dan berkesinambungan di lingkungan perguruan tinggi, PMI mengembangkan konsep “Kampus Siaga Bencana (KSB)”
yang dapat diterapkan oleh anggota KSR-PMI perguruan tinggi maupun
digunakan oleh pihak perguruan tinggi untuk pengembangan sasaran,
kebijakan, maupun program yang lebih luas.
Kampus Siaga Bencana (KSB) merupakan upaya pemberdayaan dan
peningkatan kapasitas perguruan tinggi dalam kesiapsiagaan dan PRB
dengan melibatkan seluruh komponen perguruan tinggi dalam perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Pelaksanaan KSB ini tentunya
22
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
41. Panduan Kampus Siaga Bencana
melibatkan berbagai komponen dan aspek. Namun demikian, dalam
panduan ini dibatasi pada aspek peningkatan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Sedangkan aspek lainnya dapat dikembangkan lebih lanjut
oleh institusi lain, yang pada akhirnya akan saling melengkapi.
Pentingnya KSB bagi upaya pengurangan risiko bencana:
• Setiap orang mempunyai hak untuk selamat dari dampak bencana,
termasuk warga kampus
• Kampus sebagai lembaga pendidikan yang melahirkan agen perubahan
ikut bertanggung jawab dalam keselamatan masyarakat dalam arti luas
• Sebagai wujud implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi di bidang
pengurangan risiko bencana
• Banyak kampus yang memiliki pusat studi bencana, namun masih sedikit
kampus yang memiliki rencana aksi pengurangan risiko bencana
B. Tujuan Kampus Siaga Bencana
Tujuan dari Kampus Siaga Bencana yaitu:
1. Meningkatkan kapasitas perguruan tinggi terhadap upaya kesiapsiagaan
bencana, pengurangan risiko bencana dan tanggap darurat bencana.
2. Meningkatkan peran perguruan tinggi sebagai agen perubahan dalam
upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam
kesiapsiagaan, pengurangan risiko dan tanggap darurat bencana.
C. Keluaran Kampus Siaga Bencana
Keluaran yang diharapkan dari Kampus Siaga Bencana, diantaranya adalah:
1. Adanya perubahan perilaku komponen SDM di perguruan tinggi terhadap
isu PRB.
2. Program PRB dapat terintegrasi dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan
Tinggi.
3. Perguruan tinggi dapat menjadi wadah bagi pelaku PRB dan mengembangkannya di lingkungan masyarakat.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
23
42. Panduan Kampus Siaga Bencana
4. Perguruan tinggi memiliki kapasitas untuk berkontribusi dalam
perubahan perilaku masyarakat dalam kesiapsiagaan, PRB, dan tanggap
darurat bencana.
D. Ruang Lingkup Kampus Siaga Bencana
1. Soft Skill
Kampus Siaga Bencana ini akan meningkatkan kemampuan sasaran dalam
berhubungan dengan orang lain dan keterampilan dalam dirinya sendiri
yang mampu mengembangkan kerjanya secara maksimal. Misalnya, kemampuan dalam melakukan diseminasi, advokasi dan sosialisasi tentang
upaya PRB.
2. Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan
Melalui Kampus Siaga Bencana ini pengetahuan, sikap dan keterampilan
sasaran di bidang PRB akan ditingkatkan, baik melalui pelatihan maupun
kegiatan yang lainnya.
3. Mitigasi Non-struktural
Salah satu bentuk upaya PRB adalah mitigasi non-struktural, yaitu mitigasi
yang bersifat non-fisik misalnya meningkatkan pengetahuan, mengubah
sikap dan perilaku dan membuat kebijakan tentang upaya PRB.
E. Sasaran Penerima Manfaat Kampus Siaga Bencana
1. Sasaran Primer
Sasaran primer adalah individu atau kelompok yang diharapkan berubah
perilakunya. Mahasiswa merupakan sasaran primer karena sebagai
agen perubahan pengurangan risiko bencana di dalam kampus maupun
lingkungan masyarakat.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah individu atau kelompok dan organisasi yang mempengaruhi perubahan perilaku sasaran primer. Dalam konteks KSB, yang
termasuk dapat mempengaruhi perubahan perilaku mahasiswa adalah:
24
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
43. Panduan Kampus Siaga Bencana
a. Dosen
b. Karyawan
c. Pengelola jasa
d. Masyarakat sekitar kampus
e. Orang tua dan keluarga mahasiswa
f. Media massa, media elektronik, dan sosial media
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah individu atau kelompok dan organisasi yang
memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dan keputusan PRB di
kampus. Dengan demikian para pemangku kebijakan di kampus, pihak
yayasan, KOPERTIS, Rektorat, Dekanat, Direktorat Perguruan Tinggi,
serta instansi yang menangani kegiatan PRB menjadi bagian dari sasaran
tersier.
F. Komponen Kampus Siaga Bencana
Komponen KSB, yang juga dapat disebut sebagai tim Kelompok Kerja
(Pokja) terdiri dari tim pengarah, tim pelaksana, dan dapat melibatkan
mitra.
1. Tim Pengarah KSB
Tim pengarah terdiri dari rektorat/dekanat dan dosen pendamping Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang
mempunyai tugas:
a. Memberi persetujuan atas rencana kegiatan yang disusun secara
bersama oleh Kelompok Kerja (Pokja) KSB.
b. Memberi petunjuk dalam mengorganisasi dan memobilisasi komponen
kampus untuk mendukung pelaksanaan KSB.
c. Memberi petunjuk dalam rangka pelatihan bagi warga kampus dan
anggota masyarakat dengan keterampilan PRB.
d. Membina koordinasi dengan dinas terkait setempat serta dengan
organisasi masyarakat pemerhati masalah bencana dan lingkungan
lainnya.
e. Mengupayakan dukungan kebijakan, struktural dan finansial.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
25
44. Panduan Kampus Siaga Bencana
2. Tim Pelaksana KSB
Tim pelaksana KSB merupakan gabungan dari dosen dan mahasiswa, yang
bertugas:
a. Menyusun secara rinci rencana kegiatan berdasarkan masukanmasukan dari pelaksana lapangan dan masyarakat, sebelum diajukan
kepada tim pengarah.
b. Mobilisasi komponen kampus dalam rangka pelaksanaan kegiatan
program penguatan kapasitas SDM dalam bidang PRB.
c. Mengorganisasi kegiatan PRB di tingkat perguruan tinggi dan
masyarakat.
d. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan sehari-hari di tingkat
perguruan tinggi dan masyarakat.
e. Koordinasi dengan petugas lapangan dari instansi-instansi terkait.
f. Evaluasi laporan kemajuan program di tingkat perguruan tinggi dan
masyarakat.
3. Mitra KSB
Berikut ini beberapa mitra potensial yang dapat terlibat sebagai anggota
tim Kelompok Kerja (Pokja):
a. Yayasan
b. Kopertis
c. PMI
d. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
e. Media massa
f. Dinas terkait
g. LSM/NGO terkait
26
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
45. Panduan Kampus Siaga Bencana
Gambar 4 : Aksi penanaman pohon yang dilakukan para mahasiswa yang tergabung
dalam unit KSR Universitas Negeri Jakarta
G. Peran PMI dan Para Mitra Dalam Pelaksanaan Siklus Kampus Siaga Bencana
PMI, sebagai salah satu mitra perguruan tinggi dalam mendukung
terwujudnya upaya PRB di lingkungan kampus, akan melaksanakan peran
yang mengacu pada mandat PMI baik dalam hal PRB, pembinaan generasi
muda, maupun Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional. Berikut peran dan komitmen yang dapat dilakukan oleh
PMI:
1. Pembinaan KSR Perguruan Tinggi sebagai salah satu UKM yang berfokus
pada upaya pengurangan risiko bencana.
2. Berbagi informasi dan sumber daya dalam bentuk fasilitator, nara sumber,
maupun pelatih, dokumen terkait PRB, kurikulum pelatihan, alat peraga.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
27
46. Panduan Kampus Siaga Bencana
3. Sosialisasi dan advokasi di tingkat nasional maupun global di lingkungan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
4. Mengintegrasikan upaya PRB di kampus dan PMI untuk pengembangan
program-program PRB berbasis masyarakat dan Sekolah Siaga Bencana
(SSB).
5. Menjadi anggota tim pemantauan dan evaluasi, maupun tim pengembangan
KSB.
Adapun peran PMI di setiap tingkatan, secara rinci dijelaskan dalam tabel
di bawah ini:
Tabel 2. Peran PMI di Setiap Tingkatan
Komponen
Peran
- Memformulasikan kebijakan dan strategi pengembangan KSB
- Memastikan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki
- Meninjau permohonan dari PMI Provinsi lain dalam rangka
PMI Pusat
pengembangan KSB di wilayah kerjanya
- Melaksanakan koordinasi di tingkat internal PMI dalam kaitannya
dengan pengembangan KSB
- Melaksanakan koordinasi dengan pihak eksternal di tingkat
nasional dalam kaitannya dengan pengembangan KSB.
- Menjabarkan kebijakan dan strategi pengembangan KSB sesuai
dengan situasi, kondisi serta prioritas PMI Provinsi
- Memastikan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki
PMI Provinsi
- Membina koordinasi dengan BPBD, dinas-dinas dan pemangku
kebijakan terkait serta mengupayakan dukungan dari
pemerintah provinsi
- Mendukung mobilisasi sumber daya
- Mengupayakan dukungan monitoring dan supervisi pelaksanaan
pengembangan KSB.
28
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
47. Panduan Kampus Siaga Bencana
- Mensosialisasikan KSB sebagai sebuah pendekatan pelaksanaan
PRB di Perguruan Tinggi
- Memberi rekomendasi dalam mengorganisasi dan memobilisasi
sumber daya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan PRB di
Perguruan Tinggi
- Memberi rekomendasi dalam rangka peningkatan kapasitas
sumber daya manusia di internal PMI dalam kaitannya dengan
pengembangan KSB
- Membantu mengidentifikasi kebutuhan kegiatan PRB di Kampus
bekerjasama dengan Perguruan Tinggi terkait
- Memberikan pendampingan teknis bagi Perguruan Tinggi dalam
mengembangkan dan melaksanakan kegiatan PRB
- Membina koordinasi dengan BPBD, pemangku kebijakan, dinas
PMI Kabupaten/Kota
dan organisasi terkait dalam hal pengembangan PRB
di Perguruan Tinggi
- Pembinaan KSR Unit Perguruan Tinggi sebagai salah satu sumber
daya yang dimiliki oleh PMI Kabupaten/Kota dalam mengembangkan PRB di Perguruan Tinggi
- Berbagi informasi dan sumber daya dalam bentuk fasilitator,
narasumber, pelatih dan dokumen terkait pengurangan risiko
bencana, kurikulum pelatihan, serta alat peraga
- Sosialisasi dan advokasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional
- Mengintegrasikan upaya pengurangan risiko di Perguruan Tinggi
untuk pengembangan program-program pengurangan risiko
berbasis masyarakat dan Sekolah Siaga Bencana
- Menjadi anggota tim pemantauan dan evaluasi, maupun tim
pengembangan KSB.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
29
48. Panduan Kampus Siaga Bencana
Sedangkan peran Pengurus, Staf, dan Relawan PMI dijabarkan sebagaimana
tabel berikut ini:
Tabel 3. Peran Pengurus, Staf dan Relawan PMI
Komponen
Peran
- Memformulasikan kebijakan dan rencana strategi pengembangan KSB;
- Melaksanakan pengawasan, pembinaan dan pengembangan KSB
- Bekerjasama dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam
Pengurus
mengembangkan KSB
- Membangun jejaring dengan pemangku kepentingan lainnya di
tingkat Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka
pengembangan KSB
- Menjabarkan kebijakan dan rencana strategi pengembangan
KSB sesuai dengan situasi, kondisi serta prioritas PMI Pusat/
Provinsi/Kabupaten/Kota
- Mensosialisasikan KSB sebagai sebuah pendekatan pelaksanaan
PRB di Perguruan Tinggi
- Memastikan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dapat ber-
Staf
jalan sebagaimana yang dikehendaki
- Membina koordinasi dengan BPBD, Perguruan Tinggi, dinas-dinas
dan pemangku kebijakan terkait serta mengupayakan dukungan
dari pemerintah provinsi
- Mendukung mobilisasi sumber daya
- Mengupayakan dukungan monitoring dan supervisi pelaksanaan
pengembangan KSB.
- Mensosialisasikan KSB sebagai sebuah pendekatan pelaksanaan
PRB di Perguruan Tinggi
Relawan
- Mempromosikan kegiatan KSB
- Memberikan pendampingan teknis dalam pelaksanaan kegiatan
PRB di Perguruan Tinggi.
30
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
49. Panduan Kampus Siaga Bencana
Kampus sebagai pengelola KSB tentunya memainkan peran utama untuk
mencapai keberhasilan PRB di lingkungan kampus. Tabel di bawah ini mendeskripsikan kompetensi dan peran warga kampus, yang dapat bersinergi
dengan para mitra:
Tabel 4. Kompetensi dan Peran Warga Kampus di Perguruan Tinggi
Komponen
Kompetensi
Peran
- Mampu membuat
kebijakan (mengesahkan
- Pembuat kebijakan kampus
dan menetapkan Standard
Operating Procedure (SOP),
Rektorat/Dekanat
yang mendukung
pelaksanaan upaya KSB dan
Perjanjian Kerjasama dan
integrasinya dalam
Kesepahaman, Rencana
Strategis, Rencana Aksi)
- Mendanai dan/atau
mendukung pendanaan
kegiatan perguruan tinggi
- Pelindung
- Penasehat
- Penyandang dana
pelaksanaan.
- Memahami konsep PRB
- Memberikan pemahaman
kepada masyarakat kampus
tentang KSB
- Mengintegrasikan isu dan
dampak PRB dan adaptasi
perubahan iklim ke dalam
mata kuliah yang diajarkan
Dosen
- Berkonstribusi mengenai
penelitian dan
pengembangan keilmuan
terkait
- Narasumber
- Fasilitator
- Pelaksana
- Peneliti
- Promotor
- Sebagai Role Model,
memberikan contoh kepada
masyarakat lingkungan
kampus tentang perilaku
upaya PRB dan adaptasi
perubahan iklim.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
31
50. Panduan Kampus Siaga Bencana
- Memahami KSB
- Mampu mengelola dan
melaksanakan KSB dalam
upaya PRB
Mahasiswa
- Pelaksana
- Pengelola
- Memiliki kemampuan
advokasi
- Terlibat dan berpartisipasi
- Promotor
- Narasumber
- Pendidik sebaya
dalam upaya pencapaian
tujuan KSB.
- Pelaksana
Karyawan
- Mengetahui upaya PRB
- Pendukung
- Melaksanakan KSB.
- Promotor
- Fasilitator
Pengelola jasa layanan
(kantin, photo copy, parkir,
dll)
- Mengetahui tentang KSB
- Terlibat dalam KSB
- Partisipasi
- Mengetahui tentang KSB
- Memahami KSB
Yayasan
- Mendukung pengesahan dan
penetapan kebijakan
- Pembuat Kebijakan
- Promotor
- Mendanai pelaksanaan
- Mengetahui tentang KSB
- Mendukung upaya promotif
pengambilan kebijakan
- Mendukung upaya promotif
KOPERTIS
penyediaan dana
pelaksanaan
- Mendukung upaya
koordinasi dan kerjasama
KSB antar perguruan tinggi
32
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
- Promotor
51. Panduan Kampus Siaga Bencana
H. Isu Lintas Sektor Kampus Siaga Bencana (KSB)
Semakin besarnya perhatian pada upaya pengarusutamaan risiko bencana
dipengaruhi oleh semakin meningkatnya kerugian yang ditimbulkan oleh
bencana terutama terhadap aset ekonomi, sosial serta kesejahteraan dan
penghidupan masyarakat. Oleh karena itu, salah satu upaya yang perlu
diperhatikan dalam penyelesaian PRB adalah dengan memperhatikan isi-isu
lintas sektor KSB. Memadukan strategi program PRB dengan isu-isu lintas
sektoral yang terkait dengan bencana tentunya akan menjadikan KSB mempunyai cakupan sasaran yang luas dan menyeluruh. Berikut isu lintas sektor
KSB sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
1. Pendekatan Multiancaman (multi-hazard)
Pendekatan multiancaman adalah salah satu metodologi dalam upaya
PRB yang berguna dalam mengidentifikasikan sekaligus membandingkan
strategi-strategi
PRB,
kesiapsiagaan,
serta
langkah-langkah
mitigasi
untuk setiap jenis bencana yang berbeda. Pengurangan Risiko Bencana dalam
aplikasinya pada sebuah program kerja adalah sebuah permasalahan multidimensi yang kompleks dimana membutuhkan pengetahuan dan pengalaman
yang luas dari berbagai disiplin ilmu.
Mengadopsi pendekatan multibencana dalam rencana kerja KSB kedepannya akan menjadi satu keuntungan. KSB menjadi wadah yang tepat untuk
hal ini karena pendekatan multibencana dapat digunakan untuk memantau
seluruh strategi PRB yang akan digunakan oleh sebuah perguruan tinggi. Selain
itu pendekatan ini memberikan kesempatan untuk kerja pembangunan yang
lebih terkoordinasi. Berikut adalah isu-isu terkait lainnya yang termasuk
dalam pendekatan multi-hazard:
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
33
52. Panduan Kampus Siaga Bencana
Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC) Universitas Syiah Kuala
Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) merupakan salah satu universitas di Indonesia
yang telah mengembangkan dan menerapkan berbagai program mitigasi bencana
di lingkungan kampus melalui pendirian Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana
(Tsunami and Disaster Mitigation Research Center) pada tahun 2006. Pendirian
TDMRC tersebut diilhami oleh bencana tsunami yang melanda Aceh pada 2004
silam, yang menelan ratusan korban jiwa.
Pengembangan program mitigasi yang dilakukan UNSYIAH, tidak hanya dilakukan
di Aceh, tetapi di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah rawan bencana.
“Program kebencanaan yang sudah dan sedang dilakukan terus disosialisasikan oleh TDMRC”, papar Teuku Alvisyahrin, Kepala Divisi Professional Service
TDMRC UNSYIAH kepada Antara (Antara, 2010). TDMRC juga mendapat mandat
dari pemerintah Provinsi Aceh untuk menyediakan informasi, produk dan
layanan yang dapat dimanfaatkan untuk program pengurangan risiko bencana.
Dalam upaya mempercepat proses pengembangan kapasitas lembaga, dalam
melaksanakan aktivitasnya TDMRC bekerja sama dengan para peneliti dari lembaga
riset kebencanaan nasional dan internasional.
Program kolaborasi yang dirintis oleh TDMRC juga mencakup penerapan
dan pengembangan teknologi bencana dan pengurangan risiko bencana
berbasis masyarakat, dan mengintegrasikan program siaga bencana dalam
kurikulum sekolah dan universitas.
Upaya-upaya memperkuat kapasitas terus dilakukan sampai saat ini. Seperti
yang dijelaskan dalam web resmi UNSYIAH, saat ini pihak universitas juga sudah
mengirimkan beberapa akademisi handal keluar negeri, terutama Jepang guna
mempelajari bagaimana cara menanggulangi bencana. Peningkatan kapasitas
sumber daya manusia juga menjadi salah satu fokus utama dari pengembangan
TDMRC karena selama ini UNSYIAH masih kekurangan tenaga profesional yang
dapat menangani mitigasi bencana. Pihak universitas juga akan menjamin akan
adanya transfer ilmu dan teknologi dari program ini.
Dalam situs resminya, Darni, Rektor UNSYIAH juga menekankan bahwa UNSYIAH
akan mengembangkan program mitigasi melalui jenjang pendidikan. Semua
masyarakat kampus akan dilibatkan, baik staf, dosen maupun mahasiswa dalam
mensosialisasikan siaga bencana di wilayah masing-masing (www.tdmrc.org/id/).
34
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
53. Panduan Kampus Siaga Bencana
2. Kesehatan
Pendekatan yang dilakukan KSB dalam upaya PRB tentunya juga diharapkan menyertakan isu terkait kesehatan. Seperti diketahui bahwa bencana
dan perubahan iklim sudah dipastikan menyertakan dampak pada berbagai
masalah kesehatan di masyarakat. Epidemi, wabah, merupakan ancaman
yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di
suatu tempat tertentu, demikian juga dengan penyebaran HIV dan AIDS yang
terasosiasi dengan bertambahnya populasi, eksploitasi, kekerasan berbasis
gender maupun transaksi seksual sebagai strategi bertahan hidup. Kondisi
lingkungan yang buruk, perubahan iklim dan pola hidup masyarakat yang
salah, bisa meningkatkan skala sebaran penyakit yang semula berada di
posisi lokal. Dengan meningkatnya korban jiwa maka akan menjadi
bencana nasional. Maka pemahaman yang baik dan benar akan pentingnya
isu kesehatan dalam setiap upaya PRB menjadi penting untuk capaian hasil
sasaran.
Kampanye Donor Darah
Donor darah sebagai bagian dari gaya hidup merupakan kampanye yang didengungkan oleh PMI semenjak Mei 2010. Kampanye ini diperuntukkan kepada individu
secara khusus dan masyarakat luas pada umumnya, untuk mengajak partisipasi
mereka untuk donor darah. Gerakan ini muncul dari adanya kebutuhan darah
yang terus meningkat. Mengutip keterangan Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla, kepada
Suara PMI, “PMI membuka gerai donor darahnya di berbagai mal dan kampus
supaya masyarakat mudah mendonorkan darahnya”. Saat ini gerai donor darah
yang telah beroperasi antara lain: di Mal Senayan City, Pasar Tanah Abang Jakarta,
Mal Metropolitan Bekasi, Jawa Barat Mal, Tunjungan Plaza 2 Surabaya dan Mal Ratu
Indah, Makassar. Sedangkan untuk area kampus, PMI juga membuka gerai donor
darah di Kampus Universitas Trisakti, Jakarta dan Kampus Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Untuk kelancaran dan kecepatan layanan donor darah, dengan menggandeng
mitranya, PMI menyediakan mobil layanan donor darah yang siap menjangkau masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, PMI juga bekerja
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam
menyiapkan sistem informasi stok darah secara online. Layanan ini dapat dilihat
dalam direktori donor darah dalam website resmi FK UGM. (Setiawan, 2012)
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
35
54. Panduan Kampus Siaga Bencana
Paguyuban Demi Setetes Darah Untuk Kehidupan
Tawang Rejo adalah salah satu desa di Kecamatan Jatipurno, Kabupaten
Wonogiri, yang menjalankan program Kesehatan dan Pertolongan Pertama
Berbasis Masyarakat (KPPBM) PMI bekerjasama dengan Palang Merah Amerika.
Selain merasakan manfaat positif atas program kesehatan tersebut, warga Desa
Tawangrejo menjadi akrab dengan kegiatan donor darah.
Berkat persuasi yang intensif dari relawan desa, PMI, dan tenaga kesehatan
desa, masyarakat Tawangrejo kini tidak lagi takut mendonorkan darahnya.
Bahkan sebuah paguyuban donor darah dengan nama Gumregah dibentuk sejak
Juni 2011. Saat ini paguyuban ini berfungsi untuk mengkoordinasi masyarakat dan
mendorong donor darah kolektif setiap tiga bulan sekali. Sekarang gerakan Desa
Tawangrejo tersebut telah diikuti oleh dua desa lain di Kecamatan Jatipurno. Desa
Jatipurno, misalnya telah membentuk paguyuban pendonor dan diberi nama
Paguyuban Bakti Ludiro Husada, sedangkan di Desa Slogoretno, diberi nama
Paguyuban Retno Ludiro.
PMI Kabupaten Wonogiri melihat potensi pedonor darah di pedesaan memang
sangat besar, namun belum dimaksimalkan. Terinspirasi oleh hal itu, sebuah
rencana besar pun disusun. Bekerjasama dengan masyarakat Wonogiri dan dinas
terkait, peluncuran Desa Donor Darah sedang dirintis. Targetnya tidak main-main,
25 desa di seluruh Kabupaten Wonogiri.
Sekretaris PMI Wonogiri, Annajib Thohari mentargetkan setiap kecamatan
minimal mempunyai satu desa donor darah. Beliau menambahkan, “Kalau
paguyuban pendonor darah sudah teroganisasi, kerja Unit Transfusi Darah (UTD)
lebih mudah karena mereka tinggal mendatangi desa yang sudah terjadwal”.
(Soemantri, 2012)
3. Kesinambungan Lingkungan
Kondisi lingkungan adalah salah satu faktor penting yang dapat
menentukan kerentanan terhadap suatu bencana. Kerusakan lingkungan
diakui secara luas berkontribusi besar terhadap kerugian hilangnya nyawa
manusia serta gangguan ekonomi. Dengan tidak mengindahkan isu
lingkungan dalam rancangan sebuah upaya PRB seperti KSB, dapat
menghambat keberlangsungan upaya tersebut di masa depan.
36
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
55. Panduan Kampus Siaga Bencana
Penilaian terhadap kondisi lingkungan internal maupun eksternal
kampus menjadi sangat penting dalam inisiasi pembentukan KSB.
Dalam penilaian awal, sangatlah penting bagi perguruan tinggi yang
bersangkutan untuk dapat mengumpulkan data-data terkait sejarah
perkembangan lingkungan, sejarah, dan risiko bencana yang berkontribusi
terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal kampus.
Konsistensi Relawan Melawan “Kota Jakarta”
Masyarakat Jakarta sebagai masyarakat metropolitan jelas memiliki karakter yang
berbeda dari masyarakat di daerah pedesaan. Sulitnya mendapati masyarakat
perkotaan yang dengan sukarela mau berpartisipasi dan memiliki kepedulian
terhadap lingkungan, merupakan satu problematika tersendiri di daerah urban
seperti Jakarta.
“Kalau warga diundang kegiatan Jumat bersih, mereka beralasan, ‘setiap hari
juga menyapu rumah kok’. Kalau diminta gotong royong membersihkan selokan,
alasannya, ‘Setiap saat juga dibersihkan kok’, ujar Muhartini, ketua RT 05, Kelurahan Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Menurutnya warga selalu
memberikan berbagai macam alasan jika diajak berpartisipasi dalam kegiatan
Kesehatan dan Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (KPPBM) yang didukung
oleh PMI.
Kendati begitu sulit menarik partisipasi warganya, Muhartini tidak begitu saja
menyerah. Ia memulai program kesadaran lingkungan justru dari diri sendiri,
menjadikan dirinya sebagai contoh. Kelurahan Pejaten Timur seperti umumnya
pemukiman padat di ibu kota Jakarta, terhimpit oleh permasalahan sanitasi
buruk, Mandi Cuci Kakus (MCK) tidak mencukupi, tempat pembuangan sampah
tidak memadai, selokan tidak berfungsi dan sungai yang mendangkal.
Semua diperburuk dengan sulitnya menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi
melakukan perubahan untuk lingkungan. Tetapi, masih ada secuil harapan yang
bisa didapat dari orang-orang yang konsisten seperti Muhartini beserta beberapa
relawan lain yang masih aktif. Merekalah yang bisa melawan karakter negatif
orang kota, dan membuktikan masyarakat metropolitan bisa menjadi ‘peduli
lingkungan’. (Soemantri, 2012)
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
37
56. Panduan Kampus Siaga Bencana
4. Keragaman Budaya dan Usia
Pendekatan multiancaman yang terintegrasi dalam setiap program PRB
juga selayaknya mempertimbangan isu-isu terkait dengan keragaman
budaya dan usia. Mengingat fakta bahwa Indonesia memiliki
keragaman budaya yang sangat tinggi, maka isu ini akan menjadi sangat
penting dalam pertimbangan desain upaya mitigasi di setiap program PRB.
Demikian pula dengan kelompok usia yang tak luput dari pertimbangan,
hal ini perlu disadari karena setiap kelompok usia memiliki ketahanan dan
kapasitas yang berbeda dalam menghadapi bencana. Memasukkan
pertimbangan isu keragaman budaya dan usia dalam rencana kerja KSB
tentunya menyempurnakan capaian hasil dari sasaran program KSB.
Pemberdayaan Mereka yang Lanjut Usia dalam Pengurangan Risiko Bencana
Sebagai sebuah organisasi dengan jaringan global, HelpAge International
(Hall, 2007) percaya bahwa mereka yang lanjut usia mempunyai potensi untuk
berdaya guna memimpin dan mengupayakan hidup sehat dan aman. Untuk itu
HelpAge International melalui program pemberdayaan orang tua berupaya
untuk memperjuangkan hak-hak orang tua terutama mereka yang kurang mampu
secara ekonomi dan fisik, serta memberikan dukungan kepada mereka selama
pengasuhan lintas generasi.
Tsunami memiliki dampak yang mendalam pada semua orang yang tinggal di Aceh.
Namun dampak tersebut pun dirasakan bervariasi berdasarkan kelompok usia.
Dari hasil temuan di lapangan, dinyatakan bahwa sifat bantuan yang diberikan
pada saat operasi bencana masih belum menganggap orang tua sebagai aktor
untuk rehabilitasi dan pembangunan. Melalui kerjasama dengan mitra jaringannya di Banda Aceh, HAI melaksanakan program pemberdayaan orang tua melalui
peningkatan kapasitas untuk memberikan pelayanan kesehatan ramah usia dan
terhadap usia-usia tertentu sebagai bagian dari upaya program rekonstruksi
tsunami.
Kegiatan meliputi paket pelatihan dan pendidikan untuk relawan kesehatan
masyarakat untuk meningkatkan penjangkauan masyarakat untuk orang tua
rentan dengan mobilitas yang terbatas. Untuk mendukung program ini, HAI juga
mengembangkan toolkit yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan
orang tua dalam keadaan darurat.
38
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
57. Panduan Kampus Siaga Bencana
Narwani (60) mengungkapkan kekayaan yang dimilikinya sebelum terjadi
tsunami; ia memiliki 11 ha lahan subur, 200 ekor sapi dan toko kelontong
dengan penghasilan rata-rata US $7 per hari. Setelah Tsunami terjadi, dia
kehilangan hampir semua ternak dan tokonya. Dengan dua putranya, dia telah
kembali ke pertanian keluarga dan memulai merintis toko kelontongnya dengan
dukungan dari kredit yang diberikan oleh sebuah organisasi lokal. “Hal ini sangat
baik untuk saya, karena dapat membuat saya selalu sibuk dan menjadi salah
satu cara saya menjaga diri untuk sehat sekaligus mendapatkan uang untuk
menghidupi keluarga saya”, ungkap Narwani bersemangat dan penuh percaya diri
(HelpAge International, 2006).
5. Perspektif Gender Dalam Rencana Desain Pembentukan KSB
Faktanya, perempuan dan laki-laki memiliki jenis kerentanan yang berbeda
dan hal ini didukung oleh kapasitas yang berbeda-beda dalam menanggapi
bencana serta akses terhadap sumber daya yang tersedia. Oleh karena
itu, risiko bencana dan perubahan iklim memberikan dampak yang nyata
dan berbeda pada setiap kelompok rentan masyarakat; kelompok laki-laki,
perempuan, serta anak perempuan dan laki-laki.
Pengarusutamaan gender di semua kebijakan lembaga dan program PRB
untuk mengatasi akar permasalahan terjadinya kerentanan berbasis
gender adalah penting untuk menjadi bahan pertimbangan. Saat ini gender
dipastikan
selalu
terintegrasi
dalam
setiap
kebijakan
terkait
penanggulangan bencana, perencanaan dan proses pengambilan
keputusan termasuk penilaian risiko, peringatan dini, manajemen informasi
dan pendidikan/pelatihan. Perhatian khusus pada peran dan prioritas
laki-laki dan perempuan yang berbeda dalam upaya mengurangi risiko
bencana akan memberikan hasil yang lebih berkelanjutan.
Dalam prosesnya, KSB diharapkan mampu menjamin penggunaan analisis
gender dan data terpilah berdasar jenis kelamin untuk menentukan sasaran
sumber daya dan memberikan bobot seimbang terhadap hak dan
kapasitas laki-laki dan perempuan. Akses terhadap informasi PRB dan
pengambilan keputusan terhadap upaya-upaya PRB dalam pembentukan KSB
dan rencana aksi kedepannya adalah salah satu contoh yang dapat
dipraktikkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
39
58. Panduan Kampus Siaga Bencana
Rintisan ‘Kemandirian’ Perempuan Punge Jurong
Gampong Punge Jurong, Banda Aceh, merupakan salah satu area kerja program
dukungan psikososial (PSP) paskatsunami. Program ini merupakan kerjasama
PMI dan Palang Merah Amerika. Program yang melayani sekitar 130 ribu individu
di 122 desa dan 126 sekolah di Banda Aceh dan Aceh Besar sebenarnya telah
berakhir, tetapi di gampong yang ditinggali ibu-ibu aktif warga Punge Jurong ini
geliat aktivitas masih terasa.
Selain meninggalkan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan teknis,
antara lain membuat sulaman hiasan khas Aceh dan membuat kue, program PSP
telah membentuk rasa kebersamaan yang kuat di kalangan perempuan. Rasa
kebersamaan ini didasarkan pada rasa kehilangan yang sama, dan program PSP
memfasilitasi mereka untuk berbagi rasa secara berkelompok dalam berbagai
aktivitas. Terdorong oleh keinginan untuk saling mendukung, sebuah koperasi
simpan pinjam dengan nama “Koperasi Wanita Mawaddah” pun terbentuk.
Sampai pada bulan Juli 2011, koperasi ini telah beroperasi selama enam
bulan dengan beranggotakan 50 perempuan dan memiliki omzet Rp 9.000.000.
Keinginan perempuan Punge Jurong sebenarnya sederhana, yaitu koperasi ini
secara eksklusif dapat membantu mereka memenuhi kebutuhan tambahan
keluarga. Tetapi ternyata keberadaannya
menjadi sebuah bukti rasa
kebersamaan dan kepercayaan yang telah kuat terbangun di Gampong yang rusak
cukup parah karena tsunami ini. Para ibu kini tidak hanya sudah pulih, tetapi
sedang merintis sebuah kemandirian (Soemantri, 2012).
6. Adaptasi Perubahan Iklim (API)
Satu hal yang perlu dipahami adalah tanpa pemahaman dan adaptasi terhadap perubahan iklim, kejadian bencana yang mengancam masyarakat
rentan seperti banjir, angin topan, akan berpotensi meningkatkan risiko
bencana dalam skala besar. Saat ini tindakan-tindakan API umumnya
sudah banyak diakui dan dilakukan oleh berbagai kelompok pemangku
kepentingan yang mewakili pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Umumnya
strategi API mengupayakan
optimalisasi hasil dari
peraturan dan struktur yang telah ada untuk diterapkan dalam program
PRB berbasis masyarakat untuk memperkuat ketahanan masyarakat yang
rentan akan dampak bencana dan perubahan iklim.
40
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
59. Panduan Kampus Siaga Bencana
Sama
halnya
dengan
pengarusutamaan
perspektif
gender,
pengarusutamaan API diharapkan mampu diintegrasikan sejalan dengan
tujuan pembentukan dan rencana aksi KSB. Dengan demikian, masyarakat
kampus/perguruan tinggi yang bersangkutan dapat menjadi bagian sebagai
pelaku utama implementasi API yang terintegrasi dalam upaya penguatan
kapasitas ketahanan PRB di lingkungan kampus maupun masyarakat luar
kampus.
UNNES, Universitas Konservasi
Jika universitas lain berlomba-lomba menamakan dirinya sebagai Universitas Riset,
maka tidak demikian dengan Universitas Negeri Semarang (UNNES). UNNES bersiap diri untuk mendeklarasikan diri sebagai Universitas Konservasi, sebagai wujud
pengalaman Tri Dharma Perguruan Tinggi. Universitas Konservasi yang dimaksud
adalah UNNES tidak hanya bertujuan mencetak generasi muda yang berkualitas,
tetapi dalam tujuan tersebut lingkungan sekitar juga menjadi faktor penentu.
Salah satu bentuk nyata UNNES dalam memperhatikan kehidupan sekitar
kampus adalah melalui pembangunan dua embung (telaga) yang airnya berasal dari
limbah rumah tangga yang telah mengalami proses penjernihan dengan teknologi
sederhana. Pembangunan embung tersebut menjadi sumber air bagi kehidupan
masyarakat sekitar kampus pada saat musim kemarau.
Keterlibatan rektor sebagai pelopor gerakan konservasi, dinyatakan sebagai
bentuk semangat dari pelaksanaan program ini, demikian juga dengan keterlibatan
dosen, mahasiswa, dan keluarga kampus tidak terkecuali. Wujud lain
bentuk nyata program ini, UNNES juga telah memanfaatkan teknologi IT dalam
melaksanakan perkuliahan sebagai upaya penghematan penggunaan kertas. Upaya
ini dianggap efektif karena dalam satu bulan UNNES mampu menghemat 4 rim
kertas dari 5 rim kertas per bulannya. Kedepannya UNNES juga akan
memberlakukan area bebas kendaraan bermotor di beberapa bagian area
kampus. Program yang akan dikembangkan kedepannya diantaranya: Conservation
of Biodiversity, Environmental Management, Green Space Management, Green
Architecture, Green International Transportation, Waste Management, Paperless
Policy dan Green Policy.
Pengembangan Sumber Daya Manusia juga akan dilakukan melalui pembentukan kader konservasi di setiap fakultas sebagai salah satu strategi keberlanjutan
(Gemari, 2010).
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
41
60. Panduan Kampus Siaga Bencana
7. Kelompok Rentan
Kampus Siaga Bencana senantiasa memastikan bahwa kelompok rentan
seperti kaum perempuan, anak-anak, ODHA (Orang dengan HIV dan
AIDS), dan masyarakat berkebutuhan khusus bukan hanya menjadi pihak
yang menerima manfaat langsung dari program atau kegiatan namun juga
memiliki kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dalam
pembuatan keputusan. Pemahaman dan kesepakatan peran dari setiap
jenis dan lapisan masyarakat akan menjadi fondasi kuat dalam setiap
kegiatan perencanaan dan pelaksanaan KSB. Konsep ini akan menjadi
bagian yang menyatu dalam peningkatan kesadaran di setiap tingkatan
kegiatan.
Peraya, Ujung Tombak Pencegahan HIV dan AIDS Di Kalangan Remaja
“Ternyata HIV dan AIDS masalah remaja, tetapi kok remajanya malah gak
sadar?” demikian ungkapan keheranan Noviyanti tiga tahun silam setelah mengikuti
pelatihan Pendidik Remaja Sebaya (PERAYA) PMI Cabang Jakarta Timur. Fakta
bahwa penyebaran HIV dan AIDS cukup tinggi di kalangan remaja dan pengguna
narkoba dengan jarum suntik adalah salah satu kelompok berisiko tinggi membuatnya terhenyak. Karena itu menjadi anggota Peraya menurut Noviyanti bukanlah sekedar untuk mengisi waktu, tetapi telah menjadi sebuah keharusan. Novi,
tidak hanya menyebarkan informasi HIV dan AIDS di seputar wilayah kerja yang
menjadi tanggungjawabnya yaitu daerah Rawa Bunga, Prumpung. Pada setiap
kesempatan yang memungkinkan, informasi dan pendidikan mengenai HIV dan
AIDS sering sengaja ia jadikan topik pembicaraan di kalangan teman sebayanya.
Pola komunikasi serupa juga dilakukan oleh Remon di wilayah kerja yang sekaligus
menjadi tempat tinggalnya, Pulo Gebang. Perilaku seks bebas di kalangan remaja
dan pemakaian narkoba jarum suntik adalah dua faktor yang membuat daerah
tersebut berisiko tinggi terhadap penyebaran HIV dan AIDS.
Pemahaman yang lebih baik mengenai HIV dan AIDS di antara teman sebayanya
memang tidak serta merta menghentikan perilaku berisiko. Menurut Remon
paling tidak mereka sudah mengenal penggunaan kondom sebagai pencegahan dan
menjadi lebih peduli pada masalah kesehatan reproduksi.
42
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
61. Panduan Kampus Siaga Bencana
Berkordinasi dengan pihak kelurahan yang dijadikan area target, PMI Cabang
Jakarta Timur telah merekrut 66 orang remaja dan melatih mereka menjadi
Peraya. Peraya diharapkan memiliki kapasitas untuk menjadi penyuluh dan
penyampai informasi mengenai HIV dan AIDS, kesehatan reproduksi bahkan isu
yang penting lain di kalangan remaja di wilayah dampingannya. Program yang
didukung oleh Palang Merah Belanda ini diimplementasikan sejak tahun 2006
di sepuluh kecamatan yang meliputi 60 kelurahan di Jakarta Timur dan berakhir
2010.
Para peraya menyadari bahwa pendekatan yang mereka lakukan dinilai efektif,
karena remaja sering hanya terbuka kepada teman sebayanya. Semangat itu mendasari upaya nyata pencegahan penyebaran HIV dan AIDS di kalangan remaja. Dan
Peraya adalah ujung tombaknya (Soemantri, 2012).
8. Partisipasi Masyarakat dan Relawan
Masyarakat yang kuat, berdayaguna dan berkesinambungan adalah sebuah
kunci penting pembangunan dalam tujuannya mencapai keberhasilan positif
dalam segala sektor; ekonomi, sosial dan budaya. Partisipasi masyarakat
aktif adalah kunci keberhasilan dari pembangunan masyarakat yang
bertahan dan berdayaguna.
Dalam kaitannya dengan upaya-upaya pengurangan risiko, partisipasi
mereka yang dilandaskan atas kesukarelaan dalam setiap upaya PRB
tersebut akan menciptakan nilai-nilai berharga baik bagi diri mereka
sendiri maupun anggota masyarakat dimana mereka bernaung. Selain
itu tentunya memberikan kesempatan untuk masyarakat rentan untuk
aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan akuntabilitas
upaya PRB.
Pembentukan KSB tentunya diharapkan tetap mengindahkan keterlibatan
masyarakat dan relawan (desa/kelurahan/kampus). Mengingat bahwa
masyarakat (rentan) adalah target penerima manfaat dari setiap upayaupaya PRB, maka KSB akan berdaya guna secara optimal bila terjalin
kemitraan dan partisipasi yang tinggi dari semua komponen masyarakat/
relawan.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
43
62. Panduan Kampus Siaga Bencana
Dukungan masyarakat terhadap KSB akan menjadi penting, mengingat
kedepannya masyarakat adalah salah satu target penerima manfaat dari
pembentukan KSB. Partisipasi masyarakat/relawan dapat pula ditingkatkan
dalam hal pelaksanaan maupun pemantauan dan evaluasi.
Bergotong-royong Membentengi Diri Terhadap Bencana
Desa Morba, Kecamatan Alor Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, telah
menyelesaikan pembangunan bronjong dengan panjang total 140 meter dan
tanggul sepanjang 120 meter di empat titik rawan banjir di sepanjang Sungai
Kikiray. Sungai yang membelah desa berpenduduk 1.303 kepala keluarga (KK) itu
setiap tahun membawa permasalahan bagi warga di sebagian wilayahnya. Pada
musim kemarau sungai ini cenderung kering, tetapi kondisinya sangat kontras
ketika musim hujan. Saat hujan di atas bukit selama kurang lebih satu hari saja,
serangan banjir tidak terelakkan lagi.
Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan oleh masyarakat desa. Salah
satunya dengan melakukan penanaman bambu di bantaran sungai, tetapi ternyata
belum berhasil menahan banjir. Desa Alila dan Kelurahan Adang, di Kecamatan
Alor Barat Laut juga mempunyai permasalahan serupa.
“Coba kalau banjir datang berselang 5-6 tahun sekali mungkin bisa, tetapi banjir
datang setiap tahun, buluh bambu belum tumbuh besar sudah terbawa banjir”,
tutur Levinus T. Han, anggota tim SIBAT (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat) Desa
Adang.
Masyarakat, tim Sibat, pemerintah desa dan Korps Sukarela (KSR) melakukan pemetaan ancaman, kerentanan, risiko, dan kapasitas sesuai kondisi
desa masing-masing. Hasil dari musyawarah bersama tersebut disepakati
membangun bronjong dan tanggul sungai pencegah bencana banjir di titik-titik
rawan. Mitigasi ini adalah langkah utama dari serangkaian kegiatan program
PERTAMA kerjasama PMI dan Palang Merah Belanda, sejak bulan Maret 2008.
44
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
63. Panduan Kampus Siaga Bencana
Tidak sulit memobilisasi masyarakat yang secara sukarela bekerja bersama membangun tanggul dan bronjong di tiga desa tersebut. Masyarakat sadar
bahwa semua itu untuk membentengi mereka dari bencana banjir. Kini sebagian
besar pembangunan telah selesai. Tetapi upaya pengurangan risiko bencana di
Desa Morba, Alila dan Kelurahan Adang tentu tidak berhenti pada pembangunan
mitigasi saja. Program PERTAMA boleh jadi menginisiasi serangkaian upaya
tersebut. Tetapi swadaya masyarakat dan kegotongroyongan yang sangat kuatlah yang sebenarnya akan terus menjadi benteng yang kokoh terhadap bencana
(Soemantri, 2012).
9. Mobilisasi Sumber Daya
Faktor
ketidakpuasan
dan
keinginan
untuk
mengubah
kondisi
(kerentanan dan kemiskinan) menjadi salah satu indikator dalam gerakan
sosial yang tidak terlepas dari mobilisasi sumber daya. Tindakan kolektif
akan dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat dalam upayanya
melakukan sebuah perubahan sosial dan meningkatkan kondisi mereka.
Terkait
dengan
upaya
PRB,
pihak
berwenang
diharapkan
dapat
memberdayakan dan mengelola seluruh sumber daya yang ada di tingkat
lokal untuk mendukung kapasitas masyarakat dalam upayanya keluar dari
kondisi kerentanan yang menjadi ancaman ketika bencana terjadi.
Dalam hal ini, adalah sangat penting bagi rencana kerja KSB memahami
aspek-aspek dalam pengerahan sumber daya maupun pemberian akses bagi
setiap individu terhadap sumber daya karena komponen kampus diharapkan menjadi pihak terdepan bersama-sama dengan aktor penanggulangan
bencana lainnya dalam memberikan respon ketika bencana terjadi maupun
pada upaya kesiapsiagaan.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
45
64. Panduan Kampus Siaga Bencana
Kampus Siaga Bencana di UNIMUS
Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS) merupakan salah satu yang memasukkan materi kebencanaan dalam kegiatan kemahasiswaannya. Pada tanggal
16 Juni 2012 lalu, sebanyak 30 mahasiswa UNIMUS mengikuti pelatihan tanggap
darurat bencana. Kegiatan yang dipromotori oleh BEM FKM ini dilaksanakan di
gedung rektorat Jl. Kedungmundu Raya 18, Semarang.
Pengetahuan kebencanaan, PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat) serta
penanganan musibah kebakaran adalah beberapa materi yang diberikan pada
pelatihan tersebut. BPBD Provinsi Jawa Tengah dan SARDA Jateng adalah pemateri
yang ditunjuk oleh pihak universitas untuk membawakan materi selama pelatihan
berlangsung.
Beberapa praktik pelatihan yang harus dilakukan peserta selama pelatihan
antara lain melakukan praktik transportasi dan evakuasi korban serta praktik
memadamkan api. Selain itu, peserta juga diminta untuk memasang tanda dan
petunjuk jalur-jalur evakuasi di dalam gedung rektorat.
Bapak Sahyono selaku wakil dekan FKM mengatakan, “Pelatihan seperti ini sangat
berguna bagi mahasiswa dan bagi UNIMUS sendiri, supaya warga UNIMUS peduli
dan lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana.”
Iva Khunul selaku ketua panitia mengatakan “Dengan adanya pelatihan memacu
semangat civitas akademika untuk bisa lebih tanggap bencana sesuai tema dalam
kegiatan tersebut, yaitu Pelatihan dan simulasi penanganan darurat bencana pada
mahasiswa” (http://sarda-jateng.blogspot.com).
46
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
66. Panduan Kampus Siaga Bencana
BAB III
PARAMATER KAMPUS SIAGA BENCANA
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya maka upaya PRB
merupakan tanggung jawab bersama elemen bangsa. Perguruan tinggi
merupakan komponen bangsa tempat bernaung para pelopor perubahan
yang mampu berkontribusi lebih luas, diantaranya berfungsi dalam hal
pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat (Tri Dharma
Perguruan Tinggi).
Disisi lain, kampus juga merupakan bagian dari elemen masyarakat yang
melekat dengannya sebuah hak dan kewajiban yakni hak perlindungan dan
memperoleh rasa aman. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, tujuan
adanya kampus yang siaga bencana selaras dengan Undang-Undang Nomor
24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana1 , bahwa masyarakat berhak memperoleh pendidikan, pelatihan, dan keterampilan serta informasi
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Oleh karenanya, guna
memastikan bahwa suatu kampus telah memenuhi unsur-unsur atau dapat
dikategorikan sebagai KSB, maka diperlukan suatu alat analisis pengukuran
berupa parameter.
A. Parameter Kampus Siaga Bencana (KSB)
1. Kebijakan terkait Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
Adanya kebijakan akan mendukung keseluruhan proses pelaksanaan dan
keberlanjutan KSB. Kebijakan juga memberikan akses untuk menjalin jejaring dan kerjasama, serta advokasi kepada para pemangku kepentingan.
1 Undang-Undang Nomor 24, tahun 2007, tentang ; Penanggulangan Bencana, BAB V, Pasal 26 ; tentang
hak dan kewajiban masyarakat
48
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
67. Panduan Kampus Siaga Bencana
2. Pe n i n g ka t a n Pe n g e t a h u a n , S i ka p , d a n K e t e ra m p i l a n d a l a m
Pengurangan Risiko Bencana
Pengetahuan, sikap dan keterampilan komponen kampus akan
menentukan tingkat kapasitas dan risiko yang dihadapi. Semakin meningkat
kapasitas yang dimiliki, maka akan semakin minimal risiko yang
dihadapi. Apabila lingkungan kampus mempunyai kapasitas yang kuat,
maka komponen kampus dapat mempengaruhi perubahan perilaku
masyarakat sekitar untuk meningkatkan ketahanan menghadapi bencana
dan melakukan upaya pengurangan risiko.
3. Mobilisasi Sumber Daya
Penyiapan sumber daya baik berupa manusia, sistem, perlengkapan,
material, maupun dana diperlukan untuk mendukung pelaksanaan KSB.
Sumber daya tersebut tentunya dapat diupayakan secara mandiri maupun
melalui kerjasama dengan pihak terkait.
4. Kemitraan
Kemitraan dalam konteks KSB adalah untuk membangun partisipasi dan
kemitraan internal dan eksternal kampus. Kemitraan bertujuan untuk
menjalin dan meningkatkan kerja sama antara komponen kampus dengan
stakeholder terkait PRB yang strategis untuk keberlanjutan KSB.
B. Indikator Pencapaian Parameter
Pencapaian terhadap parameter menjadi sebuah kunci terpenting
untuk mengetahui pencapaian dan/atau keberhasilan dari KSB. Untuk itu
pencapaian terhadap parameter perlu diuraikan secara jelas agar semua
pihak lebih dapat memahaminya secara komprehensif. Tabel di bawah
ini merupakan penjelasan secara umum mengenai indikator untuk setiap
parameter, yang dapat dikembangkan secara terperinci.
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
49
68. Panduan Kampus Siaga Bencana
Tabel 5 : Indikator Pencapaian Parameter
No
Parameter
Indikator
Verifikasi
Dokumen kebijakan,
kesepakatan dan/atau
peraturan kampus yang
• Surat edaran
memuat dan/atau
• Surat keputusan
mendukung upaya PRB
kampus
Kegiatan PRB yang
• Proposal
diintegrasikan dalam
• Rencana kerja
kegiatan kampus
• Laporan kegiatan
• Tupoksi tim pengarah
dan pelaksana
• Adanya SOP
tanggap darurat
bencana yang dikaji
ulang dan
1.
dimutakhirkan secara
Kebijakan PRB
rutin dan partisipatif.
• Adanya pedoman
evakuasi dan
Sistem dan prosedur yang
mendukung upaya PRB
penanganan
darurat bencana, termasuk peta dan alur
evakuasi, serta titik
lokasi aman
• Adanya dokumen
kebijakan kampus
yang memuat dan/
atau mengadopsi
persyaratan konstruksi
bangunan dan
panduan retrofit yang
ada atau yang berlaku
50
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
69. Panduan Kampus Siaga Bencana
• Adanya rencana
kontijensi tanggap
darurat bencana
yang dikaji ulang dan
dimutakhirkan secara
Sistem dan prosedur yang
mendukung upaya PRB
rutin dan partisipatif
• Adanya sistem
peringatan dini yang
telah diuji
• Daftar perlengkapan
keamanan dan
keselamatan
• Database anggota
komponen kampus
Adanya anggota komponen
kampus yang terlatih
dalam PRB
yang terlatih dalam
PRB
• Evaluasi pelaksanaan
kegiatan
• Pelaporan
• Dokumentasi
Peningkatan Pengetahuan,
2.
Sikap, dan Keterampilan
dalam PRB
Adanya perubahan
Pengetahuan, Sikap, dan
Keterampilan warga
kampus terhadap PRB
• Survei awal
• Survei akhir
• Laporan
• Rencana aksi PRB
• Rencana kontijensi
Kegiatan PRB yang
• Akses kegiatan dan
dilaksanakan berdasarkan
informasi untuk
hasil analisis risiko
kelompok rentan dan
berkebutuhan khusus
• Laporan kegiatan
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
51
70. Panduan Kampus Siaga Bencana
• Dokumen
Kajian tentang Ancaman,
penilaian risiko
Kerentanan, Kapasitas,
bencana yang disusun
Risiko bencana yang terjadi
secara berkala sesuai
di lingkungan kampus dan
dengan kerentanan
daerah sekitarnya
kampus
• Peta risiko
Adanya motor penggerak
• Surat keputusan tim
mekanisme
pengarah dan
penyelenggaraan
pelaksana terkait PRB
penanggulangan bencana
di kampus
• Database
perlengkapan dasar
dan suplai kebutuhan
Jumlah dan jenis
perlengkapan, suplai dan
komponen kampus pada
kebutuhan dasar pada
saat bencana
saat bencana yang dimiliki
seperti: alat
kampus.
3.
dasar yang diakses oleh
Pertolongan Pertama
Mobilisasi sumber daya
dan evakuasi, terpal,
tenda dan sumber air
bersih, dll
• Rencana tanggap
darurat
Kampus memiliki
• Rencana kesiapsiagaan
rencana untuk mengguna-
• Simulasi
kan sumber daya kampus
• Program
dalam melaksanakan upaya
pemberdayaan
PRB di lingkungan kampus
masyarakat (KKN, PPL,
dan masyarakat
KPPBM, PERTAMA, dll)
• Dokumentasi dan
daftar hadir
52
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
71. Panduan Kampus Siaga Bencana
Bangunan kampus yang
berkarakteristik sebagai
berikut:
• Struktur bangunan
sesuai dengan standar
bangunan aman
bencana
Adanya bangunan
kampus yang aman
terhadap bencana.
• Tata letak dan desain
ruangan yang aman
• Tata letak dan desain
yang aman untuk
penempatan sarana
dan prasarana kampus
• Adanya kajian tingkat
keamanan dan
kerentanan konstruksi
bangunan terhadap
bencana
Mekanisme koordinasi dan
kerjasama antara pihak
kampus dengan pihak-pihak
4.
Kemitraan
• Jumlah kegiatan
advokasi/sosialisasi
lain terkait PRB
• Nota kesepahaman
(Pemerintah, BNPB/BPBD/
• Laporan kegiatan
BPBA, PMI dan perangkat
• Notulensi pertemuan
kampus di lingkungan
• Evaluasi kerja
maupun di luar kampus)
KAMPUS
SIAGA
BENCANA
53