Tes skrining pada bayi baru lahir penting untuk mendeteksi kelainan sejak dini agar dapat segera ditangani dan mencegah gangguan perkembangan. Beberapa tes rutin meliputi hipotiroid, fenilketonuria, gangguan pendengaran, dan galaktosemia, yang dilakukan dengan mengambil contoh darah dari tumit bayi. Hasil positif akan ditindaklanjuti pemeriksaan lebih lanjut.
1. Anggota :
Aprillia Indah Fajarwati
Ariani Intan Permatasari
Astri Cahyani
Claudia Fembi Pradasary K.
2. Pentingnya Skrining
Pada Bayi Baru Lahir
Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir
(Neonatal Screening) adalah istilah yang
menggambarkan berbagai cara tes yang dilakukan
pada beberapa hari pertama kehidupan bayi yang
dapat memisahkan bayi-bayi yang mungkin
menderita kelainan dari bayi-bayi yang tidak
menderita kelainan.
Tujuan dari skrining bayi baru lahir adalah untuk
mengetahui kelainan pada anak sedini mungkin
dimana gejala klinis belum muncul, memberikan
intervensi sedini mungkin untuk mencegah
kecacatan atau kematian bayi yang pada akhirnya
dapat mengoptimalkan potensi tumbuh kembang
anak.
3. WHO telah merekomendasikan pelaksanaan
skrining bayi baru lahir pada setiap anak sejak
tahun 1968. Pada saat ini di negara maju, dengan
alat yang canggih, Tandem Mass Spectrometry,
dari setetes darah telah bisa dideteksi lebih dari 30
kelainan bawaan metabolik, endokrin dan lain-lain
pada bayi baru lahir . Sebagian besar negara-
negara di dunia telah melakukan skrining bayi baru
lahir secara rutin sebagai pelayanan kesehatan
mendasar terhadap setiap bayi baru lahir.
Di Amerika Serikat, skrining bayi baru lahir telah
menjadi standar penting program kesehatan
masyarakat dan sudah dimulai sejak 40 tahun yang
lalu. Negara telah mewajibkan melakukan skrining
kepada seluruh bayi baru lahir untuk mengetahui
adanya kelainan, karena seringkali bayi baru lahir
tampak normal dan tidak terdiagnosis dan dikenali
setelah timbul gejala khas dan sudah terjadi
dampak permanen
4. Skrining bayi baru lahir penting
dilaksanakan, karena :
1. Segi medis:
a) Saat bayi baru lahir bayi bisa saja tampak seperti bayi
normal karena dalam kandungan bayi terlindungi oleh
hormon ibu
b) Bila ditunggu sampai tampak gejala-gejala maka
dapat diartikan telah terjadi hambatan perkembangan
otak, sehingga terdapat retardasi mental dan
keterlambatan pertumbuhan
c) Masa bayi adalah periode kritis perkembangan otak
anak dimana perkembangan otak bersifat irreversible
d) Penanganan dengan terapi yang terlambat dapat
menurunkan point IQ anak, dimana keterlambatan
terapi 1 bulan dapat menurunkan 1 point IQ anak.
5. 2. Kondisi dunia dan Indonesia
a) Indonesia terikat hukum-hukum yang
menjamin hak dan perlindungan pada anak
seperti yang terdapat pada Undang-undang
kesehatan, Konvensi hak anak dan Undang-
undang perlindungan Anak No. 23 tahun
2002.
b) Negara- negara tetangga sudah
melaksanakan skrining bayi baru lahir
sebagai program nasional
c) Upaya penurunan angka kematian bayi
mengakibatkan peningkatan kelangsungan
hidup anak yang harus diikuti oleh perbaikan
kualitas hidup anak.
6. Untuk mencapai skrining bayi baru lahir
sebagai program nasional diperlukan
kebijakan pemerintah, komitmen petugas
kesehatan/profesi terkait, Integrasi dengan
sistem pelayanan kesehatan, kerjasama
dengan sektor lain ( Asuransi kesehatan )
serta pemberian informasi yang efektif ke
seluruh lapisan masyarakat mengenai
pentingnya skrining bayi baru lahir sebagai
upaya preventif untuk mengoptimalkan
tumbuh kembang anak dan memperbaiki
kualitas hidup generasi penerus bangsa.
7. Beberapa tes skrining pada bayi baru
lahir antara lain
1. Tes Skrining Hipotiroid Kongenital
2. Tes Skrining Penyakit Fenilketonuria
3. Tes Skrining Gangguan Pendengaran
4. Tes Skrining Galaktosemia
8. Tes Skrining Hipotiroid
Kongenital pada Bayi Baru
Lahir Hipotiroid artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon
yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid atau kelenjar gondok.
Hipotiroid kongenital adalah kekurangan hormon tiroid
sejak dalam kandungan. Kelenjar tiroid berfungsi dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika kelenjar ini
tidak ada atau tidak berkembang sempurna, maka anak
tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab
retardasi mental yang dapat dicegah bila ditemukan dan
diobati sebelum usia 1 bulan. Gangguan penyakit ini baru
akan nampak manifestasinya setelah anak berumur
kurang lebih satu tahun, sehingga diperlukan skrining
hipotiroid pada setiap bayi baru lahir.
9. Waktu Pemeriksaan
Biasanya skiring dilakukan sebelum meninggalkan
rumah sakit, atau sebaiknya sebelum bayi berusia 7
hari.
Cara Pemeriksaan
a) Mengambil darah dari salah satu tumit bayi. Darah
tersebut diteteskan pada kertas filter untuk
kemudian dikirim ke laboratorium. Hasil
pemeriksaan bisa menunjukkan negative atau
postif.
b) Bila hasilnya negatif, kemungkinan besar bayi
tidak menderita penyakit tersebut.
c) Bila hasilnya positif, orang tua akan dihubungi
oleh pihak rumah sakit untuk pemeriksaan
selanjutnya, guna meyakinkan apakah hasil tes
pertama memang benar positif. Kalaupun hasilnya
benar positif, dokter akan memberitahu langkah
apa yang perlu dilakukan.
10. Tes Skrining ini tidak ada efek samping yang
ditimbulkan pada bayi, bayi hanya
merasakan sakit saat pengambilan darah.
Tes skrining dapat dilakukan oleh pihak
laboratorium di rumah sakit tempat bayi
dilahirkan. Atau, membawa bayi ke
laboraturium yang menyediakan
pemeriksaan ini
11. Tes Skrining Fenilketonuria
pada
Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan ini merupakan tes skrining
yang dikerjakan untuk mendeteksi
penyakit fenilketonuria ( PKU :
Phenylketonuria ), yaitu suatu kelainan
pada metabolisme protein. Jika PKU
tidak terdiagnosis dalam usia neonatal,
penyakit ini dapat menimbulkan
retardasi mental ( Keterbelakangan
mental ). PKU ini ditemukan pada 1 bayi
diantara 10.000 bayi.
12. Tes ini terdiri atas tindakan untuk mendapatkan
sampel darah dengan cara menusuk tumit bayi
sehingga tiga buah lingkaran pada kertas yang
sudah diimpregnasi secara khusus dapat terisi.
Karena darah yang diperlukan dari penusukan
tumit tersebut cukup banyak, prosedur
pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan hati-
hati dan sebelum ditusuk, kaki bayi harus
dihangatkan serta diurut dahulu.
Tumit yang sudah ditusuk tidak boleh dipijat
dengan maksud untuk memperlancar
pengeluaran darah, karena pemijatan ini akan
menyebarluaskan perdarahan ke dalam
jaringan. Tes tersebut mungkin harus ditunda
jika bayi terlambat mendapatkan air susu atau
sudah memperoleh antibiotik.
13. Gambar 1. Kartu yang digunakan untuk
mengumpulkan darah bagi pemeriksaan Skrining
Penyakit Fenilketonuria ( PKU )
15. Tes Skrining Gangguan
Pendengaran
Tujuan dari pemeriksaan ini untuk mendeteksi
adanya gangguan pendengaran, tes pendengaran
pada bayi baru lahir sangat dianjurkan. Banyak
metode deteksi atau skrining pendengaran salah
satunya dengan melakukan pemeriksaan OAE (
OtoAcoustic Emission ).
OAE atau OtoAcoustic Emission adalah gelombang
yang dihasilkan oleh sel rambut luar ( Outer Hair
Cells Cochlea ) dari rumah siput, setelah diberi
stimulus. Munculnya gelombang ini sebagai indikasi
bahwa rumah siput (cochlea) bekerja dengan baik,
yang berhubungan langsung dengan proses
mendengar.
16. Skrining pada semua bayi untuk mendeteksi
gangguan pendengaran memang tanpa
melihat faktor resiko dan gejalanya. Namun,
para bayi yang memiliki faktor resiko
diharapkan dilakukan skrining gangguan
pendengaran.
17. Faktor resiko gangguan
pendengaran itu antara lain :
a. Usia 0 - 28 hari ( Neonatus )
a) Riwayat tuli/gangguan pendengaran
dalam keluarga, yang diduga sejak
lahir ( Kongenital )
b) Infeksi selama kehamilan (
Toksoplasmosisi, rubella,
cytomegalovirus, herpes, sifilis )
c) Kelainan anatomi craniofacial
d) Hiperbilirubinemia ( Bayi kuning )
e) Berat lahir kurang dari 1500 gram
f) Meningitis bakterial
g) Nilai skor apgar rendah, yaitu 0-3
pada menit 5 dan 0-6 pada menit ke
10
h) Distres nafas
i) Penggunaan ventilator > 10 hari
j) Mendapat terapi yang memiliki efek
samping ototoksis selama > 5 hari
k) Cacat fisik yang berkaitan dengan
sindroma tertentu ( Sindroma down,
sindroma waardenburg )
b. Usia 29 – 24 bulan
a) Kecurigaan orang tua adanya
gangguan pendengaran, bicara,
bahasa, dan keterlambatan
perkembangan
b) Adanya riwayat salah satu
resiko di atas selama neonatus
c) Cedera kepala dengan fraktur
tulang temporal
d) Otitis Media Efusi (OME)
persisten > 3 bln
e) Riwayat infeksi yang berkaitan
dengan tuli sensorineural (
SNHL ) seperti menengitis,
parotitis, campak
f) Penyakit degeneratif atau
demielinisasi
18. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang
tenang, tidak invasif dan tidak memerlukan
sedasi. Dengan memasukkan sumbat kecil (
Probe ) yang sesuai ke telinga bayi atau anak
selama beberapa detik. Probe dilengkapi
dengan speaker dan mikrofon mini akan
menghantarkan stimulus ke dalam liang telinga
akan di respons oleh cochlea, respon cochlea
akan ditangkap kembali oleh miktofon mini
dalam probe dan diterjemahkan oleh alat OAE.
19. Hasil dari OAE berupa pass atau reffer. Hasil
pass menunjukkan cochlea berfungsi baik,
sedangkan reffer menunjukkan fungsi sel
rambut luar cochlea tidak baik atau terdapat
hambatan dalam hantaran suara menuju
cochlea yang dapat disebabkan karena masih
adanya kotoran di liang telinga ataupun kolaps-
nya liang telinga si bayi yang baru lahir.
Untuk itu bila hasil reffer maka dianjurkan
dilakukan pemeriksaan OAE ulang saat usia 1
bulan kemudian. Jika masih tetap reffer perlu
segera dilanjutkan dengan pemeriksaan yang
lebih lanjut seperti ABR ( Auditory Brainstem
Response ) dan / atau ASSR ( Auditory Steady
State Response ), Tympanometry dan VRA (
Visual Reinforcement Audiometry ).
20. Tes Skrining Galaktosemia
Sebuah tes galaktosemia adalah tes darah (Dari tumit
bayi) atau tes urine untuk memeriksa tiga enzim yang
dibutuhkan tubuh untuk mengubah gula galaktosa yang
ditemukan dalam susu dan produk susu-menjadi glukosa .
Ketiga enzim itu antara lain :
a) Enzim Maltase berfungsi untuk mengubah Maltosa
menjadi Glukosa
b) Enzim Laktase berfungsi untuk mengubah Laktosa
menjadi Glukosa dan Galaktosa
c) Enzim Sukrase berfungsi untuk mengubah Sukrosa
menjadi Glukosa dan Fruktosa
Seseorang dengan galaktosemia tidak memiliki salah satu
dari enzim-enzim ini. Hal ini menyebabkan tingkat tinggi
galaktosa dalam darah atau urin.
21. Galaktosemia biasanya pertama kali terdeteksi melalui
pemeriksaan baru lahir atau NBS. Anak yang terkena
Galaktosemia, dampaknya dapat memiliki serius, efek
ireversibel atau bahkan mati dalam beberapa hari sejak
lahir. Bayi yang baru lahir harus diskrining untuk gangguan
metabolisme tanpa penundaan.
Galaktosemia dapat dideteksi melalui NBS sebelum
mengkonsumsi galaktosa yang mengandung susu formula
atau ASI.
Deteksi gangguan melalui pemeriksaan bayi baru lahir (
NBS ) tidak tergantung pada protein atau mencerna
laktosa, sehingga harus diidentifikasi pada spesimen
pertama kecuali bayi telah ditransfusikan. Sebuah
spesimen darah bayi harus diambil sebelum transfusi.
Ketiga enzim ini rentan terhadap kerusakan jika sampel
tertunda di mail atau terkena suhu tinggi. NBS rutin akurat
untuk mendeteksi galaktosemia.