Teks tersebut membahas tentang budaya senioritas di lingkungan perguruan tinggi dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Senioritas didefinisikan sebagai pembagian mahasiswa berdasarkan tingkat lama mereka di kampus, dimana senior memiliki status lebih tinggi dari junior. Senioritas masih terjadi karena kurangnya kontrol sosial dari lingkungan pendidikan seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap perilaku mahasiswa.
1. SENIORITAS DI KEHIDUPAN MAHASISWA
Syakira Azzahra, Aliya Putri, Novalia Agung W.Ardhoyo
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Email korespondensi : syakira.azzahra04@gmail.com
ABSTRAK
Perilaku senioritas yang di lakukan oleh senior kepada junior di lingkungan pendidkan
masih banyak di temukan di berbagai sekolah maupun universitas. Kasus kekerasan yang di
lakukan oleh senior kepada junior banyak menimbulkan perhatian di karenakan kasus
kekerasan yang di gunakan oleh senior kepada junior hingga saat ini masih tetap ada. Maka
dari itu tujuan penelitian ini untuk melihat faktor apa yang melatarbelakangi perilaku kekerasan
dalam senioritas di lingkungan pendidikan. Metode penelitian yang di gunakan adalah
kualitatif deskriptif. Sedangkan untuk pengumpulan data yakni melalui wawancara dan
observasi sesuai dengan topik yang di bahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang
menyebabkan perilaku kekerasan dalam senioritas masih tetap ada adalah kurangnya kontrol
sosial dari tiga lingkungan pendidikan yakni keluarga, sekolah, serta masyarakat. Untuk dapat
menghilangkan kekerasan dalam seniroitas di perlukan kerja sama dari ketiga lingkungan
pendidikan tersebut untuk melakukan kontrol sosial dalam perilaku remaja di lingkungan
pendidikan.
Kata Kunci: Kekerasan, senioritas, kontrol sosial
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial, artinya mereka tidak dapat hidup dalam kesendirian,
mereka selalu membutuhkan bantuan orang lain agar dapat terus bertahan dalam kehidupannya
dan dapat melakukan aktivitas dengan lancar. Apabila manusia tersebut tidak dapat bersosial /
berinterksi dengan manusia lain maka kehidupan manusia itu akan menjadi kacau, atau biasa
disebut individualis. Contoh apabila seseorang yang individualis itu mendapatkan tugas berat
dan ia tidak mampu melakukannya sendiri maka ia akan kesusahan mencari pertolongan karena
ia terbiasa sendiri dan tidak berkomunikasi dengan sekitarnya. Sebaliknya, apabila seseorang
sudah terbiasa berinteraksi dan ramah kepada sekitarnya maka ia akan lebih mudah
2. menjalankan tugasnya. Maka dari itu, sudah takdirnya manusia selalu hidup berdampingan
dalam kondisi apapun dan tidak akan bisa melepaskan diri dari masalah yang timbul dalam
kehidupan bermasyarakat.
Kehidupan bermasyarakat itu sangat rumit, karena dalam suatu kelompok masyarakat
terdapat individu-individu yang memiliki persepsi, kepribadan, pekerjaan dan perilaku yang
berbeda. Karena mereka dilahirkan dari keluarga yang berbeda latar belakangnya. Perbedaan
dari berbagai aspek inilah yang menjadi sumber timbulnya berbagai masalah/ konflik dalam
kehidupan bermasyarakat, baik itu konflik fisik maupun psikis dan lain sebagainya.Konflik
inilah yang juga menyebabkan terjadinya kerenggangan antara kelas kelas masyarakat.
Masyarakat kelas bawah bergaulnya dengan kelas bawah saja, begitu sebaliknya, dan apabila
hal ini terus terjadi yang ada akan merusak masyarakat itu sendiri.
Konflik semacam ini bukan hanya menyerang masyarakat saja, melainkan menyerang
kehidupan perlajar/ mahasiswa yang didalam pergaulannya sudah mulai terbentuk kelas-kelas/
geng. Geng/kelas-kelas itu biasanya terbentuk atas dasar persamaan jenis pribadi individu
didalamnya dan latar belakang perekonomian. Hal ini menjadi sebuah kajian yang menarik
untuk diulas, dan kali ini saya akan membahas tentang budaya senioritas di kampus yang selalu
ada dari tiap generasi ke generasi.
Budaya senioritas adalah budaya peninggalan feodalisme, dimana yang mudah
menghormati yang tua dan menuruti segala apa yang dikehendakinya meskipun itu bertolak
belakang dengan keinginan sang junior, “senior tidak pernah salah” kata yang semakin
dipopulerkan banyak orang. Dimana intinya senior lebih berkuasa diatas segalanya. Di kampus
sering terjadi konflik antara senior dan junior terutama mahasiswa baru, kebanyakan
mahasiswa baru masih sungkan untuk mengekspresikan perasaan nya dibandingkan dengan
senior, itu karena maba memiliki rasa sungkan dan belum tau secara mendetail bagamana
keadaan orang orang disekelilingnya.
Terkadang saat mahasiswa baru berusaha untuk menyampaikan pendapat dalam suatu
forum atau mengutarakan isi hatinya, ada sebagian senior yang menyanggah dan cara
menyanggahnya tidak sopan, karena mereka merasa bahwa mereka lah yang lebih tua dan lebih
dulu mengerti semua tentang hal di kampus. Senior juga selalu memandang junior nya dengan
sebelah mata, tanpa mengetahui seluk beluk asli bagaimana junior itu. Permasalahan lain juga
datang dari senior yang selalu mempunyai pikiran buruk terhadap juniornya, kebanyakan
mereka menilai junior hanya dari “casing” nya saja tanpa mengetahui sifat aslinya. Penampilan,
3. geng / teman yang biasa dengan nya, gadget dan ketampanan / kecantikan, itulah yang biasanya
dinilai terlebih dulu.
Bila mereka tidak suka dengan hal yang ada dalam diri junior tersebut mereka langsung
memberikan sanksi berupa sindiran maupun tindakan yang frontal dan tidak pantas. Hal ini
termasuk dalam diskriminasi status dan usia karena mereka sudah membeda bedakan status
dan merasa bahwa mereka paling tua dan paling berkuasa, sehingga dapat melakukan hal yang
semena mena terhadap orang yang mereka anggap lebih rendah status dan usianya. Dan para
senior berusaha untuk selalu mendominasi dalam hal apapun.
Banyak kasus tentang tindak kekerasan senior terhadap junior di universitas, bahkan
ada yang berupa pembunuhan, dan kebanyakan penyebabnya karena permasalahan yang sepele,
seperti hubungan asmara, adanya pihak ketiga, perebutan jabatan dalam organisasi , rasa tidak
ingin disaingi, dan sebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwa generasi muda saat ini
mengalami degradasi moral, padahal mereka adalah calon penerus masa depan bangsa dan
negara, apabila permasalahan ini tidak segera diatasi maka akan berdampak fatal. Bahkan
mungkin akan mengurangi minat siswa SMA untuk meneruskan pendidikan ke jenjang
universitas dan menyebabkan tingkat pendidikan di negara ini menurun.
Budaya yang buruk seperti ini tidak pantas untuk diteruskan karena akan
mempengaruhi sikap individu (terutama junior), junior akan semakin takut untuk
mengungkapkan pendapatnya dan berkarya, karena mereka sudah di pengaruhi oleh tindakan
senior yang merasa berkuasa dan selalu benar dalam hal apapun. Dengan terjadinya hal ini,
jelas teerdapat banyak dampak yang ditimbulkan dan bermunculan, dampak itu tentu saja
mempengaruhi perkembangan individu terhadap interaksinya kepada lingkungan dan orientasi
masa depannya. Dampak ini bila tidak segera diatasi maka akan menimbulkan perkembangan
yang buruk bagi yang menerima tindakan bullying itu.
Dalam sebuah lingkungan sosial terdapat lingkungan yang positif maupun negatif.
Maka fungsi dari pendidikan inilah yang akan menuntun anak mengenai perilaku mana yang
baik maupun mana yang buruk. Salah satu pendidikan yang paling dasar dan utama bagi anak
berasal d ari keluarga. Orangtua sebagai bagian dari keluarga akan mendidik atau
mensosialisasikan anak mengenai nilai-nilai yang ada di masyarakat. proses sosialisasi
mengajarkan individu mengenai sikap, kebiasaan, ide-ide, nilai-nilai, tingkah laku yang baik
serta bagaimana tingkah laku yang ada di dalam masyarakat. Dasar sosialisasi dari keluarga
inilah yang akan sangat berpengaruh pada anak sebelum memasuki dunia sosial yang lebih luas.
4. Kemudian terdapat proses pendidikan yang kedua yakni sekolah. Sebagai lingkungan
kedua setelah lingkungan keluarga, Kampus bertujuan untuk mendidik anak mengenai ilmu
yang tidak di ajarkan oleh orangtua di rumah. Di dalam kampus juga terdapat proses interaksi
baik antara dosen dengan mahasiswa. Dalam proses interaksi inilah penanaman nilai-nilai
moral serta ilmu pengetahuan akan di ajarkan. Selain itu dosen juga harus memahami perannya
secara pribadi. Karena dengan mengetahui perannya maka di harapkan akan membentuk
perilaku mahasiswa yang memiliki nilai-nilai moral. Adapun peran dosen secara pribadi yaitu
sebagai petugas sosial yang bermanfaat untuk masyarakat, ilmuwan dan pelajar, orang tua
kedua, teladan bagi mahasiswa, serta memberikan keamanan bagi mahasiswa. Oleh sebab itu
dengan memahami peran dosen secara pribadi dapat memberikan pengaruh kepada kepribadian
mahasiswa menjadi lebih baik.
Kemudian lingkungan yang ketiga yaitu lingkungan masyarakat. Lingkungan ini juga
sangat berpengaruh bagi penanaman nilai-nilai moral kepada anak. Dimana nilai-nilai moral
yang berkembang di masyarakat akan berdampak pada pendidikan. menurut Shihab sistem
nilai yang ditetapkan dalam suatu mayarakat akan mempengaruhi cara pandang serta sikap
masyarakat. Maka dari itu masyarakat akan memberikan pengaruh kepada pendidikan. Jika
masyarakat menganut nilai-nilai yang baik maka akan berpengaruh kepada perilaku anak dan
begitupun sebalikya, dimana ketika masyarakt menganut nilai-nilai yang buruk maka perilaku
remaja juga mengikuti.
Ketiga lingkungan pendidikan tersebut dapat memberikan kontrol sosial bagi perilaku
remaja. Dimana jika sekolah dengan masyarakat memiliki kerja sama yang baik, maka orang
tua juga akan berperan aktif dalam mendukung pendidikan di sekolah. selain itu menurut
Nasution (dalam Umar, 2016) hubungan sekolah dengan masyarakat dapat terlaksana dengan
baik karena adanya dukungan dari orang tua serta masyarakat yang terlibat aktif bersama guru
untuk mendidik dan mengontrol siswa baik jangka panjang maupun jangka pendek dalam
mencapai nilai-nilai yang baik dalam kepribadian, pendidikan, dan sosial. Dengan adanya kerja
sama antara ketiga lingkungan pendidkan tersebut maka pendidikan akan dapat dengan mudah
menciptakan generasi muda yang memiliki pendidikan moral yang baik.
Maka dari itu ketiga bentuk lingkungan yakni kampus, keluarga, serta masyarakat akan
memberikan kontrol sosial bagi perilaku remaja. dimana hal tersebut sesuai dengan teori
kontrol sosial Hirschi yakni kontrol sosial dapat terwujud jika terdapat Attachement dimana
ket ika t erd apat kasih sayang yang d iberikan lingkungan kepad a remaja maka akan
5. menimbulkan perilaku yang peduli terhadap lingkungannya, Commitment yakni ikatan yang
mana ketika lembaga-lembaga di sekitarnya dapat memberikan manfaat yang baik maka akan
memperkecil terjadinya perilaku menyimpang, involvement yakni jika individu sibuk degan
aktivitas yang di lakukannya maka individu tersebut tidak akan sempat untuk berperilaku
menyimpang, beliefs yakni ketika individu sudah memiliki keyakinan akan nilai-nilai yang ada
di masyarakat maka akan membuat individu tersebut tidak melakukan perilaku menyimpang.
Kontrol sosial tersebut dapat dengan mudah membuat perilaku menyimpang yakni
kekerasan atau bullying yang di lakukan oleh remaja tidak akan terjadi. hal tersebut di
karenakan adanya kepedulian yang kuat dari lingkungan sekitar. namun masih banyaknya
kasus senioritas dengan kekerasan disebabkan karena kurangnya kontrol sosial dari lingkungan
sekitar remaja. Dimana lingkungan keluarga, sekolah, d an masyarakat akan saling
mempengaruhi perilaku remaja. Maka dari itu kurangnya kontrol sosial menyebabkan
terjadinya perilaku menyimpang yakni kekerasan dalam senioritas dalam pendidikan.
METODE PENELITIAN
Adapun metodelogi dalam penelitian ini yang digunakan yaitu menggunakan paradigma
konstruktivisme. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia
nyata. Cara pandang yang digunakan peneliti di dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivis. Paradigma konstruktivis ialah paradigma yang hampir merupakan antitesis dari
paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau
ilmu pengetahuan. Paradigma konstruktivis merupakan salah satu prespektif dalam tradisi
sosiokultural. Paradigma ini menyatakan bahwa identitas benda dihasilkan dari bagaimana kita
berbicara tentang objek, bahasa yang digunakan untuk mengungkap konsep kita, dan cara-cara
kelompok sosial menyesuaikan diri pada pengalaman umum mereka. Keberadaan simbol atau
bahasa menjadi penting dalam proses pembentukan realitas. Berbagai kelompok dengan
identitas, pemaknaan, kepentingan, pengalaman, dan sebagainya mencoba mengungkapkan
diri dan selanjutnya akan memberi sumbangan dalam membentuk realitas secara simbolik.
Dikarenakan penelitian ini didapatkan dari data objek penelitian, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Begitupun jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis
penelitian deskriptif dan tekhnik yang digunakan yaitu melalui wawancara, observasi.
6. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, maka temuan
penelitian ini secara kualitatif adalah seperti berikut: Definisi senioritas itu sendiri menurut
narasumber kita yaitu salah satu kakak tingkat Universitas Dr. Moestopo yang merupakan salah
satu anggota organisasi itu sendiri mengungkapkan bahwa dengan pengelompokan mahasiswa
berdasarkan tingkat lama tidaknya mahasiswa tersebut di kampus. Mahasiswa dibagi dalam
dua kelompok yakni kelompok mahasiswa lama atau senior dan kelompok mahasiswa junior
atau mahasiswa yang baru masuk kampus. Senioritas di kampus sudah menjadi tradisi turun
temurun di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri dan swasta. Siapapun baik
Mahasiswa ataupun Mahasiswi bisa terlibat dalam senioritas yaitu antar mahasiswa baru
dengan mahasiswa senior. Menurut narasumber senioritas di kampus ini sudah terjadi dari
Sejak tahun 2017 bahkan bisa lebih lama lagi. Tetapi untuk beberapa tahun belakang ini sudah
jarang terjadi masalah tersebut. Peristiwa senioritas yang terjadi di kampus juga diakibatkan
oleh sebagian pihak menilai bahwa senioritas dan junioritas harus terdapat dalam kampus.
Dengan tujuan untuk menumbuhkan sikap menghormati dan menghargai dari mahasiswa baru
kepada senior sekaligus meningkatkan kedekatan mahasiswa baru dan senior. Salah satu cara
mengatasi senioritas yang telah terjadi di kalangan kampus adalah dengan membangun relasi
antara senior dan junior itu kembali berlandaskan pada tradisi-tradisi mahasiswa, seperti
membaca, diskusi, dan menulis. Karena proses kaderisasi yang ideal bagi mahasiswa adalah
kegiatan-kegiatan yang identik dengan mahasiswa itu sendiri. Sebagai seorang senior, mereka
tentunya memiliki tanggung jawab dalam memperkenalkan dunia kampus beserta tradisi-
tradisinya yang menunjang, agar mahasiswa tersebut menjadi kritis serta memiliki jiwa yang
revolusioner. Dengan demikian, upaya dalam mengembalikan eksistensi mahasiswa dapat
dimulai dari tradisi senioritas yang sehat, yang berlandaskan nilai-nilai ideal mahasiswa serta
tindakan yang dapat dipertanggung jawabakan kebenarannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan antara senioritas dengan
kekeluargaan yang terjadi di kampus, yang telah disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu
yang tidak bertangggung jawab. Tetapi sekarang sudah banyak pembelaan dari pihak kampus
maupun dari pihak mahasiswa.
7. KESIMPULAN
Perilaku senioritas dengan menggunakan kekerasan di sebabkan oleh kurangnya kontrol
sosial dari lingkungan keluarga, kampus, dan masyarakat. Ketiga bentuk lingkungan
pendidikan tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perilaku remaja. Karena
lingkungan tersebut merupakan lingkungan yang ada di sekitar remaja. Ketika lingkungan
tersebut memberikan pendidikan moral yang baik serta memahami perannya masing-masing
maka akan dapat memberikan kontrol sosial bagi perilaku remaja untuk tidak melakukan
kekerasan dalam senioritas di lingkungan pendidikan. Maka dari itu kontrol sosial akan sangat
berpengaruh dalam mengontrol perilaku remaja yang melakukan kekerasan dalam senioritas di
lingkungan pendidikan.
8. DAFTAR PUSTAKA
Syaiful, A. (2000). Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Pimpinan Pusat
Ikatan Remaja Muhammadiyah.
Zakiyah, D. (2003). Ilmu Jiwa Agama, 16th ed. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Gerungan. (2003). Psikologi Sosial, Bandung: PT Refika Aditama.
J William. (2007) Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT Bumi Aksara.
I Djumhur dan Sunarya. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV.
Ilmu.
Kasiram. M. (2008). Metodologi Penelitian (Refleksi Pengembangan Pemahaman dan
Pengusaan Metodologi Penelitian). Malang: UIN-Malang Press.
Kerrigan. (2009). Ruang Eksekusi Di Zona Anti Kekerasan. Artikel ini diakses pada tanggal
1 Juni 2011 dari http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=549308page
Martha, Elmina, A. (2019). Perempuan, Kekerasan dan Hukum. Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta.