More Related Content Similar to Buku pedoman pengurusan surat perkawinan (20) Buku pedoman pengurusan surat perkawinan1. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
DAFTAR ISI
BAB I HUKUM PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan……………………………………………………...... 1
B. Sahnya Perkawinan……….………………………………………………….. 1
C. Asas Perkawinan……..……………………………………………………..... 1
D. Syarat-syarat Perkawinan……………...……………………………………... 2
E. Larangan Perkawinan…………...…………………………………………..... 3
F. Pencegahan Perkawinan……………………………………………………… 3
G. Batalnya Perkawinan………………………………………………………..... 4
H. Perjanjian Perkawinan………...……………………………………………… 4
I. Hak dan Kewajiban Suami Istri………….…………………………………... 5
J. Harta Benda Dalam Perkawinan……………………………………………... 6
K. Kedudukan Anak……..………………………………………………………. 6
L. Hak dan Kewajiban Antara Orang Tua dan Anak………………….………… 6
M. Perkawinan di Luar Indonesia…………...…………………………………… 7
N. Perkawinan Campuran………..…………………………………………….... 8
BAB II PENCATATAN PERKAWINAN
A. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU 10
Perkawinan……..……………………………………………………………..
1. Pencatatan Perkawinan……..……………………………………………... 10
2. Tata Cara Pencatatan Perkawinan……..………………………………….. 10
3. Tata Cara Perkawinan……..………………………………………………. 13
4. Akta Perkawinan……..……………………………………………………. 14
B. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan... 15
1. Pencatatan Perkawinan di Indonesia……..……………………………… 15
2. Pencatatan Perkawinan di Luar Wilayah Republik Indonesia …………. 16
C. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan…………. 16
Persyaratan dan Tata Cara Pencatatan Perkawinan Bagi Penghayat
i
2. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
Kepercayaan……..……………………………………..……………………... 16
D. Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil……..…………………………… 17
1. Perkawinan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia…………… 17
2. Perkawinan di Luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia……… 19
E. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta Yang Diterbitkan oleh Negara
Lain …………………………………………………………………………... 20
1. Ruang Lingkup……………………………................................................. 20
2. Pelaporan dan Pencatatan Perkawinan Melampaui Batas Waktu…………. 20
3. Pencatatan Perkawinan Yang Ditetapkan Pengadilan…………………….. 22
4. Pencatatan Perkawinan Warga Negara Asing……………………………... 23
5. Pelaporan Akta Pencatatan Sipil Yang DIterbitkan oleh Negara Lain…… 24
F. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan
Buku Yang Digunakan Dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil… 25
1. Jenis Formulir ……………………………...…………………………….. 25
2. Jenis Buku……………………………...……………………………......... 25
3. Jenis Catatan Pinggir……………………………...……………………… 25
G. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 35 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 16 Tahun
2005 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil……………………………...…………………………… 26
1. Pencatatan, Penerbitan Kutipan Akta Perkawinan dan Pelaporan
Perkawinan Luar Negeri……………………………...…………………… 26
2. Tanda Bukti Pelaporan Perkawinan Luar Negeri………………………….. 28
BAB III ANAK DALAM PERKAWINAN……………………………...………………... 30
A. Pengakuan / Pengesahan Anak Dalam Perkawinan………………………… 30
B. Anak Dalam Perkawinan Campuran…………………………….................... 31
1. Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam
ii
3. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
Negeri Nomor 471/1478/MD tentang Pencatatan Kewarganegaraan …... 31
2. Permohonan Dwi kewarganegaraan Terbatas / Restricted Dual
Citizenship (Pasal 41 Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Indonesia) – Untuk Anak yang Lahir Sebelum tanggal
1 Agustus 2006…………………………………………………………………... 32
3. Permohonan Dwi kewarganegaraan Terbatas / Restricted Dual
Citizenship (Pasal 41 Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Indonesia) – Untuk Anak yang Lahir Pada dan
Setelah tanggal 1 Agustus 2006………………………………………………. 33
4. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta …………….. 34
BAB IV HARTA BERSAMA DAN PERJANJIAN PERKAWINAN …………………… 36
A. Harta Bersama dan Perjanjian Perkawinan Menurut UU Perkawinan……… 36
B. Harta Bersama ……………………………………………………………............... 37
C. Pengurusan Harta Bersama………………………………………………………… 37
D. Perjanjian Kawin……………………………………………………………............ 38
BAB V TAHAPAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN………………………… 41
1. PERTAMA : SURAT PENGANTAR RT (Rukun Tetangga)……………….. 41
2. KEDUA : SURAT KELENGKAPAN KELURAHAN (PM. I., N1, N2, N4).. 41
3. KETIGA : SURAT DISPENSASI CAMAT…………………………………. 42
4. KEEMPAT : SURAT PERKAWINAN AGAMA…………………………… 42
5. KELIMA : PENCATATAN PERKAWINAN DI CATATAN SIPIL……….. 43
Lampiran :
1) 01 : SURAT PERNYATAAN CALON PENGANTEN…………………………. 46
2) 02 : SURAT PERNYATAN IZIN ORANG TUA……………………………. 47
3) 03 : SURAT PENGANTAR RT……………………………………………... 48
4) 04 : SURAT KETERANGAN LURAH (Model PM. I. WNI)………………. 49
5) 05 : SURAT KETERANGAN UNTUK NIKAH (Model N-1)……………… 50
6) 06 : SURAT KETERANGAN ASAL USUL (Model N-2)………………….. 51
7) 07 : SURAT KETERANGAN TENTANG ORANG TUA (Model N-4)……. 52
8) 08 : SURAT PERMOHONAN DISPENSASI CAMAT…………………….. 53
iii
4. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
9) 09 : SURAT DISPENSASI KAWIN dari CAMAT………………………….. 54
10)10 : SURAT PERMOHONAN PERKAWINAN AGAMA BUDDHA……... 55
11)11 : SURAT PERKAWINAN AGAMA BUDDHA…………………………. 56
12)FORMULIR UNTUK PENCATATAN PERKAWINAN CATATAN SIPIL. 57
13)FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN ANAK UNTUK
MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN RI………………….………….. 58
14)FORMULIR PENDAFTARAN UNTUK MENDAPATKAN FASILITAS
KEIMIGRASIAN………………………….…………………………………. 60
15)CONTOH MINUTA AKTA PERJANJIAN KAWIN……………………….. 61
Daftar Pustaka………………….………………………….……………………... 63
Bio Data Penulis………….………………………….……………………............ 64
iv
5. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
BAB I
HUKUM PERKAWINAN
A. PENGERTIAN PERKAWINAN
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)
mengatur tentang pengertian Perkawinan yaitu Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Penjelasan :
Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang
Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian
sehingga perkawinan bukan saja mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang
bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan, Pemeliharaan
dan Pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
B. SAHNYA PERKAWINAN
Dalam Pasal 2 UU Perkawinan mengatur sahnya perkawinan, yaitu :
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan :
Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada Perkawinan diluar hukum rnasing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Yang dimaksud
dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-
undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak
bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang- undang ini.
C. ASAS PERKAWINAN
Dalam Pasal 3 ayat 1 UU Perkawinan menyatakan pada azasnya dalam suatu perkawinan
seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh
mempunyai seorang suami.
Penjelasan :
Undang-undang ini menganut asas monogami.
D. SYARAT – SYARAT PERKAWINAN
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 1 - 64
6. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
1. Dalam Pasal 6 UU Perkawinan mengatur :
(1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal
ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu
menyatakan kehendaknya.
(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu
untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang
memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan
lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan
kehendaknya.
(5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2),
(3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan
pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan
melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin
setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal
ini.
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan
tidak menentukan lain.
Penjelasan :
Oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan isteri dapat membentuk keluarga
yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak azasi manusia, maka perkawinan harus
disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.
Ketentuan dalam pasal ini tidak berarti mengurangi syarat-syarat perkawinan menurut ketentuan
hukum perkawinan yang sekarang berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-undang ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
undang ini.
2. Dalam Pasal 7 UU Perkawinan mengatur :
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi
kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 2 - 64
7. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
maupun pihak wanita.
(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut
dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal
permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Penjelasan :
1) Untuk menjaga kesehatan suami-isteri dan keturunan, perlu ditetapkan batas-batas umur
untuk perkawinan.
2) Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang
pemberian dispensasi terhadap perkawinan yang dimaksud pada ayat (1) seperti diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (S. 1933
Nomor 74) dinyatakan tidak berlaku.
E. LARANGAN PERKAWINAN
1. Dalam Pasal 8 UU Perkawinan, Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara
seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan
bibi/paman susuan;
e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam
hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang
kawin.
2. Dalam Pasal 9 UU Perkawinan, menyatakan Seorang yang masih terikat tali perkawinan
dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3
ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
F. PENCEGAHAN PERKAWINAN
1. Dalam Pasal 13 UU Perkawinan mengatur Perkawinan dapat dicegah, apabila ada
pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
2. Pihak yang dapat melakukan Pencegahan Perkawinan tersebut diatur dalam :
1) Pasal 14 ayat 1 UU Perkawinan : Yang dapat mencegah perkawinan ialah para
keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali,
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 3 - 64
8. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
2) Pasal 14 ayat 2 UU Perkawinan : Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak
juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai
berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata
mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang mempunyai
hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
3) Pasal 15 UU Perkawinan : Barang siapa karena perkawinan dirinya masih terikat
dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan,
dapat mencegah perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3
ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
4) Pasal 16 ayat 1 UU Perkawinan : Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi.
G. BATALNYA PERKAWINAN
1. Dalam Pasal 22 UU Perkawinan mengatur Perkawinan dapat dibatalkan,apabila para
pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Penjelasan :
Pengertian "dapat" pada pasal ini diartikan bisa batal atau bisa tidak batal, bilamana menurut
ketentuan hukum agamanya masing-masing tidak menentukan lain.
2. Dalam Pasal 23 UU Perkawinan mengatur bahwa yang dapat mengajukan pembatalan
perkawinan yaitu:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;
b. Suami atau isteri;
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang
yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut,
tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
3. Dalam Pasal 24 UU Perkawinan mengatur bahwa barang siapa karena perkawinan
masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih
adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru dengan tidak
mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
H. PERJANJIAN PERKAWINAN
Dalam Pasal 29 UU Perkawinan mengatur Perjanjian Perkawinan, yaitu :
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 4 - 64
9. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan
bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat
perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak
ketiga tersangkut.
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama
dan kesusilaan.
(3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
(4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila
dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan
pihak ketiga.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan "perjanjian" dalam pasal ini tidak termasuk tak’lik - talak.
I. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
1. Dalam Pasal 30 UU Perkawinan : Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk
menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
2. Dalam Pasal 31 UU Perkawinan :
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
3. Dalam Pasal 32 UU Perkawinan :
(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh
suami isteri bersama.
4. Dalam Pasal 33 UU Perkawinan : Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-
menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
5. Dalam Pasal 34 UU Perkawinan :
(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Isteri wajib mengatur urusan rumahtangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 5 - 64
10. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
J. HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
1. Dalam Pasal 35 UU Perkawinan :
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing- masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-
masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Penjelasan :
Apabila perkawinan putus, maka harta bersama tersebut diatur menurut Hukumnya masing-
masing.
2. Dalam Pasal 36 UU Perkawinan :
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua
belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
3. Dalam Pasal 37 UU Perkawinan : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta
bersama diatur menurut hukumnya masing- masing.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan "hukumnya" masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-
hukum lainnya.
K. KEDUDUKAN ANAK
1. Dalam Pasal 42 UU Perkawinan : Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam
atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
2. Dalam Pasal 43 UU Perkawinan :
(1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
L. HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK
1. Dalam Pasal 45 UU Perkawinan :
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 6 - 64
11. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak
itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun
perkawinan antara kedua orang tua putus.
2. Dalam Pasal 46 UU Perkawinan :
(1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
(2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan
keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
3. Dalam Pasal 47 UU Perkawinan :
(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka
tidak dicabut dari kekuasaannya.
(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di
luar Pengadilan.
4. Dalam Pasal 48 UU Perkawinan : Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak
atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila
kepentingan anak itu menghendakinya.
5. Dalam Pasal 49 UU Perkawinan :
(1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang
anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain,
keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau
pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal:
a. sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. la berkelakuan buruk sekali.
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk
memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan "kekuasaan" dalam pasal ini tidak termasuk kekuasaan sebagai wali-
nikah.
M. PERKAWINAN DI LUAR INDONESIA
Dalam Pasal 56 UU Perkawinan :
(1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warganegara
Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah
bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 7 - 64
12. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini.
(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat
bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat
tinggal mereka.
N. PERKAWINAN CAMPURAN
1. Dalam Pasal 57 UU Perkawinan : Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam
Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada
hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.
2. Dalam Pasal 58 UU Perkawinan : Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan
yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari
suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang
telah ditentukan dalam Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia yang
berlaku.
3. Dalam Pasal 59 UU Perkawinan :
(1) Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya
perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun
mengenai hukum perdata.
(2) Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-
undangPerkawinan ini.
4. Dalam Pasal 60 UU Perkawinan :
(1) Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-
syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-
masing telah dipenuhi.
(2) Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan
karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka
oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing
berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat
telah dipenuhi.
(3) Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu,
maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan
dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah
penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 8 - 64
13. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
(4) Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu
menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat (3).
(5) Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan
lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah
keterangan itu diberikan.
5. Dalam Pasal 61 UU Perkawinan :
(1) Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.
(2) Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih
dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan
pengganti keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undang-undang ini
dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan.
(3) Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia mengetahui
bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan.
6. Dalam Pasal 61 UU Perkawinan : Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur
sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) Undang- undang ini.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 9 - 64
14. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
BAB II
PENCATATAN PERKAWINAN
A. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan (“PP
9/1975”)
1. PENCATATAN PERKAWINAN
a. Pasal 2 ayat 2 PP 9/1975 : Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam,
dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana
dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
b. Pasal 2 ayat 3 PP 9/1975 : Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang
khusus berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan
yang berlaku, tatacara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.
Penjelasan :
Ayat (1) dan (2) Dengan adanya ketentuan tersebut dalam pasal ini maka pencatatan perkawinan
dilakukan hanya oleh dua instansi, yakni Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk, dan Kantor
Catatan Sipil atau instansi/ pejabat yang membantunya. Ayat (3) Dengan demikian maka hal-hal
yang berhubungan dengan tatacara pencatatan perkawinan pada dasarnya dilakukan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan tersebut dari Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah
ini, sedangkan ketentuan-ketentuan khusus yang menyangkut tatacara pencatatan perkawinan
yang diatur dalam berbagai peraturan, merupakan pelengkap bagi Peraturan Pemerintah ini.
2. TATA CARA PENCATATAN PERKAWINAN
a. Pasal 3 PP 9/1975 :
(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan
kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan
dilangsungkan.
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
(3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan
sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala
Daerah.
Penjelasan :
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 10 - 64
15. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
Ayat (3) Apabila terdapat alasan yang sangat penting untuk segera melangsungkan
perkawinan meskipun belum lampau 10 (sepuluh) hari, misalnya karena salah seorang dari
calon mempelai akan segera pergi ke luar negeri untuk melaksanakan tugas negara, maka
yang demikian itu dimungkinkan dengan mengajukan permohonan dispensasi.
b. Pasal 4 PP 9/1975 : Pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon
mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya.
Penjelasan :
Pada prinsipnya kehendak untuk melangsungkan perkawinan harus dilakukan secara lisan
oleh salah satu atau kedua calon mempelai, atau oleh orang tuanya atau wakilnya. Tetapi
apabila karena sesuatu alasan yang sah pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan secara lisan itu tidak mungkin dilakukan, maka pemberitahuan dapat dilakukan
secara tertulis. Selain itu maka yang dapat mewakili calon mempelai untuk memberitahukan
kehendak melangsungkan perkawinan adalah wali atau orang lain yang ditunjuk
berdasarkan kuasa khusus.
c. Pasal 5 PP 9/1975 : Pemberitahuan memuat nama, umur, agama/kepercayaan,
pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang atau
keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suaminya terdahulu.
Penjelasan :
Bagi mereka yang memiliki nama kecil dan nama keluarga, maka dalam pemberitahuan
kehendak melangsungkan perkawinan, dicantumkan baik nama kecil maupun nama
keluarga. Sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki nama keluarga, maka cukup
mencantumkan nama kecilnya saja ataupun namanya saja. Tidak adanya nama kecil atau
nama keluarga sekali-kali tidak dapat dijadikan alasan untuk penolakan berlangsungnya
perkawinan. Hal-hal yang harus dimuat dalam pemberitahuan tersebut merupakan
ketentuan minimal, sehingga masih dimungkinkan ditambahkannya hal-hal lain, misalnya
mengenai wali nikah, bagi mereka yang beragama Islam.
d. Pasal 6 PP 9/1975 :
(1) Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan
apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang-undang.
(2) Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1) Pegawai
Pencatat meneliti pula :
a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal
tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat
keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang
diberikan oleh Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu;
b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat
tinggal orang tua calon mempelai;
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 11 - 64
16. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
c. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat(2), (3), (4)
dan (5) Undang-undang, apabila salah seorang calon mempelai atau
keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun;
d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang; dalam hal calon
mempelai adalah seorang suami yang masih mempunya isteri;
e. Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (2) Undang-
undang;
f. Surat kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal perceraian
surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kalinya atau
lebih;
g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB,
apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan
Bersenjata ;
h. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh Pegawai
Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat
hadir sendiri karena sesuatu alasan yang penting, sehingga mewakilkan
kepada orang lain.
Penjelasan :
Ayat (2) Huruf f : Surat kematian diberikan oleh Lurah/Kepala Desa yang meliputi wilayah
tempat kediaman suatu atau isteri terdahulu. Apabila Lurah/Kepala Desa tidak dapat
memberikan keterangan dimaksud berhubung tidak adanya laporan mengenai kematian itu,
maka dapat diberikan keterangan lain yang sah, atau keterangan yang diberikan dibawah
sumpah oleh yang bersangkutan dihadapan Pegawai Pencatat.
e. Pasal 7 PP 9/1975 :
(1) Hasil penelitian sebagai dimaksud Pasal 6, oleh Pegawai Pencatat ditulis dalam
sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
(2) Apabila ternyata dari hasil penelitian terdapat halangan perkawinan sebagai
dimaksud Undang-undang dan atau belum dipenuhinya persyaratan tersebut
dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini, keadaan itu segera
diberitahukan kepada calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada
wakilnya.
Penjelasan :
Ayat (2) Yang dimaksud dengan "diberitahukan kepada mempelai atau kepada orang tua
atau kepada wakilnya", adalah bahwa pemberitahuan mengenai adanya halangan
perkawinan itu harus ditujukan dan disampaikan kepada salah satu daripada mereka itu
yang datang memberitahukan kehendak untuk melangsungkan perkawinan.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 12 - 64
17. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
f. Pasal 8 PP 9/1975 : Setelah dipenuhinya tatacara dan syarat-syarat pemberitahuan
serta tiada sesuatu halangan perkawinan, Pegawai Pencatat menyelenggarakan
pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dengan
cara menempelkan surat pengumuman menurut formulir yang ditetapkan pada kantor
Pencatatan Perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca
oleh umum.
Penjelasan :
Maksud pengumuman tersebut adalah untuk memberi kesempatan kepada umum untuk
mengetahui dan mengajukan keberatan-keberatan bagi dilangsungkannya suatu perkawinan
apabila yang demikian itu diketahuinya bertentangan dengan hukum agamanya dan
kepercayaannya itu yang bersangkutan atau bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan lainnya.
g. Pasal 9 PP 9/1975 : Pengumuman ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan
memuat:
a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon
mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah seorang atau
keduanya pernah kawin disebutkan nama isteri dan atau suami mereka terdahulu ;
b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.
Penjelasan :
Pengumuman dilakukan : -di kantor pencatatan perkawinan yang daerah hukumnya meliputi
wilayah tempat perkawinan dilangsungkan, dan di kantor/kantor-kantor pencatatan
perkawinan tempat kediaman masing-masing calon mempelai.
3. TATA CARA PERKAWINAN
a. Pasal 10 PP 9/1975 :
(1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman
kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam
Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini.
(2) Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
(3) Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masing-masing hukum
agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan
Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.
b. Pasal 11 PP 9/1975 :
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 13 - 64
18. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
(1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani
akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
(2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya
ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri
perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
(3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat
secara resmi.
4. AKTA PERKAWINAN
a. Pasal 12 PP 9/1975 : Akta perkawinan memuat :
a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat
kediaman suami-isteri; Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin,
disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu ;
b. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka;
c. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan.(5) Undang-undang;
d. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang;
e. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang;
f. Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang;
g. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB bagi anggota
Angkatan Bersenjata;
h. Perjanjian perkawinan apabila ada;
i. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi, dan
wali nikah bagi yang beragama Islam ;
j. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman kuasa apabila
perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa.
Penjelasan :
Hal-hal yang harus dimuat dalam Akta Perkawinan yang ditentukan di dalarn pasal ini
merupakan ketentuan minimal sehingga masih dimungkinkan ditambahkannya hal-hal lain,
misalnya mengenai nomor akta; tanggal, bulan, tahun pendaftaran; jam, tanggal, bulan dan
tahun pernikahan dilakukan; nama dan jabatan dari Pegawai Pencatat; tandatangan para
mempelai Pegawai Pencatat, para saksi, dan bagi yang beragama Islam wali nikah atau
yang mewakilinya; bentuk dari mas kawin atau izin Balai Harta Peninggalan bagi mereka
yang memerlukannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf f;
Persetujuan yang dimaksud disini dinyatakan secara tertulis atas dasar sukarela, bebas dari
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 14 - 64
19. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
tekanan, ancaman atau paksaan. Huruf g; Menteri HANKAM/PANGAB mengatur lebih
lanjut mengenai Pejabat yang ditunjuknya yang berhak memberikan izin bagi anggota
Angkatan Bersenjata.
b. Pasal 13 PP 9/1975 :
(1) Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua), helai pertama disimpan oleh
Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam
wilayah Kantor pencatatan Perkawinan itu berada.
(2) Kepada suami dan isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan.
B. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU
Admisduk”)
1. PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA
a. Pasal 34 UU Admisduk :
(1) Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di
tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari
sejak tanggal perkawinan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan
Kutipan Akta Perkawinan.
(3) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-
masing diberikan kepada suami dan istri.
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penduduk
yang beragama Islam kepada KUAKec.
(5) Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan dalam Pasal 8 ayat (2) wajib disampaikan oleh KUAKec kepada
Instansi Pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah
pencatatan perkawinan dilaksanakan.
(6) Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
memerlukan penerbitan kutipan akta Pencatatan Sipil.
(7) Pada tingkat kecamatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada UPTD Instansi Pelaksana.
b. Pasal 35 UU Admisduk : Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 berlaku pula bagi:
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 15 - 64
20. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
a. perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan
b. perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas
permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
Penjelasan :
Huruf a - Yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan"
adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.
Huruf b - perkawinan yang dilakukan oleh warga negara asing di Indonesia, harus
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Indonesia mengenai Perkawinan
di Republik Indonesia.
c. Pasal 36 UU Admisduk : Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan
dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya
penetapan pengadilan.
2. PENCATATAN PERKAWINAN DI LUAR WILAYAH REPUBLIK INDONESIA
a. Pasal 37 UU Admisduk :
(1) Perkawinan Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di
negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menyelenggarakan pencatatan perkawinan bagi Orang Asing, pencatatan
dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.
(3) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mencatat peristiwa perkawinan dalam Register Akta Perkawinan dan
menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
(4) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di tempat
tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan
kembali ke Indonesia.
b. Pasal 38 UU Admisduk : Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan
tata cara pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal
35, Pasal 36, dan Pasal 37 diatur dalam Peraturan Presiden.
C. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU Admisduk (“PP
37/2007”)
PERSYARATAN DAN TATA CARA PENCATATAN PERKAWINAN BAGI
PENGHAYAT KEPERCAYAAN
1. Pasal 81 PP 37/2007 :
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 16 - 64
21. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
(1) Perkawinan Penghayat Kepercayaan dilakukan di hadapan Pemuka Penghayat
Kepercayaan.
(2) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk dan
ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan, untuk mengisi dan
menandatangani surat perkawinan Penghayat Kepercayaan.
(3) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didaftar pada
kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina organisasi Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pasal 82 PP 37/2007 : Peristiwa perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(2) wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling
lambat 60 (enam puluh) hari dengan menyerahkan:
a. Surat perkawinan Penghayat Kepercayaan;
b. Fotokopi KTP;
c. Pas foto suami dan istri;
d. Kutipan Akta kelahiran; dan
e. Paspor suami dan/atau istri bagi orang asing.
3. Pasal 83 PP 37/2007 :
(1) Pejabat Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana mencatat perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dengan tata cara:
a. Menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan suami istri;
b. Melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang tercantum dalam formulir
pencatatan perkawinan; dan
c. Mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan akta
perkawinan Penghayat Kepercayaan.
(2) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan
kepada masing-masing suami dan istri.
D. Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 35/2008”)
1. PERKAWINAN DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
a. Pasal 67 Perpres 35/2008 :
(1) Pencatatan perkawinan dilakukan di Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi
Pelaksana tempat terjadinya perkawinan.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 17 - 64
22. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
(2) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan memenuhi syarat berupa:
a. Surat keterangan telah terjadinya perkawinan dari pemuka agama/pendeta
atau surat perkawinan Penghayat Kepercayaan yang ditanda tangani oleh
Pemuka Penghayat Kepercayaan;
b. KTP suami dan isteri;
c. Pas foto suami dan isteri;
d. Kutipan Akta Kelahiran suami dan isteri;
e. Paspor bagi suami atau isteri Orang Asing.
(3) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tata cara:
a. Pasangan suami dan isteri mengisi formulir pencatatan perkawinan pada
UPTD Instansi Pelaksana atau pada Instansi Pelaksana dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada UPTD Instansi Pelaksana atau Instansi
Pelaksana mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan
Kutipan Akta Perkawinan;
c. Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada huruf b diberikan
kepada masing-masing suami dan isteri;
d. Suami atau istri berkewajiban melaporkan hasil pencatatan perkawinan
kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana tempat
domisilinya.
b. Pasal 68 Perpres 35/2008 :
(1) Data hasil pencatatan KUAKec atas peristiwa perkawinan, disampaikan
kepada Instansi Pelaksana untuk direkam ke dalam database kependudukan.
(2) Data hasil pencatatan KUAKec sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
dimaksudkan untuk penerbitan kutipan akta perkawinan.
c. Pasal 69 Perpres 35/2008 :
(1) Pencatatan perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan dilakukan di
Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana.
(2) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara menunjukkan penetapan pengadilan.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 18 - 64
23. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
2. PERKAWINAN DI LUAR WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA
a. Pasal 70 Perpres 35/2008 :
(1) Pencatatan perkawinan bagi Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilakukan pada instansi yang berwenang di
negara setempat.
(2) Perkawinan Warga Negara Indonesia yang telah dicatatkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia
dengan memenuhi syarat berupa fotokopi:
a. bukti pencatatan perkawinan/akta perkawinan dari negara setempat;
b. Paspor Republik Indonesia; dan/atau
c. KTP suami dan isteri bagi penduduk Indonesia.
(3) Pelaporan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
dengan tata cara :
a. Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Pelaporan Perkawinan dengan
menyerahkan persyaratan kepada Pejabat Konsuler.
b. Pejabat Konsuler mencatat pelaporan perkawinan Warga Negara
Indonesia dalam Daftar Perkawinan Warga Negara Indonesia dan
memberikan surat bukti pencatatan perkawinan dari negara setempat.
b. Pasal 71 Perpres 35/2008 :
(1) Dalam hal negara setempat tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan
bagi orang asing, pencatatan dilakukan oleh Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memenuhi syarat berupa:
a. Surat Keterangan tentang terjadinya perkawinan di negara setempat;
b. Pas photo suami dan isteri;
c. Fotokopi Paspor Republik Indonesia; dan
d. Fotokopi KTP suami dan isteri bagi penduduk Indonesia.
(3) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan tata cara:
a. Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Pencatatan Perkawinan
dengan menyerahkan dan/atau menunjukkan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Pejabat Konsuler.
b. Pejabat Konsuler mencatat dalam Register Akta Perkawinan dan
menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 19 - 64
24. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
c. Pasal 72 Perpres 35/2008 :
(1) Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban menyampaikan data
perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 71 ayat
(3) kepada Instansi Pelaksana melalui departemen yang bidang tugasnya
meliputi urusan pemerintahan dalam negeri.
(2) Instansi Pelaksana yang menerima data perkawinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencatat dan merekam ke dalam database kependudukan.
d. Pasal 73 Perpres 35/2008 : Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70 dan Pasal 71 setelah kembali di Indonesia melapor kepada Instansi
Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana di tempat domisili dengan membawa bukti
pelaporan/pencatatan perkawinan di luar negeri dan Kutipan Akta Perkawinan.
E. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan
Perkawinan dan Pelaporan Akta Yang Diterbitkan oleh Negara Lain (“Permendagri
12/2010”)
1. RUANG LINGKUP
a. Pasal 2 Permendagri 12/2010 : Ruang Lingkup pencatatan perkawinan dan
pelaporan akta pencatatan sipil yang diterbitkan oleh negara lain meliputi:
a. Perkawinan yang melampaui batas waktu;
b. Perkawinan yang ditetapkan pengadilan;
c. Perkawinan Warga Negara Asing; dan
d. Akta yang diterbitkan oleh negara lain.
2. PELAPORAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN MELAMPAUI BATAS
WAKTU
a. Pasal 3 Permendagri 12/2010 : Pelaporan dan pencatatan perkawinan yang
melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a,
dilaporkan oleh penduduk kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tempat
terjadinya perkawinan.
b. Pasal 4 Permendagri 12/2010 :
(1) Persyaratan pencatatan atas pelaporan perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, bagi Penduduk Warga Negara Indonesia
dilakukan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 20 - 64
25. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
a. Surat Keterangan telah terjadinya perkawinan dari pemuka
agama/pendeta atau Surat Perkawinan Penghayat Kepercayaan
yang ditandatangani oleh Pemuka Penghayat Kepercayaan;
b. Kartu Keluarga;
c. KTP Suami dan Isteri;
d. Pas Photo Suami dan Isteri berdampingan, ukuran 4x6 sebanyak 5
lembar;
e. Kutipan Akta kelahiran Suami dan Isteri; dan
f. Akta Perceraian bagi yang telah bercerai atau Akta Kematian atau
Surat Keterangan kematian bagi yang pasangannya telah meninggal
dunia.
(2) Surat Keterangan telah terjadinya perkawinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a harus mendapatkan legalisasi dari pemuka
agama/pendeta atau penghayat kepercayaan di tempat terjadinya
perkawinan.
(3) Legalisasi atas Surat Keterangan telah terjadinya perkawinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berlaku paling lama 1 (satu) minggu.
c. Pasal 5 Permendagri 12/2010 : Pencatatan atas pelaporan perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, bagi orang asing yang memiliki
Izin Tinggal Tetap, selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
dilengkapi dengan:
a. Paspor bagi suami atau isteri orang asing;
b. Izin kedutaan bagi suami atau isteri orang asing;
c. Izin dari Kedutaan Besar; dan
d. Dokumen keimigrasian.
d. Pasal 6 Permendagri 12/2010 : Pencatatan atas pelaporan perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, bagi orang asing yang memiliki
Izin Tinggal Terbatas dilakukan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Surat Keterangan telah terjadinya perkawinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 pada ayat (2) dan ayat (3);
b. Surat Keterangan Tempat Tinggal;
c. Pas Photo Suami dan Isteri;
d. Kutipan Akta kelahiran Suami dan Isteri;
e. Paspor bagi Suami atau Isteri orang asing; dan
f. Izin kedutaan bagi Suami atau Isteri orang asing atau Akta Perceraian bagi
yang telah bercerai atau Akta Kematian atau Surat Keterangan kematian bagi
yang pasangannya telah meninggal dunia.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 21 - 64
26. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
e. Pasal 7 Permendagri 12/2010 :
(1) Pelaporan dan pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3, dilakukan dengan tata cara:
a. Pasangan suami dan isteri mengisi formulir pencatatan perkawinan
pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau UPTD
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan melampirkan
persyaratan;
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
melakukan verifikasi dan validasi kebenaran data;
c. Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mencatat
pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta
Perkawinan;
d. Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada huruf b
diberikan kepada masing-masing suami dan isteri;
e. suami atau istri berkewajiban melaporkan hasil pencatatan
perkawinan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau
UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tempat
domisilinya.
(2) Pencatatan perkawinan bagi orang asing yang memiliki Izin Tinggal
Tetap dan Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan
Pasal 6, dilakukan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan
tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
f. Pasal 8 Permendagri 12/2010 : Penduduk yang telah melaporkan perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus mengajukan perubahan dokumen
kependudukan di tempat domisili.
g. Pasal 9 Permendagri 12/2010 : Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan
dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya
penetapan pengadilan.
3. PENCATATAN PERKAWINAN YANG DITETAPKAN PENGADILAN
a. Pasal 10 Permendagri 12/2010 :
(1) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b,
dilaporkan oleh penduduk kepada Dinas Kependudukan dan
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 22 - 64
27. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
Pencatatan Sipil atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil tempat diterbitkannya penetapan pengadilan.
(2) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan memenuhi syarat berupa:
a. Salinan Penetapan Pengadilan yang dilegalisir;
b. KTP suami dan isteri;
c. Pas foto suami dan isteri;
d. Kutipan Akta Kelahiran suami dan isteri; dan
e. Paspor bagi suami atau isteri Orang Asing.
b. Pasal 11 Permendagri 12/2010 : Tata cara pencatatan perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, dilakukan sebagai berikut:
a. Pasangan suami dan isteri mengisi formulir pencatatan perkawinan
dengan melampirkan persyaratan;
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil melakukan
verifikasi dan validasi kebenaran data;
c. Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau
UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mencatat pada Register
Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dipenuhinya semua
persyaratan;
d. Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada huruf c diberikan
kepada masing-masing suami dan isteri.
4. PENCATATAN PERKAWINAN WARGA NEGARA ASING
a. Pasal 12 Permendagri 12/2010 :
(1) Perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dapat dicatatkan pada Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil.
(2) Pencatatan perkawinan Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan dengan memenuhi persyaratan:
a. Surat Keterangan telah terjadinya perkawinan dari pemuka
agama/pendeta atau Surat Perkawinan Penghayat Kepercayaan yang
ditandatangani oleh Pemuka Penghayat Kepercayaan;
b. Kutipan Akta Kelahiran suami dan isteri;
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 23 - 64
28. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
c. izin dari Perwakilan Negara yang bersangkutan bagi suami dan isteri;
d. Paspor bagi suami dan isteri;
e. KK dan KTP bagi Warga Negara Asing yang telah menjadi penduduk;
dan
f. Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Warga Negara Asing
pemegang KITAS.
b. Pasal 13 Permendagri 12/2010 : Tata cara pencatatan perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12, dilakukan sebagai berikut:
a. Pasangan suami dan isteri mengisi formulir pencatatan perkawinan
dengan melampirkan persyaratan;
b. Pejabat Pencatatan Sipil melakukan verifikasi dan validasi kebenaran data;
c. Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan
menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan;
d. Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada huruf c diberikan
kepada masing-masing suami dan isteri.
5. PELAPORAN AKTA PENCATATAN SIPIL YANG DITERBITKAN OLEH
NEGARA LAIN
a. Pasal 14 Permendagri 12/2010 :
(1) Penduduk WNI yang mempunyai Akta Pencatatan Sipil yang diterbitkan
oleh Negara lain, setelah kembali ke Indonesia melaporkan kepada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tempat domisili yang
bersangkutan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
memenuhi persyaratan:
a. KK dan KTP;
b. Bukti pelaporan dari Perwakilan Rl setempat; dan
c. Kutipan Akta Pencatatan Sipil.
b. Pasal 15 Permendagri 12/2010 :
(1) Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menerbitkan Surat
Keterangan Pelaporan berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal dipenuhinya
semua persyaratan.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 24 - 64
29. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
(2) Kutipan Akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud daiam Pasal 14
ayat (2) huruf c, tidak dilakukan penambahan catatan.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan sebagai dasar
pemutakhiran data kependudukan.
F. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku Yang
Digunakan Dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Permendagri
19/2010”)
1. Jenis Formulir yang digunakan dalam pencatatan sipil khususnya Perkawinan diatur
dalam Pasal 118 Permendagri 19/2010 yaitu :
a. Formulir Pencatatan Perkawinan, dengan kode F-2.12;
- Digunakan untuk pencatatan perkawinan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil atau UPTD Instansi Pelaksana. (Pasal 124)
b. Formulir Pelaporan Perkawinan, dengan kode F-2.13 :
c. Formulir Surat Bukti Pencatatan Perkawinan, dengan kode F-2.14;
d. Formulir Pencatatan perkawinan, dengan kode F-2.15;
- Formulir dengan kode F-2.13, F-2.14, dan F-2.13 (no. 2 s/d 4 tersebut diatas) digunakan
untuk pelaporan dan pencatatan perkawinan WNI di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. (Pasal 125)
e. Formulir Data Perkawinan, dengan kode F-2.16;
- Digunakan untuk data perkawinan oleh Perwakilan RI yang disampaikan kepada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil melalui Departemen yang bidang
tugasnya meliputi urusan pemerintahan dalam negeri. (Pasal 126)
f. Formulir Pembatalan perkawinan, dengan kode F-2.17;
g. Formulir Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan, dengan kode F-2.18;
- Formulir dengan kode F-2.17, dan F-2.18 (no. 6 dan 7 tersebut diatas)
digunakan untuk pencatatan pembatalan perkawinan pada Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil atau UPTD Instansi Pelaksana. (Pasal 127)
2. Jenis Buku yang digunakan dalam pencatatan sipil khususnya Perkawinan diatur dalam
Pasal 198 Permendagri 19/2010 yaitu Buku Daftar Pencatatan Perkawinan WNI di luar
wilayah NKRI, dengan kode Bk 2.02. dan Buku Daftar Pencatatan Anak
Berkewarganegaraan Ganda di wilayah NKRI pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil, dengan kode Bk-2.07 (khusus anak dari Perkawinan Campuran)
3. Jenis Catatan Pinggir akibat pembatalan perkawinan pada register akta dan kutipan akta
perkawinan, dengan kode CP-2.01 diatur pada Pasal 210 Permendagri 19/2010;
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 25 - 64
30. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
Yang dimaksud dengan "catatan pinggir" adalah catatan mengenai perubahan status atas
terjadinya Peristiwa Penting dalam bentuk catatan yang diletakkan pada bagian pinggir
akta atau bagian akta yang memungkinkan (di halaman/ bagian muka atau belakang akta)
oleh Pejabat Pencatatan Sipil. (Penjelasan Pasal 47 ayat 4 UU Admisduk)
G. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 35 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 16 Tahun 2005 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
(“Pergub Jakarta 35/2007”)
1. Pencatatan, Penerbitan Kutipan Akta Perkawinan dan Pelaporan Perkawinan Luar
Negeri
a. Pasal 68 Pergub Jakarta 35/2007 :
(1) Setiap Perkawinan yang sah dilaksanakan sesuai dengan hukum agama selain
Agama Islam dicatatkan pada Dinas Kependudukan dan Catalan Sipil bagi
Penduduk, Pendatang atau Tamu yang tunduk pada Stbld. Tahun 1849 Nomor
25 dan Stbld Tahun 1917 Nomor 130 jo Tahun 1917 Nomor 81 dan pada
Suku Dinas Kependudukan dan Catalan Sipil bagi Penduduk, Pendatang atau
Tamu yang tunduk pada Stbld. Tahun 1933 No. 75 jo Tahun 1936 Nomor 606.
(2) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
selambat-lambatnya 60 hari kerja sejak peristiwa perkawinan.
(3) Pencatatan Perkawinan yang melebihi waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat dilaksanakan setelah mendapat Surat Keterangan Keterlambatan
(Model OS-18 ) dan Dinas Kependudukan dan Catalan Sipil bagi Penduduk,
Pendatang atau Tamu yang tunduk pada Stbld. Tahun 1949 Nomor 25 dan
Stbld Tahun 1917 Nomor 130 jo Tahun 1917 Nomor 81 atau dari Suku Dinas
Kependudukan dan Catalan Sipil bagi Penduduk , Pendatang atau Tamu yang
tunduk pada Stbld. Tahun 1933 Nomor 75 jo Tahun 1936 Nomor 606.
(4) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada
Register Akta Perkawinan, dicatat pada bagian pinggir akta dan kutipan akta
akta kelahiran dan diterbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
b. Pasal 69 Pergub Jakarta 35/2007 Jo. Pergub 16/2005 :
(1) Persyaratan untuk pencatatan dan penerbitan kutipan akta Perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 adalah sebagai berikut:
a. Surat Keterangan dari Lurah sesuai domisili yang bersangkutan;
b. Bukti pengesahan Perkawinan menurut agamanya;
c. Kutipan akta kelahiran kedua mempelai;
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 26 - 64
31. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
d. KK dan KTP kedua mempelai ;
e. Kutipan akta perceraian atau kutipan akta kematian suami/isteri bagi
mereka yang pernah kawin;
f. Dua orang saksi yang memenuhi syarat;
g. Bagi WNA agar melampirkan dokumen :
1. Pasport.
2. Dokumen Imigrasi.
3. Surat Keterangan Lapor Diri dari Kepolisian.
4. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk WNA.
5. Surat Izin dari Kedutaan/Perwakilan dari Negara Asing.
h. Bagi mempelai yang berusia dibawah 21 tahun harus ada izin dari orang tua,
apabila pada saat pencatatan perkawinan orang tuanya berhalangan
hadir, harus ada surat izin resmi diketahui oleh pejabat yang
berwenang;
i. Surat izin Pengadilan Negeri bagi calon mempelai di bawah usia 21
tahun, apabila tidak mendapat persetujuan dari orang tua;
j. Surat izin Pengadilan Negeri apabila calon mempelai pria dibawah usia 19
tahun dan wanita dibawah usia 16 tahun;
k. Surat Keputusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang pasti bila ada sanggahan;
l. Dispensasi Camat apabila pelaksanaan pencatatan perkawinan kurang dari
sepuluh hari sejak tanggal pengajuan permohonan;
m. Kutipan Akta Kelahiran Anak yang akan diakui/disahkan dalam
perkawinan, apabila ada;
n. Hasil pengumuman yang tidak ada sanggahan;
o. Akta Perjanjian Harta terpisah dari Notaris apabila kedua mempelai
menghendaki dan disahkan oleh pegawai pencatat pada Dinas;
p. Bagi mereka yang berusia dibawah 21 tahun harus ada izin dari Balai Harta
Peninggalan, apabila orang tua meninggal dunia dengan melampirkan
Akta Kematian orang tuanya;
q. Bagi anggota TNI dan Kepolisian Surat Izin dari Komandan.
c. Pasal 70 Pergub Jakarta 35/2007 Jo. Pergub 16/2005 :
(1) Setiap permohonan pencatatan perkawinan dicatat dalam Buku Induk
Pencatatan Perkawinan.
(2) Sebagai bukti pencatatan perkawinan diberikan Kutipan Akta Perkawinan.
d. Pasal 71 Pergub Jakarta 35/2007 Jo. Pergub 16/2005 : Petunjuk Teknis pencatatan
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 27 - 64
32. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
perkawinan dan penerbitan kutipan akta perkawinan ditetapkan dengan keputusan
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
2. Tanda Bukti Pelaporan Perkawinan Luar Negeri
a. Pasal 72 Pergub Jakarta 35/2007 Jo. Pergub 16/2005 :
(1) Setiap Perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri antar WNI atau WNI
dengan WNA adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di
negara tempat perkawinan itu dilangsungkan dan bagi perkawinan antar WNI
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang–undang Perkawinan.
(2) Setelah kembali ke Indonesia setiap perkawinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bagi Penduduk dilaporkan pada Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-
lambatnya satu tahun setelah suami isteri kembali ke Daerah apabila
melampaui jangka waktu satu tahun, pelaporan dimaksud dapat dilaksanakan
setelah mendapat Surat Keterangan Peringatan Keterlambatan (Model OS-18).
(4) Pelaporan Perkawinan di Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicatat pada Register Pelaporan Perkawinan Luar Negeri, dicatat pada bagian
pinggir akta dan kutipan akta akta kelahiran dan diterbitkan Surat Keterangan
Pelaporan Perkawinan Luar Negeri.
b. Pasal 73 Pergub Jakarta 35/2007 Jo. Pergub 16/2005 : Persyaratan untuk tanda bukti
pelaporan perkawinan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1)
adalah sebagai berikut:
a. Bukti Pengesahan Perkawinan di Luar Indonesia;
b. Kutipan akta kelahiran;
c. Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk ;
d. Kutipan akta perceraian atau kutipan akta kematian suami/isteri bagi mereka
yang pernah kawin;
e. Pasport kedua mempelai;
f. Pasfoto berdampingan ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar.
c. Pasal 74 Pergub Jakarta 35/2007 Jo. Pergub 16/2005 :
(1) Setiap pelaporan perkawinan di Luar Negeri dicatat dalam Buku Induk
Pencatatan Perkawinan Luar Negeri.
(2) Sebagai bukti pelaporan perkawinan di Luar Negeri diberikan Surat
Keterangan Pelaporan Perkawinan Luar Negeri.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 28 - 64
33. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
d. Pasal 75 Pergub Jakarta 35/2007 Jo. Pergub 16/2005 : Petunjuk Teknis pelaporan
perkawinan di luar negeri ditetapkan dengan keputusan Kepala Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil.
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 29 - 64
34. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
BAB III
ANAK DALAM PERKAWINAN
A. Pengakuan / Pengesahan Anak Dalam Perkawinan
1. Dalam Pasal 42 UU Perkawinan : Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam
atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
2. Dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : “Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan”.
3. Anak yang lahir sebelum orang tuanya melangsungkan perkawinan di Catatan Sipil
disebutkan anak luar kawin.
4. Pengakuan/Pengesahan anak dilangsungkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil sewaktu orang tuanya melaksanakan perkawinan.
5. Persyaratan permohonan Akta Pengakuan / Pengesahan Anak Dalam Perkawinan
a. Mengisi formulir pengakuan anak yang telah disediakan oleh Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil.
b. Kutipan Akta Kelahiran anak yang diakui.
c. Kartu Tanda Pengenal orang tuanya seperti KTP, SKBRI, STMD, Passport
d. Pengesahan anak dilangsungkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sewaktu
orang tuanya melaksanakan Perkawinan
e. Akta Perkawinan orang tuanya
f. Tanda Bukti Ganti Nama ( bila sudah ganti nama )
g. Biaya Rp. 50.000,- di Kantor kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
6. Catatan Pinggir dalam Kutipan Akta Perkawinan orang tuanya :
(Yang dimaksud dengan "catatan pinggir" adalah catatan mengenai perubahan status atas
terjadinya Peristiwa Penting dalam bentuk catatan yang diletakkan pada bagian pinggir
akta atau bagian akta yang memungkinkan (di halaman/ bagian muka atau belakang akta)
oleh Pejabat Pencatatan Sipil. (Penjelasan Pasal 47 ayat 4 UU Admisduk))
Dalam pencatatan Perkawinan ini disahkan seorang anak bernama :
1. ……(nama anak)…….., anak kesatu laki-laki lahir di Jakarta tanggal limabelas Oktober
tahun duaribu sembilan.-------------------------------------------------------------
Jakarta, tanggal tiga puluh satu Desember tahun duaribu Sembilan.------------------------
KEPALA SUKU DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 30 - 64
35. BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN
( Hukum Perkawinan Indonesia untuk Perkawinan selain agama Islam )
oleh : Budiman, SH (Advokat/ Pengacara) – Pencatat Perkawinan Agama Buddha
Handphone : (021) 33370637 – 0818769391 - 081389696926 – 085814181866
Website : www.budimansudharma.com - Email. advokat@budimansudharma.com
…………………………………………
Nip. ……………………
7. Catatan Pinggir dalam Kutipan Akta Kelahiran Anak yang bersangkutan
Catatan pinggir pada Kutipan Akta Kelahiran menyatakan, bahwa anak bernama : ……(nama
anak)…….., anak kesatu laki-laki lahir di Jakarta tanggal limabelas Oktober tahun duaribu
Sembilan. Telah disahkan sebagai anak suami istri dari ……(nama ayah)…….. dan
……(nama ibu)…….. berdasarkan Akta Perkawinan Nomor ……………………….. tanggal
tigapuluh satu Desember Tahun duaribu Sembilan yang dikeluarkan oleh Suku Dinas
Kependudukan dan catatan Sipil Kota Administrasi Jakarta Pusat.
………………………………………………………………………………………
Jakarta, tanggal tiga puluh satu Desember tahun duaribu Sembilan………………………..
KEPALA SUKU DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT
…………………………………………
Nip. ……………………
B. Anak Dalam Perkawinan Campuran
Dalam Pasal 57 UU Perkawinan : Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam
Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu
pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Proses pengesahan anak luar kawin dalam perkawinan orang tuanya, pada hakekatnya
adalah proses pengakuan dan pengesahan yang dilaksanakan sekaligus. Dengan demikian
anak tersebut masih memiliki status WNI sampai dengan berumur 18 tahun atau belum
kawin, meskipun sesuai dengan hukum kewarganegaraan ayahnya anak tersebut
memperoleh kewarganegaraan ayahnya. Jika anak tersebut telah berusia 18 tahun atau telah
menikah, maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
1. Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri
Nomor 471/1478/MD tentang Pencatatan Kewarganegaraan pada akta kelahiran
adalah sebagai berikut :
BUKU PEDOMAN PENGURUSAN SURAT PERKAWINAN - © Budiman, SH. / September 2011 - 31 - 64