1. DAMPAK BEBAN LALU LINTAS TERHADAP PENINGKATAN NILAI
KERUSAKAN JALAN (SURFACE DISTRESS),
STUDI KASUS: JL. BRIGJEN KATAMSO, SIDOARJO.
Oleh:
Anak Agung Gde Kartika*
e-mail: a_agung_kartika@yahoo.com,
kartika@ce.its.ac.id
Ervina Ahyudanari*
e-mail: ervina@ce.its.ac.id
Hera Widyastuti*
e-mail: hera@ce.its.ac.id
Wahju Herijanto*
e-mail: herijanto@ce.its.ac.id
Cahya Buana*
e-mail: cahya_b@ce.its.ac.id
Catur Arif P.*
e-mail: catur_ap@ce.its.ac.id
*Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil-FTSP ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabya 60111
Abstract
In Environmental Impact Study (AMDAL), the prediction of the impact to the component of transportation
commonly consists of two measures; those are traffic performances and surface distressed. The impacts towards
traffic performances are easily calculated by using the Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM, 1997). On
the contrary, the problem may appear when the degradation of the road condition is needed since at the moment
there is no relevant reference to be adopted.
The analysis is carried out by measuring the initial Surface Distressed (SD) value. It then continues again with
measuring the Surface Distressed (SD) by the end of observation period which is 96 days. Additionally, the
traffic volumes are also counted in order to know the burden of each segment so that the change (degradation) of
the road condition as the impact of the cumulative EAL can be found.
Among three models identified, the exponential model is proposed as a tool to predict the rate of surface
distressed since this model can accommodate the nature of the surface distressed itself which is getting worse if
there is no action to maintain the road surface. Moreover, this model shows a good coefficient of determination
(R2
) which is 0,841. The model itself is: (SD/km)= No.of.EAL*2.10 5
0,006e
−
Keyword: AMDAL, prediction, impact, EAL, surface distressed.
1. PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang jenis rencana
usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal terdapat banyak kegiatan yang
wajib dilengkapi Amdal. Sementara itu dalam analisa Amdal sendiri terdapat komponen
transportasi di dalamnya. Dalam banyak kasus komponen transportasi sering diterjemahkan
dalam dua dimensi yaitu dimensi lalu lintas dan dimensi kerusakan jalan, sehingga alat
ukurnya menggunakan dua parameter dimensi tersebut. Menurut Bina Marga (1979) kinerja
perkerasan lentur dapat ditentukan berdasarkan persamaan Ng=0.5Nr+0.5Nn dimana Ng
adalah nilai gabungan kerusakan jalan, dan Nr adalah nilai kerusakan jalan yang diperoleh
dari pengamatan visual, sedangkan Nn adalah nilai kenyamanan jalan yang dikaitkan dengan
rasio volume per kapasitas jalan.
Analisa Amdal dibedakan dalam empat tahap, yaitu Tahap Pra Konstruksi, Tahap Konstruksi,
Tahap Operasi dan Tahap Pasca Operasi (untuk proyek tertentu) dimana pada hampir semua
tahap akan berdampak pada komponen transportasi. Hal ini mengakibatkan proses prakiraan
2. Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 24 Nopember 2007
dampak, baik yang terkait dengan lalu lintas dan kerusakan jalan menjadi sangat penting.
Proses prakiraan dampak terhadap kinerja lalu lintas telah baku menggunakan Manual
Kapasitas Jalan Indonesia 1997, sedangkan proses prakiraan dampak terhadap tambahan
tingkat kerusakan jalan saat ini belum ada, meskipun Agah dkk. (2000) dalam JICA dan
PPPPT PU (2005) telah berhasil mendapatkan hubungan kondisi jalan yang diwakili oleh nilai
IRI (International Roughness Index) dengan besarnya ESA (equivalent standard axle)/EAL
(equivalent axle load) dengan menggunakan persamaan:
( )[ ]t
5
0
0.0235
t ESASN1IRI1,04EIRI ×++=
−
, namun untuk mendapatkan nilai IRI sendiri
tidaklah mudah (mahal). Memang prakiraan nilai IRI sendiri dapat dicari dengan
menggunakan persamaan IRI=7+0,066NKRetak+3,340NKPenurunan+0,296NKShoving+0887NKPothole (Kartika
dkk, 2006), namun tetap saja nilai kerusakan jalan melalui pengamatan visual tetaplah
dibutuhkan, terlebih lagi prakiraan tambahan tingkat kerusakan jalan akibat beban tambahan
lalu lintas.
2. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah dampak beban lalu lintas yang berupa EAL (equivalent axle load) terhadap
kondisi kerusakan jalan?
3. BATASAN MASALAH
Beberapa batasan masalah yang bisa disampaikan adalah sebagai berikut:
a. Periode rentang pengukuran awal dan akhir berjarak hanya 9(sembilan puluh enam)
hari saja
b. Hanya menganggap faktor beban lalu lintas sebagai faktor perusak jalan tanpa
melihat faktor-faktor lain seperti cuaca, faktor eksternal, drainase, dan overloading
vehicle.
c. Hanya berdasarkan pada satu tebal permukaan saja, tanpa melihat nilai structural
number perkerasan secara keseluruhan karena keterbatasan data.
d. Hanya berdasarkan pada satu kualitas material permukaan saja (nilai MS=1216kg)
4. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian berada di Jalan Brigjen Katamso yang terletak di sebelah selatan Kota
Surabaya namun sudah berada di wilayah administratif Kabupaten Sidoarjo. Lebih jelas
mengenai lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Ruas Jalan Brigjen Katamso
merupakan akses utama menuju kawasan industri Berbek. Ruas jalan ini merupakan jalan dua
lajur dua arah dengan lebar rata-rata 7m yang juga merupakan jalan alternatif menuju Bandara
Juanda.
5. METODOLOGI
5.1. Metode Perhitungan Nilai Kerusakan Jalan
Penilaian nilai kerusakan jalan didasarkan pada metode Dirgolaksono dan Mochtar. (1990)
yang merupakan penyempurnaan metode Bina Marga. Penilaian (Scoring) yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 1.
2
3. Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 24 Nopember 2007
Pembagian kategori kerusakan jalan beserta nilai pengali untuk masing-masing kategori
kerusakan adalah sebagai berikut: (Dirgolaksono dan Mochtar, 1990)
1. Kategori I; kerusakan kategori ini berpengaruh lebih besar daripada kerusakan Kategori
II. Kerusakan pothole merupakan akhir dari proses kerusakan. Pothole dengan tingkat
keparahan ringan mempunyai pengaruh sama dengan kerusakan raveling, alligator
cracking dan profile distortion dengan tingkat keparahan yang berat. Oleh karena itu,
kerusakan dalam Kategori I diberi nilai tiga kali kerusakan Kategori II, sedangkan
Kategori II diberikan nilai faktor pengali 2. Jadi faktor pengali untuk kerusakan
Kategori I adalah 6.
2. Kategori II; kerusakan kategori ini mempunyai pengaruh lebih besar dari kerusakan
Kategori III. Kerusakan alligator cracking dengan tingkat keparahan ringan,
mempunyai pengaruh yang sama dengan kerusakan transverse cracking dengan tingkat
keparahan sedang pada prosentase yang sama. Demikian juga profile distortion dengan
tingkat keparahan ringan berpengaruh sama dengan rutting dengan tingkat keparahan
sedang. Oleh karena itu untuk untuk kerusakan Kategori II diberikan faktor pengali 2.
3. Kategori III; kerusakan kategori ini merupakan awal dari kerusakan jalan, dimana
kerusakan yang terjadi telah berpengaruh terhadap perkerasan. Oleh karena itu
kerusakan pada Kategori III diberikan faktor pengali 1.
4. Kategori IV; kerusakan kategori ini mempunyai daya rusak lebih kecil dari pada
kerusakan Kategori III. Pada kerusakan edge deterioration hanya mempunyai pengaruh
sekitar 25% terhadap perkerasan jalan. Demikian juga untuk kerusakan flushing dan
patching tidak begitu berpengaruh terhadap perkerasan. Oleh karena itu untuk kerusakan
dalam kategori IV diberikan faktor pengali 0.25.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
(Sumber: Peta Surabaya dan Perkembangannya, 2005)
3
Kota Surabaya
Kab. Sidoarjo
5. Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 24 Nopember 2007
Tabel 1. Form Penilaian Nilai Kerusakan Jalan
5
6. Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 24 Nopember 2007
5.2. Metode Perhitungan Beban Lalu Lintas (EAL)
Volume lalu lintas yang diperoleh dari hasil traffic counting dikonversi ke beban EAL dengan
menggunakan persamaan berikut (JICA and PPPPT PU, 2005):
4
8160
kgP,
axleEALsingle
= …(1
4
8160
kgP,
*086.0axleEALdouble
= …(2
5.3. Metode Analisa
Analisa dilakukan dengan cara menilai tiingkat kerusakan jalan pada suatu saat dan penilaian
ulang setelah 96 hari dengan pertimbangan akan terjadi perubahan tingkat kerusakan jalan.
Sebetulnya, waktu rentang waktu penilaian direncanakan lebih dari 96 hari, namun mengingat
ruas jalan tersebut akan di-overlay terpaksa penilaian kerusakan dilakukan pada hari ke-96.
Secara skematis metodologi analisa ditunjukkan pada Gambar 2.
Pengumpulan
Data Tahap I
Data Kerusakan Jalan Data Volume Lalu Lintas
Data Riwayat maintenance
jalan/coredrill
Pengumpulan
Tahap II
Data Kerusakan Jalan
setelah 96 hari
Data Volume Lalu Lintas
Selisih nilai kerusakan
jalan
Akumulasi volume dan EAL lalu
lintas selama 96 hari
Hubungan Kumulatif EDF dengan
Penambahan Nilai Kerusakan
jalan
- EAL total dgn NK/km
Gambar 2. Metodologi Penelitian
Untuk keperluan analisa, ruas jalan ini dibagi menjadi dua sub ruas, yaitu; Waru-Berbek dan
Berbek-Wadungasri (lihat Gambar 3). Hal ini dikarenakan di antara segmen Waru-
Wadungasri terdapat akses yang menuju Berbek Industri yang berbentuk persimpangan
dengan tiga lengan.
Gambar 3. Pembagian segmen jalan
6
Berbek Industri
Wadungasri
STA 4+300
Waru
STA 0+000
3km 1.3km
m
8. y = 6E-05x - 11,436
R2
= 0,7985
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
Jml EAL
DegradasiKondisiJalan(NK)/km
Degradasi Kondisi Jalan Linear (Degradasi Kondisi Jalan)
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 24 Nopember 2007
6.2. Data Beban Lalu Lintas
Besarnya beban lalu lintas selama rentang waktu penilaian kerusakan jalan adalah EAL harian
dikali rentang waktu pengamatan (96 hari) sehingga EAL menjadi sebagai berikut:
• Sub Ruas Waru-Berbek Arah Timur: 240047
• Sub Ruas Waru Berbek Arah Barat: 162428
• Sub Ruas Berbek-Wadungasri Arah Timur: 317626
• Sub Ruas Berbek-Wadungasri Arah Barat: 299673
7. ANALISA
Degradasi kondisi jalan diperoleh dari selisih antara Nilai Kerusakan (NK) jalan pada
pengukuran kedua (12 Oktober 2006) dengan Nilai Kerusakan (NK) jalan pada pengukuran
pertama (6 Juli 2006). Selanjutnya nilai degradasi tersebut dihubungkan dengan jumlah EAL
yang lewat selama rentang waktu 96 hari (6 Juli-12 Oktober 2006). Data tentang selisih Nilai
Kerusakan dengan jumlah EAL dan degradasi kondisi jalan ditunjukkan pada Tabel 3
sedangkan hubungan antara degradasi kondisi jalan (selisih nilai NK) dengan akumulasi EAL
dengan pola hubungan yang berbeda-beda ditunjukkan pada Gambar 4, Gambar 5 dan
Gambar 6.
Tabel 3. Selisih (Pengurangan) Nilai Kerusakan dengan jumlah EAL
Sub Ruas EAL (96 hari) Selisih NK/km (degradasi)
Waru-Berbek (Timur-Barat) 240047 0,50
Berbek-Wadungasri (Timur-Barat) 162428 0,38
Waru-Berbek (Barat-Timur) 317626 10,00
Berbek-Wadungasri (Barat-Timur) 299673 7,69
Gambar 4. Hubungan antara Degradasi kondisi jalan (selisih nilai NK/km) dengan
akumulasi EAL dengan nilai MS=1216kg (model linier)
8
9. y = 2E-05x
R2
= 0,4163
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
Jml EAL
DegradasiKondisiJalan(NK)/km
Degradasi Kondisi Jalan Linear (Degradasi Kondisi Jalan)
y = 0,006e
2E-05x
R
2
= 0,8401
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
Jml EAL
DegradasiKondisiJalan(NK)/km
Degradasi Kondisi Jalan Expon. (Degradasi Kondisi Jalan)
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 24 Nopember 2007
Gambar 5. Hubungan antara Degradasi kondisi jalan (selisih nilai NK/km) dengan
akumulasi EAL dengan nilai MS=1216kg (model linier dengan intercept 0)
Gambar 6. Hubungan antara Degradasi kondisi jalan (selisih nilai NK/km) dengan
akumulasi EAL dengan nilai MS=1216kg (model eksponensial)
Berdasarkan Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6, terdapat tiga model hubungan yang
dapat digunakan untuk memprediksi degradasi kondisi pekerasan jalan, yaitu:
a. Model linier, yaitu: 11,436EALJml6.10NK/km)Degradasi( 5
−×= −
... (3
9
10. Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 24 Nopember 2007
b. Model linier dengan intercept 0, yaitu: EALJml2.10NK/km)Degradasi( 5
×= −
...
(4
c. Model eksponensial, yaitu: EALJml*2.10 5
0,006eNK/km)Degradasi(
−
= ... (5
Dengan menggunakan gambar-gambar di atas atau menggunakan persamaan-persamaan di
atas maka besarnya degradasi kondisi jalan terkait nilai kerusakannya dapat diprediksi dengan
menggunakan jumlah EAL yang akan melalui jalan tersebut.
8. PEMBAHASAN
Pada Gambar 4, persamaan yang dihasilkan cukup bagus, hal ini dapat dilihat dari besarnya
koefisien determinasi yang 0,7985. Namun persamaan ini hanya sensitif pada angka komulatif
EAL di atas nilai 170000, sehingga Persamaan 3 dianggap kurang sesuai terutama jika EAL
komulatif yang terjadi<170000. Gambar 5 dibuat untuk menutupi kelemahan Persamaan 3,
yaitu dengan menarik kurva regresi ke arah intercept 0 sehingga Persamaan 4 yang
dihasilkan dari Gambar 5 menjadi sensitif terhadap semua beban komulatif EAL, Namun
Persamaan 4 juga dianggap kurang pas karena hanya memiliki koefisien determinasi sebesar
0,4163. Bentuk model ke tiga adalah Persamaan 5 yang menggunakan model eksponensial.
Persamaan ini berdasakan pada asumsi bahwa jika terus dibiarkan kerusakan-kerusakan pada
permukaan jalan akan semakin parah sehingga peningkatannya berbentuk eksponensial. Dari
parameter koefisien determinasi, model ini juga menunjukkan nilai yang bagus yaitu sebesar
0.8401.
9. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa model terbaik yang
dapat digunakan untuk mempredikasi dampak beban lalu lintas (EAL) terhadap degradasi
kondisi jalan (NK/km) adalah model yang berbentuk eksponensial, yaitu:
EALJml*2.10 5
0,006eNK/km)Degradasi(
−
=
10. PENELITIAN LEBIH LANJUT
Mengingat keterbatasan-keterbatasan yang telah disebut sebelumnya, maka banyak hal yang
bisa dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut di antaranya adalah:
a. Melakukan penelitian pada ruas-ruas jalan yang lain dengan beberapa variasi tebal
perkerasan (angka SN), jenis perkerasan dan kualitas perkerasan.
b. Melakukan pengukuran dengan rentang waktu pengamatan yang lebih lama, tidak
hanya 96 hari.
c. Memasukkan faktor lain selain faktor beban lalu lintas sebagai faktor perusak jalan
seperti cuaca, faktor eksternal, drainase, dan overloading vehicle.
11. DAFTAR PUSTAKA
Ahyudanari, E. dan Kartika A.A.G. (2006) Penurunan Kualitas Perjalanan dan Degradasi
Lingkungan Akibat Kesalahan dalam Penentuan Rute Pergerakan Kendaraan Berat.
Hibah FTSP-ITS, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS.
10
11. Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 24 Nopember 2007
Bina Marga (1979) Manual Penilaian Perkerasan Lentur, Direktorat Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum.
Dirgolaksono, P. dan Mochtar I.B. (1990) Studi Penyempurnaan Evaluasi Visual untuk
Kondisi Kerusakan Jalan di Indonesia, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS.
JICA dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi, Balitbang DPU (2005)
Teknik Evaluasi Kinerja Perkerasan Lentur, Balai Bahan dan Perkerasan Jalan-
Puslitbang Prasarana Transportasi, Bandung.
Kartika, A.A.G. dkk (2006) Validasi Persamaan Korelasi antara NIlai International
Roughness Index (IRI) dengan nilai kerusakan (NK) Jalan (Studi Kasus Jalan Tol
Surabaya-Gempol), Jurnal Transportasi edisi Juni 2006, FSTPT.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis
Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Amdal.
11