1. 1
Peluang
1. Ruang Sampel
Definisi:
Ruang sampel: Himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan statistika, dan
dilambangkan dengan S.
Titik sampel: tiap-tiap hasil yang mungkin dalam ruang sempel.
Dalam statistik dikenal istilah eksperimen untuk menjelaskan proses mendapatkan sekumpulan data.
Contoh dari eksperimen statistik adalah melempar koin. Dalam eksperimen ini ada dua kemungkinan
kejadian (outcomes), muka(head) atau belakang(tail).
Contoh:
Ruang sampel dari eksperimen melempar mata uang adalah:
S = { H, T }
dimana H dan T bersesuaian dengan muka(head) dan belakang(tail )
Contoh: melempar dadu -> S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
melempar koin dua kali -> S = {GA, GG, AA, AG}
G = gambar, A = angka
2. Kejadian (Event)
Event adalah subset(himpunan bagian) dari ruang sampel, yaitu suatu kejadian dengan kondisi
tertentu.
Contoh:
Diberikan suatu ruang sampel S = {t│t ≥ 0} dimana t adalah umur dalam satuan tahun suatu
komponen elektronik. Suatu kejadian A adalah umur komponen yang kurang dari lima tahun, atau
dituliskan A = {t│0 ≤ t < 5}.
Operasi pada kejadian
a. Irisan (Intersection) dua kejadian A dan B, dinyatakan dengan A ∩ B, merupakan kejadian
yang elemennya termasuk dalam A dan B.
b. Gabungan dua kejadian A dan B, dinyatakan dengan A U B, merupakan kejadian yang
mengandung semua elemen yang termasuk A atau B atau keduanya.
c. Komplemen suatu kejadian A, dinyatakan dengan A’, adalah himpunan semua elemen dalam S
yang tidak termasuk dalam A.
Hubungan antara kejadian dan ruang sampel dapat digambarkan dengan diagram Venn.
Dalam suatu diagram Venn misalkan, ruang sampel di gambarkan sebagai persegi panjang dan
kejadian dinyatakan sebagai lingkaran di dalamnya.
A ∩ B = region 1 dan 2
B ∩ C = region 1 dan 3
A U C = region 1,2,3,4,5,7
B′ ∩ A = region 4 dan 7
A ∩ B ∩ C = region 1
(A U B) ∩ C′ = region 2, 6 dan 7
2. 2
Contoh :
Percobaan: Pelemparan sebuah dadu dan mencatat angka yang muncul
� Ruang sampel
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
� Kejadian munculnya angka genap, A
A = {2, 4, 6}
� Kejadian munculnya angka 5 atau lebih, B
B = {5, 6}
� Irisan A dan B
A ∩ B = {6}
� Gabungan A dan B
A U B = {2, 4, 5, 6}
� Komplemen dari A
A’ = {1, 3, 5}
3. Menghitung titik sampel
Dalam percobaan statistika, semua kejadian yang mungkin dapat ditentukan tanpa harus
mendaftarkan satu-per-satu.
Teorema:
Jika operasi pertama dapat dilakukan dengan n1 cara, dan operasi kedua dengan n2 cara maka dua
operasi dapat dilakukan dengan n1n2 cara.
Contoh:
Ada berapa titik sampel jika dua buah dadu dilempar bersama-sama.
Jawab: (6)(6)=36 cara.
Teorema:
Bila ada k operasi dengan masing-masing mempunyai n1, n2,… , nk cara maka terdapat
(n1)(n2)…(nk) cara.
Contoh:
Dari 10 orang mahasiswa akan dibentuk sebuah kepengurusan yang terdiri dari 3 orang yang
berbeda, yaitu 1 ketua, 1 sekertaris dan 1 bendahara. Ada berapa kepengurusan yang mungkin
terbentuk?
Jawab : terdapat 10 cara untuk memilih ketua, diikuti oleh sembilan cara untuk memilih sekretaris,
dan di ikuti 8 cara untuk memilih bendahara.Berdasarkan teorema kepengurusan yang mungkin
terbentuk adalah 10 x 9 x 8 = 780
Kasus permutasi adalah experimen terhadap suatu obyek berupa himpunan H yang
menghasilkan ruang sampel dimana titik-titik sampelnya tidak memungkinkan pengulangan elemen-
elemen dalam H namun urutan elemen-elemen H pada setiap titik sampelnya diperhatikan.
Definisi:
Permutasi adalah sebuah susunan yang dapat dibentuk dari semua atau sebagian kumpulan objek.
Teorema :
Bila terdapat n objek yang berbeda terdapat n! permutasi.
Contoh:
Bila terdapat 3 huruf a,b,c maka jumlah permutasinya 3!=(3)(2)(1)=6, yaitu abc, acb, bac, bca, cab,
cba
Teorema:
Jumlah permutasi dari n objek yang berbeda diambil r adalah:
𝑃𝑟 =
𝑛!
( 𝑛 − 𝑟)!𝑛
3. 3
Contoh:
Dua tiket lotere diambil dari 20 untuk hadiah pertama dan kedua. Tentukan
jumlah titik sampel kejadian tersebut:
𝑃2 =
20!
18!
= (20)(19) = 38020
Teorema:
Jumlah permutasi dari n objek yang berbeda disusun melingkar adalah (n-1)!, dimana satu objek
dianggap mempunyai posisi tetap sehingga ada (n-1) yang disusun.
Bila objek-objek tersebut ada yang sama, maka akan terdapat susunan yang berulang. Misalkan dari
tiga huruf a,b,c dengan b=c=x, maka kemungkinan susunan adalah axx, axx, xax, xax, xxa, xxa
sebenarnya hanya ada 3 susunan yang berbeda. Susunan tersebut dihitung dengan cara 3!/2! = 3.
Teorema:
Jumlah permutasi yang berbeda dari n objek yang terdiri dari n1 jenis 1, n2
jenis 2, ... ,nk jenis ke-k adalah:
𝑛!
𝑛1! 𝑛2! ⋯ 𝑛 𝑘!
Contoh:
Terdapat lampu merah 3, lampu kuning 4, dan lampu biru 2 akan dipasang dengan tiga sinar pada 9
socket. Berapa kemungkinan yang dapat disusun.
Jawab:
9!
3! 4! 2!
= 1260 𝑐𝑎𝑟𝑎
Bila diberikan n objek kemudian akan dipartisi menjadi r subset disebut sel.
Urutan objek dalam sel tidak penting. Suatu contoh diberikan 5 huruf a, i, u, e, o akan dipartisi
menjadi dua sel masing-masing berisi 4 dan 1, maka susunan yang mungkin adalah:
{(a, e, i, o), (u)}, {(a, i, o, u), (e)}, {(e, i, o, u), (a)}, {(a, e, o, u), (i)}, {(a, e, i, u), (o)}
Jumlah partisi tersebut dinotasikan :
(
5
4,1
) =
5!
4! 1!
= 5
Teorema:
Jumlah cara untuk mempartisi sekumpulan n objek menjadi r sel dengan n1 elemen di sel pertama,
n2 elemen di sel ke dua dst. adalah:
(
𝑛
𝑛1, 𝑛2, ⋯ , 𝑛 𝑟
) =
𝑛!
𝑛1! 𝑛2! ⋯ 𝑛 𝑟!
dimana n1 + n2 + ::: + nr = n.
Contoh:
Ada 7 orang akan menginap di Hotel dengan 3 kamar, satu kamar berisi 3 orang dan dua kamar
berisi 2 orang. Ada berapa cara untuk menempatkan orang tersebut. Jawab:
(
7
3,2,2
) =
7!
3! 2! 2!
= 210
Teorema:
Diberikan n objek akan diambil sebanyak r tanpa memperhatikan urutan, cara pemilihan ini disebut
dengan kombinasi, dihitung dengan cara berikut:
(
𝑛
𝑟, 𝑛 − 𝑟
) 𝑎𝑡𝑎𝑢 (
𝑛
𝑟
) =
𝑛
𝑟! ( 𝑛 − 𝑟)!
Contoh:
Dari 4 orang kimia akan diambil 2 orang, dari 3 orang fisika diambil 1 orang.
Bila orang yang dipilih digabung membentuk suatu kepanitian, ada berapa cara.
4. 4
Jawab:
(
4
2
)(
3
1
) = (6)(3) = 18
4. Peluang suatu kejadian (Probabilitas dari Event)
Teori peluang secara matematis untuk ruang sampel berhingga maupun tak berhingga
merupakan fungsi kejadian yang menetapkan suatu bilangan dinamakan bobot, yang berharga dari
0 sampai 1 ,sehingga kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang berasal dari suatu percobaan
statistika dapat dihitung.Untuk menentukan suatu kejadian A, semua bobot titik sampel kita
jumlahkan. Jumlah ini disebut dengan peluang dari A, dinotasikan dengan P(A).
Definisi:
Peluang dari kejadian A adalah jumlah dari bobot semua titik sampel dalam A.
Sehingga:
0 ≤ P(A) ≤ 1, P(Ø) = 0 dan P(S) = 1
Contoh:
Suatu mata uang dilempar dua kali. Tentukan peluang sekurang-kurangnya satu head muncul.
Jawab:
Ruang sampel dari percobaan ini adalah:
S = {HH, HT, TH, TT}
Jika mata uang ini rata/seimbang maka peluangnya sama, masing-masing
1
4
Jika A adalah kejadian tersebut maka:
A = {HH, HT, TH} dan 𝑃( 𝐴) =
1
4
+
1
4
+
1
4
=
3
4
Contoh:
Sebuah dadu dilempar dimana kemunculan bilangan genap mempunyai peluang
dua kali lebih besar. Jika E adalah suatu kejadian bahwa bilangan yang muncul
kurang dari 4 tentukan P(E).
Jawab:
Ruang sampelnya adalah S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}. Misalkan peluang ganjil adalah
w (ada 3 bilangan ganjil yaitu 1,3 dan 5 sehinga jumlah peluang ganjil adalah 3 x w=3w) dan
peluang genap adalah 2w(ada 3 bilangan genap yaitu 2, 4,dan 6 sehinga jumlah peluang genap
adalah 3 x 2w=6w). Karena totalnya 1 maka 3w + 6w = 9w = 1, sehingga 𝑤 =
1
9
E = {1, 2, 3} sehingga bisa dimisalkan sebagai {w,2w,w} dan 𝑃( 𝐸) =
1
9
+
2
9
+
1
9
=
4
9
Teorema:
Bila suatu percobaan dapat menghasilkan N macam hasil yang berkemungkinan sama, dan bila
tepat sebanyak n dari hasil berkaitan dengan kejadian A, maka peluang kejadian A adalah
𝑃( 𝐴) =
𝑛
𝑁
Contoh:
Diambil 5 kartu poker, tentukan peluang terambil 2 as dan 3 jack.
Jawab:
𝑃( 𝐶) =
(4
2
)(4
3
)
(52
5
)
= 0.9 × 10−5
Contoh :
Dua buah dadu di lempar keatas secara bersamaan. Tentukan peluang munculnya angka berjumlah
5!
Jawab :
Hasil yang dimaksud n = 4 , yaitu (1,4),(4,1),(2,3),(3,2)
Hasil yang mungkin N = 36, yaitu (1,1),(1,2),(1,3) ,............,(6,6)
𝑃( 𝐴) =
4
36
= 0,11
5. 5
5. Aturan Penjumlahan
Teorema:
Jika A dan B adalah dua buah kejadian sebarang maka:
P(A U B) = P(A) + P(B) - P(A ∩ B)
Bukti:
Perhatikan diagram Venn pada gambar .
Dari operasi gabungan dua himpunan diperoleh
𝑃( 𝐴 ∪ 𝐵) = 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵′) + 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) + 𝑃( 𝐵 ∩ 𝐴′)
Dari gambar diperoleh
𝑃( 𝐴) = 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵′) + 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) , 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵′) = 𝑃( 𝐴) − 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)
𝑃( 𝐵) = 𝑃( 𝐵 ∩ 𝐴′) + 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) , 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑃( 𝐵 ∩ 𝐴′) = 𝑃( 𝐵)− 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)
Sehingga
𝑃( 𝐴 ∪ 𝐵) = 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵′) + 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) + 𝑃( 𝐵 ∩ 𝐴′)
= 𝑃( 𝐴) − 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) + 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) + 𝑃( 𝐵)− 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵)
= 𝑃( 𝐴) + 𝑃( 𝐵) − 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)
P(A U B) adalah jumlah peluang titik sampel dalam (A U B). P(A)+P(B) menyatakan jumlah semua
peluang dalam A dan jumlah semua peluang dalam B. Jadi peluang (A ∩ B) telah dijumlahkan dua
kali. Karena peluang semua titik dalam (A ∩ B) adalah P(A ∩ B) maka peluang ini harus dikurangkan
sekali untuk mendapatkan jumlah peluang dalam (A U B), yaitu P(A U B).
Akibat:
Jika A dan B kejadian terpisah maka
P(A U B) = P(A) + P(B)
Akibat:
Jika A1, A2, A3,…, An saling terpisah maka
P(A1 U A2 U … U An) = P(A1) + P(A2) + … + P(An)
Akibat:
Jika A1, A2, A3, …, An adalah partisi dari ruang sampel S maka
P(A1 U A2 U… U An) = P(A1) + P(A2) + ::: + P(An)
= P(S)
= 1
Teorema:
Untuk tiga kejadian A, B, dan C
P(A U B U C) =P(A) + P(B) + P(C) - P(A ∩ B) - P(A ∩ C)- P(B ∩ C) + P(A ∩ B ∩ C)
A ∩ BA B
T
6. 6
Contoh:
Peluang Paula lulus matematika adalah 2/3 lulus bahasa inggris 4/9. Jika peluang lulus keduanya
1/4, berapa peluang lulus sekurang-kurangnya satu pelajaran.
Jawab:
P(M U E) = P(M) + P(E) - P(M ∩ E) = 2/3 + 4/9 – 1/4 = 31/36
Contoh:
Dua dadu dilempar, tentukan probabilitas jumlahnya 7 atau 11.
Jawab:
Misalkan P(A) adalah dua dadu dengan jumlah 7, P(B) adalah dua dadu dengan jumlah 11.
P(A U B) = P(A) + P(B) = 1/6 + 1/18 = 2/9
Teorema:
Jika A dan A′ adalah kejadian yang saling berkomplemen maka:
P(A) + P(A′) = 1
Bukti:
Karena (A U A′) = S , dan himpunan A dan A′ terpisah, maka
1 = P(S)
= P(A U A′)
= P(A) + P(A′)
Contoh:
Dua buah barang dipilih secara acak dari 12 barang diantaranya ada 4 barang berkondisi cacat
(rusak). Tentukan probailitas bahwa:
(a). kedua barang tersebut cacat
(b). kedua barang berkondisi baik
(c). paling sedikit satu barang cacat
Banyaknya cara untuk memilih 2 barang dari 12 barang = n(S)
𝑛( 𝑆) = (
12
2
) =
12!
2! (12 − 2)!
= 66
Dimisalkan : A = kejadian terpilihnya kedua barang cacat
B = kejadian terpilihnya kedua barang baik
Maka
𝑛( 𝐴) = (
4
2
) =
4!
2! (4 − 2)!
= 6 𝑛( 𝐵) = (
8
2
) =
8!
2! (8 − 2)!
= 28
a). Probabilitas untuk mendapatkan kedua barang cacat = 𝑃( 𝐴) =
𝑛(𝐴)
𝑛(𝑆)
=
6
66
b). Probabilitas untuk mendapatkan kedua barang baik = 𝑃( 𝐵) =
𝑛(𝐵)
𝑛(𝑆)
=
28
66
c). Misalkan; = probabilitas terpilihnya 0- barang yang cacat
= probabilitas terpilihnya 1- barang yang cacat
= probabilitas terpilihnya 2- barang yang cacat
𝑃( 𝑆) = 𝑃(0) + 𝑃(1) + 𝑃(2) = 1 𝑃(0) = 𝑃( 𝐵) =
28
66
Probabilitas paling sedikit ada satu barang cacat = Probabilitas (1-barang yang cacat , 2-barang
yang cacat) = 𝑃(1) + 𝑃(2) = 1 − 𝑃(0) = 1 −
28
66
=
38
66
Jadi probabilitas paling sedikit ada satu barang cacat adalah
38
66
7. 7
6. Peluang Bersyarat (Probabilitas Bersyarat)
Probabilitas event B terjadi jika diketahui bahwa event A telah terjadi disebut dengan probabilitas
bersyarat dan dinotasikan dengan P(B│A). Penulisan ini dibaca "peluang B terjadi diberikan A telah
terjadi".
Ilustrasi:
Misalkan B adalah bilangan kuadrat sempurna bila sebuah dadu dilempar.
Seperti contoh sebelumnya (contoh pada peluang suatu kejadian) bilangan genap mempunyai
peluang dua kali dibanding yang ganjil. Ruang sampel S = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dengan peluang
1
9
dan
2
9
untuk bilangan ganjil dan genap. Ruang sampel B adalah B = {1, 4} dengan P(B) =
1
3
. Misalkan A
adalah suatu event dimana bilangan yang muncul lebih besar dari atau sama dengan 4, atau A = {4,
5, 6}. Untuk menghitung peluang B terjadi relatif terhadap event A. kita harus menghitung dahulu
peluang baru A proposional dengan peluang semula demikian sehingga jumlahnya 1. Misalkan w
adalah peluang bilangan ganjil dan 2w peluang bilangan genap dari event A, maka w =
1
5
. Event
B│A = {4}, sehingga P(B│A) =
2
5
Atau kita dapat menuliskan:
𝑃( 𝐵| 𝐴) =
2
5
=
2 9⁄
5 9⁄
=
𝑃( 𝐴⋂𝐵)
𝑃( 𝐴)
Definisi:
Peluang bersyarat dari B diberikan A dinotasikan dengan P(B│A) didefinisikan dengan :
𝑃( 𝐵| 𝐴) =
𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵)
𝑃( 𝐴)
𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑃( 𝐴) > 0
Contoh:
Misalkan jumlah seluruh mahasiswa suatu universitas adalah 10.000 orang. Himpunan A mewakili
2.000 mahasiswa lama (a). Himpunan B mewakili 3.500 mahasiswa putri (b). Sedangkan 800 dari
3.500 mahasiswa putri merupakan mahasiwa lama (c). A dan B adalah masing-masing merupakan
himpunan bagian dari S. Kita memilih satu orang mahasiswa secara acak, maka kejadian bersyarat
(A/B) adalah kejadian yang mewakili mahasiswa lama dengan syarat bahwa mereka putri.
Tentukan
(a). Apabila dari 10.000 mahasiswa tersebut dipilih satu secara acak, berapakah probabilitasnya
bahwa mahasiswa tersebut mahasiswa lama dengan syarat putri.
𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) =
𝑐
𝑁
=
800
10.000
= 0,08
𝑃( 𝐴| 𝐵) = P(lama/putri)
=
𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵)
𝑃( 𝐵)
=
𝑐/𝑁
𝑏/𝑁
=
800
3500
= 0,23
(b). Dengan argumentasi yang sama, probabilitas bahwa mahasiswa yang terpilih secara acak
tersebut mahasiswa putri dengan syarat bahwa harus juga mahasiswa lama, maka:
𝑃( 𝐵| 𝐴) = P(putri/lama)
8. 8
=
𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵)
𝑃( 𝐴)
=
𝑐 /𝑁
𝑎/𝑁
=
800
2000
= 0,40
7. Event Independent (Kejadian saling lepas)
Dua kejadian atau lebih dikatakan merupakan kejadian bebas apabila terjadinya kejadian tersebut
tidak saling mempengaruhi. Dua kejadian A dan B dikatakan bebas, jika kejadian A tidak
mempengaruhi B atau sebaliknya.
Definisi:
Dua kejadian A dan B independent jika dan hanya jika:
P(B│A) = P(B) dan P(A│B) = P(A)
jika tidak demikian maka dependent.
Contoh:
Misal A adalah kejadian munculnya gambar spade pada pengambilan pertama dan B adalah
kejadian munculnya gambar spade pada pengambilan kedua.
Penyelesaian:
P(A) = P(B) =
13
52
= 0,25. Jika dilakukan pengembalian, maka P(B|A) = P(B) = 0,25. Jika tidak
dilakukan pengembalian maka P(B|A) = 12/51
8. Aturan Perkalian
Teorema:
Jika dalam suatu eksperimen dua event A dan B dapat terjadi maka:
𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃( 𝐴) 𝑃( 𝐵| 𝐴)
Contoh:
Misalkan dalam suatu box terdapat 20 sekering, 5 diantaranya putus. Akan diambil dua secara
random dengan pengambilan pertama tanpa dikembalikan.
Tentukan peluang keduanya putus.
Jawab:
Peluang pertama putus adalah
5
20
=
1
4
yang kedua putus adalah
4
19
, sehingga
𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) = (
1
4
)(
4
19
) =
1
19
Contoh:
Satu tas pertama berisi 4 bola putih dan 3 bola hitam. Tas kedua berisi 3 bola putih dan 5 bola
hitam. Satu bola diambil dari tas pertama dimasukkan ke tas kedua (secara random). Tentukan
peluang mengambil satu bola dari tas kedua berwarna hitam.
Jawab:
Misalkan B1,B2 dan W1 mewakili pengambilan bola hitam dari tas 1, bola hitam dari tas 2 dan bola
putih dari tas 1. Event yang dimaksud adalah B1 ∩ B2 digabung dengan W1 ∩ B2, peluang dari event
tersebut adalah:
P[(B1 ∩ B2) or (W1 ∩ B2)] = P(B1 ∩ B2) + P(W1 ∩ B2)
= P(B1)P(B2│B1) + P(W1)P(B2│W1)
=(
3
7
)(
6
9
)+ (
4
7
)(
5
9
) =
38
63
Untuk mendapatkan peluang bahwa dua kejadian bebas akan terjadi bersama, bias diperoleh
dengan mencari hasil kali peluang dua kejadian.
9. 9
Teorema:
Dua even A dan B adalah independent jika dan hanya jika
P(A ∩ B) = P(A)P(B)
Bukti : 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃( 𝐴) 𝑃( 𝐵| 𝐴)
Dari Definisi Dua kejadian A dan B independent jika dan hanya jika:
P(B│A) = P(B) dan P(A│B) = P(A)
Maka 𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃( 𝐴) 𝑃( 𝐵| 𝐴)
𝑃( 𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃( 𝐴) 𝑃(𝐵)
Contoh:
Sepasang dadu dilempar dua kali. Tentukan peluang jumlah 7 dan 11.
Jawab:
Misalkan
A1 : pelemparan pertama berjumlah 7
A2 : pelemparan kedua berjumlah 7
B1 : pelemparan pertama berjumlah 11
B2 : pelemparan kedua berjumlah 11
P[(A1 ∩ B2) U (B1 ∩ A2)] = P(A1 ∩ B2) + P(B1 ∩ A2)
= P(A1)P(B2) + P(B1)P(A2)
= (
1
6
)(
1
18
) + (
1
18
) (
1
6
) =
1
54
Teorema:
Jika dalam suatu eksperimen event-event A1, A2, A3,…,Ak dapat terjadi, maka :
P(A1 ∩ A2 ∩ A3 ∩…∩ Ak) = P(A1) P(A2│A1) P(A3│A1 ∩ A2)...P(Ak│A1 ∩ A2 ∩…∩ Ak-1)
Jika event-event A1, A2, A3,…,Ak saling lepas (independent) maka:
P(A1 ∩ A2 ∩ A3 ∩ … ∩ Ak) = P(A1)P(A2)P(A3)…P(Ak)
Contoh:
Tiga lembar kartu diambil secara berturutan tidak dikembalikan. Tentukan peluang dari event A1 ∩
A2 ∩ A3 dimana:
A1 : kartu pertama adalah ACE merah
A2 : kartu kedua adalah 10 atau JACK
A3 : kartu ketiga lebih besar dari 3 dan kurang dari 7
Jawab:
𝑃( 𝐴1) =
2
52
𝑃( 𝐴2| 𝐴1) =
8
51
𝑃( 𝐴3| 𝐴1 ∩ 𝐴2) =
12
50
Sehingga diperoleh:
𝑃( 𝐴1 ∩ 𝐴2 ∩ 𝐴3) = 𝑃( 𝐴1) 𝑃( 𝐴2| 𝐴1) 𝑃( 𝐴3 | 𝐴1 ∩ 𝐴2)
= (
2
52
)(
8
51
)(
12
50
) =
8
5525
9. Kaidah Bayes (Teorema Bayes)
Kaidah bayes atau teori bayes dikemukakan oleh seorang pendeta Inggris tahun 1763 yang
bernama Thomas Bayes. Kaidah ini digunakan untuk menghitung probabilitas terjadinya suatu
peristiwa berdasarkan pengaruh yang didapat dari hasil observasi. Sejak perang dunia ke-2 telah
berkembang apa yang disebut “Bayesian decision Theory”, yaitu teori keputusan berdasarkan
perumusan Thomas Bayes yang bertujuan untuk memecahkan masalah pembuatan keputusan yang
mengandung ketidakpastian (Decision making uder uncertainty).
10. 10
Teori ini menerangkan hubungan antara probabilitas terjadinya suatu peristiwa (misalkan B)
dengan syarat peristiwa lain (misalkan A) telah terjadi, dan probabilitas terjadinya peristiwa A
dengan syarat peristiwa B telah terjadi. Kaidah ini didasarkan pada prinsip bahwa tambahan
informasi dapat memperbaiki kaidah probabilitas.
Peluang bersyarat kita gunakan apabila dalam ruang sampel (S) terdapat satu peristiwa
saling lepas, sedangkan Aturan bayes kita gunakan jika dalam suatu ruang sampel (S) terdapat
beberapa peristiwa saling lepas (mutually exclusive), Peristiwa A dapat dinyatakan sebagai
gabungan dua atau lebih peristiwa yang mutually exclusive.
Tinjau diagram Venn
Peristiwa A dapat dinyatakan sebagai gabungan dua peristiwa yang mutually exclusive, yaitu (B∩A)
dan (B’∩A). Jadi
A = (B ∩ A) U (B′ ∩ A)
maka P(A) dapat dihitung sebagai berikut:
P(A) = P[(B ∩ A) U (B′ ∩ A)]
= P(B ∩ A) + P(B′ ∩ A)
Dari
𝑃( 𝐵| 𝐴) =
𝑃( 𝐴⋂𝐵)
𝑃( 𝐴)
𝑑𝑎𝑛 𝑃( 𝐴| 𝐵) =
𝑃( 𝐴⋂𝐵)
𝑃( 𝐵)
𝑃( 𝐵| 𝐴)
𝑃( 𝐴| 𝐵)
=
𝑃( 𝐴⋂𝐵)
𝑃( 𝐴)
𝑃( 𝐴⋂𝐵)
𝑃( 𝐵)
=
𝑃( 𝐵)
𝑃( 𝐴)
𝑃( 𝐵| 𝐴) =
𝑃( 𝐵)
𝑃( 𝐴)
𝑃( 𝐴| 𝐵)
Dengan P(A) = P(B ∩ A) + P(B′ ∩ A) maka,
𝑃( 𝐵| 𝐴) =
𝑃( 𝐵) 𝑃( 𝐴| 𝐵)
𝑃( 𝐵∩𝐴)+𝑃( 𝐵′∩𝐴)
=
𝑃( 𝐵) 𝑃( 𝐴| 𝐵)
𝑃( 𝐵) 𝑃( 𝐴| 𝐵) + 𝑃( 𝐵′) 𝑃( 𝐴| 𝐵′)
𝑃( 𝐵 𝑟| 𝐴) =
𝑃( 𝐵𝑖 ∩ 𝐴)
∑ 𝑃( 𝐵𝑖 ∩ 𝐴)𝑘
𝑟=1
=
𝑃( 𝐵𝑖) 𝑃( 𝐴| 𝐵𝑖)
∑ 𝑃( 𝐵𝑖)𝑘
𝑟=1 𝑃( 𝐴| 𝐵𝑖)
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑟 = 1, 2, … 𝑘
11. 11
Kaidah Bayes ini menyatakan, jika dalam suatu ruang sampel (S) terdapat beberapa peristiwa
saling lepas (mutually exclusive), yaitu misalkan B1, B2, B3, …, Bn yang memiliki probabilitas tidak
sama dengan nol dan apabila ada peristiwa lain (misalkan A) yang mungkin dapat terjadi pada
peristiwa-peritiwa B1, B2, B3, …, Bn dengan diketahui peristiwa A tersebut, maka:
𝑃( 𝐵𝑟
| 𝐴) =
𝑃( 𝐵𝑖 ∩ 𝐴)
∑ 𝑃( 𝐵𝑖 ∩ 𝐴)𝑘
𝑟=1
=
𝑃( 𝐵𝑖
) 𝑃( 𝐴| 𝐵𝑖
)
∑ 𝑃( 𝐵𝑖
)𝑘
𝑟=1 𝑃( 𝐴| 𝐵𝑖
)
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑟 = 1, 2, … 𝑘
Pada kaidah ini, terdapat beberapa bentuk probabilitas, yaitu :
1. Probabilitas awal (probabilitas prior), yaitu probabilitas berdasarkan informasi yang tersedia
(sebelum ada tambahan informasi), yaitu P(Br).
2. Probabilitas bersyarat, yaitu probabilitas dimana terjadinya suatu peristiwa didahului oleh terjadinya
peristiwa lain, yaitu P(Ar|Br)
3. Peristiwa ganda, yaitu gabungan dari beberapa probabilitas (probabilitas gabungan), yaitu
{∑P(Br)∙P(Ar|Br)}.
4. Probabilitas posterior, yaitu probabilitas yang diperbaiki dengan adanya informasi tambahan, yaitu
P(Br|Ar).
Contoh soal 1:
Tiga kotak masing masing memiliki dua laci. Di dalam laci-laci tersebut terdapat sebuah bola. Di
dalam kotak I terdapat bola emas, dalam kotak II terdapat bola perak, dan dalam kotak III terdapat
bola emas dan perak. Jika diambil sebuah kotak dan isinya bola emas, berapa probabilitas bahwa
laci lain berisi bola perak?
Penyelesaian :
Misalkan : B1 : Peristiwa terambil kotak I
B2 : Peristiwa terambil kotak II
B3 : Peristiwa terambil kotak III
A : Peristiwa laci yang dibuka berisi bola emas
A ini merupakan tambahan informasi
1. Probabilitas awal (Probabilitas Prior)
𝑃( 𝐵1
) =
1
3
= 0,333
𝑃( 𝐵2
) =
1
3
= 0,333
𝑃( 𝐵3
) =
1
3
= 0,333
2. Probabilitas bersyarat
𝑃( 𝐴| 𝐵1
) = 1
𝑃( 𝐴| 𝐵2
) = 0
𝑃( 𝐴| 𝐵3
) =
1
2
= 0,5
3. Probabilitas ganda (R)
𝑅 = 𝑃( 𝐵1
) ∙ 𝑃( 𝐴| 𝐵1
) + 𝑃( 𝐵2
) ∙ 𝑃( 𝐴| 𝐵2
) + 𝑃( 𝐵3
) ∙ 𝑃( 𝐴| 𝐵3
)
= (0,333)(1) + (0,333)(0) + (0,333)(0,5)
= 0,333 + 0 + 0,1665
= 0,4995
4. Probabilitas posterior
𝑃( 𝐵3
| 𝐴) =
𝑃( 𝐵3
) 𝑃( 𝐴| 𝐵3
)
∑ 𝑃( 𝐵𝑟
)3
𝑟=1 𝑃( 𝐴| 𝐵𝑟
)
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑟 = 1, 2, 3
=
(0,333)(0,5)
0,333
=
0,1665
0,4995
= 0,333
12. 12
Daftar Pustaka
1. Wapole R.E and Myers Raymond H, 1995, Ilmu peluang dan statistika untuk insinyur
dan ilmuan, ITB : Bandung.
2. Hasan. M.Iqbal, 2008, Statistika 2 (statistik inferensif) edisi ke-2, PT. Bumi aksara :
Jakarta.
3. Supranto. J, 2000, Statistik dan teori aplikasi edisi ke-6, Erlangga : Jakarta.
4. Abadyo and Permadi Hendro, 2004, Metoda statistika praktis, UM Press: Malang.
5. http://radar.ee.itb.ac.id/~suksmono/Lectures/el2002/ppt/I.%20Konsep%20Peluang.pdf
6. http://images.chrhad.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SLVZ1QoKCqcAAErQ
WgM1/ch2.pdf?key=chrhad:journal:22&nmid=112571313
7. http://hrisdianto.files.wordpress.com/2010/02/pengantar-probabilitas-drs1-arief-a-m-
si.pdf
13. 13
Makalah Statistika Matematika 1
PELUANG
Oleh : Kelompok 1
Anggota: Aisyahtin afida h A (093214013)
Dedi Pujo Santoso (093214204)
Anggerina Kartika Sari (093214205)
Maulidya (093214208)
Antoni Nur Hidayat (093214214)
Siti Rohmawati (093214224)
PRODI S1 MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN PELAJARAN 2011