1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah masyarakat adalah himpunan dari individu yang membentuk suatu
kelompok sosial budaya. Pengalaman individu tak dipungkiri, itu adalah ahsil dari
sebuah interaksi antar sesama dalam sebuah masyarakat. Interaksi ini melahirkan
sebuah kebudayaansebagai icon dari masyarakat tersebut. Tak ada sebuah masyarakat
manapun di dunia ini yang tidak memiliki budaya karena manusia adalah makhuk
sosial. Kata Aristoteles, manusia adalah zoon politicon (manusia adalah binatang
berpolitik), atau menurut istilah ilmu mantiq, (manusia adalah hewan –makhluk
hidup- yang berakal).Oleh karena kehidupan sosial budaya selalu melekat dan
berpengaruh serta menjadi pedoman bagi setiap prilaku individu, maka tanpa
masyarakat ia tidak dapat berkembang menjadi pribadi karena ikatan dalam
kelompoknya merupakan urat nadi dalam hidupnya. Ibarat sampan tak berdayung
atau sepeda tak berantai. Lebih konkret lagi diumpamakan sesosok manusia yang
berkaki satu, bertangan satu, bertelinga satu, bermata satu, berlubang hidung satu,
begitulah sebuah masyarakat terbentuk dari beberapa idividu dan satu individu tidak
membentuk sebuah masyarakat.
Pada pembahasan berikut ini akan mengetengahkan apa itu kebudayaan, unsur-
unsurnya, sifat hakikatnya, dan proses akulturasi budaya asing, serta perbedaannya
dengan peradaban dan peradaban Islam. Yang kesemuanya dikolerasikan dengan
pendidikan supaya para pendidik memandang perlu terhadap pemahaman sebuah
kebudayaan yang tidak bisa diceraikan dari sebuah proses pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan yaitu kaderisasi generasi berbudaya dan beradab.
2. 1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telas dijelaskan, maka dapat dibuat perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Kebudayaan?
2. Seperti apakah Unsur-Unsur Kebudayaan?
3. Bagaimanakah Peradaban Islam Melalui Kebudayaan?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang dari penulisan makalah ini yaitu dapat mengetahui masalah-
masalah yang terjadi pada kebudayaan serta upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut:
Pada pembuatan makalah ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data
yaitu dari buku-buku mengenai kebudayaan dan data dari internet. Sehingga apabila dalam
penulisan makalah ini ada kata-kata atau kalimat yang hampir sama dari sumber atau penulis
lain harap dimaklumi dan merupakan unsur ketidaksengajaan.
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, tujuan, rumusan masalah, serta sistematika penulisan.
BAB II TINAJAUN PUSTAKA
Dalam bab ibi berisi tentang pengertian kebudayaan
BAB III PEMBAHASAN
3. Dalam bab ini berisi tentang kebudayaan, unsur-unsur kebudayaan,
Sifat hakikat kebudayaan akulturasi,Kebudayaan, Peradaban, Peradaban Islam,
Komponen-Komponen Pendidikan
BAB IV PENUTUP
dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat.Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi,
kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.Dari berbagai
definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-
benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
5. BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kebudayaan
Dilihat dari pengertian dari “Kebudayaan” dan “Peradaban” secara umum maka
keduanya adalah hampir mirip akan tetapi sebenarnya memiliki makna yang berbeda.
Kebudayaan melahirkan peradaban dan peradaban lahir dari kebudayaan, dan tidak
ada manusia yang tidak berbudaya karena tidak ada manusia yang hidup sendirian.
Dari karena itulah maka sekelompok manusia yang membentuk masyarakat pasti
melahirkan sebuah kebudayaan yang berkembang menjadi peradaban.
Kata ”kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta) buddayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata “budhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan
sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Menurut
Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil
yang harus didapatkannya dengan belajar, dan semua itu tersusun dalam kehidupan
masyarakat.
Senada dengan Koentjaraningrat adalah apa yang didefinisikan oleh Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, dalam bukunya Setangkai Bunga Sosiologi
(Jakarta:Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hal
113, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
keperluan masyarakat.
“Kebudayaan” dalam bahasa Inggris disebut culture. Sebuah istilah yang relatif
baru karena istilah „culture‟ sendiri dalam bahasa Inggris baru muncul pada
6. pertengahan abad ke-19. Sebelum tahun 1843 para ahli anthropologi memberi arti
kebudayaan sebagai cara mengolah tanah, usaha bercocok tanam, sebagaimana
tercermin dalam istilah agriculture dan holticulture.
Hal ini dapat dimengerti karena istilah culture berasal dari bahasa Latin colere
yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah pertanian. Dalam arti kiasan kata itu
juga diberi arti “pembentukan dan pemurnian jiwa”.
Seorang antropolog lain, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive
Culture (New York; Brentano‟s, 1924), hal 1, pernah mencoba memberikan definisi
mengenai kebudayaan sebagai yaitu; “Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggot masyarakat”.
3.2 Unsur-Unsur Kebudayaan
Unsur-unsur kebudayaan digolongkan kepada unsur besar dan unsur kecil yang
lazimnya disebut dengan istilah culture universal karena di setiap penjuru dunia
manapun kebudayaan tersebut dapat ditemukan seperti pakaian, tempat tinggal dan
lain sebagainya. Beberapa orang sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur
pokok kebudayaan. Seperti Melville J. Herskovits, Bronislaw Malinowski, C.
Kluckhohn dan Prof. Koentjaraningrat.
Melville J. Herskovitz menyebutkan ada empat unsur pokok kebudayaan, yaitu:
a. Alat-alat teknologi
b. Sistem ekonomi
c. Keluarga
d. Kekuasaan politik.
7. Bronislaw Malinowski menyatakan ada empat unsur pokok kebudayaan yang
meliputi:
Sistem normma-norma yang memungkinkan kerja sama antar para anggota
masyarakat agar menyesuaikan dengan alam sekelilingnya,
3.2.1 Organisasi ekonomi
Alat dan lembaga atau petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga
pendidikan utama), dan Organisasi kekuatan (politik).
Kliucckhohn menyebutkan ada tujuh unsur kebudayan, yaitu:
a. Sistem mata pencaharian hidup,
b. Sistem peralatan dan teknologi,
c. Sistem organisasi kemasyarakatan,
d. Sistem pengetahuan,
e. Bahasa,
f. Kesenian, dan
g. Sistem religi dan upacara keagamaan.
3.3 Sifat Hakikat Kebudayaan
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri-ciri khusus dari sebuah kebudayaan yang
masing-masing masyarakat berbeda. Bagi masyarakat Barat makan sambil berjalan
bahkan setengah berlari adalah biasa karena bagi mereka the time is money, berbeda
dengan masyarakat Timur, jangankan makan sambil berjalan, makan berdiri saja
sudah melanggar etika. ????? ????? ????? ?? (janganlah salah seorang dari kamu
minum dalam keadaan berdiri). Namun, secara garis besar, seluruh kebudayaan yang
ada di dunia ini memiliki sifat-sifat hakikat yang sama.
Sifat-sifat hakikat kebudayaan adalah sebagai berikut:
8. a. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat prilaku manusia.
b. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan.
c. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
d. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,
tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang
dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
3.4 Akulturasi Kebudayaan
Semua kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis karena sebaenarnya
gerak kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri. Gerak atau dinamika manusia
sesama manusia, atau dari satu daerah kebudayaan ke daerah lain, baik disengaja atau
tidak seperti migrasi atau pengungsian dengan sebab-sebab tertentu. Dinamika ini
membawa kebudayaan dari suatu masyarakat ke masyarakat lain yang menyebabkan
terjadinya akulturasi.
Proses akulturasi kebudayaan dalam sejarah umat manusia telah terjadi pada
umat atau bangsa-bangsa terdahulu. Adakalanya kebudayaan yang dibawa dapat
dengan mudah diterima oleh masyarakat setempat dan adakalanya ditolak, bahkan
ada sekelompok individu yang tetap tidak menerima kebudayaan asing walaupun
mayoritas kelompok individu di sekelilingnya sudah menjadikan kebudayaan tersebut
bagian dari kebudayaannya.
Pada umumnya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah:
a. Unsur kebudayaan kebendaan seperti alat-peralatan yang terutama sangat
mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang
menerimanya, contohnya adalah alat tulis-menulis yang banyak
9. dipergunakan orang Indonesia yang diambil dari unsur-unsur kebudayaan
Barat,
b. Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar misalnya radio
transistor yang banyak membawa kegunaan terutama sebagai alat mass-
media,
c. Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat
yang menerima unsur-unsur tersebut, seperti mesin penggiling padi yang
dengan biaya murah serta pengetahuan teknis yang sederhana, dapat
digunakan untuk melengkapi pabrik-pabrik penggilingan.
Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat adalah
misalnya:
Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup dan lain-
lain,Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang
paling mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat. Nasi sebagai makanan
pokok sebagian besar msayarakat Indonesia sukar sekali diubah dengan makanan
pokok yang lain.
3.5 Peradaban
Adapun istilah “peradaban” dalam bahasa Inggris disebut civilization. Istilah
peradaban ini sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita terhadap
perkembangan kebudayaan. Pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai
puncaknya yang berwujud unsur-unsur budaya yang halus, indah, tinggi, sopan,
luhur, dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah
memiliki peradaban yang tinggi.
Seperti yang diungkapkan Arnold Toynbee “The Disintegrations of Civilization”
dalam Theories of Society, (New York, The Free Press, 1965), hal. 1355, peradaban
adalah kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah
10. lebih tinggi.Pengertian yang lain menyebutkan bahwa peradaban adalah kumpulan
seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia,
baik fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni
budaya, maupun iptek).
Huntington memberi definisi bahwa peradaban adalah sebuah identitas terluas
dari budaya, yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa,
sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subyektif.
Berangkat dari definisi ini, maka masyarakat Amerika –khususnya Amerika Serikat-
dan Eropa yang sejauh ini disatukan oleh bahas, budaya dan agama dapat
diklasifikasikan sebagai satu peradaban, yakni peradaban barat.
Lebih lanjut Huntington menyatakan bahwa term “Barat”, secara universal,
digunakan untuk menunjuk pada apa yang disebut dunia Kristen Barat. Dengan
demikian, “Barat” merupakan sebuah peradaban yang dipandang sebagai “penunjuk
arah” dan tidak diidentikkan dengan nama orang-orang tertentu, agama, atau wilayah
geografis. Akan tetapi pengidentifikasian ini mengangkat peradaban dari historitas,
wilayah geografis, dan konteks kulturalnya. Secra historis, peradaban Barat adalah
peradaban Eropa, namun di era modern ini yang dimaksud dengan peradaban Barat
adalah peradaban Eroamerika (Euroamerican) atau Atlantik Utara.
Mengenai pertentangan antara budaya Barat dan budaya Timur, Kun Maryati dan
Juju Suryawaty menagatakan: “Dalam masyarakat dunia, ada pandangan yang
menganggap budaya Barat sebagai budaya progresif atau maju yang sarat dengan
kedinamisan (hot culture). Sebaliknya, budaya Timur diidentikkan dengan budaya
yang dingin dan kurang dinamis (cold culture). Pertentangan ini cenderung Eropa-
sentris sehingga mengakibatkan westernisasi di berbagai bidang kehidupan”.
Sebelum adanya peradaban Eroamerika yang menguasai dunia peradaban
sekarang ini sudah barang tentu terlebih dahulu sudah ada peradaban yang disebut
11. dengan peradaban dunia; kuno atau klasik pra-Islam. Di antara peradaban-peradaban
itu adalah:
a. Peradaban Irak, di antara peradaban yang terpenting adalah Sumeria, Akkadia,
Ayalamiyah, Babilonia, Asyuriah, dan Kaldaniah
b. Peradaban Syam, di antara peradaban yang terpenting adalah Amuriyah,
Vinikia, Kan‟an,. Aramiyah, Anbath, Tadmur, Ghassan, dan Munazarah
c. Peradaban Mesir, peradaban yang terpenting adalah peradabaan Fir‟aun dan
peradaban Heksus
d. Peradaban Yaman, di antaranya Ma‟in, Saba‟, Himyar, dan Qatban.
e. Peradaban Persia
f. Peradaban Yunani dan Romawi
Peradaban Fir‟aun dan Sumeria adalah dua peradaban paling awal yang ada dalam
sejarah manusia. Demikian yang dikatakan H.J Wills dalam Short History of the
World halaman 62.Dari beberapa pengertian “kebudayaan” dan “peradaban” tersebut
di atas tampak sekali terdapat perbedaan di antara keduanya. Di sini pemikiran yang
lebih jelas tentang perbedaan “kebudayaan” dan “peradaban” dapat dijumpai dalam
filosof mazhab Jerman, seperti Edward Spranger yang mengartikan “kebudayaan”
sebagai segala bentuk atau ekspresi dari kehidupan batin masyarakat. Sedangkan
peradaban ialah perwujudan kemajuan teknologi dan pola material kehidupannya.
Dengan demikian, maka sebuah bangunan yang indah sebagai karya arsitektur
mempunyai dua dimensi yang saling melengkapi: dimensi seni dan falsafahnya
berakar pada kebudayaan, sedangkan kecanggihan penggunaan material dan
pengolahannya merupakan hasil peradaban. Dengan kata lain, kebudayaan ialah apa
yang kita dambakan, sedangkan peradaban ialah apa yang kita pergunakan.
Kebudayaan tercermin dalam seni, bahasa, sastra, aliran pemikiran, falsafah dan
agama, bentuk-bentuk spritualitas dan moral yang dicita-citakan, falsafah dan ilmu-
ilmu teoritis. Peradaban tercermin dalam politik praktis, ekonomi, teknologi, ilmu-
12. ilmu terapan, sopan santun pergaulan, pelaksanaan hukum dan undang-
undang.Sejalan dengan pemikiran Spranger ini adalah Effat al-Syarqawi yanhg
mengartikan “kebudayaan” sebagai khazanah sejarah suatu bangsa/masyarakat yang
tercermin dalam pengakuan/kesaksiannya dan nilai-nilainya, yaitu kesaksian dan
nilai-nilai yang menggariskan bagi kehidupan suatu tujuan ideal dan makna rohaniah
yang dalaam, bebas dari kontradiksi ruang dan waktu. Dengan kata lain,
“kebudayaan” adalah struktur intuitif yang mengandung nilai-nilai rohaniah tertinggi,
yang menggerakkan suatu masyarakat melalui falsafah hidup, wawasan moral,
citarasa estetik, cara berpikir, pandangan dunia (weltanschaung) dan sistem nilai-
nilai.
Adapun “peradaban” ialah khazanah pengetahuan terapan yang dimaksudkan
untuk mengangkat dan meninggikan manusia agar tidak menyerah terhadap kondisi-
kondisi di sekitarnya. Di sini „peradaban‟ meliputi semua pengalaman praktis yang
diwarisi dari satu generasi ke generasi lain. Peradaban tampak dalam bidang fisika,
kimia, kedokteran, astronomi, ekonomi, politik praktis, fiqih mu‟amalah, dan semua
yang berkaitan dengan penggunaan ilmu terapan dan teknologi.
3.6 Peradaban Islam
Kaitannya dengan pengertian-pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud
dengan “peradaban Islam”, menurut Muhammad Husein Abdullah, adalah
“sekumpulan pandangan tentang kehidupan menurut sudut pandang Islam”.
Pengertian yang lain menyebutkan bahwa “peradaban Islam” adalah peradaban
orang-orang Muslim atau peradaban manusia yang diilhami, dilandasi oleh keyakinan
Islam. Atau dengan pengertian yang lain, “peradaban Islam” adalah pencapaian hasil
budi kaum muslimin dalam sejarah.
Adapun yang menjadi orientasi kebudayaan di dunia Islam adalah perbedaan
antara alam kosmis, transendental, tatanan keduniaan, serta kemungkinan untuk
13. mengatasi ketegangan yang inheren dalam perbedaan ini berdasarkan ketaatan
sepenuhnya pada Tuhan dan kegiatan keduniaan –terutama sekali, kegiatan politik
dan militer; unsur universirtas yang kuat dalam definisi tentang komunitas Islam;
pemberian akses otonom bagi seluruh warga komunitas untuk memperoleh atribut-
atribut tatanan transendental dean keselamatan (salvation) melaljui ketaatan terhadap
Tuhan; cita-cita ummah, komunitas politik-keagamaan dari setiap pemeluknya, dan
gambaran mengenai penguasa sebagai penegak cita-cita Islam, mengenai kemurnian
ummah, dan kehidupan komunitas.
Berangkat dari pengertian “peradaban Islam” di atas maka berbeda dengan Islam
yang skaral, tetap dan abadi, peradaban Islam betapapun besar dan hebatnya, adalah
bersifat profan, berkembang dan tidaklah suci. Peradaban Islam, tetaplah seperti
peradaban lain, yakni tidak bebas dari kelemahan.
Hal tersebut dapat dibuktikan ketika kita flashback ke masa lalu, di mana Nabi
Muhammad saw. Mampu menyusun kekuatan baru untuk melakukan reformasi
peradaban secara total mulai dari ideologi, teologi, sampai kepada kultural dan
hasilnya sangat mengesankan. Kemudian usaha Beliau itu dilanjutkan oleh para
penguasa Muslim melalui fondasi banguan teologi yang kokoh, penguasaan dan
pengembangan sains atas dasar semangat iqra‟ dan amal shaleh. Atas dasar itu,
sejarah dan khazanah kita di masa lampau –terutama sejak pemerintahan Nabi
Muhammad saw.di Madinah hingga tahun 1250 M yang ditandai dengan berakhirnya
masa kejayaan Spanyol Islam di daratan Eropa- umat Islam mampu mewujudkan
suatu tatanan masyarakat yang berperadaban tinggi.
Namun demikian, seiring dengan pasang surutnya sebuah peradaban, peradaban
Islam pun pernah mengalami masa-masa kejayaan meskipun kemudian mengalami
masa kemunduran. Jika pada zaman Abbasiyah umat Islam mampu menjadi sumber
ilmu pengetahuan serta menjadi kiblat dunia , termasuk Barat, maka saat ini umat
Islam hanya menjadi konsumen dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang
14. dikembangkan masyarakat Barat. Peradaban Baratlah yang saat ini memberikan
kontribusi besar bagi kehidupan manusia secara umum dan bahkan cenderung
menghegemoni peradaban lainnya, termasuk Islam.
3.7 Pendidikan Islam
Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad saw. adalah surah Al-„Alaq
1-5 dan wahyu yang kedua adalah surah Al-Muddatsir 1-7. Menurut Prof. Dr. H.
Mahmud Yunus, dalam kedua wahyu yang mula-mula turun itu dapat diambil
kesimpulan, bahwa pendidikan dalam Islam terdiri dari empat macam:
a. Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah
semata-mata, jangan dipersekutukan dengan nama berhala, karena Tuhan itu
Mahabesar dab Mahapemurah; sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu
sejauh-jauhnya.
b. Pendidikan „akliyah dan ilmiyah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari
segumpal darah dan kejadian alam semesta. Alam akan mengajarkan
demikian itu kepada orang-orang yang mau menyelidiki dan membasnya,
sedangkan mereka dahulu belum mengetahuinya.untuk mempelajari hal-hal
itu haruslah dengan banyak membaca dan menyelidiki serta memakai pena
untuk mencatat
c. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu si pendidik hendaklah suka
memberi/mengajar tanpa mengharapkan balasan dari orang yang menerima
pemberian itu, melainkan karena Allah semata-mata dan mengharapkan
keridaanNya. Bagitu juga si pendidik harus berhati sabar dan tabah dalam
melakukan tugasnya.
d. Pendidikan jasmani (kesehatan), yaitu mementingkan kebersihan, bersih
pakaian, bersih badan dan bersih tempat kediaman. Terutama si pendidik
15. harus bersih pakaian, suci hati dan baik budi pekertinya, supaya menjadi
contoh dan tiru teladan bagi anak-anak didikannya.
3.8 Komponen-Komponen Pendidikan
Ada asumsi yang mengatakan bahwa gurulah yang paling bertanggung jawab
terhadap keberhasilan peserta didik, guru yang profesional akan menelorkan murid
yang profesional juga sebaliknya guru yang bukan profesional akan menjejaskan
keberhasilan anak didik. Sementara asumsi lain mengatakan bahwa peran serta orang
tua sangat dominan, orang tua yang perhatian terhadap pendidikan anaknya dan selalu
memberikan bimbingan sangat besar kemungkinankberhasilan anaknya. Adapula
yang mengatakan miliu sengat berpengaruh terhadap peserta didik, miliu pedagang
mencerdaskan ilmu pasti seperti aritmatika sosial dan ekonomi. Menurut Rosleny
Marliany, ada sembilan komponen yang sangat penting dan wajib ada dalam
pendidikan, yaitu:
a. Para pendidik;
b. Para murid atau anak didik;
c. Materi pendidikan;
d. Perbuatan mendidik;
e. Metode pendidikan;
f. Evaluasi pendidikan;
g. Tujuan pendidikan;
h. Alat-alat pendidikan;
i. Lingkungan pendidikan.
Dari sembilan komponen di atas, komponen yang terakhir adalah objek kita.
Lingkungan kondusif bagi peserta didik adalah lingkungan yang bernuansa
pendidikan seperti sistem pondok pesantren. Keseharian peserta didik diwarnai
dengan proses pendidikan 24 jam. Tidak hanya pendidikan kognitif dan psikomotorik
16. tetapi disempurnakan lagi dengan pendidikan afektif yang lebih menjurus kepada
pendidikan tingkah laku.
Pondok pesantren adalah sebuah kebudayaan dan juga sebuah peradaban, maka
lingkungan pesantren adalah lingkungan yang berbudaya dan beradab. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa lembaga-lembaga pendidikan non pesantren juga
menerapkan sistem yang sama hanya saja sebatas jam kurikuler dan jam ekstra
kurikuler.Hanya saja budaya dan peradaban di pesantren sangat dipengaruhi oleh
letak geografis dan para pengasuhnya sehingga kebudayaan dan peradaban yang ada
di pesanten menonjolkan kebudayaan dan peradaban setempat. Tak ayal lagi kalau
alumni pesantren Jawa akan membawa kebudayaan Jawa dan mengasimilasikannya
dengan budaya di tempatnya.
Situasi tertentu seperti ini juga harus diperhatikan karena pertumbuhan peserta
didik akan dipengaruhi oleh situasi-situasi di mana dan di waktu mana ia berada.
Lebih lanjut, Rosleny Marliany menyebutkan bahwa: Perubahan menyangkut materiil
dan struktur fisiologis sanga dipengaruhi oleh aspek-aspek tertentu yang saling
berhubungan. Adapaun aspek-aspek yang mempengaruhi pertumbuhan meliputi:
a. Kondisi interaksi kepribadian anak;
b. Usia dan mental anak;
c. Pola-pola pertumbuhan yang dipengaruhi oleh situasi-situasi tertentu;
d. Adaptasi individu dengan lingkungannya.
17. BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan dan kebiasaan.
b. Peradaban adalah kumpulan sebuah identitas terluas dari seluruh hasil budi
daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik fisik
(misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni
budaya, maupun iptek), yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif
umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui
identifikasi diri yang subyektif.
c. Peradaban Islam adalah pencapaian hasil budi kaum Muslimin dalam sejarah
yang diilhami, dilandasi oleh keyakinan Islam.
d. Pendidikan Islam pertama ada empat, yaitu:
1. Pendidikan keagamaan
2. Pendidikan „akliyah dan ilmiyah
3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti
4. Pendidikan jasmani.
4.2 Saran
Sebagai praktisi pendidikan hendaklah memahami pentingnya kebudayaan dan
peradaban yang positif bagi peserta didik. Pilihlah untuk mereka kebudayaan
peradaban manapun yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Selain itu,
sebagai pendidik Muslim, tidak cukup memilihkan akan tetapi lebih dari itu adalah
mengaplikasikan dan mengimplementasikannya dalam proses pendidikan.
18. DAFTAR PUSTAKA
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Penj.
Samson Rahman, Jakarta, Akbar Media, 2010.
Al-Syarqawi, Effat, Filsafat Kebudayaan Islam, Penj. A. Rofi‟ Usmani, Bandung,
Pustaka, 1986.
Eisenstadt, S.N, Revolusi Transformasi Masyarakat, Penj. Chandra Johan, Jakarta,
Rajawali, 1986.
Elisanti dan Rostini, Tinitin, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII IPS, Jakarta,
Indradjaya, 2007.
Marliany, Rosleny, Psikologi Umum, Bandung, Pustaka Setia, 2010.
Maryati, Kun dan Suryawaty, Juju, Seri Pendalaman Materi Sosiologi SMA dan MA
Siap Tuntas Menghadapi Ujian Nasional, Jakarta, Erlangga, 2008.
Huntington, Samuel P, Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia,
Penj. M. Sadat Ismail, Yogyakarta, Qalam, 2004.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafindo,2007.
Waridah Q, Siti dkk, Sosiologi untuk SMA Kelas II, Jakarta, Bumi Aksara, 2005.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Hidakarya Agung, 1989.