Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Vipassana bhavana, lingkungan belajar, konsep diri
1. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
1
Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep Diri
Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
Suharno
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB) Smaratungga Boyolali
mbahnojogja@gmail.com, smaratungga@gmail.com
Abstrak
Kondisi yang selalu mengalami perubahan mengharuskan manusia untuk tetap survive.
Salah satu cara untuk bertahan hidup adalah dengan meningkatkan kualitas hidup melalui
pendidikan. Vihara Jina Dharma Sradha memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan yang
diselenggarakan melalui pendidikan nonformal yaitu pendidikan monastic. Tujuan pendidikan di
Vihara Jina Dharma Sradha yaitu pembentukan karakter buddhis dan pembentukan konsep diri yang
baik. Nilai lebih dari Vihara tersebut adalah adanya praktek vipassana bhavana yang sudah
membudaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai pengaruh pelaksanaan vipassanā bhavana
dan lingkungan belajar terhadap konsep diri anak asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sraddha
Wonosari Gunungkidul. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, dengan menggunakan metode ex post facto (noneksperimen) rancangan korelasional.
Dengan demikian, penelitian ini mengkaji hal-hal yang pemah dilakukan oleh subjek penelitian dan
fakta-fakta yang ada di lingkungan vihara. Subyek penelitian berjumlah 44 anak asuh Kusalamitra.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan vipassanā bhavana terbukti berpengaruh terhadap
konsep diri. Lingkungan belajar terbukti berpengaruh terhadap konsep diri. Pelaksanaan vipassanā
bhavana dan lingkungan belajar berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap konsep diri.
Kata Kunci: konsep diri, vipassanā bhavana, lingkungan belajar
Abstract
Changing conditions will make humans have to survive. One of solutions to survive is
improvethe quality of life through education. Jina Dharma Sradha Monastery contributes to
education held trough non-formal education is monastic education. The purpose of education at Jina
Dharma Sradha Monastery is the formation of Buddhist character and the formation of good self-
concept. The added value of the monastery is practice of vipassanā bhavana that has been into
culture. The Study aims to determine the effect of vipassanā bhavana and learning environment on
the self-concept of children at Kusalamitra Jina Dharma Sradha, Wonosari, Gunung Kidul. The
approach used in this research is quantitative approach, using ex post facto methods (non-experimtal
methods) with correlational design. It’s means the research examines the things that have been
done by the subject of research and facts in the environment of the monastery. The subject of
research there are 44. The results, the implementation of vipassanā bhavana proved to affect the
self-concept. Learning environment proved to affect the self-concept. The implementation of
vipassanā bhavana and the learning environment influence simultaneously on self-concept.
Keywords: self-concept, vipassanā bhavana, learning environment
2. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
2
PENDAHULUAN
Segala sesuatu yang ada di dunia selalu mengalami perubahan. Sumber daya manusia yang
handal dan berkualitas tinggi perlu dimiliki setiap individu untuk melewati kehidupan yang semakin
banyak tantangan di era globalisasi. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia adalah melalui pendidikan. Pendidikan dilaksanakan melalui tiga jalur, salah satunya
adalah pendidikan nonformal. Salah satu pendidikan nonformal adalah pendidikan monastic.
Konsep pendidikan monastic yaitu pendidikan di vihara, peserta didik mendapat pelajaran tentang
ilmu pengetahuan maupun agama di vihara, dengan tujuan membentuk peserta didik berkarakter
buddhis. Vihara Jina Dharma Sradha Siraman, Wonosari Gunungkidul menerapkan konsep
pendidikan monastic. Konsep pendidikan monastic yang diterapkan di Vihara Jina Dharma Sradha
Siraman, Wonosari, Gunungkidul berlaku bagi para samana maupun anak asuh yang tinggal di
vihara. Anak Asuh yang tinggal di vihara masih menempuh sekolah formal (SMP dan SMA/SMK),
namun juga mendapat bimbingan dan pelatihan keagamaan Buddha di Vihara.
Pendidikan monastic di Vihara Jina Dharma Sradha berawal dari gagasan Bhikkhu
Sasanabodhi. Pada awalya bhikkhu Sasanabodhi melihat fenomena kehidupan generasi muda
Buddhis di daerah-daerah pedesaan yang terpaksa putus sekolah dan bekerja seadanya karena
masalah ekonomi. Bhikkhu Sasanabodhi mencoba mengatasinya dengan membantu melalui
program anak asuh. Semakin banyaknya peserta didik maka dibentuklah sebuah yayasan untuk
mengelola,yaitu Yayasan Gunadharma Gunung Kidul serta dibentuklah program anak asuh
kusalamitra dan lembaga pendidikan non formal dengan konsep pendidikan monastic. Para anak
asuh tinggal di vihara layaknya santri di pondok pesantren.
Para peserta didik (anak asuh kusalamitra) belajar literatur ajaran Buddha dan ilmu
pengetahuan (pariyatti), praktis dari apa yang dipelajari dan diingat dengan meletakkan ajaran ke
dalam praktik (patipatti, praktik), dan akhirnya terampil dalam bentuk penetrasi, penguasaan, dan
mewujudkan kebenaran ajaran Buddha maupun ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
(pativedha). Peserta didik mendapatkan bimbingan dan pelatihan budi pekerti, peningkatan potensi
spiritual mencakup pengenalan, pelatihan dan penerapan dalam kehidupan individual ataupun
kolektif kemasyarakatan. Rakhmat (2005:99) mengatakan bahwa pandangan atau persepsi dan
perasaan tentang diri yang bersifat fisik, sosial, dan psikokologis disebut dengan konsep diri.
Konsep diri merupakan salah satu aspek sekaligus inti kepribadian seseorang yang di
dalamnya meliputi segala aspek kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita (Mahmud, 2010:365).
Menurut McCrae dan Costa konsep diri didefinisikan sebagai sebuah adaptasi karakter yang terdiri
dari pengetahuan, pendapat dan evaluasi tentang diri sendiri (Feist, 2008:366). Konsep diri adalah
3. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
3
pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang diketahui dan dirasakan
tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaan serta bagaimana perilaku tersebut berpengaruh
terhadap orang lain (Djaali, 2008:129). Konsep diri dapat berubah, perubahan tersebut dapat berasal
dari berbagai faktor, seperti pergaulan, dan lingkungan.
Teori attā dapat di artikan sebagai diri, ego, makhluk atau kepribadian. Pengertian tentang
diri dapat dianggap benar secara konvensional, sebagai alat untuk mempermudah untuk menujukan
sesuatu wujud atau benda yang sebenarnya tidak mempunyai substansial yang kekal (anattā).
Buddha tidak menujukan adanya diri di luar dan di balik lima kelompok kehidupan
(pañcakkhanda). Ajaran Buddha, keperibadian atau “diri” atau “aku” adalah gabungan lima agregat
(pañcakkhanda) sebagai penyusun kehidupan yaitu unsur materi, perasaan, persepsi, bentukan
mental dan kesadaran (S.III.42; Dhs.1083; Vbh.I,100; Dhk.I). Kelima faktor pembentuk kepribadian
tersebut bergabung dan saling berinteraksi sehingga sosok manusia nampak nyata seolah memiliki
diri, jiwa, roh, atau ego. Pañcakkhanda merupakan faktor nyata dalam kehidupan, selain
pañcakkhanda tidak ada attā yang bersifat internal maupun eksternal, Semua unsur kehidupan
tidaklah abadi, setelah dilahirkan menuju kematian. Setelah muncul kemudian lenyap (D.II.157).
Buddha bersabda “segala sesuatu yang berkondisi adalah tanpa inti yang kekal. Apabila seorang
dengan bijaksana dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan
yang akan membawa pada kesucian” (Dh.279). Seseorang yang memiliki konsep diri yang baik
maka akan melihat hal ini secara jernih.
Observasi awal peneliti memperoleh informasi bahwa peserta didik di Vihara jina Dharma
Sradha mampu menjalin hubungan kekeluargaan secara baik antar peserta didik maupun dengan
pembimbing, namun masih terdapat peserta didik yang timbul kebencian ketika menghadapi hal-hal
yang tidak disukai, misalnya ketika ada perbedaan pendapat dengan teman sejawat. Bahkan ada
juga rasa ketidak sukaan antara individu yang satu dengan yang lain. Ada juga peserta didik
cenderung marah dan merasa tidak senang ketika mendapatkan suatu kritikan atau teguran. Hal ini
menunjukan bahwa sebagian dari peserta didik belum memiliki konsep diri yang baik, belum bisa
melihat secara jernih dan berkesadaran terhadap hakikat diri sendiri secara individu maupun social.
Yayasan Gunadharma berupaya mewujudkan Vihara Jina Dharma Sradha menjadi tempat
yang kondusif untuk belajar dan membentuk kepribadian peserta didik, pendidikan monastic bukan
menjadikan hal yang membebani bagi peserta didik untuk belajar. Lingkungan belajar yang baik
bisa memberikan dorongan atau motivasi terhadap peserta didik untuk melaksanakan pembelajaran
dengan baik. Memiliki kesempatan bertempat tinggal dalam lingkungan yang cocok untuk
memperoleh pengetahuan Dhamma (kebenaran) merupakan hal yang tidak mudah sehingga bagi
4. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
4
seseorang yang mendapatkan kesempatan tersebut hendaknya digunakan dengan sebaik-baiknya.
Tempat tinggal yang cocok menurut Ajaran Buddha adalah tempat yang memungkinkan untuk
mengembangkan diri kearah yang lebih baik (Khp.V.1). Hidup dilingkungan yang sesuai , telah
melakukan jasa dimasa yang lampau, serta menuntun diri kearah yang benar adalah sebagai
perbuatan yang menjamin keberhasilan (Sn.260).
Muhibin Syah (2012:154-155) membagi lingkungan sebagai faktor eksternal yang
memengaruhi belajar menjadi dua macam yaitu: Lingkungan sosial dan Lingkungan non sosial.
Lingkungan sosial meliputi lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, tetangga dan teman
bermain serta lingkungan orang tua dan keluarga. Lingkungan non sosial meliputi gedung sekolah
dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan
cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.
Salah satu program yang sudah berjalan di Vihara Jina Dharma Sradha adalah puja bakti
setiap pagi dan sore disertai dengan pelatihan meditasi, di antaranya yaitu pelatihan vipassanā
bhavana. Melalui pelaksanaan vipassanā bhavana yang intensif dan berkesinambungan diharapkan
membentuk peserta didik hidup berkesadaran, dapat memahami hakikat kehidupan yang
dialaminya, yaitu selalu mengalami perubahan (anicca), tidak selalu memuaskan (dukkha) dan
tanpa inti yang kekal (anatta) serta menyadari bahwa individu tidak bisa lepas dari hubungan
sosial(M.I, 415-419). Pelaksanaan meditasi merupakan salah satu usaha untuk mengendalikan
pikiran, karena pikiran yang menentukan semua tindakan yang dilakukan individu. “Pikiran adalah
pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang
berbicara dengan pikiran baik, maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayang-bayang yang
tidak pernak meninggalkan bendanya” (Dh.2). Manusia yang pikirannya terkendali melalui
pelaksanaan Samadhi dapat bertindak baik melalui pikiran, ucapan, maupun perbuatan badan
jasmani sehingga akan membawa kebahagiaan.
Vipassanā adalah bahasa pali yang berarti insight atau melihat ke dalam atau pandangan
terang. Vipassanā merupakan pengalaman aktual tentang kebenaran (Tigris, 2004:11). Vipassanā
bhavana adalah kegiatan belajar yang dilakukan secara internal di dalam diri. Vipassanā harus
dilaksanakan di dalam kehidupan sehari-hari atas dasar kesadaran (Buddhadasa, 2002:114). Berlatih
vipassanā dengan kesunguhan hati membantu menemukan kemurnian diri, menumbuhkan
kebijaksanaan, pandangan terang, penghancuran noda-noda batin dan pencapaian keadaan pikiran
diluar duniawi (Ching, 2003: 3-4). Formula latihan vipassanā ditunjukan Buddha yaitu sebuah
jalan khusus untuk membangun penyadaran total terhadap hakekat batin dan jasmani tercantum di
dalam Satipathana-sutta. Pembabar Dhamma yang terampil secara terprinci menerangkan praktek
langsung menuju penghacuran semua noda batin yaitu dengan melakukan perenungan terhadap
5. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
5
nama-rupa (satipatthana). Pelaksanaan satipatthana memberikan manfaat bagi meditator untuk
dapat mengendalikan enam landasan indria secara bertahap (Ud. 35), sehingga muncul pengetahuan
(nana), penembusan terhadap anicca, dukkha, anatta, serta pencapaian magga dan phala.
Penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut : (1) Apakah pelaksanaan vipassanā
bhavana berpengaruh terhadap konsep diri peserta didik (anak asuh kusalamitra)? (2) Apakah
lingkungan belajar berpengaruh terhadap konsep diri peserta didik (anak asuh kusalamitra)? (3)
Apakah pelaksanaan vipassanā bhavana dan lingkungan belajar berpengaruh secara simultan
(bersama-sama) terhadap konsep diri peserta didik (anak asuh kusalamitra)?
Model kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
X1 = Pelaksanaan vipassanā bhavana
X2 = Lingkungan belajar
Y = Konsep diri
Hipotesis penelitian ini: (1) Pelaksanaan vipassanā bhavana berpengaruh positif terhadap
konsep diri peserta didik (anak asuh kusalamitra), (2) Lingkungan belajar berpengaruh positif
terhadap konsep diri peserta didik (anak asuh kusalamitra), (3) Pelaksanaan vipassanā bhavana dan
lingkungan belajar berpengaruh positif secara simultan (bersama-sama) terhadap konsep peserta
didik (anak asuh kusalamitra).
METODE
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian korelasional. Objek
penelitian yaitu peserta didik (anak asuh kusalamitra) di Vihara Jina Dharma Sradha berjumlah 44
Peserta didik . Jumlah subjek dalam populasi kurang dari 100 maka sampel dalam penelitian ini
semua peserta didik (anak asuh kusalamitra). Penelitian ini terdiri atas tiga variable yaitu dua
variable bebas dan satu variable terikat. Variabel bebas yang pertama adalah pelaksanaan vipassanā
bhavana dan variabel bebas yang kedua yaitu lingkungan belajar, serta variabel terikatnya adalah
konsep diri peserta didik (anak asuh kusalamitra) di Vihara Jina Dharma Sradha.
Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen yang berbentuk kuesioner. Pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu yang berupa instrument penelitian. Instrumen
penelitian disusun berdasarkan variabel-variabel dalam penelitian yaitu pelaksanaan vipassanā
bhavana, lingkungan belajar dan konsep diri yang dijabarkan menjadi sub variabel dan indikator.
Semua instrumen dikembangkan oleh peneliti. Skala yang digunakan dalam instrumen penelitian ini
adalah skala Likert yang merupakan Skala interval.
X1
Y
X2
6. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
6
Teknik Analisis Data: (1) Uji Signifikansi/Pengaruh Simultan (Uji F), (2) Uji Signifikansi
Parameter Individual (Uji t), (3) Koefisien Diterminasi (R2
) dengan menggunakan SPSS 21.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hipotesa yang akan diujikan dalam penelitian ini yakni hipotesa dengan menggunakan
regresi linier dua predictor. Pengujian hipotesa bertujuan untuk menguji hipotesis, yaitu hubungan
antara pelaksanaan vipassanā bhavana dan lingkungan bejar terhadap konsep diri anak asuh
Buddha Kusalamitra. Adapun hasil pengujianya adalah sebagai berikut
1. Uji Signifikansi/Pengaruh Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
secara simultan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program
SPSS 19. Hasil uji F dalam penelitian ini dapat dilihat dalam ANOVA pada tabel 1
Tabel 1
Hasil Uji F
ANOVA
a
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 12724.948 2 6362.474 32.340 .000
b
Residual 10427.177 53 196.739
Total 23152.125 55
a. Dependent Variable: Konsep_Diri
b. Predictors: (Constant), Lingkungan_Belajar, Vipassana_Bhavana
Tabel menunjukkan hasil analisis dari F test yang diperoleh besarnya F hitung adalah
32,340 dengan tingkat signifikan 0,000. Hal ini diasumsikan bahwa Sig. > 0,05, maka Ho
diterima sedangkan jika Sig. < 0,05, maka Ho ditolak. Nilai Sig dalam perhitungan ini adalah
0,000 lebih kecil dari 0,05, maka regresi dapat dipakai, artinya variabel pelaksanaan vipassanā
bhavana (X1) dan lingkungan belajar (X2) berpengaruh secara bersama-sama (simultan)
terhadap variable konsep diri (Y).
2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Uji t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas 1
(X1)dan variabel 2 (X2) terhadap Variabel terikat Y. Hasil uji pelaksanaan vipassanā bhavana
(X1) terhadap konsep diri (Y) dan lingkungan belajar (X2) terhadap konsep diri (Y) dapat
dilihat pada tabel 2
7. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
7
Tabel 2
Hasil Uji t
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 6.086 18.886 .322 .749
Vipassana_Bhavana -.675 .148 -.571 -4.567 .000
Lingkungan_Belajar 2.100 .264 .996 7.966 .000
a. Dependent Variable: Konsep_Diri
Berdasarkan table Coeffisient di atas menunjukkan besarnya thitung minat 4,567 dengan
Sig. 0,000 ≤ 0,05. Hal ini mengasumsikan bahwa pelaksanaan vipassanā bhavana cukup bukti
berpengaruh secara signifikan terhadap konsep diri, sedangkan besarnya thitung lingkungan
belajar 7,966 dengan sig. 0,000 ≤ 0,05. Hal ini mengasumsikan bahwa lingkungan belajar
cukup bukti berpengaruh secara signifikan terhadap konsep. Berdasarkan table Coeffisient di
atas a= 6,086, b1= -0,675 dan b2= 2,100, jadi persamaannya Y= 6,086+(-0,675) X1 +2,100 X2
3. Koefisien Determinasi (R2
)
Kontribusi pengaruh pelaksanaan vipassanā bhavana (X1) dan lingkungan belajar
(X2) konsep diri anak asuh kusalamitra (Y) dapat dilihat dari analisis regresi yang
ditunjukkan dalam R Square 0,550 dalam Model Summary pada tabel 3
Tabel 3
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .741
a
.550 .533 14.026 1.636
a. Predictors: (Constant), Lingkungan_Belajar, Vipassana_Bhavana
b. Dependent Variable: Konsep_Diri
Hasil koefisien determinasi sebagaimana tertuang dalam tabel di atas menghasilkan
angka R² sebesar 0,550 artinya variabel independen (pelaksanaan vipassanā bhavana dan
lingkungan belajar) dapat mempengaruhi variabel dependen (konsep diri) sebesar 55% dan
sisanya 45% dipengaruhi oleh faktor lain.
Pembahasan
1. Hasil Uji Hipotesis Pertama
Dari hasil uji hipotesis dapat dilihat bahwa pelaksanaan vipassanā bhavana
berpengaruh terhadap konsep diri. Berdasarkan uji t menunjukkan besarnya thitung pelaksanaan
vipassanā bhavana 4,567 dengan Sig. 0,000 ≤ 0,05. Hal ini mengasumsikan bahwa
pelaksanaan vipassanā bhavana cukup bukti berpengaruh secara signifikan terhadap konsep
diri. Hal ini berarti bahwa jika pelaksanaan vipassanā bhavana semakin tinggi atau terbiasa
maka dapat berpengaruh pada perkembangan konsep diri anak asuh kusalamitra.
8. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
8
Pelaksanaan vipassanā bhavana memberikan manfaat untuk dapat mengendalikan
enam landasan indria secara bertahap (Ud. 35). Seseorang yang terbiasa melakukan vipassanā
bhāvanā mamapu mengembangkan kebijaksanaan dan melenyapkan kekotoran batin seperti
kemauan jahat, nafsu keinginan, kemalasan, kegelisahan dan kekhawatiran, keragu-raguan.
Filosofis mendasar vipassanā bhāvanā merupakan terapan praktis untuk menemukan sifat sejati
kehidupan. Sistem kesadaran dialami oleh setiap individu, dengan merenungkan dan
merefleksikan berbagai objek serta fungsi tubuh dan kesadaran. Praktek kesadaran penuh agar
menyadari totalitas kehidupan. Seseorang yang memiliki konsep diri yang baik mampu melihat
secara jernih pada diri sendiri baik dalam aspek fisik, aspek psikis, dan aspek moral maupun
bagaimana hubungan social dengan lingkungan sekitar. Maka jelas bahwa dengan
membiasakan diri terlatih dalam vipassanā bhāvanā mampu meningkatkan konsep diri anak
asuh Kusalamitra.
2. Hasil Uji Hipotesis ke Dua
Berdasarkan uji t besarnya thitung lingkungan belajar besarnya 7,966 dengan sig. 0,000 ≤
0,05. Hal ini mengasumsikan bahwa lingkungan belajar cukup bukti berpengaruh secara
signifikan terhadap konsep diri. Dari bukti penelitian ini menunjukan bahwa lingkungan
belajar mempengaruhi Konsep diri.
Konsep diri yang dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan, melainkan dengan
proses belajar sepanjang hidup manusia. Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan
manusia lainnya tidak mungkin mempunyai mempunyai kesadaran bahwa dirinya adalah
manusia (Mulyana, 2011:8). Melalui proses interaksi dengan lingkungan baik teman, guru
maupun orang tua, setiap individu akan belajar bukan saja mengenai siapa dirinya, namun juga
bagaimana merasakan siapa dirinya. Hal ini terbentuk dengan adanya proses saling
menanggapi.
3. Hasil Uji Hipotesis ke tiga
Berdasarkan hasil analisis dari F test yang diperoleh besarnya F hitung adalah 32,340
dengan tingkat signifikan 0,000. Hal ini diasumsikan bahwa Sig. > 0,05, maka Ho diterima
sedangkan jika Sig. < 0,05, maka Ho ditolak. Nilai Sig dalam perhitungan ini adalah 0,000
lebih kecil dari 0,05, maka regresi dapat dipakai, artinya variabel pelaksanaan vipassanā
bhavana (X1) dan lingkungan belajar (X2) berpengaruh secara bersama-sama (simultan)
terhadap variable konsep diri (Y).
9. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
9
Adanaya pembiasaan diri untuk melaksanakan vipassanā bhavana yang semakin tinggi
dan dengan perkembangan lingkungan belajar yang semakin mendukung secara bersamaan
akan mempengaruhi peningkatan konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring sejalan dengan
perkembangan kehidupan individu. Konsep diri tidak dapat berkembang tanpa adanya proses
yang berkesinambungan yang mempengaruhinya. Konsep diri dapat berkembang karena
adanya pengalaman yang didapatkan individu dalam kehidupan sehari-hari serta adanya
interaksi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Harry Stack Sullivan (1953) menyatakan
bahwa konsep diri merupakan produk sosial dimana pembentukkannya terjadi melalui suatu
proses interaksi sosial.
Kontribusi pengaruh pelaksanaan vipassanā bhavana dan lingkungan belajar terhadap
konsep diri kusalamitra dapat dilihat dari analisis uji koefisien determinasi dimana variabel
independen (pelaksanaan vipassanā bhavana dan lingkungan belajar) dapat mempengaruhi
variabel dependen (konsep diri) sebesar 55% dan sisanya 45% dipengaruhi oleh faktor lain.
Jadi di luar pelaksanaan vipassanā bhavana dan lingkungan belajar masih banyak faktor yang
dapat mempengaruhi konsep diri.
Faktor yang membentuk konsep diri anak asuh kusalamitra selain vipassanā bhavana
dan lingkungan belajar di vihara adalah lingkungan keluarga, dimana orang tua dan seluruh
anggota keluarga yang menjadi orang dekat individu. Selain itu lingkungan sekolah, guru,
teman sekolah dan seluruh warga sekolah yang sering berinteraksi dengan individu juga akan
mempengaruhi konsep diri. Pandangan masyarakat terhadap individu juga berperan dalam
memebentuk konsep diri. Jenis kelamin juga menjadi faktor pembentukan konsep diri
seseorang. Pembentukan konsep diri secara dini banyak dipengaruhi oleh orang tua dan orang-
orang dekat lainnya di sekitar kehidupan individu (Mulyana, 2011:8).
Seorang guru merupakan tokoh utama di sekolah, sehingga sikap dan kepribadiannya
akan membawa dampak yang besar bagi penanaman gagasan dalam pikiran siswa tentang diri
mereka. Bagi siswa, guru merupakan model yang dalam hal ini terlihat dari cara
berpenampilan. Pujian dan penghargaan bagi siswa yang berprestasi di sekolah yang berasal
dari teman, guru bahkan kepala sekolah, juga dapat menumbuhkan konsep diri positif karena
ada pengakuan dari orang lain yang menerima keberadaan dirinya. Kehidupan di dalam
keluarga, lingkungan sekolah atau masyarakat, yang lebih luas berkembang macam-macam
tuntutan peran yang berbeda berdasarkan jenis kelamin. Tuntutan ini berdasarkan tiga macam
tuntutan yang berbeda yaitu: biologis, lingkungan keluarga, dan kebudayaan. Dorongan
10. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
10
biologis menyebabkan seseorang secara bawaan bertingkah laku, berpikir dan berperasaan yang
berbeda antara jenis kelamin yang satu dengan lainnya.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis hasil penelitian mengenai pengaruh pelaksanaan vipassanā bhavana
(X1) dan lingkungan belajar (X2) terhadap konsep diri anak asuh Kusalamitra (Y), dapat
dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Pelaksanaan vipassanā bhavana cukup bukti berpengaruh terhadap konsep diri anak asuh
Kusalamitra. Berdasarkan uji t menunjukkan besarnya thitung pelaksanaan vipassanā bhavana
4,567 dengan Sig. 0,000 ≤ 0,05. Hal ini berarti bahwa jika pelaksanaan vipassanā bhavana
semakin tinggi maka dapat berpengaruh pada perkembangan konsep diri anak asuh kusalamitra.
2. Lingkungan belajar cukup bukti berpengaruh terhadap konsep diri anak asuh Kusalamitra.
Berdasarkan uji t besarnya thitung lingkungan belajar besarnya 7,966 dengan sig. 0,000 ≤ 0,05.
Lingkungan belajar yang baik akan mampu membentuk konsep diri yang baik.
3. Pelaksanaan vipassanā bhavana dan lingkungan belajar berpengaruh secara bersama-sama
(simultan) terhadap konsep diri anak asuh Kusalamitra. Berdasarkan hasil analisis dari F test
yang diperoleh besarnya F hitung adalah 32,340 dengan tingkat signifikan 0,000. Nilai Sig
dalam perhitungan ini adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka regresi dapat dipakai, artinya
variabel pelaksanaan vipassanā bhavana (X1) dan lingkungan belajar (X2) berpengaruh secara
bersama-sama (simultan) terhadap variable konsep diri (Y). Kontribusi pengaruh pelaksanaan
vipassanā bhavana dan lingkungan belajar terhadap konsep diri dapat dilihat dari analisis uji
koefisien determinasi dimana variabel independen (pelaksanaan vipassanā bhavana dan
lingkungan belajar) dapat mempengaruhi variabel dependen (konsep diri) sebesar 55% dan
sisanya 45% dipengaruhi oleh faktor lain. Jadi di luar pelaksanaan vipassanā bhavana dan
lingkungan belajar masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri.
UCAPAN TERIMAKSIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal bimbingan masyarakat
Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memeberikan bantuan dana penelitian.
Penulis juga mengucapkan terimaksih kepada Bhikkhu Sasanabodhi Thera selaku pendiri program
anak asuh Kusalamitra, dan Bhikkhu Badrapalo selaku ketua pesantrian Buddha Kusalamitra yang
mendukung terwujudnya penelitian ini.
11. Suharno. Pengaruh Pelaksanaan Vipassanā Bhavana dan Lingkungan Belajar Terhadap Konsep
Diri Anak Asuh Kusalamitra Vihara Jina Dharma Sradha Wonosari, Gunungkidul Tahun 2016
11
DAFTAR REFERENSI
Buddhadasa. 2005. Meditasi Pernapasan (Mindfullness With Breathing), Palembang: Yayasan
Svarnadipa Sriwijaya.
Ching, Kuan. 2003. Pintu Kebijaksanaan, Tanpa Kota Terbit: Yayasan Dian Dharma.
Dhammasangani (The Psychological Ethics). Terjemahan Caroline A.F Dan Rhys Davids. 1974.
Oxford: The Pāli Text Society
Dhatukatha (Discussion with Reference to the Elements). Terjemahan Ven. U Narada. 1962.
Oxford: The Pāli Text Society
Dīgha Nikāya (Dialogue Of The Buddha) Vol. I. Terjemahan David, Rhys. 1998. Oxford: The Pāli
Text Society
Djaali, H. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Fawzie, Zeptien Chrystalia., dan Kurniajanti, Sandy. 2012. Faktor Lingkungan yang Membentuk
Konsep Diri Pada Anak Jalanan, Jurnal STIKES, Volume 5, No 1, Juli 2012
Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Gunarsa, Singgih D & Gunarsa, Yulia Singgih D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta: Gunung Mulia
Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta
Khuddakapātha. Edited by Smith, Helmer. 2005. Oxford: The Pāli Text Society.
Mahmud, H. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Majjhima Nikāya (The Midle Leght Sayings) Vol.I. Terjemahan Horner, I.B. 1989. Oxford: The Pāli
Text Society
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Piyadasi. 2005. Spektrum Ajaran Buddha, Terjemahan oleh Hetih Rusli, Vivi, Titin Nengsi. Jakarta:
Yayasan Pendidikan Buddhis Triratna.
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Samyutta Nikaya (The Book of The Kindred Sayings) VoI III. Terjemahan Woodward, F.L. 1975.
Oxford: The Pāli Text Society
Sobur, A. 2010. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Susanti, Septi. 2012. Skripsi: Pengaruh Praktik Keagamaan Setiap Hari Jumat Terhadap Konsep
Diri Peserta Didik Beragama Buddha SMK Pembangunan Ampel, Boyolali Tahun
Pelajaran 2011/2012, Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB) Smaratungga
Boyolali(tidak dipublikasikan).
Sutta Nipāta. Edited by Smith, Helmer and Andersen, Dines. 1997. Oxford: The Pāli Text Society
Syah, Muhibin. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tigris, Buntario, 2004. Sepuluh Hari Dalam Meditasi Vipassana. Jakarta: Yayasan Dhammadassa.
Udāna (Sacred Books Of The Buddhist). Terjemahan Masefield, Peter. 2007. Oxford: The Pāli Text
Society.
Vibhanga (The Book of Analysis). Terjemahan Setthila. 1988. Oxford : The Pāli Text Society
West, Richard & Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi (edisi 3). Jakarta: Salemba
Humanikan