[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas peraturan perundang-undangan tentang jalan di Indonesia, yaitu UU Jalan Nomor 38 Tahun 2004 dan PP Nomor 34 Tahun 2006. Dokumen menjelaskan pengertian jalan, pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan, fungsi, status, dan kelas, serta spesifikasi prasarana jalan.
1. UU Jalan Nomor 38
Tahun 2004
dan
PP Nomor 34 Tahun
2006 Tentang Jalan
DIKLAT PEMBANTU
PENGAWASAN PEKERJAAN
JALAN DAN JEMBATAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JALAN,
PERUMAHAN PERMUKIMAN DAN PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR
2. I. UU Jalan Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
1) Asas,Tujuan dan Lingkup
2) Peran Jalan
3) Pengelompokan Jalan
4) Bagian – Bagian Jalan
5) Wewenang Penyelenggaraan Jalan
6) Larangan
7) Peran Masyarakat
8) Ketentuan Pidana dan kelalain
Ajang Zaenal Afandi
3. Con’t
I. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG
JALAN
1)Jalan Umum
2)Sistem Jaringan Jalan
3)Persyaratan Teknis Jalan
4)Fungsi Jalan
5)Status Jalan
6)Kelas Jalan
7)Spesifikasi Penyediaan Prasarana Jalan
8)Bagian - Bagian Jalan dan Pemanfaatan Bagian - Bagian
Jalan
9)Izin, Rekomendasi dan Dispensasi
10)Wewenang Penyelenggaraan Jalan
11)Perubahan Fungsi Dan Status Jalan
12)Penyelenggaraan Jalan
13)Peran Masyarakat
14)Jalan Khusus
4. JALAN ITU APA ?!
DEFINISI JALAN :
Prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
Termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang di –
Peruntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah,
Di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah dan/atau air,
Serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan
Jalan rel
(UU 38/2004 Tentang : Jalan, Pasal 1., ayat 4)
5. 1)Asas,Tujuan dan Lingkup
2. Pengaturan penyelenggaraan jalan bertujuan
untuk:
a) mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan jalan;
b) mewujudkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan;
c) mewujudkan peran penyelenggara jalan secara optimal dalam
pemberian layanan kepada masyarakat;
d) mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta
berpihak pada kepentingan masyarakat;
e) mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan
berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem
transportasi yang terpadu; dan
f) mewujudkan pengusahaan jalan tol yang transparan dan terbuka
1.Azas
Asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian,
keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta
kebersamaan dan kemitraan.
6. Lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini
mencakup penyelenggaraan:
a) Jalan umum yang meliputipengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan;
b) Jalan tol yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pengusahaan, dan pengawasan; dan
c) Jalan khusus
1)Asas,Tujuan dan Lingkup
7. Apa Bedanya Peranan dan Fungsi Jalan ?
Dalam aturan perundang-undangan baru (UU 38/2004), peran dan
Fungsi jalan dibedakan
Peran Jalan (UU 38/2004, Pasal 5) :
1) Sebagai bagian prasarana transportasi : mempunyai peran penting
dalam bd. Ekonomi, sosial, budaya, LH., politik, hankam, serta
dipergunakan utk sebesar-2 kemakmuran rakyat.
2) Sebagai prasarana distribusi barang dan jasa : merupakan urat
nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
3) Merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan : menghubungkan
dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia
Kata kunci :
Hidup - Kebutuhan – Bergerak – Jalan - Efisien
1) Peran Jalan
8. 1.Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas
jalan umum dan jalan khusus.
2.Jalan umum sebagaimana dimaksud pada butir 1.
dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status,
dan kelas.
3.Jalan khusus sebagaimana dimaksud pada butir
1. bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum
dalam rangka distribusi barang dan jasa yang
dibutuhkan.
4.Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan khusus
sebagaimana dimaksud pada butir 3. diatur
dalam peraturan pemerintah.
3) PENGELOMPOKAN JALAN:
9. 3). PENGELOMPOKAN JALAN BERDASARKAN
SISTEM JARINGAN JALAN :
(UU 38/2004, Pasal 7)
SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER :
Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan
sbemua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi
yang berwujud pusat-pusat kegiatan
SISTEM JARINGAN JALAN SKUNDER :
Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di
dalam kawasan perkotaan
10. Sistem Jaringan Jalan Primer
PKN
JALAN ARTERI
PRIMER
(JAP)
JALAN ARTERI PRIMER
(JAP)
JALAN ARTERI
PRIMER
(JAP)
PKW
PKW
PKN
JALAN KOLEKTOR PRIMER
(JKP)
JALAN KOLEKTOR
PRIMER
(JKP)
PKL
PKL
JALAN KOLEKTOR
PRIMER
(JKP)
JALAN LOKAL
PRIMER
(JLP)
JALAN LOKAL PRIMER
(JLP)
PK
DIBAWAH
PKL
JALAN LOKAL PRIMER
(JLP)
PERSIL
JALAN
LOKAL
PRIMER
(JLP)
JALAN
LOKAL
PRIMER
(JLP)
JALAN
LOKAL
PRIMER
(JLP)
11. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
JALAN KOLEKTOR
SEKUNDER
(JKS)
JALAN ARTERI SEKUNDER
(JAS)
JALAN ARTERI SEKUNDER
(JAS)
Perumahan
JALAN LOKAL
SEKUNDER
(JLS)
JALAN KOLEKTOR SEKUNDER
(JKS)
F2.3
Kawasan
Sekunder
III
Perumahan
F2.2
Kawasan
Sekunder
II
F2.1
Kawasan
Sekunder
I
F2.1
Kawasan
Sekunder
I
F1
Kawasan
Primer
JALAN ARTERI
SEKUNDER
(JAS)
JALAN ARTERI
SEKUNDER
(JAS)
JALAN ARTERI
SEKUNDER
(JAS)
F2.2
Kawasan
Sekunder
II
F2.3
Kawasan
Sekunder
III
JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)
JALAN LOKAL
SEKUNDER
(JLS)
JALAN
LOKAL
SEKUNDER
(JLS)
JALAN
LOKAL
SEKUNDER
(JLS)
13. Keterangan :
Kawasan Primer Sistem Primer
Kawasan Sekunder Jalan Arteri Sekunder
Perumahan Jalan Kolektor Sekunder
Batas Kota Jalan Lokal Sekunder
SKETSA HIPOTESIS HIRARKI JALAN KOTA
Kawasan
Industri
Bandar
Udara
Pelabuhan
dan
Pergudangan
Kawasan
Perdagangan
Regional
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20. 3) PENGELOMPOKAN JALAN BERDASARKAN
FUNGSI JALAN :
(UU 38/2004, Pasal 8)
JALAN ARTERI :
Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna
JALAN KOLEKTOR :
Jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian
dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata –
rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
JALAN LOKAL :
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
JALAN LINGKUNGAN :
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri-ciri Perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata -
rata rendah
Mobilitas
Akses ke
Tata Guna Lahan
21. JALAN NASIONAL :
Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang meng
hubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol
JALAN PROVINSI :
Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibu
kota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/
kota dan jalan strategis provinsi
JALAN KABUPATEN :
Jalan lokal dalam sistem jaringan jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibu
kota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal (PKL), antar PKL, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan skunder dalam wilayah kabupaten dan jalan
strategis kabupaten
JALAN KOTA :
Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan pu-
sat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubung
kan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota
JALAN DESA :
Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di da
lam desa, serta jalan lingkungan
3). PENGELOMPOKAN JALAN BERDASARKAN
STATUS JALAN :
(UU 38/2004, Pasal 9)
22. JALAN BEBAS HAMBATAN (FREEWAY) :
Jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan
menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh,
dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar
ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan dilengkapi
dengan median
JALAN RAYA (HIGHWAY) :
Jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk
secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur
setiap arah
JALAN SEDANG (ROAD) :
Jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan
masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah
dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter
JALAN KECIL (STREET) :
Jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua)
lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5 (lima setengah)
meter
3) PENGELOMPOKAN KELAS JALAN :
(Berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarananya)
23. KELAS JALAN DAN SPESIFIKASI PRASARANA JALAN :
(UU 38/2004, Pasal 10)
Pengaturan kelas jalan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan
di bidang lalu lintas dan angkutan jalan (UU 14/1992 Dan PP No. 43/1993 )
Kelas jalan dibagi ke dalam kelas I, II, IIIA, IIIB dan IIIC berdasarkan kemam
puannya untuk dilalui oleh kendaraan dengan dimensi dan MST tertentu.
Pengelompokan Kls Jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarananya :
- JALAN BEBAS HAMBATAN
- JALAN RAYA
- JALAN SEDANG
- JALAN KECIL
KELAS I KELAS II KELAS IIIA
KELAS
IIIB KELAS IIIC
FUNGSI
JALAN ARTERI ARTERI
ARTERI /
KOLEKTOR KOLEKTOR KOLEKTOR
DIMENSI /
LBR.KEND
MAKS.
2,50 M
MAKS.
2,50 M
MAKS.
2,50 M
MAKS.
2,50 M
MAKS.
2,10 M
DIMENSI /
PJG.KEND
MAKS.
18,0 M
MAKS.
18,0 M
MAKS.
18,0 M
MAKS.
12,0 M
MAKS.
9,0 M
MST
> 10
TON 10 TON 8 TON 8 TON 8 TON
24. 1) Jalan Kelas I :
yaitu Jalan Arteri yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar maksimum 2,50 m,
ukuran panjang maksimum 18,00 m dan
MST yang diijinkan > 10 Ton
25. 2) Jalan Kelas II :
yaitu Jalan Arteri yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar maksimum 2,50 m,
ukuran panjang maksimum 18,00 m dan
MST yang diijinkan 10 Ton.
26. 3) Jalan Kelas III A :
yaitu Jalan Arteri atau Jalan Kolektor yang
dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar
tidak melebihi 2,50 m, ukuran panjang
tidak melebihi 18,00 m dan MST yang
diijinkan 8 Ton.
27. 4) Jalan Kelas III B :
yaitu Jalan Kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi
2,50 m, ukuran panjang tidak melebihi
12,00 m dan MST yang diijinkan 8 Ton.
28. 5) Jalan Kelas III C :
yaitu Jalan Lokal yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi
2,10 m, ukuran panjang tidak melebihi
9,00 m dan MST yang diijinkan 8 Ton.
29. Lapisan Aus
Lapisan Pondasi (Atas, Bawah)
Bahu Diperkeras
Bahu diperkeras
Saluran diperkeras
Pas. Batu dg. Mortal
Patok RMJ
Patok RMJ
Pembersihan Rumija
Jalur Lalu - Lintas
Bahu Jalan
Bahu Jalan
Drainase
Ruang Milik Jalan
TYPIKAL PENAMPANG (BAGIAN) JALAN
Lihat Aturan Ruang Jalan (RPP Jalan) !
Ruang Pengawasan Jalan
30. 4). BAGIAN-BAGIAN JALAN :
(UU 38/2004, Pasal 10)
RUANG MANFAAT JALAN :
- Badan jalan
- Saluran tepi jalan
- Ambang pengaman jalan
RUANG MILIK JALAN :
- Ruang manfaat jalan, ditambah
- Sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan
RUANG PENGAWASAN JALAN :
Ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah
pengawasan Penyelenggara jalan
31.
32. 5). WEWENANG PEMERINTAH (PUSAT, PROV., KAB.,KOTA)
(UU 38/2004, Pasal 14, 15,16)
WEWENANG PENYELENGGARAAN JALAN :
- Pemerintah : Jalan Nasional
- Pemerintah Provinsi : Jalan Provinsi
- Pemerintah Kabupatn : Jalan Kabupaten dan Jalan Desa
- Pemerintah Kota : Jalan Kota
Penyelenggaraan Jalan meliputi :
- PENGATURAN : kebijakan penyelengg. jalan, pedoman operasional, penetapan
status jalan, perencanaan jaringan jalan
- PEMBINAAN : bimbingan, penyuluhan, pelatihan, litbang tekn. terapan, dll
- PEMBANGUNAN : perencanaan teknis, pemrograman & penganggaran, pengada
an lahan, pelaks. Kontruksi, pengoperasian dan pemeliharaan,
pengelolaan sistem manajemen jalan
- PENGAWASAN : Evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan, pengendalian fungsi
dan manfaat hasil pembangunan jalan
33. PENGATURAN JALAN (ASPEK PENETAPAN JARINGAN)
(UU 38/2004, Pasal 17, 18, 19, 20, 21)
PEMERINTAH :
- Penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor yang meng-
hubungkan antar ibukota provinsi dalam jaringan jalan primer
- Penetapan status jalan nasional
- Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional
PEMERINTAH JALAN PROVINSI :
- Penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan skunder dan jalan kolektor
yang menghubungkan ibukota provinsi dg ibukota kabupaten, antar ibukota kabu
paten, jalan lokal dan jalan lingkungan dlm sistem jaringan primer
- Penetapan status jalan provinsi
- Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan provinsi
PEMERINTAH KABUPATEN :
- Penyusunan pedoman operasioanl penyelenggaraan jalan kabupaten dan ja-
lan desa
- Penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa
-Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan kabupaten dan jalan desa
PEMERINTAH KOTA :
- Penyusunan pedoman operasioanl penyelenggaraan jalan kota
- Penetapan status jalan kota
- Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan kota
34. MEKANISME PENYUSUNAN JARINGAN JALAN
-RENC. TATA RUANG
- SISTRANAS
JARINGAN
TRANSP. NAS.
(DARAT- JALAN)
- PERTUMBUHAN
- PEMERATAAN
KEBIJAKAN
DAN STRATEGI
PEMBINAAN
JARINGAN JALAN
KEBIJAKAN
DAN STRATEGI
PEMBINAAN
JARINGAN JALAN
JARINGAN JALAN
PRIMER
JARINGAN JALAN
SKUNDER
ARTERI
PRIMER
KOLEKTOR
PRIMER
LOKAL
PRIMER
JLN.
NAS
JLN.
PROP
JLN.
KAB.
KOTA
JLN.
TOL
35. a) Masyarakat berhak:
1) memberi masukan kepada penyelenggara jalan dalam
rangka pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan jalan;
2) berperan serta dalam penyelenggaraan jalan;
3) memperoleh manfaat atas penyelenggaraan jalan sesuai
dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
4) memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan jalan;
5) Memperoleh ganti kerugian yang layak akibat
kesalahan dalam pembangunan jalan; dan
6) Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap
kerugian akibat pembangunan jalan.
b) Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban dalam
pemanfaatan fungsi jalan.
c) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban
masyarakat sebagaimana dimaksud pada butir a. dan butir b.
diatur dalam peraturan pemerintah
7). PERAN MASYARAKAT
(UU 38/2004, Pasal 17, 18, 19, 20, 21)
37. UNDANG-UNDANG NO. 38 TAHUN 2004 TENTANG : JALAN
1. Lingkup Pengaturan Undang-undang Jalan :
- Jalan Umum
- Jalan Tol
- Jalan Khusus
2. Jalan umum dikelompokkan menurut :
- Sistem ; Primer dan Skunder
- Fungsi ; Arteri, Kolektor, Lokal dan Lingkungan
- Status ; Nasional, Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa
- Kelas (UU lalu lintas) ; I, II, III-A, III-B, III-C
3. Berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana :
- Jalan bebas hambatan ; ada pagar ruang milik jalan, 2 lajur per arah, ada median
- Jalan raya ; jln masuk dibatasi, ada median, min 2 lajur stiap arah
- Jalan sedang ; jln masuk tdk dibatasi, min 2 lajur utk 2 arah, lebar min 7 m
- Jalan Kecil ; min 2 lajur untuk 2 arah, lebar min 5,5 m
38. PENETAPAN RUAS JALAN MENURUT PERANANNYA
1. Yang ditetapkan adalah ruas-ruas jalan yang masuk kedalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan simpul/pusat kegiatan (antar-kota)
2. Sistem jaringan jalan primer dibagi kedalam ruas-ruas jalan dengan peranan :
- Jalan Arteri : Melayani angkutan utama yang menghubungkan pintu
gerbang utama (Pel. Utama atau bandara Kls utama)
(Jumlah Panjang di Jabar = 777,05 Km.)
- Jalan Kolektor-1 : Melayani angkutan yang menghubungkan antar Ibukota
Propinsi
(Jumlah Panjang di Jabar = 363,64 Km.)
- Jalan Kolektor-2 : Melayani angkutan yang menghubungkan Ibukota Propinsi
dengan Ibukota Kabupaten / Kota
(Jumlah Panjang di Jabar = 2.141,23 Km.)
- Jalan Kolektor-3 : Melayani angkutan yang menghubungkan antar Ibukota
Kabupaten / Kota
(Jumlah Panjang di Jabar = 0 Km)
KEP.MENKIMPRASWIL NO. 376 / KPTS / M / 2004
39. III PENUTUP
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mendukung
pencapaian program Dinas Bina Marga, antara lain :
1. Masih rendahnya kualitas SDM sebagai subjek
pembangunan merupakan potensi masalah yang
dominan. Diperlukan penyamaan visi dan misi antar
pelaku pemerintah, swasta, dan masyarakat, baik pada
Tingkat Pusat, Propinsi, maupun Kabupaten/Kota, guna
meningkatkan kualitas SDM antar pelaku.
2. Masih rendahnya kesadaran masyarakat sebagai
Pengguna Jalan, baik dalam hal pemanfaatan maupun
rasa memiliki untuk menjaga, sehingga diperlukan
sosialisasi peraturan terkait dalam bidang
kebinamargaan secara tegas dan konsisten.
PENUTUP BERSAMBUNG
40. 3. Masih rendahnya sinergitas dengan Instansi Pemerintah
terkait, para Pelaku Bidang Kebinamargaan,
Masyarakat Pengguna Jalan, baik dalam sinkronisasi
program, pelaksanaan kegiatan, maupun pemanfaatan
jalan.
4. Masih terbatasnya dana untuk penanganan prasarana
jalan di Jawa Barat dibandingkan dengan kebutuhannya.
PENUTUP BERSAMBUNG
41. Untuk mengatasi potensi masalah di atas, diperlukan pendekatan
yang sinergitas dan holistik. Pendekatan/solusi yang ditawarkan
adalah dengan konsep ” TRIDAYA ” sebagai berikut :
a. PEMBERDAYAAN MANUSIA, baik untuk Aparatur Dinas
Bina Marga dan Dibale terkait, para pelaku bidang
kebinamargaan, maupun masyarakat pengguna jalan.
b. PEMBERDAYAAN DUNIA USAHA, khususnya mitra kerja
sebagai pelaksana program, baik yang dibiayai
pemerintah maupun melalui peran swasta sehubungan
dengan keterbatasan kemampuan pemerintah dalam
penyediaan dana.
c. PEMBERDAYAAN LINGKUNGAN, dalam upaya
implementasi pembangunan berkelanjutan (lingkungan
bermartabat)
PENUTUP SELESAI