Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan tingkatan zuhud menurut beberapa ahli, serta dalil-dalil yang mendukung praktik zuhud. Zuhud didefinisikan sebagai upaya mengalihkan perhatian dari dunia dan fokus pada kepentingan akhirat, serta menganggap kecil nilai duniawi."
Hadits Arbain 35 tentang Sesama Muslim Bersaudara.pptx
zuhud.docx
1. Tugas Makalah Materi tentang
Zuhud
DISUSUN OLEH
Nama : Rinjani Nadiah Putri
Kelas : XI TJKT 4
Guru Pembimbing : Riko S.Ag
Program Keahlian : Teknik Komputer dan Jaringan
SMKN 2 PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
2. PENGERTIAN ZUHUD
Pengertian zuhud adalah upaya manusia mengalihkan perhatiannya jauh dari dunia. Orang
yang bersikap zuhud adalah mereka yang hanya fokus pada kepentingan akhirat atau
surgawinya. Meski menurut beberapa pendapat juga menyebutkan, zuhud bukan berarti
melupakan dunia.
Jika dilihat secara kasat mata, pengertian zuhud adalah praktik yang tak memerlukan harta
kekayaan di dunia. Tak hidup dengan mencari harta kekayaan seperti manusia kebanyakan.
Orang yang zuhud hanya mencari harta seperlunya, asal cukup untuk bertahan hidup di
dunia. Bisa dikatakan, pengertian zuhud adalah keputusan melupakan dunia untuk mencintai
Allah SWT saja. Melupakan angan-angan dan hanya melihat dunia dari sudut pandang “tidak
membutuhkannya”. Zuhud adalah mengganggap kecil dunia.
Pengertian zuhud menurut para ahli diantaranya:
Imam Abu Sulaiman Ad-Darani
Pengertian zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang menyibukkan seseorang dari
Allah SWT.
Imam Sufyan Ats-Tsauri
Pengertian zuhud adalah terbatasnya angan-angan.
Imam Junaidi
Pengertian zuhud adalah mengganggap kecil dunia dan menghapus pengaruhnya di hati.
Wahib bin Ward
Pengertian zuhud adalah tidak merasa putus asa tatkala harta benda dunia terlepas dari
genggaman dan tidak merasa senang ketika ada perkara dunia yang datang.
Ibu ‘Ajibah
Pengertian zuhud adalah terbebasnya hati dari ketergantungan selain kepada Allah SWT.
Beberapa contoh perilaku zuhud yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-
hari sebagai berikut:
1. Bersyukur atas setiap nikmat yang diberikan Allah SWT.
2. Mencukupkan diri pada harta yang dimiliki, kendati hanya cukup untuk kebutuhan
sehari-hari.
3. Jika memiliki banyak uang, menyisihkannya untuk bersedekah dan tidak berfoya-foya
berlebihan.
4. Sederhana dalam berpenampilan, baik dari segi tempat tinggal, pakaian, ataupun
makanan. Meskipun memiliki banyak uang, ia tidak pamer dan hidup bermewah-
mewahan.
3. TINGKATAN dan CIRI ORANG YANG MENGAMALKAN ZUHUD
Menurut Imam Ahmad ada tiga tingkatan zuhud yang bisa dipahami:
1. Orang awam menganggap zuhud adalah meninggalkan keharaman.
2. Orang istimewa (khawash) menganggap zuhud adalah meninggalkan hal-hal yang
halal sekalipun melebihi kebutuhannya.
3. Orang sangat istimewa (al-‘arifin) mengganggap zuhud adalah meninggalkan segala
sesuatu yang mengganggunya untuk mengingat Allah SWT.
Menurut Abdul Mun’im al-Hasyimi dalam bukunya “Akhlak Rasul” yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim, ada lima faktor pemengaruh zuhud:
1. Memikirkan kehidupan akhirat dengan menganggap dunia sebagai ladang akhirat.
2. Menyadari bahwa kenikmatan di dunia bisa memalingkan hari dari mengingat Allah
SWT.
3. Menumbuhkan keyakinan bahwa memburu kehidupan dunia saja sangat melelahkan.
4. Menyadari bahwa dunia sebagai bentuk laknat, kecuali dzikir, belajar, mengajar, dan
pekerjaan yang hanya ditujukan pada Allah SWT.
5. Merasakan dunia dari sudut pandang hina dan godaan yang bisa membahayakan
kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
Ciri-ciri orang yang mengamalkan zuhud diantaranya:
1. Mengetahui bahwa kehidupan dan kesenangan dunia hanyalah sementara.
2. Mengetahui bahwa kehidupan akhirat itu kekal dan lebih baik.
3. Memandang bahwa dunia adalah tempat untuk menyiapkan kehidupan akhirat.
4. Mengeluarkan dari hati kecintaan pada dunia.
5. Memasukkan kecintaan pada Allah.
6. Melepaskan diri dari ketergantungan pada makhluk.
7. Mempunyai anggapan bahwa kebahagiaan bukan diukur dari materi, namun dari
spiritualitas.
8. Memandang bahwa harta dan jabatan adalah amanah untuk manfaat orang banyak.
9. Menggunakan harta untuk berinfak di jalan Allah SWT.
10. Meninggalkan hal-hal yang berlebihan meskipun halal.
11. Menunjukkan sikap hemat, hidup sederhana, dan menghindari bermewah-mewahan.
12. Menjaga anggota tubuh agar terhindar dari segala yang dapat menjauhkan diri dari
Allah SWT (Misalnya menjaga dari bicara kotor, selalu menyebut nama Allah SWT,
menjaga pandangan, dan lain sebagainya).
4. DALIL ZUHUD
و
َلاَق عنه هللا رضي ٍدْعَس ِْنب ِلْهَس َْنع ََ
:
َلاَقَف وسلم عليه هللا صلى ِيِبَّنال ىَلإ ٌلُجَر َءاَج
:
اَي
ُاسَّنال َيِنَّبَحَأَو ،ُ َّ
َّللا َيِنَّبَحَأ ُهـُتـْلَِمع اَذِإ ٍلَمَع ىَلَع ْيِنَّلُد ،ِ َّ
َّللا َل ْوُسَر
.
َلاَقَف
:
“
َكَّب ِحُي اَيـْنُّدال ْيِف ْدَهِْزا
ُاسَّنال َكَّب ِحُي ِ
اسَّنال َدْنِع اَمْيِف ْدَهْازَو ،ُ َّ
َّللا
”.
ٌنَسَح ُهُدَنَسَو ُهَجاَم ُنْبِا ُهاَوَر
.
Dari Sahl bin Sa’ad ﷺ ia berkata, “Seorang sahabat menemui Rasulullah ﷺ dan
berkata, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu perbuatan yang jika aku
lakukan, aku akan dicintai oleh Allah dan manusia.’ Beliau bersabda, ‘Zuhudlah dari
dunia, niscaya Allah akan mencintaimu dan zuhudlah dari apa yang ada pada
manusia, niscaya mereka akan mencintaimu’.” (HR. Ibnu Majah, dan lainnya dengan
sanad yang hasan)
Zuhud ada dua macam, yaitu 1) zuhud terhadap dunia, inilah mendatangkan
kecintaan Allah terhadap seseorang; dan 2) zuhud terhadap apa yang dimiliki oleh
orang lain, artinya kita tidak beberharaparap/minta/dikasih dari orang lain.
Zuhud Terhadap Dunia
Orang yang zuhud terhadap dunia akan dicintai oleh Allah ﷻ karena Allah mencela
orang-orang yang mendahulukan kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat.
Dalam Al-Qurān Allah berfirman,
ُّدال َةاَيَحْلا َونُرِثْؤُت ْلَب
ىَقْبَأَو ٌْريَخ ُةَر ِخ ْ
اْلَو اَيْن
“Akan tetapi kalian mendahulukan kehidupan dunia padahal akhirat lebih baik dan
lebih kekal.”
Dalam ayat yang lain, kata Allah ﷻ ,
َةَر ِخ ْ
اْل ُدي ِ
رُي ُ َّ
َّللاَو اَيْنُّدال َ
ضََرع َونُدي ِ
رُت
“Kalian menghendaki perbendaharaan dunia padahal Allah menghendaki akhirat.”
Dalam ayat yang lain,:
5. ىَقَّتا ِنَمِل ٌْريَخ ُةَر ِخ ْ
اْلَو ٌليِلَق اَيْنُّدال ُعاَتَم ْلُق
“Katakanlah, bahwasanya perhiasan dunia itu sedikit dan akhirat lebih baik bagi yang
bertakwa.”
Perhiasan/harta dunia sedemikian indah dan menawan di hadapan kita ini, di sisi Allah
sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan akhirat. Kita bisa renungkan hadis Rasulullāh ﷺ,
اَهيِف اَمَو اَيْنُّدال َنِم ٌْريَخ ِ
رْجَفْلا اَتَعْكَر
“Dua rakaat yang dikerjakan sebelum (qabliyyah) salat Subuh lebih baik daripada
dunia dan seisinya.” Maksudnya, ganjaran yang Allah siapkan di akhirat kelak bagi
yang senantiasa salat 2 rakaat sebelum salat Shubuh adalah lebih baik daripada
dunia dan seisinya. Seluruh kenikmatan dunia dan seisinya ini akan kalah dengan
ganjaran yang Allah sediakan bagi orang yang salat 2 rakaat sebelum Shubuh.
Dalam hadis yang lain Rasulullāh ﷺ mengatakan,
ِم ًارِفَاك ىَقَس اَم ،ٍةَضوُعَب َحاَنَج هللا َدْنِع ُلِدْعَت اَيْنُّدال تَنَاك ْوَل
ٍاءَم َةَبَْرش اَهْن
“Seandainya dunia itu nilainya di sisi Allah seperti sayap seekor nyamuk, niscaya
Allah tidak akan memberikan minuman kepada seorang kafir.” Karena dunia tidak
ada nilainya di sisi Allah, maka Allah berikan juga kepada orang kafir. Seandainya
dunia itu bernilai, maka Allah tidak akan memberikan sama sekali kepada orang kafir
dan akan Allah khususkan saja bagi orang beriman. Kenyataannya, Allah
memberikan dunia kepada orang kafir sebagaimana juga Allah berikan dunia kepada
orang mukmin.
Namun saya ingatkan! Jangan disalah pahami bahwasanya tidak boleh mencari
dunia sama sekali. Dunia itu tercela bukan karena zatnya. Sebagaimana dijelaskan
oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Jāmi’ul ‘Ulūm wal Hikam. Beliau
menyebutkan bahwasanya dunia itu tercela bukan karena zatnya tetapi karena
kebanyakan manusia mendahulukan dunia daripada akhirat. Dunia tercela tatkala
manusia menjadikan dunia sebagai tujuannya.
Ibnu Rajab berkata :
ِل ِةَّنُّسالَو ِباَتِكال ْيِف َد ِ
ارَالو َّمَّذال َّنَأ ْمَلْعاَو
ُليَّلال َوُه ِْيذَّلا اَهِناَمَز ىَلِإ ًاع ِاجَر َوُه َ
ْسيَل اَيْنُّدل
َأ ََّركَّذَي ْنَأ َداَرَأ ْنَمِل ًةَفْل ِخ اَمُهَلَعَج َهللا َّنِإَف ،ِةَماَيِقال ِم ْوَي ىَلِإ ِانَبِقاَعَتُمْلا ،ُارَهَّنالَو
ًار ُْوكُش َدْاَرَأ ْو
…
6. ىَلِإ ًاع ِاجَر ُّمَّذال َ
ْسيَلَو
َ
َلَو ،ًاَنكَسَو ًاادَهِم َمَدآ ْيِنَبِل ُهللا اَهَلَعَج ْيِتَّلا ُضْرَاأل َوُه ِْيذَّلا اَيْنُّدال َِانكَم
َهْيِف ُهَتَبْنَأ اَم ىَلِإ َ
َلَو ،ِِنداَعَمْلاَو ِ
ارَهْنَاألَو ِ
ارَحِبالَو ِلاَب ِجْلا َنِم اَهْيِف ُهللا ُهَعَد ْوَأ اَم ىَلِإ
ِ
رَجََّّال َنِم ا
َّالزَو
ِع ىَلَع ِهللا ِةَمْعِن ْنِم ُهَّلُك َكِلَذ َّنِإَف ،َكِلَذ ِ
ْريَغَو ِتاَناَوَيَحْلا َنِم اَهْيِف َّثَب اَم ىَلِإ َ
َلَو ،ِعْر
اَمِب ِهِداَب
َو ِهِعِناَص ِةَّيَاندْحِو ىَلَع ِل َ
َْلدِتْسَِلاَو ِ
ارَبِتْع ِ
اَل َنِم ِهِب ْمُهَلَو ،ِعِفاَنَمْلا َنِم ِهْيِف ْمُهل
،ِهِتَمَظَعَو ِهِتَْردُق
ا ِ
ْريَغ ىَلَع ٌعِقاَو اَهَبِلاَغ َّنَ ِ
أل ا؛َيْنُّدال ْيِف ةَعِقاَالو َمَدآ ْيِنَب ِلاَعْفَأ ىَلِإ ٌع ِاجَر ُّمَّذال اَمَّنإَو
ِْيذَّلا ِهْجَلو
ُعَفْنَت َ
َل ْوَأ ،ُهُتَبِقَاع ُُّرضَت اَم ىَلَع ُعَقَي ْلَب ،ُهُتَبِقَاع ُدَمحُت
“Ketahuilah bahwasanya celaan yang datang dalam Al-Qur’an dan As-Sunah kepada
dunia, tidaklah tertuju kepada perputaran masa di dunia -yaitu siang dan malam yang
silih berganti hingga hari kiamat- karena Allah menjadikan siang dan malam silih
berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
Dan celaan tidak juga tertuju kepada tempat dunia yaitu bumi yang telah Allah
jadikan sebagai hamparan dan tempat tinggal bagi anak keturunan Adam. Dan tidak
pula celaan tertuju kepada apa-apa yang Allah siapkan di dunia seperti gunung,
lautan, sungai, logam-logam, tidak juga tertuju kepada apa yang Allah tumbuhkan di
bumi, seperti pepohonan dan tanaman, dan tidak juga tertuju pada apa yang Allah
tebarkan di bumi seperti hewan-hewan dan yang lainnya. Sesungguhnya itu semua
merupakan karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya yang penuh manfaat bagi
mereka. Celaan hanyalah tertuju kepada perbuatan dan sikap hamba yang mereka
lakukan terhadap dunia, karena kebanyakan perbuatan mereka terjadi tidak sesuai
dengan yang seharusnya, akan tetapi terjadi dengan kondisi yang memberi
kemudaratan bagi mereka atau tidak bermanfaat bagi mereka.”
Jadi, dunia ini pada zatnya sendiri tidak tercela karena dunia ini bisa bermata dua;
bisa bermanfaat untuk akhirat seseorang dan bisa juga mencelakakan akhirat
seseorang. Bukankah dalam banyak ayat Kitab Suci Al-Qur’an dan hadis Rasulullāh
ﷺ dianjurkan untuk bersedekah, memberi manfaat, memberi hadiah, menyenangkan
orang lain? Kita beri hadiah dan pekerjaan kepada orang lain, kita membantu orang
lain. Ini semua berkaitan dengan dunia. Semua butuh dengan dunia, jadi beramal
saleh membutuhkan kepemilikan berbagai hal di dunia.
Oleh karenanya, dunia itu menjadi terpuji tatkala dijadikan sarana untuk mencapai
akhirat dan bukan menjadi tujuan utama. Oleh karenanya, di antara doa Rasulullah
ﷺ adalah
اَنِمَه َرَبْكَأ اَيْنُّدال ِلَعْجَت َلَو
“Ya Allah, jangan Engkau jadikan dunia ini sebagai tujuan utama kehidupan kami.”
Seseorang yang menjadikan dunia sebagai puncak tujuannya, maka dia akan lelah.
Bahkan orang kaya pun akan lelah. Anda kira orang kaya tatkala mencapai harta
yang begitu banyak, dia tidak lelah? Dia lelah, meskipun dia seorang bos yang
memiliki kekayaan yang luar biasa. Dia akan lelah berfikir; kalau ada kerugian dan
musibah maka dia akan pusing/stres, karena dia menjadikan dunia sebagai
tujuannya. Tetapi kalau orang kaya yang menjadikan dunia sebagai sarana untuk
7. mencapai akhirat, dia akan bekerja dengan senang (bahagia) karena saat bekerja
dia tahu bahwa hartanya akan digunakan untuk berinfak di jalan Allah. Tatkala
membantu fakir miskin, dia gembira. Tatkala membangun pondok atau masjid, dia
bahagia. Tatkala pondoknya ditempati oleh orang (untuk belajar), dia bahagia. Bisa
berbakti kepada orang tua, dia bahagia. Oleh karenanya, jika seseorang menjadikan
dunia sebagai tujuannya (maka) dia akan tersiksa dan sengsara. Dan barang siapa
yang menjadikan dunia bukan sebagai tujuannya (maka) dia akan zuhud terhadap
dunia. Meskipun dia memiliki dunia yang banyak tetapi dunia tidak masuk ke hatinya
dan hanya di tangannya karena dia tahu dunia itu hanyalah alat untuk mencapai
akhirat, bukan tujuan.
Semoga Allah ﷻ menjadikan kita orang-orang yang zuhud sehingga kita dicintai oleh
Allah ﷻ .
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullāh menyebutkan dari Yunus bin Maisarah,
ِح ِ
ارَوَجْلا ِلاَمْعَأ ْنِم ََل ،ِبْلَقْلا ِلاَمْعَأ ْنِم اَهُّلُك ،َءاَيْشَأ ِةَثَالَثِب اَيْنُّدال يِف ُدْهُّالز
“Zuhud terhadap dunia dengan 3 perkara. Seluruh perkara ini semuanya berkaitan
dengan amalan hati, bukan berkaitan dengan amalan badan.”
Jadi, zuhud itu adalah masalah hati.
Perkara Pertama
ِهِسْفَن ِدَي يِف اَمِب ُهْنِم َقَث ْوَأ ِهللا ِدَي يِف اَمِب ُدْبَعْلا َن ُْوكَي ْنَأ
“Seseorang lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Allah daripada dengan yang apa
ada di tangannya.”
Maksud ungkapan ini yaitu seseorang sangat yakin bahwanya rezekinya berada di
sisi Allah, bukan bergantung kepada dunia yang ada di tangannya saat ini, apalagi
dengan harta yang ada di tangan orang lain (milik orang lain). Ini hanya dapat
diwujudkan dengan kekuatan keyakinan. Jika hatinya sudah meyakini akan hal ini,
maka:
Ia tidak akan mencari harta dengan cara yang haram, karena dia tahu
bahwa rezekinya bukan pada harta yang haram.
Ia tidak akan tergantung pada orang lain, karena dia tahu bahwa
rezekinya bukan di tangan orang lain.
Ia akan tetap yakin akan rezekinya meskipun di rumahnya tidak ada apa-
apa, tentunya dengan tetap ia berusaha mencari rezeki.
8. Ia tidak terpedaya dengan harta yang sedang ada ditangannya, sehingga
lupa kepada Allah, seakan-akan rezekinya tergantung pada harta yang
sedang ia miliki saat ini.
Rezeki seluruh makhluk (telah) Allah jamin berdasarkan firman Allah ﷻ ,
اَهُقْز ِ
ر ِ َّ
َّللا ىَلَع َّ
َلِإ ِ
ضْرَ ْ
األ يِف ٍةَّبَاد نِم اَم
“Tidak ada binatang melata di atas bumi ini kecuali rizkinya (berada) di sisi
Allah ﷻ .” (QS. Hūd: 6)
Oleh karenanya, meskipun seseorang memiliki dunia (dia tahu bahwa Allah telah
mengaruniakan rezeki kepadanya), namun dia lebih yakin dengan apa yang
dijanjikan oleh Allah ﷻ . Ini masalah hati. Sebagaimana yang pernah disampaikan
pada pembahasan yang lalu, bahwasanya betapapun besarnya dunia di tangan kita,
jangan sampai dimasukkan ke hati, (tetapi) hanya di tangan. Kita yakin bahwasanya
dunia ini hanyalah sarana.
Kita yakin apa yang kita miliki sekarang ini akan sirna/hilang/habis dan ada waktunya.
Sedangkan yang kekal abadi adalah yang di sisi Allah ﷻ . Allah ﷻ berfirman,
ٍاقَب ِ َّ
َّللا َدْنِع اَمَو ُدَفْنَي ْمُكَدْنِع اَم
“Apa yang kalian miliki akan sirna dan apa yang di sisi Allah akan kekal.”
Jika kondisi hati seseorang demikian yakinnya, maka dia akan zuhud terhadap dunia,
meskipun mungkin memiliki mobil dan rumah yang mewah, tetapi dia yakin ini
hanyalah sementara, lebih yakin dengan apa yang dijanjikan oleh Allah kepadanya,
menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencapai akhirat.
Perkara Kedua
َبَغْرَأ َكِلَذ ِ
ْريَغ ْأو ،ٍدَلَو ْوَأ ٍلاَم ِباَهَذ ْنِم ُهاَيْنُد يِف ٍةَبْي ِ
صُمِب َْبي ِ
صُأ اَذِإ ُدْبَعْلا َن ُْوكَي ْنَأ
ِباَوَث يِف
ُهَل ىَقْبَي ْنَأ اَيْنُّدال َنِم ُهْنِم َبَهَذ اَّمِم َكِلَذ
.
“Seseorang tatkala terkena musibah, seperti hilangnya harta atau anaknya
meninggal atau yang lainnya, lebih mengharapkan pahala dari musibah
tersebut daripada menetapnya harta yang hilang tersebut bersamanya.”
Ini adalah sesuatu yang berat karena ini adalah zuhud yang hakiki. Jadi, kembali
kepada keyakinan bahwasanya akhirat lebih mulia.
9. Seseorang tentu cinta kepada anak dan hartanya. Kalau anaknya meninggal atau
hartanya hilang dia memang sedih, tetapi dia tumbuhkan di dalam hatinya bahwa
pahala yang Allah berikan karena meninggalnya anak atau hilangnya harta, sangat
jauh lebih besar daripada kenikmatan adanya anak dan kenikmatan harta tersebut.
Ini sangat berat. Oleh karenanya, Allah ﷻ memuji seorang yang tatkala anaknya
meninggal dunia kemudian dia ح
مَد ِحح
د دَ ادستارْ دَحدَ hamidallah (memuji Allah) dan
mengucapkan, “Innāllillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn.”
Maka Rasulullahﷺ meminta Allah membangunkan bagi orang seperti ini istana di
Surga yang dinamakan dengan Baitul Hamd (istana pujian).
Mengapa? Karena meskipun dia terkena musibah, dia memuji Allah ﷻ dengan
mengatakan,
ٍلاَح ُِلك ىَلَع ُدْمَحْلا
“Segala puji bagi Allah atas segala kondisi (termasuk kondisi musibah yang
menimpa).”
Dia yakin sepenuhnya bahwa di balik musibah ini ada kenikmatan yang luar biasa
yang mungkin tidak diketahuinya di dunia, terlebih lagi di akhirat, hikmah yang Allah
kehendaki, dan pahala yang luar biasa yang Allah siapkan di akhirat.
Perkara Ketiga
ح
مقدِايحْلمفُحهُّ ْدذ دَحُهَُم ادِمحَابدعاحْلدَانمعحديمَدتارديحاندأ
“Bagi si hamba sama saja apakah orang lain memuji atau mencelanya.”
Dan ini juga berkaitan dengan hati. Ini adalah tanda bahwa dia zuhud terhadap dunia
karena pujian itu berkaitan dengan dunia. Orang memuji atau mencela bagi dia sama
saja, tidak ada masalah. Yang dia harapkan adalah pujian Allah dan dia juga tidak
ingin dicela oleh Allah ﷻ .
Adapun penilaian manusia maka tidak akan ada habisnya. Ketika Anda dipuji juga
ada yang mencela, ketika Anda dicela ada juga yang memuji. Siapapun orangnya
pasti pernah dicela dan dipuji, karena ada orang yang cocok dengan kita dan ada
yang tidak. Menurut pendapat kita baik tapi menurut pendapat orang lain tidak baik.
Oleh karenanya, orang yang benar-benar zuhud terhadap dunia, tidak perduli
dengan komentar-komentar duniawi. Yang dia pikirkan adalah bagaimana komentar
Allah terhadap dirinya; apakah dia sudah berbuat baik atau belum menurut Allah ﷻ .
Itu yang selalu menjadi bahan renungannya. Orang yang zuhud adalah orang yang
benar-benar tidak peduli dengan ini semua. Ini adalah zuhud yang luar biasa. Namun
sulit untuk mencapai derajat ini. Kebanyakan orang kalau dicela maka akan marah
dan kalau dipuji maka akan besar kepala, dan beberharaparap mendapat pujian
terus-menerus. Berarti orang ini belum sampai pada derajat zuhud yang hakikI.
10. Berikut ringkasan dari ketiga perkara tersebut adalah sebagai berikut:
1. Seseorang lebih percaya dengan apa yang Allah janjikan baginya di
akhirat. Dunia ini hanya sementara yang akan dia tinggalkan dan hanya
digunakan sebagai sarana untuk mencapai apa yang Allah janjikan.
2. Dia yakin bahwa di balik musibah yang menimpanya ada karunia dan
kenikmatan yang luar biasa yang Allah siapkan untuk dirinya, meskipun
dia kehilangan dunia ini. Dia zuhud, berusaha untuk sabar dan berusaha
juga untuk memuji Allah ﷻ meskipun terkena musibah.
3. Dia tidak mempedulikan komentar manusia. Baginya, yang dia pedulikan
adalah bagaimana komentar Allah; apakah Allah memuji dia ataukah
mencelanya. Yang dia pikirkan apakah dia sudah dengan benar
menjalankan perintah Allah ataukah malah melanggar larangan
Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Banyak sekali hadis Rasulullah ﷺ yang memerintahkan kita untuk isti’faf (tidak
berharap pada orang lain) dan istighna (tidak butuh kepada orang lain). Dalam hadis,
Rasulullah ﷺ mengajarkan do’a,
حدْك دَمرحانَّ دعحدكملاضدفمبيحمنمناغدأ دَح،دكم ْ دسدِحاندعحدكمل د
َلدِمبيحمنمفاكْحَّمُهَّْلل
“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan perkara-perkara yang halal sehingga aku tidak
butuh dengan perkara yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu, ya
Allah, sehingga aku tidak butuh kepada orang lain.”
Pada asalnya, seseorang berusaha untuk mengerjakan kegiatannya sendiri dan
mencukupkan dirinya sendiri (tidak butuh kepada orang lain). Karena seseorang
yang membutuhkan (minta bantuan) kepada orang lain maka dia akan rendah di
hadapan orang tersebut.
11. Berbeda dengan Allah ﷻ , semakin sering seorang hamba meminta kepada Allah,
akan semakin Allah tinggikan derajatnya sebagaimana telah lalu.
Allah berfirman,
ح
م َّ
ىحَللادلمإحُءْ دسدقُفاحْلُمُتندحأ ُاسَّناحْلدهُّيداأدي
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian lah yang sangat membutuhkan Allah.”
Seorang semakin mewujudkan al-iftiqār (perasaan butuh kepada Allah) maka dia
semakin dekat kepada Allah ﷻ , karena Allah suka kalau orang minta (berdoa)
kepada-Nya. Berbeda dengan anak keturunan Adam, jika ada yang minta kepadanya
maka dia akan marah dan benci.
Telah lalu sebuah nukilan perkataan indah dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah,
حانمراِدأ دَحُهداسيمدظنحانُكدتحدتائمشحانَّ دعحمنمغدتارْ دَح،ُهداسيمردحأانُكدتحدتائمشحاند ىحدلمإحاجدتاِمْ
ىحدلإ
ح
ُه ديسم دحأانُكدتتحائمشحاند
“Butuhlah engkau kepada siapa yang engkau kehendaki niscaya engkau akan
menjadi tawanannya. Cukupkanlah engkau untuk tidak butuh kepada siapapun yang
engkau kehendaki maka engkau akan menjadi setara dengan dia. Berbuat baiklah
kepada siapa yang engkau kehendaki maka engkau akan menjadi pemimpinnya.”
Meskipun ada orang miskin bergaul dengan orang kaya, jika orang miskin ini tidak
butuh dengan orang kaya maka orang kaya ini tidak terlalu merendahkannya. Artinya,
tidak bisa menjadikan tawanannya, karena dia tidak merasa butuh kepada orang
kaya tersebut. Jadi, meskipun yang satu kaya dan satunya miskin, di mana Si Kaya
adalah sahabat Si Miskin dan Si Miskin tidak butuh kepada Si Kaya, maka jadilah
keduanya sama (setara).
Kemudian, kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
ح
ُهديسم دحأانُكدتتحائمشحاند ىحدلحإانمراِدأ دَ
“Dan berbuat baiklah kepada siapapun yang engkau kehendaki, maka engkau akan
menjadi pemimpinnya.”
Kenapa ini semua bisa terjadi? Karena kalau kita berbuat baik kepada seseorang,
bagaimanapun juga dia akan punya hutang budi kepada kita (sehingga) dia akan
menghormati kita. Sebagaimana perkataan seorang penyair,
حُمُهدب اَُلُقاَمباعدتاردتح م
اسَّنىحْلدلمإحانمراِدأ
…
حُاندراِمإحانددرانمحْإلدَدباعدتارْاحد دلادطدف
12. “Berbuat baiklah kepada orang lain maka engkau akan menundukkan hatinya.
Kebaikan akan selalu menjadikan manusia tunduk kepada manusia lainnya.”
Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh menjelaskan “Seseorang, semakin
meminta kepada orang lain (semakin memerlukan orang lain) maka dia semakin
rendah di hadapan orang tersebut.”
Beliau berkata :
حاممهايدلحإدتاَدتاِْىحدتد دَ
–
حٍاءد حمةدب ادسشيحمفح اَدل دَ
–
ح م
ساَدقمبحامُهدَانمعحدكُساَدقح د
صدقدن
حُمينَحْلَندُكديملح،مهمتد اِ دس دَمح َّ
حَللامةد اك مِحانم ْحدذده دَح،اممهايدلحإدكمتدَادِ
ح د
َل دَح،م َّ م
ُحّلِلهُّلُك
ح
ءايدشحمهمبحُك دساشُي
“Kapan saja engkau membutuhkan mereka -meskipun hanya untuk seteguk air-
maka akan berkurang nilai kehormatanmu di sisi mereka sesuai kadar kebutuhanmu
kepada mereka. Ini merupakan hikmah Allah dan rahmat-Nya, agar penghambaan
sepenuhnya hanya milik Allah dan Allah tidak disekutukan sedikitpun.”
Engkau, mau tidak mau, akan semakin rendah di hadapan orang lain tersebut karena
engkau butuh kepada orang lain tersebut. Oleh karena itu, seseorang hendaknya
berusaha untuk tidak berharap kecuali kepada Allah ﷻ . Dia serahkan hatinya kepada
Allah ﷻ . Dia minta kepada Allah, maka Allah yang akan menundukkan hati orang
tersebut untuk membantunya dan berbuat baik kepadanya.
Jadi, kalau ada yang berbuat baik kepada kita tidak kita tolak. Rasulullah ﷺ tidak
menolak hadiah dan bantuan orang lain. Justru kalau kita menerima hadiah/bantuan
dari orang lain tersebut, orang yang memberinya akan senang. Misalnya, ada orang
ingin dekat dengan kita dengan memberi hadiah, maka kita terima. Akan tetapi
jangan sampai hati kita beberharaparap diberi hadiah oleh orang itu. Jangan! Ini
masalah pengaturan hati. Tetapi kita berharap hanya kepada Allah, maka Allah yang
akan mengatur hatinya untuk memberi bantuan/menolong kepada kita.
Dalam suatu riwayat disebutkan ada seorang bertanya, “Siapakah pemimpin
penduduk negeri Bashrah?” Maka dikatakan, “Hasan Al-Bashri adalah pemimpin
kota Bashrah.” Ditanya lagi, “Bagaimana dia bisa menjadi pemimpin bagi penduduk
kota Bashrah?” Maka dikatakan, “Hasan Al-Bashri, orang-orang butuh terhadap
ilmunya tetapi dia sendiri tidak butuh dengan harta mereka.” Dia tidak pernah minta
kepada mereka.
13. KESIMPULAN
Alangkah baiknya jika kita mengedepankan urusan agama ketimbang kita mencari kesenangan di
dunia, kita tau bahwa seluruh yang hidup didunia akan mencapai akhiratnya kelak. Janganlah
bersombong diri karena tidak ada apa-apanya kita dimata ALLAH SWT. Perbanyaklah berserah diri
kepada allah, daripada kita hanya mencari kesenangan didunia.
14. HAPALAN SURAH-SURAH PENDEK
Nama : Rinjani Nadiah Putri
Kelas : XI TJKT 4
Guru Pembimbing : Riko S.Ag
Program Keahlian : Teknik Komputer dan Jaringan
SMKN 2 PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023