Salah Paham Terhadap Do’a Nabi s.a.w.
Berdo’a merupakan salah satu bentuk interaksi manusia
dengan Sang Pencipta. Sebab dalam berdo’a ada suatu
permohonan yang diajukan manusia kepada Tuhan-Nya
yang sudah pasti akan melihat, mendengar dan
mengabulkan apa yang dimohon oleh hamba-Nya.
Tetapi, ada beberapa do’a yang disalahpami maknanya.
Antara lain do’a Nabi s.a.w. untuk memohon
‘kemiskinan’ dari Allah.
Perhatikan lafazh do’a di bawah ini :
، ن اًا كنيِني سِْك مِني ن يِني تِْك مِني أَ وَ ، ن اًا كنيِني سِْك مِني ن يِني نيِني حِْك أَ مَّ هَُّم لَّ ال
نِني كنيِني س اَ مَ لِْك ا ةِني رَ مِْك زَُّم ف يِني ن يِني رِْك شَُّم حِْك واَ .
"Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku
dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku dalam rombongan orang-
orang miskin." (HR Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudriy)
Setelah kita mengetahui bahwa hadits ini sah datangnya
dari Nabi s.a.w., maka sekarang perlu kita mengetahui apa maksud
sebutan miskin dalam lafazh do’a Nabi s.a.w. di atas. Yang sangat
penulis sesalkan diantara saudara-saudara kita telah memahami
bahwa miskin di sini dalam arti yang biasa kita kenal yaitu:
"Orang-orang yang tidak berkecukupan di dalam hidupnya atau
orang-orang yang kekurangan harta."
Dengan arti yang demikian maka timbullah
kesalahpahaman di kalangan umat terhadap do’a Nabi s.a.w. di
atas, akibatnya :
1. Tidak ada seorang muslimin pun yang berani mengamalkan
do’a ini, atau paling tidak sangat jarang sekali, lantaran
menurut tabi’atnya manusia itu tidak mau dengan sengaja
menjadi miskin.
2. Akan timbul pertanyaan: Mengapa Rasulullah s.a.w.
menyuruh umatnya menjadi miskin? Bukankah di dalam
Islam ada hukum zakat yang justeru salah satu faedahnya
ialah untuk memerangi kemiskinan? Dapatkah hukum zakat
itu terlaksana kalau kita semua menjadi miskin? Dapatkah
kita berjuang dengan harta-harta kita sebagaimana yang
1
Allah SWT perintahkan kalau kita hidup dalam kemiskinan?
Kita berlindung kepada Allah SWT dari berburuk sangka
kepada Nabi-Nya (Muhammad) s.a.w..
3. Ada jalan bagi musuh-musuh Islam untuk mengatakan:
"Islam adalah musuh kekayaan!"
Padahal yang benar, makna 'miskin' di dalam do’a Nabi
s.a.w. ini ialah dalam pengertian majâz (kiasan), yaitu: "Orang
yang Khusyu' (sungguh-sungguh dan sepenuh hati) dan
Mutawâdhi (yang bersikap rendah hati) dalam berdo’a".
Sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh para ulama dalam
beberapa kitab syarah (penjelasan) hadis.
Setelah kita mengetahui keterangan ulama-ulama kita
tentang maksud 'miskin' dalam do’a Nabi s.a.w. di atas, baik secara
lughah/bahasa maupun maknanya, maka hadits tersebut bisa
dipahami menjadi: "Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu’
dan tawadhu'’, dan matikanlah aku dalam keadaan khusyu’ dan
tawadhu'’, dan kumpulkanlah aku dalam rombongan orang-orang yang
khusyu’ dan tawadhu'."
Rasanya kurang lengkap kalau di dalam risalah ini saya
tidak menerangkan dua masalah yang perlu diketahui.
Islam adalah agama yang memerangi atau memberantas
kefakiran dan kemiskinan di kalangan masyarakat. Hal ini dengan
jelas dapat kita ketahui :
1. Di dalam Islam terdapat hukum zakat. Sedangkan yang
berhak menerima bagian zakat di antaranya orang-orang
yang fakir dan miskin. Kalau saja zakat ini dijalankan sesuai
dengan apa yang Allah SWT perintahkan dan menurut
sunnah Nabi s.a.w., niscaya tidak sedikit mereka yang
sebelumnya hidup dalam kemiskinan -- setelah menerima
bagian zakatnya -- akan berubah kehidupannya bahkan tidak
mustahil kalau di kemudian hari merekalah yang akan
mengeluarkan zakat. Allah SWT telah berfirman:
كمْ