1. Page 1 of 4
Lâ Tahzan
(Jangan Bersedih)
Di antara tempat persinggahan iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'în
adalah al-hazan (kesedihan hati atau duka cita). Tetapi ini bukanlah
merupakan tempat persinggahan yang dituntut atau diperintahkan untuk
disinggahi, sekalipun mungkin orang yang sedang mengadakan perjalanan
harus menyinggahinya. Sebab di dalam al-Qur'an tidak disebutkan kata al-
hazan, melainkan sesuatu yang dilarang atau pun dinafikan. Yang dilarang,
seperti firman Allah,
ا
َ
لَواواُنِه
َ
تاا
َ
لَواوا
ُ
نَز
ْ َ
َتااُمُنت
َ
أَواا
َ
نْو
َ
ل
ْ
ع
َ ْ
اْلانِإامُنت
ُ
كاا
ْ
ؤُّماَيِنِّما
"Dan, janganlah kalian bersikap lemah dan jangan (pula) kalian bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang
yang beriman.“ "(QS Āli ‘Imrân/3: 139).
Sedangkan yang dinafikan seperti firman Allah,
ا
َ
ن
ْ
ل
ُ
قاوا ُطِب
ْ
اهااَه
ْ
نِّمااًيعِ
َ
َجۖاَّمِإ
َ
فام
ُ
ك
َ
نَيِت
ْ
أَياا ّ
ِنّ
ِّماى
ً
د
ُ
هانَم
َ
فااَعِب
َ
تا
اَاي
َ
د
ُ
هاا
َ
ل
َ
فاافْو
َ
خااْمِه
ْ
ي
َ
لَعاا
َ
لَوااْم
ُ
هاا
َ
ون
ُ
نَز
ْ َ
َي
"Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS al-
Baqarah/2: 38). (Lihat: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, juz I,
hal. 505)
Masalahnya, kesedihan hati merupakan tempat pemberhentian dan
bukan pendorong untuk mengadakan perjalanan serta tidak ada
kemaslahatannya bagi hati. Di samping itu, yang paling disukai setan ialah
membuat hati hamba bersedih, lalu dia tidak mau melanjutkan perjalanannya
dan mendorongnya untuk berhenti, sebagaimana firman-Nya,
اَم
َ
ّنِإااىَو
ْ
جَاّنلااَنِّمااِان َط
ْ
ي
َ
الّشاا
َ
نُز
ْ
حَ ِِلااَينِ
َ
اَّلاواُنَآّماا َس
ْ
ي
َ
لَوااْمِهّ
ِار
َ
ضِبا
اًئ
ْ
ي
َ
شاا
َ
لِإااِن
ْ
ذِإِبااِ
َ
اّللۚا
َ ََعَوااِ
َ
اّللااِ
َ
ّكَوَتَي
ْ
ل
َ
فاا
َ
ونُنِّم
ْ
ؤُم
ْ
ال
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang
beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikit
2. Page 2 of 4
pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah, dan kepada Allah-lah hendaknya
orang-orang yang beriman bertawakkal.”." (QS al-Mujâdilah/58: 10).
Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam juga melarang tiga orang
yang sedang berkumpul, sementara dua orang saling berbisik-bisik, karena
yang demikian itu membuat orang yang ketiga bersedih hati. (Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, juz I, hal. 506)
Kesedihan hati bukan sesuatu yang dituntut, tidak ada tujuan dan
manfaatnya. Nabi Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam berlindung dari kesedihan hati,
sebagaimana dalam doa beliau, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu
dari kekhawatiran dan kesedihan."
Tetapi dari segi kenyataan hidup, memang tempat persinggahan ini
tidak bisa dihindari. Karena itu para penghuni surga berucap saat mereka
memasukinya,
وا
ُ
ال
َ
قَوااُد
ْ
مَْ
اْلااِ
َ
ِّللايِ
َ
اَّلااَب
َ
ه
ْ
ذ
َ
أاا
َ
ن
َ
عااا
َ
نَزَْ
اْلۖا
َ
نِإاا
َ
نَّبَرااور
ُ
ف
َ
غ
َ
لااور
ُ
ك
َ
ش
"Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita
dari kami. Sesungguhnya Tuhan Kami benar-benar Maha Pengampum lagi Maha
Mensyukuri." (QS Fâthir/34: 34).
Hal ini menunjukkan bahwa dahulunya mereka pernah mengalami
kesedihan hati, selagi masih di dunia, sebagaimana mereka ditimpa musibah-
musibah lain tanpa menghendakinya.
Simak juga firman Allah,
ا
َ
لَواا
َ ََعااَينِ
َ
اَّلاا
َ
ذِإااَّمااَكْو
َ
ت
َ
أااْمُه
َ
لِم
ْ
حَ ِِلااَت
ْ
ل
ُ
قاا
َ
لااُدِج
َ
أااَّمااْم
ُ
ك
ُ
لِ
ْ
ْح
َ
أا
اِه
ْ
ي
َ
لَعاوا
َ
لَو
َ
تااْمُهُنُي
ْ
ع
َ
أَواا
ُ
يضِف
َ
تااَنِّمااِع
ْ
ّمَاّدلاا
ً
نَزَحاا
َ
ل
َ
أاواُدِ
َ
َيااَّما
ا
َ
ون
ُ
قِفنُي
“Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu,
supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memeroleh
kendaraan untuk membawamu." Lalu mereka kembali, sedang mata mereka
bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang
akan mereka nafkahkan [Maksudnya: mereka bersedih hati karena tidak memunyai
harta yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka pergi
berperang].” (QS at-Taubah/9: 92)
3. Page 3 of 4
Sementara Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam
sebuah hadits shahih,
"Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan
kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya
melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya." (HR al-Bukhari dari
Abu Hurairah, Shahîh al-Bukhâriy, juz VII, hal. 148, hadits no. 5642)
Ini menunjukkan bahwa itu semua merupakan musibah yang
ditimpakan Allah kepada hamba, agar dengan begitu Allah mengampuni
kesalahan-kesalahannya, bukan karena menunjukkan kedudukan kesedihan
hati ini yang merupakan tuntutan.
Sedangkan hadits Hindun bin Abu Halah at-Tamimi, yang berkata
menyifati Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam,
"Bahwa Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam selalu tampak bersedih hati" (HR
al-Baihaqi dari Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Syu’ab al-Îmân, juz III, hal.
24, hadits no. 1362), ini hadits yang sama sekali tidak kuat dan di dalam
isnadnya ada seseorang yang tidak diketahui. Di samping itu, bagaimana
mungkin beliau senantiasa bersedih hati, padahal beliau telah dijaga Allah
agar tidak bersedih hati karena tidak mendapatkan dunia dan sebab-sebabnya,
dilarang bersedih hati dalam menghadapi orang-orang kafir, dan dosa-dosa
beliau yang lampau maupun yang akan datang sudah diampuni? Lalu apa
yang membuat beliau harus senantiasa bersedih hati? Beliau adalah orang
yang senantiasa banyak senyum dan manis muka. Begitu pula riwayat yang
mengatakan,
"Sesungguhnya Allah mencintai setiap hati yang banyak bersedih." (HR Al-Hakim
dari Abu Darda’, Al-Mustadrak, juz IV, hal. 315, hadits no. 7884)Isnad riwayat
ini tidak diketahui, begitu pula siapa yang meriwayatkannya. Taruklah bahwa
ada hadits yang shahih dan ada ayat yang menggambarkan kesedihan, maka
maksudnya adalah musibah yang ditimpakan kepada hamba.
Yang pasti para ulama telah sepakat bahwa kesedihan hati di dunia
bukan sesuatu yang terpuji, kecuali Abu Utsman al-Hiri. Dia berkata,
"Menampakkan kesedihan di hadapan setiap orang adalah kemuliaan dan
4. Page 4 of 4
tambahan pahala bagi orang yang beriman, selagi kesedihan itu bukan karena
musibah yang menimpanya." (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn,
juz I, hal. 507)
Jadi, kesedihan adalah sesuatu yang – pada dasarnya – bisa
dirasakan oleh setiap orang. Tetapi, bagi orang yang beriman ‘kesedihan hati’
yang mengakibatkan penderitaan itu bukanlah sesuatu yang seharusnya
terjadi pada dirinya. Karena, setiap peristiwa yang berpeluang menjadikan
dirinya sedih, akan selalu disikapi dengan sikap ‘sabar’. Dan oleh karenanya,
tidak ada kata yang lebih tepat untuk dikatakan kepada setiap orang yang
beriman: “sabar adalah kunci kebahagian”. Sebagaimana firman Allah:
م
ُ
ك
َ
نَو
ُ
ل
ْ
بَ َ
ّنلَوااء ْ َ
َشِبااَنّ
ِّماا ِفْوَْ
اْلاِاوعُْ
اْلَوااص
ْ
ق
َ
ّنَوااّ
ِّماَنااِالَو
ْ
م
َ ْ
اْلا
ا ِس
ُ
نف
َ ْ
اْلَوااِاتَرَمَاّثلَوۗاِ
ّ
ِشَبَوااَينِرِاب َالّصا﴿٥١١﴾
ااَينِ
َ
اَّلاا
َ
ذِإامُه
ْ
تَاب َص
َ
أا
اةَيب ِّصُّماوا
ُ
ال
َ
قاا
َ
نِإااِ
َ
ِّللاا
َ
نِإَوااِهْ َ
ِلِإاا
َ
ونُعِاجَرا﴿٥١١﴾
ااـ
َ
ول
ُ
أا
َ
كِئااْمِه
ْ
ي
َ
لَعا
ااتَو
َ
ل َصانّ
ِّمااْمِهّ
ِّبَرااةَ ْ
ْحَرَوۖاـ
َ
ول
ُ
أَوا
َ
كِئااُم
ُ
هاا
َ
ونُدَت
ْ
هُم
ْ
الا﴿٥١١﴾
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn" [Sesungguhnya kami
adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. Kalimat ini dinamakan
kalimat istirjâ’, pernyataan kembali kepada Allah]. Mereka itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-
orang yang mendapat petunjuk.” (QS al-Baqarah/2: 155-157)
Nah, mengapa kita ‘harus’ bersedih? Padahal, Allah telah
menyediakan obatnya, yaitu: “sabar”.
Terimalah kenyataaan apa pun yang kita hadapi, dan serahkan
semua kepada Allah dengan sikap tawakal. Insyaallah, dengan sikap sabar dan
– disertai dengan sikap – tawakal, semuanya akan berakhir menjadi
kebahagiaan yang akan hadir bersama rahmat dari Allah Subhânahu wa
ta’âla. Āmîn Yâ Rabbal Ālamîn.