1. HUKUM WARIS ADAT DI
INDONESIA
Fiqh Mawaris – Ekonomi
Syariah
Universitas Gunadarma
2. SISTEM KEKELUARGAAN DAN
HUKUM ADAT WARIS
Sistem hukum waris merupakan salah satu sistem kekeluargaan di
Indonesia. Dari mulai system waris Islam, perdata maupun hukum
adat. Maka dari itu, titik tolak system waris hukum adat di Indonesia
berasal dari hukum adat yg berada di Indonesia. Ada 3 system
kekeluargaan yg ada di Indonesia. Ketiga system tersebut adalah:
1. Sistem Patrilineal; merupakan system kekeluargaan yg menarik
garis keturunan pihak nenek moyang laki-laki. Contohnya pada
masyarakat Batak.
2. Sistem Matrilineal; merupakan system kekeluargaan yg menarik
garis keturunan pihak nenek moyang perempuan. Contohnya pada
masyarakat Minangkabau.
3. Sistem Parental atau Bilateral; merupakan system kekeluargaan yg
menarik garis keturunan dari dua sisi, baik dr pihak ayah maupun
3. SISTEM KEKELUARGAAN
PATRILINEAL
Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yg mengatur alur keturunan
berasal dari pihak ayah. Beberapa masyarakat yg menganut system
ini adalah masyarak batak karo secara khusus, dan masyarakat batak
pada umumnya serta masyarakat bali.
Dalam masyarakat ini hanya anak laki-laki yg berhak mendapatkan
warisan sementara anak perempuan tidak. Faktor yg mempengaruhi
anak laki-laki merupakan ahli waris pada masyarakat batak, sebagai
berikut:
1. Silsilah keluarga didasarkan pada anak laki-laki, anak perempuan
tdk bisa melanjutkan silsilah (keturunan keluarga)
2. Dalam rumah tangga, istri bukan kepala keluarga, anak-anak
memakai nama keluarga (marga) ayahnya, dan istri digolongkan ke
dalam marga suaminya.
4. SISTEM KEKELUARGAAN
PATRILINEAL
3. Dalam adat, Wanita tdk dapat mewakili orang tua (ayahnya) sebab
ia masuk dalam anggota keluarga suaminya.
4. Dalam adat, laki-laki (kalimbubu) dianggap anggota keluarga
sebagai orang tua (ibu).
5. Apabila terjadi perceraian antara suami istri, maka pemeliharaan
anak-anak menjadi tanggung jawab ayahnya. Anak laki-laki kelak
merupakan ahli waris dari ayahnya baik dalam adat maupun harta
benda.
5. PEMBAGIAN HARTA DAN WARIS
PATRILINEAL
Ahli waris dalam system hukum waris adat patrilineal terdiri atas:
1. Anak laki-laki; semua anak laki-laki yg sah berhak menerima harta
kekayaan. Apabila pewaris tdk mempunyai ahli waris laki-laki,
maka harta pusaka tetap dapat dipakai dan digunakan oleh anak
perempuan dan istri seumur hidup mereka. Setelah itu, harta
tersebut dikembalikan kepada asalnya atau Kembali kepada
‘pengulihen’.
2. Anak angkat; berhak mendapatkan harta yg dihasilkan dari
pernikahan pewaris. Namun ia tdk dapat mewarisi harta pusaka
dari orang tua angkatnya.
3. Ayah dan ibu serta saudara-saudara kandung pewaris; jika tdk ada
anak laki-laki yg sah dan anak angkat, maka yg mewarisi harta
pewaris adalah ayah, ibu, saudara kandung secara bersamaan.
6. PEMBAGIAN HARTA DAN WARIS
PATRILINEAL
4. Keluarga terdekat dalam derajat yg tidak tertentu; jika anak laki-
laki yg sah, anak angkat, ayah dan ibu serta saudara kandung tidak
ada, maka keluarga terdekat bisa menjadi ahli waris, namun
pemilihan saudara terdekat tdk ditentukan secara pasti.
5. Persekutuan adat; posisinya sebagaimana dalam fikih waris Islam
ada bayt al maal. Jika keseluruhan ahli waris tidak ada, maka harta
warisannya diberikan kepada persekutuan adat.
7. PEMBAGIAN HARTA DAN WARIS
PATRILINEAL
Yang dimaksud harta Pustaka atau barang adat adalah barang-barang
adat yg tidak bergerak dan juga hewan atau pakaian yg harganya
mahal.
Barang adat ini adalah barang kepunyaan marga atau berhubungan
dengan kesain atau bagian dari kamung secara fisik.
Yang termasuk barang-barang adat adalah tanah kering, hutan, kebun
milik kesain, rumah atau bahan-bahan bangunan yang dihasilkan dari
tanah marga.
8. PEMBAGIAN HARTA DAN WARIS
PATRILINEAL
Contoh pembagian waris dalam system patrilineal pada batak karo.
Jika seseorang meninggal dan meninggalkan ahli waris dua orang
istri. Dari istri pertama melahirkan dua anak laki-laki dan dari istri
kedua melahirkan tiga anak laki-laki. Maka pembagiannya dapat
dilakukan dengan dua cara.
1. Harta dibagi dua. ½ untuk anak-anak dari istri pertama dan ½ nya
lg untuk anak-anak dari istri kedua.
2. Harta dibagi lima untuk dibagikan kepada seluruh anak yg ada
dengan bagian sama besar. Hal ini tentunya setelah diadakan
musyawarah dalam keluarga.
9. SISTEM KEKELUARGAAN
MATRILINEAL
Hukum waris ada ini menentukan bahwa anak-anak hanya dapat
menjadi ahli waris dari Ibu, baik harta pencaharian atau harta pusaka
rendah maupun harta pusaka tinggi (yg diwariskan turun-temurun
dari beberapa generasi).
Dengan system ini, semua anak-anak hanya akan mendapatkan
warisan dari ibunya sendiri baik harta pusaka rendah atau harta
pusaka tinggi. Contohnya, jika seseorang membeli toko. Jika ia
meninggal, maka harta ini dinamakan harta pusaka rendah. Namun,
harta yg didapatkan dari marganya, maka harta itu yg dinamakan
pusaka tinggi.
10. HARTA WARIS DALAM HUKUM ADAT
MINANGKABAU
Harta kaum dalam masyarakat Minangkabau yg dapat diwariskan
kepada ahli warisnya terdiri atas:
1. Harta pusaka tinggi; harta yg turun-temurun dr beberapa generasi,
baik yg berupa tembilang basi yakni harta tua yg diwariskan
turun-temurun dari mamak kepada kemenakan, maupun
tembilang perak yaitu harta yg dihasilkan dari harta tua.
2. Harta pusaka rendah; harta yang turun dari satu generasi.
3. Harta pencaharian; harta yg diperoleh melalui pembelian atau
taruko.
4. Harta Suarang; harta yg diperoleh secara Bersama-sama oleh
suami istri selama masa perkawinan.
11. AHLI WARIS DAN HAK WARIS ADAT
MINANGKABAU
1. Waris bertali darah; ahli waris kandung atau ahli waris sedarah yg
terdiri dari ahli waris satampok (waris setampuk), waris sajangka
(waris sejengkal), dan waris saheto (waris sehasta). Masing-masing
ahli waris bertali darah ini mewarisi secara bergiliran, artinya
selama waris bertali darah setampuk masih ada, maka waris bertali
darah sejengkal belum berhak mewarisi dst.
2. Waris bertali adat; waris yg sesama ibu asalnya yg berhak
memperoleh hak warisnya bila tdk ada sama sekali waris bertali
darah.
3. Waris bertali budi; waris dari orang lain yg sering datang
berkunjung di bawah lindungan satu penghulu.
4. Waris di bawah lutuik; waris yg asalnya tdk jelas dan keturunan
pembantu (budak) yg menetap sebagai anggota kerabat.
12. AHLI WARIS DAN HAK WARIS ADAT
MINANGKABAU
Dari ke empat macam ahli waris atau kemenakan tersebut yg sebagai
ahli wali adalah kemenakan bertali darah yg sepuluhan ke bawah dan
sepuluhan ke atas. Para ahli waris tsb berhak menghalangi Tindakan
mamak kepala ahli waris thdp harta pusaka yg tdk mereka setujui.
Adapun kemenakan lainnya, yg bertali adat, bertali budi, dan di bawah
lutuik bukan ahli waris dari satu gadang (sabuah paruik) atau dari satu
kesatuan kerabat yang disebut ‘kaum’.
13. AHLI WARIS DAN HAK WARIS ADAT
MINANGKABAU
Dari ke empat macam ahli waris atau kemenakan tersebut yg sebagai
ahli wali adalah kemenakan bertali darah yg sepuluhan ke bawah dan
sepuluhan ke atas. Para ahli waris tsb berhak menghalangi Tindakan
mamak kepala ahli waris thdp harta pusaka yg tdk mereka setujui.
Adapun kemenakan lainnya, yg bertali adat, bertali budi, dan di bawah
lutuik bukan ahli waris dari satu gadang (sabuah paruik) atau dari satu
kesatuan kerabat yang disebut ‘kaum’.
14. WARIS ADAT MINANGKABAU, ISLAM DAN
PANDANGAN ULAMA
1. Secara umum kewarisan itu adalah peralihan harta dari yg telah
meninggal kepada ahli waris yg msh hidup. Inilah yg berlaku dlm
Islam. Tetapi dlm adat Minangkabau kewarisan bukanlah peralihan
kepemilikan harta dan pembagian harta dr yg meninggal kepada
ahli waris melainkan peralihan fungsi dan tanggung jawab
pengelolaan, pengurusan dan pengawasan harta dr generasi yg
sdh meninggal kpd generasi yg msh hidup.
2. Adat Minangkabau menganut asas kolektif atau komunal yg berarti
kepemilikan Bersama. Adapun dlm Islam menganut asas individual
yg artinya setiap orang berhak memilikinya secara perorangan
tanpa terikat oleh orang lain.
3. Islam menganut asas kewarisan bilateral, yaitu masing-masing dari
keluarga (ayah dan ibu) atau dr keturunan laki-laki dan perempuan
berhak menerima warisan. Lain halnya dengan adat Minangkabau
yg menganut system kekerabatan matrilineal (ahli waris dr
keturunan ibu atau keturunan perempuan saja).
15. WARIS ADAT MINANGKABAU, ISLAM DAN
PANDANGAN ULAMA
Menurut syekh Ahmad Khatib al Minangkabawy (imam masjidil haram
keturunan Minangkabau), pewarisan harta di Minangkabau bertolak
belakang dengan hukum waris Islam. Begitu juga menurut Safrudin
Halimy Kamaluddin yg menyatakan bahwa hukum adat Minangkabau
mengenai kewarisan tidak bisa diterima oleh hukum Islam.
Pendapat lain menyatakan bahwa pewarisan harta di Minangkabau tdk
bertentangan dengan hukum Islam tetapi sudah sesuai dengan
ketentuan yg ada dlm syariat. Pendapat ini disampaikan oleh Abdul
Malik Karim Amrullah. Beliau mengatakan bahwa harta pusaka itu
sama keadaannya dengan harta wakaf di zaman Umar RA.
16. SISTEM KEKELUARGAAN PARENTAL DAN
BILATERAL
Sistem hukum waris adat parental dan bilateral ini di Indonesia dianut
di banyak daerah, seperti: Jawa, Madura, Sumatera bagian Timur, Riau,
Aceh, Sumatera Selatan, seluruh Kalimantan, seluruh Sulawesi, Ternate
dan Lombok.
Hukum warisan parental atau bilateral adalah memberikan hak yang
sama antara pihak laki-laki dan pihak perempuan, baik kepada suami
dan istri, serta anak laki-laki dan anak perempuan termasuk keluarga
dari pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan. Ini berarti bahwa
anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama-sama mendapatkan
hak warisan dari kedua orangtuanya, bahkan duda dan janda dalam
perkembangannya juga termasuk saling mewarisi.
17. HARTA WARIS PARENTAL DAN BILATERAL
Dalam system waris parental dan bilateral, harta waris dibagi menjadi
dua bagian yaitu harta asal dan harta Bersama.
1. Harta Asal; harta yg dimiliki seseorang yg di dapat sebelum
maupun selama perkawinan dengan cara pewarisan, hibah, hadiah,
turun-temurun.
2. Harta Bersama; bisa disebut dengan harta gana-gini (Depok,
Banjar, Pandeglang) atau kaya reujeung (Cisarua, Bandung, dan
lain-lain) adalah harta yg dihasilkan oleh suami istri dari mereka
berdua dan bukan harta waris.
18. PEMBAGIAN HARTA WARIS ADAT PARENTAL
DAN BILATERAL
Dalam hukum waris adat parental dan bilateral, ada dua macam ahli
waris yaitu sedarah dan tidak sedarah.
Ahli waris sedarah terdiri dari: anak kandung, orang tua, saudara dan
cucu. Adapun yg tdk sedarah adalah: anak angkat, janda/duda.
Urutan pembagian waris dalam adat ini adalah: pertama, anak. Kedua,
orang tua jika tdk ada anak. Ketiga, sudara jika tdk ada orang tua.
Pembagian harta waris dlm adat parental dan bilateral
dimusyawarahkan antar keluarga. Kesepakatan keluarga menjadi poin
penting dlm pembagian warisan. Meskipun demikian bagian anak
laki-laki dan perempuan akan memperoleh hak yg sama dlm waris.
Namun disebagian daerah seperti Cianjur, bagian anak laki-laki 2 kali
bagian anak perempuan.