1. Dokumen membahas tentang penyakit gonore, termasuk epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosa, pemeriksaan penunjang, komplikasi, pencegahan dan penanganannya.
2. Penyakit gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae dan menular melalui kontak langsung. Gejala umum meliputi nyeri saat kencing dan keluarnya cairan dari saluran kencing/vagina.
3. Diagnosa didasarkan pada
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae (Kumar et al. 2013).
Organisme ini dalam proses infeksinya memerlukan kontak langsung dengan
mukosa dari individu yang terinfeksi, biasanya saat hubungan seksual (Kumar et al.
2013).
Kasus baru penyakit gonore dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut
Annual Epidemiological Report 2013 oleh European Disease Control and
Prevention (ECDC) dari tahun 2007 - 2011 terdapat peningkatan jumlah kasus
gonore sebesar 19%. Berdasarkan data WHO pada tahun 2005 diperkirakan terdapat
88 juta kasus baru gonore pada kelompok usia 15-49 tahun dan prevalensinya 31
juta kasus. Menurut Kandun, et. al. 2011 dalam Surveilans Terpadu Biologis dan
Perilaku (STBP) 2011 prevalensi gonore di Negara Indonesia paling tinggi pada
kelompok Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL) yakni sebesar 38%,
Jumlah pasangan seks yang multipel merupakan suatu faktor yang berperan
dalam meningkatkan penularan penyakit infeksi menular seksual (IMS). Pasangan
seks multipel dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu monogami secara serial atau
konkurensi, yaitu memiliki lebih dari satu pasangan dalam periode waktu yang sama
(Manhart, 2002).
Dalam pembahasan tentang N. gonorrhoeae terdapat istilah yang disebut
dengan kelompok core-group. Kelompok tersebut adalah kelompok dengan perilaku
risiko tinggi dalam transmisi (terinfeksi dan menginfeksi) bakteri N. gonorrhea
2. 2
(Tapsall, 2001). Kelompok ini dapat diidentifikasi dengan pekerjaan (PSK,
pengemudi truk jarak jauh, pelayar) atau dari orientasi seksual ,misal LSL (Tapsall,
2001).
Pada core-group, tingkat berganti pasangan seks tinggi. Lebih lanjut, setiap
pasangannya dapat terinfeksi dan menginfeksi N. gonorrheae (Tapsall, 2001)
Individu yang melakukan hubungan seks dengan makin banyak pasangan seks akan
makin meningkatkan peluang untuk terpapar terhadap agen infeksius yang berasal
dari pasangan yang terinfeksi (Anderson, 1992).
Menurut Skerlev (2014) risiko terinfeksi N. gonorrheae setelah sekali paparan
hubungan seksual dengan individu yang terinfeksi adalah sekitar 20%, kemudian
risiko meningkat menjadi 60-80% setelah 4 kali paparan atau lebih. Dengan asumsi
seorang individu berganti paling tidak 1 pasangan setelah 1 bulan berhubungan
dengan pasangan pertama, maka perlu untuk melacak berapakah jumlah pasangan
seksual dalam 6 bulan terakhir.
Oleh karena pada penderita gonore dapat dijumpai ketidakmunculan gejala
dan interval periode inkubasi yang memanjang, sehingga perlu untuk dilakukan
pelacakan mengenai kontak seksual yang telah dilakukan oleh pasienya yaitu
mengenai riwayat jumlah pasangan seks dari pasien.
B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui diagnose gonorea
2. Untuk mengetahui epidemiologi gonorea
3. Untuk mengetahui etiologi
4. Untuk mengetahui patofisiologi
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik
3. 3
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
7. Untuk mengetahui komplikasi
8. Untuk mengetahui pencegahan
9. Untuk mengetahui penanganan
10. Untuk mengetahui askep
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Diagnosa
Gold standart penegakan diagnosis penyakit gonore adalah melalui anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang menunjang manifestasi klinis gonore dan jika
ditemukan bakteri Neisseria gonorrhoeae pada pemeriksaan penunjang kultur
bakteri (Bignel and FitzGerald, 2011).
B. Epidemiologi
Kasus baru penyakit gonore dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut
Annual Epidemiological Report 2013 oleh European Disease Control and
Prevention (ECDC) dari tahun 2007 - 2011 terdapat peningkatan jumlah kasus
gonore sebesar 19%. Berdasarkan data WHO pada tahun 2005 diperkirakan terdapat
88 juta kasus baru gonore pada kelompok usia 15-49 tahun dan prevalensinya 31
juta kasus. Menurut Kandun, et. al. 2011 dalam Surveilans Terpadu Biologis dan
Perilaku (STBP) 2011 prevalensi gonore di Negara Indonesia paling tinggi pada
kelompok Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL) yakni sebesar 38%, kemudian
5. 5
diikuti oleh waria (29%), LSL (21%), dan Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung
(WPSTL) (19%).
Jumlah pasangan seks yang multipel merupakan suatu faktor yang berperan
dalam meningkatkan penularan penyakit infeksi menular seksual (IMS). Pasangan
seks multipel dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu monogami secara serial atau
konkurensi, yaitu memiliki lebih dari satu pasangan dalam periode waktu yang sama
(Manhart, 2002).
Dalam pembahasan tentang N. gonorrhoeae terdapat istilah yang disebut
dengan kelompok core-group. Kelompok tersebut adalah kelompok dengan perilaku
risiko tinggi dalam transmisi (terinfeksi dan menginfeksi) bakteri N. gonorrhea
(Tapsall, 2001). Kelompok ini dapat diidentifikasi dengan pekerjaan (PSK,
pengemudi truk jarak jauh, pelayar) atau dari orientasi seksual ,misal LSL (Tapsall,
2001).
C. Etiologi
Gonorrhea (gonore) adalah infeksi purulen pada permukaan membran mukosa
yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Neisseria gonorrhoeae (Wong, 2015).
Infeksi terutama melibatkan epitel kolumner pada uretra, endoservix, rectum,
pharynx, konjungtiva; biasanya terlokalisir pada lokasi infeksi namun bisa
menyebar ke traktus genitalia yang lebih atas sehingga menyebabkan PID (pelvic
inflammatory disease) dan epididymo-orchitis atau bakteremia (Bignell and Unemo,
2012). Penularan penyakit ini melalui inokulasi langsung dengan sekret yang
terinfeksi pada suatu membran mukosa ke membran mukosa lain (Bignel and
FitzGerald, 2011).
6. 6
D. Patofisiologi
Bakteri gonokokus merusak membran yang melapisi selaput lendir terutama
kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus, dan rektum
dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin. Penularan terjadi melalui kontak
langsung antara mukosa ke mukosa. Risiko penularan laki-laki kepada perempuan
lebih tinggi dari pada penularan perempuan kepada laki-laki terutama karena lebih
luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina.
Setelah terinokulasi, infeksi dapat menyebar ke prostat, vas deferens, vesikula
seminalis, epididimis, dan testis pada laki-laki. Pada perempuan infeksi dapat
menyebar ke uretra, kelenjar Skene, kelenjar Bartholin, endometrium, tuba falopii,
dan rongga peritoneum, yang dapat menyebabkan Pelvic Inflammatory Disease
(PID) pada perempuan. Pelvic Inflammatory Disease adalah penyebab utama
infertilitas pada perempuan.
Infeksi gonokokus dapat menyebar melalui aliran darah, menimbulkan
bakteremia. Bakteremia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Perempuan
berisiko paling tinggi mengalami penyebaran infeksi pada saat haid karena
terjadinya peningkatan pH diatas 4,5 saat menstruasi. Penularan perinatal kepada
bayi saat lahir, melalui ostium serviks yang terinfeksi, dapat menyebabkan
konjungtivitis dan akhirnya kebutaan pada bayi apabila tidak didiagnosis dan
diobati.
E. Manifestasi klinik
1. Gejala Pada Pria
7. 7
Uretritis anterior akut adalah manifestasi yang paling umum terjadi pada pria.
Masa inkubasinya berkisar antara 1 sampai 14 hari atau lebih lama. Gejala yang
sering ditimbulkan adalah sekret dari uretra dan disuria. Keluhan subjektif
berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra
eksternum, dapat pula disertai nyeri pada waktu ereksi.
Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum kemerahan, edema, dan
ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen. Pada beberapa kasus
dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral.
Lima belas persen uretritis pada pria menunjukan gejala minimal atau tidak
menunjukan gejala tetapi mereka tetap mampu menularkan penyakitnya.
Pada sebagian besar kasus, laki-laki akan segera berobat karena gejala yang.
Uretritis pada pria yang tidak diobati dapat berkurang dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu, tetapi biasanya telah terjadi komplikasi lokal seperti
epididimitis, seminal vesikulitis, dan prostatitis
2. Gejala Pada Wanita
Kanalis endoservikalis merupakan tempat yang paling utama untuk infeksi
gonokokus pada wanita. Infeksi juga dapat terjadi pada kelenjar Skene atau
kelenjar Bartholin.
Pada perempuan, gejala dan tanda timbul dalam tujuh sampai dua puluh satu
hari. Gejala yang muncul yaitu peningkatan sekret vagina, disuria, perdarahan
uterus diluar siklus menstruasi dan menorrhagia.
Pemeriksaan fisik menunjukan sekret serviks yang purulen atau mukopurulen,
eritema, edema dan perdarahan mucosal yang mudah diinduksi dengan
8. 8
melakukan apus endoserviks. Sekret purulen dapat muncul dari uretra, kelenjar
periuretra, atau kelenjar Bartholin. (Bignel and FitzGerald, 2011)
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terutama pada duh uretra pria,
sedangkan duh endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak begitu tinggi.
Pemeriksaan ini akan menunjukkan N.gonorrhoeae yang merupakan bakteri gram
negatif dan dapat ditemukan baik di dalam maupun luar sel leukosit.
1. Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media
pertumbuhan Thayer Martin yang mengandung vanko misin untuk
menekan pertumbuhan kuman gram positif dan kolimestat untuk menekan
pertumbuhan bakteri negative gram dan nistatin untuk menekan
pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini merupakan pemeriksaan
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sehingga sangat
dianjurkan dilakukan terutama pada pasien wanita.
2. Tes defenitif: dimana pada tes oksidasi akan ditemukan semua Neisseria
akan mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening
menjadi merah muda hingga merah lembayung. Sedangkan dengan tes
fermentasi dapat dibedakan N.gonorrhoeae yang hanya dapat meragikan
glukosa saja.
3. Tes beta laktamase: tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan
tampak perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah. (Daili,
2009)
9. 9
G. Komplikasi
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal
genitalia (Daili, 2009). Komplikasi lokal pada pria dapat berupa tisonitis,
parauretritis, littritis, dan cowperitis. Selain itu dapat pula terjadi pr ostatit is,
vesikulitis, funikulitis, epididimitis yang dapat menimbulkan infertilitas. Sementara
pada wanita dapat terjadi servisitis gonore yang dapat menimbulkan komplikasi
salpingitis ataupun penyakit radang panggul dan radang tuba yang dapat
mengakibatkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Infeksi gonore pada mata dapat
menyebabkan konjungtivitis hingga kebutaan (Behrman, 2009 ).
H. Pencegahan
Pencegahan penyakit kencing nanah akan kita sebutkan dibawah ini :
1. Berpola hidup sehat, karena pola hidup sehat merupakan langkah awal untuk
menghindari berbagai macam penyakit
2. Hindari melakukan aktivitas seks melalui mulut (oral sex)
3. Melakukan aktivita seks dengan sehat dalam artian tidak menyimpang seperti
melakukan seks pada anus dan tidak berganti-ganti pasangan.
4. Apabila terlanjur terjangkit segeralah pergi kerumah sakit untuk menangani
penyakit tersebut, dan lakukanlah pemeriksaan rutin dalam proses pengobatan
kencing nanah tersebut.
I. Penanganan.
CDC merekomendasikan semua pasien yang terinfeksi Neisseria gonorrhoeae juga
diberikan terapi terhadap infeksi Chlamydia trachomatis, karena gonore biasanya
disertai dengan infeksi Chlamydia trachomatis (Wong, 2015)
10. 10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Nyeri ketika berkemih dan desakan untuk berkemih
b. Keluarnya cairan ( nanah ) dari saluran kencing.
c. Demam
d. Penderita akan merasa tidak nyaman disekitar anusnya dan dari
rektumnya keluar cairan.
e. Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja terbungkus oleh
lendir dan nanah.
f. Pasien yang datang dengan awitan gejala akut mengeluh lemah, nyeri
lokal, demam dan keluarnya nanah dari lubang saluran kencing.
g. Riwayat psikososial, pasien seringkali bertanya – tanya tentang
pengobatan, perawatan dan ramalan penyakitnya.
2. Data obyektif
a. Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja terbungkus oleh
lendir dan nanah.
b. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus
gram negatif, intraseluler dan ekstraseluler, leukosit polimorfonuklear.
c. Kultur untuk identifikasi perlu atau tidaknya dilakukan pembiakan kultur.
Menggunakan media transport dan media pertumbuhan.
11. 11
d. Tes definitif, tes oksidasi (semua golongan Neisseria akan bereaksi
positif), tes fermentasi (kuman gonokokus hanya meragikan glukosa)
B. Penyimpangan KDM
Bakteremia primer
Tidak difagosit
Bakteremia sekunder
Hipertermi
Hipotalamus
Peningkatan set
point
Menekan
termoreguler
Kerusakan saraf
perifer kulit
Kemerahan dan
teraba panas
Peradangan
Peningkatan
frekuensi/dorongan
kontraksi uretral
Depresi saraf
perifer
Nyeri
Infeksi uretra
Disuria
Inflamasi ureteral
Risiko
penularan
Urethra, kanalis
endoserviks
Infeksi mukosa rektum
(saluran anus)
Infeksi meivas
♂ (Prostat, vasdeferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis)
♀ (Kelenjar skene, bartholini, endometrium, tuba falopii, ovarium)
Gonorhoe
Penyebaran gonorhoe secara
sistemik melalui darah
Invasi bakteri Neisseria Gonorhea
Kontak seksual
(anus, orogenital, genital)
Faring
Gangguan
eliminasi urin
12. 12
C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d reaksi infeksi
2. Hipertermi b.d reaksi inflamasi
3. Risiko penularan b.d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
4. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan proses inflamasi
D. PEMPRA
1. Nyeri b.d reaksi infeksi
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, dan
onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-
faktor presipitasi.
b. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
d. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
e. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan (ex.: temperatur ruangan, penyinaran, dll)
f. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik (ex.: relaksasi, guided
imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massage, TENS,
hipnotis, terapi aktivitas)
2. Hipertermi b.d reaksi inflamasi
a. Monitor vital sign
b. Monitor suhu minimal 2 jam
c. Monitor warna kulit
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e. e) Selimuti klien untuk mencegah hilangnya panas tubuh
f. f) Kompres klien pada lipat paha dan aksila
13. 13
3. Risiko penularan b.d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
a. Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
b. Bahaya penyakit menular
c. Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
d. Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan
e. Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika
tidak dapat menghindarinya.
4. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan proses inflamasi
a. Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan
warna dengan tepat
b. Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan
14. 14
DAFTAR PUSTAKA
Garry F . ( 2006 ). Obstetri Williams Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
12 :1668-1671.
Gunawan SG dkk (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
MIMS (2015). Referensi Obat : Informasi Ringkas Produk Obat. Edisi 16. Jakarta : PT
Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia).
Price SA and Wilson SM (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC.
https://www.scribd.com/doc/41535702/Gonore
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember%201
0/URETRITIS%20GONORE.pdf