TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Departemen Luar Negeri
Republik Indonesia
Email: diplomasi_ri@yahoo.com
771978 9173869
ISSN 1978-9173
DiplomasiDiplomasi
No. 21, Tahun II, Tgl. 15 Juli - 14 Agustus 2009
Email: diplomasi_ri@yahoo.com
Kontribusi Islam
Dan Demokrasi
Dalam Membangun
Indonesia
Menlu RI :
Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem
“KING”
Film Bertema Bulutangkis
Pertama di Dunia
Kebudayaan, Fondasi Untuk
Memperkuat Hubungan
RI - Suriname
Menyelesaikan Persoalan
TKI di Malaysia Dengan
Kepala Dingin
Da’i Bachtiar :
Menyelesaikan Persoalan
TKI di Malaysia Dengan
Kepala Dingin
Nia Zulkarnaen :Nia Zulkarnaen :
No. 44 Tahun IV, Tgl. 15 Juni- 14 Juli 2011
www.tabloiddiplomasi.org
Presiden RI :
GNB Dapat Berperan Sebagai
Kontributor Perdamaian dan
Keamanan Global
Reformasi Birokrasi
Kementerian Luar Negeri
Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia
www.tabloiddiplomasi.org
7719789173869
ISSN1978-9173
Email: diplomasi_ri@yahoo.com
Daftar Isi
Diplomasi
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
6
7
8
10
11
15
17
Fokus
Menabuh Genderang Reformasi Birokrasi
Fokus
Tantangan Reformasi Birokrasi Kemlu
Fokus
Fokus
Fokus
Lensa
Lensa
Reformasi Birokrasi Meningkatkan Kapasitas Dan
Akuntabilitas Kinerja Birokrasi
Reformasi Birokrasi Tidak Identik Dengan
Remunerasi
50 Tahun Gerakan Non Blok
Hukum Internasional
Sangat Eropa Sentris
GNB dan Tantangan Kemiskinan
>
>
>
>
>
>
>
18 Lensa
Memperluas Dukungan Internasional Terhadap
Pengakuan Negara Palestina
>
19
21
22
23
Lensa
sosok
BILATERAL
Apa Kata Mereka
GNB Masih Tetap Relevan Sebagai Driving Force
Bagi Upaya Peningkatan Kerjasama Konstruktif
Dalam Hubungan Internasional
Arwityo Ibnu Wiwoho Wahyutomo, SH, LL.M
Melompat Dari Perjanjian Internasional Ke Biro
Perencanaan
ASEAN Akan Tingkatkan Kerja Sama Dengan PBB
SOSOK
Andradjati
Menghabiskan Waktu Di Bandara Changi
20
>
>
>
>
>
4 Fokus
11 Lensa
Remunerasi
Menuntut Perubahan Signifikan
Menlu Sampaikan
Lima Cara
Peningkatan Peran
GNB di Abad ke-21
Pelindung
Direktur Jenderal Informasi dan
Diplomasi Publik
Pengarah
Direktur Diplomasi Publik
penanggung jawab/Pemimpin Umum
Firdaus, SE. MH
Pemimpin Redaksi
Khariri Ma’mun
Redaktur Pelaksana
Cahyono
dewan redaksi
Fransiska Monika Sitompul
Isak Barry Kafiar
Dila Trianti
Staf Redaksi
Saiful Amin
Arif Hidayat
Taufik Resamaili
Dian harja Irana
Tata Letak dan Artistik
Tsabit Latief
Distribusi
Mardhiana S.D.
Suradi Sutarno
Harapan Silitonga
Kontributor
M. Dihar
Staf Diplomasi Publik
Alamat Redaksi
Jl. Kalibata Timur I No. 19
Pancoran, Jakarta Selatan 12740
Telp. 021-68663162,
Fax : 021-86860256,
Surat Menyurat :
Direktorat Diplomasi Publik, Lt. 12
Kementerian Luar Negeri RI
Jl. Taman Pejambon No.6
Jakarta Pusat
Tabloid Diplomasi dapat didownload di
http://www.tabloiddiplomasi.org
Email : diplomasi_ri@yahoo.com
Diterbitkan oleh
Direktorat Diplomasi Publik
Kementerian Luar Negeri R.I
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan
atau menyampaikan tanggapan,
informasi, kritik dan saran,
silahkan kirim email:
diplomasi_ri@yahoo.com
Wartawan Tabloid Diplomasi tidak
diperkenankan menerima dana atau
meminta imbalan dalam bentuk apapun
dari narasumber, wartawan Tabloid
Diplomasi dilengkapi kartu pengenal
atau surat keterangan tugas. Apabila
ada pihak mencurigakan sehubungan
dengan aktivitas kewartawanan Tabloid
Diplomasi, segera hubungi redaksi.
Diplomasi
Diplomasi
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Teras
Diplomasi
50
tahun setelah kelahiran GNB, dunia
memasuki Era Globalisai dan multipolar
dan menjadikan negara-negara di dunia
semakin terikat satu sama lain dalam
suatu global village. Meskipun demikian, berbagai
permasalahan dunia yang menjadi keprihatinan para
pendiri GNB, yaitu masalah kemiskinan, keterbelakangan,
ketimpangan dunia, dan ketidakadilan masih menjadi
fakta keseharian dalam abad ke-21 ini.
Dan sepanjang kemiskinan, keterbelakangan,
ketimpangan, ketidakadilan, dan ketidakmerataan itu
masih tetap ada di dunia, maka keberadaan GNB masih
akan terus relevan. Bagaimana mungkin membayangkan
dunia tanpa adanya GNB dalam keadaan dunia yang
tidak simetris ini.
Untuk itu moment peringatan 50 tahun GNB harus
dijadikan momentum bagi GNB untuk kembali memiliki
peranan yang credible dan respectable. Di era globalisasi
ini, negara anggota GNB sudah sepatutnya memfokuskan
perhatian pada pembangunan rakyat (people centered
development). Pembangunan harus menempatkan
rakyat sebagai pusat perhatian dan proses pembangunan
itu sendiri harus menguntungkan semua pihak.
Komitmen untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dengan cara-cara yang adil dan tanpa
pengecualian, serta kesetaraan dan nondiskriminasi
politik yang didasari penghormatan terhadap hukum dan
HAM, transparency dan accountability akan mendorong
kemajuan negara anggota pada khususnya dan kemajuan
GNB pada umumnya.
GNB harus mampu menghasilkan keputusan yang
terfokus, responsif, dan aktual sesuai dengan tema dan
topik yang berkembang. GNB juga perlu membentuk
dispute settlement mechanism untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan kontroversial yang dapat
memecah-belah negara anggota. Disamping itu GNB
harus proaktif, kreatif, dan terlibat secara konstruktif
dalam proses penyelesaian sengketa di negara-negara
anggotanya secara damai.
Di usianya yang ke 50 tahun GNB harus senantiasa
mampu memelihara relevansinya melalui peningkatan
efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk-
produknya sebagai gerakan modern yang maju, kokoh
dan berusaha secara maksimal agar dapat dirasakan
manfaatnya oleh para anggotanya, stakeholders, dan
masyarakat internasional.
GNB seyogyanya terus
melakukan berbagai upaya
dan inisiatif kongkrit dalam
mempromosikan dialog dan
kerjasama untuk perdamaian
dan pembangunan. Pentingnya dialog
antar peradaban dan lintas agama untuk
meningkatkan people to people contact,
menjembatani berbagai perbedaan
melalui dialog dan menciptakan
situasi yang kondusif bagi perdamaian,
keamanan dan harmonisasi atas dasar
saling pengertian, saling percaya dan
saling menghormati. Pengalaman Indonesia
memprakarsai berbagai kegiatan dialog lintas
agama di berbagai tingkatan, dapat menjadi
modal bagi Indonesia bersama-sama dengan
GNB memberikan kontribusi bagi upaya global
dalam mempromosikan keharmonisan dan
perdamaian di dunia.
Terkait pelaksanaan reformasi birokrasi,
Kemlu pada 10 Mei 2011 telah menyerahkan
Dokumen Peringkat Jabatan Kementerian Luar
Negeri yang berisi Analisa Jabatan, Evaluasi
Jabatan dan Peringkat Jabatan (Job Grading)
Kemlu kepada Kementerian Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kementerian PAN dan RB). Penyerahan
Dokumen Job Grading ini merupakan prasyarat
kepesertaan Kemlu dalam Reformasi Birokrasi
Nasional dan berguna untuk mendapatkan
besaran tunjangan kinerja (remunerasi) tiap
jabatan di Kemlu.
Tujuan pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Nasional adalah untuk menciptakan birokrasi
pemerintah yang profesional, adaptif,
berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan
bersih KKN, mampu melayani publik, netral,
sejahtera, berdedikasi dan memegang teguh
nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
Reformasi Birokrasi Kemlu bertitik tolak dari
Program Benah Diri yang dilakukan sejak tahun
2001 dan berpedoman pada Grand Design dan
Road Map Reformasi Birokrasi (Perpres No.81
tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025) sebagai cetak biru dan
pedoman pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Kementerian/Lembaga.
Grand Design Reformasi Birokrasi
merupakan rancangan induk yang berisi
arah kebijakan Reformasi Birokrasi Nasional
untuk tahun 2010 – 2025, dengan tujuan agar
Reformasi Birokrasi Kementerian/ Lembaga
berjalan efektif, efisien, konsisten, terintegrasi,
melembaga dan berkelanjutan.
Proses Reformasi Birokrasi Kemlu saat ini
memasuki tahap finalisasi Dokumen Usulan dan
Road Map, yang akan diserahkan bersamaan
dengan Dokumen Capaian Kemlu yang mengacu
pada Perpres No.81 tahun 2010.[]
15 JUNI - 14 JULI 2011No. 44 Tahun IV
Diplomasi
4 F O K U S
Apa respon Bapak ketika pertama
kali mendengar kata “Reformasi
Birokrasi”?
Adanya suatu persoalan yang
perlu dihadapi, ditanggapi dan diatasi.
Reformasi birokrasi adalah sesuatu
yang bersifat mendasar, signifikan
dan substansial, bukan sesuatu yang
kecil atau kosmetik semata. Reformasi
birokrasi adalah juga sebuah upaya/
pekerjaan positif yang memerlukan
daya, waktu dan dana.
Awalnya birokrasi merupakan
hal yang positif, yaitu sebagai
sebuah metode organisasional yang
rasional dan efisien, khususnya dalam
menopang postur organisasi yang
besar seperti pemerintahan. Tapi
saat ini tampaknya sistem birokrasi
mengalami pergeseran rasa dan
makna dan diidentikan sebagai
sesuatu yang negatif dan tidak efisien,
apa pandangan Bapak terhadap hal
tersebut?
Birokrasi itu tetap sesuatu yang
positif, berguna dan diperlukan,
walaupun dalam keadaan yang paling
minim. Sekarang ini tuntutan atau
harapan publik terhadap pelayanan
birokrasi terus meningkat, mereka
menghendaki pelayanan birokrasi yang
lebih cepat, berkualitas, akuntabel
dan transparan. Tuntutan/harapan
publik itu ternyata lebih cepat
dibanding kemampuan birokrasi dalam
merespon hal-hal tersebut. Oleh
karena itu diperlukan suatu upaya
khusus dari birokrasi untuk mengikuti
perkembangan yang ada, agar terhindar
dari stigma negatif.
Menurut Bapak bagaimana sistem
birokrasi di Kemlu, apa saja kelebihan
yang dimiliki dan apa saja yang
menjadi tantangan birokrasi Kemlu
kedepan?
Secara umum, Kemlu lebih baik
dari banyak instansi lain, karena
kualitas SDM-nya memiliki pengalaman
kerja yang kaya dan beragam yang
merupakan hasil dari interaksi intensif
dengan berbagai negara, terutama
negara maju. Namun justru karena
ekspektasi dan standar yang tinggi
pegawai Kemlu, kita menyadari bahwa
Kemlu masih perlu melakukan banyak
perbaikan. Di sisi lain, Kemlu tidak bisa
berjalan sendiri dan tetap merupakan
bagian dari Pemerintah RI yang
memiliki kendala sumber daya, baik
tenaga, anggaran, waktu dan berbagai
peraturan dan ketentuan nasional.
Tantangan utama bagi Kemlu
adalah tingkat mutasi yang tinggi,
di mana hal ini memunculkan
permasalahan pada kesinambungan/
keberlanjutan suatu kebijakan hingga
pada tahap implementasinya serta
adanya kesulitan dalam membangun
institutional memory.
Sehubungan dengan tingkat
mutasi pegawai yang tinggi tersebut,
bagaimana pandangan Bapak
terhadap sistem pengelolaan kekayaan
pengetahuan (intellectual assets) atau
Knowledge Management di Kemlu?
Knowledge Management memang
merupakan kunci bagi organisasi
dengan tingkat mutasi yang tinggi
seperti di Kemlu. Sebagai upaya untuk
menjamin adanya institutionalized
memory diperlukan suatu budaya
kerja yang khusus, di mana setiap
pegawai Kemlu harus membiasakan
diri melakukan pencatatan, pendataan,
penataan kearsipan serta secara aktif
melakukan knowledge sharing agar
pengetahuan tidak saja tersimpan
dalam organisasi, namun juga
menyebar secara dinamis antar pegawai
Kemlu. Kemlu perlu membangun sarana
pendukung, seperti sistem pencatatan,
pendataan dan penataan kearsipan
berikut perangkat-perangkatnya sebagai
bagian dari pemberdayaan arsiparis.
Melalui Reformasi Birokrasi, saat ini
sedang dipertimbangkan perlunya jasa
konsultan profesional untuk membantu
mengidentifikasi dan merancang
kebutuhan Knowledge Management di
Kemlu.
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
merupakan pekerjaan berat yang
memerlukan tenaga, waktu dan biaya
yang tidak sedikit. Dengan investasi
yang besar itu tentunya pelaksanaan
Reformasi Birokrasi ini diharapkan
berkontribusi positif pada substansi
kerja Kemlu. Menurut Bapak apa
bentuk kontribusi positif Reformasi
Birokrasi dalam mengatasi isu dan
tantangan yang dihadapi oleh Kemlu?
Sekecil apapun upaya perbaikan
itu, pasti berkontribusi positif pada
kinerja. Dalam hal ini, Kemlu telah
memiliki modal awal berupa Program
Benah Diri yang telah dilaksanakan
sejak tahun 2001. Namun demikian
Reformasi Birokrasi Kemlu sekarang ini
memiliki cakupan yang lebih besar dan
Reformasi Birokrasi
Kementerian Luar Negeri
Sejalan Perpres No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, Kementerian Luar Negeri (Kemlu)
tengah menyusun Dokumen Usulan dan Road Map Reformasi Birokrasi Kemlu sebagai syarat kepesertaan Kemlu dalam
Reformasi Birokrasi Nasional. Sebagai prasyarat penyerahan Dokumen Usulan dan Road Map tersebut, pada 10 Mei 2011
Menlu telah menyerahkan Dokumen Peringkat Jabatan Kemlu yang berisi Analisa Jabatan, Evaluasi Jabatan dan Peringkat
Jabatan (Job Grading) kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk divalidasi oleh
KemenPAN & RB dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Bagi Kemlu, Program Reformasi Birokrasi merupakan kelanjutan dan perluasan Program Benah Diri yang telah dicanangkan
Kemlu sejak tahun 2001. Dalam Program Benah Diri, terdapat 3 (tiga) pilar utama, yaitu restrukturisasi, budaya kerja (3T 1A)
dan pembenahan profesi. Melalui kepesertaan Kemlu dalam Reformasi Birokrasi Nasional, Kemlu mempunyai komitmen dalam
melakukan pembenahan yang lebih luas untuk menciptakan sistem birokrasi yang lebih baik.
Untuk mengetahui apa dan bagaimana Reformasi Birokrasi Kemlu, Tabloid Diplomasi berkesempatan melakukan
wawancara khusus dengan Sekretaris Jenderal Kemlu RI, Budi Bowoleksono, selaku Ketua Tim Pelaksana Reformasi Birokrasi
Kemlu RI. Berikut ini adalah petikan wawancara tersebut:
Dubes Budi Bowoleksono, Sekretaris Jenderal Kemlu RI
Ketua Tim Pelaksana Reformasi Birokrasi Kemlu RI
Dok.Diplomasi
15 JUNI - 14 JULI 2011 No. 44 Tahun IV
F O K U S 5
Diplomasi
lebih luas.
Program Benah Diri Kemlu hanya
mencakup tiga area perubahan, yaitu;
1) Pembenahan Organisasi (Struktur
Kemlu berdasarkan pada pendekatan
kawasan dan Struktur Perwakilan
berdasarkan pada pendekatan fungsi);
2) Pembentukan Budaya Kerja (3T1A);
dan 3) Pembangunan Kapabilitas dan
Profesionalisme (JFD dan HOC/BPKRT).
Sedangkan dalam Reformasi
Birokrasi Kemlu ada sembilan program
besar yang cukup spesifik, yaitu;
Manajemen Perubahan; Penataan
Peraturan Perundang-undangan;
Penataan dan Penguatan Organisasi;
Penataan Tatalaksana; Penataan Sistem
Manajemen SDM Aparatur; Penguatan
Pengawasan; Penguatan Akuntabilitas
Kinerja; Penguatan Kualitas Pelayanan
Publik; dan Monitoring, Evaluasi dan
Pelaporan.
Diperlukan dukungan SDM yang
reformis dan perencanaan yang matang
untuk mengamankan proses Reformasi
Birokrasi di Kemlu, agar kita konsisten
melakukan kegiatan-kegiatan serta
menganggarkan kebutuhan Reformasi
Birokrasi Kemlu.
Reformasi itu identik dengan
dilakukannya suatu perubahan ke arah
yang lebih baik. Menurut Bapak sejauh
manakah perubahan itu diperlukan
di Kemlu, baik yang berupa non-fisik
seperti sistem, proses dan budaya
kerja maupun yang berupa fisik seperti
fasilitas gedung, fasilitas kerja, dan
sebagainya.
Antara fasilitas kerja/perkantoran
yang baik dengan budaya kerja positif,
situasinya itu seperti perumpamaan
“antara telur dan ayam, mana
yang lebih dulu”. Pada dasarnya
kinerja yang maksimal akan sulit
dicapai tanpa adanya fasilitas yang
memadai. Sebaliknya, fasilitas kerja
dan perkantoran yang canggih serta
modern, tidak akan ada manfaatnya
sama sekali jika tidak didukung dengan
budaya kerja yang baik.
Untuk dapat menciptakan
budaya kerja yang baik, diperlukan
suatu keteladanan dari setiap unsur
pimpinan, baik pimpinan di tingkat
Eselon IV, III dan II, hingga Eselon I dan
Pimpinan Tertinggi di Kementerian/
Lembaga. Guna menghindari debat
kusir atau polemik, rasanya Kemlu perlu
mengupayakan kedua hal tersebut
secara simultan, dimana fasilitas
perkantoran maupun budaya kerja
tersebut keduanya dikembangkan
secara bersamaan.
Terkait dengan Leadership yang
Bapak sampaikan, Kepemimpinan
seperti apakah yang Bapak harapkan
untuk dimiliki oleh para pemimpin di
setiap lini Kemlu untuk mendukung
keberhasilan Kemlu? Upaya-upaya apa
saja yang dilakukan untuk mencapai
kepemimpinan yang diharapkan
tersebut.
Kepemimpinan yang diharapkan
dimiliki oleh para pemimpin di setiap
lini Kemlu adalah keteladanan,
berorientasi pada aksi, mampu
menciptakan/menumbuhkan iklim
kerjasama tim, integritas yang
tinggi, hands on serta komunikatif
dan dapat membangun hubungan
interpersonal dengan bawahan. Dan
dalam organisasi dengan tingkat mutasi
yang tinggi, disadari perlunya sebuah
sistem pengkaderan dan pelatihan
kepemimpinan yang lebih terstruktur/
sistemik.
Apa harapan Bapak terhadap
segenap pejabat/pegawai Kemlu
dalam menyikapi Reformasi Birokrasi
di Kemlu?
Program Reformasi Birokrasi Kemlu
ini merupakan kesempatan bagi kita
semua untuk membenahi diri secara
fundamental. Oleh karena itu Program
Reformasi Birokrasi Kemlu ini harus
menjadi milik dan pekerjaan kita
bersama di semua lini.
Reformasi Birokrasi berarti juga
perbaikan sarana dan prasarana
di lingkungan kerja Kemlu, apa
pandangan dan program kerja Bapak
terkait hal ini?
Yang utama adalah adanya
kesadaran dan pengakuan adanya
kelemahan, kekurangan dan
kesalahan. Selanjutnya yang kedua,
adalah melakukan identifikasi secara
rinci hingga ke inti permasalahan
yang ada. Ketiga, adalah membuat
perencanaan secara matang disertai
dengan langkah-langkah konkrit agar
setiap permasalahan yang ada dapat
diatasi secara baik dengan segala
keterbatasan yang ada. Untuk beberapa
permasalahan yang kronis, hal ini
memang tidak mudah, sehingga perlu
diiringi dengan pengelolaan ekspektasi
seluruh pegawai Kemlu agar tetap
konstruktif ditengah upaya perbaikan-
perbaikan yang dilakukan.
Apa pandangan Bapak mengenai
remunerasi dalam konteks Reformasi
Birokrasi Kemlu secara keseluruhan?
Remunerasi atau yang lebih
tepatnya ‘Tunjangan Kinerja’ hanya
merupakan salah satu elemen dari
Reformasi Birokrasi Kemlu. Pemberian
remunerasi ini diiringi dengan tuntutan
perbaikan kepada seluruh pegawai
Kemlu, khususnya pada aspek kinerja.
Berdasarkan panduan Peraturan
MenPAN & RB, pemberian tunjangan
kinerja akan dikaitkan dengan
kemajuan/capaian dalam Reformasi
Birokrasi Kemlu. Oleh karena itu, Kemlu
harus fokus pada upaya Reformasi
Birokrasi ini.
Sejauh mana kesiapan Sistem
Administrasi di Kemlu dalam
menunjang program Reformasi
Birokrasi ini?
Saat ini Kemlu tengah merancang
Sistem Administrasi yang mampu
menunjang program Reformasi
Birokrasi, berikut perangkat
pendukungnya, termasuk didalamnya
regulasi dan anggaran pendukungnya.
Kesemuanya itu sudah harus siap
operasional sebelum tunjangan kinerja
dapat diberikan.
Sejauh manakah komitmen
Pimpinan terhadap pelaksanaan
Reformasi Birokrasi di Kemlu? Dan
apa bentuk kongkrit dari komitmen
tersebut?
Komitmen Pimpinan Kemlu
terhadap pelaksanaan Reformasi
Birokrasi ini sangat jelas dan tinggi.
Dimana dalam hal ini telah dibentuk
Panitia Pengarah (Menlu dan seluruh
Eselon I) dan juga Panitia Pelaksana
(Sekjen dan Eselon II ke bawah) sejak
Januari 2011. Disamping itu juga telah
dilakukan pertemuan intensif dengan
KemenPAN & RB selaku Tim Reformasi
Birokrasi Nasional dibawah pimpinan
langsung Wakil Presiden RI.
Reformasi Birokrasi Kemlu
merupakan pekerjaan besar dan
mendasar yang memerlukan
kebersamaan, jiwa reformis, motivasi
yang kuat, kemauan kerja yang besar
dan daya tahan yang tinggi, sehingga
visi Reformasi Birokrasi Nasional, yaitu
“Menciptakan Pemerintahan Kelas
Dunia” dapat tercapai pada tahun
2025.[]
Sekjen Kemlu RI, Dubes Budi Bowoleksono meninjau arsip yang dipamerkan pada acara
Pameran Arsip dan Dokumentasi tentang Penanganan Bencana Alam di Gedung Arsip
Kementerian Luar Negeri, Kreo, Tangerang (9/05/2011).
”Reformasi Birokrasi
Kemlu merupakan
kelanjutan dan
pengembangan dari
Program Benah Diri
Kemlu yang memiliki
cakupan lebih besar
dan lebih luas.”
”Program Reformasi Birokrasi Kemlu ini merupakan
kesempatan bagi kita semua untuk membenahi
diri secara fundamental. Oleh karena itu Program
Reformasi Birokrasi Kemlu ini harus menjadi milik dan
pekerjaan kita bersama di semua lini.”
Dok.Infomed
Diplomasi
6 F O K U S
Kepala Biro Perencanaan dan
Organisasi, Hersindaru Arwityo
I.W. Wahyutomo atau yang lebih
dikenal sebagai Ibnu Wahyutomo,
selaku Sekretaris Tim Pelaksana
Reformasi Birokrasi Kementerian
Luar Negeri dan Koordinator
Kelompok Kerja Manajemen
Perubahan, pada 10 Mei 2011
telah secara langsung memastikan
proses penyerahan Dokumen
Peringkat Jabatan Kementerian
Luar Negeri kepada Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
guna mendapatkan penilaian
yang berujung pada pemberian
tunjangan kinerja (remunerasi).
Penyerahan dokumen tersebut
dilakukan di Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi di Jakarta.
Bagi Kementerian Luar Negeri,
kepesertaannya dalam Reformasi
Birokrasi Nasional merupakan
kelanjutan dan perluasan dari
program Benah Diri Kemlu yang
telah dicanangkan pada 24
Oktober 2001 oleh Menteri Luar
Negeri – Dr. N. Hassan Wirajuda
dengan 3 (tiga) pilar utamanya,
yaitu: Restrukturisasi, baik di
Kemlu dan Perwakilan RI; Budaya
Kerja 3T 1A (Tertib Waktu, Tertib
Administrasi, Tertib Fisik dan
Aman) – termasuk di dalamnya
penguatan pengawasan internal;
serta pembenahan profesi.
Melalui reformasi birokrasi, Kemlu
berkeinginan melanjutkan dan
menuntaskan Program Benah Diri
tersebut.
Ketiga pilar utama Benah Diri
Kemlu itu selaras dengan sasaran
Reformasi Birokrasi Nasional
sebagaimana tercantum dalam
Pedoman Umum Reformasi
Birokrasi Nasional, yaitu:
penataan organisasi menjadi
organisasi yang tepat ukuran
(right sizing); pembentukan
budaya kerja yang mewujudkan
birokrasi dengan integritas dan
kinerja tinggi; pembangunan
ketatalaksanaan yang efektif,
efisien dan transparan serta
akuntabel; perumusan regulasi
yang tertib dan tidak tumpang
tindih; pembentukan sumber
daya manusia yang berintegritas,
kompeten, profesional, berkinerja
tinggi dan sejahtera.
Dalam melaksanakan
reformasi birokrasi, Kemlu harus
menyampaikan Dokumen Usulan
dan Road Map Reformasi Birokrasi
Kemlu, di mana dokumen tersebut
berisi Rencana Aksi dari aktivitas/
kegiatan Reformasi Birokrasi
Kemlu yang dinilai masih dalam
proses penyelesaian ataupun
yang belum dilaksanakan. Selain
Dokumen Usulan dan Road Map,
Kemlu juga akan menyerahkan
Dokumen Capaian Benah Diri,
yang berisi identifikasi capaian
dan proses pelaksanaan program
Benah Diri dikaitkan dengan
23 (dua puluh tiga) aktivitas/
kegiatan reformasi birokrasi.
Seluruh dokumen tersebut
kemudian akan diserahkan Kemlu
kepada Tim Reformasi Birokrasi
Nasional untuk diproses oleh Unit
Pengelola Reformasi Birokrasi
Nasional.
Dokumen Usulan dan
Road Map Reformasi Birokrasi
dimaksud, disusun sesuai
Peraturan Presiden RI No. 81
Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010 – 2025
dan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi No. 20
Tahun 2010 tentang Road Map
Reformasi Birokrasi 2010 – 2014.
Dari penjelasan Dokumen
Capaian Benah Diri, Kemlu
telah berhasil menyelesaikan 10
(sepuluh) dari 23 (dua puluh tiga)
aktivitas Reformasi Birokrasi.
Sedangkan 12 (dua belas)
aktivitas sedang dalam proses
penyelesaian dan 1 (satu) aktivitas
masih akan dilaksanakan. Oleh
karena itu, Dokumen Usulan
Reformasi Birokrasi Kemlu akan
menitikberatkan pada upaya-
upaya dan perencanaan dalam
menyelesaikan ketiga belas
aktivitas tersebut. Diperkirakan
waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan secara menyeluruh
agenda Reformasi Birokrasi
Kemlu adalah selama 30 (tiga
puluh) bulan sejak diserahkannya
Dokumen Usulan tersebut ke
Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
membangun sistem penilaian
kinerja; mengembangkan pola
pelatihan dan pengembangan;
memperkuat pola karir;
penguatan unit kerja/organisasi
kepegawaian; penguatan unit
kerja/organisasi diklat; dan
menegakkan disiplin kerja.
Sedangkan dua belas aktivitas
yang sedang dalam proses
penyelesaian adalah: postur
birokrasi Kemlu 2025; proses
sosialisasi dan internalisasi;
analisa jabatan – evaluasi
jabatan – sistem remunerasi;
penyusunan business process
untuk menghasilkan SOP;
elektronisasi dokumentasi/
kearsipan; asesmen kompetensi
individu; mengembangkan sistem
pengadaan (staffing) dan seleksi;
memperkuat pola rotasi, mutasi
dan promosi; membangun/
memperkuat database
kepegawaian; perbaikan sarana
dan prasarana; memetakan
regulasi – deregulasi – menyusun
regulasi baru; dan menegakkan
kode etik. Sementara satu
aktivitas yang akan dilaksanakan,
adalah: analisa beban kerja.[]
Sepuluh aktivitas yang sudah
dilaksanakan Kemlu adalah:
aktivitas program percepatan;
penilaian kinerja; redefinisi visi,
misi dan strategi; restrukturisasi;
Menabuh Genderang
Reformasi Birokrasi
15 JUNI - 14 JULI 2011No. 44 Tahun IV
Ibnu Wahyutomo
Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi
Sekretaris Tim Pelaksana Reformasi Birokrasi
Kementerian Luar Negeri dan Koordinator
Kelompok Kerja Manajemen Perubahan
Dok.Diplomasi
F O K U S 7
Diplomasi
Tantangan Reformasi Birokrasi Kemlu
Reformasi Birokrasi Nasional adalah
berpedoman pada Grand Design
dan Road Map Reformasi Birokrasi
(Perpres No.81 tahun 2010) sebagai
cetak biru dan pedoman pelaksanaan
Reformasi Birokrasi Kementerian/
Lembaga.
Grand Design adalah rancangan
induk yang berisi arah kebijakan
Reformasi Birokrasi Nasional
untuk tahun 2010 – 2025, dengan
tujuan agar Reformasi Birokrasi
Kementerian/Lembaga berjalan
efektif, efisien, konsisten, terintegrasi,
melembaga, dan berkelanjutan.
Grand Design ini merupakan
penyempurnaan dari Permenpan
No. PER/15/M.PAN/7/2008 Tentang
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi
dan Permenpan No.PER/04/M.
PAN/4/2009 Tentang Pedoman
Pengajuan Dokumen Usulan
Reformasi Birokrasi Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Proses Reformasi Birokrasi di
Kemlu saat ini sudah memasuki
tahap finalisasi Dokumen Usulan
dan Dokumen Roadmap Reformasi
Birokrasi Kemlu. Selain itu, Kemlu
juga akan menyertakan Dokumen
Capaian yang berisi program-program
yang telah dicapai Kemlu melalui
Program Benah Diri. Dalam rangka
melengkapi Dokumen Usulan dan
Road Map Kemlu, pada 10 Mei
2011, Kemlu telah menyerahkan
Dokumen Peringkat Jabatan
Kementerian Luar Negeri yang berisi
analisa jabatan, evaluasi jabatan
dan peringkat jabatan (job grading)
kepada Kementerian PAN dan RB
untuk divalidasi. Dengan demikian
diharapkan tunjangan kinerja
(remunerasi) dapat terealisasi dalam
waktu dekat.
Program Reformasi Birokrasi
Kemlu merupakan proses
pembenahan menyeluruh dengan
program Manajemen Perubahan;
Penataan Peraturan Perundang-
Undangan; Penataan dan Penguatan
Organisasi; Penataan Tatalaksana;
Penataan Sistem Manajemen SDM
Aparatur; Penguatan Pengawasan;
Penguatan Akuntabilitas Kinerja;
Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik; serta Monitoring, Evaluasi dan
Pelaporan.
Sedangkan Quick Wins Reformasi
Birokrasi Kemlu adalah berupa;
Sistem Rekrutmen, SIMPEG, Portal
Treaty Room, Sistem Informasi WNI
dan Sistem Data Diplomat Asing. Ini
merupakan langkah inisiatif yang
mudah dan cepat dicapai yang
mengawali suatu program besar dan
sulit. Quick Wins merupakan program
jangka pendek untuk percepatan
(memberikan momentum positif)
pelaksanaan program Reformasi
Birokrasi Kemlu.
Tantangan Reformasi Birokrasi
Kemlu berupa perubahan pola pikir,
perubahan budaya kerja, resistensi
terhadap perubahan dan hal-hal
baru, komitmen para pemangku
kepentingan, kesinambungan
Reformasi Birokrasi serta dukungan
sumber daya (manusia, keuangan dan
sarana prasarana). Hal-hal tersebut
memerlukan manajemen perubahan,
yaitu pemetaan kondisi saat ini,
reformasi birokrasi dan penetapan
tujuan/kondisi yang akan datang atau
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Kemlu bertitik tolak dari upaya
Program Benah Diri yang dilakukan
sejak 2001. Upaya Program Benah Diri
tersebut mencakup restrukturisasi
organisasi, pengembangan budaya
kerja (3T1A) dan pembenahan profesi.
Program Restrukturisasi
Organisasi dimaksudkan untuk
menyesuaikan organisasi Kemlu
dengan perkembangan keadaan,
kebutuhan, dan tantangan yang
dihadapi saat ini maupun kedepan.
Oleh karena itu Kemlu kemudian
membentuk unit-unit khusus untuk
menangani isu-isu tertentu guna
dapat menjawab perkembangan
keadaan, kebutuhan, dan tantangan
dalam Diplomasi RI.
Kemlu juga merubah pendekatan
sektoral yang selama ini digunakan
dengan sebuah pendekatan yang
lebih integratif, yaitu pendekatan
yang memadukan sektor kewilayahan,
fungsional, dan isu. Sementara pada
Perwakilan-Perwakilan RI, pendekatan
struktural yang selama ini digunakan
dihapuskan dan digantikan dengan
pendekatan fungsional.
Pembenahan Profesi merupakan
upaya untuk membenahi SDM Kemlu
didalam menyiapkan pelaksana dan
unsur penunjang Diplomasi RI yang
lebih mampu didalam menghadapi
berbagai tantangan diplomasi masa
kini dan masa depan. Untuk itu
Kemlu membentuk jalur profesi yang
memiliki kejelasan pengembangan
pola karir yang terdiri dari bidang
profesi Pejabat Fungsional Diplomat,
Bendaharawan dan Penata
Kerumahtanggaan (BPKRT) serta
Petugas Komunikasi. Penataan dan
pembenahan bidang profesi diplomat
dilakukan secara menyeluruh,
yaitu dari sejak proses rekrutmen,
pengembangan karir, dan proses
penugasan dalam jabatan.
Pembenahan Budaya Kerja
dilakukan dengan pelaksanaan
program 3T 1A, yaitu; Tertib Fisik
(Gedung,Tata ruang dan Perkantoran),
Tertib Waktu (Jam kerja, Masa
Penugasan, Penyelesaian tugas dan
laporan), Tertib Administrasi (Taat
asas dan prosedur dalam penyusunan
laporan kegiatan keuangan,
tersedianya SOP), dan Aman (Arsip,
Fasilitas Diplomatik, dan Pegawai).
Kepesertaan Kemlu dalam
yang diinginkan.
Ada tiga tahapan perubahan
yang dilaksanakan Kemlu. Pertama,
merumuskan rencana manajemen
perubahan yang terdiri dari
tahapan melakukan assessment
kesiapan organisasi untuk berubah,
merumuskan strategi manajemen
perubahan, merumuskan strategi
komunikasi, memperkuat manajemen
perubahan dan menyusun ukuran
keberhasilannya.
Tahap kedua, mengelola
dan melaksanakan perubahan,
yaitu dengan mengintegrasikan
strategi manajemen perubahan
dan strategi komunikasi dengan
program reformasi birokrasi
lainnya. Mengimplementasikan
rencana manajemen perubahan,
membuat rencana pelatihan dan
mengimplementasikannya, mengelola
resistensi, dan mengukur tingkat
keberhasilan.
Tahap ketiga, memperkuat
hasil perubahan dalam bentuk
mengumpulkan umpan balik
dan kemudian menganalisanya.
Melaksanakan tindakan perbaikan,
memberikan penghargaan atas
keberhasilan serta mengukur tingkat
keberhasilannya.
Perumusan rencana manajemen
perubahan juga terdiri dari tiga
tahap. Tahap pertama adalah
assessment atas struktur organisasi,
stakeholders serta mengukur kesiapan
dan kemampuan organisasi untuk
berubah; Pembuatan rencana
manajemen perubahan, komunikasi
dan pelatihan; serta perumusan
strategi manajemen perubahan,
komunikasi dan pelatihan.
Tahap kedua adalah
mengimplementasikan rencana
perubahan dalam area; organisasi,
tata laksana, peraturan perundang-
undangan, SDM aparatur,
pengawasan, akuntabilitas, pelayanan
publik, pola fikir dan budaya
kerja aparatur. Di sisi lain adalah
membangun kapasitas Kementerian/
Lembaga untuk berubah serta
melaksanakan Training of Trainer
(TOT) dan pelatihan lainnya.
Sedangkan tahap ketiga adalah
mengukur tingkat keberhasilan serta
merencanakan dan melaksanakan
tindakan perbaikan.[]
15 JUNI - 14 JULI 2011 No. 44 Tahun IV
Dok.Diplomasi
Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Pejambon-Jakarta.
Diplomasi
8 fokus
Grand Design Reformasi Birokrasi
adalah rancangan induk yang
berisi arah kebijakan Reformasi
Birokrasi Nasional untuk tahun
2010 – 2025, dengan tujuan agar
Reformasi Birokrasi Kementerian/
Lembaga berjalan secara efektif dan
efisien, konsisten, terintegrasi dan
melembaga, serta berkelanjutan.
Grand Design Reformasi Birokasi
ini merupakan penyempurnaan dari
Permenpan No. PER/ 15/ M.PAN/
7/ 2008 Tentang Pedoman Umum
Reformasi Birokrasi, dan Permenpan
No.PER/ 04/ M.PAN/ 4/ 2009 Tentang
Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan
Reformasi Birokrasi Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Struktur Tim Reformasi Birokrasi
Nasional terdiri dari Komite Pengarah
Reformasi Birokrasi Nasional
(KPRBN), dimana posisi Ketua dijabat
oleh Wakil Presiden, sedangkan
anggotanya terdiri dari Menko
Perekonomian,Menko Polhukam,
Menko Kesra, Meneg Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, Menteri Keuangan, Menteri
Dalam Negeri, dan Kepala UPK-PPP,
Prof.Dr. Ryas Rasyid.
KPRBN membawahi tiga tim,
yaitu Tim Independen, Tim Reformasi
Birokrasi Nasional, dan Tim Quality
Assurance. Tim Reformasi Birokrasi
Nasional terdiri dari Ketua: Meneg
PAN-RB, dan anggota; Menkeu,
Mendagri, Meneg PPN/Kepala
Bappenas, Mensesneg, dan Seskab.
Didalam Tim Reformasi Birokrasi
Nasional terdapat Unit Pengelola
Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN)
yang membawahi Tim Reformasi
Birokrasi Kementerian/Lembaga dan
Tim Reformasi Birokrasi Pemerintah
Daerah.
Tim Reformasi Birokrasi
Kementerian/Lembaga dan Tim
Reformasi Birokrasi Pemerintah
Daerah merupakan Tim Pengarah
yang membawahi Tim Pelaksana. Tim
Reformasi Birokrasi Kementerian/
Lembaga terdiri dari; Ketua, yang
dijabat oleh Pimpinan Kementerian/
Lembaga; Sekretaris, yang dijabat
oleh Sekretaris Jenderal; dan Anggota
Tim yang di isi oleh Pejabat Eselon
I. Sementara untuk Tim Reformasi
Birokrasi Pemerintah Daerah, posisi
Ketua dijabat oleh Gubernur/Bupati/
Walikota, Sekretaris dijabat oleh
Sekretaris Daerah, dan Anggota di isi
oleh Pejabat Eselon II.
Tim Pelaksana Reformasi Birokrasi
di Kementerian/Lembaga terdiri dari;
Ketua, yang dijabat oleh Sekretaris
Jenderal; Sekretaris dijabat oleh
Pejabat Eselon II; dan Anggota yang
disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing Kementerian/
Lembaga. Sementara Tim Pelaksana di
Pemerinrah Daerah, terdiri dari Ketua
yang dijabat oleh Sekretaris Daerah;
Sekretaris dijabat oleh Pejabat Eselon
II; dan Anggotanya disesuaikan dengan
kebutuhan.
Dalam mekanisme Reformasi
Birokrasi Nasional, Unit Pelaksana
Reformasi Birokrasi Nasional
bertugas melakukan pengelolaan
hasil, penjaminan, monitoring dan
evaluasi terhadap pengajuan usulan
penyesuaian tunjangan kinerja,
memberikan reward and punishment,
serta melakukan penyempurnaan
pelaksanaan Reformasi Birokrasi di
Kementerian/Lembaga. Selanjutnya
Unit Pelaksana Birokrasi Nasional
melakukan proses penjaminan mutu,
monitoring dan evaluasi.
Setelah memperoleh penjelasan
melalui proses sosialisasi dan
asistensi mengenai kebijakan
reformasi birokrasi, selanjutnya
Kementerian/Lembaga mengajukan
usulan Reformasi Birokrasi. Unit
Pelaksana Birokrasi Nasional
kemudian melakukan proses penilaian
dokumen dan verifikasi lapangan atas
usulan tersebut untuk selanjutnya
melakukan pengajuan usulan
persetujuan Reformasi Birokrasi dan
penetapan Tunjangan Kinerja kepada
Unit Pelaksana Reformasi Birokrasi
Nasional.
Setelah memperoleh persetujuan
proses Reformasi Birokrasi dan
penetapan Tunjangan Kinerja,
barulah Unit Pelaksana Reformasi
Birokrasi Kementerian/Lembaga dapat
melakukan proses Reformasi Birokrasi.
RI mengenai penganggarannya dan
kepada Menteri Negara PAN dan RB
selaku Ketua Tim Reformasi Birokrasi
Nasional mengenai besaran Tunjangan
Kinerja masing-masing grade untuk
diproses Perpresnya. Sementara itu
DPR RI melakukan alokasi anggaran dan
persetujuan pelaksanaan Reformasi
Birokrasi.
Analisa Jabatan dan Evaluasi
Jabatan adalah rangkaian aktivitas yang
dilakukan untuk melengkapi Dokumen
Usulan Reformasi Birokrasi. Rangkaian
aktivitas ini merupakan salah satu
kegiatan dalam program Penataan
Sistem Manajemen SDM Aparatur.
Hasil Analisa Jabatan adalah berupa
Uraian Jabatan, yang selanjutnya akan
dievaluasi untuk ditentukan tingkatan/
grading jabatannya.
Keberhasilan Reformasi Birokrasi
Nasional yang ingin dicapai adalah
terwujudnya pemerintahan yang
bersih dan bebas KKN, terwujudnya
peningkatan kualitas pelayanan
publik kepada masyarakat, serta
meningkatnya kapasitas dan
akuntabilitas kinerja birokrasi.
Indikator terwujudnya
pemerintahan yang bersih dan bebas
KKN adalah meningkatnya Indeks
Persepsi Korupsi (IPK), dari 2.8 pada
2009 menjadi 5.0 pada 2014. Indikator
lainnya adalah meningkatnya penilaian
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari
42,17% (2009) menjadi 100% (2014)
untuk Tingkat Pusat; dan dari 2,73%
(2009) menjadi 60% (2014) untuk
Tingkat Daerah.
Indikator terwujudnya peningkatan
kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat adalah meningkatnya
Integritas Pelayanan Publik dari
6.64 pada 2009 menjadi 8.0 pada
2014 untuk Tingkat Pusat; dan dari
6.46 pada 2009 menjadi 8.0 pada
2014 untuk Tingkat Daerah. Indikator
lainnya adalah meningkatnya peringkat
kemudahan berusaha dari peringkat
122 pada 2009 ke peringkat 75 pada
2014.
Sementara indikator meningkatnya
kapasitas dan akuntabilitas kinerja
birokrasi, adalah meningkatnya
efektivitas pemerintahan dari -0,29
pada tahun 2009 menjadi 0,5 pada
2014. Indikator lainnya adalah
meningkatnya instansi pemerintah
yang akuntabel dari 24% pada 2009
menjadi 80% pada 2014.[]
(Sumber: Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025)
Selanjutnya, Unit Pelaksana Reformasi
Birokrasi Nasional melakukan
penjaminan mutu serta monitoring dan
evaluasi.
Sebagai catatan, bahwa usulan
Reformasi Birokrasi yang diajukan
Kementerian/Lembaga juga mencakup
Job Grading, dimana proses
penyelarasan dan validasi Job Grading
ini harus sudah selesai dilakukan oleh
instansi yang bersangkutan bersama-
sama dengan Kemeneg PAN-RB dan
Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Dalam hal ini Kementerian/Lembaga
dapat mengajukan usulan Reformasi
Birokrasi sepanjang tahun berjalan.
Sementara itu mekanisme persetujuan
pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan
Tunjangan Kinerja bagi Pemerintah
Daerah, akan diatur tersendiri.
Tujuan pelaksanaan Reformasi
Birokrasi Nasional adalah untuk
menciptakan birokrasi pemerintah
yang profesional, adaptif, berintegritas,
berkinerja tinggi, bebas dan bersih
KKN, mampu melayani publik, netral,
sejahtera, berdedikasi, dan memegang
teguh nilai-nilai dasar dan kode etik
aparatur negara.
Mekanisme pengajuan usulan
Reformasi Birokrasi dan penetapan
Tunjangan Kinerja diawali dengan
pengajuan Dokumen Usulan dan
Roadmap Reformasi Birokrasi oleh
Pimpinan Kementerian/Lembaga
kepada Ketua Tim Reformasi Birokrasi
Nasional. Setelah menerima pengajuan
tersebut, Ketua Tim Reformasi Birokrasi
Nasional kemudian menugaskan Ketua
Unit Pelaksana Reformasi Birokrasi
Nasional untuk melakukan penilaian
dan verifikasi.
Hasil penilaian dan verifikasi
tersebut kemudian diserahkan
kepada Ketua Tim Reformasi
Birokrasi Nasional. Selanjtnya Ketua
Tim Reformasi Birokrasi Nasional
menyampaikan hasil penilaian
Dokumen Usulan dan Roadmap,
verifikasi lapangan dan berita acara
validasi Job Grading kepada Menteri
Keuangan untuk dibuatkan simulasi
besaran Tunjangan Kinerjanya dan
dihitung dampak anggarannya.
Simulasi besaran tunjangan pada
masing-masing jabatan dan dampak
anggaran yang dibuat oleh Menteri
Keuangan kemudian disampaikan
kepada Ketua Komite Pengarah
Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN)
untuk dibahas dalam rapat KPRBN
dan ditetapkan besaran Tunjangan
Kinerjanya.
Selanjutnya Kementerian Keuangan
menyampaikan surat kepada DPR
Reformasi Birokrasi
Meningkatkan Kapasitas
Dan Akuntabilitas Kinerja
Birokrasi
15 JUNI - 14 JULI 2011No. 44 Tahun IV
fokus 9
Diplomasi
Remunerasi
Menuntut Perubahan Signifikan
gaji yang sepadan dengan
kemampuan, kalau ternyata masih
melakukan korupsi maka harus
ada punishmen yang tegas.
Remunerasi baru diberikan
setelah faktor-faktor dan
prasyarat dalam reformasi
birokrasi dan lainnya telah
disiapkan. Jadi sebelum itu semua
disiapkan, maka pemberian
remunerasi akan menjadi sia-
sia. Remunerasi itu hanya salah
satu faktor di dalam persyaratan
reformasi birokrasi. Karena itu
kita harus memperhatikan urutan
pelaksanaannya dan logikanya.
Karena itu Kementerian/
Lembaga penerima remunerasi
jangan berlega hati dulu.
Pasalnya dengan adanya evaluasi
pelaksanaan reformasi birokrasi,
akan ada reward and punishment.
Artinya, K/L yang pelaksanaan
reformasi birokrasinya baik akan
mendapatkan penambahan
prosentase remunerasi.
Sebaliknya, bila buruk akan
diberi punishment berupa
pengurangan bahkan pencabutan
remunerasinya.
Jika K/L melaksanakan
reformasi birokrasi ini setengah-
setengah tidak menyeluruh, maka
prosentase remunerasinya akan
dikurangi. Demikian pula bila
pegawainya tidak menjalankan
kinerja dengan baik, sangsinya
adalah tidak dibayarkannya
remunerasi.
Tujuan utama pemberian
remunerasi adalah untuk memacu
kinerja pelayanan publik, oleh
karena itu jika kinerja pelayanan
publik tidak memberikan
tanda-tanda peningkatan, maka
pemberian remunerasi itu
menjadi percuma.
Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Menpan & RB), EE
Mangindaan menyatakan bahwa
ada salah persepsi di kalangan
masyarakat yang mengidentikan
remunerasi dengan reformasi
birokrasi. Padahal reformasi
birokrasi itu merupakan
perubahan mulai dari struktur
organisasi hingga kepada mindset
dan culture set. Remunerasi atau
tunjangan kinerja yang diberikan
hanyalah sebagai reward atas
kinerja yang dilakukan. Bila
aparatur yang bersangkutan
melakukan kesalahan dan tidak
melakukan kinerja sebagaimana
mestinya, maka otomatis tidak
memperoleh tunjangan kerja.
Remunerasi telah memberikan
harapan yang tinggi untuk
reformasi birokrasi.
Dalam reformasi birokrasi
ada banyak faktor yang
diimplementasikan dan tidak
sekedar remunerasi. Selain
remunerasi gaji, ada juga
tunjangan sistim reward dan
punishment, penempatan
pegawai sesuai dengan
kapasitasnya dan kemampuannya,
perbaikan moralitas, sistim
rekruitmen dan sebagainya.
Reformasi birokrasi yang
diterapkan di semua
Kementerian/Lembaga adalah
dengan paradigma kepentingan
nasional yang tidak korup dan
harus dijalankan dengan baik.
Untuk memberantas korupsi,
salah satu caranya adalah dengan
perubahan sistim dan pemberian
hukuman. Misalnya pemberian
memperoleh penghasilan yang
lebih dari biasanya. Namun, ada
yang dilupakan bahwa remunerasi
itu menuntut perubahan yang
signifikan yang dijadikan dasar
diberlakukannya program
reformasi birokrasi. Remunerasi
seakan hanya perubahan gaji,
naik tanpa adanya perubahan
prestasi dan perilaku atau budaya
birokrasi.
Reformasi birokrasi hadir
ditengah-tengah tuntutan clean
government dan good government.
Remunerasi adalah salah satu
strategi yang dikeluarkan Menteri
Keuangan (Menkeu) untuk
peningkatan pendapatan pegawai.
Jika kinerja meningkat maka
pendapatan juga akan meningkat.
Ini adalah formula atau rumusan
yang ditawarkan Menkeu dalam
15 JUNI - 14 JULI 2011 No. 44 Tahun IV
Dok.Google
Diplomasi
10 fokus
Untuk menindaklanjuti rencana
evaluasi beberapa instansi
pemerintah yang sudah melakukan
reformasi birokrasi, Kementrian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi telah menerbitkan
Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi
yang tertuang dalam Permen
Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi.
Evaluasi tersebut akan dilakukan
oleh Tim Quality Assurance yang
diketuai oleh Kepala Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Evaluasi tersebut diperlukan untuk
mengetahui sejauhmana reformasi
birokrasi yang sudah dilakukan oleh
instansi yang bersangkutan.
Sesuai dengan Grand Design
Reformasi Birokrasi yang ditetapkan
dengan Peraturan Presiden No.
81/2010, terdapat 8 (delapan) area
perubahan yang harus dilakukan
dalam reformasi birokrasi, yaitu
bidang kelembagaan, yang
dimaksudkan untuk mewujudkan
organisasi yang tepat ukuran
dan tepat fungsi. Kedua, bidang
ketatalaksanaan (business
process) yang dimaksudkan untuk
menciptakan efisisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan pemerintahan.
Ketiga, penyelarasaan peraturan
perundangan yang tumpang tindih.
Lima area perubahan selanjutnya
adalah di bidang SDM aparatur,
pengawasan, akuntabilitas, pelayanan
publik, serta pola pikir (mindset) dan
budaya kerja (culture set) aparatur.
Dengan diterbitkannya Perpres
No. 81/2010, maka bagi setiap
instansi pemerintah yang sudah
melaksanakan reformasi birokrasi
akan dilakukan evaluasi terhadap
instansi yang bersangkutan setiap
satu tahun sekali, disamping juga
monitoring setiap 6 (enam) bulan
sekali.
Sebelum dikeluarkannya
Perpres No. 81/2010 tersebut, area
perubahan dalam reformasi birokrasi
hanya meliputi tiga bidang, yakni
kelembagaan, ketatalaksanaan,
dan SDM aparatur. Oleh karena
itu ke depannya, seluruh instansi
pemerintah yang melakukan
reformasi birokrasi ini harus
menyesuaikan diri dengan ketentuan
baru tersebut.
Sekarang ini ada 9 (sembilan)
kementerian/lembaga yang
melaksanakan reformasi birokrasi
dan mendapatkan tunjangan kinerja,
sehingga jumlah seluruhnya menjadi
14 instansi. Kesembilan instansi
dimaksud adalah Kemenko Polhukam,
Kemenko Perekonomian, Kemenko
Kesra, Kementerian Pertahanan, TNI,
Polri, Kemenpan dan RB, Bapenas,
serta BPKP.
Evaluasi yang dilakukan terhadap
instansi yang melaksanakan
reformasi birokrasi diharapkan bisa
menghasilkan rekomendasi, yang
selanjutnya disampaikan kepada
Komite Pengarah Reformasi Birokrasi
yang diketuai Wakil Presiden.
Rekomendasi yang diberikan itu
bukan berupa sangsi atau hukuman,
tapi rekomendasi terhadap area-area
yang harus diperbaiki.
Sebagai contoh, misalnya dalam
penetapan quick wins. Menurut
ketentuan, quick wins itu seharusnya
bisa dirasakan manfaatnya paling
lama dalam 12 bulan. Kalau kemudian
quick wins itu tidak memenuhi
ketentuan yang ditetapkan, maka
rekomendasinya adalah quicks wins di
instansi tersebut perlu diganti.
Contoh lainnya adalah bagaimana
suatu instansi itu melaksanakan
ketentuan PP No. 53/2010
tentang Disiplin Pegawai, atau
bagaimana instansi dimaksud dalam
melaksanakan rekrutmen pegawai,
apakah sudah memenuhi asas-asas
transparansi, akuntabilitas, bebas KKN
dan lain-lain.
Sebelum ini memang terjadi
disorientasi dalam memahami
reformasi birokrasi, dan banyak yang
menganggap reformasi birokrasi
itu identik dengan remunerasi.
Saya bersyukur, bahwa saat ini ada
kemajuan dan sudah ada pemahaman
yang proporsional dan utuh tentang
Reformasi Birokrasi ini. Hal ini
setidaknya terlihat dalam pelaksanaan
sosialisasi Reformasi Birokrasi pada
5 April 2011 lalu, yang dihadiri oleh
seluruh unsur pimpinan kementrian/
lembaga. Mereka sangat antusias
untuk dapat segera menerapkan
reformasi birokrasi di instansinya, dan
secepatnya mengajukan dokumen
usulan untuk dinilai oleh Unit
Kerja Reformasi Birokrasi Nasional.
Padahal, tidak sedikit kementerian/
lembaga yang harus mengajukan
dokumen usulan ulang, karena harus
menyesuaikan dengan ketentuan
baru. Antusiasme itu juga tampak dari
banyaknya kementrian/lembaga yang
meminta dilakukannya sosialisasi di
instansinya.
Seluruh kementerian/lembaga
yang sudah mengajukan dokumen
usulan reformasi birokrasi sesuai
dengan ketentuan Permen PAN No.
15/2007 diwajibkan untuk melakukan
usulan baru sesuai dengan ketentuan
yang baru, karena ketentuan yang
lama hanya mengatur tiga area
perubahan, sedangkan aturan yang
baru menetapkan adanya 8 (delapan)
area perubahan reformasi birokrasi.
Dokumen usulan itu harus
disesuaikan dengan ketentuan
baru, menyusul terbitnya Perpres
No. 81/2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi, Permen PAN
No. 20/2010 tentang Road Map
Reformasi Birokrasi dan 9 (Sembilan)
Permen Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
sebagai juklak pelaksanaan reformasi
birokrasi. Selain itu, grand design
Reformasi Birokrasi juga menetapkan
perlunya setiap kementerian/lembaga
membuat road map reformasi
birokrasi sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
Hingga kini sudah ada 14
kementerian/lembaga yang
melaksanakan reformasi birokrasi,
dan sudah menerima tunjangan
kinerja. Pada tahap awal, yakni tahun
2008, ada tiga kementerian/lembaga,
yaitu Kementerian Keuangan, BPK dan
Mahkamah Agung yang ditetapkan
sebagai pilot project. Mereka belum
menggunakan ketentuan Permen
PAN No. 15/2007, dan sifatnya masih
instansional.
Tahun 2009, menyusul dua
kementerian/lembaga yang
melaksanakan reformasi birokrasi,
yaitu Sekretariat Negara dan
Sekretariat Kabinet. Pada tahun 2010
sebanyak 9 (Sembilan) kementerian/
lembaga yang ditetapkan
melaksanakan reformasi birokrasi
dan mendapatkan tunjangan kinerja.
kesebelas kementerian/lembaga
ini mengacu pada Permenpan No.
15/2007 tentang Pedoman Umum
Reformasi Birokrasi.
Hingga tahun 2010 lalu sudah
23 kementerian/lembaga yang
mengajukan dokumen usulan
reformasi birokrasi. Dari usulan
tersebut banyak hal yang perlu
dilakukan penyesuaian dengan
ketentuan yang baru. Selain instansi
yang sudah mengajukan dokumen
usulan reformasi birokrasi, instansi
pusat yang belum mengajukan usulan
diimbau untuk segera mengajukan
usulan pada tahun 2011 ini,
sehingga pada 2014 nanti seluruh
instansi pusat diharapkan sudah
melaksanakan reformasi birokrasi.[]
[Sumber: KemenPAN & RB dan
Badan Kepegawaian Nasional (BKN)]
Reformasi Birokrasi Tidak
Identik Dengan Remunerasi
Ismail Mohamad
Deputi Program dan Reformasi Birokrasi, Kemenpan dan RB.
15 JUNI - 14 JULI 2011No. 44 Tahun IV
Dok.Diplomasi
l e n s a 11
Diplomasi
Konferensi Tingkat Menteri ke-
16 Gerakan Non Blok (KTM ke-16
GNB) dan Pertemuan Peringatan
50 tahun GNB diselenggarakan di
Bali pada tanggal 23 – 27 Mei 2011,
dengan tema “Shared Vision on the
Contribution of NAM for the next 50
years”. Pertemuan yang mereview
perjalanan GNB paska KTT di Sharm
El Sheik, Mesir, Juli 2009 ini, dibuka
oleh Presiden RI, Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 25 Mei
2011.
Pelaksanaan KTM ke-16 GNB kali
ini memiliki keistimewaan karena
bertepatan dengan peringatan 50
tahun berdirinya GNB, dimana KTT
GNB pertama kali diselenggarakan
pada September 1961 di Beograd,
Yugoslavia. Oleh karena itu,
pelaksanaan KTM ke-16 GNB
tahun 2011 ini diikuti pula dengan
Pertemuan Peringatan 50 tahun
berdirinya GNB.
Sebanyak 128 negara turut
berpartisipasi dalam penyelenggaraan
KTM ke - 16 tahun ini. Negara anggota
GNB yang hadir sebanyak 95 nrgara,
ditambah dengan 13 negara peninjau
dan 13 negara tamu serta 9 organisasi
internasional. Dalam KTM kali ini
juga dikukuhkan 2 negara anggota
baru GNB yaitu Fiji dan Azerbaijan,
sehingga anggota GNB menjadi 120
negara.
GNB sebagai gerakan negara
berkembang yang lahir dan didasari
oleh prinsip ‘Dasasila Bandung’,
diharapkan dapat terus menjadi
salah satu wahana politik luar negeri
Indonesia, khususnya pada forum
multilateral, dalam menggalang
solidaritas negara berkembang guna
menghadapi tantangan internasional.
Pada masa awal
pembentukannya, GNB lebih
ditujukan untuk menggalang
solidaritas, menumbuhkan rasa
percaya diri serta untuk menyatukan
visi di antara 25 negara-negara
berkembang. Saat ini dengan hampir
60 persen anggota PBB menjadi
anggota GNB, dan dengan adanya
tantangan berdimensi global (seperti
krisis energi, krisis keuangan, food
security, climate change, pandemic,
migration, ataupun perlucutan
senjata), perlu adanya partisipasi aktif
dari berbagai elemen dunia dalam
mencari solusi global, termasuk
partisipasi negara anggota GNB.
Untuk itu, di usianya yang telah
mencapai 50 tahun, GNB perlu
menentukan visi 50 tahun ke depan
agar dapat lebih berperan dalam
upaya menghadapi tantangan global
dan sekaligus solusi penyelesaiannya.
Penyelenggaraan KTM ke-16
GNB ini diawali dengan Preparatory
Senior Officials Meeting pada tanggal
23 – 24 Mei 2011, dimana tidak
kurang dari 600 delegasi yang hadir
berpartisipasi dalam konferensi ini.
KTM ke-16 GNB kali ini menghasilkan
deklarasi mengenai Palestina dan
dokumen akhir yang merupakan
pemutakhiran terhadap hasil KTT GNB
di Sharm El Sheik, Mesir dan menjadi
rujukan terkini bagi anggota GNB
dalam hubungan internasionalnya.
Sedangkan penyelenggaraan
Commemorative Meeting sendiri
menghasilkan Bali Commemorative
Declaration (BCD). []
Dubes Hassan Kleib menyatakan
bahwa gaung konferensi Tingkat
Menteri (KTM) GNB kali ini
berbeda dengan biasanya. Hal
ini karena bertepatan dengan 50
tahun peringatan GNB. “Pentingnya
KTM kali ini juga karena akan
menentukan peran GNB dalam 50
tahun ke depan,” tambahnya.
Oleh karena itu, jelasnya, KTM
menghasilkan lima dokumen di
akhir pertemuan. Kelima dokumen
tersebut adalah dokumen
akhir, deklarasi peringatan 50
tahun GNB, deklarasi mengenai
Palestina secara umum, deklarasi
mengenai Palestina khususnya
political prisoner dan deklarasi
yang menyatakan pentingnya
pengurangan senjata nuklir.
Terkait pertanyaan apakah
GNB masih relevan, Hassan
mengungkapkan hal tersebut
tidak pernah dibahas. Negara-
negara anggota justru fokus untuk
memperkuat peran GNB sebagai
political pressure terbesar di dunia.
“Buktinya, Fiji dan Azerbaijan justru
masuk menjadi anggota dalam
KTM kali ini. Artinya GNB masih
revelan,” katanya.[]
Lima Produk Akhir
KTM Gerakan Non Blok
15 JUNI - 14 JULI 2011 No. 44 Tahun IV
Peserta KTM ke-16 GNB melakukan sesi foto bersama dengan Presiden RI, Dr. H. Susilo
Bambang Yudhoyono
50 Tahun Gerakan Non Blok
Dok.Presidensby.infoDok.Kompas.com
12 l e n s a
Pada Kesempatan ini, kita merayakan
setengah abad perjuangan panjang
Gerakan kita untuk dunia yang lebih
baik. Sebagai anggota pendiri Non-
Blok, dengan rendah hati Indonesia
menerima kehormatan untuk menjadi
bagian dari gerakan perdamaian
terbesar dalam sejarah.
Sebagaimana ditandai dengan
prestasi-prestasi kita, saat ini juga
merupakan waktu yang baik bagi kita
semua untuk menentukan bagaimana
Non-Blok dapat menjadi kekuatan
yang lebih besar untuk perdamaian,
keadilan dan kemakmuran di abad
ke-21.
Tentunya Gerakan kita dapat
berbangga dengan apa yang telah
dicapai dalam 50 tahun terakhir.
Kita telah tumbuh secara
signifikan dari Gerakan 25 negara
pada 1961 menjadi 118 negara, dan
terus bertambah.
Saat ini, kita tumbuh meningkat
mencapai 60% dari jumlah negara-
negara yang ada dalam sistem
internasional. Ini menunjukkan bahwa
tidak ada jarak diantara kita, negara-
negara yang tertarik dan bergabung
dengan Gerakan kita.
Gerakan kita tidak hanya sekedar
mempertahankan sikap dalam
Perang Dingin, melainkan juga
membantu membentuk tatanan
dunia yang dipenuhi oleh konflik,
melalui pemeliharaan dan perluasan
perdamaian.
Kita juga berhasil memajukan
dekolonisasi dengan mendukung
perjuangan bangsa-bangsa
untuk kebebasan menentukan
nasibnya sendiri. Dengan efektif
kita membantu untuk mengakhiri
apartheid. Kita bekerja sangat keras,
untuk memajukan visi dunia yang
bebas senjata nuklir.
Kita majukan multilateralisme,
dan mendorong reformasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa agar
dapat melayani kepentingan semua
bangsa, baik itu bangsa maju dan
berkembang atau besar dan kecil.
Kita bekerja keras untuk
membantu memastikan pengakuan
universal terhadap hak-hak ekonomi
dan sosial, sebagai bagian dari Hak
Asasi Manusia.
Melalui itu semua, kita mengubah
tatanan dunia dan dinamika sistem
internasional. Saya yakin bahwa
sejarah dunia akan menjadi berbeda
tanpa adanya Gerakan Non-Blok.
Tanpa kita, bahaya bi-polarisme
benar-benar akan mendominasi
abad ke-20, sehingga negara-negara
berkembang akan terpinggirkan.
Namun demikian pekerjaan kita
belum selesai. Gerakan kita masih
jauh dari sempurna. Dalam 50 tahun
terakhir Gerakan kita masih diwarnai
dengan pasang surut. Ada konflik
yang terjadi diantara anggota kita
yang membebani kita. Ada kalanya
kita seperti kehilangan tenaga dan
tanpa arah yang jelas. Ada kalanya
kita berteriak terlalu keras, dan tidak
mendengar kasak-kusuk yang terjadi
di dunia.
Saya pikir salah satu pelajaran
terbaik dari masa lalu - dan juga masa
depan kita – adalah; tidak cukup
bagi Gerakan kita hanya menjadi
“kekuatan moral”. Hati nurani kita
adalah sebuah senjata yang dapat
kita gunakan secara efektif dalam
berbagai permasalahan dan agenda
internasional.
Non-Blok memiliki kekuatan
berupa 118 negara anggota, tinggal
bagaimana kita menjadikan kekuatan
tersebut memiliki pengaruh secara
kolektif. Secara ukuran, Gerakan kita
tidak secara otomatis diterjemahkan
dalam bentuk ‘power’. Tapi lebih
kepada prestasi kita dalam bidang
politik dan sosial-ekonomi, kualitas
aktivitas dan kekuatan gagasan-
gagasan kita, yang pada akhirnya
menentukan keberhasilan kita sebagai
sebuah Gerakan.
Pelajaran lain adalah, bahwa
perselisihan bisa saja terjadi pada
berbagai kesempatan, tetapi ada
kalanya keterlibatan dan kerjasama
dapat mencapai hasil yang lebih
baik. Gerakan kita adalah mengenai
perjuangan, dan bagaimana
menemukan solusi. Dan hari ini,
solusi terbaik dapat ditemukan
melalui peran serta dan kerjasama
internasional.
Kita membutuhkan banyak
pelajaran, agar dapat mengarungi
dunia baru di depan kita. Dimana
intinya adalah, bahwa setiap
Presiden RI :
GNB Dapat Berperan Sebagai
Kontributor Perdamaian
dan Keamanan Global
organisasi internasional dan regional
harus beradaptasi dengan tataran
baru politik dan ekonomi global.
Hal ini berlaku untuk PBB, NATO,
OKI, Bank Dunia dan IMF, demikian
juga untuk OPEC, APEC, ASEAN dan
organisasi lainnya, termasuk Gerakan
Non-Blok.
Kita telah melangkah memasuki
dekade kedua abad ke-21 yang begitu
berbeda dengan tahun 1960-an,
ketika kita mendirikan Gerakan ini.
Kita tidak memiliki istilah untuk
dunia baru ini, namun apapun kita
menyebutnya, yang jelas bahwa
ini adalah dunia yang ditandai oleh
pergeseran kekuasaan yang begitu
cepat, yaitu munculnya pusat-pusat
kekuasaan baru dengan pertumbuhan
sumber daya ekonomi, militer dan
diplomatik.
Mereka telah mengubah tatanan
dunia yang penuh sesak menjadi
lebih kompleks, dimana media, LSM,
masyarakat sipil, sektor swasta, dan
individu memiliki kapasitas, sumber
daya dan pengaruh yang semakin kuat
dan beragam.
Masyarakat umum di seluruh
dunia ingin menentukan nasib mereka
sendiri, dan ingin mengambil bagian
dalam semua proses pengambilan
keputusan yang mempengaruhi
kehidupan mereka. Dan sebagian
besar peristiwa politik di seluruh
dunia yang kita lihat akhir-akhir ini
memang berawal dari fenomena ini.
Saat ini, satu generasi yang
tidak memiliki pengalaman atau
memori mengenai Perang Dingin
telah muncul. Generasi ini akan
mempertanyakan Gerakan kita:
“Apakah kami akan bergabung?
Atau Apakah kami akan
menentang”. Generasi tersebut,
sebagaimana halnya kita, akan terus
menghubungkan titik-titik antara
tahun 1961 dan abad ke-21.
Itulah sebabnya, cara terbaik bagi
Gerakan kita adalah harus relevan
dengan tantangan yang ada saat ini,
dan responsif terhadap peluang.
Sehubungan dengan tantangan,
saya katakan bahwa kemajuan dan
kesejahteraan itu masih merupakan
impian bagi sebagian besar belahan
dunia, dan juga sebagian di antara
anggota Gerakan kita. Ketidak
seimbangan politik dan ekonomi
global masih berlangsung, dan
dapat menjadi sumber terjadinya
instabilitas. Meskipun konflik antar-
negara menurun, namun flashpoint di
Diplomasi
15 JUNI - 14 JULI 2011No. 44 Tahun IV
Dok.Presidensby.info
Presiden RI, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pisato pembukaan pada
KTM GNB ke- 16 di Bali (25/5)
l e n s a 13
beberapa kawasan masih mengancam
perdamaian dunia. Konflik Arab-Israel
masih belum terselesaikan.
Kita juga menyaksikan tren
persaingan sumber daya, yang dapat
mengakibatkan konflik sumber daya.
Perselisihan etnis dan intoleransi
agama, termasuk Islamofobia, juga
meningkat. Kita juga memprediksi
meningkatnya kasus terorisme dan
kejahatan trans-nasional.
Meskipun menghadapi berbagai
tantangan yang kompleks, dunia
kita masih penuh dengan peluang.
Menurut hemat saya, situasi dunia
saat ini justeru jauh lebih kondusif
untuk pencapaian tujuan jangka
panjang kita. Ada banyak ruang
diplomatik baru untuk kita, dan
memajukan tujuan kita.
Saat ini, hubungan diantara
negara-negara besar relatif stabil.
Mereka mulai melihat kerjasama
sebagai alternatif yang bijak didalam
persaingan.
Dalam jangka panjang telah
diambil langkah-langkah yang
berarti ke arah perlucutan senjata
nuklir. Pintu telah terbuka untuk
terlaksananya perlucutan senjata,
yang merupakan alasan di
dedikasikannya Gerakan kita sejak
awal.
Sekarang ini multilateralisme
sudah lebih luas diterima disamping
unilateralisme, khususnya mengenai
masalah-masalah keamanan.
Kemitraan diplomatik antar negara
dan antar kawasan juga berkembang
dengan baik.
Semangat regionalisme ini terus
meningkat, dan itulah sebabnya, kita
di Asia-Pasifik ini sedang membangun
sebuah arsitektur regional, yang
dilandasi oleh suatu dynamic
equilibrium. Sebuah arsitektur
kawasan di mana tidak ada kekuatan
tunggal yang mendominasi, dan
setiap bangsa berada dalam win-win
relationship dengan bangsa lainnya.
Sementara itu, nilai-nilai
demokrasi juga mulai dapat diterima
di seluruh dunia. Sekarang ini ada
123 negara demokrasi di dunia, dan
merupakan angka tertinggi dalam
sejarah.
Dalam bidang ekonomi,
prospeknya juga sangat menjanjikan.
Kue ekonomi dunia sudah semakin
besar, dimana negara berkembang
diasumsikan sebagai bagian
yang terbesar. Bahkan, 75% dari
pertumbuhan permintaan global
akan datang dari dunia berkembang,
termasuk emerging economies.
Dalam dunia yang penuh dengan
tantangan dan kesempatan ini, kita
tidak boleh defensif atau dogmatis,
dalam melaksanakan Gerakan kita
ke depan. Sekarang adalah saatnya
bagi kita untuk mencapai kemajuan,
tidak hanya dengan percaya diri dan
keberanian, namun lebih penting
lagi, dengan pola pikir ke depan, dan
dengan win-win worldview.
Jika pada tahun 1961, Gerakan
kita lahir sebagai respon Reaktif
terhadap dunia yang ditandai dengan
tekanan bipolar, pada abad ke-21
Gerakan kita jauh lebih Proaktif
untuk membantu membentuk
dunia baru. Jadi, Gerakan kita harus
memiliki visi dan pendekatan baru.
Sebuah visi dan pendekatan yang
akan memungkinkan Gerakan kita
untuk memperjuangkan perdamaian,
keadilan dan kemakmuran di abad ke-
21. Sebuah visi dan pendekatan yang
akan memungkinkan Gerakan kita
untuk mempromosikan demokrasi
dan good governance. Sebuah visi
dan pendekatan yang akan menjamin,
bahwa kemakmuran yang ingin
kita capai untuk masyarakat adalah
kemakmuran yang adil dan inklusif.
Untuk mewujudkan visi itu,
Gerakan kita terpanggil untuk
mengambil langkah-langkah proaktif
sebagai berikut;
Pertama, Gerakan kita dapat
berperan sebagai net contributor bagi
budaya perdamaian dan keamanan
global. Kita harus mendorong negara-
negara besar untuk mempertahankan
hubungan yang stabil dan kooperatif.
Kita harus membantu untuk
memastikan bahwa seismic power-
shifts tidak mengarah kepada
munculnya ketegangan strategis
baru. Jika memungkinkan, kita
harus mendorong proses kerjasama
keamanan yang konstruktif, sehingga
‘musuh menjadi teman, dan teman
menjadi mitra’.
Dalam tradisi Non-Blok, kita juga
perlu memastikan, bahwa hubungan
yang lebih baik antara kekuatan-
kekuatan besar tidak terjadi dengan
mengorbankan negara-negara kecil.
Inilah sebabnya mengapa pendekatan
‘win-win’ mutlak diperlukan.
Kita harus menciptakan tujuan
bersama dengan negara-negara besar,
untuk memperjuangkan tercapainya
perlucutan senjata nuklir secara total.
Kita harus mendorong semua
negara untuk menyelesaikan sengketa
dan konflik melalui dialog, negosiasi
dan cara damai lainnya.
Dan terakhir, kita jangan pernah
berhenti untuk mempromosikan
dialog antar budaya, agama dan
peradaban, dimana akal sehat
dan saling menghormati bisa lebih
didengar ketimbang kericuhan,
penciptaan kebencian, intoleransi dan
ideologi teroris.
Pada tingkat global, kita harus
mendukung upaya reformasi
pemerintahan, bukan hanya di bidang
ekonomi, tetapi juga dan terutama di
bidang keamanan.
Ini berarti merombak
Dewan Keamanan PBB, sehingga
mencerminkan realitas dunia saat
ini. Sebuah dunia di mana kekuatan
negara berkembang memiliki
kontribusi yang jauh lebih besar
terhadap perdamaian dan keamanan
global. Hal ini juga berarti revitalisasi
Majelis Umum, di mana keunggulan
jumlah negara GNB dapat dijadikan
dasar untuk bekerja menciptakan
perdamaian dan pembangunan.
Kedua, Gerakan kita harus
menjadi net contributor terhadap
perkembangan politik, promosi
demokrasi dan kemajuan good
governance. Kecenderungan menuju
demokratisasi akan terus berjalan.
Permintaan good governance akan
tumbuh lebih keras.
GNB harus berada di garis depan
dalam proses pembangunan politik
global. Kita tidak boleh gagal untuk
mengadakan dialog dengan pihak
lainnya, terlibat dalam pemerintahan
di tingkat global, regional dan
nasional. Dalam hal ini termasuk
media, sektor bisnis, LSM, masyarakat
sipil dan akademisi. Kita harus
mempertimbangkan pandangan
dari semua pemangku kepentingan,
termasuk kegelisahan dan aspirasi
mereka. Ini dimaksudkan agar
anggota GNB, baik secara keseluruhan
maupun secara individu, dapat lebih
baik dalam merespon tuntutan
masyarakat atas suatu pemerintahan
yang demokratis.
Dan terakhir, Gerakan kita harus
menjadi net contributor untuk
kemakmuran global yang adil,
dimana tidak ada bangsa yang harus
ditinggalkan.
Untuk mengatasi tantangan
ekonomi global, kita membutuhkan
sebuah kemitraan global yang efektif,
berdasarkan perjanjian internasional
yang sudah ada, sebuah penguatan
multilateralisme dalam urusan
ekonomi dunia. Dalam hal ini saya
mengusulkan adanya perjanjian
kemitraan antara negara maju dan
negara berkembang pada saat KTT di
Havana, bulan September 2006.
Negara maju dan negara
berkembang harus melaksanakan
tugas mereka untuk memastikan
ketahanan dan keseimbangan
pertumbuhan ekonomi kita. Kita
harus menjadikan semua usaha dan
kerjasama untuk mengelola ekonomi
dunia.
Kita harus sungguh-sungguh
mendorong kemajuan reformasi
arsitektur keuangan internasional,
dengan memberikan suara yang lebih
besar kepada negara berkembang
dalam proses pengambilan keputusan
di lembaga-lembaga internasional.
Kita harus memastikan arus
keuangan untuk pembangunan.
Hal ini diperlukan untuk pemulihan
ekonomi global secara penuh.
Kita perlu bekerja bersama untuk
mengembangkan berbagai inovasi
teknologi yang sangat dibutuhkan di
negara berkembang.
Untuk kita sendiri, kita perlu
mengambil kebijakan pembangunan
yang didorong oleh good governance
dan tidak ada toleransi untuk korupsi.
Walaupun dunia telah berubah
secara radikal dan akan terus
berubah, namun saya yakin bahwa
ada hal-hal yang tidak berubah.
Tentunya kita harus mengubah
metode, prosedur, strategi dan
pendekatan kita. Tetapi kita tidak
boleh mengubah nilai-nilai kita.
Cita-cita dan prinsip-prinsip kita yang
diabadikan dalam Piagam PBB dan
Dasa Sila Bandung.
Pada abad ke 21, kita telah
memperoleh perdamaian sehingga
tidak ada perang lagi. Kita harus
berjuang untuk keadilan, sehingga
orang tidak akan pernah kehilangan
harapan. Dan kita harus menciptakan
kemakmuran untuk seluruh umat
manusia. Itu berarti kita tidak akan
melepaskan ‘Spirit Bandung’.
Jika kita setia kepada
‘Spirit Bandung’ dalam segala
kemurniannya, maka kita harus
yakin akan hal ini: Sebagaimana kita
mengatasi rintangan dan tantangan
dalam 50 tahun terakhir, kita
akan bangkit atas tantangan yang
lebih besar dalam setengah abad
berikutnya. []
Diplomasi
15 JUNI - 14 JULI 2011 No. 44 Tahun IV
14 l e n s a
Diplomasi
Menlu RI Dr. R.M. Marty
M. Natalegawa menyampaikan
pandangan Indonesia dalam sesi
pembukaan Konferensi Tingkat
Menteri (KTM) ke-16 dan peringatan
50 tahun GNB di Bali (25/05/2011).
Menegaskan kembali 3 langkah
proaktif GNB yang disampaikan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada sesi pembukaan sebelumnya,
Menlu Marty mengidentifikasi 5 cara
yang dapat dilakukan negara-negara
GNB.
Menurut Menlu Marty, agar GNB
mampu menjadi kontributor bagi
budaya damai dan keamanan global;
pembangunan politik, pemajuan
demokrasi dan good governance
dan kesejahteraan global yang adil,
Indonesia menawarkan 5 cara sebagai
berikut.
Pertama, mengintegrasikan
semangat multilateralisme dalam
GNB. Hal ini dilakukan mengingat
tantangan abad ke-21 menuntut
adanya kerjasama internasional.
Beberapa isu dalam kerjasama
multilateral yang perlu diperjuangkan
diantaranya reformasi DK PBB,
revitalisasi Majelis Umum PBB, dan
reformasi arsitektur ekonomi dan
keuangan global.
Kedua, kemitraan sebagai kunci.
Menlu Marty menegaskan bahwa
saling terkaitnya tantangan dan
kesempatan dalam dunia yang makin
kompleks menuntut adanya jaringan
kemitraan.
GNB harus menjalin kemitraan
dengan organisasi dan mekanisme
regional. Mengenai isu-isu bersama
dalam kemitraan tersebut, Menlu
Marty mencontohkan perlucutan
senjata, perubahan iklim dan
ketahanan pangan serta energi.
Ketiga, GNB harus terus
bergerak maju dengan upaya-upaya
berkelanjutan dalam memperkuat
kapasitas gerakan tersebut.
“Kita perlu pastikan GNB mampu
merespon tantangan dunia secara
efektif dan efisien disertai langkah-
langkah yang terkoordinasi,” tutur
Marty.
GNB juga harus memiki value
added dan relevansi bagi negara-
negara anggotanya. Dicontohkannya
program-program di bawah Pusat
Kerjasama GNB, termasuk Pusat
Kerjasama Teknis Selatan-Selatan
GNB (NAM CSSTC) dan Pusat Iptek
GNB dan Negara Berkembang Lainnya
(NAM S&T).
Keempat, GNB harus memegang
teguh nilai-nilai kebenaran
dan keadilan. Palestina adalah
contoh bagaimana GNB perlu
memperjuangkan nilai-nilai itu.
Indonesia, menurut, Marty
selalu siap untuk terus menyediakan
bantuan peningkatan kapasitas bagi
rakyat Palestina. Hal ini dianggap
penting untuk mendukung kesiapan
rakyat Palestina saat suatu hari nanti
mereka benar-benar dapat menikmati
kedaulatan.
Kelima, GNB harus lebih responsif
guna membawa manfaat bagi
kepentingan masyarakat di negara-
negara anggota. Bidang-bidang yang
langsung dirasakan masyarakat,
diantaranya pembangunan ekonomi
dan sosial serta pemajuan demokrasi
dan good governance. (Dit. Infomed/
Yo2k).
Menlu Sampaikan Lima Cara Peningkatan
Peran GNB di Abad ke-21
Negara-negara perlu memastikan bahwa Gerakan Non-Blok (GNB) memiliki senjata yang cukup dalam menanggapi besarnya
tantangan dan kompleksitas abad ke-21. Nilai-nilai dan prinsip GNB yang dipadukan dengan postur baru yang forward looking, fokus
dan berorientasi pada aksi, diyakini akan memperkuat peran GNB dalam 50 tahun ke depan.
15 JUNI - 14 JULI 2011No. 44 Tahun IV
Menlu RI didampingi Direktur Jenderal Aspasaf T.M.Hamzah Thayeb menyampaikan
pandangan Indonesia dalam sesi pembukaan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) GNB ke-
16 di Bali (25/5).
Dok.Infomed
”GNB harus menjalin kemitraan dengan
organisasi dan mekanisme regional.
Mengenai isu-isu bersama dalam
kemitraan tersebut, Menlu Marty
mencontohkan perlucutan senjata,
perubahan iklim dan ketahanan pangan
serta energi.”
15l e n s a
Diplomasi
Gerakan Non Blok (GNB) ketika
dicetuskan pada 1961 merupakan
gerakan yang tidak memihak pada
kekuatan besar ketika itu, yaitu
blok Barat dan blok Timur, dimana
Presiden pertama Indonesia, Ir.
Soekarno merupakan salah satu
pencetus dari GNB ini.
Sejak runtuhnya tembok
Berlin, kekuatan blok Timur turut
juga diruntuhkan, dan dalam dua
dasawarsa terakhir, dunia tidak
lagi disibukkan oleh perpecahan
dan perebutan pengaruh (sphere
of influence) antara blok Barat dan
blok Timur. Bila ditilik, konstelasi
dunia dalam dua dasawarsa terakhir
ini, maka ada tiga hal yang sangat
dominan. Pertama, Amerika Serikat
(AS) telah menjadi kekuatan dunia
yang tidak memiliki kekuatan
penyeimbang. Dengan kekuatan
yang dimiliki oleh AS, tindakan
unilateral dapat dilakukan tanpa
mendapatkan tentangan yang berarti
dari negara manapun. Bahkan hukum
internasional-pun tidak memiliki
makna. Hukum internasional semakin
dijadikan oleh AS sebagai hukum
primitif: siapa yang kuat dialah yang
menang.
Kedua, perpecahan dunia
lebih ditentukan oleh tingkat
perkembangan ekonomi, dimana
perbedaan antara negara maju
dan negara berkembang semakin
tajam. Berbicara tentang masyarakat
internasional apabila dikaitkan
dengan tingkat perkembangan
ekonomi, maka masyarakat
internasional terbagi dalam kategori
‘Negara Berkembang’ dan ‘Negara
Maju’.
Negara Berkembang yang
tergabung dalam G77 dapat dicirikan
sebagai negara yang memperoleh
kemerdekaan setelah 1945. Mereka
sedang dalam proses membangun,
dan kebanyakan berada di benua Asia,
Afrika dan sebagian Amerika (Amerika
Latin).
Sementara Negara Maju yang
tergabung dalam Organisation
for Economic Cooperation and
Development (OECD) dapat dicirikan
sebagai sebagai negara yang telah
berdiri sebelum 1945, memiliki
industri yang kuat dan kebanyakan
berada di benua Eropa atau memiliki
tradisi Eropa seperti AS, Kanada dan
Australia. Negara Maju tersebut,
kecuali Jepang, juga diistilahkan
sebagai ‘Negara Barat’ (Western
States).
Ketiga, perebutan pasar yang
semakin nyata. Pelaku usaha
Hukum internasional yang dikenal
saat ini sangat Eropa sentris, kalau
tidak dapat dikatakan berpihak pada
masyarakat Eropa atau mereka yang
memiliki tradisi Eropa, karenanya
dia tidak secara sempurna mewakili
aspirasi seluruh masyarakat dunia. Hal
ini terjadi karena hukum internasional
modern muncul untuk menyelesaikan
berbagai masalah antar negara yang
ada di Eropa.
berbagai wilayah di luar daratan
Eropa dimukimi oleh orang Eropa
ataupun dikuasai oleh negara Eropa.
Sejak berakhirnya PD II, dunia
mengalami perubahan peta politik
yang sangat mendasar. Negara-
negara yang dijajah oleh Eropa dan
kebanyakan berada di benua Asia dan
Afrika banyak yang memerdekakan
diri maupun dimerdekakan oleh
negara-negara Eropa. Banyaknya
jumlah negara yang merdeka
membuat hukum internasional
semakin penting, namun hukum
internasional yang dianut oleh banyak
negara masih merupakan produk
negara-negara Eropa dan bahkan
kerap digunakan sebagai alat politik
terhadap negara-negara berkembang
di Asia maupun Afrika.
Fungsi hukum internasional dalam
konteks ilmu hukum, sebagaimana
diuraikan dalam berbagai buku teks,
dipahami sebagai suatu aturan atau
kaidah yang berlaku bagi subyeknya.
Fungsi tersebut sebenarnya
merupakan salah satu dari berbagai
fungsi hukum internasional. Fungsi
lainnya diantaranya adalah sebagai
instrumen yang digunakan oleh
pemerintahan suatu negara untuk
mencapai tujuan nasionalnya.
Eksistensi hukum internasional
yang berfungsi sebagai instrumen
politik didasarkan pada realitas
hubungan antar negara yang tidak
lepas dari kepentingan yang saling
bersinggungan. Terlebih lagi di era
global dimana batas fisik seolah tidak
ada (borderless). Permasalahan yang
dihadapi oleh suatu negara akan
bersinggungan dengan kedaulatan
negara lain, seperti misalnya masalah
perdagangan internasional, perang
melawan terorisme, masalah
lingkungan hidup dan masalah HAM.
Suatu negara akan menggunakan
berbagai instrumen politik,
seperti ketergantungan ekonomi,
ketergantungan dalam masalah
pertahanan dan hukum internasional
untuk mengenyampingkan halangan
kedaulatan negara lain dalam
mencapai kepentingan nasionalnya.
Sebagai instrumen politik,
dari Negara Maju lebih banyak
mengeksploitasi konsumen dari
Negara Berkembang yang jumlahnya
sangat spektakuler dan preferensi
(kesukaan) nya belum terbentuk.
Dalam hal ini hukum bukanlah
suatu yang netral melainkan dapat
berpihak, terkadang berpihak pada
mereka yang kuat secara finansial,
dan pada saat tertentu dapat
berpihak pada mereka yang memiliki
mayoritas suara. Ketidaknetralan
hukum ini dikarenakan hukum itu
sendiri merupakan buatan manusia.
Hukum internasional yang terdiri
dari perjanjian internasional, hukum
kebiasaan internasional dan prinsip-
prinsip hukum umum, tidak lepas
dari karakteristik tersebut, dia bukan
merupakan suatu yang netral.
Hukum internasional merupakan
suatu kebutuhan bagi negara-
negara yang berdaulat di Eropa. Jadi
pada awalnya hukum internasional
modern itu tidak dimaksudkan
untuk mengakomodasikan seluruh
masyarakat dunia. Bahkan di
luar masyarakat Eropa, berbagai
masyarakat yang ada di dunia itu tidak
dianggap eksistensinya.
Pada saat masyarakat Eropa
melakukan ekspansi di luar daratan
Eropa dan bermukim serta meluaskan
pengaruhnya di berbagai daratan di
Amerika, Asia dan Australia, mereka
membawa serta hukum internasional
yang digunakan untuk menyelesaikan
sengketa antar negara Eropa,
meskipun obyek sengketanya berada
di luar Eropa. Ini terjadi karena
Hukum Internasional
Sangat Eropa Sentris
Prof. DR. Hikmahanto Juwana
Guru Besar Hukum Internasional FHUI
15 JUNI - 14 JULI 2011 No. 44 Tahun IV
Prof. DR. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional FHUI
Dok.Diplomasi
16 l e n s a
Diplomasi
pemanfaatan hukum internasional
kerap mewarnai hubungan antar
negara, terutama yang dilakukan
oleh Negara Maju terhadap Negara
Berkembang, yang digantungkan
pada perjanjian internasional.
Keikutsertaan suatu negara dalam
perjanjian internasional berarti
negara tersebut dengan sengaja
membebankan dirinya untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang termaktub dalam perjanjian
internasional itu. Salah satu kewajiban
itu adalah mentransformasikan
ketentuan yang ada dalam perjanjian
internasional ke dalam hukum
nasionalnya.
Intervensi dengan memanfaatkan
perjanjian internasional dimulai
ketika ada suatu kebijakan tertentu di
Negara Berkembang yang berimplikasi
bagi Negara Maju, misalnya
tertutupnya akses pasar, minimnya
perlindungan HKI dan keamanan
investasi di Negara Berkembang.
Berbagai kendala tersebut berakibat
negatif bagi Negara Maju, dan untuk
itu mereka melakukan intervensi
terhadap sistem hukum di Negara
Berkembang dengan memanfaatkan
perjanjian internasional melalui
‘prosedur hukum’ yang disepakati
bersama.
Ada beberapa tujuan yang
ingin dicapai dari pemanfaatan
perjanjian internasional sebagai
alat intervensi itu. Pertama, agar
Negara Berkembang tidak membuat
hukum nasional yang tidak sejalan
dengan hukum di Negara Maju.
Kedua, kepentingan Negara Maju bisa
‘dipaksakan’ tanpa harus dianggap
melakukan intervensi urusan
domestik suatu negara.
Kebanyakan Negara Berkembang,
termasuk Indonesia, mengalami
keadaan seperti ini. Perjanjian
internasional seperti WTO, GATT
(General Agreement on Tariffs and
Trade) dan perjanjian ikutannya
seperti TRIPs (Trade-Related aspects
of Intellectual Property Rights) dan
TRIMs (Trade-Related Investment
Measures) merupakan contoh paling
kongkrit. Dengan ditandatanganinya
perjanjian-perjanjian internasional
tersebut, maka Negara Berkembang
berkewajiban untuk mengubah
peraturan perundang-undangannya.
Demikian pula halnya dengan
perjanjian internasional di bidang
HAM, di satu sisi diharapkan dapat
membawa perubahan di Negara
Berkembang, namun di sisi lain ini
akan menguntungkan Negara Maju.
Misalnya penerapan perjanjian
internasional di bidang perburuhan,
ini dapat berakibat pada mahalnya
barang dan jasa yang diproduksi
Negara Berkembang, sehingga dengan
demikian barang dan jasa Negara
Maju masih dapat bersaing di Negara
Berkembang. Manfaat lainnya adalah
kesempatan kerja bagi penduduk
Negara Maju akan tetap terjamin.
Hal yang sama berlaku pula pada
perjanjian internasional di bidang
lingkungan.
Paling tidak ada tiga pemanfaatan
hukum internasional sebagai
instrumen politik, yaitu sebagai
pengubah konsep, sarana intervensi
urusan domestik, dan alat penekan.
Berangkat dari kenyataan bahwa
hukum internasional dibentuk
oleh negara, karenanya negara
dapat memanfaatkan hukum
internasional untuk mengubah atau
memperkenalkan suatu konsep. Jika
konsep ini diterima oleh mayoritas
masyarakat internasional maka dia
akan memiliki daya ikat.
Bertolak dari kepentingan
nasionalnya, suatu negara
berkeinginan untuk turut campur
dalam urusan domestik negara
lain tanpa dianggap sebagai suatu
pelanggaran. Cara yang paling efektif
adalah dengan memanfaatkan
perjanjian internasional sebagai salah
satu produk hukum internasional
yang dibuat sedemikian rupa sehingga
berimplikasi pada kewajiban negara
peserta untuk mentransformasikan
ketentuan yang ada kedalam hukum
nasionalnya.
Berangkat dari fakta bahwa
dalam interaksi internasional negara
saling pengaruh-mempengaruhi.
Suatu negara menggunakan hukum
internasional untuk menekan negara
lain agar mengikuti kebijakannya.
Sementara negara yang mendapat
tekanan juga memanfaatkan hukum
internasional untuk menolak tekanan
tersebut.
Indonesia memiliki berbagai
pengalaman terkait dengan
pemanfaatan hukum internasional
sebagai instrumen politik.
Pengalaman ini dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu pengalaman
dimana Indonesia harus mengikuti
keinginan masyarakat internasional
karena masyarakat internasional
memanfaatkan hukum internasional
terhadap Indonesia, dan juga
pengalaman Indonesia dalam
memanfaatkan hukum internasional.
Banyak kasus yang menunjukkan
dimana negara lain atau organisasi
internasional menggunakan Hukum
Internasional terhadap Indonesia.
Hukum Internasional, utamanya
perjanjian internasional, digunakan
oleh negara maju untuk ‘mengekang’
kebebasan dan kedaulatan Indonesia.
Berbagai perjanjian internasional
yang diikuti oleh Indonesia
berdampak pada terbatasnya ruang
gerak pemerintah dalam mengambil
kebijakan.
Tidak sedikit perjanjian
internasional yang diikuti oleh
Indonesia sebagai akibat dari desakan
atau tekanan negara maju dan
organisasi internasional. Kerentanan
Indonesia untuk memenuhi berbagai
desakan dan tekanan itu disebabkan
karena ketergantungan ekonomi
Indonesia terhadap negara maju dan
lembaga keuangan internasional.
Keberhasilan Indonesia
untuk menandatangani berbagai
perjanjian internasional di bidang
perdagangan internasional, HAM
dan lingkungan hidup sifatnya
sangat superficial, karena belum
tentu perjanjian internasional itu
akan tercermin dalam realitasnya.
Ada dua kendala utama; pertama,
beberapa perjanjian internasional
itu gagal ditransformasikan kedalam
hukum nasional. Kedua, kalaupun
ada perjanjian internasional yang
ditransformasikan kedalam produk
hukum nasional, transformasi
tersebut hanya sampai pada tingkat
perubahan peraturan perundang-
undangan.
Dalam banyak kesempatan
Indonesia juga telah menggunakan
hukum internasional sebagai
instrumen politik. Pertama, Indonesia
telah memanfaatkan hukum
internasional untuk memperkenalkan
konsep ‘Negara Kepulauan’.
Perjuangan Indonesia dimulai
sejak dikeluarkannya Deklarasi
Djuanda pada 13 Desember 1957.
Konsep negara kepulauan berikut
berbagai konsekuensinya telah
diakomodasi dalam Konvensi Hukum
Laut 1982. Keberhasilan Indonesia
memanfaatkan hukum internasional
ini ditunjang oleh pemikiran yang
logis, konsistensi perjuangan di forum
internasional dan diplomasi yang
gigih.
Namun perjuangan Indonesia
untuk mengubah konsep di bidang
hukum angkasa, dimana Indonesia
menghendaki Geo-Stationery Orbit
(GSO) diakui sebagai bagian dari
Indonesia, mengalami kegagalan.
Pada 1997 Indonesia juga
memanfaatkan hukum internasional
untuk menyelesaikan sengketa
wilayah Sipadan dan Ligitan dengan
Malaysia, namun Indonesia juga gagal
meyakinkan Mahkamah Internasional
untuk memasukkan kedua pulau
tersebut kedalam kedaulatan
Indonesia.
Indonesia berhasil memanfaatkan
hukum internasional ketika menekan
pemerintah Swedia untuk melakukan
tindakan terhadap pentolan GAM.
Namun di sisi lain Indonesia gagal
menekan AS untuk dapat memeriksa
Hambali yang diduga sebagai otak
terjadinya sejumlah tindakan teror di
Indonesia.
Kebijakan politik luar negeri yang
bebas aktif masih sangat relevan
dan dapat dimaksimalkan oleh
Indonesia. Dari uraian diatas terlihat
bagaimana hukum internasional telah
dijadikan instrumen politik negara.
Sebagai negara yang menjalankan
kebijakan politik luar negeri yang
bebas aktif tentunya Indonesia
dapat menentukan arah hukum
internasional dan mengantisipasi
bila hukum internasional hanya
didominasi oleh Negara Maju.
Kebijakan politik luar negeri
yang bebas aktif sangat bisa
dikontekstualkan dengan konstelasi
dunia saat ini. Suara Negara
Berkembang, melalui peran aktif
Indonesia, perlu didengar untuk turut
membentuk hukum internasional.
Indonesia juga harus berperan aktif
agar hukum internasional tidak
digunakan untuk membuka akses
yang lebih besar terhadap pasar
Negara Berkembang.
Kepentingan-kepentingan Negara
Berkembang perlu diperhatikan,
dan untuk itu semua, Indonesia
telah memiliki modal. Paling tidak
ada tiga modal besar, yaitu sebagai
sebuah negara demokratis terbesar,
sebagai negara berpenduduk muslim
terbesar dan pasar yang sangat
potensial. Dalam hal ini pemerintah
harus mampu menjalankan politik
luar negeri yang bebas aktif untuk
kepentingan nasional, dan karenanya
suara rakyat perlu untuk sungguh-
sungguh didengar.[]
15 JUNI - 14 JULI 2011No. 44 Tahun IV
17
Diplomasi
l e n s a
Tiga belas negara anggota Komite
Tingkat Menteri GNB yang terdiri dari
Aljazair, Bangladesh, Kolombia, Kuba,
Mesir, India, Indonesia, Malaysia,
Palestina, Senegal, Afrika Selatan,
Zambia dan Zimbabwe, sepakat
untuk memfokuskan pembahasan
mengenai upaya-upaya GNB didalam
memperluas dukungan internasional
terhadap pengakuan negara Palestina
dan langkah-langkah Palestina untuk
diterima sebagai negara anggota PBB
pada pelaksanaan pertemuan KTM ke-
16 GNB di Bali pada 26 Mei 2011.
Dalam kesempatan tersebut,
Indonesia mengajukan usulan kongkrit
berupa rencana aksi untuk mendorong
upaya-upaya GNB dimaksud. Rencana
aksi yang diusulkan, diantaranya
adalah berupa koordinasi dan
kerjasama GNB dengan kelompok-
kelompok multilateral lainnya untuk
mendorong pengakuan universal
terhadap negara Palestina.
Selain itu juga diupayakan langkah-
langkah pendekatan yang lebih intensif
kepada DK PBB, Majelis Umum PBB,
Sekjen PBB dan pihak-pihak lain yang
memiliki peran signifikan terhadap
terbentuknya negara Palestina. GNB
akan berupaya menggunakan semua
forum yang memungkinkan untuk
memperluas dukungan tersebut.
Dalam hal ini negara-negara anggota
GNB diharapkan dapat berperan aktif
dengan menggunakan pengaruhnya
masing-masing, karena langkah ini
dinilai akan melengkapi penggalangan
upaya bersama.
Usulan Indonesia tersebut
memperoleh dukungan penuh
negara-negara anggota Komite lainnya
dan dimasukkan kedalam dokumen
deklarasi mengenai Palestina yang
disahkan pada akhir KTM. Rencana
aksi tersebut akan dilakukan oleh
seluruh negara anggota GNB hingga
September 2011, saat Palestina
mengajukan diri sebagai anggota PBB
dalam Sidang Majelis Umum PBB di
New York.
Selain itu, dokumen deklarasi
mengenai Palestina tersebut juga
menghimbau agar seluruh negara
anggota GNB memberikan pengakuan
terhadap negara Palestina, karena
dari 120 negara anggota GNB saat
ini, 30 negara diantaranya belum
memberikan pengakuan.
Komite GNB mengenai Palestina
melihat adanya urgensi untuk
mendorong ke 30 negara tersebut
agar memberikan pengakuan kepada
negara Palestina, karena suara
dari seluruh negara anggota GNB
dipandang akan dapat memperkuat
dukungan terhadap Palestina untuk
masuk menjadi anggota PBB.
Permasalahan ini mencuat dan
menjadi perhatian GNB ketika pada
2009 lalu, Perdana Menteri Palestina
menyampaikan mengenai negara
Palestina dengan Jerusalem sebagai
ibukota negara dan batas wilayah
negara Palestina sesuai ketetapan
tahun 1967 dalam sebuah dokumen
“Pengakhiran Pendudukan di
Palestina”. Dalam dokumen ini juga
disebutkan keinginan Palestina untuk
mengajukan diri sebagai anggota PBB
di Sidang Umum PBB 2011.
Terkait dengan hal itu,
Menlu Palestina Riyad Al-Maliki,
menyampaikan apresiasinya terhadap
konsistensi dukungan Indonesia
dari tahun ke tahun atas perjuangan
rakyat Palestina. Sebagai salah satu
negara pendiri GNB, Indonesia diyakini
dapat mentransformasikan dukungan
kolektif negara-negara GNB terhadap
Palestina menjadi upaya politik yang
nyata di forum-forum internasional.
Palestina akan berupaya menggunakan
ajang pertemuan KTM kali ini untuk
memperoleh dukungan 30 negara
anggota GNB yang belum mengakui
kemerdekaan Palestina.[]
Memperluas Dukungan
Internasional Terhadap
Pengakuan Negara Palestina
15 JUNI - 14 JULI 2011 No. 44 Tahun IV
Menlu Palestina Riyad Al-Maliki, menyampaikan apresiasinya terhadap konsistensi dukungan
Indonesia dari tahun ke tahun atas perjuangan rakyat Palestina. Sebagai salah satu negara
pendiri GNB, Indonesia diyakini dapat mentransformasikan dukungan kolektif negara-negara
GNB terhadap Palestina menjadi upaya politik yang nyata di forum-forum internasional.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Menlu RI Dr. RM Marty M Natalegawa berbincang dengan Menlu Palestina Riyad Malki
Usai Pembukaan KTM GNB ke-16 yang diselenggarakan di Bali (23-27/5).
Dok.news.id.msn.com
Diplomasi
18 l e n s a
GNB Dan Tantangan Kemiskinan
Setelah 50 tahun kelahiran GNB, dunia
memasuki era globalisai dan multipolar.
Ditandai dengan berakhirnya Blok
Barat maupun Blok Timur. Globalisasi
menjadikan negara-negara semakin
terikat satu sama lain dalam suatu
global village. Meskipun demikian,
berbagai masalah yang menjadi
keprihatinan para pendiri GNB masih
tetap wujud seperti dahulu. Contohnya,
kemiskinan, keterbelakangan,
ketimpangan dunia, dan ketidakadilan
dalam abad ke-21 ini masih menjadi
fakta sehari-hari.
Tantangan mengurangi jumlah
kemiskinan ekstrim semakin berat
dengan krisis keuangan global, krisis
energi, dan krisis pangan dunia.
Menurut Bank Dunia, kemiskinan
ekstrim bertambah 50 juta pada 2009
dan 64 juta pada 2010. Krisis tersebut
membuat tingkat kemiskinan bisa lebih
tinggi pada 2015.
Permasalahan yang dihadapi tidak
hanya masalah jumlah kemiskinan
tetapi juga ketimpangan. Tahun 2006,
dari sisi Produk Domestik Bruto 6,5
milyar penduduk dunia menghasilkan
kekayaan $ 48,2 triliun. Penduduk
negara-negara maju yang berjumlah
1 milyar menghasilkan kekayaan $
36,6 triliun atau 76% dari PDB dunia.
Sebaliknya 2,4 milyar penduduk dari
negara-negara berpendapatan rendah
hanya menghasilkan $ 1,6 triliun. Setiap
1 penduduk negara maju memiliki
pendapatan rata-rata 72 kali lipat
dibandingkan pendapatan penduduk di
negara yang berpendapatan rendah.
Angka tersebut menjelaskan jurang
pendapatan semakin lebar. Sebab
pada 1960 perbedaannya mencapai
30 kali lipat. Padahal sebagian besar
sumber daya manusia dan sumber
daya alam terdapat di negara-negara
berpendapatan rendah.
Jika dibandingkan dengan
era kolonialisme, perbedaan
ketimpangan semakin jauh. Tahun
1913 perbedaannya 11 banding 1. Ini
indikator yang menggambarkan tingkat
penghisapan pada zaman modern jauh
lebih dahsyat dibandingkan zaman
kolonialisme.
Negara anggota GNB memang
memiliki sumber daya alam dan
bahan baku produksi yang lebih dari
cukup, namun keterbatasan dalam hal
teknologi membuat negara-negara
berkembang sulit dalam mengolah
bahan-bahan mentah tersebut.
Hal inilah yang menjadi penyebab
terhambatnya pertumbuhan ekonomi
negara berkembang, khususnya negara-
negara anggota GNB.
Di bidang politik, perumusan
resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB
semata-mata hanya dirundingkan
diantara sesama 5 negara anggota
tetap DK PBB. Sedangkan ke-10 negara
anggota tidak tetap DK PBB lainnya
hanya diminta mendukungnya. Jelas
tidak ada kesetaraan dalam proses
ini sehingga banyak negara yang
menyuarakan reformasi DK PBB. Dari
fakta yang ada, dapat disimpulkan
bahwa sepanjang kemiskinan,
keterbelakangan, ketimpangan,
ketidakadilan, dan ketidakmerataan
masih tetap ada, keberadaan GNB
masih terus relevan. Dalam keadaan
dunia yang tidak simetris ini, bagaimana
mungkin membayangkan dunia tanpa
adanya GNB.
Namun, untuk dapat menjadikan
GNB kokoh kembali dan memiliki
peranan yang credible dan respectable,
banyak pekerjaan rumah yang harus
dikerjakan. Pada era globalisasi ini,
Negara anggota GNB sudah sepatutnya
untuk memfokuskan pembangunan
terhadap rakyat (people centered
development). Pembangunan harus
menempatkan rakyat sebagai pusat
perhatian dan proses pembangunan
harus menguntungkan semua pihak.
Dalam konteks ini, masalah
kemiskinan, kelompok rentan dan
meningkatnya pengangguran, perlu
mendapat perhatian utama karena bisa
menjadi penyebab instabilitas yang
akan membawa pengaruh negative,
khususnya kepada negara anggota
GNB. Karena itu, komitmen dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dengan cara-cara yang adil dan tanpa
pengecualian, serta kesetaraan dan
nondiskriminasi politik yang didasari
penghormatan terhadap hukum dan
hak asasi manusia, transparency
dan accountability akan mendorong
kemajuan negara anggota pada
khususnya dan kemajuan GNB pada
umumnya.
Disamping itu, GNB juga harus
mampu menghasilkan keputusan
yang terfokus, responsif, dan actual
sesuai dengan tema dan topik yang
berkembang. GNB harus membentuk
dispute settlement mechanism
untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan kontroversial yang dapat
memecah-belah negara anggota. Agar
negara anggota dapat dipersatukan
dan untuk menghindari berlama-lama
terlibat dalam berbagai isu, GNB harus
proaktif, kreatif, dan terlibat secara
konstruktif dalam proses penyelesaian
sengketa di negara-negara anggotanya
secara damai.
Singkat kata, untuk dapat
senantiasa memelihara relevansi GNB,
gerakan ini harus mampu meningkatkan
efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan
kualitas produk-produknya sebagai
gerakan modern yang maju, kokoh
dan berusaha secara maksimal agar
dapat dirasakan manfaatnya oleh
para anggotanya, stakeholders, dan
masyarakat internasional.
Selama 50 tahun perjalanan sejarah
GNB, gerakan ini telah bertransformasi
dari sebuah wadah penggalangan
solidaritas dan sarana menumbuhkan
rasa percaya diri, serta tempat
mempersatukan visi diantara negara
berkembang, menjadi sebuah platform
politik yang berusaha mencari solusi
terhadap berbagai tantangan global
masa kini. Pada fora multilateral, GNB
sudah berkembang menjadi sebuah
voting bloc yang diperhitungkan. Posisi
bersama GNB dapat dicermati pada
beberapa peristiwa internasional, antara
lain penolakan penyerangan Amerika
Serikat dan sekutunya terhadap Irak
pada tahun 2003, dan krisis nuklir Korea
Utara tahun 2002.
Munculnya tantangan-tantangan
global baru sejak akhir abad ke-20
telah memaksa GNB untuk terus
mengembangkan kapasitas dan arah
kebijakannya agar sepenuhnya mampu
menjadikan keberadaannya tetap
relevan, tidak hanya bagi negara-negara
anggotanya tetapi lebih terkait dengan
kontribusinya dalam menghadapi
tantangan-tantangan tersebut. Isu-isu
menonjol terkait dengan masalah
terorisme, merebaknya konflik intra
dan antar negara, perlucutan senjata,
serta dampak globalisasi di bidang
ekonomi dan informasi teknologi, telah
menjadikan GNB perlu menyesuaikan
kebijakan dan perjuangannya. Dalam
konteks ini, GNB memandang perannya
tidak hanya sebagai obyek tetapi
sebagai mitra seimbang dan part of the
solution.
Untuk dapat senantiasa memelihara
relevansi GNB, maka perlu peningkatan
efisiensi, efektivitas, produktivitas dan
kualitas sebagai satu gerakan modern
yang kemanfaatannya dapat dirasakan
oleh negara-negara anggota. GNB juga
harus mulai fokus, aktualitas, responsif
dengan isu yang berkembang di dunia
serta siap dalam menanggulangi
permasalahan-permasalahan yang akan
terjadi pada masa yang akan datang.
GNB seyogyanya terus melakukan
berbagai upaya dan inisiatif kongkrit
dalam mempromosikan dialog dan
kerjasama untuk perdamaian dan
pembangunan. Pentingnya dialog antar
peradaban dan lintas agama untuk
meningkatkan people to people contact,
menjembatani berbagai perbedaan
melalui dialog dan menciptakan
situasi yang kondusif bagi perdamaian,
keamanan dan harmonisasi atas dasar
saling pengertian, saling percaya dan
saling menghormati. Pengalaman
Indonesia memprakarsai berbagai
kegiatan dialog lintas agama di berbagai
tingkatan, dapat menjadi modal bagi
Indonesia bersama-sama dengan
GNB memberikan kontribusi bagi
upaya global dalam mempromosikan
keharmonisan dan perdamaian di dunia.
Indonesia memandang GNB
sebagai salah satu wadah yang tepat
bagi negara-negara berkembang untuk
memperjuangkan cita-citanya di fora
internasional. Indonesia turut berperan
penting dalam upaya GNB untuk
memajukan pendekatan baru yang
berorientasi pada kemitraan, dialog dan
kerjasama serta meninggalkan sikap
konfrontatif. Peran kongkrit Indonesia
seperti dalam berbagai komite GNB,
yaitu: Kelompok Kerja Perlucutan
Senjata dan Komite Palestina, akan
secara langsung meningkatkan peran
Indonesia. []
Dubes Sugeng Rahardjo
Inspektur Jenderal Kemlu RI
15 JUNI - 14 JULI 2011No. 44 Tahun IV
Dok.Diplomasi
19
dok.diplomasi
GNB didirikan berdasarkan prinsip-
prinsip dasar yang disepakati dalam
KTT Asia-Afrika yang dikenal dengan
sebutan ‘Dasasila Bandung’.
GNB didirikan pada 25 September
1961 di Beograd, sebagai suatu
gerakan yang pada awalnya
sarat dengan muatan politis dan
penentangan terhadap imperialisme
dan kolonialisme.
Dalam forum multilateral, GNB
telah berkembang menjadi platform
politik yang mewakili negara-negara
berkembang. GNB telah berkembang
menjadi suatu voting block yang
diperhitungkan dalam berbagai
masalah global.
Beberapa negara anggota GNB
telah berkembang menjadi negara
besar dengan pengaruh yang
cukup menentukan di percaturan
internasional, seperti Indonesia,
India dan Afrika Selatan yang juga
merupakan anggota G20.
Struktur politik global pada
era bipolar lebih ditentukan oleh
pendekatan ideologi dan militer,
karenanya NATO dan Pakta Warsawa
merupakan super power dalam
bidang politik dan keamanan.
Sementara dalam bidang politik dan
ekonomi, yang menjadi super power
adalah Trans Atlantic dan COMECON.
Struktur politik global kemudian
berubah menjadi multipolar, dimana
dalam hal ini lebih menekankan pada
pendekatan ekonomi, sehingga terdiri
dari tiga kelompok, pertama adalah
Amerika Serikat sebagai super power;
kelompok kedua adalah States, IGOs,
NGOs, TNCs, mass media, dan teroris;
kelompok ketiga adalah Uni Eropa,
Rusia, China, Jepang, G20 dan BRIICS.
Isu global sekarang ini sudah
berubah dari isu militer menjadi isu
kesehatan, lingkungan, demokrasi
dan demokratisasi, HAM, good
governance, serta terorisme.
Dan di era reformasi sekarang ini,
aktor-aktor domestik di Indonesia
telah berkembang, bukan hanya
Presiden, Militer dan Kemlu,
melainkan juga para politikus dan
birokrat (lembaga legislatif dan
eksekutif), pelaku usaha (Kadin,
Kadinda, dan China keturunan) dan
juga aktor-aktor lainnya seperti
kelompok Islam radikal dan moderat,
partai politik, universitas, NGOs, pers,
tenaga kerja, dan lembaga think-
thank.
Pidato pertama politik luar negeri
Presiden SBY yang disampaikan di
forum Indonesian Council of World
Affairs (ICWA) di Jakarta pada 20
Mei 2005, menginterpretasikan
bahwa politik luar negeri Bebas Aktif
Indonesia adalah berupa; pola fikir
yang konstruktif; tidak melibatkan
militer; menjalin hubungan dengan
dunia yang lebih luas; proyeksi
identitas internasional Indonesia
sebagai negara dengan populasi
penduduk terpadat ke-4 di dunia,
negara berpenduduk Muslim
terbesar di dunia, negara demokrasi
terbesar ketiga di dunia, dan negara
dimana demokrasi, Islam dan
modernitas dapat berjalan bersama;
serta menggambarkan sikap nyata
nasionalisme Indonesia yang terbuka,
confident, moderat, toleran dan
outward looking.
Pengertian dari politik luar
negeri Bebas Aktif adalah kebebasan
bertindak atau mengambil sikap
dan posisi yang sejalan dengan
opportunity driven, lebih menekankan
pendekatan win-win solution,
konstruktif, rasional dan pragmatis,
berupa soft power, serta menekankan
pendekatan personal.
‘All Directions Foreign Policy’
adalah suatu cara pandang progresif
dimana Indonesia secara aktif, asertif
dan leluasa menjalin hubungan
dengan negara manapun demi
pemajuan kepentingan bangsa dan
negara.
‘A Million Friends, Zero Enemy’
adalah upaya menciptakan Indonesia
yang tanpa musuh, menciptakan
kemitraan strategis dengan negara-
negara kunci dalam bentuk hubungan
yang setara dan komprehensif di
segala bidang kerjasama secara
konstruktif dan berjangka panjang
dalam konteks bilateral, regional dan
global.
Indonesia adalah ‘part of the
solution’, bridge builder antara Islam
dan Barat, antara negara maju dan
negara berkembang ; consensus
builder bagi perubahan iklim;
conflict resolver (Israel-Palestina);
peace keeper (Lebanon); serta
regional leader (ASEAN, Asia-Afrika).
Tantangan dan peran Indonesia ke
depan di GNB adalah terkait dengan
perspektif global dan upaya global
dalam memerangi terorisme.
GNB merupakan hal penting
bagi Indonesia dan negara-
negara berkembang di dalam
memperjuangkan kepentingannya.
Dan paska perang dingin ini, GNB
masih tetap relevan sebagai driving
force bagi upaya peningkatan
kerjasama konstruktif dalam
hubungan internasional, khususnya
peningkatan kerjasama Selatan-
Selatan. GNB perlu lebih memberikan
penekanan pada kerjasama ekonomi
global dalam mengisi kemerdekaan
yang telah berhasil dicapai melalui
perjuangan GNB sebelumnya.
Sementara dalam konteks
distribusi power politik dunia, perlu
dipertimbangkan agar perwakilan
GNB diperjuangkan sebagai salah
satu Anggota Tetap Dewan Keamanan
PBB.[]
kepentingan nasional Indonesia.
Indonesia bebas atau mandiri
dalam memberikan penilaian dan
menentukan sikap, serta aktif terlibat
secara konstruktif dalam pergaulan
internasional.
Reposisi Indonesia di era
reformasi adalah berupa reposisi
politik, ekonomi, strategis dan citra.
Reposisi politik dilakukan dalam
bentuk perubahan hubungan dengan
Barat dan perubahan hubungan
dengan negara-negara komunis
dan eks-komunis, disamping juga
melakukan upaya peningkatan ‘moral
and political capital’ RI di pentas
internasional.
Dengan reposisi politik, maka
demokrasi di Indonesia menjadi stabil
dan semakin terkonsolidasi. Islam dan
modernitas tumbuh bersama-sama
seiring dengan peningkatan ekonomi
dan menjadi dasar bagi penyelesaian
konflik internal, disamping juga
sebagai faktor penting dalam
pengembangan softpower.
Dengan melakukan reposisi
ekonomi, Indonesia mampu
memperkuat ketahanan ekonomi
di tengah krisis global. Indonesia
adalah satu-satunya negara anggota
ASEAN yang menjadi anggota tetap
G20. Tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia tumbuh positif dan
menempati posisi terbesar ke-3 di
Asia setelah RRT dan India.
Melalui reposisi strategis,
Indonesia dapat menjalin hubungan
yang setara dan seimbang dengan
‘major powers’, sehingga dengan
demikian dapat meningkatkan
perhatian dunia internasional
terhadap isu-isu negara berkembang.
Reposisi citra Indonesia adalah
reformasi dan demokratisasi
(kampanye anti-korupsi, negara
demokrasi ketiga terbesar di dunia,
dan negara berpenduduk Muslim
terbesar di dunia), ekonomi terbesar
di Asia Tenggara, serta keindahan
alam, tradisi dan kebudayaan.
Pendekatan baru diplomasi
bebas aktif Indonesia yang dijalankan
oleh pemerintahan SBY (2009-2014)
adalah berupa diplomasi yang
GNB Masih Tetap Relevan Sebagai Driving Force
Bagi Upaya Peningkatan Kerjasama Konstruktif
Dalam Hubungan Internasional
Yanyan Mochamad Yani, Ph.D.
Ketua Program Pascasarjana Magister
Hubungan Internasional, FISIP Unpad,
Bandung.
Diplomasi
l e n s a
15 JUNI - 14 JULI 2011 No. 44 Tahun IV
Dok.Diplomasi