Dokumen tersebut membahas dampak ekonomi penyebaran COVID-19 terhadap sektor pertanian di Indonesia. Penyebaran virus ini diprediksi akan menurunkan produktivitas tenaga kerja, total faktor produktivitas, dan meningkatkan biaya perdagangan, sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan defisit neraca perdagangan Indonesia. Analisis menggunakan model GTAP menunjukkan bahwa penyebaran COVID-19 diperkirakan akan meningkatkan
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
Dampak Ekonomi Penyebaran Covid-19 Terhadap Kinerja Sektor Pertanian
1. 1
DAMPAK EKONOMI PENYEBARAN COVID-19 TERHADAP
KINERJA SEKTOR PERTANIAN
Hermanto
Biro Perencanaan Kementerian Pertanian
ABSTRAK
Semakin meluasnya penyebaran COVID-19 ke berbagai negara di belahan
dunia telah menekan pertumbuhan ekonomi global termasuk pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Hal ini juga akan terimbas pada sektor pertanian, namun sejauhnya ini
dampak COVID-19 terhadap sektor pertanian belum banyak diketahui. Kajian ini akan
menganalisis bagaimana penyebaran COVID-19 dapat membawa dampak ekonomi
terhadap sektor pertanian di Indonesia, yang dianalisis melalui tiga skenario, yaitu (1)
turunnya produktivitas tenaga kerja; (2) turunnya total faktor produktivitas dan (3)
meningkatnya biaya perdangangan. Ketiga skenario ini dianalisis dengan
mengunakan Model Global Trade Analysis Project (GTAP), dengan data sekunder
bersumber dari data dasar GTAP versi 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa dampak
ekonomi penyebaran COVID-19 akan menyebabkan jumlah penduduk miskin dan
rawan pangan di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada ketiga skenario, yang
secara berurutan 1,8%, 6,9% dan 9,9%. Selain itu, produksi pertanian akan turun
dengan besaran yang berbeda pada setiap skenario. Nilai ekspor pertanian hanya
meningkat 0.04 - 0,74% pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja. Pada
skenario turunnya total faktor produktivitas hanya sektor hortikultura yang ekspornya
meningkat, yaitu sebesar 0,5%. Sementara pada skenario terjadinya peningkatan
biaya perdagangan, semua ekspor pertanian akan turun antara 1,2 – 7,14%. Hampir
semua komoditas pertanian mengalami kenaikan impornya dengan besaran yang
berbeda pada setiap skenario. Risiko penurunan kinerja sektor pertanian ini perlu
dimitigasi dengan melakukan reorientasi kebijakan dan program pembangunan
pertanian.
Kata kunci: COVID-19, dampak, dan pertanian
I. PENDAHULUAN
Beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi dunia terus mengalami
perlambatan. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) meramalkan ekonomi dunia
akan tumbuh 3,5% pada tahun 2020, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya
mencapai 3,6% sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan
China. Belum lepas dari dampak perang dagang, merebaknya wabah Coronavirus
(COVID-19) sejak 31 Desember 2019 menjadi risiko berlanjutnya perlambatan laju
pertumbuhan ekonomi global. Selain peningkatan biaya perawatan kesehatan dan
turunnya produktivitas, perlambatan ekonomi global sebagai dampak penyebaran
COVID-19 juga dirasakan melalui pembatasan orang yang akan bekerja, bepergian,
dan interaksi sosial.
Sejak mewabah di China pada bulan Desember 2019 hingga per tanggal 25
Maret 2020, penyebaran COVID-19 telah menginfeksi sekitar 445,753 orang di 189
2. 2
negara dengan jumlah kematian mencapai 19,767 orang, dan 112,037 orang di
antaranya sembuh. Di Indonesia per tanggal 25 Maret 2020 telah terkonfirmasi positif
COVID-19 sebanyak 790 orang dengan jumlah kematian mencapai 58 orang dan 31
orang di antaranya sembuh (Worldmeters, 2020). World Health Organization (WHO)
telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global pada bulan Maret 2020. Bahkan
sejumlah negara seperti China, Italia, Spanyol, Perancis, Inggris, Malaysia dan lainnya
telah mengambil kebijakan lockdown guna menghindari terjadinya penyebaran
COVID-19 yang lebih luas. Implikasinya, kegiatan pekonomian terhambat dan
memberi tekanan pada pertumbuhan ekonomi dunia ke depan termasuk pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Penyebaran COVID-19 telah menekan pasar saham global dan sejumlah mata
uang di dunia termasuk Rupiah di Indonesia. Nilai tukar Rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat (AS) terdepresiasi ke level Rp.16.680 per dolar AS per tanggal 25
Maret 2020. Nilai tukar rupiah ini merupakan yang terlemah sejak krisis moneter yang
terjadi pada tahun 1998. Bahkan Laurence (2020) memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi global akan turun sekitar 0,5-1,5% pada tahun 2020 sebagai dampak
semakin meluasnya penyebaran COVID-19. Organisasi Buruh lnternasional
(International Labour Organizations/lLO) juga telah memperkirakan bahwa COVID-19
pada skenario terburuk akan menghilangkan sekitar 24.7 juta pekerjaan di seluruh
dunia. Selain itu, Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia (World Travel and Tourism
Council/WTTC) dalam risetnya telah dirilis (13/3/20) menyebutkan bahwa COVID-19
berdampak cukup signifikan pada sektor perjalanan dan pariwisata yang berpotensi
akan menghilangkan 50 juta pekerjaan di seluruh dunia.
Di Indonesia, imbas COVID-19 juga dirasakan pekerja informal, misalnya ojek
Daring, UMKM kecil seperti penjual makanan dekat perkantoran. Melalui kebijakan
WFH (Work From Home) yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah, dimana
anak sekolah belajar dari rumah, pekerja juga bekerja dari rumah, menjadikan pekerja
informal kehilangan sebesar 50% pendapatannya (CNN Indonesia, 23/3/20).
Penyebaran COVID-19 juga akan terimbas pada sektor pertanian, yang
menyebabkan terganggunya pasokan pangan dan kenaikan harga pangan di wilayah
terdampak, meskipun sejauh ini belum terjadi kekurangan pangan karena penyebaran
COVID-19. Dampak ini masih sulit diprediksi, karena begitu banyak yang tidak
diketahui tentang COVID-19, termasuk seberapa cepat penyebarannya dan seberapa
efektif tindakan pengendalian yang dapat dilakukan. Sejauhnya ini dampak COVID-
19 terhadap sektor pertanian belum banyak diketahui. Kajian ini akan menganalisis
bagaimana penyebaran COVID-19 dapat membawa dampak ekonomi terhadap
sektor pertanian di Indonesia.
II. PENDEKATAN ANALISIS
Dalam analisis dampak ekonomi penyebaran COVID-19, diasumsikan bahwa
langkah-langkah pencegahan dan pengendalian selama beberapa bulan mendatang
dinilai cukup efektif khususnya untuk memperlambat penyebaran COVID-19,
3. 3
sehingga dampak ekonomi terhadap sektor pertanian secara global bersifat jangka
pendek. Keseimbangan ekonomi baru akan terjadi ketika pergerakan orang, barang
dan jasa mulai kembali normal. Oleh karena itu, skenario analisis dampak ekonomi
penyebaran COVID-19 pada kajian ini hampir menyerupai skenario yang dibuat oleh
Laurence (2020) dan Rob et al. (2020), yaitu didasarkan pada proyeksi perlambatan
pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020, yang berkisar antara 0,5-1,5%
sebagai dampak dari penyebaran COVID-19.
Implikasi dari perlambatan ekonomi global terhadap sektor pertanian
tergantung pada asumsi yang dibuat tentang durasi pandemik dan penularannya.
Kajian ini menggunakan asumsi optimis bahwa durasi penyebaran global COVID-19
hanya terjadi dalam beberapa bulan ke depan, sehingga tidak terjadi resesi ekonomi
global, tetapi hanya mengalami perlambatan selama tahun 2020. Dengan demikian
dampak ekonomi penyebaran COVID-19 terhadap kinerja sektor pertanian akan
dianalisis melalui tiga skenario sebagai berikut:
1. Guncangan produktivitas tenaga kerja (labor productivity shock): Dampak dari
pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya secara optimal di semua sektor
ekonomi. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan rata-rata produktivitas tenaga
kerja sekitar 1,4% selama tahun 2020 (Rob et al., 2020).
2. Guncangan total faktor produktivitas (total factor productivity shock): Dampak yang
muncul dari perlambatan sementara kegiatan ekonomi domestik yang disebabkan
oleh gangguan pada saluran distribusi, ketidakmampuan untuk mendapatkan input
produksi dan layanan karena pekerja di karantina dan sebagainya. Hal ini
menyebabkan rata-rata pertumbuhan total faktor produktivitas (TFP) mengalami
penurunan sehingga pertumbuhan ekonomi global akan turun sebesar 1,5%
(Laurence, 2020). Dalam hal ini TFP mencerminkan efisiensi dan efektivitas faktor-
faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama untuk memproduksi barang
dan jasa dalam suatu wilayah/negara.
3. Guncangan perdangangan (trade shock): Dampak ini muncul melalui gangguan
perdagangan internasional yang menyebabkan biaya perdagangan (trade cost)
rata-rata meningkat hampir 5% sehingga menyebabkan biaya pertumbuhan
ekonomi global meningkat sebesar 1,0-1,5% (Rob et al., 2020).
Model ekonomi yang digunakan pada kajian ini berbeda dengan model yang
sebelumnya digunakan oleh Laurence (2020) dan Rob et al., (2020) dalam
menganalisis dampak ekonomi global dari penyebaran COVID-19. Model ekonomi
yang digunakan oleh Laurence (2020) adalah NiGEM Global Macroeconomic Model,
sementara Rob et al., (2020) menggunakan Global General Equilibrium Model atau
disebut dengan model MIRAGRODEP. Dalam kajian ini skenario dampak ekonomi
penyebaran COVID-19 terhadap kinerja sektor pertanian dianalisis dengan
menggunakan Model Global Trade Analysis Project (GTAP), yaitu model Computable
General Equilibrium (CGE) multiwilayah dan multisektor yang memiliki asumsi
persaingan sempurna dan skala pengembalian yang konstan (constant returns to
scale/CRS).
Struktur model GTAP telah dijelaskan dalam studi Hertel (1997) dan Hertel dan
Tsigas (1997). Struktur model GTAP terdiri dari persamaan-persamaan simultan yang
4. 4
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: (1) persamaan yang menggambarkan
hubungan antara penerimaan dan pengeluaran oleh setiap agen ekonomi di suatu
wilayah/negara, dan (2) persamaan yang menjelaskan suatu perilaku agen ekonomi.
Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari data dasar
(baseline data) GTAP versi 9 yang diterbitkan pada tahun 2015 dengan agregasi 140
negara dan 57 sektor. Pada kajian ini dilakukan agregasi menjadi 8 wilayah/negara
(Indonesia, Singapore, Thailand, Malaysia, USA, China, Uni Eropa, dan negara
lainnya) dan 10 sektor ekonomi (tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman
lainnya, perternakan, industri beras, industri gula, industri makanan lainnya, industri
manufaktur, jasa dan sektor lainnya).
III. DAMPAK EKONOMI PENYEBARAN COVID-19
Hasil analisis pada Tabel 1 menunjukkan perubahan relatif yang disimulasikan
terhadap nilai-nilai dasar (baseline data) dari tiga skenario. Secara keseluruhan,
dampak ekonomi makro penyebaran COVID-19 terhadap pertumbuhan ekonomi
(Gross Domestic Product/GDP) dan neraca perdagangan (trade balance) secara
umum hampir serupa di semua negara. Jika perlambatan ekonomi global disebabkan
oleh turunnya produktivitas tenaga kerja, maka dampaknya akan lebih kecil
dibandingkan dengan turunnya total faktor produktivitas dan meningkatnya biaya
perdagangan.
Jika dampak penyebaran COVID-19 menyebabkan turunnya total faktor
produktivitas dan meningkatnya biaya perdagangan (trade cost), maka dampaknya
akan lebih besar terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi dan defisit neraca
perdagangan. Hal ini terjadi karena besarnya ketergantungan ekonomi global pada
total faktor produktivitas dan perdagangan internasional. Seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 1, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat pada masing-masing
skenario, yaitu 0,59%, 3,45% dan 4,95%.
Tabel 1. Dampak Penyebaran COVID-19 Terhadap GDP dan Neraca Perdagangan
Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)
Sebelum adanya penyebaran wabah COVID-19 atau tepatnya pada November
2019, Laurence (2020) memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
hanya tumbuh 4,8% pada tahun 2020. Dengan mengacu pada hasil penelitian
Laurence (2020), maka dampak ekonomi penyebaran COVID-19 menyebabkan
GDP
(%)
Trade
Balance
(US $ Juta)
GDP
(%)
Trade
Balance
(US $ Juta)
GDP
(%)
Trade
Balance
(US $ Juta)
1 Indonesia (0.59) (1,638) (3.45) (9,693) (4.95) (9,255)
2 Singapore (0.63) (313) (4.58) (1,153) (5.01) (1,781)
3 Thailand (0.52) (607) (4.04) (42) (4.95) (1,689)
4 Malaysia (0.60) (234) (4.79) 1,301 (4.99) (485)
5 USA (1.00) 37,395 (3.10) 140,695 (5.03) 174,993
6 China (0.77) (17,684) (5.06) (69,746) (4.92) (102,250)
7 EU (0.81) 3,533 (3.47) 48,205 (5.04) 36,296
8 Negara lainnya (0.69) (20,453) (3.29) (109,568) (4.98) (95,828)
No
Labor Productivity
Scanario
Total factor productivity
Scanario
Trade Cost
Scanario
Negara
5. 5
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 akan tumbuh antara minus 1,35 –
0,15%. Dengan menggunakan hasil prediksi Rob et al (2020) bahwa setiap penurunan
1,0% pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan jumlah orang miskin dan rawan
pangan akan meningkat sekitar 2,0%, maka jumlah penduduk miskin dan rawan
pangan di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada masing-masing skenario
sekitar 1,8%, 6,9% dan 9,9%, sebagai dampak dari penyebaran COVID-19.
Pertumbuhan ekonomi global yang melambat juga menyebabkan penurunan
produksi pertanian sehingga mendorong harga produk-produk pertanian meningkat
secara global. Di Indonesia hampir semua produksi pertanian akan mengalami
penurunan dengan besaran yang berbeda pada setiap skenario (Gambar 1).
Penurunan produksi pertanian terbesar terjadi pada sektor tanaman lain, yaitu sekitar
5,5% pada skenario peningkatan biaya perdagangan (SIM-3). Selain produksi
pertanian primer, produksi industri pangan juga mengalami penurunan, seperti industri
beras, industri gula, dan industri pangan lainnya. Hal yang serupa terjadi pada sektor
ekonomi lainnya (industri manufaktur, jasa dan sektor lainnya).
Penurunan produksi pertanian dan sektor ekonomi lain terjadi karena
penyebaran COVID-19 telah mengganggu berbagai aktivitas ekonomi di suatu
wilayah/negara karena adanya pembatasan interaksi sosial sehingga orang akan
menghindari tempat perbelanjaan, dan aktivitas produksi yang menuntut kontak
langsung juga akan terganggu. Implikasinya, permintaan maupun produksi akan
mengalami gangguan akibat menurunnya permintaan (demand shock) dan
terganggunya pasokan (supply shock). Disrupsi ini dimungkinkan akan mengecil jika
ada pergantian aktivitas ekonomi yang dilakukan secara elektronik (online).
Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)
Keterangan: SIM-1 = Skenario Labor productivity shock; SIM-2 = Skenario Total factor productivity
shock; dan SIM-3 = Skenario Trade shock
Gambar 1. Dampak penyebaran COVID-19 terhadap produksi pertanian dan non
pertanian di Indonesia (%)
Praktik social distancing juga berpotensi membuat shock pada sisi produksi
(supply). Hal ini terlihat dari penutupan pabrik dan kegiatan produksi. Implikasinya,
6. 6
permintaan akan bahan kebutuhan pokok akan meningkat. Dengan anjuran
pemerintah agar masyarakat melakukan kegiatan bekerja, belajar dan beribadah dari
rumah mendorong masyarakat untuk melakukan pembelian kebutuhan pokok secara
masif guna memenuhi persediaan hingga beberapa waktu mendatang. Hal ini juga
berpotensi terjadinya fenomena panic buying yang sempat terjadi di beberapa daerah
red zone penyebaran COVID-19 sehingga mendorong terjadinya kenaikan harga
sejumlah bahan kebutuhan pokok.
Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)
Keterangan: SIM-1 = Skenario Labor productivity shock; SIM-2 = Skenario Total factor productivity
shock; dan SIM-3 = Skenario Trade shock
Gambar 2. Dampak penyebaran COVID-19 terhadap harga komoditas pertanian dan
non pertanian di Indonesia (%)
Harga komoditas pangan, misalnya akan meningkat 0,39% pada skenario
turunnya produktivitas tenaga kerja (Gambar 2). Harga ini akan meningkat lebih besar
pada skenario turunnya total faktor produktivitas dan skenario meningkatnya biaya
perdagangan, yaitu masing-masing sekitar 4,94% dan 7,82%. Hal yang serupa juga
terjadi pada sektor industri pangan, industri manufaktur, jasa dan sektor lainnya.
Kondisi ini mencerminkan bahwa efisiensi dan efektivitas faktor-faktor produksi yang
digunakan secara bersama-sama pada berbagai sektor ekonomi di Indonesia
termasuk sektor pertanian masih relatif rendah. Selain itu, perekonomian Indonesia
juga semakin terintegrasi dengan ekonomi global sehingga terganggunya aktivitas
perdagangan internasional karena penyebaran COVID-19, akan langsung
mempengaruhi harga-harga komoditas yang diperdagangkan secara global.
Dampak ekonomi penyebaran COVID-19 juga menyebabkan nilai ekspor
sektor tanaman pangan meningkat sekitar 0,56% pada skenario turunnya
produktivitas tenaga kerja. Sebaliknya, ekspor tanaman pangan akan turun pada
skenario turunnya total faktor produktivitas dan skenario meningkatnya biaya
perdagangan, yakni masing-masing sekitar 2,17% dan 7,14%. Sementara, ekspor
sektor hortikultura akan meningkat pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja
dan turunnya total faktor produktivitas, yaitu masing masing sekitar 0,74% dan 0,55%.
Namun pada skenario meningkatnya biaya perdagangan, ekspor sektor hortikultra
akan turun sekitar 1,2%. Demikian halnya dengan ekspor tanaman lainnya dan
7. 7
peternakan, ekspornya hanya meningkat pada skenario turunnya produktivitas
tenaga kerja, yaitu masing-masing sekitar 0,56% dan 0,04% (Gambar 3).
Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)
Keterangan: SIM-1 = Skenario Labor productivity shock; SIM-2 = Skenario Total factor productivity
shock; dan SIM-3 = Skenario Trade shock
Gambar 3. Dampak penyebaran COVID-19 terhadap nilai ekspor komoditas
pertanian dan non pertanian di Indonesia (%)
Berbeda dengan industri beras dan industri gula, kenaikan ekspor hanya terjadi
pada skenario penurunan produktivitas tenaga kerja, yaitu masing-masing sekitar
1,1% dan 0,2%. Untuk industri pangan lainnya, ekspornya juga meningkat sekitar
0,55% pada skenario turunnya total faktor produktivitas. Untuk industri manufaktur,
jasa dan sektor lainnya, ekspornya akan turun pada ketiga skenario, yaitu berkisar
antara 0,51 – 4,67%. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua lalu lintas
perdagangan barang pertanian dan non pertanian secara global terganggu karena
penyebaran COVID-19. Selain itu, terdepresiasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat akibat kepanikan pasar menghadapi wabah penyebaran COVID-19
juga menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya kenaikan nilai ekspor dari
beberapa sektor ekonomi di Indonesia.
Demikian halnya dengan kegiatan impor (Gambar 4), hampir semua komoditas
pertanian mengalami kenaikan nilai impor kecuali tanaman pangan, hortikultura dan
tanaman lainnya pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja. Pada skenario
turunnya total faktor produktivitas, nilai impor pertanian meningkat sekitar 3,99 –
5,35%, sedangkan pada skenario meningkatnya biaya perdagangan, impor pertanian
meningkat lebih besar dibandingkan dengan dua skenario lainnya, yaitu sekitar 3,26
– 6,07%. Kenaikan impor ini juga terjadi pada sektor ekonomi lainnya dengan
kenaikan yang lebih besar dibandingkan dengan beberapa sub sektor pertanian.
Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan kenaikan impor, yakni kenaikan
permintaan konsumsi masyarakat, dan turunnya produksi domestik sebagai dampak
dari meluasnya penyebaran COVID-19. Selain itu, sebagian bahan baku untuk industri
pangan dan manufaktur di Indonesia juga masih dipasok dari impor.
8. 8
Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)
Keterangan: SIM-1 = Skenario Labor productivity shock; SIM-2 = Skenario Total factor productivity
shock; dan SIM-3 = Skenario Trade shock
Gambar 4. Dampak penyebaran COVID-19 terhadap nilai impor pertanian dan non
pertanian di Indonesia (%)
IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Penyebaran COVID-19 tampaknya masih belum akan segera berakhir. Bahkan
COVID-19 akan menjadi ancaman baru sebagai penyebab utama melambatnya
pertumbuhan perekonomian global. Kondisi ini juga akan berdampak pada sektor
pertanian. Dari hasil analisis dampak ekonomi dari penyebaran COVID-19 terhadap
sektor pertanian di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan pada skenario
turunnya produktivitas tenaga kerja, turunnya total faktor produktivitas dan
meningkatnya biaya perdagangan, yaitu masing-masing sekitar 0,59%, 3,45% dan
4,95%. Kondisi ini menyebabkan jumlah penduduk miskin dan rawan pangan di
Indonesia diperkirakan akan meningkat pada ketiga skenario, yakni masing-
masing sekitar 1,8%, 6,9% dan 9,9% sebagai dampak dari penyebaran COVID-
19.
b) Perlambatan ekonomi global akibat penyebaran COVID-19 menyebabkan
produksi pertanian akan turun dengan besaran yang berbeda pada setiap
skenario. Selain produksi pertanian, produksi sektor industri pangan dan sektor
ekonomi lainnya juga mengalami penurunan. Kondisi ini mendorong terjadinya
kenaikan harga baik pada komoditas pertanian maupun non pertanian.
c) Dampak ekonomi penyebaran COVID-19 juga menyebabkan nilai ekspor
pertanian hanya meningkat 0.04 - 0,74% pada skenario turunnya produktivitas
tenaga kerja. Pada skenario turunnya total faktor produktivitas hanya sektor
hortikultura yang ekspornya meningkat sebesar 0,5%. Sementara pada skenario
9. 9
terjadinya peningkatan biaya perdagangan, semua ekspor pertanian akan turun
antara 1,2 – 7,14%.
d) Hampir semua komoditas pertanian mengalami kenaikan impornya pada skenario
turunnya produktivitas tenaga kerja kecuali tanaman pangan, hortikultura dan
tanaman lainnya. Pada skenario turunnya total faktor produktivitas, kenaikan nilai
impor pertanian berkisar antara 3,99 – 5,35%, sedangkan pada skenario
peningkatan biaya perdagangan, nilai impor pertanian akan meningkat sekitar 3,26
– 6,07%.
Ketidakpastian kondisi perekonomian global yang semakin meningkat sebagai
dampak dari semakin meluasnya penyebaran COVID-19 akan menyebabkan semakin
memburuknya kondisi perekonomian global. Hal ini berimplikasi pada penurunan
kinerja sektor pertanian. Oleh karena itu, mitigasi risiko penurunan kinerja sektor
pertanian sebagai dampak dari penyebaran COVID-19 diperlukan untuk menjaga
momentum pertumbuhan sektor pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan reorientasi
kebijakan dan program pembangunan pertanian sebagai berikut;
(1) Memperkuat program pemberdayaan petani dan padat karya berbasis pertanian
di desa dengan model cash for work sehingga memberikan kesempatan kerja
bagi petani dan masyarakat yang kurang sejahtera dan menganggur/setengah
menganggur untuk memperoleh tambahan atau meningkatkan pendapatannya
sehingga mampu menekan angka kemiskinan di perdesaan serta mengangkat
kesejahteraan petani.
(2) Menjamin ketersediaan dan akses pangan bagi masyarakat dengan harga yang
terjangkau. Ketersediaan pasokan pangan di tengah wabah COVID-19 semakin
urgen. Penyiapan stok pangan harus dilakukan terhadap wilayah yang menjadi
episentrum penyebaran COVID-19 atau yang berpotensi dilakukan penutupan
wilayah secara terbatas (partial lockdown).
(3) Mengantisipasi terjadinya lonjakan harga pangan dengan melakukan pemetaan
secara akurat stok pangan nasional serta mendeteksi sejak dini wilayah-wilayah
yang beresiko terjadinya rawan/krisis pangan. Disamping itu, kelancaran sistem
logistik pangan antar wilayah serta kesiapan distribusi ke level konsumen harus
dapat terjamin.
(4) Memperbaiki jalur distribusi subsidi pupuk kepada petani agar berjalan lebih
efektif dan efisien. Ketersedian pupuk untuk petani harus tercukupi jumlahnya
dengan melakukan penambahan subsidi pupuk. Hal ini dilakukan sebagai upaya
mengantisipasi terjadinya penurunan produksi pertanian akibat penyebaran
COVID-19 yang semakin luas terutama di dearah-daerah sentra produksi
pertanian.
(5) Mengakselerasi peningkatan jumlah petani penerima KUR dengan
menyederhanakan mekanisme dan persyaratan penyaluran KUR. Disamping itu,
menurunkan suku bunga KUR dari 6% menjadi 0% yang hanya diberlakukan pada
tahun 2020. Hal ini merupakan insentif yang diberikan kepada petani dalam
menjaga dan meningkatkan produksi pertanian ditengah tekanan penyebaran
10. 10
COVID-19 yang semakin luas. Hal ini juga dilakukan secara bersaman dengan
peningkatan jumlah asuransi pertanian melalui tambahan alokasi subsidi premi
asuransi pertanian.
(6) Mengawal ketat stabilisasi harga pangan baik di tingkat petani maupun di tingkat
konsumen dengan disertakan meningkatkan kegiatan pasar murah (subsidi
pemerintah) untuk rumah tangga serta UMKM sektor pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
COVID-19 Coronavirus Pandemic. https://www.worldometers.info/coronavirus/. (diakses 20
Maret 2020)
Hertel, T. W. 1997. Global Trade Analysis: Modeling and Applications. Cambridge University
Press.
Hertel, T. W., & Tsigas, M. E. 1997. Structure of GTAP, in Hertel, T. W. (ed.), Global Trade
Analysis Modeling and Applications. New York: Cambridge University Press. pp. 13–
73.
International Labour Organization (ILO). 2020. How will COVID-19 affect the world of work
http://www.ilo.org/global/topics/coronavirus/impacts-and
responses/WCMS_739047/lang--en/index.htm. (diakses 20 Maret 2020).
Laurence B. 2020. Coronavirus: the world economy at risk. The Organisation for Economic
Co-operation and Development (OECD).
Rob Vos, Martin W dan Laborde D. 2020. How much will global poverty increase because of
COVID-19?. International Food Policy Research Institute (IFPRI).
World Travel and Tourism Council (WTTC). 2020. Coronavirus puts up to 50 million Travel
and Tourism jobs at risk. https://www.wttc.org/about/media-centre/press-
releases/press-releases/2020/coronavirus-puts-up-to-50-million-travel-and-tourism-
jobs-at-risk-says-wttc/. (diakses 20 Maret 2020).
Work From Home Bagi Pekerja Informal. https://www.cnnindonesia.com/tv/20200323083528-
400-485912/video-imbas-work-from-home-bagi-pekerja-informal. (diakses 21 Maret
2020).