Dokumen tersebut membahas tentang ketentuan CSR di Indonesia yang diatur dalam beberapa Undang-Undang dan peraturan pemerintah. Namun, belum ada aturan khusus mengenai pengeluaran untuk CSR dan konsep CSR bukan semata-mata memberikan sumbangan. ISO mendefinisikan CSR sebagai kontribusi organisasi terhadap pembangunan berkelanjutan.
CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf
1. www.futurumcorfinan.com
Page 1
CSR dan Ketentuan Perpajakan di Indonesia:
Belum Diatur (DRAF)
There is….only one social responsibility of business – to use its resources and engage in
activities designed to increase its profits….
(Friedman, Milton. A Friedman Doctrine – the Social Responsibility of Business is to
Increase its Profits. New York Times Magazine. 13 September 1970. Halaman 32).
Preface
Dari diskusi penulis dan mencari bacaan di internet, penulis mendapatkan bahwa aturan
terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan (Corporate Social Responsibility, disingkat
CSR) di Indonesia secara ketentuan hukum diatur dalam beberapa Undang-Undang, yaitu:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-corporate-
social-responsibility, diakses tanggal 16 Mei 2014.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT 2007)
Bab V Pasal 74.
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
2. www.futurumcorfinan.com
Page 2
Pasal 1 angka 3 UUPT menyebutkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah
komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Definisi ini
tidak sejalan dengan pasal 74 ayat (1) yang membatasi tanggung jawab CSR hanya pada
perusahaan industri ekstraktif.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) serta
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan
Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”)
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/2007”)
Pasal 15 dan 16 dan sanksinya dalam pasal 34.
Dalam Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib
melaksanakan TJSL. Yang dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf b
UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman
modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Selain itu dalam Pasal 16 UU 25/2007 juga diatur bahwa setiap penanam modal
bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian
dari TJSL.
Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan TJSL, maka
berdasarkan Pasal 34 UU 25/2007, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif
berupa:
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (“UU 32/2009”) Pasal 68
Berdasarkan Pasal 68 UU 32/2009, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
3. www.futurumcorfinan.com
Page 3
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tahun
2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil
Dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan
Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No.
PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan
Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan (“Permen BUMN 5/2007”)
Dalam peraturan ini diatur mengenai kewajiban Perusahaan Perseroan (“Persero”),
Perusahaan Umum (“Perum”), dan Perusahaan Perseroan Terbuka (“Persero Terbuka”).
Berdasarkan Pasal 2 Permen BUMN 5/2007,
Dalam peraturan ini diatur mengenai kewajiban Perusahaan Perseroan (“Persero”),
Perusahaan Umum (“Perum”), dan Perusahaan Perseroan Terbuka (“Persero Terbuka”).
Berdasarkan Pasal 2 Permen BUMN 5/2007, Persero dan Perum wajib melaksanakan
Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Sedangkan
Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan dengan berpedoman pada Permen BUMN 5/2007 yang
ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan
kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana
BUMN (Pasal 1 angka 6 Permen BUMN 5/2007). Sedangkan Program Bina Lingkungan
adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan
dana BUMN (Pasal 1 angka 7 Permen BUMN 5/2007).
4. www.futurumcorfinan.com
Page 4
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi (“UU 22/2001”)
Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-
ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan mengenai pengembangan
masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3) huruf p
UU 22/2001).
Selain itu dalam Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan
usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan
lingkungan dan masyarakat setempat.
Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-
ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan mengenai pengembangan
masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3) huruf p
UU 22/2001).
Selain itu dalam Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan
usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan
lingkungan dan masyarakat setempat.
Corporate Social Responsibility (“CSR”) dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan tanggung
jawab sosial perusahaan. Pada bab V Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) mengatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan, dimana Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan tersebut.
Berdasarkan Pasal 74 ayat (1) UUPT terdapat 2 (dua) kriteria sektor kegiatan yang
mewajibkan Perusahaan untuk melaksanakan CSR tersebut, yaitu:
1. Perseroan yang menjalankan usahanya di bidang sumber daya alam
Yang dimaksud Perseroan menjalankan usahanya di bidang sumber daya alam adalah
Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
2. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.
5. www.futurumcorfinan.com
Page 5
- See more at: http://www.hukumperseroanterbatas.com/2012/04/13/corporate-social-
responsibility-oleh-perseroan-terbatas/#sthash.VUSV0hl9.dpuf
Ulasan
Penulis menangkap kesan bahwa ketentuan CSR dalam konteks perpajakan di Indonesia
banyak dikaitkan dengan aturan yang terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan, terutama Pasal 6 angka (1) yang mengatur tentang biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang diperbolehkan sebagai
pengurang penghasilan bruto, guna penentuan besarnya penghasilan kena pajak, termasuk:
Huruf I, j, k, l dan m
Sumbangan dalam rangka:
penanggulangan bencana nasional
penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
biaya pembangunan infrastruktur sosial
dan berupa sumbangan fasilitas pendidikan,
pembinaan olahraga
Seluruh huruf I, j, k, l dan m akan diatur ketentuannya dalam Peraturan Pemerintah. Dalam
Penjelasan huruf I, j, k, l dan m dinyatakan “Cukup Jelas”. Pada tanggal 30 Desember 2010,
diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2010 Tentang
Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan
Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan
Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Dari bacaan yang ada dalam UU PPh dan PP 93/2010 di atas, kata yang banyak yang
digunakan adalah “sumbangan” dan “pemberian bantuan”
Dalam Penjelasan PP 93/2010 Bagian I. Umum dinyatakan bahwa biaya sumbangan dan
pemberian bantuan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, berarti diberi pengurangan
pajak penghasilan yang terutang dalam tahun fiskal diberikannya bantuan tersebut, karena
“Dalam rangka membantu program pemerintah serta memberi kesempatan kepada Wajib
Pajak untuk turut berperan serta dalam penanggulangan bencana nasional, pengembangan
6. www.futurumcorfinan.com
Page 6
ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, pengembangan pendidikan di Indonesia,
pembinaan olahraga di Indonesia dan turut serta membantu pemerintah dalam pembiayaan
pembangunan infrastruktur sosial di Indonesia….” .
Jadi selintas terlihat bahwa “sumbangan” dan “pemberian bantuan” ini diberikan “keringanan
pajak” karena dapat dibiayakan, semata-mata karena “untuk memberikan kesempatan bagi
wajib pajak untuk turut berperan serta dan dalam rangka membantu program pemerintah”….
Aturan-aturan di atas sulit bagi penulis untuk melihatnya sebagai aturan ketentuan
perpajakan bagi pengeluaran (penulis sengaja tidak menggunakan kata “biaya”) terkait
CSR, karena memang dalam UU PPh dan PP 93/2010 sendiri tidak ada satupun kata atau
kalimat CSR yang digunakan atau dirujuk. Di samping itu, banyaknya kata “Sumbangan”
kalau dikaitkan dengan CSR akan terlalu “mengkerdilkan” makna CSR itu sendiri. Dan jelas
bagi pengusaha baik orang pribadi, perseroan terbatas baik nasional maupun multinasional,
akan sangat tidak nyaman kalau CSR ujung-ujungnya hanya membicarakan “sumbangan”,
“bantuan”, atau bahkan “hibah”. Pendirian suatu bisnis dan usaha jelas lebih banyak
didorong oleh motivasi untuk mencetak laba, walaupun terlepas mau diapakan laba tersebut
kemudian, apakah akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham
perusahaan. Dividen bisa saja digunakan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan yang
berorientasi “sosial” atau “kemanusiaan”.
Dari bacaan di atas, penulis menyimpulkan bahwa di Indonesia, belum ada ketentuan
spesifik terkait pengeluaran untuk CSR. Konsep CSR sendiri jelas bukan semata-mata
pemberian “bantuan” dan sumbangan.
Lalu apa sebetulnya CSR itu sendiri?
Walaupun banyak buku-buku yang membahas dan memberikan definisi CSR, namun di sini
penulis mengambil dari ISO (the International Organization for Standardization). Pada
tanggal 1 November 2010, ISO telah meluncurkan suatu standar international yang
memberikan pedoman bagi pertanggungjawaban sosial, dimana pedoman ini diberi nama
ISO 26000.
Di bagian Pendahuluan ISO 26000 disebutkan bahwa:
7. www.futurumcorfinan.com
Page 7
Organizations around the world, and their stakeholders, are becoming increasingly aware of
the need for and benefits of socially responsible behaviour. The objective of social
responsibility is to contribute to sustainable development.
An organization’s performance in relationg to the society in which it operates and to its
impact on the environment has become a critical part of measuring its overall performance
and its ability to continue operating effectively. This is, in part, a reflection of the growing
recognition of the need to ensure healthy ecosystems, social equity and good organization
governance. In the long run, all organizations’ activities depend on the health of the world’s
ecosystems. Organizations are subject to greater scrunity by their various stakeholders. The
perception and reality of an organization’s performance on social responsibility can
influence, among other things:
Its competitive advantage;
Its reputation;
Its ability to attract and retain workers or members, customers, clients or users;
The maintenance of employees’ morale, commitment and productivity;
The view of investors, owners, donors, sponsors and the financial community; and
Its relationship with companies, governments, the media, suppliers, peers, customers
and the community in which it operates.
Social responsibility:
Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and
the environment, through transparent and ethical behaviour that
Contributes to sustainable development, including health and the welfare of society;
Takes into account the expectations of stakeholders;
Is in compliance with applicable law and consistent with international norms of
behaviour; and
Is integrated throughout the organization and practised in its relationships.
ISO 26000 juga menjelaskan keterkaitan yang erat antara sustainable development dan
social responsibility:
Sustainable development is about meeting the needs of society while living within the
planet’s ecological limits and without jeopardizing the ability of future generations to meet
their needs. Sustainable development has three dimensions – economic, social and
environmental – which are interdependent, for instance, the elimination of poverty requires
8. www.futurumcorfinan.com
Page 8
the promotion of social justice and economic development and the protection of the
environment.
Social responsibility has the organization as its focus and concerns an organization’s
responsibilitie to society and the environment. Social responsibility is closely linked to
sustainable development. Because sustainable development is about the economic, social
and environmental goals common to all people, it can be used as a way of summing up the
broader expectations of society that need to be taken into account by organizations seeking
to act responsibly.
http://www.iso.org/iso/iso_26000_project_overview.pdf
Therefore, an overarching objective of an organization’s social responsibility should be to
contribute to sustainable development.
Dari gambar di atas, ada 7 Prinsip Utama sebagai akar dari perilaku organisasi yang
bertanggung jawab secara sosial, mencakup:
1. Akuntabilitas (Accountability)
9. www.futurumcorfinan.com
Page 9
2. Transparansi (Transparancy)
3. Perilaku yang Etis (Ethical Behaviour)
4. Menghormati Kepentingan Para Pemangku Kepentingan (Respect for Stakeholder
Interests)
5. Menghormati Ketentuan Hukum (Respect for the Rule of Law)
6. Menghormati Norma-Norma Internasional untuk Berperilaku (Respect for
International Norms of Behaviour)
7. Menghormati Hak Asasi Manusia (Respect for Human Rights)
ISO 26000 memperkenalkan 7 subjek inti yang perlu dipertimbangkan, dimana ditunjukkan
oleh gambar di bawah ini, yang mencakup:
1. Tata Kelola Organisasi (Organizational Governance)
2. Hak Asasi Manusia (Human Rights)
10. www.futurumcorfinan.com
Page 10
3. Praktik-Praktik Ketenagakerjaan (Labour Practices)
4. Lingkungan (Environment)
5. Praktik Operasional yang Wajar (Fair Operating Practices)
6. Isu-Isu Pelanggan (Consumer Issues)
7. Keterlibatan dan Pengembangan Komunitas (Community Involvement and
Development)
Dari ISO 26000 dapat diketahui bahwa suatu organisasi tidak hidup dalam suatu kevakuman.
Organisasi tidak sama dengan Pemangku Kepentingan, namun di antara keduanya, ada
“irisan”, yang dapat merupakan titik temu dari berbagai kepentingan. Namun demikian, baik
Organisasi maupun Para Pemangku Kepentingan, kedua-duanya ada dalam lingkaran
Masyarakat, yang akan saling mempengaruhi dan memberikan timbal balik. Bahkan bisa
memiliki kepentingan bersama
11. www.futurumcorfinan.com
Page 11
Yang menarik diperhatikan bahwa CSR dari suatu organisasi sangat terkait dengan
Sustainable Development dari Organisasi itu sendiri. Terjemahan di Indonesia untuk CSR
kurang tepat karena hanya menyebutkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, padahal
jelas bahwa dalam Sustainable Development ada tiga unsur, yaitu selain Sosial dan
Lingkungan, ada juga aspek Ekonomi. Jadi dalam CSR, ketiga unsur itu sama pentingnya.
Salah satu kegiatan Keterlibatan dan Pengembangan Komunitas yang cenderung diartikan
hanya berisi kegiatan pemberian “bantuan” dan “sumbangan”, justru dikatakan oleh ISO
26000 sebagai bagian integral dari sustainable development.
Yang menarik ISO 26000 mengakui adanya dua investasi yang dapat dilakukan oleh suatu
organisasi, yaitu investasi ekonomi dan investasi sosial.
Issues of community development to which an organization can contribute include creating
employment through expanding and diversifying economic activities and technological
development. It can also contribute through social investments in wealth and income
creation through local economic development initiatives; expanding education and skills
development programs; promoting and preserving cultures and arts; and providing and/or
promoting community health services.
Social investments that contribute to community development can sustain and enhance an
organization’s relationships with its communities, and MAY or MAY NOT be associated with
an organization’s core operational activities.
Social investment takes place when organizations invest their resources in initiatives and
programs aimed at improving social aspects of community life. Types of social investments
may include projects related to education, training, culture, health care, income generation,
infrastructure development, improving access to information or any other activity likely to
promote economic or social development.
Yang menarik bahwa CSR dalam konteks ISO 26000 bisa atau bisa juga tidak selalu terkait
dengan aktivitas operational utama suatu organisasi.
Menurut penulis, agak sulit tentunya begitu kegiatan CSR menjadi kegiatan yang terintegrasi
ke dalam kegiatan operasional suatu organisasi, termasuk dalam level pengambilan
keputusan dan komunikasi. Arahnya tentu sustainable development.
12. www.futurumcorfinan.com
Page 12
Dari ulasan di atas, penulis berharap bahwa CSR bisa dilihat dalam konteks yang
proporsional, termasuk juga oleh pihak pemerintah, terutama Dirjen Pajak. Justru bisa dilihat
lebih jauh, kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh pihak swasta dapat menggantikan
banyak kegiatan-kegiatan yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah. Karena pemerintah
tidak mungkin dapat melakukan semua kegiatan-kegiatan tersebut dan kemungkinan besar
juga tidak memiliki seluruh sumber daya yang diperlukan, keterlibatan pihak swasta menjadi
suatu keniscayaan, yang mesti diterima. Kalau tidak, pemerintah sendiri yang perlu
menyediakan anggaran bagi kegiatan-kegiatan CSR tersebut. Sebagai alternatif.
Karena CSR sekarang menjadi trend global di seluruh dunia, justru penulis melihat bahwa
pemerintah Indonesia, terutama Dirjen Pajak mestinya mendorong wajib pajak kea rah ini,
dan insentif pajak berupa diperbolehkannya biaya-biaya terkait CSR menjadi pengurang
penghasilan bruto.
CSR jelas bukan hanya semata-mata suatu tindakan bersifat “sosial”, atau dalam praktiknya,
perusahaan perlu mengambil atau mengalokasikan sebagian dari keuntungan atau laba
perusahaan untuk “diberikan bantuan, disumbangkan, dihibahkan” kepada masyarakat atau
13. www.futurumcorfinan.com
Page 13
untuk tujuan-tujuan mulia lainnya, namun jauh dari itu, CSR adalah bersifat sangat strategis
baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi masyarakat, dan memang sudah selayaknya
bisnis atau suatu usaha dijalankan. Artinya, seluruh kegiatan dan kebijakan perusahaan
diarahkan untuk membawa keuntungan atau manfaat tidak hanya bagi perusahaan, para
pemegang saham, tapi juga kepada seluruh pihak-pihak yang kena dampaknya baik secara
langsung maupun tidak langsung, termasuk masyarakat secara luas dan lingkungan. CSR
diharapkan dapat memperbesar externalities yang positif.
Penulis melihat justru CSR ini belum diakomodasi dalam peraturan-peraturan dirjen pajak.
PP 93/2010 jelas bukan merupakan CSR atau spesifik diperuntukkan untuk insentif pajak
bagi CSR.
Ada beberapa masalah, tentunya:
Yang perlu dilihat apakah pengeluaran untuk CSR merupakan beban atas penghasilan bruto
atau diambil dari laba bersih, artinya diperlakukan seperti dividen?
Karena tidak mungkin memberikan daftar kegiatan CSR apa saja, ini menjadi tantangan
tersendiri, apakah hanya kegiatan tertentu yang diperbolehkan dan mana yang tidak
diperbolehkan?
14. www.futurumcorfinan.com
Page 14
Bagaimana dengan kegiatan CSR yang bersifat capital expenditure, artinya akan berupa
aset dan bukan berupa biaya?
Apakah biaya CSR ada kadaluarsa sehingga hanya dalam jangkat waktu tertentu dapat
diakui?
Beberapa kegiatan utama perusahaan bisa saja malah dipakai untuk pengembangan
masyarakat, misalnya:
Suatu perusahaan yang menjual alat pertanian, dapat menyediakan pelatihan dalam teknik-
teknik bertani yang baik
15. www.futurumcorfinan.com
Page 15
Sekolah yang mempunyai program CSR menggunakan sarana sekolah untuk menyediakan
pendidikan atau kursus bagi mereka yang butuh huruf.
Perusahaan air minum yang menyediakan air gratis bagi warga sekitar
Argumen yang sering dibangun adalah biaya tersebut mesti 3 M:
CSR sendiri sebagaimana dalam ISO jelas memang untuk meningkatkan atau
mendatangkan manfaat bagi lingkungan dimana perusahaan tersebut melakukan kegiatan
usaha. Dan bisa juga untuk “branding awareness”.Ini butuh waktu sehingga tidak bisa satu
atau dua kegiatan saja: even, promo, sponsorship, dan lain-lain
Manfaat tidak selalu harus direct ke bisnis berupa peningkatan penjualan langsung pada
periode dimana biaya tersebut dikeluarkan.
Perusahaan bisa saja menyisihkan sebagian dana:
Misalnya membangun fasilitas air minum gratis yang diperuntukkan untuk warga setempat
dimana perusahaan beroperasi atau di dekat lingkungan pabrik
Perusahaan bekerjasama dengan pihak kepolisian setempat membiayai pemasangan alat-
alat penanda jalan atau penyebrangan jalan atau lampu lalu lintas guna meningkatkan
keamanan di sekitar lingkungan kantor dan pabrik, dimana ini bisa membawa manfaat bagi
karyawan atau masyarakat pengguna.
Perusahaan guna menekan angka kriminalitas guna menghidupkan kegiatan ekonomi di
suatu daerah membangun stadion untuk dapat digunakan sebagai kegiatan komunitas anak
muda.
Kalau pajak digunakan untuk membangun dan membiayai pembangunan, lalu apa bedanya
kalau itu dijalankan oleh peran serta swasta…Ini perlu mendapat penelitian, apakah
memang dengan memberikan insentif pajak, negara dirugikan?
Pajak memang digunakan untuk membiayai program-program pemerintah di bidang
pendidikan, pelayanan kesehatan dan keamanan.
Menjadi sponsor dalam dari suatu kegiatan olahraga dimana tercantum nama sponsor di
tropi atau di spanduk-spanduk. Penyediaan obat-obatan gratis oleh perusahaan farmasi.
~~~~~~ ####### ~~~~~~