SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan fenomena global yang hingga kini masih menjadi
isu sentral di belahan bumi manapun termasuk Indonesia. Menurut Supriatna
(2000:36) kemiskinan merupakan masalah utama bagi pembangunan yang
sifatnya kompleks dan multi dimensional serta memiliki wujud yang majemuk.
Secara umum kondisi kemiskinan ditandai oleh kerentanan, ketidakberdayaan,
keterisolasian, dan ketidakmampuan dalam menyampaikan aspirasi dan
kebutuhannya. Oleh karena sifat kemiskinan yang multi dimensi tersebut maka
kemiskinan telah memberi akibat yang juga beragam, mulai dari :
a) Secara sosial ekonomi dapat menjadi beban masyarakat
b) Rendahnya kualitas dan produktivitas masyarakat
c) Rendahnya partisipasi masyarakat
d) Menurunnya keterlibatan umum dan ketentraman masyarakat
e) Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, dan
f) Kemungkinan merosotnya mutu generasi yang akan datang.
Di Indonesia terdapat kecenderungan bahwa seakan-akan kemiskinan
hanya bisa diberantas oleh program-program pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan seolah hanya mencakup pemberian modal usaha untuk membuka
warung kecil di sudut kampung, pemberian sapi atau kambing untuk perternakan,
dan pelatihan keterampilan perbengkelan atau kerajinan tangan. Asumsi
2
sederhananya, jika orang-orang miskin diberi modal dan dilatih, maka mereka
akan memiliki pekerjaan dan pendapatan. Kehidupan mereka kemudian akan
menjadi lebih baik dan tidak miskin lagi. Asumsi ini telah menjadi keyakinan
umum dan bahkan cenderung dianggap keyakinan mutlak (Suharto, 2009).
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Penanganan Fakir Miskin diamanatkan bahwa Kementerian Sosial
menetapkan kriteria fakir miskin sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan
fakir miskin. Di samping itu dalam Pasal 8 ayat (4) Kementerian Sosial juga
melakukan Verifikasi dan Validasi terhadap hasil pendataan yang dilakukan oleh
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang kegiatan statistik.
Penetapan data fakir miskin yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh
Menteri merupakan dasar bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
memberikan bantuan atau pemberdayaan. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam
Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin.
Sistem perlindungan sosial ini diamanatkan pula dalam Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 sebagai landasan konstitusi negara. Pembukaan UUD 1945
mengamanatkan bahwa pemerintah harus melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan
bangsa. Tercermin juga dalam pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan dan pasal 31 UUD 1945 yang menjamin hak warga negara untuk
mendapatkan pendidikan. Pasal 34 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa fakir
3
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan negara wajib
mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan sosial yang bersifat nasional.
Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang mengatasi dan
menanggulangi permasalahan fakir miskin dan anak terlantar berada dibawah
naungan Dinas Sosial. Dinas Sosial Aceh adalah pelaksana teknis di bidang
pembangunan kesejahteraan sosial di Aceh, dibentuk berdasarkan Qanun Aceh
No. 5 tahun 2007 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas, lembaga teknis
daerah dan lembaga daerah Provinsi Aceh, dengan tugas pokok : “Melaksanakan
tugas umum Pemerintahan Aceh dibidang kesejahteraan, pemberdayaan, bantuan
dan rehabilitasi sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
Untuk memperoleh informasi mengenai kesejahteraan sosial, Dinas Sosial
menggunakan sistem basis data terpadu sebagai program perlindungan sosial yang
dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
yang mana sistem tersebut dapat digunakan untuk perencanaan program dan
mengidentifikasi nama dan alamat calon penerima bantuan sosial, baik rumah
tangga, keluarga maupun individu berdasarkan pada kriteria-kriteria sosial-
ekonomi yang ditetapkan oleh pelaksana program bantuan sosial. Basis data
terpadu juga membantu perencanaan program bantuan sosial, memperbaiki
penggunaan anggaran dan sumber daya program perlindungan sosial. Dengan
menggunakan data dari basis data terpadu, jumlah dan sasaran penerima manfaat
program dapat dianalisis sejak awal perencanaan program. Hal ini akan membantu
4
mengurangi kesalahan dalam penetapan sasaran penerima program perlindungan
sosial.
Dari hasil pengamatan sementara ditemukan bahwa kesediaan dana masih
kurang untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin. Kemudian kurangnya tenaga
pendamping sehingga menyebabkan adanya masyarakat miskin yang belum
mendapatkan bantuan dan terjadinya salah sasaran dalam penyaluran bantuan.
Rekapitulasi Basis Data Terpadu (BDT) Kabupaten Bireuen menunjukan
bahwa masih ada fakir miskin yang belum mendapatkan bantuan sosial baik itu
berupa Beras Sejahtera (Rastra), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Modal
usaha. Dengan data yang sudah dilampirkan dari 17 kecamatan yang ada di
Kabupaten Bireuen bahwa keseluruhan penerima manfaat program bantuan sosial
dari Dinas Sosial Kabupaten Bireuen di Tahun 2015 berjumlah 63,792 penerima,
sedangkan program penanggulangan kemiskinan (PKH) di Tahun 2016 jumlah
penerima bantuan 14,516 penerima. Adanya program bantuan sosial Beras
Sejahtera (Rastra) di Tahun 2016 berjumlah 33,804 penerima, sedangkan di
Tahun 2017 penerima bantuan sosial Beras Sejahtera (Rastra) meningkat dari
tahun sebelumnya dengan jumlah 34,812 penerima. Tentu dengan adanya
program Beras Sejahtera ini fakir miskin yang tidak mampu membeli beras sangat
terbantu. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel Rekapitulasi Data BDT
Kabupaten Bireuen berikut ini :
5
Tabel 1.1
Rekapitulasi Data BDT Kabupaten Bireuen
No Kecamatan Jumlah PBDT 2015 Jumlah PKH 2016 Jumlah KKS Rastra 2016
Jumlah KKS Rastra
2017
1 Gandapura 3,544 747 2,085 1,929
2 Jangka 4,846 1,407 3,133 2,723
3 Jeumpa 5,189 1,409 2,791 2,995
4 Jeunib 4,222 852 2,302 2,426
5 Juli 5,252 1,509 3,059 3,138
6 Kota Juang 4,326 537 1,629 1,706
7 Kuala 2,653 699 1,375 1,407
8 Kutablang 3,492 647 2,084 1,809
9 Makmur 2,759 671 1,884 1,715
10 Pandrah 1,705 327 901 928
11 Peudada 4,774 883 2,171 2,579
12 Peulimbang 1,919 481 960 1,196
13 Peusangan 6,217 1,369 2,859 3000
14 Peusangan Selatan 2,91 560 1,523 1,593
15 Peusangan Siblah Krueng 2,184 580 1,465 1,317
16 Samalanga 3,697 610 1,353 1,789
17 Simpang Mamplam 4,103 1,228 2,23 2,563
JUMLAH 63,792 14,516 33,804 34,812
Sumber : Kepala Seksi Jaminan Sosial
6
Sehubungan dengan maksud diatas, maka penelitian ini merupakan
penelitian yang bersifat lapangan serta mendeskripsikan data-data secara
kualitatif. Berdasarkan permasalahan diatas terlihat jelas begitu pentingnya
penelitian ini dilakukan dan peneliti tertarik untuk memilih judul tentang
“Efektivitas Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani Bantuan
Bagi Fakir Miskin. (Studi tentang bantuan modal usaha pada Dinas Sosial
Kabupaten Bireuen)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Penggunaan Basis Data
Terpadu dalam menangani bantuan modal usaha bagi fakir miskin sudah efektif?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Efektifnya
Penggunaan Basis Data Terpadu dalam menangani bantuan modal usaha bagi
fakir miskin.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini melalui perspektif yang digunakan dapat memperkaya
pemahaman tentang teorisasi manajemen publik terkait dengan pola
pemerintah dalam menata dana bantuan kepada fakir miskin
khususnya di Kabupaten Bireuen.
7
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengayaan wawasan
bagi para peneliti maupun pembaca biasa.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah
daerah dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dengan bantuan modal
usaha kepada fakir miskin di Kabupaten Bireuen.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk
melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, fokus penelitian terdahulu yang
dijadikan acuan adalah terkait dengan kurang akuratnya data fakir miskin yang
terdata pada Basis Data Terpadu Dinas Sosial.
Penelitian yang pertama dilakukan oleh M. Afrinaldi (2017) yang berjudul
“Efektivitas Program Penanganan Fakir Miskin Di Kabupaten Kampar (Studi
Kasus Bantuan Peningkatan Keterampilan Di Kelurahan Sungai Pagar”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa program penanganan fakir miskin di
Kabupaten Kampar studi kasus bantuan peningkatan keterampilan di Kelurahan
Sungai Pagar dalam meningkatkan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan
bakat keterampilan belum lah berjalan secara maksimal. Dari hasil penelitian dan
pembahasan yang diperoleh program penanganan fakir miskin di Kabupaten
Kampar studi kasus pada bantuan peningkatan keterampilan di Kelurahan Sungai
Pagar ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi sumber daya manusia dan
minimnya anggaran merupakan hal yang sangat mempengaruhi dalam
pelaksanaan pelatihan keterampilan.
Penelitian yang kedua dari Misfi Laili Rohmi (2018) yang berjudul
“Efektivitas Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Bantuan Dan
Perlindungan Sosial Bagi Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Pringsewu
Provinsi Lampung)”. Berdasarkan hasil penelitian tentang efektivitas Program
8
9
Keluarga Harapan (PKH) sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan
berbasis bantuan dan perlindungan sosial, didapat beberapa simpulan sebagai
berikut :
a) Program Keluarga Harapan (PKH) efektif dilihat dari aspek input;
b) Program Keluarga Harapan (PKH) efektif dilihat dari aspek proses;
c) Program Keluarga Harapan (PKH) belum efektif dilihat dari aspek output
program bidang kesehatan karena ada beberapa indikator yang tidak
tercapai seperti perolehan suplemen Fe selama masa kehamilan,
pemeriksaan postnatal care sebanyak 3 (tiga) kali, pemeriksaan bayi usia
0-1 bulan sebanyak 3 kali, cakupan imunisasi lengkap balita usia 0-11
bulan, serta cakupan perolehan vitamin A balita usia 0-11 bulan sesuai
jadwal;
d) Program Keluarga Harapan (PKH) efektif dilihat dari aspek output
program bidang pendidikan.
Namun demikian, penelitian-penelitian terdahulu tersebut di rasa kurang
memuaskan mengingat penelitian yang sudah dilakukan terkait tentang
penanganan fakir miskin dalam bantuan peningkatan keterampilan dan
penanggulangan kemiskinan. Sejauh ini belum ada penelitian yang serupa, karena
penelitian ini lebih bertujuan pada efektifnya penggunaan basis data terpadu
dalam menangani bantuan modal usaha bagi fakir miskin di Kabupaten Bireuen.
Maka dari itu peneliti melakukan penelitian ini karena masih ada masyarakat fakir
miskin yang belum menerima bantuan dan tidak terdata di dalam Basis Data
Terpadu tersebut.
10
2.2 Landasan Teoritik
2.2.1 Manajemen Publik
Manajemen Publik adalah manajemen pemerintah, yang artinya
manajemen publik juga bermaksud untuk melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pengontrolan terhadap pelayanan kepada masyarakat (Nur
Ghofur : 2014).
Manajemen Publik diartikan sebagai upaya seseorang untuk bertanggung
jawab dalam menjalankan suatu organisasi, dan pemanfaatan sumber daya (orang
dan mesin) guna mencapai tujuan organisasi (Shafritz dan Russel dalam kebab,
2008:93).
2.2.2 Tahap-Tahap Manajemen
Tahapan-tahapan dalam manajemen merupakan suatu proses yang meliputi
hal-hal sebagai berikut :
a) Perencanaan (Planning)
Meliputi penerapan tujuan dan standar, penentuan aturan dan prosedur,
pembuatan perencanaan serta ramalan (prediksi) apa yang akan terjadi.
b) Pengorganisasian (Organizing)
Meliputi pemberian tugas terpisah kepada masing-masing pihak,
membentuk bagian, mendelegasikan dan menetapkan sistem komunikasi,
serta mengkoordinir kerja setiap karyawan dalam satu tim yang solid dan
terorganisir.
11
c) Penyusunan Formasi (Staffing)
Meliputi menentukan persyaratan personnel yang akan diperkerjakan,
merekrut calon karyawan, menentukan job description dan persyaratan
pelatihan termasuk didalamnya pengembangan kualitas dan kuantitas
karyawan sebagai acuan untuk penyusunan setiap fungsi dalam
manajemen organisasi.
d) Memimpin (Leading)
Meliputi membuat orang lain melaksanakan tugasnya, mendorong dan
memotivasi bawahan, serta menciptakan iklim atau suasana pekerjaan
yang kondusif - khususnya dalam metode komunikasi dari atas kebawah
atau sebaliknya – sehingga timbul saling pengertian dan kepercayaan yang
lain.
e) Pengawasan (Controlling)
fungsi terakhir manajemen ini mencakup ; persiapan suatu standar kualitas
dan kuantitas hasil kerja, baik berbentuk produk maupun jasa yang
diberikan perusahaan / organisasi dalam upaya pencapaian tujuan,
produktivitas dan terciptanya citra yang positif (Basu Swasta DH, Asas-
asas Manajemen Modern. Liberty Yogyakarta, 1996).
2.2.3 Efektivitas
Efektivitas secara umum tujuan akhir dari suatu kegiatan, dimana realita
telah sesuai dengan perencanaan dan harapan, maka hal ini merupakan arti dari
Efektif. Namun, terdapat perbedaan persepsi dari sudut pandang tentang
12
Efektivitas. Berikut ini beberapa pengertian Efektivitas menurut pendapat Para
Ahli :
a) Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar
presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya (Hidayat,
2006).
b) Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana
orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan (Ravianto,
2014).
c) Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya (Abdurahmat,
2008: 7).
d) Efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai
sasaran. Sasaran ini merupakan keadaan atau kondisi yang diinginkan
(Prihartono, 2012:37).
e) Efektifitas adalah Penggunaan sarana dan prasarana, yang dapat
menunjukkan kesuksesan dari sisi tercapai atau tidaknya sasaran. Hal ini
berarti semakin kegiatan tersebut dapat mendekati sasaran maka semakin
tinggi tingkat efektivitasnya (Sondang P. Siagian, 2008:4).
Dari pengertian Efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa Efektivitas
adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai.
Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan
13
tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan sebagai tingkat
keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai.
2.2.4 Teori Efektivitas
1. Teori Efektivitas Pertama
Menurut Ravianto dalam Masruri (2014), pengertian efektifitas adalah
seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan
keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu
pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya mau
pun mutunya, maka dapat dikatakan efektif.
2. Teori Efektivitas Kedua
Menurut Subagyo dalam Budiani (2009) efektifitas adalah kesesuaian
antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Efektifitas adalah suatu keadaan
yang terjadi karena dikehendaki. Menurut Richard Steer , efektifitas harus dinilai
atas dasar tujuan yang bisa dilaksanakan, bukan atas dasar konsep tujuan yang
maksimum. Efektifitas diukur dengan menggunakan standar sesuai dengan acuan
Litbang Depdagri dalam Budiani (2009) seperti pada tabel dibawah ini :
Rasio Efektifitas Tingkat Capaian
Dibawah 40
40 - 59,99
60 – 79,99
Di atas 80
Sangat Tidak Efektif
Tidak Efektif
Cukup Efektif
Sangat Efektif
Sumber : Litbang Depdagri, 1991 dalam Budiani 2009
Efektivitas program penanggulangan pengangguran ini dapat dilihat dari
variabel ketepatan sasaran program, sosialisasi program, tujuan program, dan
14
pemantauan. Menghitung efektifitas program menggunakan statistik sederhana
(Sugiyono, dalam Budiani 2009) yaitu:
Efektifitas program = R/T x 100%
Dimana: R = Realisasi kegiatan
T = Target kegiatan
3. Teori Efektivitas Ketiga
Menurut Bungkaes (2013), efektifitas adalah hubungan antara output dan
tujuan. Dalam artian efektifitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output,
kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam
pengertian teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa
yang dimaksud dengan “Efektifitas”. Bagaimanapun definisi efektifitas berkaitan
dengan pendekatan umum. Bila ditelusuri efektifitas berasal dari kata dasar efektif
yang artinya : (1). Ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya) seperti:
manjur; mujarab; mempan; (2). Penggunaan metode/cara, sarana/alat dalam
melaksanakan aktivitas sehingga berhasil guna (mencapai hasil yang optimal).
Menurut Gibson et.al dalam Bungkaes (2013) pengertian efektifitas adalah
penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, kelompok, dan
organisasi. Makin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang diharapkan
(standar), maka makin lebih efektif dalam menilai mereka. Dari pengertian
tersebut di atas dari sudut pandang bidang perilaku keorganisasian maka dapat
diidentifikasikan tiga tingkatan analisis yaitu: (1) individu, (2) kelompok, dan (3)
organisasi. Ketiga tingkatan analisis tersebut sejalan dengan ketiga tingkatan
15
tanggung jawab manajerial yaitu bahwa para manajer bertanggung jawab atas
efektifitas individu, kelompok dan organisasi.
2.2.5 Basis Data Terpadu
Basis Data Terpadu adalah sebuah sistem (database) yang dapat digunakan
untuk bahan perencanaan program dan mengidentifikasi nama dan alamat calon
penerima bantuan sosial baik rumah tangga, keluarga maupun individu
berdasarkan pada kriteria-kriteria sosial-ekonomi yang ditetapkan oleh pelaksana
program. Saat ini Basis Data Terpadu juga digunakan untuk program
perlindungan sosial yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K).
2.2.6 Fakir Miskin
Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber
mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan
dirinya dan/atau keluarganya (Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 08 Tahun 2012).
Fakir miskin adalah seseorang yang sama sekali tidak memiliki harta, atau
memiliki sedikit harta atau penghasilan dari suatu pekerjaan namun tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup (Imam Syafi’i dan Imam Ahmad).
Fakir adalah seseorang yang memiliki harta namun tidak mencukupi untuk
kebutuhan makan selama setahun, sementara miskin adalah seseorang yang tidak
memiliki harta apapun (Menurut Imam Malik).
16
Di dalam Pasal 34 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa fakir miskin
dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan negara wajib mengembangkan
sistem perlindungan dan jaminan sosial yang bersifat nasional. Berdasarkan Pasal
8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin diamanatkan bahwa Kementerian Sosial menetapkan kriteria Fakir Miskin
sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan Fakir Miskin.
2.2.7 Teori Program Penanggulangan Kemiskinan
Penanggulangan kemiskinan adalah salah satu prioritas pembangunan
nasional. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Armida Alisjahbana mengatakan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014,
tingkat kemiskinan diharapkan bisa turun pada kisaran 9-10%. Menurutnya, untuk
mencapai target tersebut, pemerintah menyiapkan beberapa program
penanggulangan kemiskinan. Menurunkan angka kemiskinan masih menjadi
target utama pemerintah, karena tahun depan merupakan tahun terakhir dari
Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, dan
menurunkan angka kemiskinan termasuk salah satu sasaran dalam RPJMN.
Ada enam program penanggulangan kemiskinan yang telah disiapkan
pemerintah untuk tahun depan, program tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Program pertama adalah program Raskin (Beras Miskin) dengan alokasi
dana sebesar Rp 18 triliun, cakupan program raskin ini masih memakai
cakupan tahun 2013, Rumah Tangga Sasaran Raskin sebanyak 15,5 juta
yang meliputi Rumah Tangga miskin dan rentan miskin dengan alokasi
beras tetap 15 kg selama 12 bulan.
17
2. Program kedua adalah Program Keluarga Harapan (PKH) dengan alokasi
dana sebesar Rp 5,2 triliun, cakupan PKH ditingkatkan menjadi 3,2 juta
Rumah Tangga dari 2,4 juta Rumah Tangga pada 2013 serta bantuan PKH
juga dinaikkan menjadi Rp 1,8 juta /Rumah Tangga Sangat Miskin/Tahun
dari Rp 1,4 juta di 2013
3. Program ketiga adalah Bantuan Siswa Miskin dengan alokasi dana sebesar
Rp 9,2 triliun, dengan cakupan BSM sebanyak 15,4 juta siswa dan BSM
dibayarkan dua kali setahun yaitu bulan Maret dan April serta Agustus dan
September.
4. Program keempat adalah PNPM Mandiri dengan alokasi dana Rp 14
triliun, ia menjelaskan pemberian Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
maksimal Rp 3 miliar per kecamatan, pendampingan masyarakat oleh
fasilitator terlatih dan cakupan meliputi seluruh kecamatan di Indonesia.
5. Program kelima adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan alokasi dana
Rp 2,2 triliun. Menurutnya program KUR ini berfungsi meningkatkan dan
memperluas akses permodalan bagi koperasi dan Usaha Kecil Menengah
bagi masyarakat kurang mampu sehingga akses mendapatkan KUR akan
semakin dipermudah untuk tahun depan.
6. Program penanggulangan kemiskinan yang terakhir adalah program
program pro rakyat atau klaster 4 dengan alokasi dana Rp 6,8 triliun.
Menurut dia program ini terdiri dari program rumah sangat murah,
program air bersih, program listrik murah dan hemat, program
18
peningkatan kehidupan nelayan, serta program peningkatan kehidupan
masyarakat miskin perkotaan.
2.2.8 Indikator Kemiskinan
Indikator utama kemiskinan menurut Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS) yaitu :
1. Kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak
2. Terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif
3. Kuranya kemampuan membaca dan menulis
4. Kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup
5. Kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi
6. Ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah
7. Akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas.
Berdasarkan kemampuannya memenuhi kebutuhan hidupnya, Indikator
Kemiskinan menurut Badan Pusat Statitisk (BPS) yaitu :
1. Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan memenuhi
konsumsi makanan hanya mencapai 900/kalori/orang/hari ditambah
kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 120.000/orang/bulan
2. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi
makanan hanya mencapai antara 1900/2100 kalori/orang/hari ditambah
kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 120.000-Rp. 150.000/orang/bulan
19
3. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi
konsumsi makanan hanya mencapai 2100/2300 kalori/orang/hari dan
kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 150.000-Rp. 175.000/orang/bulan.
2.2.9 Kriteria Kemiskinan
Kriteria Kemiskinan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) yaitu :
1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan
2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan
3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan
4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha
5. Lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah
6. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi
7. Terbatasnya akses terhadap air bersih
8. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah
9. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta
terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam
10. Lemahnya jaminan rasa aman
11. Lemahnya partisipasi
12. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya
tanggungan keluarga
13. Tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan
inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya
jaminan sosial terhadap masyarakat.
20
Kriteria Kemiskinan menurut Badan Pusat Statitisk (BPS) yaitu :
1. Tidak miskin, mereka yang pengeluaran per orang per bulan lebih dari Rp
350.610.
2. Hampir Tidak Miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp
280.488.s/d. – Rp 350.610.- atau sekitar antara Rp 9.350 s/d. Rp11.687.-
per orang per hari. Jumlanya mencapai 27,12 juta jiwa.
3. Hampir Miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp
233.740.- s/d Rp 280.488.- atau sekitar antara Rp 7.780.- s/d Rp 9.350.-
per orang per hari. Jumlahnya mencapai 30,02 juta.
4. Miskin, dengan pengeluaran per orang perbulan per kepala Rp 233.740.-
kebawah atau sekitar Rp 7.780.- kebawah per orang per hari. Jumlahnya
mencapai 31 juta.
5. Sangat Miskin (kronis), tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang
per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlas pastinya. Namun,
diperkirakan mencapai sekitar 15 juta.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan tipe deskriptif
yaitu mendeskriptifkan dan menganalisis masalah yang muncul di masa sekarang
guna memperoleh gambaran menyeluruh tentang penelitian. Penelitian kualitatif
ini digambarkan dengan kata-kata atau dengan kalimat yang menunjukkan hasil
akhir penelitian. Dalam menggunakan data kualitatif terutama dalam penelitian
yang digunakan untuk informasi yang bersifat, menerangkan dalam bentuk uraian
maka data tersebut tidak dapat diwujudkan dengan angka-angka melainkan
dengan penjelasan yang menggambarkan keadaan, dan proses peristiwa yang
terjadi (Moleong, 2005:13).
3.2 Definisi Konseptual
3.2.1 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1
No Variabel Definisi Variabel Indikator Skala Sumber
Data
1 Efektivitas Efektivitas adalah
suatu ukuran yang
menyatakan seberapa
jauh target (kuantitas,
kualitas, dan waktu)
telah tercapai. Dimana
makin besar presentase
target yang dicapai,
makin tinggi
efektivitasnya
(Hidayat, 2006).
1. Kuantitas
2. Kualitas
3. Waktu
Rasio Dinas
Sosial
21
22
2 Basis Data
Terpadu
Basis Data Terpadu
adalah sebuah sistem
(database) yang dapat
digunakan untuk bahan
perencanaan program
dan mengidentifikasi
nama dan alamat calon
penerima bantuan
sosial baik rumah
tangga, keluarga
maupun individu
berdasarkan pada
kriteria-kriteria sosial-
ekonomi yang
ditetapkan oleh
pelaksana program.
Saat ini Basis Data
Terpadu juga
digunakan untuk
program perlindungan
sosial yang dikelola
oleh Tim Nasional
Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K).
1. Melakukan
analisis atau
perencanaan
kegiatan /
program
penanggulan
gan
kemiskinan.
2.Menetapka
n sasaran
penerima
manfaat
program-
program
perlindungan
sosial.
Rasio Dinas
Sosial
3 Fakir
Miskin
Fakir Miskin adalah
orang yang sama sekali
tidak mempunyai
sumber mata
pencaharian dan/atau
mempunyai sumber
mata pencarian tetapi
tidak mempunyai
kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar yang
layak bagi kehidupan
dirinya dan/atau
keluarganya (Peraturan
Menteri Sosial
Republik Indonesia
Nomor 08 Tahun
2012).
1. Penduduk
Miskin
2.Garis
Kemiskinan
3. Persentase
Kemiskinan
(Tingkat
Kemiskinan)
Rasio BPS
23
3.3 Fokus Penelitian
Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun
maksud dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus
yaitu pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi kedua, penetapan fokus
berfungsi untuk memenuhui inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar (inclusion-
exlusion criteria) atau informasi baru yang diperoleh di lapangan sebagaimana
dikemukakan Moleong (2004:93-94). Dalam metode kualitatif, fokus penelitian
berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti
akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan. Oleh karena itu
fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang dan
mengarahkan penelitian.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dilakukan serangkaian
kegiatan penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kantor Dinas Sosial
Kabupaten Bireuen. Adapun alasan peneliti mengambil objek penelitian ini adalah
karena masalah di lapangan mengenai Basis Data Terpadu masih kurang efektif,
selain itu ada masyarakat fakir miskin yang belum terdata dan tidak menerima
bantuan. Waktu penelitian dilaksanakan sejak Januari 2019 s/d April 2019.
3.5 Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong, 2002:
24
112). Sumber data dari penelitian ini terbagi menjadi dua hal, yaitu meliputi data
yang bersifat primer dan sekunder.
Dalam penelitian ini, diamati secara seksama aspek-aspek tertentu yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti sehingga memperoleh data-data yang
menunjang penyusunan laporan penelitian, baik berupa data primer maupun data
sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil dari sumber data secara langsung
oleh peneliti melalui wawancara dan observasi terhadap informan penelitian.
Sedangkan menurut (Moleong, 2012:157) bahwa “sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Informan yang dipilih adalah
informan yang terlibat langsung serta memahami dan dapat memberikan
informasi (gambaran) tentang Efektifnya Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam
Menangani Bantuan Modal Usaha Bagi Fakir Miskin. Pemilihan informan
dilakukan dengan segnifikasi dan relevansi informan terhadap data penelitian
bahwa informan yang dipilih tersebut dianggap mengetahui permasalahan yang
diteliti. Adapun narasumber yang dipilih untuk menjadi sumber data primer atau
informan terdiri dari 8 orang :
1) Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bireuen
2) Kepala Seksi Jaminan Sosial
3) Masyarakat Fakir Miskin (Yang menerima Bantuan) ( 3 Orang )
4) Masyarakat Fakir Miskin (Yang Tidak Menerima Bantuan) ( 3 Orang )
25
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau yang dikumpulkan oleh
orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini
biasanya dari perpustakaan atau dari laporan peneliti terdahulu (Moleong, 2002:
157). Untuk penelitian ini data sekundernya berupa buku, dokumen-dokumen,
surat kabar yang terkait dengan efektifnya penggunaan basis data terpadu dalam
menangani bantuan bagi fakir miskin.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data secara langsung
melalui pengamatan, dan pencatatan terhadap gejala pada objek yang dilakukan
secara langsung ditempat kejadian. Observasi merupakan teknik mendatar dengan
penilaian secara penggambaran (deskriptif). Oleh karena itu melalui observasi
akan menghasilkan data yang mendukung kesimpulan sementara dan observasi
yang efektif adalah observasi yang dilaksanakan pengamatan secara jelas, sadar
dan selengkap mungkin tentang perilaku individu sebenarnya dalam keadaan
tertentu. Melalui observasi peneliti melihat dan menganalisa tentang apa yang
dilakukan, dalam suatu proses peneliti mendapat berbagai informasi yang
dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian (Moleong, 2012:26). Adapun yang
di observasi dalam penelitian ini adalah sesuai dengan indikator efektivitas yaitu
kuantitas, kualitas, dan waktu.
26
b. Wawancara
Menurut dalam Lexy J. Moleong (2012:186) wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah
wawancara kualitatif yang dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan data
atau bahan yang tidak tertulis maupun tertulis dari pihak terkait dan berdasarkan
daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Adapun yang di
wawancara dalam penelitian ini adalah sesuai dengan indikator efektivitas yaitu
kuantitas, kualitas, dan waktu.
c. Dokumentasi
Menurut Moleong (2005:217-218) bahwa dokumen dibedakan menjadi
dua, yaitu dokumentasi pribadi dan dokumentasi resmi. Dokumentasi pribadi
adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan,
pengalaman, dan kepercayaan. Dokumen pribadi mencakup buku harian, surat
pribadi, dan otobiografi. Sedangkan dokumen resmi terbagi atas dokumen internal
dan dokumen eksternal. Dokumen Internal berupa memo, pengumuman, instruksi.
Dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan suatu lembaga
sosial, misalnya majalah, bulletin, dan berita yang disiarkan kepada media massa.
3.7 Instrumen Penelitian
Dalam sebuah penelitian dibutuhkan instrumen untuk mendapatkan data
yang valid (Moleong, 2014: 168). Dalam penelitian kualitatif yang menjadi
27
instrumen penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Sehingga
peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrumen aktif dalam
upaya mengumpulkan data di lapangan dengan menggunakan pedoman
wawancara. Oleh karena itu peneliti harus bersikap responsif terhadap subjek dan
objek penelitian, sehingga data penelitian yang diperoleh dapat fokus dan sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan. Selain peneliti sebagai instrumen utama juga
menggunakan instrumen pendukung untuk mempermudah pengumpulan data
seperti menggunakan alat yang dipergunakan di dalam menggali data dimana
penelitian tersebut dilakukan seperti :
a. Kamera
Kamera adalah seperangkat peralatan dengan kelangkapan – kelengkapan
yang memiliki fungsi untuk mengabadikan suatu objek, atau berfungsi untuk
mengkonversikan sebuah objek menjadi gambar yang merupakan hasil proyeksi
pada sistem lensa.
b. Laptop
Laptop atau komputer jinjing adalah komputer bergerak yang berukuran
relatif kecil dan ringan, beratnya berkisaran dari 1-6 kg, tergantung pada ukuran,
bahan, dan spesifikasi laptop tersebut.
c. Voice Recorder (Perekam Suara)
Voice Recorder adalah sebuah media penyimpanan suara analog yang
terdiri dari piringan pipih dengan alur spiral tertulis dan termodulasi.
28
d. Sepeda Motor
Sepeda Motor adalah kendaraan beroda dua yang digerakan oleh sebuah
mesin.
e. Fotokopi
Fotokopi merupakan sebuah alat teknologi yang berfungsi untuk membuat
salinan ke atas kertas dari dokumen, buku, maupun sumber lain.
3.8 Teknik Analisis Data
Bogdan & Biklen mengatakan teknik analisis data adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Moleong, 2007:248).
Untuk melihat lebih lanjut tentang teknik analisis data dalam penelitian ini
Patton menambahkan bahwa ada tiga komponen pokok yang terdapat dalam
model data analisis interaktif yaitu :
a. Koleksi Data
Merupakan tahap awal dalam proses penelitian yang sangat penting yaitu
mengumpulkan data yang telah didapatkan dilapangan karena dengan
mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan berlangsung
sampai peneliti mendapatkan jawaban dari perumusan masalah yang sudah
ditetapkan.
29
b. Reduksi Data
Reduksi data merupakan sajian dari analisis, yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan
mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat
dilakukan.
c. Penyajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan dengan melihat suatu
penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan
untuk mengerjakan sesuatu pada analisis yang berdasarkan pengertian
tersebut.
d. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)
Kesimpulan merupakan suatu kesimpulan yang ditarik dari semua hal
yang ada dalam reduksi data dan sajian data. Pada dasarnya makna data
harus diuji validitasnya supaya kesimpulan yang diambil lebih kokoh dan
sahih. Proses analisis penelitian ini dilakukan dengan cara mereduksi data
yang terkumpul. Setelah data direduksi, kemudian melakukan penyajian
data yang dirakit.
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia.
Kabupaten ini beribukotakan di Bireuen. Kabupaten ini menjadi wilayah otonom
sejak 12 Oktober tahun 1999 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara.
Kabupaten ini terkenal dengan julukan kota juangnya, namun sempat menjadi
salah satu basis utama Gerakan Aceh Merdeka(GAM). Semenjak diberlakukannya
darurat militer sejak bulan Mei 2003, situasi di kabupaten ini berangsur mulai
kembali normal, meski belum sepenuhnya.
Kabupaten Bireuen termasuk salah satu kabupaten bersejarah bagi bangsa
ini. Kabupaten ini pernah ditetapkan sebagai Ibukota Republik Indonesia kedua
pada tanggal 18 Juni 1948 yakni tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947-
1948). Akibatnya, PDRI yang semula menetap di Kota Bukit Tinggi berpindah ke
Kabupaten Bireuen.
Sejak berdirinya Kabupaten Bireuen berdasarkan Undang-Undang No. 48
Tahun 1999 telah terjadi pengembangan yang cukup signifikan dalam bidang
pemerintah, dimana pada awalnya terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan, namun sampai
dengan akhir Tahun 2006 telah dimekarkan menjadi 17 Kecamatan. Secara
geografis Kabupaten Bireuen terletak diantara 04º 54ˈ 00˝ - 05º 21ˈ 00˝ LU dan
96º 20ˈ 00˝ - 97º 21ˈ 00˝ BT yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh
Utara pada tanggal 12 Oktober 1999 (berdasarkan Undang-Undang No.48 Tahun
1999). Luas wilayah Kabupaten Bireuen adalah 1.796,32 Km² (179.632 Ha),
30
31
dengan ketinggian 0-2.637 mdpl (meter diatas permukaan laut). Terbagi dalam 17
kecamatan, dimana Kecamatan Peudada merupakan kecamatan terluas dengan
luas wilayah 312,84 Km² atau sebesar 17,42 persen dari luas Kabupaten Bireuen.
Sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Kota Juang dengan luas hanya
16,91 Km².
Sedangkan yang menjadi pusat kota adalah Kecamatan Kota Juang.
Adapun jumlah gampong (desa) di Kabupaten Bireuen adalah 167 gampong
(desa) dan berdasarkan hasil kajian dalam RT/RW Kabupaten Bireuen dan
Kawasan Permukiman Utama telah ditetapkan bahwa ada sekitar 102 desa yang
termasuk kawasan perkotaan Bireuen.
Kabupaten Bireuen memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Utara Selat Malaka
Selatan Kabupaten Pidie dan Kabupaten
Bener Meriah
Barat Kabupaten Pidie Jaya
Timur Kabupaten Aceh Utara
4.1.1 Profil Dinas Sosial Kabupaten Bireuen
Dinas Sosial Kabupaten Bireuen merupakan Dinas yang bertugas melayani
masyarakat tentang bidang sosial di Kabupaten Bireuen. Saat ini Dinas Sosial
Kabupaten Bireuendi pimpin oleh Bapak Drs. Murdani. Adapun batas-batas
wilayah Kantor Dinas Sosial Kabupaten Bireuen sebagai berikut :
32
Utara KODIM 0111
Selatan
Kantor Badan
Penanggulangan Bencana
Barat Perumahan KODIM 0111
Timur Kantor Pertanian
4.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Dinas Sosial Kabupaten Bireuen
Sesuai dengan Qanun Nomor 7 Tahun 2010 tentang perubahan atas Qanun
Kabupaten Bireuen Nomor 2 Tahun 2010 tentang susunan Organisasi dan Tata
Kerja Dinas-Dinas pada Pemerintahan Kabupaten Bireuen, telah menetapkan
sebagai berikut :
I. Susunan dan Kedudukan
Susunan Organisasi Dinas Sosial Kabupaten Bireuen terdiri dari :
a. Kepala Dinas
b. Sekretaris
c. Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
d. Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Sosial
e. Bidang UPTD PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW)
1) Sekretariat terdiri dari :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b. Sub Bagian Program dan Keuangan
2) Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial terdiri dari :
a. Seksi Pelayanan Sosial
b. Seksi Rehabilitasi Sosial
33
c. Seksi Pendampingan Sosial
3) Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Sosial terdiri dari :
a. Seksi Perlindungan Sosial
b. Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan Sosial
c. Seksi Jaminan Sosial
4) Bidang UPTD PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) terdiri dari:
a. Kepala
b. Kepala Tata Usaha
II. Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan
1. Dinas Sosial mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan
dan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial dengan perundang-
undangan.
2. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam poin 1,
Dinas Sosial mempunyai fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang kesejahteraan sosial sesuai
dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Bupati.
b. Pengelolaan tata usaha, rumah tangga, pengumpulan, pengelolaan,
penganalisaan, penyajian data, penyusunan rencana, dan program
dinas.
c. Penyusunan program dan perencanaan di bidang kesejahteraan sosial.
d. Pelaksanaan pembinaan, pengevaluasian, pengawasan, pengendalian
terhadap pelaksanaan kegiatan dibidang kesejahteraan sosial.
34
e. Pemantauan terhadap lembaga sosial masyarakat dibidang sosial dan
masyarakat dibidang kesejahteraan sosial.
f. Pengkoordinasian kerja sama dengan instansi terkait dalam bidang
kesejahteraan sosial.
g. Penertiban rekomendasi perizinan dibidang kesejahteraan sosial.
h. Pengumpulan,pengelolaan, penganalisaan dan penyajian data serta
penyusunan rencana program.
i. Pembinaan UPTD, dan
j. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan Bupati
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
3. Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam poin 2,
Dinas Sosial mempunyai kewenangan :
a. Melakukan penelitian dan pengkajian dibidang kesejahteraan sosial.
b. Perencanaan dalam pengendalian pembangunan regional secara makro
dalam bidang kesejahteraan sosial.
c. Menyelenggarakan penyuluhan, bimbingan dan pelatihan masyarakat
dibidang kesejahteraan sosial.
d. Melaksanakan pemberdayaan dan pendampingan kesejahteraan sosial,
pelayanan dan rehabilitas sosial, pengembangan potensi kesejahteraan
sosial.
e. Memberikan bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial serta
perencanaan program pembangunan dibidang kesejahteraan sosial.
35
f. Memberikan bantuan dan jaminan terhadap permasalahan
kesejahteraan sosial khusus akibat konflik, bencana alam, dan bencana
sosial.
g. Melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kejuangan
serta niali-nilai kesetiakawanan sosial.
h. Melaksanakan pengawasan penempatan pekerja sosial dan fungsional
panti sosial.
i. Mengalokasikan sumber daya manusia potensial dibidang
kesejahteraan sosial.
j. Menyusun pedoman dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial
4. Sekretariat dimaksud dalam poin 1, dipimpin oleh seorang sekretaris yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Sosial.
5. Bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam poin 1, dipimpin oleh
seorang kepala bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas Sosial melalui Sekretaris sesuai dengan bidang
tugasnya.
4.1.3 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Sosial Kabupaten Bireuen
1. Visi
Dinas Sosial merupakan instansi terdepan dan memegang peranan penting
dalam melaksanakan kegiatan pembangunan bidang kesejahteraan sosial
(pelayanan kesejahteraan sosial), terutama dalam mengatasi dan menanggulangi
berbagai permasalahan sosial yang muncul dalam kehidupan masyarakat Aceh.
36
Visi dari Dinas Sosial yaitu : “Terwujudnya Masyarakat Aceh yang Bermartabat
dan Berkesejahteraan Sosial”.
2. Misi
Untuk mewujudkan Visi tersebut, ditetapkan Misi Dinas Sosial yaitu :
 Memberikan pelayanan kesejahteraan sosial yang profesional,
transparan, akuntabel dan terjangakau dalam rangka meningkatkan
taraf kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
di Provinsi Aceh.
 Meningkatkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial dan kemitraan dalam
rangka pelaksanaan Usaha Kesejahteraan Sosial.
 Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesejahteraan pegawai.
 Melaksanakan dan mengembangkan sistem informasi kesejahteraan
sosial.
3. Tujuan
Menunjukkan suatu yang ingin di capai dimasa mendatang dan
mengarahkan perumusan sasaran serta cara untuk mencapai tujuan untuk jangka
waktu sampai 5 (lima) tahun. Sejalan dengan visi dan misi, tujuan Pembangunan
Kesejahteraan Sosial yang telah dirumuskan adalah :
1) Meningkatkan Kehidupan Secara Ekonomi dan Sosial
2) Meningkatkan Keberfungsian dan Taraf Kesejahteraan Sosial Wanita
Rawan Sosial Ekonomi Beserta Keluarganya
3) Meningkatkan Pengetahuan, Keterampilan dan Kesejahteraan Bagi
Keluarga Miskin.
37
4) Memberdayakan KAT Segala Aspek Kehidupan dan Penghidupan.
5) Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Cacat.
6) Terlayaninya Kebutuhan Bagi Para Penyandang Cacat Netra (Anak
Cacat).
7) Peningkatan Kemandirian Anak.
8) Perlindungan Sosial Terhadap Anak Jalanan, Anak Yang Berhadapan
Dengan Hukum, Anak-Anak Rentan.
9) Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia.
10) Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Para Penyandang Penyakit
Sosial.
11) Meningkatnya Keberfungsian Sosial Para Penyandang Penyakit Sosial.
12) Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Bagi Gelandangan dan
Pengemis.
13) Tersedianya Kebutuhan Hidup Korban Bencana Secara Cepat dan Tepat.
14) Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Bagi Korban Bencana Sosial Akibat
Konflik.
4. Sasaran
Dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka diperlukan
penjabaran lebih rinci dalam bentuk sasaran dan langkah-langkah strategis yang
dirumuskan dalam tahun 2013 adalah sebagai berikut :
1) Meningkatnya Taraf Hidup Fakir Miskin.
2) Terbukanya akses sosial dan ekonomi bagi komunitas adat terpencil.
3) Meningkatnya Skill dan Mental Penyandang Cacat.
38
4) Terlindungi dan Terbinanya Kehidupan Sosial dan Ekonomi Anak
Terlantar.
5) Terlindunginya Kehidupan Lanjut Usia Terlantar.
6) Rehabilitasi Para Penyandang Tuna Sosial.
7) Terlindunginya Masyarakat dari Bencana Alam dan Bencana Sosial.
Dinas Sosial Kabupaten Bireuen berperan penting dalam menanggulangi
kemiskinan yang ada di Kabupaten Bireuen. Adapun peranan Dinas Sosial dalam
menangani masyarakat fakir miskin yaitu :
1) Melaksanakan pemberdayaan dan pelayanan rehabilitasi sosial terhadap
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
2) Mengembangkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan
kesejahteraan sosial
3) Memperluas ketahanan sosial masyarakat
4) Meningkatnya profesionalisme aparatur yang berbasis kesejahteraan
sosial”.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani Bantuan Bagi
Fakir Miskin di Kabupaten Bireuen
Basis Data Terpadu (BDT) adalah sistem data elektronik berisi data nama,
alamat, NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang memuat informasi sosial,
ekonomi, dan demografi dari individu dengan status kesejahteraan terendah di
Indonesia. Basis Data Terpadu diperoleh dari hasil PPLS 2011 telah menjadi
acuan utama penetapan sasaran program pelindungan sosial dan penanggulangan
39
kemiskinan dalam skala nasional maupun daerah (Permensos 10 Tahun 2016
Pasal 1).
Basis Data Terpadu digunakan untuk memperbaiki kualitas penetapan
sasaran program-program perlindungan sosial. Basis Data Terpadu membantu
perencanaan program, memperbaiki penggunaan anggaran dan sumber daya
program perlindungan sosial. Dengan menggunakan data dari Basis Data Terpadu,
jumlah dan sasaran penerima manfaat program dapat dianalisis sejak awal
perencanaan program. Hal ini akan membantu mengurangi kesalahan dalam
penetapan sasaran program perlindungan sosial. Seluruh Program Perlindungan
Sosial yang bersifat Nasional saat ini menggunakan Basis Data Terpadu (BDT).
Penggunaan Basis Data Terpadu dimaksudkan agar keluarga kurang mampu
menerima manfaat berbagai program perlindungan sosial secara sekaligus. Saat
ini Pemerintah menyalurkan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program
Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat kepada 15,5 juta keluarga yang
termasuk dalam 25 persen penduduk dengan Status Sosial Ekonomi terendah.
Selain digunakan untuk perencanaan kegiatan program penanggulangan
kemiskinan baik oleh pemerintah pusat atau daerah, data ini juga digunakan untuk
menetapkan sasaran penerima manfaat program-program perlindungan sosial.
Ketika instansi pelaksana program penanggulangan kemiskinan atau perlindungan
sosial telah menetapkan kriteria kepesertaan program, maka Basis Data Terpadu
dapat menyediakan data nama dan alamat individu atau keluarga bagi instansi
pemerintahan yang mengelola program perlindungan sosial.
40
Basis Data Terpadu dibangun dari hasil Pendataan Program Perlindungan
Sosial Tahun 2011 (PPLS 2011) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS).
PPLS 2011 mendata sekitar 40% rumah tangga di seluruh Indonesia yang paling
rendah status sosial ekonominya, yang awalnya diidentifikasi melalui pemetaan
kemiskinan (poverty map) dengan memanfaatkan hasil Sensus Penduduk tahun
2010, Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2010, dan Potensi Desa
(PODES). Selain itu, petugas PPLS 2011 juga mendata rumah tangga lain yang
diduga miskin berdasarkan informasi dari rumah tangga miskin lainnya (dengan
melakukan konsultasi dengan penduduk miskin selama proses pendataan), serta
hasil pengamatan langsung di lapangan.
Pada bulan Februari 2012, hasil PPLS 2011 diserahkan oleh BPS kepada
Tim Nasional Percepatan Penanggulanan Kemiskinan (TNP2K) untuk diolah
menjadi Basis Data Terpadu (BDT). Data rumah tangga dalam Basis Data
Terpadu diurutkan menurut peringkat kesejahteraannya dengan metode Proxy-
Means Testing (PMT). PMT digunakan untuk memperkirakan kondisi sosial-
ekonomi setiap rumah tangga dengan menggunakan data karakteristik rumah
tangga seperti jumlah anggota keluarga, status pendidikan, kondisi rumah,
kepemilikan aset dan lain-lain. Metode ini telah digunakan di banyak negara
untuk pemeringkatan status kesejahteraan rumah tangga.
Sejak tahun 2012 Basis Data Terpadu telah menyediakan nama dan alamat
penerima manfaat dari Program Bantuan Sosial Beras Sejahtera (Rastra), Bantuan
Modal Usaha, Program Keluarga Harapan (PKH), maupun program-program
bantuan sosial lainnya yang dikelola oleh Dinas Sosial.
41
4.2.2 Kualitas Dalam Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani
Bantuan Bagi Fakir Miskin di Kabupaten Bireuen
Basis Data Terpadu digunakan untuk memperbaiki kualitas penetapan
sasaran program-program perlindungan sosial. Dalam rangka membantu fakir
miskin Pemerintah Indonesia melalui Kementrian RI membuat prinsip-prinsip
dasar dari sebuah progam bantuan sosial yang dibayangkan mungkin dapat
menanggulangi kemiskinan di tanah air. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka
percepatan penanggulangan kemiskinan dimana bahwa selama ini Pemerintah
Dinas Sosial telah melaksanakan berbagai program/kegiatan penanggulangan
kemiskinan baik yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun
pemerintah daerah. Namun, pada pelaksanaannya diketahui bahwa sistem
penargetan program-program tersebut masih kurang efekif dimana salah satu
penyebabnya adalah karena masing-masing penyelenggara program menggunakan
basis data yang berbeda-beda untuk mengidentifikasi sasaran program.
Selanjutnya untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran program-
program perlindungan sosial dapat digunakan basis data terpadu yang dapat
digunakan untuk perencanaan program dan mengidentifikasi nama dan alamat
calon penerima bantuan sosial, baik rumah tangga, keluarga maupun individu
berdasarkan pada kriteria-kriteria sosial-ekonomi yang ditetapkan oleh pelaksana
program.
Dalam program ini terdapat beberapa permasalahan sehingga kualitas
penggunaan Basis Data Terpadu ini masih belum efektif. Adapun permasalahan
yang timbul karena kesalahan teknis pada saat crosscheck lapangan yang
42
dilakukan oleh pihak tenaga pendamping, kurangnya dana yang diberikan oleh
pemerintah pusat sehingga tidak tercukupi untuk menyalurkan bantuan kepada
fakir miskin juga tidak tepat sasaran bantuan yang disalurkan oleh pemerintah
daerah menyebabkan berbagai macam protes ataupun input dari luar terdengar
oleh pihak Dinas Sosial Kabupaten Bireuen. Seperti keterangan yang diberikan
oleh Bapak Zulkifli, SE., M.SI selaku Sekretaris Dinas Sosial pada tanggal 25
Maret 2019 di Kantor Dinas Sosial Kabupaten Bireuen yaitu sebagai berikut :
“Dengan kualitas data yang teruji pada Basis Data Terpadu, bukan berarti
BDT bebas dari permasalahan. Setidaknya terdapat dua masalah dari Basis
Data Terpadu yaitu : Pertama, kurangnya dana dari pemerintah pusat dan
yang Kedua, kurangnya tenaga pendamping. Basis Data Terpadu ini
berada dibawah naungan Dinas Sosial Kabupaten Bireuen yang mana
Dinas Sosial berperan penting dalam penanganan fakir miskin tersebut”.
Dari hasil wawancara dengan Sekretaris Dinas Sosial ditemukan
permasalahan dalam menanggulangi masyarakat fakir miskin yang ada di
Kabupaten Bireuen, masalah utama yaitu kurangnya dana dari pemerintah pusat
sehingga dana yang disalurkan pun kurang tercukupi untuk memberikan bantuan
kepada fakir miskin. Selanjutnya, ditemukan permasalahan kedua yaitu kurangnya
tenaga pendamping, yang mana tenaga pendamping sangat dibutuhkan untuk
membantu Dinas Sosial dalam menangani fakir miskin. Tenaga pendamping
merupakan sebuah tim yang dibentuk untuk memfasilitasi dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, monitoring dan evaluasi di tingkat
kelompok masyarakat yang menerima dana bantuan. Tenaga pendamping
bertugas melaksanakan validasi data calon penerima bantuan bersama petugas
provinsi dan petugas kabupaten/kota dengan tujuan agar tepat sasaran.
43
Banyak juga persoalan yang terjadi dan harus dihadapi oleh pihak Dinas
Sosial seperti yang diungkapkan oleh Bapak Zulkifli, SE., M.SI selaku Sekretaris
Dinas Sosial Kabupaten Bireuen pada tanggal 2 April 2019 yaitu :
“Berbagai macam cara dan masukan saya berikan untuk para masyarakat
fakir miskin yang selalu menanyakan mengapa ia tidak mendapatkan
bantuan, saya pun kewalahan dengan sikap masyarakat kita. Kendala yang
terjadi bukan merupakan kesalahan dari kami tetapi dari pusat yang masih
kurang memberikan dana kepada kami, sehingga ada fakir miskin yang
tidak menerima bantuan. Jadi saya berharap semoga masyarakat mengerti
dan bagi masyarakat yang belum menerima bantuan, nanti kita akan
perbaharui data penduduk miskin yang sudah sejahtera tidak kita masukan
lagi dalam data penduduk miskin yang menerima bantuan dan akan kita
gantikan dengan penduduk miskin yang benar-benar membutuhkan”.
Minimnya dana yang diberikan oleh pemerintah pusat menyebabkan tidak
efektifnya pemberian bantuan sosial kepada masyarakat fakir miskin, inilah
sebabnya mengapa ada masyarakat fakir miskin yang tidak menerima bantuan.
Karena dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada Dinas Sosial bukan
hanya dikelola untuk memberikan bantuan kepada fakir miskin saja melainkan
untuk keperluan sosial lainnya seperti dana untuk panti sosial, bantuan bencana
alam dan program bantuan kesejahteraan sosial lainnya. Data penduduk miskin
yang kurang ter-update (diperbaharui) pada Basis Data Terpadu tersebut juga
menyebabkan masyarakat fakir miskin seharusnya mendapatkan bantuan namun
menjadi tidak dapat karena tidak terdata pada Basis Data Terpadu sehingga
terjadinya salah sasaran dalam menyalurkan bantuan sosial. Semua persoalan
terus dihadapi oleh pihak Dinas Sosial, namun masih ada juga data fakir miskin
yang belum sesuai dengan kondisi masyarakat dilapangan.
“Saya merupakan warga yang kurang mampu di desa dan memiliki 3
orang anak yang masih sekolah. Akan tetapi, saya tidak pernah
mendapatkan bantuan sosial. Padahal saya sudah melapor kepada keuchik
44
tetapi keuchik tidak menanggapi. Sebaliknya keuchik mengatakan saya
belum rejeki, saya sangat kecewa dan sedih dengan pimpinan seperti ini”
(wawancara dengan Ibu Farida pada tanggal 28 Maret 2019).
Dari hasil wawancara diatas ternyata masih banyak keluarga yang
merupakan masyarakat miskin tetapi tidak mendapatkan bantuan sosial apapun.
Sementara hak mereka seharusnya di perhatikan oleh pemerintah, karena dengan
keadaan ekonomi yang minim dapat mengakibatkan dampak yang negatif untuk
anak-anak yang masih usia sekolah.
Ibu Nurjannah juga mengatakan hal yang serupa yaitu :
“Saya merupakan warga yang ekonomi sangat minim di desa saya tinggal,
saya mempunyai 2 orang anak yang sedang sekolah. Sementara kondisi
fisik suami saya pun sudah tidak normal lagi dan saya tinggal sekarang
pun dikebun tanah wakaf. Saya tidak pernah mendapat bantuan sosial
apapun dari pemerintah” (wawancara pada tanggal 5 April 2019).
Menurut hasil wawancara dengan fakir miskin diatas bahwa masih ada
yang belum mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah daerah, sementara
kondisi ekonominya yang kurang mampu dan memiliki anak yang masih sekolah.
Ibu Maulida selaku kepala seksi jaminan sosial pun menanggapi :
“Karena kita baru memperbaharui data setiap 4 (empat) Tahun sekali, ini
sudah penetapan dari pihak Basis Data Terpadu Pemerintah Pusat. Maka
dari itu terdapat perbedaan data antara Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) dengan Basis Data Terpadu (BDT)”.
Dari hasil wawancara diatas, seharusnya Pemerintah Pusat membuat
peraturan untuk memperbaharui data penduduk miskin setiap 1 (satu) tahun sekali
agar tidak terjadinya perbedaan data antara Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) dengan data pada Basis Data Terpadu. Sehingga tidak ditemukannya
45
masyarakat fakir miskin yang tidak terdata dan tidak mendapatkan bantuan, juga
Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah melakukan survey ulang data kelapangan
untuk mengetahui fakir miskin yang terdata benar tergolong masyarakat tidak
mampu atau bukan.
Basis Data Terpadu berisikan kelompok Desil 1, Desil 2, Desil 3 dan Desil
4 karena memuat 40% rumah tangga dengan peringkat kesejahteraan terendah.
Istilah sangat miskin, miskin dan hampir miskin diperoleh dari nilai garis
kemiskinan yang berasal dari SUSENAS. Pengelompokan rumah tangga dengan
istilah sangat miskin, miskin dan hampir miskin memiliki kemungkinan untuk
bergeser dari tahun ke tahun menyesuaikan hasil SUSENAS pada tahun tersebut.
Sebagai contoh, Garis Kemiskinan tahun 2011 adalah 11,9% berarti seluruh
rumah tangga pada desil 1 atau 10% adalah masuk kelompok rumah tangga sangat
miskin. Sementara sebagian desil 2 atau 20% masuk kedalam kelompok rumah
tangga miskin dan sebagian lainnya masuk dalam kelompok rumah tangga hampir
miskin.
Garis kemiskinan menunjukkan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100
kilokalori per kapita perhari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita perbulan dibawah garis
kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Selengkapnya mengenai
garis kemiskinan dan penduduk miskin di Kabupaten Bireuen selama tahun 2010-
2018 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
46
Tabel 4.1
Tahun
Garis Kemiskinan
(Rupiah)
Penduduk Miskin
Jumlah Total
(000)
Persentase
2010 263 990 76.10 19.50
2011 286 617 76.30 19.06
2012 289 058 74.79 18.21
2013 292 038 73.94 17.65
2014 295 294 72.22 16.94
2015 301 027 73.14 16.94
2016 317 562 70.44 15.95
2017 335 314 71.54 15.87
2018 358 399 65.74 14.31
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Garis Kemiskinan
Kabupaten Bireuen pada tahun 2010 sebesar 263 990 rupiah, jumlah penduduk
miskin yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis
kemiskinan sebanyak 76.100 jiwa (19,50%). Pada tahun 2011 garis kemiskinan
meningkat sebesar 286 617 rupiah, jumlah penduduk miskin pun ikut meningkat
menjadi 76.300 jiwa (19,06%). Angka garis kemiskinan terus meningkat pada
tahun 2012 sebesar 289 058 rupiah, namun jumlah penduduk miskin pada tahun
ini menurun dari tahun sebelumnya sebanyak 74.790 jiwa (18.21%). Di tahun
2013 garis kemiskinan sebesar 292 038 rupiah, jumlah penduduk miskin yang
menurun berjumlah 73.940 jiwa (17.65%). Pada tahun 2014 yang mana garis
kemiskinan terus meningkat sebesar 295 294 rupiah dengan jumlah penduduk
miskin yang menurun dari tahun sebelumnya menjadi 72.220 jiwa (16.94%).
47
Sedangkan puncak terjadinya peningkatan garis kemiskinan pada tahun 2015-
2018 sebesar 301 027 rupiah sampai dengan 358 399 rupiah. Pada tahun 2015-
2018 jumlah penduduk miskin yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
perbulan dibawah garis kemiskinan mengalami penurunan sebesar 73.140 jiwa
(16.94%) sampai dengan 65.740 jiwa (14.31%) dari penduduk Kabupaten
Bireuen.
Badan Pusat Statistik menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan
penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non
Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per
bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Rumus Penghitungan Garis Kemiskinan :
GK = GKM + GKNM
Dimana :
GK = Garis Kemiskinan
GKM = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makanan
Sedangkan Head Count Index (HCI-P0) adalah persentase penduduk yang
berada dibawah Garis Kemiskinan (GK).
48
Rumus Penghitungan Persentase :
Dimana :
α = 0
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah
garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n = jumlah penduduk.
Masalah garis kemiskinan dan penduduk miskin Kabupaten Bireuen masih
tetap merupakan masalah yang cukup rawan. Garis kemiskinan dan penduduk
miskin ini disebabkan oleh faktor kurangnya dana dan kurangnya tenaga
pendamping sehingga tidak meratanya bantuan yang diberikan oleh Dinas Sosial.
“Banyak juga persoalan yang terjadi dan harus dihadapi oleh pihak Dinas
Sosial, semua persoalan terus timbul dikarenakan banyaknya keinginan
masyarakat untuk mendapatkan bantuan juga karena kurang ter-update
(diperbaharui) nya data masyarakat fakir miskin pada Basis Data Terpadu
sehingga masih ada masyarakat yang dikategorikan mampu terdata pada
Basis Data Terpadu dengan istilah (Inclusion Error) dan masyarakat yang
dikategorikan tidak mampu, tetapi tidak terdata pada Basis Data Terpadu
dengan istilah (Exclusion Error)” (Ibu Maulida/2 April 2019).
Seharusnya pihak Dinas Sosial melakukan sebuah upaya untuk memberi
arahan/informasi kepada setiap Kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen untuk
menginformasikan kepada setiap desa yang ada di Kecamatan tersebut, agar
49
Kepala Desa memberitahukan kepada setiap masyarakat fakir miskin yang belum
terdaftar di Basis Data Terpadu untuk segera mendaftar dikarenakan semua warga
negara Indonesia yang tegolong dalam kategori fakir miskin wajib melapor setiap
perubahan data anggota keluarga agar Dinas Sosial bisa mengetahui dan tidak
terjadi persoalan yang mengakibatkan inclusion error dan exclusion error
tersebut, dikarenakan pihak Dinas Sosial sudah memiliki data yang konkrit yang
diberikan oleh setiap Kepala Desa sehingga semua warga yang tergolong
masyarakat fakir miskin terpenuhi untuk mendapatkan bantuan sosial.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Maulida selaku Kepala Seksi Jaminan
Sosial pada tanggal 2 April 2019 di Kantor Dinas Sosial Kabupaten Bireuen
beliau mengatakan :
“Saat ini jumlah tenaga pendamping yang melaksanakan validasi data
calon penerima bantuan masih dianggap kurang, sehingga masih terjadi
kesalahan laporan data fakir miskin dari beberapa desa. Tenaga
pendamping yang ditugaskan berjumlah 2 orang dalam satu kecamatan,
tenaga pendamping ini disebut juga dengan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK). Yang mana selama ini Dinas Sosial dalam mendata
fakir miskin bekerja sama dengan tim Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK) ini”.
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) adalah tim yang diberi
tugas, fungsi, dan kewenangan oleh Kementrian Sosial atau Dinas Instansi Sosial
Provinsi, Dinas atau Instansi Sosial Kabupaten/Kota selama jangka waktu tertentu
untuk melaksanakan dan membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai
dengan wilayah penugasan di Kecamatan. Seharusnya tenaga pendamping yang
ditugaskan setiap Kecamatan minimal 4 (desa) 1 (orang) tenaga pendamping
supaya data yang dikumpulkan lebih akurat dan yang ditugaskan sebagai tenaga
pendamping pun bisa melakukan survey langsung masyarakat yang berhak
50
membutuhkan bantuan sosial. Adapun penyebab yang ditimbulkan dari kurangnya
tenaga pendamping yaitu masyarakat fakir miskin yang berhak menerima bantuan
sosial namun tidak terdata di Basis Data Terpadu dan menyebabkan terjadinya
salah sasaran dalam menyalurkan bantuan sosial.
Ibu Maulida juga mengatakan “berdasarkan penjelasan dari Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) tahun 2018
menyatakan bahwasanya ada 3 bentuk kemiskinan yang terdapat dalam
lingkungan masyarakat Kabupaten Bireuen adalah sebagai berikut :
1) Kemiskinan Subjektif merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh
adanya pola pikir dasar yang beranggapan bahwa kebutuhan yang ada
belum tercukupi. Contohnya masih ada pengemis musiman yang mucul di
Kabupaten Bireuen yang sesungguhnya kehidupannya di desa terbilang
mencukupi.
2) Kemiskinan Absolut merupakan kemiskinan yang berada dibawah standar
kualitas hidup. Pendapatan yang di dapat tidak memenuhi kebutuhan
pangan, sandang, kesehatan maupun pendidikan. Contohnya seperti fungsi
keluarga yang kesehariannya bekerja menjadi buruh publik namun
memiliki tanggungan 4 anak yang harus di sekolahkan.
3) Kemiskinan Relatif merupakan kemiskinan yang terjadi karena adanya
kebijakan pemerintah yang belum menyentuh keseluruh lapisan
masyarakat. Contohnya dalam hal ini adalah beragamnya jenis
pengangguran yang tinggi akibat kurangnya lapangan pekerjaan yang
tersedia”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Maulida ditemukan 3 bentuk
kemiskinan yang ada di Kabupaten Bireuen. Dari bentuk-bentuk kemiskinan
diatas, ditemui masyarakat fakir miskin yang termasuk kedalam bentuk
kemiskinan absolut. Berikut ini hasil wawancara dengan Bapak Mudin selaku
masyarakat fakir miskin yang tidak menerima bantuan pada tanggal 20 April 2019
beliau mengatakan :
“Saya masyarakat yang tidak pernah menerima bantuan dari pihak
pemerintah mana pun, pekerjaan saya tidak tetap. Saya tidak memiliki
rumah, saya memiliki tanggungan 3 orang anak yang masih sekolah dan 1
orang istri yang bekerja sebagai buruh cuci pakaian harian bila ada
51
panggilan dengan jumlah pendapatan saya dan istri bila digabungkan
mencapai 500 ribu – 700 ribu perbulan, dengan biaya yang kurang
tercukupi ini untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sangat
susah, apa lagi untuk membuat rumah sendiri. Namun, bila diberikan
bantuan rumah sama saja saya tidak ada tanah untuk dibangun rumah.
Jadi, lebih baik diberikan bantuan berupa modal usaha saja agar saya
memiliki penghasilan sendiri tanpa menunggu ada kerjaan panggilan dari
orang yang membutuhkan jasa saya. Maka dari itu, saya membutuhkan
bantuan seperti modal untuk membuka usaha sendiri seperti membuka
warung kecil atau untuk modal membuat usaha kue agar kebutuhan sehari-
hari keluarga saya tercukupi dan biaya untuk pendidikan anak saya juga
bisa terpenuhi tanpa saya harus bergantung pekerjaan dengan orang lain.
Terkadang saya sedih melihat keluarga lain yang mampu tetapi
mendapatkan bantuan“.
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa seharusnya pihak
dinas sosial yang berperan menanggulangi dan mendata fakir miskin lebih efektif
lagi dalam mendata fakir miskin yang membutuhkan bantuan dan data yang
diterima pun sebaiknya dilakukan survey ulang sehingga tidak ada masyarakat
fakir miskin yang tidak terdata. Karena dengan keadaan ekonomi yang minim
dapat mengakibatkan dampak yang negatif untuk anak-anak mereka yang masih
usia sekolah dan masyarakat yang membutuhkan bantuan juga tersalurkan secara
merata agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial terhadap masyarakat yang
bisa dikatakan mampu, namun menerima bantuan sosial.
Adapun hasil wawancara dengan Ibu Maulida beliau menyatakan bahwa :
“Pihak Dinas Sosial menyediakan dana bantuan modal usaha bukan dalam
bentuk uang tetapi dalam bentuk barang, seperti contohnya modal untuk
membuka usaha membuat kue yang kami berikan berupa bahan-bahan
perlengkapan untuk membuat kue bukan dana yang kami berikan. Dan
kami juga membuat sebuah pelatihan/seminar untuk masyarakat fakir
miskin yang menerima bantuan modal usaha supaya masyarakat fakir
miskin yang diberikan bantuan oleh Dinas Sosial bisa digunakan secara
baik, maka dari itu Dinas Sosial membentuk sebuah program dari
beberapa keluarga miskin yang disebut dengan KUBE-FM.”.
52
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dinas sosial
melakukan sebuah terobosan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat fakir
miskin dengan cara memberikan bantuan berupa modal usaha dan membuat
sebuah program yang disebut dengan KUBE-FM. KUBE-FM adalah Kelompok
Usaha Bersama Fakir Miskin binaan Dinas Sosial Provinsi Aceh/Kementerian
Sosial RI yang dibentuk dari beberapa keluarga miskin untuk melaksanakan
kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dalam Usaha Kesejahteraan Sosial
(UKS) dalam rangka kemandirian usaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
anggotanya dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama serta memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitarnya. Dengan adanya KUBE-FM ini untuk
mempermudah masyarakat miskin dalam mengatasi masalah-masalah yang
mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dengan lingkungan sosialnya.
Sehingga anggota KUBE dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terpenuhi
dengan meningkatnya pendapatan keluarga; meningkatnya kualitas pangan,
sandang, papan, kesehatan, dan tingkat pendidikan.
Berikut ini hasil dari wawancara dengan Ibu Darni selaku masyarakat fakir
miskin yang menerima bantuan pada tanggal 21 April 2019, mengatakan bahwa :
“Saya selaku masyarakat fakir miskin yang menerima bantuan berupa modal
usaha dari Dinas Sosial Kabupaten Bireuen sangat terbantu dengan bantuan
ini. Karena bisa saya gunakan untuk membuka usaha kecil-kecilan,
penghasilan saya perbulan mencapai 1 juta – 1,5 juta dengan penghasilan ini
dapat membantu suami saya dalam hal perekonomian juga segala hal
keperluan pendidikan anak saya pun terpenuhi dan saya memiliki 2 orang
anak yang masih sekolah”.
Menurut hasil wawancara bersama masyarakat fakir miskin yang
menerima bantuan modal usaha dapat disimpulkan masyarakat tersebut puas
53
dengan kinerja Dinas Sosial Kabupaten Bireuen yang memberikan bantuan modal
usaha kepadanya, dengan program yang dilakukan oleh Dinas Sosial untuk
mensejahterakan masyarakat fakir miskin ini berjalan dengan baik.
4.2.3 Kuantitas Dalam Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani
Bantuan Bagi Fakir Miskin di Kabupaten Bireuen
Berbagai elemen termasuk pemerintah, dan organisasi diharuskan agar
lebih proaktif dalam meningkatkan kuantitas penggunaan basis data terpadu untuk
menjalankan program bantuan sosial bagi fakir miskin di Kabupaten Bireuen.
Upaya penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan merupakan tantangan yang
dihadapi pemerintah saat ini. Upaya-upaya ini secara langsung terkait dengan
seberapa jauh pemanfaatan basis data terpadu dalam pelaksanaan program-
program penanggulangan kemiskinan.
Berbagai upaya juga turut dilakukan oleh pemerintah setempat agar tidak
terjadi berbagai hasutan dari luar. Hal ini juga mungkin bisa mengakibatkan
berbagai hambatan yang bisa diatasi dengan upaya-upaya untuk menanggulangi
hal tersebut.
Adapun upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial agar penyaluran program
bantuan sosial bagi fakir miskin berjalan dengan baik maka kepala Seksi Jaminan
Sosial yaitu Ibu Maulida memberikan jawaban dari hasil wawancara penulis pada
tanggal 2 April 2019 yaitu :
“Masyarakat yang menerima bantuan dari dinas sosial harus memiliki
kriteria yang telah ditetapkan oleh dinas sosial sehingga penyaluran program
bantuan sosial kepada fakir miskin berjalan dengan baik. Adapun beberapa
kriteria fakir miskin yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
54
untuk menjadi acuan diberikannya bantuan sosial. (dapat dilihat pada
lampiran 3).
Dengan adanya beberapa kriteria tersebut kami pihak dinas sosial
melakukan pengecekan kepada fakir miskin yang menerima bantuan. Apabila
fakir miskin ini sesuai dengan kriteria tersebut, maka mereka berhak
mendapatkan bantuan yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sedangkan apabila
dari kriteria tersebut salah satunya tidak sesuai, maka fakir miskin tersebut
dinyatakan gugur untuk mendapatkan bantuan. Melalui upaya ini dapat
mencegah terjadinya overlapping, inclusion error, dan exclusion error”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Jaminan Sosial dapat
disimpulkan bahwa penerima bantuan sosial harus memenuhi kriteria kemiskinan
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Jika terdapat fakir miskin yang tidak
sesuai dengan kriteria yang sudah dijelaskan, maka otomatis fakir miskin ini
dinyatakan gugur untuk mendapatkan bantuan sosial dan data nya juga tidak
dimasukkan lagi dalam daftar penerima bantuan dari Dinas Sosial. Dengan adanya
upaya yang dilakukan oleh pihak Dinas Sosial bahwasanya bisa mengurangi
terjadinya tumpang tindih (overlapping) dalam penerimaan bantuan sosial, juga
tidak terjadinya data fakir miskin yang berhak menerima bantuan tidak terdata
(exclusion error), dan data fakir miskin yang dikategorikan mampu terdata pada
pihak Dinas Sosial (inclusion error) sehingga tidak terjadinya salah sasaran dalam
penyaluran bantuan sosial.
Adapun dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa, upaya yang
dilakukan pihak Dinas Sosial Kabupaten Bireuen untuk meningkatkan kuantitas
penggunaan basis data terpadu dalam menangani bantuan bagi fakir miskin di
Kabupaten Bireuen yaitu :
55
1) Dinas Sosial Kabupaten Bireuen sedang mengupayakan program bantuan
sosial agar kedepannya penerima bantuan tersebut memang menurut
kriteria yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
2) Apabila masyarakat fakir miskin yang menerima bantuan sosial yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka fakir
miskin tersebut akan mendapatkan bantuan berikutnya.
4.2.4 Waktu Dalam Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani
Bantuan Bagi Fakir Miskin di Kabupaten Bireuen
Basis data terpadu sebagai pengelola data terpadu di Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mendistribusikan data hasil
pemutakhiran BDT 2015 ke lebih dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten
Bireuen dalam kurun waktu kurang lebih 2 Tahun.
Dalam menyalurkan program bantuan sosial, Dinas Sosial melakukan
seluruh rangkaian saat membuat kegiatan atau proses dalam menyalurkan
bantuannya kepada fakir miskin. Pemutakhiran data pada basis data terpadu
dilakukan setiap 4 (empat) Tahun sekali.
“ Basis data terpadu dimutakhirkan setiap 4 tahun sekali, dengan
pemutakhiran ini bisa dipastikan orang-orang yang berhak mendapatkan
bantuan sosial masuk kedalam data fakir miskin yang ada pada BDT.
Dinas sosial tidak ingin membiarkan orang-orang miskin yang seharusnya
mendapatkan bantuan sosial namun terlewatkan, dikarenakan datanya
tidak termasuk dalam Basis Data Terpadu” (wawancara dengan Ibu
Maulida Seksi Jaminan Sosial/02 April 2019).
Dari hasil wawancara diatas, bahwasanya pemutakhiran data yang
dilakukan oleh pihak BDT bisa dipastikan orang-orang miskin yang berhak
mendapatkan bantuan sosial akan terdata pada basis data terpadu sehingga tidak
56
ada satu pun fakir miskin yang terlewatkan untuk disalurkan bantuan sosial dan
masyarakat fakir miskin pun sangat terbantu dengan adanya pemutakhiran data
ini.
Untuk menjamin kemutakhiran data, Dinas Sosial juga menjalankan
verifikasi dan validasi data hasil pendataan Badan Pusat Statistik (BPS).
Kemudian hasil dari verifikasi dan validasi itu ditetapkan sebagai Basis Data
Terpadu. Basis data terpadu ini menjadi sumber data dalam menetapkan program
penanggulangan kemiskinan.
4.2.5 Penerima Bantuan Tidak Overlapping (Tumpang Tindih)
Overlapping atau tumpang tindih yaitu keadaan yang menunjukkan bahwa
suatu pekerjaan yang sama dilakukan oleh beberapa orang atau kelompok
sehingga pekerjaan kembar atau ganda. Bila dikaitkan dengan penerima bantuan
yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah, yang menerima bantuan tidak
boleh mendapatkan bantuan yang ganda dari pihak lain. Seperti yang kita ketahui
saat ini, bukan hanya pihak Dinas Sosial saja yang memberikan bantuan kepada
fakir miskin. Tetapi ada beberapa instansi/lembaga lain yang memberikan bantuan
kepada fakir miskin. Maka dari itu pihak Dinas Sosial harus melakukan
pengecekan ulang data supaya pihak yang menerima bantuan tersebut tidak
mendapatkan bantuan yang ganda, dan masyarakat fakir miskin ini harus
memberikan informasi kepada Kepala Desa agar hal tersebut tidak terjadi, apabila
hal tersebut terjadi maka Dinas Sosial akan memberikan sanksi berupa tidak
diberikan bantuan kepada fakir miskin ini dan pihak Dinas Sosial juga berhak
57
tidak mendata masyarakat fakir miskin yang ketahuan mendapatkan bantuan yang
ganda.
Berdasarkan penjelasan diatas, adapun hasil wawancara peneliti dengan
beberapa masyarakat yang mendapat bantuan dari Dinas Sosial yang mengatakan
bahwa :
“Saat ini yang saya dapatkan bantuan hanya dari satu pihak yaitu Dinas
Sosial, sejauh ini belum pernah saya dapatkan bantuan dari pihak lain juga
pihak lain tidak pernah ada yang minta data saya untuk diberikan bantuan”
(Ibu Darni/ 21 April 2019).
“Saya masyarakat yang mendapatkan bantuan modal usaha dari Dinas
Sosial sangat terbantu dengan bantuan yang diberikan ini. Karena, dapat
memperbaiki perekonomian saya, bantuan yang diberikan ini saya
gunakan untuk bercocok tanam. Alhamdulillah dengan adanya bantuan ini
segala keperluan keluarga saya tercukupi. Bantuan yang saya terima saat
ini dari Dinas Sosial, dan saya tidak pernah mendapatkan bantuan dari
pihak lain” (Bapak Samsul/25 April 2019).
“Alhamdulillah saya masyarakat yang mendapatkan bantuan modal usaha
dari Dinas Sosial, bantuan yang diberikan kepada saya sangat membantu
saya untuk memperbaiki perekonomian saya dan dengan adanya bantuan
dari Dinas Sosial ini saya bisa membiayai sekolah anak saya. Saya
memiliki 1 anak dan suami saya memiliki pekerjaan yang tidak menetap.
Bantuan tersebut saya gunakan untuk membangun usaha kue nagasari
dirumah, dan bisa membantu penghasilan suami saya yang tidak menetap
pekerjaanya. Saya hanya mendapatkan bantuan dari satu pihak yaitu Dinas
Sosial tidak pernah ada pihak pemerintah lain yang memberikan bantuan
apalagi menawarkan bantuan kepada saya, alhamdulillah sekali saya
diberikan bantuan oleh Dinas Sosial karna saya sangat membutuhkan
bantuan ini” (Ibu Ani/29 April 2019).
Adapun hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa fakir miskin
yang menerima bantuan berupa modal usaha ini sangat terbantu dengan adanya
bantuan yang diberikan oleh Dinas Sosial, sehingga masyarakat fakir miskin ini
bisa membuka usaha dari bantuan tersebut, dan penghasilannya dapat
menyekolahkan anaknya juga memperbaiki perekonomian keluarga. Juga
masyarakat fakir miskin ini menyatakan ia hanya menerima bantuan dari satu
58
pihak yaitu Dinas Sosial, dikarenakan fakir miskin ini hanya terdata di Dinas
Sosial sebagai masyarakat penduduk miskin. Sehingga, kemungkinan besar
penduduk yang sudah terdata pada Basis Data Terpadu Dinas Sosial tidak bisa
terdata untuk menerima bantuan dari pihak lain. Maka dari itu, peneliti
menyimpulkan hasil wawancara bersama masyarakat fakir miskin yang menerima
bantuan dari Dinas Sosial tidak pernah mendapatkan bantuan yang
ganda/overlapping dari pihak lain.
59
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya bahwa program penanganan fakir miskin di Kabupaten Bireuen studi
kasus tentang bantuan modal usaha di Kabupaten Bireuen dalam meningkatkan
masyarakat yang sejahtera belum lah berjalan secara maksimal. Hal ini dapat
dilihat masih banyaknya masyarakat miskin di Kabupaten Bireuen, belum
maksimalnya penyaluran bantuan dari program-program bantuan dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan oleh tim koordinasi
penanggulangan kemiskinan Kabupaten Bireuen. Terdapat permasalahan dalam
pelaksanaan program bantuan sosial kepada fakir miskin yaitu kurangnya dana
dari pemerintah pusat sehingga menyebabkan tidak merata nya bantuan yang
disalurkan oleh pemerintah daerah, dan kurangnya tenaga pendamping
menyebabkan terjadinya kesalahan sasaran dalam penyaluran bantuan sehingga
ada masyarakat fakir miskin yang tidak terdata pada Basis Data Terpadu Dinas
Sosial Kabupaten Bireuen tidak mendapatkan bantuan. Kurangnya sosialisasi
yang dilakukan pemerintah daerah kepada masyarakat sehingga kurangnya
informasi yang diterima oleh masyarakat tentang bantuan pemerintah dalam
memberantas kemiskinan.
Dengan upaya yang sudah dilakukan oleh Dinas Sosial dibutuhkan
penambahan tenaga pendamping, supaya tenaga pendamping ini bisa
mendampingi Dinas Sosial agar bantuan sosial yang diberikan tidak salah sasaran,
59
60
juga diperlukan kerjasama dari masyarakat fakir miskin yang merasa kurang
mampu agar melaporkan dirinya/keluarganya kepada kepala desa setempat untuk
data nya dikirimkan ke Dinas Sosial agar disalurkan bantuan. Sehingga upaya
yang sudah diatur oleh Dinas Sosial berjalan dengan efektif sebagaimana
mestinya.
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh peneliti dalam
program penanganan fakir miskin di Kabupaten Bireuen studi kasus pada bantuan
modal usaha di Kabupaten Bireuen ditemukan beberapa faktor yang
mempengaruhi yaitu kualitas, kuantitas, dan waktu dalam penggunaan basis data
terpadu dalam menangani bantuan bagi fakir miskin juga sumber daya manusia
dan minimnya anggaran merupakan hal yang sangat mempengaruhi dalam
pelaksanaan pemberian bantuan dan pendataan fakir miskin di Kabupaten
Bireuen. Sehingga dengan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan Basis Data
Terpadu dalam menangani bantuan modal usaha bagi fakir miskin belum efektif.
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti dapat
memberikan saran yang bahwasanya tim koordinasi penanggulangan kemiskinan
daerah Kabupaten Bireuen semestinya mengetahui secara detail kondisi serta
kebutuhan penduduk masyarakat miskin sehingga terciptanya target pemerintah
dalam memberantas kemiskinan dan pihak Dinas Sosial seharusnya menambah
tenaga pendamping yang memvalidasi data masyarakat miskin agar tidak
terjadinya salah sasaran, maka dari itu pemerintah perlu melakukan survey
lapangan lebih lanjut supaya bantuan yang pemerintah berikan tidak salah sasaran.
61
Pemerintah juga perlu memperluas sosialisasi dan informasi tentang bantuan
sosial yang diberikan untuk memberantas kemiskinan dan bantuan sosial lainnya
kepada masyarakat miskin khususnya masyarakat Kabupaten Bireuen, dan juga
Seharusnya pihak Dinas Sosial tidak hanya berpatokan pada data yang ada di
Basis Data Terpadu saja, dikarenakan data yang terdapat pada Basis Data Terpadu
baru diperbaharui 4 (empat) tahun sekali sehingga Dinas Sosial tidak mengetahui
bahwa diluar masih banyak masyarakat fakir miskin yang memerlukan bantuan
namun tidak terdata, seharusnya pihak Dinas sosial harus selalu melakukan
pemuktakhiran data agar tujuannya untuk menjamin penyaluran program-program
tersebut tepat sasaran dan sebaiknya pihak Dinas Sosial bekerjasama dengan
pihak Badan Pusat Statistik untuk selalu memperbaharui data fakir miskin.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...Adijaya Group
 
SDGs DESA Fasilitasi Konvergensi Stunting
SDGs DESA Fasilitasi Konvergensi StuntingSDGs DESA Fasilitasi Konvergensi Stunting
SDGs DESA Fasilitasi Konvergensi StuntingTV Desa
 
Profil flower aceh
Profil flower acehProfil flower aceh
Profil flower acehwalhiaceh
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Operator Warnet Vast Raha
 
Kebijakan Kemendagri dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi - Bangda
Kebijakan Kemendagri dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi - BangdaKebijakan Kemendagri dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi - Bangda
Kebijakan Kemendagri dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi - BangdaTV Desa
 
Pnpm mandiri pedesaan
Pnpm mandiri pedesaanPnpm mandiri pedesaan
Pnpm mandiri pedesaanBeta Iriawan
 
(M.irfani maulana 0484) pemberdayaan badan usaha milik desa (1)
(M.irfani maulana 0484) pemberdayaan badan usaha milik desa (1)(M.irfani maulana 0484) pemberdayaan badan usaha milik desa (1)
(M.irfani maulana 0484) pemberdayaan badan usaha milik desa (1)Windows112
 
Policy brief pkh
Policy brief pkhPolicy brief pkh
Policy brief pkhBe Susantyo
 
CONTOH PLEK.pdf
CONTOH PLEK.pdfCONTOH PLEK.pdf
CONTOH PLEK.pdfReza200580
 
Koordinasi perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan 2015 2019...
Koordinasi perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan 2015 2019...Koordinasi perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan 2015 2019...
Koordinasi perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan 2015 2019...keuangandesa
 
Buku saku-stunting-desa compressed
Buku saku-stunting-desa compressedBuku saku-stunting-desa compressed
Buku saku-stunting-desa compressedoki oktaviana
 
Kajian Evaluasi Kelembagaan BUMDes
Kajian Evaluasi Kelembagaan BUMDesKajian Evaluasi Kelembagaan BUMDes
Kajian Evaluasi Kelembagaan BUMDesIrwantoro Toro
 
Proposal Pemberdayaan FM tahun 2007 Kota Sukabumi
Proposal Pemberdayaan FM tahun 2007 Kota SukabumiProposal Pemberdayaan FM tahun 2007 Kota Sukabumi
Proposal Pemberdayaan FM tahun 2007 Kota SukabumiPekerja Sosial Masyarakat
 
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Operator Warnet Vast Raha
 

Mais procurados (18)

ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
 
SDGs DESA Fasilitasi Konvergensi Stunting
SDGs DESA Fasilitasi Konvergensi StuntingSDGs DESA Fasilitasi Konvergensi Stunting
SDGs DESA Fasilitasi Konvergensi Stunting
 
Profil flower aceh
Profil flower acehProfil flower aceh
Profil flower aceh
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
 
Kebijakan Kemendagri dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi - Bangda
Kebijakan Kemendagri dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi - BangdaKebijakan Kemendagri dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi - Bangda
Kebijakan Kemendagri dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi - Bangda
 
Pnpm mandiri pedesaan
Pnpm mandiri pedesaanPnpm mandiri pedesaan
Pnpm mandiri pedesaan
 
(M.irfani maulana 0484) pemberdayaan badan usaha milik desa (1)
(M.irfani maulana 0484) pemberdayaan badan usaha milik desa (1)(M.irfani maulana 0484) pemberdayaan badan usaha milik desa (1)
(M.irfani maulana 0484) pemberdayaan badan usaha milik desa (1)
 
Policy brief pkh
Policy brief pkhPolicy brief pkh
Policy brief pkh
 
CONTOH PLEK.pdf
CONTOH PLEK.pdfCONTOH PLEK.pdf
CONTOH PLEK.pdf
 
Koordinasi perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan 2015 2019...
Koordinasi perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan 2015 2019...Koordinasi perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan 2015 2019...
Koordinasi perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan 2015 2019...
 
Buku saku-stunting-desa compressed
Buku saku-stunting-desa compressedBuku saku-stunting-desa compressed
Buku saku-stunting-desa compressed
 
Makalah pembangunan desa
Makalah pembangunan desaMakalah pembangunan desa
Makalah pembangunan desa
 
Kajian Evaluasi Kelembagaan BUMDes
Kajian Evaluasi Kelembagaan BUMDesKajian Evaluasi Kelembagaan BUMDes
Kajian Evaluasi Kelembagaan BUMDes
 
Kpm
KpmKpm
Kpm
 
Proposal Pemberdayaan FM tahun 2007 Kota Sukabumi
Proposal Pemberdayaan FM tahun 2007 Kota SukabumiProposal Pemberdayaan FM tahun 2007 Kota Sukabumi
Proposal Pemberdayaan FM tahun 2007 Kota Sukabumi
 
Panduan BUMDes
Panduan BUMDesPanduan BUMDes
Panduan BUMDes
 
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
 
Renstra Kementrian Sosial 2010 2014
Renstra Kementrian Sosial 2010 2014Renstra Kementrian Sosial 2010 2014
Renstra Kementrian Sosial 2010 2014
 

Semelhante a Pembetulan skripsy

Skripsi sosiology belum valid
Skripsi sosiology belum validSkripsi sosiology belum valid
Skripsi sosiology belum validDhe Dhe Sulistio
 
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptxOptimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptxSyarwaniMuhammad1
 
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...Operator Warnet Vast Raha
 
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudusKasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudusSutopo Patriajati
 
Pedoman umum urban poverty project 2 kata pengantar
Pedoman umum urban poverty project 2   kata pengantarPedoman umum urban poverty project 2   kata pengantar
Pedoman umum urban poverty project 2 kata pengantarAdvisory Specialist for P2KP
 
GAMBARAN PROPOSAL.docx
GAMBARAN PROPOSAL.docxGAMBARAN PROPOSAL.docx
GAMBARAN PROPOSAL.docxferi97
 
7597 14952-1-sm(1)
7597 14952-1-sm(1)7597 14952-1-sm(1)
7597 14952-1-sm(1)Al fian
 
Program pro-rakyat
Program pro-rakyatProgram pro-rakyat
Program pro-rakyatHery Rock
 
STRATEGI PENGEMBANGAN LOKASI PEMBERDAYAAN KAT PURNA BINA MELALUI SINERJI POGR...
STRATEGI PENGEMBANGAN LOKASI PEMBERDAYAAN KAT PURNA BINA MELALUI SINERJI POGR...STRATEGI PENGEMBANGAN LOKASI PEMBERDAYAAN KAT PURNA BINA MELALUI SINERJI POGR...
STRATEGI PENGEMBANGAN LOKASI PEMBERDAYAAN KAT PURNA BINA MELALUI SINERJI POGR...Kang Ari Tea
 
Analisis situasi daerah tinggi stunting
Analisis situasi daerah tinggi stuntingAnalisis situasi daerah tinggi stunting
Analisis situasi daerah tinggi stuntingSitiNgaisahSPdMPd
 
ANALISA-SWOT-DINSOSDALDUKKBP3A.ppt
ANALISA-SWOT-DINSOSDALDUKKBP3A.pptANALISA-SWOT-DINSOSDALDUKKBP3A.ppt
ANALISA-SWOT-DINSOSDALDUKKBP3A.pptUdienSiempreleEcanta
 
Implementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakatImplementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakatJacob Breemer
 

Semelhante a Pembetulan skripsy (20)

Skripsi sosiology belum valid
Skripsi sosiology belum validSkripsi sosiology belum valid
Skripsi sosiology belum valid
 
Bantuan Langsung Tunai - LAPORAN HASIL PENELITIAN KONFLIK SOSIAL kelompok 1 k...
Bantuan Langsung Tunai - LAPORAN HASIL PENELITIAN KONFLIK SOSIAL kelompok 1 k...Bantuan Langsung Tunai - LAPORAN HASIL PENELITIAN KONFLIK SOSIAL kelompok 1 k...
Bantuan Langsung Tunai - LAPORAN HASIL PENELITIAN KONFLIK SOSIAL kelompok 1 k...
 
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptxOptimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
 
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
 
Props ppm-pemberdayaan-uep
Props ppm-pemberdayaan-uepProps ppm-pemberdayaan-uep
Props ppm-pemberdayaan-uep
 
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudusKasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
 
Helvi ok.ppt
Helvi ok.pptHelvi ok.ppt
Helvi ok.ppt
 
Pedoman umum urban poverty project 2 kata pengantar
Pedoman umum urban poverty project 2   kata pengantarPedoman umum urban poverty project 2   kata pengantar
Pedoman umum urban poverty project 2 kata pengantar
 
5204-13647-1-PB.pdf
5204-13647-1-PB.pdf5204-13647-1-PB.pdf
5204-13647-1-PB.pdf
 
GAMBARAN PROPOSAL.docx
GAMBARAN PROPOSAL.docxGAMBARAN PROPOSAL.docx
GAMBARAN PROPOSAL.docx
 
Makalah posyandu dan kms
Makalah posyandu dan kmsMakalah posyandu dan kms
Makalah posyandu dan kms
 
kebijakan publik
kebijakan publikkebijakan publik
kebijakan publik
 
7597 14952-1-sm(1)
7597 14952-1-sm(1)7597 14952-1-sm(1)
7597 14952-1-sm(1)
 
Program pro-rakyat
Program pro-rakyatProgram pro-rakyat
Program pro-rakyat
 
STRATEGI PENGEMBANGAN LOKASI PEMBERDAYAAN KAT PURNA BINA MELALUI SINERJI POGR...
STRATEGI PENGEMBANGAN LOKASI PEMBERDAYAAN KAT PURNA BINA MELALUI SINERJI POGR...STRATEGI PENGEMBANGAN LOKASI PEMBERDAYAAN KAT PURNA BINA MELALUI SINERJI POGR...
STRATEGI PENGEMBANGAN LOKASI PEMBERDAYAAN KAT PURNA BINA MELALUI SINERJI POGR...
 
Kemiskinan
KemiskinanKemiskinan
Kemiskinan
 
Analisis situasi daerah tinggi stunting
Analisis situasi daerah tinggi stuntingAnalisis situasi daerah tinggi stunting
Analisis situasi daerah tinggi stunting
 
545 881-1-sm
545 881-1-sm545 881-1-sm
545 881-1-sm
 
ANALISA-SWOT-DINSOSDALDUKKBP3A.ppt
ANALISA-SWOT-DINSOSDALDUKKBP3A.pptANALISA-SWOT-DINSOSDALDUKKBP3A.ppt
ANALISA-SWOT-DINSOSDALDUKKBP3A.ppt
 
Implementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakatImplementasi pemberdayaan masyarakat
Implementasi pemberdayaan masyarakat
 

Último

Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPAnaNoorAfdilla
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPCMBANDUNGANKabSemar
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 

Último (20)

Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 

Pembetulan skripsy

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena global yang hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun termasuk Indonesia. Menurut Supriatna (2000:36) kemiskinan merupakan masalah utama bagi pembangunan yang sifatnya kompleks dan multi dimensional serta memiliki wujud yang majemuk. Secara umum kondisi kemiskinan ditandai oleh kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan dalam menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya. Oleh karena sifat kemiskinan yang multi dimensi tersebut maka kemiskinan telah memberi akibat yang juga beragam, mulai dari : a) Secara sosial ekonomi dapat menjadi beban masyarakat b) Rendahnya kualitas dan produktivitas masyarakat c) Rendahnya partisipasi masyarakat d) Menurunnya keterlibatan umum dan ketentraman masyarakat e) Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan f) Kemungkinan merosotnya mutu generasi yang akan datang. Di Indonesia terdapat kecenderungan bahwa seakan-akan kemiskinan hanya bisa diberantas oleh program-program pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan seolah hanya mencakup pemberian modal usaha untuk membuka warung kecil di sudut kampung, pemberian sapi atau kambing untuk perternakan, dan pelatihan keterampilan perbengkelan atau kerajinan tangan. Asumsi
  • 2. 2 sederhananya, jika orang-orang miskin diberi modal dan dilatih, maka mereka akan memiliki pekerjaan dan pendapatan. Kehidupan mereka kemudian akan menjadi lebih baik dan tidak miskin lagi. Asumsi ini telah menjadi keyakinan umum dan bahkan cenderung dianggap keyakinan mutlak (Suharto, 2009). Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin diamanatkan bahwa Kementerian Sosial menetapkan kriteria fakir miskin sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan fakir miskin. Di samping itu dalam Pasal 8 ayat (4) Kementerian Sosial juga melakukan Verifikasi dan Validasi terhadap hasil pendataan yang dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang kegiatan statistik. Penetapan data fakir miskin yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri merupakan dasar bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan atau pemberdayaan. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Sistem perlindungan sosial ini diamanatkan pula dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai landasan konstitusi negara. Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah harus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Tercermin juga dalam pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pasal 31 UUD 1945 yang menjamin hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Pasal 34 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa fakir
  • 3. 3 miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan negara wajib mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan sosial yang bersifat nasional. Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang mengatasi dan menanggulangi permasalahan fakir miskin dan anak terlantar berada dibawah naungan Dinas Sosial. Dinas Sosial Aceh adalah pelaksana teknis di bidang pembangunan kesejahteraan sosial di Aceh, dibentuk berdasarkan Qanun Aceh No. 5 tahun 2007 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas, lembaga teknis daerah dan lembaga daerah Provinsi Aceh, dengan tugas pokok : “Melaksanakan tugas umum Pemerintahan Aceh dibidang kesejahteraan, pemberdayaan, bantuan dan rehabilitasi sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Untuk memperoleh informasi mengenai kesejahteraan sosial, Dinas Sosial menggunakan sistem basis data terpadu sebagai program perlindungan sosial yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang mana sistem tersebut dapat digunakan untuk perencanaan program dan mengidentifikasi nama dan alamat calon penerima bantuan sosial, baik rumah tangga, keluarga maupun individu berdasarkan pada kriteria-kriteria sosial- ekonomi yang ditetapkan oleh pelaksana program bantuan sosial. Basis data terpadu juga membantu perencanaan program bantuan sosial, memperbaiki penggunaan anggaran dan sumber daya program perlindungan sosial. Dengan menggunakan data dari basis data terpadu, jumlah dan sasaran penerima manfaat program dapat dianalisis sejak awal perencanaan program. Hal ini akan membantu
  • 4. 4 mengurangi kesalahan dalam penetapan sasaran penerima program perlindungan sosial. Dari hasil pengamatan sementara ditemukan bahwa kesediaan dana masih kurang untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin. Kemudian kurangnya tenaga pendamping sehingga menyebabkan adanya masyarakat miskin yang belum mendapatkan bantuan dan terjadinya salah sasaran dalam penyaluran bantuan. Rekapitulasi Basis Data Terpadu (BDT) Kabupaten Bireuen menunjukan bahwa masih ada fakir miskin yang belum mendapatkan bantuan sosial baik itu berupa Beras Sejahtera (Rastra), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Modal usaha. Dengan data yang sudah dilampirkan dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen bahwa keseluruhan penerima manfaat program bantuan sosial dari Dinas Sosial Kabupaten Bireuen di Tahun 2015 berjumlah 63,792 penerima, sedangkan program penanggulangan kemiskinan (PKH) di Tahun 2016 jumlah penerima bantuan 14,516 penerima. Adanya program bantuan sosial Beras Sejahtera (Rastra) di Tahun 2016 berjumlah 33,804 penerima, sedangkan di Tahun 2017 penerima bantuan sosial Beras Sejahtera (Rastra) meningkat dari tahun sebelumnya dengan jumlah 34,812 penerima. Tentu dengan adanya program Beras Sejahtera ini fakir miskin yang tidak mampu membeli beras sangat terbantu. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel Rekapitulasi Data BDT Kabupaten Bireuen berikut ini :
  • 5. 5 Tabel 1.1 Rekapitulasi Data BDT Kabupaten Bireuen No Kecamatan Jumlah PBDT 2015 Jumlah PKH 2016 Jumlah KKS Rastra 2016 Jumlah KKS Rastra 2017 1 Gandapura 3,544 747 2,085 1,929 2 Jangka 4,846 1,407 3,133 2,723 3 Jeumpa 5,189 1,409 2,791 2,995 4 Jeunib 4,222 852 2,302 2,426 5 Juli 5,252 1,509 3,059 3,138 6 Kota Juang 4,326 537 1,629 1,706 7 Kuala 2,653 699 1,375 1,407 8 Kutablang 3,492 647 2,084 1,809 9 Makmur 2,759 671 1,884 1,715 10 Pandrah 1,705 327 901 928 11 Peudada 4,774 883 2,171 2,579 12 Peulimbang 1,919 481 960 1,196 13 Peusangan 6,217 1,369 2,859 3000 14 Peusangan Selatan 2,91 560 1,523 1,593 15 Peusangan Siblah Krueng 2,184 580 1,465 1,317 16 Samalanga 3,697 610 1,353 1,789 17 Simpang Mamplam 4,103 1,228 2,23 2,563 JUMLAH 63,792 14,516 33,804 34,812 Sumber : Kepala Seksi Jaminan Sosial
  • 6. 6 Sehubungan dengan maksud diatas, maka penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat lapangan serta mendeskripsikan data-data secara kualitatif. Berdasarkan permasalahan diatas terlihat jelas begitu pentingnya penelitian ini dilakukan dan peneliti tertarik untuk memilih judul tentang “Efektivitas Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani Bantuan Bagi Fakir Miskin. (Studi tentang bantuan modal usaha pada Dinas Sosial Kabupaten Bireuen)”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Penggunaan Basis Data Terpadu dalam menangani bantuan modal usaha bagi fakir miskin sudah efektif?” 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Efektifnya Penggunaan Basis Data Terpadu dalam menangani bantuan modal usaha bagi fakir miskin. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis a. Penelitian ini melalui perspektif yang digunakan dapat memperkaya pemahaman tentang teorisasi manajemen publik terkait dengan pola pemerintah dalam menata dana bantuan kepada fakir miskin khususnya di Kabupaten Bireuen.
  • 7. 7 b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengayaan wawasan bagi para peneliti maupun pembaca biasa. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dengan bantuan modal usaha kepada fakir miskin di Kabupaten Bireuen.
  • 8. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, fokus penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan kurang akuratnya data fakir miskin yang terdata pada Basis Data Terpadu Dinas Sosial. Penelitian yang pertama dilakukan oleh M. Afrinaldi (2017) yang berjudul “Efektivitas Program Penanganan Fakir Miskin Di Kabupaten Kampar (Studi Kasus Bantuan Peningkatan Keterampilan Di Kelurahan Sungai Pagar”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program penanganan fakir miskin di Kabupaten Kampar studi kasus bantuan peningkatan keterampilan di Kelurahan Sungai Pagar dalam meningkatkan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan bakat keterampilan belum lah berjalan secara maksimal. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh program penanganan fakir miskin di Kabupaten Kampar studi kasus pada bantuan peningkatan keterampilan di Kelurahan Sungai Pagar ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi sumber daya manusia dan minimnya anggaran merupakan hal yang sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan. Penelitian yang kedua dari Misfi Laili Rohmi (2018) yang berjudul “Efektivitas Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Bantuan Dan Perlindungan Sosial Bagi Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung)”. Berdasarkan hasil penelitian tentang efektivitas Program 8
  • 9. 9 Keluarga Harapan (PKH) sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial, didapat beberapa simpulan sebagai berikut : a) Program Keluarga Harapan (PKH) efektif dilihat dari aspek input; b) Program Keluarga Harapan (PKH) efektif dilihat dari aspek proses; c) Program Keluarga Harapan (PKH) belum efektif dilihat dari aspek output program bidang kesehatan karena ada beberapa indikator yang tidak tercapai seperti perolehan suplemen Fe selama masa kehamilan, pemeriksaan postnatal care sebanyak 3 (tiga) kali, pemeriksaan bayi usia 0-1 bulan sebanyak 3 kali, cakupan imunisasi lengkap balita usia 0-11 bulan, serta cakupan perolehan vitamin A balita usia 0-11 bulan sesuai jadwal; d) Program Keluarga Harapan (PKH) efektif dilihat dari aspek output program bidang pendidikan. Namun demikian, penelitian-penelitian terdahulu tersebut di rasa kurang memuaskan mengingat penelitian yang sudah dilakukan terkait tentang penanganan fakir miskin dalam bantuan peningkatan keterampilan dan penanggulangan kemiskinan. Sejauh ini belum ada penelitian yang serupa, karena penelitian ini lebih bertujuan pada efektifnya penggunaan basis data terpadu dalam menangani bantuan modal usaha bagi fakir miskin di Kabupaten Bireuen. Maka dari itu peneliti melakukan penelitian ini karena masih ada masyarakat fakir miskin yang belum menerima bantuan dan tidak terdata di dalam Basis Data Terpadu tersebut.
  • 10. 10 2.2 Landasan Teoritik 2.2.1 Manajemen Publik Manajemen Publik adalah manajemen pemerintah, yang artinya manajemen publik juga bermaksud untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan terhadap pelayanan kepada masyarakat (Nur Ghofur : 2014). Manajemen Publik diartikan sebagai upaya seseorang untuk bertanggung jawab dalam menjalankan suatu organisasi, dan pemanfaatan sumber daya (orang dan mesin) guna mencapai tujuan organisasi (Shafritz dan Russel dalam kebab, 2008:93). 2.2.2 Tahap-Tahap Manajemen Tahapan-tahapan dalam manajemen merupakan suatu proses yang meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Perencanaan (Planning) Meliputi penerapan tujuan dan standar, penentuan aturan dan prosedur, pembuatan perencanaan serta ramalan (prediksi) apa yang akan terjadi. b) Pengorganisasian (Organizing) Meliputi pemberian tugas terpisah kepada masing-masing pihak, membentuk bagian, mendelegasikan dan menetapkan sistem komunikasi, serta mengkoordinir kerja setiap karyawan dalam satu tim yang solid dan terorganisir.
  • 11. 11 c) Penyusunan Formasi (Staffing) Meliputi menentukan persyaratan personnel yang akan diperkerjakan, merekrut calon karyawan, menentukan job description dan persyaratan pelatihan termasuk didalamnya pengembangan kualitas dan kuantitas karyawan sebagai acuan untuk penyusunan setiap fungsi dalam manajemen organisasi. d) Memimpin (Leading) Meliputi membuat orang lain melaksanakan tugasnya, mendorong dan memotivasi bawahan, serta menciptakan iklim atau suasana pekerjaan yang kondusif - khususnya dalam metode komunikasi dari atas kebawah atau sebaliknya – sehingga timbul saling pengertian dan kepercayaan yang lain. e) Pengawasan (Controlling) fungsi terakhir manajemen ini mencakup ; persiapan suatu standar kualitas dan kuantitas hasil kerja, baik berbentuk produk maupun jasa yang diberikan perusahaan / organisasi dalam upaya pencapaian tujuan, produktivitas dan terciptanya citra yang positif (Basu Swasta DH, Asas- asas Manajemen Modern. Liberty Yogyakarta, 1996). 2.2.3 Efektivitas Efektivitas secara umum tujuan akhir dari suatu kegiatan, dimana realita telah sesuai dengan perencanaan dan harapan, maka hal ini merupakan arti dari Efektif. Namun, terdapat perbedaan persepsi dari sudut pandang tentang
  • 12. 12 Efektivitas. Berikut ini beberapa pengertian Efektivitas menurut pendapat Para Ahli : a) Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya (Hidayat, 2006). b) Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan (Ravianto, 2014). c) Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya (Abdurahmat, 2008: 7). d) Efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai sasaran. Sasaran ini merupakan keadaan atau kondisi yang diinginkan (Prihartono, 2012:37). e) Efektifitas adalah Penggunaan sarana dan prasarana, yang dapat menunjukkan kesuksesan dari sisi tercapai atau tidaknya sasaran. Hal ini berarti semakin kegiatan tersebut dapat mendekati sasaran maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya (Sondang P. Siagian, 2008:4). Dari pengertian Efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan
  • 13. 13 tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. 2.2.4 Teori Efektivitas 1. Teori Efektivitas Pertama Menurut Ravianto dalam Masruri (2014), pengertian efektifitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya mau pun mutunya, maka dapat dikatakan efektif. 2. Teori Efektivitas Kedua Menurut Subagyo dalam Budiani (2009) efektifitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Efektifitas adalah suatu keadaan yang terjadi karena dikehendaki. Menurut Richard Steer , efektifitas harus dinilai atas dasar tujuan yang bisa dilaksanakan, bukan atas dasar konsep tujuan yang maksimum. Efektifitas diukur dengan menggunakan standar sesuai dengan acuan Litbang Depdagri dalam Budiani (2009) seperti pada tabel dibawah ini : Rasio Efektifitas Tingkat Capaian Dibawah 40 40 - 59,99 60 – 79,99 Di atas 80 Sangat Tidak Efektif Tidak Efektif Cukup Efektif Sangat Efektif Sumber : Litbang Depdagri, 1991 dalam Budiani 2009 Efektivitas program penanggulangan pengangguran ini dapat dilihat dari variabel ketepatan sasaran program, sosialisasi program, tujuan program, dan
  • 14. 14 pemantauan. Menghitung efektifitas program menggunakan statistik sederhana (Sugiyono, dalam Budiani 2009) yaitu: Efektifitas program = R/T x 100% Dimana: R = Realisasi kegiatan T = Target kegiatan 3. Teori Efektivitas Ketiga Menurut Bungkaes (2013), efektifitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian efektifitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pengertian teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan “Efektifitas”. Bagaimanapun definisi efektifitas berkaitan dengan pendekatan umum. Bila ditelusuri efektifitas berasal dari kata dasar efektif yang artinya : (1). Ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya) seperti: manjur; mujarab; mempan; (2). Penggunaan metode/cara, sarana/alat dalam melaksanakan aktivitas sehingga berhasil guna (mencapai hasil yang optimal). Menurut Gibson et.al dalam Bungkaes (2013) pengertian efektifitas adalah penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, kelompok, dan organisasi. Makin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang diharapkan (standar), maka makin lebih efektif dalam menilai mereka. Dari pengertian tersebut di atas dari sudut pandang bidang perilaku keorganisasian maka dapat diidentifikasikan tiga tingkatan analisis yaitu: (1) individu, (2) kelompok, dan (3) organisasi. Ketiga tingkatan analisis tersebut sejalan dengan ketiga tingkatan
  • 15. 15 tanggung jawab manajerial yaitu bahwa para manajer bertanggung jawab atas efektifitas individu, kelompok dan organisasi. 2.2.5 Basis Data Terpadu Basis Data Terpadu adalah sebuah sistem (database) yang dapat digunakan untuk bahan perencanaan program dan mengidentifikasi nama dan alamat calon penerima bantuan sosial baik rumah tangga, keluarga maupun individu berdasarkan pada kriteria-kriteria sosial-ekonomi yang ditetapkan oleh pelaksana program. Saat ini Basis Data Terpadu juga digunakan untuk program perlindungan sosial yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). 2.2.6 Fakir Miskin Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya (Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012). Fakir miskin adalah seseorang yang sama sekali tidak memiliki harta, atau memiliki sedikit harta atau penghasilan dari suatu pekerjaan namun tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup (Imam Syafi’i dan Imam Ahmad). Fakir adalah seseorang yang memiliki harta namun tidak mencukupi untuk kebutuhan makan selama setahun, sementara miskin adalah seseorang yang tidak memiliki harta apapun (Menurut Imam Malik).
  • 16. 16 Di dalam Pasal 34 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan negara wajib mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan sosial yang bersifat nasional. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin diamanatkan bahwa Kementerian Sosial menetapkan kriteria Fakir Miskin sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan Fakir Miskin. 2.2.7 Teori Program Penanggulangan Kemiskinan Penanggulangan kemiskinan adalah salah satu prioritas pembangunan nasional. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida Alisjahbana mengatakan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014, tingkat kemiskinan diharapkan bisa turun pada kisaran 9-10%. Menurutnya, untuk mencapai target tersebut, pemerintah menyiapkan beberapa program penanggulangan kemiskinan. Menurunkan angka kemiskinan masih menjadi target utama pemerintah, karena tahun depan merupakan tahun terakhir dari Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, dan menurunkan angka kemiskinan termasuk salah satu sasaran dalam RPJMN. Ada enam program penanggulangan kemiskinan yang telah disiapkan pemerintah untuk tahun depan, program tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Program pertama adalah program Raskin (Beras Miskin) dengan alokasi dana sebesar Rp 18 triliun, cakupan program raskin ini masih memakai cakupan tahun 2013, Rumah Tangga Sasaran Raskin sebanyak 15,5 juta yang meliputi Rumah Tangga miskin dan rentan miskin dengan alokasi beras tetap 15 kg selama 12 bulan.
  • 17. 17 2. Program kedua adalah Program Keluarga Harapan (PKH) dengan alokasi dana sebesar Rp 5,2 triliun, cakupan PKH ditingkatkan menjadi 3,2 juta Rumah Tangga dari 2,4 juta Rumah Tangga pada 2013 serta bantuan PKH juga dinaikkan menjadi Rp 1,8 juta /Rumah Tangga Sangat Miskin/Tahun dari Rp 1,4 juta di 2013 3. Program ketiga adalah Bantuan Siswa Miskin dengan alokasi dana sebesar Rp 9,2 triliun, dengan cakupan BSM sebanyak 15,4 juta siswa dan BSM dibayarkan dua kali setahun yaitu bulan Maret dan April serta Agustus dan September. 4. Program keempat adalah PNPM Mandiri dengan alokasi dana Rp 14 triliun, ia menjelaskan pemberian Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) maksimal Rp 3 miliar per kecamatan, pendampingan masyarakat oleh fasilitator terlatih dan cakupan meliputi seluruh kecamatan di Indonesia. 5. Program kelima adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan alokasi dana Rp 2,2 triliun. Menurutnya program KUR ini berfungsi meningkatkan dan memperluas akses permodalan bagi koperasi dan Usaha Kecil Menengah bagi masyarakat kurang mampu sehingga akses mendapatkan KUR akan semakin dipermudah untuk tahun depan. 6. Program penanggulangan kemiskinan yang terakhir adalah program program pro rakyat atau klaster 4 dengan alokasi dana Rp 6,8 triliun. Menurut dia program ini terdiri dari program rumah sangat murah, program air bersih, program listrik murah dan hemat, program
  • 18. 18 peningkatan kehidupan nelayan, serta program peningkatan kehidupan masyarakat miskin perkotaan. 2.2.8 Indikator Kemiskinan Indikator utama kemiskinan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yaitu : 1. Kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak 2. Terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif 3. Kuranya kemampuan membaca dan menulis 4. Kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup 5. Kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi 6. Ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah 7. Akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas. Berdasarkan kemampuannya memenuhi kebutuhan hidupnya, Indikator Kemiskinan menurut Badan Pusat Statitisk (BPS) yaitu : 1. Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 900/kalori/orang/hari ditambah kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 120.000/orang/bulan 2. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 1900/2100 kalori/orang/hari ditambah kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 120.000-Rp. 150.000/orang/bulan
  • 19. 19 3. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 2100/2300 kalori/orang/hari dan kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 150.000-Rp. 175.000/orang/bulan. 2.2.9 Kriteria Kemiskinan Kriteria Kemiskinan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yaitu : 1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan 2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan 3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan 4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha 5. Lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah 6. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi 7. Terbatasnya akses terhadap air bersih 8. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah 9. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam 10. Lemahnya jaminan rasa aman 11. Lemahnya partisipasi 12. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga 13. Tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.
  • 20. 20 Kriteria Kemiskinan menurut Badan Pusat Statitisk (BPS) yaitu : 1. Tidak miskin, mereka yang pengeluaran per orang per bulan lebih dari Rp 350.610. 2. Hampir Tidak Miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 280.488.s/d. – Rp 350.610.- atau sekitar antara Rp 9.350 s/d. Rp11.687.- per orang per hari. Jumlanya mencapai 27,12 juta jiwa. 3. Hampir Miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740.- s/d Rp 280.488.- atau sekitar antara Rp 7.780.- s/d Rp 9.350.- per orang per hari. Jumlahnya mencapai 30,02 juta. 4. Miskin, dengan pengeluaran per orang perbulan per kepala Rp 233.740.- kebawah atau sekitar Rp 7.780.- kebawah per orang per hari. Jumlahnya mencapai 31 juta. 5. Sangat Miskin (kronis), tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlas pastinya. Namun, diperkirakan mencapai sekitar 15 juta.
  • 21. 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan tipe deskriptif yaitu mendeskriptifkan dan menganalisis masalah yang muncul di masa sekarang guna memperoleh gambaran menyeluruh tentang penelitian. Penelitian kualitatif ini digambarkan dengan kata-kata atau dengan kalimat yang menunjukkan hasil akhir penelitian. Dalam menggunakan data kualitatif terutama dalam penelitian yang digunakan untuk informasi yang bersifat, menerangkan dalam bentuk uraian maka data tersebut tidak dapat diwujudkan dengan angka-angka melainkan dengan penjelasan yang menggambarkan keadaan, dan proses peristiwa yang terjadi (Moleong, 2005:13). 3.2 Definisi Konseptual 3.2.1 Definisi Operasional Variabel Tabel 3.1 No Variabel Definisi Variabel Indikator Skala Sumber Data 1 Efektivitas Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya (Hidayat, 2006). 1. Kuantitas 2. Kualitas 3. Waktu Rasio Dinas Sosial 21
  • 22. 22 2 Basis Data Terpadu Basis Data Terpadu adalah sebuah sistem (database) yang dapat digunakan untuk bahan perencanaan program dan mengidentifikasi nama dan alamat calon penerima bantuan sosial baik rumah tangga, keluarga maupun individu berdasarkan pada kriteria-kriteria sosial- ekonomi yang ditetapkan oleh pelaksana program. Saat ini Basis Data Terpadu juga digunakan untuk program perlindungan sosial yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). 1. Melakukan analisis atau perencanaan kegiatan / program penanggulan gan kemiskinan. 2.Menetapka n sasaran penerima manfaat program- program perlindungan sosial. Rasio Dinas Sosial 3 Fakir Miskin Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya (Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012). 1. Penduduk Miskin 2.Garis Kemiskinan 3. Persentase Kemiskinan (Tingkat Kemiskinan) Rasio BPS
  • 23. 23 3.3 Fokus Penelitian Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun maksud dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhui inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar (inclusion- exlusion criteria) atau informasi baru yang diperoleh di lapangan sebagaimana dikemukakan Moleong (2004:93-94). Dalam metode kualitatif, fokus penelitian berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan. Oleh karena itu fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang dan mengarahkan penelitian. 3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dilakukan serangkaian kegiatan penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kantor Dinas Sosial Kabupaten Bireuen. Adapun alasan peneliti mengambil objek penelitian ini adalah karena masalah di lapangan mengenai Basis Data Terpadu masih kurang efektif, selain itu ada masyarakat fakir miskin yang belum terdata dan tidak menerima bantuan. Waktu penelitian dilaksanakan sejak Januari 2019 s/d April 2019. 3.5 Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong, 2002:
  • 24. 24 112). Sumber data dari penelitian ini terbagi menjadi dua hal, yaitu meliputi data yang bersifat primer dan sekunder. Dalam penelitian ini, diamati secara seksama aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sehingga memperoleh data-data yang menunjang penyusunan laporan penelitian, baik berupa data primer maupun data sekunder. 1. Data Primer Data primer adalah data yang diambil dari sumber data secara langsung oleh peneliti melalui wawancara dan observasi terhadap informan penelitian. Sedangkan menurut (Moleong, 2012:157) bahwa “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Informan yang dipilih adalah informan yang terlibat langsung serta memahami dan dapat memberikan informasi (gambaran) tentang Efektifnya Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani Bantuan Modal Usaha Bagi Fakir Miskin. Pemilihan informan dilakukan dengan segnifikasi dan relevansi informan terhadap data penelitian bahwa informan yang dipilih tersebut dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti. Adapun narasumber yang dipilih untuk menjadi sumber data primer atau informan terdiri dari 8 orang : 1) Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bireuen 2) Kepala Seksi Jaminan Sosial 3) Masyarakat Fakir Miskin (Yang menerima Bantuan) ( 3 Orang ) 4) Masyarakat Fakir Miskin (Yang Tidak Menerima Bantuan) ( 3 Orang )
  • 25. 25 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau yang dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya dari perpustakaan atau dari laporan peneliti terdahulu (Moleong, 2002: 157). Untuk penelitian ini data sekundernya berupa buku, dokumen-dokumen, surat kabar yang terkait dengan efektifnya penggunaan basis data terpadu dalam menangani bantuan bagi fakir miskin. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Observasi Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data secara langsung melalui pengamatan, dan pencatatan terhadap gejala pada objek yang dilakukan secara langsung ditempat kejadian. Observasi merupakan teknik mendatar dengan penilaian secara penggambaran (deskriptif). Oleh karena itu melalui observasi akan menghasilkan data yang mendukung kesimpulan sementara dan observasi yang efektif adalah observasi yang dilaksanakan pengamatan secara jelas, sadar dan selengkap mungkin tentang perilaku individu sebenarnya dalam keadaan tertentu. Melalui observasi peneliti melihat dan menganalisa tentang apa yang dilakukan, dalam suatu proses peneliti mendapat berbagai informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian (Moleong, 2012:26). Adapun yang di observasi dalam penelitian ini adalah sesuai dengan indikator efektivitas yaitu kuantitas, kualitas, dan waktu.
  • 26. 26 b. Wawancara Menurut dalam Lexy J. Moleong (2012:186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara kualitatif yang dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan data atau bahan yang tidak tertulis maupun tertulis dari pihak terkait dan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Adapun yang di wawancara dalam penelitian ini adalah sesuai dengan indikator efektivitas yaitu kuantitas, kualitas, dan waktu. c. Dokumentasi Menurut Moleong (2005:217-218) bahwa dokumen dibedakan menjadi dua, yaitu dokumentasi pribadi dan dokumentasi resmi. Dokumentasi pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaan. Dokumen pribadi mencakup buku harian, surat pribadi, dan otobiografi. Sedangkan dokumen resmi terbagi atas dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen Internal berupa memo, pengumuman, instruksi. Dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan suatu lembaga sosial, misalnya majalah, bulletin, dan berita yang disiarkan kepada media massa. 3.7 Instrumen Penelitian Dalam sebuah penelitian dibutuhkan instrumen untuk mendapatkan data yang valid (Moleong, 2014: 168). Dalam penelitian kualitatif yang menjadi
  • 27. 27 instrumen penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Sehingga peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data di lapangan dengan menggunakan pedoman wawancara. Oleh karena itu peneliti harus bersikap responsif terhadap subjek dan objek penelitian, sehingga data penelitian yang diperoleh dapat fokus dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Selain peneliti sebagai instrumen utama juga menggunakan instrumen pendukung untuk mempermudah pengumpulan data seperti menggunakan alat yang dipergunakan di dalam menggali data dimana penelitian tersebut dilakukan seperti : a. Kamera Kamera adalah seperangkat peralatan dengan kelangkapan – kelengkapan yang memiliki fungsi untuk mengabadikan suatu objek, atau berfungsi untuk mengkonversikan sebuah objek menjadi gambar yang merupakan hasil proyeksi pada sistem lensa. b. Laptop Laptop atau komputer jinjing adalah komputer bergerak yang berukuran relatif kecil dan ringan, beratnya berkisaran dari 1-6 kg, tergantung pada ukuran, bahan, dan spesifikasi laptop tersebut. c. Voice Recorder (Perekam Suara) Voice Recorder adalah sebuah media penyimpanan suara analog yang terdiri dari piringan pipih dengan alur spiral tertulis dan termodulasi.
  • 28. 28 d. Sepeda Motor Sepeda Motor adalah kendaraan beroda dua yang digerakan oleh sebuah mesin. e. Fotokopi Fotokopi merupakan sebuah alat teknologi yang berfungsi untuk membuat salinan ke atas kertas dari dokumen, buku, maupun sumber lain. 3.8 Teknik Analisis Data Bogdan & Biklen mengatakan teknik analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah- milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2007:248). Untuk melihat lebih lanjut tentang teknik analisis data dalam penelitian ini Patton menambahkan bahwa ada tiga komponen pokok yang terdapat dalam model data analisis interaktif yaitu : a. Koleksi Data Merupakan tahap awal dalam proses penelitian yang sangat penting yaitu mengumpulkan data yang telah didapatkan dilapangan karena dengan mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari perumusan masalah yang sudah ditetapkan.
  • 29. 29 b. Reduksi Data Reduksi data merupakan sajian dari analisis, yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. c. Penyajian Data Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis yang berdasarkan pengertian tersebut. d. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi) Kesimpulan merupakan suatu kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang ada dalam reduksi data dan sajian data. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya kesimpulan yang diambil lebih kokoh dan sahih. Proses analisis penelitian ini dilakukan dengan cara mereduksi data yang terkumpul. Setelah data direduksi, kemudian melakukan penyajian data yang dirakit.
  • 30. 30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Kabupaten ini beribukotakan di Bireuen. Kabupaten ini menjadi wilayah otonom sejak 12 Oktober tahun 1999 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Kabupaten ini terkenal dengan julukan kota juangnya, namun sempat menjadi salah satu basis utama Gerakan Aceh Merdeka(GAM). Semenjak diberlakukannya darurat militer sejak bulan Mei 2003, situasi di kabupaten ini berangsur mulai kembali normal, meski belum sepenuhnya. Kabupaten Bireuen termasuk salah satu kabupaten bersejarah bagi bangsa ini. Kabupaten ini pernah ditetapkan sebagai Ibukota Republik Indonesia kedua pada tanggal 18 Juni 1948 yakni tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947- 1948). Akibatnya, PDRI yang semula menetap di Kota Bukit Tinggi berpindah ke Kabupaten Bireuen. Sejak berdirinya Kabupaten Bireuen berdasarkan Undang-Undang No. 48 Tahun 1999 telah terjadi pengembangan yang cukup signifikan dalam bidang pemerintah, dimana pada awalnya terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan, namun sampai dengan akhir Tahun 2006 telah dimekarkan menjadi 17 Kecamatan. Secara geografis Kabupaten Bireuen terletak diantara 04º 54ˈ 00˝ - 05º 21ˈ 00˝ LU dan 96º 20ˈ 00˝ - 97º 21ˈ 00˝ BT yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 12 Oktober 1999 (berdasarkan Undang-Undang No.48 Tahun 1999). Luas wilayah Kabupaten Bireuen adalah 1.796,32 Km² (179.632 Ha), 30
  • 31. 31 dengan ketinggian 0-2.637 mdpl (meter diatas permukaan laut). Terbagi dalam 17 kecamatan, dimana Kecamatan Peudada merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah 312,84 Km² atau sebesar 17,42 persen dari luas Kabupaten Bireuen. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Kota Juang dengan luas hanya 16,91 Km². Sedangkan yang menjadi pusat kota adalah Kecamatan Kota Juang. Adapun jumlah gampong (desa) di Kabupaten Bireuen adalah 167 gampong (desa) dan berdasarkan hasil kajian dalam RT/RW Kabupaten Bireuen dan Kawasan Permukiman Utama telah ditetapkan bahwa ada sekitar 102 desa yang termasuk kawasan perkotaan Bireuen. Kabupaten Bireuen memiliki batas wilayah sebagai berikut : Utara Selat Malaka Selatan Kabupaten Pidie dan Kabupaten Bener Meriah Barat Kabupaten Pidie Jaya Timur Kabupaten Aceh Utara 4.1.1 Profil Dinas Sosial Kabupaten Bireuen Dinas Sosial Kabupaten Bireuen merupakan Dinas yang bertugas melayani masyarakat tentang bidang sosial di Kabupaten Bireuen. Saat ini Dinas Sosial Kabupaten Bireuendi pimpin oleh Bapak Drs. Murdani. Adapun batas-batas wilayah Kantor Dinas Sosial Kabupaten Bireuen sebagai berikut :
  • 32. 32 Utara KODIM 0111 Selatan Kantor Badan Penanggulangan Bencana Barat Perumahan KODIM 0111 Timur Kantor Pertanian 4.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Dinas Sosial Kabupaten Bireuen Sesuai dengan Qanun Nomor 7 Tahun 2010 tentang perubahan atas Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 2 Tahun 2010 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas pada Pemerintahan Kabupaten Bireuen, telah menetapkan sebagai berikut : I. Susunan dan Kedudukan Susunan Organisasi Dinas Sosial Kabupaten Bireuen terdiri dari : a. Kepala Dinas b. Sekretaris c. Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial d. Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Sosial e. Bidang UPTD PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) 1) Sekretariat terdiri dari : a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian b. Sub Bagian Program dan Keuangan 2) Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial terdiri dari : a. Seksi Pelayanan Sosial b. Seksi Rehabilitasi Sosial
  • 33. 33 c. Seksi Pendampingan Sosial 3) Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Sosial terdiri dari : a. Seksi Perlindungan Sosial b. Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan Sosial c. Seksi Jaminan Sosial 4) Bidang UPTD PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) terdiri dari: a. Kepala b. Kepala Tata Usaha II. Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan 1. Dinas Sosial mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial dengan perundang- undangan. 2. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam poin 1, Dinas Sosial mempunyai fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis dibidang kesejahteraan sosial sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Bupati. b. Pengelolaan tata usaha, rumah tangga, pengumpulan, pengelolaan, penganalisaan, penyajian data, penyusunan rencana, dan program dinas. c. Penyusunan program dan perencanaan di bidang kesejahteraan sosial. d. Pelaksanaan pembinaan, pengevaluasian, pengawasan, pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan dibidang kesejahteraan sosial.
  • 34. 34 e. Pemantauan terhadap lembaga sosial masyarakat dibidang sosial dan masyarakat dibidang kesejahteraan sosial. f. Pengkoordinasian kerja sama dengan instansi terkait dalam bidang kesejahteraan sosial. g. Penertiban rekomendasi perizinan dibidang kesejahteraan sosial. h. Pengumpulan,pengelolaan, penganalisaan dan penyajian data serta penyusunan rencana program. i. Pembinaan UPTD, dan j. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. 3. Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam poin 2, Dinas Sosial mempunyai kewenangan : a. Melakukan penelitian dan pengkajian dibidang kesejahteraan sosial. b. Perencanaan dalam pengendalian pembangunan regional secara makro dalam bidang kesejahteraan sosial. c. Menyelenggarakan penyuluhan, bimbingan dan pelatihan masyarakat dibidang kesejahteraan sosial. d. Melaksanakan pemberdayaan dan pendampingan kesejahteraan sosial, pelayanan dan rehabilitas sosial, pengembangan potensi kesejahteraan sosial. e. Memberikan bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial serta perencanaan program pembangunan dibidang kesejahteraan sosial.
  • 35. 35 f. Memberikan bantuan dan jaminan terhadap permasalahan kesejahteraan sosial khusus akibat konflik, bencana alam, dan bencana sosial. g. Melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kejuangan serta niali-nilai kesetiakawanan sosial. h. Melaksanakan pengawasan penempatan pekerja sosial dan fungsional panti sosial. i. Mengalokasikan sumber daya manusia potensial dibidang kesejahteraan sosial. j. Menyusun pedoman dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial 4. Sekretariat dimaksud dalam poin 1, dipimpin oleh seorang sekretaris yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Sosial. 5. Bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam poin 1, dipimpin oleh seorang kepala bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Sosial melalui Sekretaris sesuai dengan bidang tugasnya. 4.1.3 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Sosial Kabupaten Bireuen 1. Visi Dinas Sosial merupakan instansi terdepan dan memegang peranan penting dalam melaksanakan kegiatan pembangunan bidang kesejahteraan sosial (pelayanan kesejahteraan sosial), terutama dalam mengatasi dan menanggulangi berbagai permasalahan sosial yang muncul dalam kehidupan masyarakat Aceh.
  • 36. 36 Visi dari Dinas Sosial yaitu : “Terwujudnya Masyarakat Aceh yang Bermartabat dan Berkesejahteraan Sosial”. 2. Misi Untuk mewujudkan Visi tersebut, ditetapkan Misi Dinas Sosial yaitu :  Memberikan pelayanan kesejahteraan sosial yang profesional, transparan, akuntabel dan terjangakau dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Provinsi Aceh.  Meningkatkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial dan kemitraan dalam rangka pelaksanaan Usaha Kesejahteraan Sosial.  Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesejahteraan pegawai.  Melaksanakan dan mengembangkan sistem informasi kesejahteraan sosial. 3. Tujuan Menunjukkan suatu yang ingin di capai dimasa mendatang dan mengarahkan perumusan sasaran serta cara untuk mencapai tujuan untuk jangka waktu sampai 5 (lima) tahun. Sejalan dengan visi dan misi, tujuan Pembangunan Kesejahteraan Sosial yang telah dirumuskan adalah : 1) Meningkatkan Kehidupan Secara Ekonomi dan Sosial 2) Meningkatkan Keberfungsian dan Taraf Kesejahteraan Sosial Wanita Rawan Sosial Ekonomi Beserta Keluarganya 3) Meningkatkan Pengetahuan, Keterampilan dan Kesejahteraan Bagi Keluarga Miskin.
  • 37. 37 4) Memberdayakan KAT Segala Aspek Kehidupan dan Penghidupan. 5) Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Cacat. 6) Terlayaninya Kebutuhan Bagi Para Penyandang Cacat Netra (Anak Cacat). 7) Peningkatan Kemandirian Anak. 8) Perlindungan Sosial Terhadap Anak Jalanan, Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum, Anak-Anak Rentan. 9) Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia. 10) Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Para Penyandang Penyakit Sosial. 11) Meningkatnya Keberfungsian Sosial Para Penyandang Penyakit Sosial. 12) Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Bagi Gelandangan dan Pengemis. 13) Tersedianya Kebutuhan Hidup Korban Bencana Secara Cepat dan Tepat. 14) Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Bagi Korban Bencana Sosial Akibat Konflik. 4. Sasaran Dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka diperlukan penjabaran lebih rinci dalam bentuk sasaran dan langkah-langkah strategis yang dirumuskan dalam tahun 2013 adalah sebagai berikut : 1) Meningkatnya Taraf Hidup Fakir Miskin. 2) Terbukanya akses sosial dan ekonomi bagi komunitas adat terpencil. 3) Meningkatnya Skill dan Mental Penyandang Cacat.
  • 38. 38 4) Terlindungi dan Terbinanya Kehidupan Sosial dan Ekonomi Anak Terlantar. 5) Terlindunginya Kehidupan Lanjut Usia Terlantar. 6) Rehabilitasi Para Penyandang Tuna Sosial. 7) Terlindunginya Masyarakat dari Bencana Alam dan Bencana Sosial. Dinas Sosial Kabupaten Bireuen berperan penting dalam menanggulangi kemiskinan yang ada di Kabupaten Bireuen. Adapun peranan Dinas Sosial dalam menangani masyarakat fakir miskin yaitu : 1) Melaksanakan pemberdayaan dan pelayanan rehabilitasi sosial terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). 2) Mengembangkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial 3) Memperluas ketahanan sosial masyarakat 4) Meningkatnya profesionalisme aparatur yang berbasis kesejahteraan sosial”. 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani Bantuan Bagi Fakir Miskin di Kabupaten Bireuen Basis Data Terpadu (BDT) adalah sistem data elektronik berisi data nama, alamat, NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang memuat informasi sosial, ekonomi, dan demografi dari individu dengan status kesejahteraan terendah di Indonesia. Basis Data Terpadu diperoleh dari hasil PPLS 2011 telah menjadi acuan utama penetapan sasaran program pelindungan sosial dan penanggulangan
  • 39. 39 kemiskinan dalam skala nasional maupun daerah (Permensos 10 Tahun 2016 Pasal 1). Basis Data Terpadu digunakan untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran program-program perlindungan sosial. Basis Data Terpadu membantu perencanaan program, memperbaiki penggunaan anggaran dan sumber daya program perlindungan sosial. Dengan menggunakan data dari Basis Data Terpadu, jumlah dan sasaran penerima manfaat program dapat dianalisis sejak awal perencanaan program. Hal ini akan membantu mengurangi kesalahan dalam penetapan sasaran program perlindungan sosial. Seluruh Program Perlindungan Sosial yang bersifat Nasional saat ini menggunakan Basis Data Terpadu (BDT). Penggunaan Basis Data Terpadu dimaksudkan agar keluarga kurang mampu menerima manfaat berbagai program perlindungan sosial secara sekaligus. Saat ini Pemerintah menyalurkan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat kepada 15,5 juta keluarga yang termasuk dalam 25 persen penduduk dengan Status Sosial Ekonomi terendah. Selain digunakan untuk perencanaan kegiatan program penanggulangan kemiskinan baik oleh pemerintah pusat atau daerah, data ini juga digunakan untuk menetapkan sasaran penerima manfaat program-program perlindungan sosial. Ketika instansi pelaksana program penanggulangan kemiskinan atau perlindungan sosial telah menetapkan kriteria kepesertaan program, maka Basis Data Terpadu dapat menyediakan data nama dan alamat individu atau keluarga bagi instansi pemerintahan yang mengelola program perlindungan sosial.
  • 40. 40 Basis Data Terpadu dibangun dari hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2011 (PPLS 2011) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS). PPLS 2011 mendata sekitar 40% rumah tangga di seluruh Indonesia yang paling rendah status sosial ekonominya, yang awalnya diidentifikasi melalui pemetaan kemiskinan (poverty map) dengan memanfaatkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2010, dan Potensi Desa (PODES). Selain itu, petugas PPLS 2011 juga mendata rumah tangga lain yang diduga miskin berdasarkan informasi dari rumah tangga miskin lainnya (dengan melakukan konsultasi dengan penduduk miskin selama proses pendataan), serta hasil pengamatan langsung di lapangan. Pada bulan Februari 2012, hasil PPLS 2011 diserahkan oleh BPS kepada Tim Nasional Percepatan Penanggulanan Kemiskinan (TNP2K) untuk diolah menjadi Basis Data Terpadu (BDT). Data rumah tangga dalam Basis Data Terpadu diurutkan menurut peringkat kesejahteraannya dengan metode Proxy- Means Testing (PMT). PMT digunakan untuk memperkirakan kondisi sosial- ekonomi setiap rumah tangga dengan menggunakan data karakteristik rumah tangga seperti jumlah anggota keluarga, status pendidikan, kondisi rumah, kepemilikan aset dan lain-lain. Metode ini telah digunakan di banyak negara untuk pemeringkatan status kesejahteraan rumah tangga. Sejak tahun 2012 Basis Data Terpadu telah menyediakan nama dan alamat penerima manfaat dari Program Bantuan Sosial Beras Sejahtera (Rastra), Bantuan Modal Usaha, Program Keluarga Harapan (PKH), maupun program-program bantuan sosial lainnya yang dikelola oleh Dinas Sosial.
  • 41. 41 4.2.2 Kualitas Dalam Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani Bantuan Bagi Fakir Miskin di Kabupaten Bireuen Basis Data Terpadu digunakan untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran program-program perlindungan sosial. Dalam rangka membantu fakir miskin Pemerintah Indonesia melalui Kementrian RI membuat prinsip-prinsip dasar dari sebuah progam bantuan sosial yang dibayangkan mungkin dapat menanggulangi kemiskinan di tanah air. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dimana bahwa selama ini Pemerintah Dinas Sosial telah melaksanakan berbagai program/kegiatan penanggulangan kemiskinan baik yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah. Namun, pada pelaksanaannya diketahui bahwa sistem penargetan program-program tersebut masih kurang efekif dimana salah satu penyebabnya adalah karena masing-masing penyelenggara program menggunakan basis data yang berbeda-beda untuk mengidentifikasi sasaran program. Selanjutnya untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran program- program perlindungan sosial dapat digunakan basis data terpadu yang dapat digunakan untuk perencanaan program dan mengidentifikasi nama dan alamat calon penerima bantuan sosial, baik rumah tangga, keluarga maupun individu berdasarkan pada kriteria-kriteria sosial-ekonomi yang ditetapkan oleh pelaksana program. Dalam program ini terdapat beberapa permasalahan sehingga kualitas penggunaan Basis Data Terpadu ini masih belum efektif. Adapun permasalahan yang timbul karena kesalahan teknis pada saat crosscheck lapangan yang
  • 42. 42 dilakukan oleh pihak tenaga pendamping, kurangnya dana yang diberikan oleh pemerintah pusat sehingga tidak tercukupi untuk menyalurkan bantuan kepada fakir miskin juga tidak tepat sasaran bantuan yang disalurkan oleh pemerintah daerah menyebabkan berbagai macam protes ataupun input dari luar terdengar oleh pihak Dinas Sosial Kabupaten Bireuen. Seperti keterangan yang diberikan oleh Bapak Zulkifli, SE., M.SI selaku Sekretaris Dinas Sosial pada tanggal 25 Maret 2019 di Kantor Dinas Sosial Kabupaten Bireuen yaitu sebagai berikut : “Dengan kualitas data yang teruji pada Basis Data Terpadu, bukan berarti BDT bebas dari permasalahan. Setidaknya terdapat dua masalah dari Basis Data Terpadu yaitu : Pertama, kurangnya dana dari pemerintah pusat dan yang Kedua, kurangnya tenaga pendamping. Basis Data Terpadu ini berada dibawah naungan Dinas Sosial Kabupaten Bireuen yang mana Dinas Sosial berperan penting dalam penanganan fakir miskin tersebut”. Dari hasil wawancara dengan Sekretaris Dinas Sosial ditemukan permasalahan dalam menanggulangi masyarakat fakir miskin yang ada di Kabupaten Bireuen, masalah utama yaitu kurangnya dana dari pemerintah pusat sehingga dana yang disalurkan pun kurang tercukupi untuk memberikan bantuan kepada fakir miskin. Selanjutnya, ditemukan permasalahan kedua yaitu kurangnya tenaga pendamping, yang mana tenaga pendamping sangat dibutuhkan untuk membantu Dinas Sosial dalam menangani fakir miskin. Tenaga pendamping merupakan sebuah tim yang dibentuk untuk memfasilitasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, monitoring dan evaluasi di tingkat kelompok masyarakat yang menerima dana bantuan. Tenaga pendamping bertugas melaksanakan validasi data calon penerima bantuan bersama petugas provinsi dan petugas kabupaten/kota dengan tujuan agar tepat sasaran.
  • 43. 43 Banyak juga persoalan yang terjadi dan harus dihadapi oleh pihak Dinas Sosial seperti yang diungkapkan oleh Bapak Zulkifli, SE., M.SI selaku Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Bireuen pada tanggal 2 April 2019 yaitu : “Berbagai macam cara dan masukan saya berikan untuk para masyarakat fakir miskin yang selalu menanyakan mengapa ia tidak mendapatkan bantuan, saya pun kewalahan dengan sikap masyarakat kita. Kendala yang terjadi bukan merupakan kesalahan dari kami tetapi dari pusat yang masih kurang memberikan dana kepada kami, sehingga ada fakir miskin yang tidak menerima bantuan. Jadi saya berharap semoga masyarakat mengerti dan bagi masyarakat yang belum menerima bantuan, nanti kita akan perbaharui data penduduk miskin yang sudah sejahtera tidak kita masukan lagi dalam data penduduk miskin yang menerima bantuan dan akan kita gantikan dengan penduduk miskin yang benar-benar membutuhkan”. Minimnya dana yang diberikan oleh pemerintah pusat menyebabkan tidak efektifnya pemberian bantuan sosial kepada masyarakat fakir miskin, inilah sebabnya mengapa ada masyarakat fakir miskin yang tidak menerima bantuan. Karena dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada Dinas Sosial bukan hanya dikelola untuk memberikan bantuan kepada fakir miskin saja melainkan untuk keperluan sosial lainnya seperti dana untuk panti sosial, bantuan bencana alam dan program bantuan kesejahteraan sosial lainnya. Data penduduk miskin yang kurang ter-update (diperbaharui) pada Basis Data Terpadu tersebut juga menyebabkan masyarakat fakir miskin seharusnya mendapatkan bantuan namun menjadi tidak dapat karena tidak terdata pada Basis Data Terpadu sehingga terjadinya salah sasaran dalam menyalurkan bantuan sosial. Semua persoalan terus dihadapi oleh pihak Dinas Sosial, namun masih ada juga data fakir miskin yang belum sesuai dengan kondisi masyarakat dilapangan. “Saya merupakan warga yang kurang mampu di desa dan memiliki 3 orang anak yang masih sekolah. Akan tetapi, saya tidak pernah mendapatkan bantuan sosial. Padahal saya sudah melapor kepada keuchik
  • 44. 44 tetapi keuchik tidak menanggapi. Sebaliknya keuchik mengatakan saya belum rejeki, saya sangat kecewa dan sedih dengan pimpinan seperti ini” (wawancara dengan Ibu Farida pada tanggal 28 Maret 2019). Dari hasil wawancara diatas ternyata masih banyak keluarga yang merupakan masyarakat miskin tetapi tidak mendapatkan bantuan sosial apapun. Sementara hak mereka seharusnya di perhatikan oleh pemerintah, karena dengan keadaan ekonomi yang minim dapat mengakibatkan dampak yang negatif untuk anak-anak yang masih usia sekolah. Ibu Nurjannah juga mengatakan hal yang serupa yaitu : “Saya merupakan warga yang ekonomi sangat minim di desa saya tinggal, saya mempunyai 2 orang anak yang sedang sekolah. Sementara kondisi fisik suami saya pun sudah tidak normal lagi dan saya tinggal sekarang pun dikebun tanah wakaf. Saya tidak pernah mendapat bantuan sosial apapun dari pemerintah” (wawancara pada tanggal 5 April 2019). Menurut hasil wawancara dengan fakir miskin diatas bahwa masih ada yang belum mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah daerah, sementara kondisi ekonominya yang kurang mampu dan memiliki anak yang masih sekolah. Ibu Maulida selaku kepala seksi jaminan sosial pun menanggapi : “Karena kita baru memperbaharui data setiap 4 (empat) Tahun sekali, ini sudah penetapan dari pihak Basis Data Terpadu Pemerintah Pusat. Maka dari itu terdapat perbedaan data antara Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dengan Basis Data Terpadu (BDT)”. Dari hasil wawancara diatas, seharusnya Pemerintah Pusat membuat peraturan untuk memperbaharui data penduduk miskin setiap 1 (satu) tahun sekali agar tidak terjadinya perbedaan data antara Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dengan data pada Basis Data Terpadu. Sehingga tidak ditemukannya
  • 45. 45 masyarakat fakir miskin yang tidak terdata dan tidak mendapatkan bantuan, juga Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah melakukan survey ulang data kelapangan untuk mengetahui fakir miskin yang terdata benar tergolong masyarakat tidak mampu atau bukan. Basis Data Terpadu berisikan kelompok Desil 1, Desil 2, Desil 3 dan Desil 4 karena memuat 40% rumah tangga dengan peringkat kesejahteraan terendah. Istilah sangat miskin, miskin dan hampir miskin diperoleh dari nilai garis kemiskinan yang berasal dari SUSENAS. Pengelompokan rumah tangga dengan istilah sangat miskin, miskin dan hampir miskin memiliki kemungkinan untuk bergeser dari tahun ke tahun menyesuaikan hasil SUSENAS pada tahun tersebut. Sebagai contoh, Garis Kemiskinan tahun 2011 adalah 11,9% berarti seluruh rumah tangga pada desil 1 atau 10% adalah masuk kelompok rumah tangga sangat miskin. Sementara sebagian desil 2 atau 20% masuk kedalam kelompok rumah tangga miskin dan sebagian lainnya masuk dalam kelompok rumah tangga hampir miskin. Garis kemiskinan menunjukkan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita perhari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita perbulan dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Selengkapnya mengenai garis kemiskinan dan penduduk miskin di Kabupaten Bireuen selama tahun 2010- 2018 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
  • 46. 46 Tabel 4.1 Tahun Garis Kemiskinan (Rupiah) Penduduk Miskin Jumlah Total (000) Persentase 2010 263 990 76.10 19.50 2011 286 617 76.30 19.06 2012 289 058 74.79 18.21 2013 292 038 73.94 17.65 2014 295 294 72.22 16.94 2015 301 027 73.14 16.94 2016 317 562 70.44 15.95 2017 335 314 71.54 15.87 2018 358 399 65.74 14.31 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Garis Kemiskinan Kabupaten Bireuen pada tahun 2010 sebesar 263 990 rupiah, jumlah penduduk miskin yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan sebanyak 76.100 jiwa (19,50%). Pada tahun 2011 garis kemiskinan meningkat sebesar 286 617 rupiah, jumlah penduduk miskin pun ikut meningkat menjadi 76.300 jiwa (19,06%). Angka garis kemiskinan terus meningkat pada tahun 2012 sebesar 289 058 rupiah, namun jumlah penduduk miskin pada tahun ini menurun dari tahun sebelumnya sebanyak 74.790 jiwa (18.21%). Di tahun 2013 garis kemiskinan sebesar 292 038 rupiah, jumlah penduduk miskin yang menurun berjumlah 73.940 jiwa (17.65%). Pada tahun 2014 yang mana garis kemiskinan terus meningkat sebesar 295 294 rupiah dengan jumlah penduduk miskin yang menurun dari tahun sebelumnya menjadi 72.220 jiwa (16.94%).
  • 47. 47 Sedangkan puncak terjadinya peningkatan garis kemiskinan pada tahun 2015- 2018 sebesar 301 027 rupiah sampai dengan 358 399 rupiah. Pada tahun 2015- 2018 jumlah penduduk miskin yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan mengalami penurunan sebesar 73.140 jiwa (16.94%) sampai dengan 65.740 jiwa (14.31%) dari penduduk Kabupaten Bireuen. Badan Pusat Statistik menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Rumus Penghitungan Garis Kemiskinan : GK = GKM + GKNM Dimana : GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makanan Sedangkan Head Count Index (HCI-P0) adalah persentase penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan (GK).
  • 48. 48 Rumus Penghitungan Persentase : Dimana : α = 0 z = garis kemiskinan. yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. n = jumlah penduduk. Masalah garis kemiskinan dan penduduk miskin Kabupaten Bireuen masih tetap merupakan masalah yang cukup rawan. Garis kemiskinan dan penduduk miskin ini disebabkan oleh faktor kurangnya dana dan kurangnya tenaga pendamping sehingga tidak meratanya bantuan yang diberikan oleh Dinas Sosial. “Banyak juga persoalan yang terjadi dan harus dihadapi oleh pihak Dinas Sosial, semua persoalan terus timbul dikarenakan banyaknya keinginan masyarakat untuk mendapatkan bantuan juga karena kurang ter-update (diperbaharui) nya data masyarakat fakir miskin pada Basis Data Terpadu sehingga masih ada masyarakat yang dikategorikan mampu terdata pada Basis Data Terpadu dengan istilah (Inclusion Error) dan masyarakat yang dikategorikan tidak mampu, tetapi tidak terdata pada Basis Data Terpadu dengan istilah (Exclusion Error)” (Ibu Maulida/2 April 2019). Seharusnya pihak Dinas Sosial melakukan sebuah upaya untuk memberi arahan/informasi kepada setiap Kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen untuk menginformasikan kepada setiap desa yang ada di Kecamatan tersebut, agar
  • 49. 49 Kepala Desa memberitahukan kepada setiap masyarakat fakir miskin yang belum terdaftar di Basis Data Terpadu untuk segera mendaftar dikarenakan semua warga negara Indonesia yang tegolong dalam kategori fakir miskin wajib melapor setiap perubahan data anggota keluarga agar Dinas Sosial bisa mengetahui dan tidak terjadi persoalan yang mengakibatkan inclusion error dan exclusion error tersebut, dikarenakan pihak Dinas Sosial sudah memiliki data yang konkrit yang diberikan oleh setiap Kepala Desa sehingga semua warga yang tergolong masyarakat fakir miskin terpenuhi untuk mendapatkan bantuan sosial. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Maulida selaku Kepala Seksi Jaminan Sosial pada tanggal 2 April 2019 di Kantor Dinas Sosial Kabupaten Bireuen beliau mengatakan : “Saat ini jumlah tenaga pendamping yang melaksanakan validasi data calon penerima bantuan masih dianggap kurang, sehingga masih terjadi kesalahan laporan data fakir miskin dari beberapa desa. Tenaga pendamping yang ditugaskan berjumlah 2 orang dalam satu kecamatan, tenaga pendamping ini disebut juga dengan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Yang mana selama ini Dinas Sosial dalam mendata fakir miskin bekerja sama dengan tim Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) ini”. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) adalah tim yang diberi tugas, fungsi, dan kewenangan oleh Kementrian Sosial atau Dinas Instansi Sosial Provinsi, Dinas atau Instansi Sosial Kabupaten/Kota selama jangka waktu tertentu untuk melaksanakan dan membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan wilayah penugasan di Kecamatan. Seharusnya tenaga pendamping yang ditugaskan setiap Kecamatan minimal 4 (desa) 1 (orang) tenaga pendamping supaya data yang dikumpulkan lebih akurat dan yang ditugaskan sebagai tenaga pendamping pun bisa melakukan survey langsung masyarakat yang berhak
  • 50. 50 membutuhkan bantuan sosial. Adapun penyebab yang ditimbulkan dari kurangnya tenaga pendamping yaitu masyarakat fakir miskin yang berhak menerima bantuan sosial namun tidak terdata di Basis Data Terpadu dan menyebabkan terjadinya salah sasaran dalam menyalurkan bantuan sosial. Ibu Maulida juga mengatakan “berdasarkan penjelasan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) tahun 2018 menyatakan bahwasanya ada 3 bentuk kemiskinan yang terdapat dalam lingkungan masyarakat Kabupaten Bireuen adalah sebagai berikut : 1) Kemiskinan Subjektif merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh adanya pola pikir dasar yang beranggapan bahwa kebutuhan yang ada belum tercukupi. Contohnya masih ada pengemis musiman yang mucul di Kabupaten Bireuen yang sesungguhnya kehidupannya di desa terbilang mencukupi. 2) Kemiskinan Absolut merupakan kemiskinan yang berada dibawah standar kualitas hidup. Pendapatan yang di dapat tidak memenuhi kebutuhan pangan, sandang, kesehatan maupun pendidikan. Contohnya seperti fungsi keluarga yang kesehariannya bekerja menjadi buruh publik namun memiliki tanggungan 4 anak yang harus di sekolahkan. 3) Kemiskinan Relatif merupakan kemiskinan yang terjadi karena adanya kebijakan pemerintah yang belum menyentuh keseluruh lapisan masyarakat. Contohnya dalam hal ini adalah beragamnya jenis pengangguran yang tinggi akibat kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia”. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Maulida ditemukan 3 bentuk kemiskinan yang ada di Kabupaten Bireuen. Dari bentuk-bentuk kemiskinan diatas, ditemui masyarakat fakir miskin yang termasuk kedalam bentuk kemiskinan absolut. Berikut ini hasil wawancara dengan Bapak Mudin selaku masyarakat fakir miskin yang tidak menerima bantuan pada tanggal 20 April 2019 beliau mengatakan : “Saya masyarakat yang tidak pernah menerima bantuan dari pihak pemerintah mana pun, pekerjaan saya tidak tetap. Saya tidak memiliki rumah, saya memiliki tanggungan 3 orang anak yang masih sekolah dan 1 orang istri yang bekerja sebagai buruh cuci pakaian harian bila ada
  • 51. 51 panggilan dengan jumlah pendapatan saya dan istri bila digabungkan mencapai 500 ribu – 700 ribu perbulan, dengan biaya yang kurang tercukupi ini untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sangat susah, apa lagi untuk membuat rumah sendiri. Namun, bila diberikan bantuan rumah sama saja saya tidak ada tanah untuk dibangun rumah. Jadi, lebih baik diberikan bantuan berupa modal usaha saja agar saya memiliki penghasilan sendiri tanpa menunggu ada kerjaan panggilan dari orang yang membutuhkan jasa saya. Maka dari itu, saya membutuhkan bantuan seperti modal untuk membuka usaha sendiri seperti membuka warung kecil atau untuk modal membuat usaha kue agar kebutuhan sehari- hari keluarga saya tercukupi dan biaya untuk pendidikan anak saya juga bisa terpenuhi tanpa saya harus bergantung pekerjaan dengan orang lain. Terkadang saya sedih melihat keluarga lain yang mampu tetapi mendapatkan bantuan“. Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa seharusnya pihak dinas sosial yang berperan menanggulangi dan mendata fakir miskin lebih efektif lagi dalam mendata fakir miskin yang membutuhkan bantuan dan data yang diterima pun sebaiknya dilakukan survey ulang sehingga tidak ada masyarakat fakir miskin yang tidak terdata. Karena dengan keadaan ekonomi yang minim dapat mengakibatkan dampak yang negatif untuk anak-anak mereka yang masih usia sekolah dan masyarakat yang membutuhkan bantuan juga tersalurkan secara merata agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial terhadap masyarakat yang bisa dikatakan mampu, namun menerima bantuan sosial. Adapun hasil wawancara dengan Ibu Maulida beliau menyatakan bahwa : “Pihak Dinas Sosial menyediakan dana bantuan modal usaha bukan dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk barang, seperti contohnya modal untuk membuka usaha membuat kue yang kami berikan berupa bahan-bahan perlengkapan untuk membuat kue bukan dana yang kami berikan. Dan kami juga membuat sebuah pelatihan/seminar untuk masyarakat fakir miskin yang menerima bantuan modal usaha supaya masyarakat fakir miskin yang diberikan bantuan oleh Dinas Sosial bisa digunakan secara baik, maka dari itu Dinas Sosial membentuk sebuah program dari beberapa keluarga miskin yang disebut dengan KUBE-FM.”.
  • 52. 52 Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dinas sosial melakukan sebuah terobosan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat fakir miskin dengan cara memberikan bantuan berupa modal usaha dan membuat sebuah program yang disebut dengan KUBE-FM. KUBE-FM adalah Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin binaan Dinas Sosial Provinsi Aceh/Kementerian Sosial RI yang dibentuk dari beberapa keluarga miskin untuk melaksanakan kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dalam Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam rangka kemandirian usaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial anggotanya dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama serta memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya. Dengan adanya KUBE-FM ini untuk mempermudah masyarakat miskin dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dengan lingkungan sosialnya. Sehingga anggota KUBE dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terpenuhi dengan meningkatnya pendapatan keluarga; meningkatnya kualitas pangan, sandang, papan, kesehatan, dan tingkat pendidikan. Berikut ini hasil dari wawancara dengan Ibu Darni selaku masyarakat fakir miskin yang menerima bantuan pada tanggal 21 April 2019, mengatakan bahwa : “Saya selaku masyarakat fakir miskin yang menerima bantuan berupa modal usaha dari Dinas Sosial Kabupaten Bireuen sangat terbantu dengan bantuan ini. Karena bisa saya gunakan untuk membuka usaha kecil-kecilan, penghasilan saya perbulan mencapai 1 juta – 1,5 juta dengan penghasilan ini dapat membantu suami saya dalam hal perekonomian juga segala hal keperluan pendidikan anak saya pun terpenuhi dan saya memiliki 2 orang anak yang masih sekolah”. Menurut hasil wawancara bersama masyarakat fakir miskin yang menerima bantuan modal usaha dapat disimpulkan masyarakat tersebut puas
  • 53. 53 dengan kinerja Dinas Sosial Kabupaten Bireuen yang memberikan bantuan modal usaha kepadanya, dengan program yang dilakukan oleh Dinas Sosial untuk mensejahterakan masyarakat fakir miskin ini berjalan dengan baik. 4.2.3 Kuantitas Dalam Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani Bantuan Bagi Fakir Miskin di Kabupaten Bireuen Berbagai elemen termasuk pemerintah, dan organisasi diharuskan agar lebih proaktif dalam meningkatkan kuantitas penggunaan basis data terpadu untuk menjalankan program bantuan sosial bagi fakir miskin di Kabupaten Bireuen. Upaya penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan merupakan tantangan yang dihadapi pemerintah saat ini. Upaya-upaya ini secara langsung terkait dengan seberapa jauh pemanfaatan basis data terpadu dalam pelaksanaan program- program penanggulangan kemiskinan. Berbagai upaya juga turut dilakukan oleh pemerintah setempat agar tidak terjadi berbagai hasutan dari luar. Hal ini juga mungkin bisa mengakibatkan berbagai hambatan yang bisa diatasi dengan upaya-upaya untuk menanggulangi hal tersebut. Adapun upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial agar penyaluran program bantuan sosial bagi fakir miskin berjalan dengan baik maka kepala Seksi Jaminan Sosial yaitu Ibu Maulida memberikan jawaban dari hasil wawancara penulis pada tanggal 2 April 2019 yaitu : “Masyarakat yang menerima bantuan dari dinas sosial harus memiliki kriteria yang telah ditetapkan oleh dinas sosial sehingga penyaluran program bantuan sosial kepada fakir miskin berjalan dengan baik. Adapun beberapa kriteria fakir miskin yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
  • 54. 54 untuk menjadi acuan diberikannya bantuan sosial. (dapat dilihat pada lampiran 3). Dengan adanya beberapa kriteria tersebut kami pihak dinas sosial melakukan pengecekan kepada fakir miskin yang menerima bantuan. Apabila fakir miskin ini sesuai dengan kriteria tersebut, maka mereka berhak mendapatkan bantuan yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sedangkan apabila dari kriteria tersebut salah satunya tidak sesuai, maka fakir miskin tersebut dinyatakan gugur untuk mendapatkan bantuan. Melalui upaya ini dapat mencegah terjadinya overlapping, inclusion error, dan exclusion error”. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Jaminan Sosial dapat disimpulkan bahwa penerima bantuan sosial harus memenuhi kriteria kemiskinan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Jika terdapat fakir miskin yang tidak sesuai dengan kriteria yang sudah dijelaskan, maka otomatis fakir miskin ini dinyatakan gugur untuk mendapatkan bantuan sosial dan data nya juga tidak dimasukkan lagi dalam daftar penerima bantuan dari Dinas Sosial. Dengan adanya upaya yang dilakukan oleh pihak Dinas Sosial bahwasanya bisa mengurangi terjadinya tumpang tindih (overlapping) dalam penerimaan bantuan sosial, juga tidak terjadinya data fakir miskin yang berhak menerima bantuan tidak terdata (exclusion error), dan data fakir miskin yang dikategorikan mampu terdata pada pihak Dinas Sosial (inclusion error) sehingga tidak terjadinya salah sasaran dalam penyaluran bantuan sosial. Adapun dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa, upaya yang dilakukan pihak Dinas Sosial Kabupaten Bireuen untuk meningkatkan kuantitas penggunaan basis data terpadu dalam menangani bantuan bagi fakir miskin di Kabupaten Bireuen yaitu :
  • 55. 55 1) Dinas Sosial Kabupaten Bireuen sedang mengupayakan program bantuan sosial agar kedepannya penerima bantuan tersebut memang menurut kriteria yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. 2) Apabila masyarakat fakir miskin yang menerima bantuan sosial yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka fakir miskin tersebut akan mendapatkan bantuan berikutnya. 4.2.4 Waktu Dalam Penggunaan Basis Data Terpadu Dalam Menangani Bantuan Bagi Fakir Miskin di Kabupaten Bireuen Basis data terpadu sebagai pengelola data terpadu di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mendistribusikan data hasil pemutakhiran BDT 2015 ke lebih dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen dalam kurun waktu kurang lebih 2 Tahun. Dalam menyalurkan program bantuan sosial, Dinas Sosial melakukan seluruh rangkaian saat membuat kegiatan atau proses dalam menyalurkan bantuannya kepada fakir miskin. Pemutakhiran data pada basis data terpadu dilakukan setiap 4 (empat) Tahun sekali. “ Basis data terpadu dimutakhirkan setiap 4 tahun sekali, dengan pemutakhiran ini bisa dipastikan orang-orang yang berhak mendapatkan bantuan sosial masuk kedalam data fakir miskin yang ada pada BDT. Dinas sosial tidak ingin membiarkan orang-orang miskin yang seharusnya mendapatkan bantuan sosial namun terlewatkan, dikarenakan datanya tidak termasuk dalam Basis Data Terpadu” (wawancara dengan Ibu Maulida Seksi Jaminan Sosial/02 April 2019). Dari hasil wawancara diatas, bahwasanya pemutakhiran data yang dilakukan oleh pihak BDT bisa dipastikan orang-orang miskin yang berhak mendapatkan bantuan sosial akan terdata pada basis data terpadu sehingga tidak
  • 56. 56 ada satu pun fakir miskin yang terlewatkan untuk disalurkan bantuan sosial dan masyarakat fakir miskin pun sangat terbantu dengan adanya pemutakhiran data ini. Untuk menjamin kemutakhiran data, Dinas Sosial juga menjalankan verifikasi dan validasi data hasil pendataan Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian hasil dari verifikasi dan validasi itu ditetapkan sebagai Basis Data Terpadu. Basis data terpadu ini menjadi sumber data dalam menetapkan program penanggulangan kemiskinan. 4.2.5 Penerima Bantuan Tidak Overlapping (Tumpang Tindih) Overlapping atau tumpang tindih yaitu keadaan yang menunjukkan bahwa suatu pekerjaan yang sama dilakukan oleh beberapa orang atau kelompok sehingga pekerjaan kembar atau ganda. Bila dikaitkan dengan penerima bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah, yang menerima bantuan tidak boleh mendapatkan bantuan yang ganda dari pihak lain. Seperti yang kita ketahui saat ini, bukan hanya pihak Dinas Sosial saja yang memberikan bantuan kepada fakir miskin. Tetapi ada beberapa instansi/lembaga lain yang memberikan bantuan kepada fakir miskin. Maka dari itu pihak Dinas Sosial harus melakukan pengecekan ulang data supaya pihak yang menerima bantuan tersebut tidak mendapatkan bantuan yang ganda, dan masyarakat fakir miskin ini harus memberikan informasi kepada Kepala Desa agar hal tersebut tidak terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka Dinas Sosial akan memberikan sanksi berupa tidak diberikan bantuan kepada fakir miskin ini dan pihak Dinas Sosial juga berhak
  • 57. 57 tidak mendata masyarakat fakir miskin yang ketahuan mendapatkan bantuan yang ganda. Berdasarkan penjelasan diatas, adapun hasil wawancara peneliti dengan beberapa masyarakat yang mendapat bantuan dari Dinas Sosial yang mengatakan bahwa : “Saat ini yang saya dapatkan bantuan hanya dari satu pihak yaitu Dinas Sosial, sejauh ini belum pernah saya dapatkan bantuan dari pihak lain juga pihak lain tidak pernah ada yang minta data saya untuk diberikan bantuan” (Ibu Darni/ 21 April 2019). “Saya masyarakat yang mendapatkan bantuan modal usaha dari Dinas Sosial sangat terbantu dengan bantuan yang diberikan ini. Karena, dapat memperbaiki perekonomian saya, bantuan yang diberikan ini saya gunakan untuk bercocok tanam. Alhamdulillah dengan adanya bantuan ini segala keperluan keluarga saya tercukupi. Bantuan yang saya terima saat ini dari Dinas Sosial, dan saya tidak pernah mendapatkan bantuan dari pihak lain” (Bapak Samsul/25 April 2019). “Alhamdulillah saya masyarakat yang mendapatkan bantuan modal usaha dari Dinas Sosial, bantuan yang diberikan kepada saya sangat membantu saya untuk memperbaiki perekonomian saya dan dengan adanya bantuan dari Dinas Sosial ini saya bisa membiayai sekolah anak saya. Saya memiliki 1 anak dan suami saya memiliki pekerjaan yang tidak menetap. Bantuan tersebut saya gunakan untuk membangun usaha kue nagasari dirumah, dan bisa membantu penghasilan suami saya yang tidak menetap pekerjaanya. Saya hanya mendapatkan bantuan dari satu pihak yaitu Dinas Sosial tidak pernah ada pihak pemerintah lain yang memberikan bantuan apalagi menawarkan bantuan kepada saya, alhamdulillah sekali saya diberikan bantuan oleh Dinas Sosial karna saya sangat membutuhkan bantuan ini” (Ibu Ani/29 April 2019). Adapun hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa fakir miskin yang menerima bantuan berupa modal usaha ini sangat terbantu dengan adanya bantuan yang diberikan oleh Dinas Sosial, sehingga masyarakat fakir miskin ini bisa membuka usaha dari bantuan tersebut, dan penghasilannya dapat menyekolahkan anaknya juga memperbaiki perekonomian keluarga. Juga masyarakat fakir miskin ini menyatakan ia hanya menerima bantuan dari satu
  • 58. 58 pihak yaitu Dinas Sosial, dikarenakan fakir miskin ini hanya terdata di Dinas Sosial sebagai masyarakat penduduk miskin. Sehingga, kemungkinan besar penduduk yang sudah terdata pada Basis Data Terpadu Dinas Sosial tidak bisa terdata untuk menerima bantuan dari pihak lain. Maka dari itu, peneliti menyimpulkan hasil wawancara bersama masyarakat fakir miskin yang menerima bantuan dari Dinas Sosial tidak pernah mendapatkan bantuan yang ganda/overlapping dari pihak lain.
  • 59. 59 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya bahwa program penanganan fakir miskin di Kabupaten Bireuen studi kasus tentang bantuan modal usaha di Kabupaten Bireuen dalam meningkatkan masyarakat yang sejahtera belum lah berjalan secara maksimal. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya masyarakat miskin di Kabupaten Bireuen, belum maksimalnya penyaluran bantuan dari program-program bantuan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan oleh tim koordinasi penanggulangan kemiskinan Kabupaten Bireuen. Terdapat permasalahan dalam pelaksanaan program bantuan sosial kepada fakir miskin yaitu kurangnya dana dari pemerintah pusat sehingga menyebabkan tidak merata nya bantuan yang disalurkan oleh pemerintah daerah, dan kurangnya tenaga pendamping menyebabkan terjadinya kesalahan sasaran dalam penyaluran bantuan sehingga ada masyarakat fakir miskin yang tidak terdata pada Basis Data Terpadu Dinas Sosial Kabupaten Bireuen tidak mendapatkan bantuan. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah daerah kepada masyarakat sehingga kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat tentang bantuan pemerintah dalam memberantas kemiskinan. Dengan upaya yang sudah dilakukan oleh Dinas Sosial dibutuhkan penambahan tenaga pendamping, supaya tenaga pendamping ini bisa mendampingi Dinas Sosial agar bantuan sosial yang diberikan tidak salah sasaran, 59
  • 60. 60 juga diperlukan kerjasama dari masyarakat fakir miskin yang merasa kurang mampu agar melaporkan dirinya/keluarganya kepada kepala desa setempat untuk data nya dikirimkan ke Dinas Sosial agar disalurkan bantuan. Sehingga upaya yang sudah diatur oleh Dinas Sosial berjalan dengan efektif sebagaimana mestinya. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh peneliti dalam program penanganan fakir miskin di Kabupaten Bireuen studi kasus pada bantuan modal usaha di Kabupaten Bireuen ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu kualitas, kuantitas, dan waktu dalam penggunaan basis data terpadu dalam menangani bantuan bagi fakir miskin juga sumber daya manusia dan minimnya anggaran merupakan hal yang sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan pemberian bantuan dan pendataan fakir miskin di Kabupaten Bireuen. Sehingga dengan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan Basis Data Terpadu dalam menangani bantuan modal usaha bagi fakir miskin belum efektif. 5.2 Saran Dari kesimpulan yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti dapat memberikan saran yang bahwasanya tim koordinasi penanggulangan kemiskinan daerah Kabupaten Bireuen semestinya mengetahui secara detail kondisi serta kebutuhan penduduk masyarakat miskin sehingga terciptanya target pemerintah dalam memberantas kemiskinan dan pihak Dinas Sosial seharusnya menambah tenaga pendamping yang memvalidasi data masyarakat miskin agar tidak terjadinya salah sasaran, maka dari itu pemerintah perlu melakukan survey lapangan lebih lanjut supaya bantuan yang pemerintah berikan tidak salah sasaran.
  • 61. 61 Pemerintah juga perlu memperluas sosialisasi dan informasi tentang bantuan sosial yang diberikan untuk memberantas kemiskinan dan bantuan sosial lainnya kepada masyarakat miskin khususnya masyarakat Kabupaten Bireuen, dan juga Seharusnya pihak Dinas Sosial tidak hanya berpatokan pada data yang ada di Basis Data Terpadu saja, dikarenakan data yang terdapat pada Basis Data Terpadu baru diperbaharui 4 (empat) tahun sekali sehingga Dinas Sosial tidak mengetahui bahwa diluar masih banyak masyarakat fakir miskin yang memerlukan bantuan namun tidak terdata, seharusnya pihak Dinas sosial harus selalu melakukan pemuktakhiran data agar tujuannya untuk menjamin penyaluran program-program tersebut tepat sasaran dan sebaiknya pihak Dinas Sosial bekerjasama dengan pihak Badan Pusat Statistik untuk selalu memperbaharui data fakir miskin.