2. ISTILAH LAIN HUKUM ADAT
KEKELUARGAAN MENURUT
BEBERAPA AHLI :
Prof. Dr. Mr. Barend Ter Haar, Bzn
menyebutnya sebagai HUKUM KESANAK
SAUDARAAN
Djaren Saragih, S.H menyebutnya sebagai
HUKUM KELUARGA
Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H
menyebutnya sebagai HUKUM ADAT
KEKERABATAN
3. Jadi,
Hukum Adat Kekeluargaan dan Hukum adat
Kekerabatan , adalah :
“Hukum adat yang mengatur tentang
bagaimana kedudukan pribadi seseorang
sebagai anggota kerabat (keluarga),
kedudukan anak terhadapa orang tua dan
sebaliknya, kedudukan anak terhadap
kerabat dan sebaliknya, dan masalah
perwalian anak”
4. Manusia pribadi dilahirkan ke dunia
mempunyai nilai-nilai yang sama seperti
nilai hidup (nyawa), kemerdekaan,
kesejahteraan, kehormatan, dan
kebendaan.
Tetapi...
Kehidupan masyarakat, adat budaya serta
pengaruh agama yang dianut oleh manusia
menyebabkan penilaian terhadap manusia
menjadi tidak sama
5. Exampele :
Di dalam kehidupan masyarakat di Bali yang
mayoritas beragama Hindu, ada pembedaan
kasta/golongan/wangsa, yaitu : Brahmana
(Keturunan Pendeta), Ksatria (Keturunan
Bangsawan), Wiesha (Keturunan Pengusaha),
Sudra (Rakyat Jelata ).
6. “Keturunan adalah merupakan unsur essensiel serta
mutlak bagi suatu Clan (Suku) atau Kerabat yang
menginginkan dirinya tidak punah, yang
menghendaki supaya ada generasi penerusnya “
Oleh karena itu, maka apabila suatu Clan atau
Suku ataupun Kerabat merasa khawatir akan
menghadapi kenyataan tidak memilikki keturunan,
Clan atau Suku ataupun Kerabat ini pada
umumnya akan melakukan pemungutan anak
(Adopsi) untuk menghindari kepunahannya, atau
bahkan berdasarkan persetujuan isterinya seorang
suami akan diizinkan menikah lagi untuk
mendapatkan keturunannya
8. Anak kandung memilikki kedudukan yang
terpenting di dalam setiap masyarakat adat.
Di samping oleh orang tuanya anak itu
sebagai generasi penerus anak itu juga
dipandang sebagai wadah (tempat
tumpuan) dimana semua harapan orang
tuanya kelak, jikalau orang tuanya nanti
sudah tidak mampu lagi secara fisik untuk
mencari nafkah sendiri
9. Menuruk Hukum Adat :
ANAK KANDUNG SAH adalah anak yang
dilahirkan dalam perkawinan yang sah, mempunyai ibu
yaitu waanita yang melahirkannya dan mempunyai
bapak yaitu suami dari wanita yang melahirkannya.
Namun sayang, dewasa ini banyak kita jumpai bahwa
adanya kelahiran anak tidak normal atau tidak
sah, diantaranya adalah :
Anak lahir di luar perkawinan
Anak yang lahir dari hubungan zinah
Anak lahir setelah perceraian
10. Hubungan Anak dengan Orang Tua menimbulkan
akibat-akibat hukum tertentu seperti :
Adanya larangan perkawinan antara Orang Tua
dengan Anak;
Adanya kewajiban saling memelihara antara Orang
Tua dengan Anak (hak alimentasi) ; dan
Pada dasarnya setiap anak mempunyai hak waris
terhadap Orang Tuanya.
11. Di dalam Hukum Adat hubungan hukum antara
anak dengan orang tuanya khususnya dengan
Ayahnya dapat diputuskan dengan perbuatan
hukum tertentu, misalnya Anak tersebut
dibuang oleh Bapaknya.Perbuatan ini di Bali
disebut Pegat Mapianak dan pada orang Batak
Angkola disebut Mangalip-Alip, demikian pula
dalam Hukum Adat ada kemungkinan bahwa
seorang anak diserahkan pada orang lain
untuk dapat pemeliharaan. Yang demikian
dinamakan Anak Piara.
12. pada umumnya hubungan anak dengan keluarga ini
sangat tergantung dari keadaan sosial dalam
masyarakat yang bersangkutan.
Seperti pada pembahsan kelompok kami sebelumnya,
terdapat persekutuan-persekutuan yang susunan
masyarakatnya berdasarkan tiga macam garis
keturunan :
Garis Keturunan Bapak (Patrilineal);
Garis keturunan Ibu (Matrilineal); dan
Garis Keturunan Bapak-Ibu (Parental).
13. Anak tiri adalah anak kandung bawaan ISTRI
JANDA atau bawaan dari SUAMI DUDA
yang mengikat tali perkawinan. Sedangkan di
dalam kedudukan ANAK TIRI tiri disini tetap
berkedudukan sebagai anak dari Bapak , dari
Ibu yang melahirkannya
14. Apabila di dalam suatu keluarga salah satu
dari orang tuanya baik bapak atau ibu sudah tidak
ada lagi, maka apabila masih ada anak-anak yang
belum dewasa dalam susunan keturunan bapak –
ibu (Parental), maka orang tua yang masih
hiduplah yang memelihara anak-anak tersebut
lebih lanjut. Jika, kedua-duanya tidak ada lagi maka
yang memelihara anak-anak yang ditinggalkan
adalah salah-satu dari keluarga pihak bapak
maupun pihak ibu yang terdekat.
15. Lain halnya dengan keluarga yang menganut
sistem susunan Masyarakat Unilateral (baik
patrilineal maupun matrilineal) adalah :
Example :
Dareah Minangkabau, yang menganut sistem
kekeluargaan MATRILINEAL, jika bapaknya yang
meninggal maka ibunya meneruskan kekuasaan
terhadap anak-anaknya yang masih belum dewasa
itu. Jika ibunya yang meninggal maka anak-anak
yang dimaksud tsb tetap berada pada kerabat
ibunya serta dipelihara seterusnya oleh keluarga
ibunya, sedangkan hubungan antara bapak dengan
anak-anaknya dapat terus dipelihara oleh si bapak.
16. Example :
Dareah Tapanuli, yang menganut sistem
kekeluargaan PATRILINEAL jika bapaknya
meninggal dunia, ibunya meneruskan memelihara
anak-anaknya dalam lingkungan bapaknya. Apabila
janda tersebut ingin pulang ke lingkungan
keluarganya sendiri atau ingin menikah lagi maka ia
dapat meninggalkan lingkungan keluarga
almarhum suaminya, akan tetapi anak-anaknya
tetap tinggal dalam kekuasaan keluarga almarhum
suaminya.
17. Menurut SOEROJO
WIGNJODIPOERO, S.H, mengangkat anak
adalah :
“suatu perbuatan pengambilan anak orang lain
ke dalam lingkungan keluarga sendiri
demikian rupa sehingga hubungan antara
orang yang mengambil anak dengan anak
yang di ambil timbul suatu hubungan hukum
kekeluargaan yang sama seperti hubungan
yang ada diantara orang tua dengan anak
kandungnya sendiri”
18. Dilihat dari sudut anak yang diambil sebagai
ANAK ANGKAT dikenal macam-macam
pengankatan anak, yaitu :
Mengangkat anak bukan warga keluarga;
Mengankat anak dari kalangan keluarga; dan
Mengangkat anak dari kalangan keponkan.