O slideshow foi denunciado.
Seu SlideShare está sendo baixado. ×

Referat_Hepatitis.docx

Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
REFERAT
HEPATITIS
Disusun oleh :
Abdul Wahid Adnan 2210221055
Pembimbing: dr. Wisvici Yosua S, M. Sc, Sp.A
Moderator: dr. ...
ii
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT HEPATITIS
Disusun oleh:
Abdul Wahid Adnan 2210221055
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti...
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya seh...
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Carregando em…3
×

Confira estes a seguir

1 de 29 Anúncio

Mais Conteúdo rRelacionado

Semelhante a Referat_Hepatitis.docx (20)

Mais recentes (20)

Anúncio

Referat_Hepatitis.docx

  1. 1. REFERAT HEPATITIS Disusun oleh : Abdul Wahid Adnan 2210221055 Pembimbing: dr. Wisvici Yosua S, M. Sc, Sp.A Moderator: dr. Irena Rosdiana, Sp.A Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta Periode 17 Oktober – 23 Desember 2022
  2. 2. ii LEMBAR PENGESAHAN REFERAT HEPATITIS Disusun oleh: Abdul Wahid Adnan 2210221055 Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Telah disetujui dan dipresentasikan pada Kamis, 17 November 2022 Jakarta, 17 November 2022 Pembimbing dr. Wisvici Yosua S, M.Sc, Sp.A Moderator dr. Irena Rosdiana, Sp.A
  3. 3. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah referat yang berjudul “Hepatitis”, sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Wisvici Yosua S, M.Sc, Sp.A selaku pembimbing serta dr. Irena Rosdiana, Sp.A selaku moderator yang senantiasa mencurahkan waktu dan tenaga untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Terima kasih juga kepada keluarga dan teman-teman yang sudah memberikan dukungan sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan, untuk pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya. Jakarta, 9 November 2022 Penulis
  4. 4. iv DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI...........................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2 BAB III KESIMPULAN........................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................20
  5. 5. v v DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Angka Kematian Komplikasi Hepatitis di Asia Tenggara......................………… 3 Gambar 2 Anatomi Hati...........................................................................................………….5 Gambar 3 Prevalensi Terjadi nya Hepatitis di Indonesia……………………………………...6 Gambar 4 Skema Gambaran Hepatitis A Akut………………………………………………..8 Gambar 5 Partikel Virus Hepatitis B ……………………………………………………….... 9 Gambar 6 Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B kronik……………….… 10 Gambar 7 Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B akut……………………. 14 Gambar 8 Kriteria Klinis Hepatitis B menurut PPHI…………………………………… 16 Gambar 9 Interpretasi Pemeriksaan Serologi pada Hepatitis C………………………… 16 Gambar 10 Algoritma terapi hepatitis B kronik pada kadar HBeAg positif……. ……... 18 Gambar 11. Algoritma terapi hepatitis B kronik pada kadar HBeAg negatif…………. 19
  6. 6. v v BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya mikroba patogen seperti bakteri, virus,jamur maupun parasit. Penyakit infeks i dianggap sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality) pada negara berkembang seperti Indonesia.1 Salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi yaitu penyakit hepatitis. Hepatitis merupakan penyakit infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis. A, B, C, D atau E berifat akut maupun kronik. Hepatitis termasuk dalam golonga n penyakit infeksi menular, yang penyebarannya dapat melalui makanan, air atau cairan tubuh.2 Penyakit infeksi hepatitis menurut World Health Organization (WHO) 2017 menempati urutan ketujuh penyakit penyebab kematian di seluruh dunia. Hal ini mengalami peningkatan dari tahun 1990 – 2013. Pada tahun 2015, dilaporkan bahwa 90% pasien hepatitis terdiagnosahepatitis B dan C kronik sisanya terdiagnosa hepatitis A atau E akut didunia.3 Pada daerah Asia Tenggara, dilaporkan bahwa hepatitis B kronik mengala mi peningkatan kejadian dari tahun – tahun sebelumya. Pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 39,4 (28,8 – 76,5) juta orang didunia terdiagnosa penyakit hepatitis B kronik. Berbeda dari hepatitis B kronik, hepatitis C kronik juga diperkirakan terjadi pada 10,3 (7,0 – 17,8) juta orang pada daerah ini. Kedua penyakit ini bertanggungjawab atas terjadinya 410.000 kematian per tahunnya, 78% diantara kematian tersebut disebabkan oleh komplikasi yang terjadi yaitu penyakit sirosis hepatik dan kanker hati akibat hepatitis B dan C kronik.3 Berdasarkan data WHO 2017, Indonesia termasuk dalam negara yang memiliki tingkat endemisitas intermediate terhadap penyakit hepatitis di wilaya h Asia Tenggara. Prevalensi ditemukannya HBsAg untuk negara dengan tingkat tersebut adalah berkisar 2 – 7 %. Angka komplikasi yang ditimbulkan oleh infeks i hepatitis juga cukup tinggi. Data WHO 2017 menjelaskan bahwa angka kejadian hepatitis di daerah Asia Tenggara pada tahun 2015 yang menyebabkan kematian berupa hepatitis akut
  7. 7. v v yang mencapai 22%, sedangkan hepatitis kronik mencapai 78% dengan komplikasi sirosis yangditimbulkan hampirmencapai 83% dan kanker hati 17%.4 Pada tahun2013, riset kesehatan dasar (Riskesdas) telah melakukan pendataan terbaru mengenai angka kejadian hepatitis di Indonesia dan didapatkan prevalensi hepatitis 2013 adalah 1,2 persen, dua kali lebih tinggi dibandingkan 2007.2 Gambar 1. Angka kematian akibat komplikasi hepatitis di wilayah Asia Tenggara tahun 2015 .4 Tingginya angka kejadian hepatitis serta tingginya komplikasi yang ditimbulkan membuatpentingnyapemahaman yangbaik terhadap hepatitis. Bila kejadian ini semakin meningkat, dapat memberikan dampak buruk terhadap kualitashidupmasyarakat serta mempengaruhi biaya kesehatan yangharus ditanggung menjadi besar. Kesinambungan antara petugas kesehatan dan masyarakat dalam upaya pencegahan dini serta pengendalian hepatitis sangat diperlukan agar tidak terjadinya peningkatan angka kejadian. I.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini yaitu: 1. Menambah ilmu dan wawasan tentang Ilmu Kesehatan Anak khususnya di bidang hepatologi tentang prinsipdiagnosis dan tatalaksana penyakit hepatitis akut dan kronik. 2. Dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lanjutan mengenai
  8. 8. v v Hepatitis
  9. 9. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi dan fisiologi hati Hati merupakan organ instestinal terbesar dengan berat mencapai 1,2 – 1,8 kg dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa. Hati termasuk organ lunak yang lentur dan memiliki permukaan superior cembung yang terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung. Hati memiliki 2 lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan terbagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh visura segmentalis kanan yang tidak terlihatdari luar.Lobuskiri terbagi menjadi segmen medial dan lateral olehligamentum falsiformis yang terlihat dari luar5,6. Gambar 2. Anatomi hati.5 Secara fisiologis, hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Beberapa fungsi yang dimiliki hati yaitu,5 a. Sebagai yang memetabolisme karbohidrat. b. Sebagai yang memetabolisme lemak. c. Sebagai yang memetabolisme protein. d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah. e. Fungsi hati sebagai memetabolisme vitamin. f. Fungsi hati sebagai detoksikasi. g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas.
  10. 10. 6 h. Fungsi hemodinamik. II.2 Definisi hepatitis Hepatitis virusakut adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang mengena i hati. Hepatitis virusakut dapat disebabkan oleh satu dari lima jenis virus hepatitis yaitu virus hepatitis A (HAC), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), atau virus hepatitis E (HEV). Berbeda dengan hepatitis virus akut, hepatitis kronik memiliki pengertian yaitu serangkaian gangguan hati dengan penyebab dan derajat keparahan beragam yang disertai keadaan adanya peradangan serta terjadinya nekrosis hati berlanjut selama minimal 6 bulan.7 II.3 Prevalensi dan faktor resikohepatitis World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015 penyakit virushepatitis menyebabkan terjadinya kematian pada 1,34 juta orang didunia. Diperkirakan pada tahun2017, terdapat 325 juta orang diduniayang terdiagnosa dengan penyakit hepatitis B kronik maupun hepatitis C kronik.8 Hasil data riskesdas Indonesia tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi penyakit hepatitis didapatkan sebanyak 1,2%. Hasil ini dinyatakan meningkat dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007. Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Provinsi Nusa Tenggara Timur masih menjadi provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi di Indonesia sejak tahun 2007.2 Gambar 3. Prevalensi kejadian hepatitis Indonesia tahun 2007 & 2013.2
  11. 11. 7 FAKTOR RESIKO  Hepatitis A & E: Transmisi enterik(fekal oral)predominan diantara anggota keluarga. Dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama, makanan terkontaminasi dan air.  Hepatitis B : infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati. HBV ditemukan di darah,semen,sekret servikovaginal,saliva,cairan tubuh lainnya.  Hepatitis C : Cara transmisi: darah (predominan) IVDU dan penetrasi jaringan dan resepien produk darah, transmisi seksual,maternal-neonatal, tak terdapat transmisi fekal oral.  Hepatitis D :Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV ( koinfeksi atau superinfeksi: IVDU, homoseksual atau biseksual, resipien donor darah, pasangan seksual . Cara penularan: melalui darah, transmisi seksual, penyebaran maternal-neonatal. II.4 Klasifikasi Klasifikasi hepatitis dapat terbagi berdasarkan lama penyakit berupa akut atau kronik, yaitu:7 a. Akut Kasus hepatitis virus umumnya disebabkan satu dari lima jenis virus, yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV).7 i. Virus hepatitis A Virus hepatitis A termasuk virus RNA tidak berselubung, memiliki ukuran 27 – 32 nm, resisten panas, asam, dan eter yang berasal dari genus hepatovirus famili picornavirus. Virus ini menular melalui jalur fekal – oral terutama minuman dan makanan yang terkontaminasi. Virus ini sangat stabil pada lingkungan dengan suhu 60°C selama 60 menit, namun dapat menjadi tidak aktif pada suhu 81°C selama 1 menit. Cara inaktivasi lainnya yaitu kontak dengan formaldehida dan klorin atau iraidasi ultraviolet. Virus hepatitis A resisten terhadap detergen dan pH rendah, sehingga virus ini dapat berpenetrasi ke saluran pencernaan mukosa lambung6,7,9.
  12. 12. 8 Virus ini memiliki masa tunas sekitar empat minggu dan replikasinya terbatas pada hati, namun dapat ditemukan pada hati, darah, empedu dan juga tinja. Antibodi terhadap HAV (anti-HAV) dapat terdeteksi selama fase akut, ketika aktivitas aminotransferase meningkat dan pengeluaran HAV melalui tinja masih berlangsung. Respon antibodi tubuh awal berasal dari IgM anti - HAVmenetap selama beberapa bulan dan pada masa konvalesens IgG anti – HAV menjadi antibodi predominan. Hal inilah yang menjadi dasar penilaian penyakit dalam masa akut bila ditemukan adanya IgM anti – HAV. Keberadaan Ig-Ganti – HAV sebagai perlindungan terhadap infeksi HAV berulang.6,7,9 Gambar 4. Skema gambaran khas dan laboratorium hepatitis A akut.7 ii.Virus hepatitis B VirushepatitisB termasukdalam virusdengan jenisDNA dengan ukuran yang sangat kecil sekitar 3200 bp dan termasuk golongan Hepadnaviridae. HBV memiliki beberapa bentuk partikel virion masing– masing ukuran partikel tersebut berbeda – beda. Partikel yangmemiliki ukuran 22 nm berbentuk bulat atau filament panjang, partikel ini yang paling banyak ditemukan dan tidak dapat dibedakan dengan protein selubung luarnya. Partikel lainnyaberukuran besar kuranglebih42 nm dengan dindingrangkap, berbentuk tubulusberupa virionutuh. Pada selubungpermukaan luar virion yang berbentuk tubulus biasa ditemukan antigen permukaan hepatitis B atau HBsAg. Partikel berukuran 42 nm jugamemiliki inti nukleokapsid yang disandi oleh gen C. Antigen yang diekspreskan di permukaan inti nukleokapsid disebut antigen inti hepatitis B
  13. 13. 9 atau Hepatitis B core antigen (HBcAg). Suatu protein nukleokapisd non partikel yang larut dan juga merupakan produk gen C adalah antigen e hepatitis B atau HBeAg, namun secara imumolo gis HBeAg berbeda dengan HBcAg.7,9 Gambar 5. Bagian partikel virus hepatitis B.7 iii. Virus Hepatitis C Virus hepatitis C sebelumnya dinamai dengan hepatitis non – A non – B. Virusinitermasuk RNA linier dengan rantai tunggal yang berasal dari genom flavivirus dan pestivirus, genus Hepacivirus dalam family Flaviviridae. RNA - HCV dapat terdeteksi sebelum kemunculan anti – HCV beberapa hari setelah terpajan dan selama berlangsung pajanan, namunpada infeksi kronis RNA - HCV terkadang hanya terdeteksi secara intermiten. Transmisi virus ini umumnya melalui darah seperti pada kegiatan transfuse.6,7,9 iv. Virus Hepatitis D Virus Hepatitis D merupakan virus golongan RNA yang fungsinya bergantung pada bantuan yang disediakan oleh virus hepatitis B dalam replikasinya. HDV dapat menginfeks i seseorang bersamaan dengan HBV (ko-infeksi) atau menginfeks i seseorang yang sudah terinfeksi HBV (superinfeksi). Pada saat infeksi HDV akut, penanda yang mendominasi adalah anti –HDV kelas IgM.7
  14. 14. 10 V. Virus Hepatitis E Virus Hepatitis E termasuk dalam golongan Hepaviridae. Virus RNA ini berbentuk sferis, tidak memiliki selubung,memiliki diameter 27 -34 nm dan memiliki bentuk simetr i iksohedral. Virus inistabil terhadap keadaan lingkungan dan bahan kimia,namunbila dibandingkan virushepatitis A virusini tidak lebih stabil. Infeksi virus hepatitis E dapat ditularka n melalui empat jalur yaitu melalui air, makanan seperti konsumsi daging merah yang kurang matang, transmisi melalui darah atau parenteral serta melalui transmisi vertikal antara ibu dengan janin. Virus ini dapat terdeteksi di tinja, empedu dan hati. Penanda IgM anti – HEV dan IgG anti – HEV dapat dideteksi namunkeduanyacepat turunsetelahinfeksiakut dan mencapai kadar rendah dalam 9 – 12 bulan.6 b. Kronik Hepatitis Bkronik Pada pasien hepatitis B kronik, gambaran histologik memiliki makna terhadap prognostik. Selain gambaran histologik, derajat replikasi HBV juga perlu diperhatikan. Pada infeksi kronik, dapat ditemukan hepatitis B e serum (HBeAg) baik yang reaktif maupun non-reaktif. Tingkat DNA - HBVjugamemilikiketerkaitan dengancedera hati dan resiko perkembangan penyakit. Gambar 6. Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B kronik.7
  15. 15. 11 II.5 Manifestasi klinis Hepatitis virusakut akan terjadi setelah masa tunas yang bervariasi sesuai dengan viruspenyebab. Gejala pada pasien hepatitis terbagi atas 3 fase yaitu fase pre – ikterik, fase ikterik dan fase perbaikan / konvalesens. Hampir semua fase antar virus sama gejalanya, namun ada beberapa ciri khas antar jenis infeksi7,9. c. Fase pre-ikterik Fase ini terjadi 1 – 2 minggu sebelum fase ikterik. Biasa ditemukan gejala kontituasional seperti mual, muntah, anoreksia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia, faringitis atau dapat jugabatuk. Perubahan warna urinmenjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat / dempul biasa ditemukan 1 – 5 hari sebelum fase ikterik. Pada infeksi hepatitis B juga biasa disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi 9. d. Fase ikterik Pada fase inigejala konstitusional umumnya sudah membaik, namun timbul gambaran jaundice pada pasien. Umumnya terdapat nyeri perut kuadran kanan atas yang dapat terjadi akibat hepatomegali disertai penurunan berat badan ringan. Fase ini berlangsung 2 – 12 minggu. Pada infeksi hepatitis B juga dapat ditemukan splenomegali, gambaran kolestatik hingga adenopati servikal. Pada hepatitis C akut ditemukan gejalaikterik yangmenyertai lebih lama durasinya.9. II.6 Pemeriksaan penunjang a. Hepatitis A Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, i. Serologi hepatitis A  IgM anti – HVA positif menandakan fase hepatitis Aakut.  IgG anti – HVA positif menandakan pasien memiliki riwayat hepatitis A.9 ii. Biokimia hati  Pada fase ikterik ditemukan kadar SGPT lebih tinggi dibanding kadar SGOT.  Pada pasien yang ditemukan keadaan klinis ikterik pada sklera maupun kulit, kadar bilirubin yang ditemukan >2,5mg/dL.
  16. 16. 12  Alkalin fosfatse umumyanormal atau meningkat sedikit.  Waktu protombin (PT) umumnya normal atau memanjang 1 – 3 detik. Peningkatan yang signifikan menunjukkan nekrosis hepatoselular yang ekstensif dan memiliki prognosis buruk.  Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis virus akut tanpa komplikasi.9 iii. USG abdomen Biasa dilakukan untuk mengetahui adakah penyait penyerta batu empedu.9 b. Hepatitis B Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, i. Serologis hepatitis B  Pemeriksaan HBsAg dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya HBV dalam darah. Penanda ini merupakan penanda virologik pertama yang dapat dideteksi dalam serum antara minggu ke 8 - 12. HBsAg menjadi tidak terdeteksi setelah fase ikterus dan jarang menetap hingga lebih dari 6 bulan. Hasil positif menandakan infeksi virus hepatitis B, hasil negatif menandakan hal sebaliknya. 9,10  Pemeriksaan anti-HBs dilakukan untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen pada virus hepatitis B. biasa muncul setelah HBsAg sudah tidak ada dalam serum.7  Pemeriksaan anti-HBc terkadang dipengaruhi dari hasil dua pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg. Penemuan anti-HBc dapat menjadi bukti serologik infeksi HBV yang baru atau sedang berlangsung. Penemuan anti- HBc tanpa HBsAg dan anti-HBs dapat memiliki arti adanya kemungkinan penyebab infeksi berasal dari transfusi.7,11  Pemeriksaan IgM/IgG anti-HBc dilakukan untuk mengetahui lama seseorang telah terinfeksi HBV. Hasil IgM anti-HBc positif menandakan infeksi bersifat akut < 6 bulan, sedangkan IgG anti-HBc negatif menandakan infeksi bersifat kronik.7,11
  17. 17. 13  Pemeriksaan HBeAg dapat dilakukan sejak awal atau berbarengan dengan HBsAg. Hal ini dikarenakan kemunculannya yang dapat berbarengan atau segera setelah HBsAg.7  Pemeriksaan HBV-DNA, bertujuan untuk mendeteksi seberapa besar HBV-DNA dalam darah dan hasil replikasinya pada urin seseorang. Pemeriksaan positif memiliki arti bahwa virusiniberkembang biak di dalam tubuh seseorang dan dapat menularkan virus kepada orang lain.Jika seseorang memiliki Hepatitis B infeksi virus kronis, kehadiran DNA virus berarti bahwa seseorang mengalami peningkatan risiko untuk kerusakan hati. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memanta u efektivitas terapi obat untuk infeksi Virus Hepatitis B kronis serta dapat menjadi dasar perhitungan dimulainya pengobatan. 11 Gambar 7. Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B akut.7 ii. Biokimia hati Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT, SGOT, gamma – glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase, bilirub in, albumin, globulin, darah perifer lengkap dan waktu protrombin. Umumya ditemukan kadar SGPT lebih tinggi dibanding SGOT, namun bila perjalanan penyakit sudah menuju sirosis maka rasio tersebut dapat menjadi terbalik. Untuk pemeriksaan komplikas i berupa karsinoma hepatoseluler perlu dilakukan pemeriksaan α- fetoprotein.9
  18. 18. 14 iii. USG dan biopsi hati Pemeriksaan inibiasa dilakukan untuk memilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dan sirsosis hati.9 iv. Pemeriksaan lain Perlu dilakukan untuk mencari penyebab hati lain termasuk kemungkinan HIV.9 c. Hepatitis C Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, Serologis hepatitis CDilakukan dengan metode ELISA atau chemiluminescent immunoassay (CLIA). Dilakukan pemeriksaan titer anti – HCV dan RNA – HCV. Hasil anti – HCV dapat ditemukan negatif palsu pada pasien HIV, hemodialisa, dan pengguna immunosupresan.9 ii. Biokimia hati Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT, SGOT, gamma – glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase, bilirub in, albumin, globulin, darah perifer lengkap dan waktu protrombin.9 iii.USG dan biopsi hati Pemeriksaan inibiasa dilakukan untuk memilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dan sirsosis hati.9 iv. Pemeriksaan lain Perlu dilakukan untuk mencari penyebab hati lain termasuk kemungkinan HIV atau ko – infeksi hepatitis B.9
  19. 19. 15 II.7 PATOGENESIS a.Hepatitis A & E Secara umum hepatitis diakibatkan karena adanya reaksi imun dari tubuh terhadap virus yang dipacu oleh replikasi virus di hati. Replikasi virus hepatitis A termasuk ke dalam jalur lisis. Pertama-tama virus akan menempel di reseptor permukaan sitoplasma, RNA virus masuk, pada saat yang sama kapsid yang tertinggal di luar sel akan hilang, di dalam sel RNA virus akan melakukan translasi, hasil dari translasi terbagi dua yaitu kapsid baru dan protein prekusor untuk replikasi DNA inang, DNA sel inang yang sudah dilekati oleh protein prekusor virus melakukan replikasi membentuk DNA sesuai dengan keinginan virus, DNA virus baru terbentuk, kapsid yang sudah terbentuk dirakit dengan DNA virus menjadi sebuah virion baru, virus baru yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel-sel fagosit. b. Hepatitis B HBV masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane (virion HBV) masuk ke dalam hati dan kemudian terjadi proses replikasi di sana. Hepatosit kemudian akan memproduksi dan mensekresi virion (partikel Dane), partikel HBsAg, serta HBeAg (yang tidak membentuk partikel virus). Respon imun non-spesifik pertama kali dirangsang dengan memanfaatkan sel-sel natural killer. Respon imun ini tidaklah cukup untuk mengeradikasi HBV lebih lanjut. Oleh karena itu respon imun spesifik kemudian direkrut untuk mengaktivasi sel limfosit T dan B. sel T-sitotoksik (CD8+) teraktivasi setelah melakukan kontak dengan peptide HBV yang dipasang di MHC kelas I antigen presenting cell (APC). Peptida yang dipasang di MHC ini berupa HBcAg serta HBeAg. Proses eliminasi ini berhubungan dengan peningkatan ALT. Namun demikian terdapat pula proses eliminasi yang tidak menimbulkan kerusakan hepatosit melalui TNF-alfa serta interferon gamma. Sel limfosit B akan membentuk sel plasma melalui aktivasi sel CD4+ (T- helper) sehingga menghasilkan antibody anti-HBs, anti-HBc, serta anti-HBe. Anti-HBs berfungsi untuk menetralisasi partikel HBV dan mencegah masuknya virus kedalam sel. Oleh karena itu anti-HBs mencegah penyebaran
  20. 20. 16 virus dari sel ke sel. Apabila terjadi persistensi viremia, hal ini tidak disebabkan oleh ketidakmampuan atau definisi anti-HBs, yang dibuktikan dengan tetap ditemukannnya anti-HBs walaupun bersembunyi dengan kompleks HBsAg. Proses eliminasi viremia melibatkan factor virus maupun factor penjamu. Salah satu mekanisme yang menjelaskan terjadinya persisten infeksi HBV adalah adanya mutasi di daerah precore sehingga menyebabkan tidak dihasilkannya HBeAg. Eliminasi sel akibat infeksi mutan ini menjadi terhambat. Sementara itu pada anak-anak yang terinfeksi HBV mulai dari neonatus akan cenderung terjadipersistensi akibat imunotoleransi terhadap HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi HBV. Dalam keadaan normal, saat fase replikatif tengah berlangsung, titer HBsAg ditemui sangat tinggi, HbeAg positif, serta anti-HBe yang negative. Konsentrasi DNA HBV juga tinggi. Mutasi di gen P bermanifestasi kepada tingginya kadar DNA namun tidak ditemui nilai HBeAg akibat dari tidak dapat diproduksinya antigen tersebut. c. Hepatitis C Virus ini biasanya ditularkan melalui pajanan berulang secara perkutan, seperti darah dari transfuse, transplantasi organ terinfeksi, serta penggunaan suntikan intervena. Virus ini memasuki hepatosit karena memiliki reseptor yang kompatibel dengan stuktur virus hepatitis C. mekanisme imunologis kemudian menyebabkan kerusakan hepatosit. Diketahui bahwa sel CD4+ , T dan yang dihasilkannya berperan dalam pathogenesis kekronikan infeksi ini. Reaksi inflamasi akibat kerusakan hepatosit dapat membuat sel stelata di celah disse hepatosit menjadi aktif, bertransformasi menjadi miofibroblas yang menghasilkan matriks kolagen dan mendukung terjadinya fibrosis dan apabila berlanjut akan menimbulkan kerusakan hati dan sirosis hati.
  21. 21. 17 II.8 Diagnosis Diagnosis penyakit hepatitis dapat dilihat dari gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. d. Hepatitis A Diagnosa Hepatitis A akut dapat ditegakkan bila ditemukannya IgM anti – HAV positif tanpa ditemukannya IgG anti – HAV.9 e. Hepatitis B Infeksi hepatitis B akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan temuan serologis HBsAg positif dan IgM anti – HBs positif.9 Penentuan diagnosis infeksi hepatitis B kronis berdasarkan konsensus perhimpunan penelitian hati Indonesia (PPHI) 201211, yaitu : Gambar 8. Kriteria diagnosis hepatitis B menurut PPHI 2012.11 f. Hepatitis C Infeksi hepatitis C akut ditegakkan bila,  Ditemukan serokonversi anti – HCV yang diketahui sebelumnya anti – HCV nya negatif.  Pasien ikterik dan ditemukan serum SGPT nya> 10 x nilai batas normal, tanpa ada riwayat penyakit hati kronis atau penyebab hepatitis akut lainnya dan atau dapat diindentifika s i sumber
  22. 22. 18 penularannya.9 Infeksi hepatitis C kronik ditegakkan bilaanti - HCV dan RNA - HCV tetap terdeteksi lebih dari 6 bulan sejak terinfeksi dengan gejala penyakit hati kronis.9 Gambar 9. Interpretasi pemeriksaan serologis infeksi virus hepatitis C.7 II.9 Tatalaksana Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus akut pada anak. Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan intravena mungkin penting selama fase akut bila pasien terus-menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.Yang terpenting adalah istirahat mutlak kepada penderita. Bahkan cara ini merupakan perawatan yang sudah lama dianjurkan kepada penderita dengan hepatitis virus akut. Lama istirahat mutlak tergantung keadaan umum penderita dan hasil tes faal hati terutama terhadap kadar bilirubin serum. Sebaiknya pendetita dipulangkan, setelah kadar bilirubin serum kurang dari 1,5 mg%. Pada umumnya, penderita yang ringan akan memakan waktu istirahat mutlak 3 minggu, sedangkan penderita berat memakan waktu 6 minggu.10 Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena. Sebaiknya penderita menghindari obat- obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi alkohol, makan-makanan yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan, seperti makanan yang berlemak. Obat-obatan diberikan hanya untuk mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan, yaitu bila diperlukan diberikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati, antiemetik golongan fenotiazin pada mual dan muntah yang berat, serta vitamin K pada kasus yang kecenderungan untuk perdarahan. Pemberian obat-obatan terutama untuk mengurangi keluhan misalnya tablet antipiretik parasetamol untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi. 11 Pengobatan hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh telah melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 20% yang berhasil, pengobatan tetap
  23. 23. 19 diperlukan untuk mencegah hepatitis C kronis dan membantu mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak. Indikasi terapi jika didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas nilai normal. Pada pasien yang tidak perlu diberikan terapi karena mereka biasanya tidak berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita infeksi VHC. Pengobatan pada hepatitis C akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik dari pada pasien Hepatitis C kronik hingga mencapai 100%. Interferon dapat digunakan secara monoterepi tanpa ribavirin dan lama terapi hanya 3 bulan. Namun sulit untuk menentukan menentukan infeksi akut VHC karena tidak adanya gejala akibat virus ini sehingga umumnya tidak diketahui waktu yang pasti adanya infeksi.12 II.10 Pencegahan Upaya pencegahan ini mencakup upaya perbaikan sanitasi yang tampak sederhana, tetapi sering terlupakan. Namun demikian, upaya ini memberikan dampak epidemiologis yang positif karena terbukti sangat efektif dalam memotong rantai penularan hepatitis.13 1. Perbaikan hygiene makanan-minuman. Upaya ini mencakup memasak air dan makanan sampai mendidih selama minimal 10 menit, mencuci dan mengupas kulit makanan terutama yang tidak dimasak, serta meminum air dalam kemasan (kaleng / botol) bila kualitas air minum non kemasan tidak meyakinkan. 2. Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan-pribadi. Berlandaskan pada peran transmisi fekal-oral HAV. Faktor hygiene-sanitasi lingkungan yang berperan adalah perumahan, kepadatan, kualitas air minum, sistem limbah tinja, dan semua aspek higien lingkungan secara keseluruhan. Mencuci tangan dengan bersih (sesudah defekasi, sebelum makan, sesudah memegang popok-celana), ini semua sangat berperan dalam mencegah transmisi HAV. 3. Isolasi pasien. Mengacu pada peran transmisi kontrak antar individu. Pasien diisolasi segera setelah dinyatakan terinfeksi HAV. Anak dilarang datang ke sekolah atau ke tempat penitipan anak, sampai dengan dua minggu sesudah timbul gejala. Namun demikian, upaya ini sering tidak banyak menolong karena virus sudah menyebar jauh sebelum yang bersangkutan jatuh sakit 4. Hepatitis B dapat ditularkan melalui darah dan produk darah. Darah tidak dapat disterilkan dari virus hepatitis. Pasien hepatitis sebaiknya tidak menjadi donor darah.
  24. 24. 20 Uji tapis donor darah dengan uji diagnosis yang sensitif, sterilisasi instrumen secara adekuat-akurat. Alat dialisis digunakan secara individual, dan untuk pasien dengan HVB disediakan mesin tersendiri. Jarum disposable dibuang ke tempat khusus yang tidak tembus jarum. Pencegahan untuk tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan sarung tangan. Dilakukan penyuluhan agar para penyalah guna obat tidak memakai jarum secara bergantian, perilaku seksual yang aman. 5. Mencegah kontak mikrolesi, menghindari pemakaian alat yang dapat menularkan HVB (sikat gigi, sisir), dan berhati-hati dalam menangani luka terbuka. 6. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ketiga kehamilan, terutama ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HVB. Ibu hamil dengan HVB (+) ditangani terpadu. Segera setelah lahir, bayi diimunisasi aktif dan pasif terhada HVB. 7. Melakukan skrining pada populasi risiko tinggi tertular HVB (lahir di daerah hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti-ganti, tenaga medis, pasien dialisis, keluarga dari pasien HVB kronis, dan yang berkontak seksual dengan pasien HVB).11 Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Cara pemberian imunisasi yaitu secara pasif dan aktif. Imunitas secara pasif diperoleh dengan memberikan imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja mendapat vaksin. Kekebalan ini tidak akan berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Pencegahan ini dapat digunakan segera pada mereka yang telah terpapar kontak atau sebelum kontak (pada wisatawan yang ingin pergi ke daerah endemis). 14 Pemberian dengan menggunakan HB-Ig (Human Normal Imunoglobulin), dosis yang dianjurkan adalah 0,02 mL/kg BB, diberikan dalam kurun waktu tidak lebih dari satu minggu setelah kontak, dan berlaku untuk 2 bulan. United States Public Health Advisory Committee menganjurkan bagi mereka yang melakukan kunjungan singkat kurang dari 2 bulan, dosis HB-Ig 0,02 mL/kg BB, sedangkan bagi mereka yang berpergian lebih lama dari 4 bulan, diberikan dosis 0,08 mL/kg BB Bagi mereka yang sering berpegian ke daerah endemis, dianjurkan untuk memeriksakan total anti-HAV. Jika hasil laboratorium yang didapat positif, tidak perlu lagi pemberian imunoglobulin, dan tentu saja bila hasil laboratorium negatif sebaiknya
  25. 25. 21 diberikan imunisasi aktif sehingga kekebalan yang akan didapat tentu akan lebih bertahan lama. 12,14 Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated). Perkembangan pembuatan vaksin tergantung kepada strain virus yang diisolasi yang harus tumbuh dengan baik dan dapat memberikan antigen yang cukup. Sejak tahun 1993 Report of the committee on Infectious Disease mengizinkan penggunaan beberapa vaksin yaitu Havrix, Avaxim, dan Vaqta. Di Indonesia telah dipasarkan sejak tahun 1993 oleh Smith Kline Beecham, dengan nama dagang HAVRIX, tiap kemasan satu flacon berisi standar dosis satu ml (720 Elisa Unit) dengan pemakaian pada orang dewasa satu flacon dan pada anak kurang dari 10 tahun cukup setengah dosis. Jadwal yang dianjurkan adalah sebanyak 3 kali pemberian yaitu 0,1,6 bulan. Imunisasi hepatitis B dilakukan terhadap bayi-bayi setelah dilakukan penyaring HBsAg pada ibu-ibu hamil. Pemberian immunoglobulin (HBIg) dalam pencegahan hepatitis infeksiosa memberi pengaruh yang baik, sedangkan pada hepatitis serum masih diragukan kegunaannya. Diberikan dalam dosis 0,02 ml/kg BB im dan ini dapat mencengah timbulya gejala pada 80-90 %. Diberikan pada mereka yang dicurigai ada kontak dengan pasien.18 Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi, dikarenakan keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk HAV maupun HBV. CDC (2000) telah menerbitkan rekomendasi untuk praktik penberian imunisasi sebelum dan sesudah pejanan virus. Imunoglobulin (IG) dahulu disebut globulin serum imun, diberikan sebagai perlindungan sebelum terpajan HAV. Semua sediaan IG mengandung anti HAV. Profilaksis sebelum pejanan dianjurkan untuk wisatawan manca negara yang akan berkunjung ke negara-negara endemis HAV. Pemberian IG pasca pajanan bersifat efektif dalam mencegah atau mengurangi keparahan infeksi HAV. Dosis 0,02 ml/kg diberikan sesegara mungkin atau dalam waktu dua minggu setelah perjalanan. Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang tinggal serumah, sftaf pusat penitipan anak, pekerja di panti asuhan, dan wisatawan ke negara berkembang dan tropis.14 HBIG merupakan obat terpilih untuk profilaksis pasca pajanan jangka pendek. Pemberian vaksin HBV dapat dilakukan bersamaan untuk mendapatkan imunitas jangka panjang, bergantung pada situasi pajanan. HBIG (0.06 ml/kg) adalah
  26. 26. 22 pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah suntikan perkutan (jarum suntik) atau mukosa terpajan darah HbsAg posotif. Vaksin HBV harus segera diberikan dalam waktiu 7 sampai 14 hari bila individu yang terpajan belum divaksinasi.14 Tidak ada vaksin yang dapat melawan infeksi HVC. Petugas yang terlibat dalam kontak risiko tinggi (misal pada hemodialisis, transfusi tukarm dan terapi parental) perlu sangat berhati-hati dalam menangani peralatan dan menghindari tusukan jarum. Tindakan dalam masyarakat yang penting untuk mencegah hepatitis mencakup penyediaan makanan, dan air bersih yang amam serta sistem pembuangan sampah yang efektif. Penting untuk memperhatikan higiene umum, mencuci tangan, membuang urin dan feses pasien yang terinfeksi secara aman. Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit sekali pakai akan menghilangkan sumber infeksi yang penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel donor.14
  27. 27. 23 BAB III KESIMPULAN Hepatitis virus akut adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang mengenai hati yang disebabkan oleh satu dari lima jenis virus hepatitis yaitu virus hepatitis A (HAC), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), atau virus hepatitis E (HEV). Hepatitis kronik yaitu serangkaian gangguan hati dengan penyebab dan derajat keparahan beragam yang disertai keadaan adanya peradangan serta terjadinya nekrosis hati berlanjut selama minimal 6 bulan.7 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015 penyakit virus hepatitis menyebabkan terjadinya kematian pada 1,34 juta orang didunia. Riskesdas Indonesia tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi penyakit hepatitis didapatkan sebanyak 1,2%. Hasil ini dinyatakan meningkat dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007. Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam mendiagnosa pasien hepatitis adalah dengan melakukan pemeriksaan serologi hepatitis, biokimia hati dan pemeriksaan penunjang seperti USG abdomen. Tatalaksana yang dibutuhkan bagi infeksi hepatitis virus akut berupa terapi suportif dan tirah baring. Pentingnya ketepatan diagnosa dan penatalaksanaan yangtepat pada pasien yangterinfeksi hepatitisvirus,dapat mengurangi tingginya kerugian yang dirasakan masyarakat akibat penyakit infeksi ini.
  28. 28. 24 DAFTAR PUSTAKA 1. Chivero ET, Stapleton JT. Tropism of human pegivirus (formerly known as GB virus C/hepatitis G virus) and host immunomodulation: insights into a highly successful viral infection. J Gen Virol. 2015 Jul. 96 (pt 7):1521-32 2. Stanaway JD, Flaxman AD, Naghavi M, et al. The global burden of viral hepatitis from 1990 to 2013: findings from the Global Burden of Disease Study 2013. Lancet. 2016 Sep 10. 388 (10049):1081-8. 3. Noureddin M, Gish R. Hepatitis delta: epidemiology, diagnosis and management 36 years after discovery. Curr Gastroenterol Rep. 2014 Jan. 16 (1):365. 4. World Health Organization. World hepatitis day: 28 July. Hepatitis A & E. Available at http://www.who.int/campaigns/hepatitis-day/2014/hepatitis-a- e.pdf?ua=1. 2014; 5. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH, et al. AASLD guidelines for treatment of chronic hepatitis B. Hepatology. 2016 Jan. 63 (1):261-83 6. AASLD/IDSA HCV Guidance Panel. Hepatitis C guidance: AASLD-IDSA recommendations for testing, managing, and treating adults infected with hepatitis C virus (updated: April 12, 2017). Hepatology. 2015 Sep. 62 (3):932-54 7. Centers for Disease Control and Prevention. Viral Hepatitis Surveillance United States, 2014 (revised: 9/26/16). 8. Kushner T, Serper M, Kaplan DE. Delta hepatitis within the Veterans Affairs medical system in the United States: Prevalence, risk factors, and outcomes. J Hepatol. 2015 Sep. 63 (3):586-92 9. Sultanik P, Pol S. Hepatitis delta virus: epidemiology, natural course and treatment. J Infect Dis Ther. 2016 Mar 3. 10. Tapper EB, Castera L, Afdhal NH. FibroScan (vibration-controlled transient elastography): where does it stand in the United States practice. Clin Gastroenterol Hepatol. 2015 Jan. 13 (1):27-36. 11. AASLD/IDSA HCV Guidance Panel. Hepatitis C guidance: AASLD-IDSA recommendations for testing, managing, and treating adults infected with
  29. 29. 25 hepatitis C virus (updated: April 12, 2017). Hepatology. 2015 Sep. 62 (3):932-54. 12. World Health Organization. Hepatitis E. Fact sheet no 280. Available at http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs280/en/. Updated: July 2016; 13. Centers for Disease Control and Prevention. Hepatitis A questions and answers for health professionals. Available at https://www.cdc.gov/hepatitis/hav/havfaq.htm. 14. Lavanchy D. Hepatitis B virus epidemiology, disease burden, treatment, and current and emerging prevention and control measures. J Viral Hepat. 2004 Mar. 11 (2):97-107  

×