1. Pertemuan V
Pola-pola Hubungan Islam dan Budaya Lokal
Pengantar
Baca, Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, hlm. 60-
65.
Harsya W. Bachtiar, The Religion of Java: Sebuah
Komentar, dalam Clifford Geertz, Abangan, Santri,
Priyayi dalam Masyarakat Jawa, hlm. 521-551.
2. Penyebab Keragaman Beragama
• Perbedaan kerangka dan alat yang digunakan dalam
pemahaman dan praktek keagamaan
• Banyak aliran, kelompok, dan model serta variasi
kebudayaan tempat Islam berkembang
3. Kelompok I
• Kategorisasi Kelompok Agama
- Santri : syariah
- Abangan: adat
- Priyayi: syariah/abangan
- Wong Cilik: syariah/abangan
- Tradisional: NU, emosional, mistis
- Modern ; Muhammadiyah, rasional,
etis
4. Kelompok II
• Agama Jawa, sinkretisme,
• Misal dalam ritual/ceremoni sekatenan
• Sinkretisme:
- Abangan: Animisme/dinamisme
- Priyayi : Hindu/Budha
- Santri : Islam
5. Kelompok III
• Karakteristik varian keagamaan di Jawa
- Abangan: petani, pedesaan,
pengetahuan agama kurang
- Santri: taat beribadah, petani kaya di
pedesaan, pedagang dan terpelajar di
kota: leres, blikon, blater, kyai, bira’i,
pesedul
- Priyayi: elit tradisional, gelar kehormatan,
berpandangan sekuler dan koperasi
dengan Belanda.
6. Contoh: Pola Ke-Islaman Masyarakat Jawa
• Santri, ialah pemeluk agama Islam yang taat dan
pada umumnya terdiri dari pedagang di kota dan
petani kaya di desa.
• Priyayi, ialah golongan Islam yang masih memiliki
pandangan Hindu-Budha, yang kebanyakan terdiri
dari golongan terpelajar, golongan atas penduduk
kota, terutama golongan pegawai.
• Abangan, ialah golongan petani kecil, yang sedikit
banyak memiliki persamaan dengan ‘religi rakyat’
Asia Tenggara.
• Tiga golongan tersebut memiliki subtradisi masing-
masing, sebagaimana masing-masing juga memiliki
kecendrungan keagamaan, sistem ritual, ideologi
yang berbeda.
7. Agama Jawa
• Dimanifestasikan orang-orang jawa
sebagai pemeluk Islam
• Tiga varian agama masyrakat Jawa hanya
sebagai variasi kebudayaan
• Berbeda adat dan agama
• Sinkretisme agama
12. Pendekatan dalam analisis
• Berdasar pendekatan normatif, yakni
keberagamaan Islam yang terkait dengan
normatifitas ajaran wahyu yang bersifat
doktriner dan tekstual.
• Berdasar pendekatan historis, yakni
keberagamaan Islam yang dilihat dari sudut
pandang tertentu dan terkait erat dengan
historisitas pemahaman dan interpretasi
orang perorang atau kelompok-kelompok
terhadap norma-norma ajaran agama Islam.
13. Ciri-ciri Normativitas
1. Dibangun, diramu, dibakukan, dan ditelaah lewat pendekatan
doktrinal-teologis
2. Berangkat dari teks yang sudah tertulis dalam kitab suci,
sehinga brsifat literalis, tekstualis, dan skriptualis
3. Pemahaman keagamaan cenderung absolutis lantaran
cenderung mengabsolutkan teks yang sudah tertulis, tanpa
berusaha memahami lebih dahulu apa yang sesungguhnya
melatarbelakangi berbagai teks keagamaan yang ada
4. Adanya realitas transendental yang bersifat mutlak dan
universal, malampaui ruang dan waktu.
14. Ciri-ciri Historisitas
1. Keberagamaan ditelaah lewat berbagai sudut pandang atau
pendekatan sosial keagamaan yang bersifat multidisipliner, baik
historis, sosiologis, antropologis, psikologis, dan politis
2. Pemahaman keagamaan lebih bersifat ekternal-lahiriyah dari
keragaman manusia, dan kurang menyentuh aspek batiniyah-
esoteris serta makna terdalam dan moralitas yang dikandung
oleh ajaran-ajaran agama.
3. Mementingkan telaah mendalam tentang faktor-faktor yang
melatarbelakangi fenomena keagamaan, baik yang bersifat
kultural, psikologis maupun sosiologis.
4. Agama tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan
manusia yang berada dalam ruang dan waktu
15. Simpulan
• Pola Hubungan yang akomodatif
• Pola Hubungan yang sinkretik
• Pola Hubungan yang puritanis-
antagonistik
16. Aja dumeh: jangan sok/ arogan
aja kagetan: jangan mudah terkejur
aja gumunan: jangan mudah heran
Ngono ya ngono ning aja ngono-ngono: Begitu ya
begitu tetapi jangan begitu amat