Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas berbagai kendala dalam penerapan good corporate governance di Indonesia, seperti kendala hukum, budaya, politik, dan lingkungan bisnis.
2. Dewan Komisaris memegang peranan penting dalam mengawasi manajemen perusahaan dan memastikan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik.
3. Ada dua sistem dewan perusahaan, yaitu one tier system dan two tier system, dengan Indonesia men
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana, 2017.
1. Nama Mahasiswa : Bonita
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Forum BE & GG Minggu 4:
Aktivitas bisnis tidak akan terlepas dari kondisi lingkungan yang melandasinya. Begitu pula halnya
dengan penerapan good corporate governance yang sudah tentu akan dipengaruhi oleh berbagai
komponen yang ada di sekelilingnya. Komponenkomponen dimaksud, seperti hukum, budaya dan
sebagainya ada yang bersifat mendukung, namun ada juga yang akhirnya menjadi kendala dalam
aplikasinya. Berikut ini akan saya sampaikan secara ringkas berbagai kendala yang dihadapi dalam
penerapan good corporate governance di Indonesia.
Kendala Hukum. Corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang sama dan
perlindungan atas hak-hak semua pemegang saham dari berbagai kemungkinan
penyalahgunaan (abuses) oleh pihak-pihak tertentu. Di Indonesia, pemegang saham
minoritas dan stakeholders lainnya hanya mempunyai sedikit celah untuk melindungi diri
mereka terhadap tindakan penyalahgunaan yang dilakukan oleh pemegang saham
mayoritas. Dalam sistem hukum kita mekanisme terhadap tindakan seperti itu memang ada
diatur, tetapi karena masih lemahnya penegakan hukum dan praktik pengadilan (judiciary)
maka efektivitasnya menjadi terbatas. Begitu juga halnya dengan sistem kepailitan dan
pengadilan yang memiliki kelemahan telah membuat para kreditur hanya memiliki
pengaruh yang kecil terhadap para debitur mereka.
Kendala Budaya. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa terdapat suatu pandangan
bahwa praktik corporate governance itu hanyalah merupakan suatu bentuk kepatuhan
(conformance) terhadap peraturan atau ketentuan dan bukannya sebagai suatu sistem
diperlukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja. Hal ini mengakibatkan aplikasi
good corporate governance tidak sepenuh hati dilaksanakan, sehingga efektivitasnya
menjadi berkurang. Begitu juga halnya dengan adanya dan telah membudayanya anggapan
bahwa tindakan penyelewengan (fraud) maupun transaksi dengan orang dalam (insider
transactions) hanyalah merupakan hal yang biasa dan lumrah dilakukan dan bahkan
tindakan korupsi pun dipandang sebagai sesuatu tindakan yang tidak salah. Anggapan yang
seperti ini jelas bertentangan dengan jiwa corporate governance, sehingga akan
mengganggu dan bahkan menghambat berjalannya aplikasi tersebut. Kondisi ini ditambah
lagi dengan masih lemahnya praktik pengungkapan dan keterbukaan serta tidak efektifnya
mekanisme pengungkapan dan kedisiplinan di pasar modal. Dalam beberapa kasus juga
dijumpai fenomena bahwa para manajer dan direktur sangat kebal (immune) terhadap
pertanggungjawaban kepada para stakeholder.
2. Kendala Politik. Kendala ini terutama terkait dengan perusahaan-perusahaan BUMN,
yaitu perusahaan yang dimiliki negara. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa pengertian
negara selalu menjadi kabur, terkadang diartikan sebagai pemerintah, tetapi juga ada yang
mengartikannya sebagai lembaga negara yang lain. Hal ini ditambah lagi dengan
dikaburkannya pemisahan antara kepentingan bisnis dan kepentingan pemerintah maupun
lembaga negara yang lain. Akibatnya berbagai keputusan bisnis di BUMN sangat
diintervensi oleh pemerintah dan dalam kasus yang lain BUMN justru dieksploitasi oleh
para politisi (Prasetiantono dalam Nugroho dan Siahaan 2005). Dalam beberapa kasus, hal
ini juga terjadi pada perusahaan perusahaan swasta. Kondisi lain yang mungkin dapat
menjadi perhatian adalah bahwa peranan lembaga pasar modal (Bapepam begitu juga JSX)
sebagai lembaga pengatur masih belum cukup kuat dalam menutupi kelemahan yang ada
di pengadilan.
Kendala Lingkungan Bisnis. Sebagaimana kondisi yang umum berlaku di berbagai
negara Asia lainnya, bahwa perusahaan-perusahaan (meskipun berbentuk perseroan)
Indonesia terutama dimiliki oleh keluarga (family-owned). Dengan kondisi ini, maka
praktik corporate governance dapat saja melenceng dari praktik yang seharusnya karena
pertimbangan dan kepentingan keluarga, misalnya dalam penunjukan anggota komisaris
independen. Keadaan ini dalam berbagai kasus juga tetap berlaku meskipun perusahaan-
perusahaan tersebut sudah masuk dan memperdagangkan sahamnya di pasar modal
(publicly listed).
Kendala Lainnya. Bank-bank di Indonesia telah diakui keberadaannya sebagai salah satu
lembaga intermediary keuangan yang amat berperan dalam penyediaan (juga membantu
dalam menyediakan) dana yang dibutuhkan oleh para pelaku bisnis. Sebagai penyedia dana
(pinjaman) bank-bank tersebut semestinya berperan besar dalam memonitor aktivitas
perusahaan, termasuk aktivitas manajernya dalam penggunaan dana. Dalam berbagai kasus
terlihat bahwa fungsi monitoring ini tidak berjalan secara efektif, bahkan hal itu sudah
terjadi selama proses penilaian terhadap proposal pinjaman yang diajukan. Hal ini dapat
dilihat dari kasus-kasus disetujuinya proposal kredit yang tidak/kurang feasible sehingga
pada akhirnya menimbulkan masalah dalam pengembaliannya kemudian (kredit macet).
Terlepas dari semua itu, good corporate governance bukanlah suatu opsi melainkan suatu
keharusan bagi perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, karena penerapan good corporate
governance di semua perusahaan publik ini akan bermanfaat baik negara dalam menurunkan
tingkat country risk dalam upaya memulihkan dan menstabilkan perekonomian nasional maupun
bagi perusahaan itu sendiri dalam meningkatkan value of the firm.
Penerapan good corporate governance bisa dilihat sebagai tantangan sebab membutuhkan semua
hal yang harus diperbaiki (legal, ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya) dalam waktu
bersamaan, yang bila dikaji dalam konteks kondisi Indonesia pasca krisis dan waktu yang sangat
mendesak tentu menimbulkan beban berat atau mungkin frustasi karena terlampau berat untuk
dilalui. Tetapi bila dilihat sebagai kesempatan, dimana pada saat ini good corporate governance
3. bukan saja dirasakan sebagai pressure di Indonesia tetapi juga di semua belahan dunia, maka bila
perusahaan di Indonesia dapat lebih cepat dan tepat bertindak dari pesaingpesaing mereka (terlepas
masih banyaknya kekurangan-kekurangan secara makro) maka mereka dapat mempertahankan
keberadaan dan meningkatkan kinerja serta menjaga sustainability usaha yang berkualitas di
Indonesia.
Quiz BE & GG Minggu 4:
Dewan Komisaris dalam One Tier System (Anglo Saxon) dan dalam Two Tiers System
(Kontinental Eropa).
Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda
yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa.
Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One Tier System. Di sini
perusahaan hanya mempunyai satu Dewan Direksi yangpada umumnya merupakan kombinasi
antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja
dangan prinsip paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini
diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan One Tier
System misalnya Amerika Serikat dan Inggris.
Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System. Di sini
perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan
Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Yang disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi, mengelola
dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem
ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan
Komisaris). Dewan Direksi juga harus memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan
menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris terutama
bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.
Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan
tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan
Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Negara-negara
dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena system hukum
Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda, maka hokum perusahaan Indonesia menganut Two
Tiers System untuk struktur dewan dalam perusahaan
Meskipun demikian dalam sistem hukum dewasa ini terdapat pula perbedaan-perbedaan yang
cukup penting termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam
4. keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan
memberhentikan direksi.
Peranan Dewan Komisaris dalam Suatu Perusahaan.
Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam
pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris merupakan
inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan
mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat
manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan -
sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen - maka Dewan
Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan (Egon Zehnder International,
2000 hal.12-13)
Lebih lanjut tugas-tugas utama Dewan Komisaris meliputi:
1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan
pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja;
mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal
perusahaan, investasi dan penjualan aset;
2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota
dewan direksi. Serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi yang
transparan dan adil.
3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen,
anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset
perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan;
4. Memonitor pelaksanaan Governance dan mengadakan perubahan
5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.(OECD
Principles of Corporate Governance)
Persyaratan untuk Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang yang Berlaku di Indonesia
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT,Komisaris bertugas
mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat
kepada Direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPTmenegaskan, bahwa Komisaris wajib dengan itikad
baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Disamping itu
UUPTjuga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris
adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai
anggota Dewan Komisaris.
5. Mengenai kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, UUPT menetapkan, bahwa anggota
Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada perusahaan tentang kepemilikan sahamnya dan atau
anggota keluarganya pada perusahaan tersebut atau perusahaan lain.
Komisaris sebuah perusahaan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mereka
diangkat untuk suatu periode tertentu, dan apabila dimungkinkan, mereka bisa diangkat kembali.
Dalam Anggaran Dasar diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian anggota
Dewan Komisaris, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan tersebut. Akhirnya,
UUPTmenetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan
sementara oleh RUPS.
Dewan Komisaris dan Komite-komite
telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan
usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada
komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat
melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian
Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik
(Governance) oleh manajemen. Komite-komite yang pada umumnya dibentuk adalah Komite
Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite
Audit. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional disarankan bahwa anggota
komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris Independen.
Walaupun komite-komite tersebut belum merupakan hal yang umum terdapat di berbagai bagian
dunia, namun kecendurangan akan menyebar sejalan dengan perkembangan perusahaan, serta
masalah yang lebih kompleks dan yang lebih luas. Dewan Komisaris harus mempertimbangkan
untuk mengangkat seorang komisaris dan menetapkan suatu kebijakan tentang pergantian ketua
komite-komite tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap komisaris mendapat
kesempatan untuk ikut serta sesuai dengan caranya dan masing-masing untuk memperoleh
pandangan-pandangan baru.
REFERENSI
Dwiridotjahjono, Jojok. 2010. Penerapan Good Corporate Governance : Manfaat Dan Tantangan Serta
Kesempatan Bagi Perusahaan Publik Di Indonesia.
FCGI. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata
Kelola Perusahaan). SERI TATAKELOLAPERUSAHAAN (CORPORATE GOVERNANCE) Jilid II