2. SITA JAMINAN (BESLAG)
Menempatkan barang dalam pengawasan pengadilan selama proses
perkara berlangsung;
Alasan untuk menjamin pemenuhan putusan yang mengabulkan
gugatan Penggugat, serta mencegah agar barang sengketa tidak
dipindahtangankan selama proses perkara masih berlangsung;
Macam sita (perbedaan berdasarkan obyek sita) :
Conservatoir Beslag Pasal 227 (1) HIR, 261 RBG;
Revindicatoir Beslag Pasal 226 HIR;
Marital Beslag Pasal 190 BW, Pasal 24 (2) huruf c PP 9
Tahun 1975
3. A. Pengertian dan tujuan penyitaan
1. Sita merupakan tindakan eksepsional
a. Penyitaan memaksakan kebenaran gugatan
b. Penyitaan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan
2. Sita merupakan tindakan perampasan
3. Penytaan berdampak psikologis
4. Tujuan penyitaan
a. Agar gugatan tidak illusoir
b. Obyek eksekusi sudah pasti
B. Beberapa prinsip pokok sita
1. Sita berdasarkan permohonan
1) Lisan
2) Tertulis
Disatukan dengan gugatan
Diajukan tersendiri
2. Permohonan berdasarkan alasan
4. a. Alasan sita
1) Ada kekhawatiran atau persangkaan tentang tergugat
2) Kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan beralasan secara obyektif
3) Sedemikian rupa eratnya isi gugatan dengan penyitaan
b. Yang berwenang menilai alasan
c. Tanpa alasan sita ditolak
3. Penggugt wajib menunjukkan barang objek sita
a. Tidak dibenarkan menyebut secara umum
b. Menyebut rinci identitas yang melekat pada barang
4. Permintaan dapat diajukan sepanjang pemeriksaan sidang
a. Selama belum dijatuhkan putusan pada tingkat peradilan pertama
b. Dapat dijatuhkan selama putusan belum dieksekusi
c. Instansi yang berwenang memerintahkan sita
5. 1) Mutlak menjadi kewenangan PN
a) Apabila pada tingkat pertama tidak diajukan, tetapi baru diajukan pada tingkat
banding atau kasasi
b) Apabila permintaan ditolak oleh PN sehngga sejak semula tidak pernah diletakkan
sita, PT atau MA tidak berwenang memerintahkan sita
c) Semula PN mengabulkan sita, tetapi pada proses persidangan maupun dalam
putusan akhir sita diangkat oleh PN
2) PT berwenang memerintahkan sita
a) PN menolak permohonan sita
b) Penggugat tidak meminta sita pada tingkat pertama
5. Pengabulan berdasarkan pertimbangan objektif
a. Argumentasi mengenai alasan
b. Cara memperoleh fakta yang lebih objektif
1) Melalui proses pemeriksaan insidentil
2) Melalui proses pemeriksaan pokok perkara
6. 6. Larangan menyita milik pihak ketiga
a. Derden verzet
b. Penetapan pengangkatan sita
7. Penyitaan berdasarkan perkiraan nilai objektif dan proporsional dengan jumlah
tuntutan
a. Dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang disengketakan
b. Dalam sengketa utang yang dijamin dengan barang tertentu
c. Sita terhadap seluruh harta kekyaan Tergugat
d. Bila melampaui, maka dikeluarkan penetapan pengangkatan sita
8. Mendahulukan penyitaan barang bergerak
a. Tidak dijumpai barang bergerak
b. Perjanjian kredit dijamin agunan tertentu
9. Dilarang menyita barang tertentu Ps. 197 (8) HIR atau Ps. 211 RBG
7. 10.Penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada Penggugat
a. Penjagaan sita atas barang bergerak
b. Penjagaan uang yang diblokir di bank
c. Penjagaan sita atas barang tidak bergerak
d. Penjagaan tidak boleh pada pihak ketiga
e. Penyitaan tidak mengurangi penguasaan dan kegiatan usaha
11.Terhadap barang yang disita dalam perkara perdata, tetap dapat disita dalam
perkara pidana (Ps. 39 ay. (2) KUHAP)
8. ASAS-ASAS SITA JAMINAN
Berdasarkan permohonan pihak berperkara;
Proporsionalitas antara besarnya tuntutan Penggugat dengan nilai
barang yang dimohonkan sita;
Pengadilan mempertimbangkan dengan cermat alasan dan urgensi
permohonan sita;
Penyitaan mendahulukan barang bergerak.
9. PROSEDUR PERMOHONAN SITA JAMINAN
Diajukan oleh Penggugat (bersama pengajuan gugatan atau selama
persidangan berlangsung) dengan memperinci secara jelas obyek
yang dimohonkan sita, agar tidak terjadi error in objecto;
Sita Jaminan dapat ditingkatkan menjadi sita eksekusi;
Terdapat kemungkinan Sita Penyesuaian (Vergelijkende Beslag)
10. AKIBAT HUKUM PENYITAAN
Barang yang telah disita jamin dilarang dijadikan obyek transaksi jual
beli, dijaminkan, diwariskan, dihibahkan, atau dipindahtangankan
dengan cara apapun;
Transaksi atas obyek barang yang disita ialah batal demi hukum
(Pasal 199 HIR), dan pelakunya dapat dipidana berdasarkan
ketentuan Pasal 231 KUHP;
11. MASUKNYA PIHAK KETIGA
Perbedaan ditinjau dari inisiatif masuknya pihak ketiga;
Voeging (ikut serta) : menempatkan diri pada salah satu pihak yang
bersengketa;
Tusschenkomst (mencampuri) : menempatkan diri di tengah-tengah
pihak yang bersengketa;
Vrijwaring (ditarik masuk dalam perkara) : salah satu pihak menarik
pihak ketiga untuk masuk berdampingan dengannya dalam sengketa;
12. PUTUSAN SERTA MERTA
Merupakan putusan yang dapat dijalankan (eksekusi) terlebih dahulu, meskipun
putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap;
Dasar : Pasal 180 HIR, 191 RBG, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4
Tahun 2001 jo. SEMA Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Putusan Serta Merta dan
Provisionil, mensyaratkan terhadap pemohon putusan serta merta harus
memberikan uang jaminan sebesar objek yang disengketakan;
Merupakan ketentuan eksepsional terhadap prinsip “putusan baru dapat dijalankan
setelah berkekuatan hukum tetap”;
Memenuhi syarat-syarat alternatif :
Didasarkan alas hak yang berbentuk akta authentik atau akta di bawah
tangan yang diakui isi dan tandatangannya oleh Tergugat;
Terdapat putusan bht yang menguntungkan Penggugat dan berkaitan
dengan gugatan tersebut;
Terdapat gugatan provisionil yang dikabulkan;
Menyangkut sengketa hak milik
13. Prosedur dijatuhkannya :
Berdasarkan permohonan Penggugat;
Berdasarkan alasan dan bukti yang memenuhi ketentuan Undang-undang;
Pengadilan wajib mempertimbangkan urgensinya, karena resiko kesulitan
pemulihan obyek eksekusi pada keadaan semula apabila putusan/ eksekusi
dibaalkan oleh Pengadilan yang lebih tinggi;
Bermanfaat bagi Penggugat, karena dapat segera mohon eksekusi tanpa
menunggu sampai putusan bht, sebaliknya merugikan Tergugat karena proses
perkara masih belum bht dan terbuka kemungkinan putusan a quo dibatalkan oleh
Pengadilan yang lebih tinggi;
Prosedur eksekusi putusan serta, pelaksanaan (eksekusinya) atas izin Ketua
Pengadilan Tiggi atau Ketua Mahkamah Agung.