1. PENGUATAN TRANSISI PAUD – SD
YANG MENYENANGKAN
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN NGAWI
2. Transisi PAUD SD dan Miskonsepsi Kesiapan Bersekolah
Apa Perubahan yang ingin kita lihat di PAUD dan SD pada tahun ajaran 2023/2024?
Masa Praktik Penguatan Transisi PAUD SD yang Berpihak pada Anak
PPDB SD tidak melakukan tes calistung
Dua minggu
pertama di
tahun ajaran
baru (2023
SD:
Masa Perkenalan: anak (serta orang tua) dengan lingkungan belajarnya agar dapat merasa
nyaman dalamberkegiatan
Masa Perkenalan: sekolah dengan anak melalui kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk
mendapatkanpotret capaian siswa melalui asesmen awal, dan digunakan sebagai basis perancangan
kegiatan pembelajaran selanjutnya
Pelaksanaan
pembelajaran
PAUD dan SD:
Memilih kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman menyenangkan dan bermakna
(memastikanketercapaian kemampuan fondasi)
Melaksanakan kegiatan asesmen di kelas dengan teknik yang menguatkan sikap terhadap belajar
yang positif(teknik yang digunakan tidak berupa tes lisan, tertulis atau penugasan)
Guru PAUD dan guru SD mampu menyusun informasi mengenai perkembangan anak yang penting
untukdiketahui oleh orang tua/wali murid
3. LINIMASA INTERVENSI
JANUARI FEBRUARI/MARET /APRIL MEI / JUNI JULI
Dinas Pendidikan
melakukan
advokasi ke
satpen dengan
menggunakan SE
Satpen menyiapkan rencana tahun ajaran
baru (PPDB; masa perkenalan di dua minggu
pertama; proses pembelajaran) dengan
menggunakan alat bantu yang disediakan
Sosialisasi dikuatkan
kembali oleh Dinas
Pendidikan
Perubahan Terobservasi
pada SD dan PAUD saat
Tahun Ajaran
2023/2024
Belajar bersama di komunitas belajar satuan, maupun antarsatuan
Forum Komunikasi PAUD-SD kab/kota mengawal advokasi yang dilakukan di kab/kota,
baiksecara mandiri atau melalui kemitraan; dan berperan sebagai narahubung antara
satpen/masyarakat yang ingin mendukung, dengan sumber informasi dan alat bantu yang
disiapkan Kementerian
6. JAWABANNYA
TIDAK TEPAT
→ Karena kesiapan bersekolah adalah suatu kondisi yang perlu dibangun
sejak di PAUD, dan dapat dilanjutkan di SD kelas awal. Jangan lupa
bahwa tidak setiap anak pernah mengalami PAUD, padahal PAUD
dirancang sebagai fondasi pendidikan dasar. Apakah kemudian anak
yang tidak pernah melalui PAUD tidak lagi memiliki kesempatan untuk
mendapatkan kemampuan fondasi?
8. JAWABANNYA
• TEPAT
→ Sesungguhnya yang dibangun sejak dari PAUD adalah kemampuan
literasi numerasi, di mana baca tulis hitung adalah bagian di
dalamnya. Kemampuan membaca dan berhitung terjadi secara
bertahap. Pengenalan kemampuan ini perlu sesuai dengan tahapan
perkembangan anak dalam konteks kemampuannya berkomunikasi.
serta harus diterapkan dengan cara yang sesuai bagi anak usia dini
(menyenangkan dan tidak drilling)
10. JAWABANNYA
TIDAK TEPAT
→ Kurikulum sudah secara eksplisit mencerminkan bahwa tidak ada
kewajiban agar anak sudah harus bisa baca tulis hitung di kelas 1 SD.
Regulasi secara konsisten sudah melarang tes calistung sebagai bagian
dari penerimaan peserta didik baru.
Laju perkembangan anak beragam dan masih banyak anak yang belum
pernah dibina di PAUD.
12. JAWABANNYA
TIDAK TEPAT
→ Kurikulum sudah secara eksplisit mencerminkan bahwa tidak
ada kewajiban agar anak sudah harus bisa baca tulis hitung di
kelas 1 SD.
Regulasi secara konsisten sudah melarang tes calistung sebagai
bagian dari penerimaan peserta didik baru.
Laju perkembangan anak beragam dan masih banyak anak yang
belum pernah dibina di PAUD.
13. PERLU DIINGAT…
• USIA Dini Adalah 0-8 tahun
Jadi jenjang PAUD dan SD kelas rendah ( fase A ) anak masih usia dini
Maka yang perlu dibangun adalah kesiapan bersekolah yang
bermakna
14. • Apa yang dimaksud dengan konsep kesiapan bersekolah dan transisi
PAUD-SD?
PAUD SD Kelas Awal
Transisi = Anak berpindah dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan belajar baru
Siap Sekolah = Kondisi di mana anak memiliki
kemampuan fondasi sebagai pembelajar
sepanjang hayat
Transisi PAUD-SD adalah proses di mana anak berpindah dari perannya sebagai peserta didik
PAUD, menjadi peserta didik SD. Transisi yang efektif adalah saat anak tidak perlu melakukan
terlalu banyak penyesuaian, sebagai akibat dari perpindahannya.
15. Siap sekolah = memiliki kemampuan fondasi untuk menjadi
pembelajar sepanjang hayat
Kemampuan fondasi:
1. Mengenal nilai agama dan budi pekerti
2. Kematangan emosi yang cukup untuk berkegiatan di lingkungan belajar
3. Keterampilan sosial dan bahasa yang memadai untuk berinteraksi sehat dengan teman
sebaya dan individu lainnya
4. Pemaknaan terhadap belajar yang positif
5. Pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri yang memadai untuk dapat
berpartisipasi di lingkungan sekolah secara mandiri.
6. Kematangan kognitif yang cukup untuk melakukan kegiatan belajar, seperti dasar literasi,
numerasi serta pemahaman tentang hal-hal mendasar yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari.
Kemampuan fondasi dibangun secara berkesinambungan melalui lingkup pembelajaran di
PAUD hingga lingkup pembelajaran di SD kelas awal sampai kelas 2 (dua); serta dapat dipayungi
oleh Standar Kompetensi Lulusan Anak Usia Dini (STPPA)
16. Praktik Pembelajaran di SD dan di PAUD yang Mendukung
Transisi PAUD SD
“Masa transisi ini bukanlah masa yang mudah bagi anak, karena terdapat
berbagai perbedaan tuntutan antara di PAUD dengan SD. Peraturan dan
kebijakan di SD berbeda dengan PAUD, sehingga anak dituntut untuk dapat
melakukan berbagai penyesuaian secara cepat dan tepat yang kemudian
memunculkan tekanan bagi anak. Lingkungan belajar yang mendukung
penguatan transisi PAUD-SD adalah lingkungan belajar yang mampu
membangun jembatan yang layak agar anak didik dapat aman dan nyaman
berjalan hingga mencapai kesiapannya bersekolah.
Untuk dapat turut membangun jembatan, kita perlu satu persepsi dan satu visi mengenai apa
yang dimaksud dengan praktik pembelajaran yang menguatkan transisi PAUD-SD.
Pengingat : Transisi yang baik = anak tidak perlu melakukan
penyesuaian yang terlalu besar
17. Kasus 1
Ara merupakan peserta didik baru kelas 1 SD. Sudah seminggu Ara
mogok untuk pergi ke sekolah. Kalaupun masuk ke area sekolah, ia
menolak untuk masuk ke kelas. Hal ini terjadi sejak Ara diberikan tugas
membaca, kemampuan yang masih sulit untuk ia kuasai. Ketika
berusaha membaca, guru kelas Ara mengatakan ‘Kok begitu saja tidak
bisa?’. Sepulang sekolah, Ara pun menangis dan menolak untuk ke
sekolah, bahkan menunjukkan keengganan ketika mendengar kata
‘membaca’.
Pertanyaan pemantik :
a. Apa yang menyebabkan Ara (tokoh dalam kasus) mogok
sekolah?
b. Apa yang Anda atau rekan Anda lakukan ketika menghadapi
situasi tersebut?
18. Identifikasi Masalah Refleksi Akar Masalah
Anak tidak memaknai belajar sebagai kegiatanyang positif
akibat penerapan pendekatan pembelajaran yang kurang
tepat.
Ara mogok sekolah dan menghindar ketikabertemu atau
mendengar kata “membaca”’. Sepulang sekolah, Ara pun
menangis dan menolak untuk ke sekolah. Hal ini terjadi sejak
Ara diberikan tugas membaca, kemampuan yang masih sulit
untuk ia kuasai. Ketikaberusaha membaca, guru kelas Ara
mengatakan‘Kok begitu saja tidak bisa?’.
Keterkaitan dengan Indikator kinerja: 1. Pada masa
perkenalan & 2. Kegiatan pembelajaran yang memberikan
pengalaman menyenangkan dan bermakna.
Apa maksud dari pemberian tugas? Apakah kegiatan tersebut
tepat untuk dijadikan sebagai asesmen awal?
Tujuan dari pemberian tugas kurang jelas. Apakah
tugas diberikan untuk memilah mana anak yang
sudah bisa ataubelum bisa membaca? Jika betul
begitu, mengapa ada komentar “kok begitu saja tidak
bisa” pada Ara?
Pemilihan kegiatan (penugasan membaca) juga tidak
tepat. Hal ini karena anak yang belum mampu
membaca, tentunya akan kesulitan memahami
mengapa dan bagaimana cara mengolah simbol-simbol
huruf yang dilihat. Kondisi ini bukan#bermain yang
bermakna.
19. Benahi Bagi Guru SD Benahi Bagi Guru PAUD
Pemilihan kegiatan lebih tepat:
Guru memberikan tugas membaca untuk mengetahui kemampuan awal peserta
didik, dan menggunakan temuannya sebagai informasi untuk merancang kegiatan
pembelajaran selanjutnya agar setiap anak dapat membaca.
Interaksi dengan peserta didik yang lebih positf
Dalam STPPA, salah satu capaian perkembangan yang perlu dimiliki anak adalah
“mengenali serta menghargai kebiasaan dan aturan yang berlaku, serta memiliki
rasa senang terhadap belajar, menghargai usahanya sendiri untuk menjadi lebih
baik, dan memiliki keinginan untuk berusaha kembali ketika belum berhasil”.
Selaras dengan hal tersebut, salah satu kemampuan fondasi yang perlu dibangun
adalah “pemaknaan terhadap belajar yang positif”.
Yang seharusnya diberikan pada Ara: adalah dukungan afektif, seperti:
1. Motivasi bahwa Ara pasti akan bisa nantinya apabila Ara lebih
berusaha. Pemberianmotivasi ini akan membangun “growth
mindset”. Hal yang utama dan perlu dibangun adalah penghargaan
anak terhadap usahanya sendiri, adanya keinginan untuk menjadi
lebih baik, serta berusaha kembali ketika belum berhasil
2. Perhatian Lebih: Komentar yang lebih tepat adalah, “Belum bisa ya?
Tidak apa Ara, nanti Ibu/Bapak temani ya hingga Ara bisa.
Sekarang, Ara coba lingkari saja huruf yangAra sudah kenal ya..
Pembelajaran di PAUD membangunkemampuan
literasi anak
Dengan asumsi Ara pernah melalui PAUD, Berkaca
dari kemampuan awal Ara saat inidi SD, guru PAUD
dapat merefleksikan,
“Apakah kegiatan belajar di PAUD sudah mengajak
Ara untuk kenal dengan konsep keaksaraan?
Apakah sudah memanfaatkan pojok baca untuk
membantu Ara lebih familiar dengan buku bacaan?
Apakah sudah pernah ada kegiatan seperti
membaca nyaring, untuk mengenalkan anak dengan
bunyi fonem dan kosakata baru?”
Setidaknya, melalui contoh kegiatan-
kegiatan ini Ara maupun anak lainnya dapat
terbantu untuk dapat memiliki kemampuan fondasi
yang lebih ajeg dan kokoh saat menjalani kegiatan
pembelajaran di SD.
20. Pra - Masa Perkenalan Anak (Orang Tua) dengan Lingkungan
Belajar
Sebelum atau pada saat hari pertama MPLS, guru kelas didorong untuk
dapat membuat wadah komunikasi dan memberikan informasi terkait visi-
misi serta kegiatan pembelajaran selama satu semester kepada para
orang tua / wali dari peserta didik serta perannya dalam pembelajaran.
Guru kelas pun diharapkan agar dapat menyampaikan kepada orang tua
untuk menanyakan pertanyaan reflektif kepada anak sepulang sekolah
seperti : “Kegiatan apa yang Ananda lakukan di sekolah?’, “Ananda
berkenalan dengan siapa saja?’, ‘Bagaimana perasaanmu masuk ke
sekolah?”, “Apa yang menyebabkanmu merasakan demikian?”, dan
pertanyaan lainnya.
21. Miskonsepsi Literasi dan Numerasi Anak Usia Dini
Fakta yang Terjadi Bagaimana Seharusnya Hasil yang Diharapkan
Fakta yang ada di lapangan
dianggap hal yang benar dan
diterapkan dalam pembelajaran.
Pada literasi dan numerasi:
Baca-tulis-hitung
Huruf-angka
Buku paket-kursus calistung
Guru memahami konsep dasar
literasi dan numerasi
Guru memahami
perkembangan literasi dan
numerasi pada anak
Literasi dan numerasi diajarkan
dalam kehidupan nyata
(bermain dan belajar)
Guru dapat menyusun
pembelajaran literasi dan
numerasi dengan konsep yang
benar dan cara yang tepat.
22. Apa yang Anda Pikirkan
tentang Literasi dan
Numerasi pada PAUD-
SD?
24. JAWABANNYA
TIDAK TEPAT
Membaca adalah proses yang bertahap mulai dari kemampuan
membedakan bunyi, membunyikan lambang yang berupa gambar dan
aksara. Pemahaman kata dikaitkan dengan pemahaman apa yang diindra
dan digunakan di lingkungannya. Huruf adalah lambang bunyi yang
secara bertahap membentuk suku kata ke kata sesuai dengan kekhasan
bahasa. Oleh karena itu pengucapan yang tepat akan membantu anak
melafalkan lambang (gambar/huruf) yang ditemuinya.
25. Pernyataan 2.
Anak yang dapat bercerita dari lingkungan di
sekitarnya adalah persiapan membaca awal.
26. JAWABANNYA
TEPAT
Bercerita dengan benda-benda yang ada di sekitar anak (mainan, alat-
alat makan, alat-alat tulis, makanan kesukaan) adalah latihan
pengindraan yang akan menguatkan otot mata, organ artikulasi dan
pemahaman makna kata. Pada saat membaca anak memerlukan
kelenturan otot mata agar anak fokus, dan kosa kata yang cukup.
Kemampuan ini akan membantu anak saat membaca teks (gambar-
aksara).
28. JAWABANNYA
TEPAT
Pemahaman isi bacaan terkait dengan makna kata, dan maksud ujaran
(kalimat). Pemahaman ujaran (nada, jeda, tempo) adalah dasar untuk
memahami tanda baca. Oleh karena itu anak perlu pemodelan saat
bercakap-cakap, saat bertanya, saat menyatakan kesediaan, menolak
dalam berkomunikasi lisan. Saat membaca lantang anak dimodelkan
cara membaca sesuai dengan tanda baca, dikuatkan dengan pertanyaan,
diskusi dan penulisan. Dengan cara ini anak dapat membaca sesuai
dengan kebutuhannya.
29. Literasi pada Anak Usia Dini dan SD Awal
Persepsi yang Salah Persepsi yang Benar
Masyarakat awam menganggap bahwa
literasi dimulai dengan pengenalan huruf,
kemampuan mengeja suku kata, kefasihan
melafalkan bacaan, dan keterampilan
menulis secara drilling dan mengabaikan
konteks.
1. Sejatinya, kecakapan literasi dimulai
dari anak mulai bisa berkomunikasi
dalam arti luas.
2. Kecakapan literasi ditumbuhkan dalam
lingkungan yang kaya interaksi dengan
komunikasi lisan melalui kegiatan
bercakap-cakap, menyimak lagu dan
cerita, bermain dan bersosialisasi.
3. Pengenalan aksara, kata, menulis dan
membaca dilakukan dalam konteks
bermain dan belajar, serta
berkomunikasi.
30. Perkembangan Literasi
Kegiatan literasi pada Transisi PAUD-SD memperhatikan jenjang
pengetahuan dan kemampuan literasi anak pada kegiatan membaca dan
menulis.
Berdasarkan panduan penjenjangan buku berdasarkan Pedoman Ka
BSKAP nomor 030/P/2022 yaitu:
1. Jenjang A Pembaca Dini
2. Jenjang B Pembaca Awal
Catatan: Kemampuan literasi berdasarkan capaian bukan pada
usia/kelas. Anak yang tidak mengalami proses pembelajaran di PAUD
dimulai dari Pembaca Dini (Emergent literacy)
33. JAWABANNYA
MITOS
Anak-anak usia dini dapat secara aktif mengonstruksi dari pengalaman
sehari-hari mereka berbagai konsep dan strategi matematika informal
yang sangat penting, yang secara mengejutkan luas, kompleks, dan
terkadang canggih. Mereka tampaknya cenderung, mungkin secara
bawaan, untuk memperhatikan situasi dan masalah matematika. Mereka
siap dan bersemangat untuk belajar matematika yang merangsang dan
menantang, dan pembelajaran matematika mereka tidak terbatas pada
yang konkret saja; tetapi juga yang abstrak
35. JAWABANNYA
MITOS
Minat dan pengetahuan matematika yang dibawa anak-anak ke sekolah
mungkin memang berbeda, tetapi penyebabnya lebih mungkin karena
pengalaman mereka yang berbeda-beda, bukan karena faktor biologis
mereka. Sementara guru harus menyadari dan peka terhadap perbedaan
ini, mereka tidak boleh melupakan fakta bahwa semua anak, terlepas
dari latar belakang dan pengalaman sebelumnya, memiliki potensi untuk
belajar matematika
36. Numerasi Anak Usia Dini
Numerasi pada anak usia dini dipandang sebagai kemampuan
pemecahan masalah dasar dan penerapan matematika dalam
kehidupan sehari-hari, dan bukan sekedar keterampilan berhitung
bilangan, namun mencakup cara berpikir aljabar, geometri,
pengukuran, analisis data dan peluang. Numerasi terdiri dari
pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan kecenderungan (disposisi)
yang dibutuhkan seseorang untuk dapat menggunakan matematika
dalam berbagai situasi.
37. Penguatan :
Bapak/Ibu Transisi PAUD-SD merupakan proses perpindahan
peran anak sebagai peserta didik PAUD menjadi peserta didik
SD dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan belajar
baru. Kesiapan bersekolah harus berangkat dari tujuan
pembelajaran yang sesungguhnya, yaitu memastikan setiap
anak mendapatkan haknya untuk memiliki kemampuan
fondasi untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, di
tingkatan kelas manapun.
38. RENCANA TINDAK LANJUT….
• Bahan Transisi PAUD-SD ini dapat diakses di PMM episode ke 24
Pesan dari Dinas Pendidikan,mari diikuti pelatihannya kerjakan
sampai aksi nyata agar materi Transisi PAUD-SD yang
Menyenangkan ini dapat diimplementasikan dengan baik.
Bersinergi dengan wali murid,guru jenjang dibawahnya dan
menciptakan pembelajaran sepanjang hayat untuk generasi yang
berkarakter profil pelajar Pancasila.