1. MAKALAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM :
RABI’ATUL ‘ADAWIYAH
STA I
N BATUSANGKAR
Disusun oleh :
ZULHAIRI
NIM : MPI 12.020
DOSEN PEMBIMBING :
DR. H. KASMURI SELAMAT, M.A
PROGRAM PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
BATUSANGKAR
2012 M / 1434 H
2. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
I
PENDAHULUAN
Islam diturunkan kemuka bumi ini adalah untuk menjadi rahmatan lil
‘alamin. Yaitu rahmat bagi semesta alam. Dengan kedatangan Islam maka
dihapuskanlah kejahiliyahan yang dilakukan bangsa Arab dikala itu. Dan
diantaranya selain untuk memperbaiki akhlaq manusia yang sudah begitu rusak,
juga mengangkat harkat martabat kaum hawa, yang mana mereka sangat
direndahkan kedudukannya. Wanita hanya menjadi objek pelampiasan nafsu
seksual, penyambung keturunan, bahkan menjadi semacam piala bergilir dari
satu orang ke orang lain.
Namun dengan diutusnya nabi Muhammad SAW kedunia ini, hal-hal
tersebut diatas menjadi hilang dan dihapuskan. Harkat dan martabat wanita
diletakkan ketempat tertinggi, sehingga perbandingan tingkat penghormatan
seorang anak kepada ibunya adalah tiga kali lipat dibanding kepada ayahnya.
Dari mula munculnya ajaran Islam, telah banyak melahirkan orang-orang
yang terkenal kezuhudannya, baik laki-laki maupun perempuan. mereka ini
tingkat kecintaannya kepada Allah SWT jauh melebihi dibandingkan
kecintaannya kepada manusia, dunia dan isinya. Salah satunya adalah Rabiatul
‘Adawiyah. Dalam makalah yang singkat ini, penulis akan membahas tentang
tokoh sufi ini dan aliran tasawufnya.
2
3. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
II
PEMBAHASAN
RABI’AH AL-ADAWIYAH
a. Biografi
Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah binti Ismail Al-Adawiyah Al-
Bashriyah Al-Qaisiyah.1 Ia diperkirakan lahir pada tahun 95 H/713 M atau 99
H/717 M disuatu perkampungan dekat kota Bashrah (Irak) dan wafat dikota itu
pada tahun 185 H/801 M. Menurut Buya Hamka tahun 185 H (796 M).2
Ia dilahirkan sebagai putri keempat dari keluarga yang sangat miskin.
Karena ia putri keempat, orang tuanya memberinya nama Rabi’ah. Kelahirannya
diliputi bermacam cerita aneh-aneh.3 Pada malam ketika ia lahir, dirumahnya
tidak ada apa-apa, bahkan minyak untuk menyalakan lampupun tidak ada, juga
tidak ditemui sepotong gombal pun untuk membungkus bayi yang baru
dilahirkan itu. Ibunya meminta ayah Rabi’ah supaya meminjam saja minyak dari
tetangga. Ini merupakan suatu cobaan bagi si ayah yang malang. Ayah ini telah
berjanji kepada Allah untuk tidak mengulurkan tangannya meminta tolong
kepada sesamanya. Namun begitu, ia pergi juga kerumah tetangganya,
mengetuk pintu, tetapi tidak mendapat jawaban. Ia merasa lega dan mengucap
syukur kepada Tuhan, karena tidak perlu ingkar janji. Ia pulang dan tidur. Malam
itu ia bermimpi, Nabi Muhammad memberikan tanda kepadanya dengan
mengatakan bahwa anaknya yang baru lahir itu telah ditakdirkan menduduki
tempat spiritual yang tinggi.4
Kedua orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil. Ketiga orang
kakaknya perempuan juga mati ketika wabah kelaparan melanda Basrah. Konon
pada saat terjadinya bencana perang di Bashrah, ia dilarikan penjahat dan dijual
1
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung, Pustaka Setia, 2008), h. 146
2
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983)
h. 73
3
H.A. Musthofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung, Pustaka Setia, 2008), h. 247
4
Ibid, h. 247
3
4. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
kepada keluarga Atik dari suku Qais Banu Adwah.5 Dari sini ia dikenal dengan Al-
Qaisiyah atau Al-‘Adwiyah. Pada keluarga ini pulalah ia bekerja keras, dan
menghabiskan waktunya dengan melaksanakan segala perintah majikannya.
Malam hari dilaluinya dengan berdoa.
Pada suatu malam, majikannya melihat tanda kebesaran rohani Rabiah,
ketika Rabiah berdoa kepada Allah “Ya Rabbi, Engkau telah membuatku menjadi
budak belian kepada seorang manusia sehingga aku terpaksa mengabdi
kepadanya. Seandainya aku bebas, pasti akan kupersembahkan seluruh waktu
dalam hidupku ini untuk berdoa kepadaMu”. Tiba-tiba tampak cahaya didekat
kepalanya, dan melihat itu majikannya menjadi sangat ketakutan. Esok harinya
Rabiah dibebaskan.6
Setelah bebas, Rabiah pergi ke tempat-tempat yang sunyi untuk
menjalani hidup dengan bermeditasi, dan akhirnya sampaikan ia ke sebuah
gubuk dekat Basrah. Disini ia hidup seperti pertapa. Sebuah tikar butut, sebuah
kendil dari tanah, sebuah batu bata dan semua itulah yang merupakan
keseluruhan harta yang ia punyai.
b. Konsep Tasawuf Rabi’atul Adawiyah : Al-Mahabbah
Al-Mahabbah adalah konsep cinta sufi Rabia’tul Adawiyah kepada Tuhan.
Mahabbah ( ُ (الـمَــح َّـــartinya adalah cinta, dan yang dimaksud ialah cinta
َــب ة
kepada Tuhan.7 Pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara lain adalah
yang berikut :
1. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan
kepadaNya.
2. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri yang dikasihi.
Yang dimaksud dengan yang dikasihi disini ialah Tuhan.
5
Abdurahman Al-Badawi, Syahidat Asy-Syq Al-Ilahi Rabi’ah Al-‘adawiyah (Kuwait, Al-
Wakalat Al-Mathbu’ah, 1978) h. 13
6
H.A. Musthofa, op.cit, h. 247
7
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973), h.
70
4
5. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
Menurut al-Sarraj seperti yang dikutip Harun nasution, mahabbah
mempunyai tiga tingkat :
1. Cinta biasa. Yaitu selalu mengingat Tuhan dengan zikir, suka
menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam
berdialog dengan Tuhan. Senantiasa memuji Tuhan.
2. Cinta orang yang siddik ( ,) الصديقyaitu orang yang kenal kepada
Tuhan, pada kebesaranNya, pada kekuasaanNya, pada ilmuNya dan
lain-lain. Cinta yang dapat menghilangkan tabir yang memisahkan diri
seorang dari Tuhan dan dengan demikian dapat melihat rahasia-
rahasia yang ada pada Tuhan. Ia mengadakan dialog dengan Tuhan
dan memperoleh kesenangan dari dialog itu. Cinta tingkat kedua ini
membuat orangnya sanggup menghilangkan kehendak dan sifat-
sifatnya sendiri, sedang hatinya penuh dengan perasaan cinta pada
Tuhan dan selalu rindu padaNya.
3. Cinta orang yang ‘arif ( ,) العارفyaitu orang yang tahu betul pada
Tuhan. Cinta serupa ini timbul karena telah tahu betul kepada Tuhan.
Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri sendiri yang
dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk kedalam diri yang
mencintai.
Faham mahabbah mempunyai dasar dalam Qur’an, diantaranya :
54. Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya
Kemudian :
5
6. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
31. Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Juga ada hadits yang membawa faham demikian, umpamanya :
ً َ ً ْ َ ُ ُ ُ ْ ْ ِ َّ َ ِ
َوال يَ َزال ع ْبدي يَتَقَ َّرب اَل ِِبمنَّ َوا ِفل حىت ُأحب َُّه َو َمن أَح َب ْب ُته ك ْنت ََُل َسعا َوبََصا َويَدً ا
َّ َ ّ ُ ْ ِ َ ُ َ
Artinya : “HambaKu senantiasa mendekatkan diri padaKu dengan perbuatan-
perbuatan hingga Aku cinta kepadanya. Orang yang Kucintai menjadi
telinga, mata dan tanganKu.”8
Dalam perkembangan mistisisme dalam Islam, Rabi’ah Al-Adawiyah
tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah.
Sementara generasi sebelumnya merintis aliran asketisme dalam Islam
berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada Allah. Rabi’ah pula yang
pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan cinta yang
berdasarkan permintaan ganti dari Allah.9
Ia hidup dalam kemiskinan dan menolak segala bantuan materi yang
diberikan orang kepadanya. Bahkan dalam doanya ia tidak mau meminta hal-hal
yang bersifat materi dari Tuhan. Ia betul-betul hidup dalam keadaan zuhud dan
hanya ingin berada dekat pada Tuhan.10
Tingkat kehidupan zuhud yang tadinya direncanakan oleh Hasan Bashri,
yaitu takut dan pengharapan, telah dinaikkan oleh Rabi’ah kepada zuhud karena
cinta. Cinta yang suci murni itu lebih tinggi daripada takut dan pengharapan.
Cinta yang suci murni, tidaklah mengharapkan apa-apa.11
Menurut riwayat dari Imam Sya’rani, pada suatu masa adalah seorang
yang menyebut-nyebut azab siksa neraka dihadapan Rabi’ah, maka pingsanlah
beliau lantaran mendengar itu, pingsan didalam menyebut-nyebut Istighfar,
memohonkan ampunan Tuhan. Tiba-tiba setelah beliau siuman dari pingsannya
8
Ibid, h. 71
9
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung, Pustaka Setia, 2008), h. 148
10
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973),
h. 72
11
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983)
h. 73
6
7. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
dan sadar akan dirinya, beliaupun berkata : “Saya mesti meminta ampun lagi
daripada cara minta ampun saya yang pertama”.
Kata sya’rani pula: “Sajadah tempat beliau sujud senantiasa basah oleh
air matanya.”
Beliau sezaman dengan Sufyan Sauri, murid yang terkenal dari Hasan
Bashri. Pada suatu hari didengarnya Sufyan mengeluh : “Wahai sedihnya hatiku”,
yaitu kesedihan shufi yang telah diwariskan oleh gurunya. Mendengar itu
berkatalah Rabi’ah : “Kesedihan kita masih sedikit sekali ! Karena kalau benar-
benar kita bersedih, kita tidak ada didunia ini lagi!”
Cinta murni kepada Tuhan, itulah puncak tasauf Rabi’ah. Pantun-pantun
kecintaan kepada Ilahi, yang kemudiannya banyak keluar dari ucapan shufi yang
besar sebagai Fariduddin Al-Athar, Ibnul Faridh, Al-Hallaj, Jalaluddin Rumi dll,
telah dimulai lebih dahulu oleh Rabi’ah.12
Adapun diantara ucapan-ucapannya ialah 13:
“Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukan
pula karena ingin masuk surga, tetapi aku mengabdi karena cintaku
kepadaNya.”
“Tuhanku, jika kupuja Engkau karena takut pada neraka, bakarlah aku
didalamnya, dan jika kupuja Engkau karena mengharapkan surga,
jauhkanlah aku daripadanya, tetapi jika Engkau kupuja semata-mata
karena Engkau, maka janganlah sembunyikan kecantikanMu yang kekal
itu dari diriku.”
Kemudian :
امَهِى ! َأ َ َر ِ امنُّن ُ ْوم َو َ َمت امْ ُع ُ ْون َو َوَّقَت اا ُل ْوكُ َأبْ َواَبَ َا َوخََل ُك ح ِب ْ ب ِِب ِبيْ ِبه
ِ َ ٍ َ َ ُ ُّن ُْ ِ ُ ِ ُ
ّ
. َ َْو َ َ ا َمقَا ِم ب َ ْ َ يَدَ ي
12
Ibid, h.74
13
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973),
h. 72
7
8. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
“Ya Tuhan, bintang dilangit telah gemerlapan, mata telah bertiduran,
pintu-pintu istana telah dikunci dan tiap pencinta telah menyendiri
dengan yang dicintainya, dan inilah aku berada dihadiratmu.”
Sewaktu fajar menyingsing ia berkata :
ُامَهِى ! َ َ ا انو َّ ْ ل قَدْ َأدْبَ َر َو َ َ ا اهَّنَّ َار قَدْ َأس َف َر . فَوَ ْ ت ش ْعرى َأقَ ِبوْت ِم ِ ّّن مَ ْ وَىت فَأَ ْ نَأ
ِ َ ِ َ َ ْ ُ ُ
ّ
َأ ْم َرددَْتَ َا عََل فَأَعْزى فَ َوع َّزِت َ ، َ َ ا د ِأ ِِب َما أَح َي ْ ت َ ِِن َو َأع ْنت َ ِِن َوع َّزِت َ مَ ْو ط َر ْدت َِِن عن
َْ َ ِ َ ْ َ ِ َ َّ َ َ
. َ َِب ِب َ َما بَ َرحت ع ْنه ِمل َا َوقَ َع ِِف قَوْ ِِب ِمن َمحبَّ ِت
َ ْ ُ َ ُ ْ
“Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera menampakkan diri. Aku
gelisah, apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia,
ataukah Engkau tolak hingga aku merasa sedih. Demi
kemahakuasaanMu, inilah yang kulakukan selama aku engkau beri hayat.
Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintuMu, aku tidak akan pergi,
karena cinta padaMu telah memenuhi hatiku.”
Dalam bentuk sya’ir, Rabi’ah mengatakan :
َ ٌ
َوحـــب ّـــًا ِِله ََّّـ َ َأ ْـــل مــِـِ َ اك ا
َ ُ ُأحـبُّنـ َ حـبَّـ ْي ن حـب امْ هَ َوى
ُ ِ ُ ُّن ِ
َ ِ ْ َّ َ ِ ْ
فَـشغْـ ِو ي بـِ ِ ك ركَ عـم ن س َواكــِـا
ُ فَـأَ َّمـا امـَّ ِ ي ُ َو حب امْهَ َوى
ُ ُّن ْ
ْ َ
فَـكـشـ ُفـ َ ِم احلْ َ ْ ـب حـىت َأ َراكـــا
َ َّ َ َ َو َأ َّمـاامََّّـ ِ ي َأهْـت َأ َّْـل مَ ه
ُ ٌ َ ْ
َومَـك ِن مَـ َ امْ حـ ْمـدُ ِف ذا َو ذاكــِـا
َ َ َ َ ْ فـََل احلْـَ ْمدُ ِِف ذا َأ ْو ذاكَ ِم
َ َ َ
“Aku mencintaiMu dengan dua cinta; cinta rindu.
Dan cinta, karena Engkau berhak menerima cintaku
Adapun cinta karena Engkau,
Hanya Engkau yang aku kenang tiada yang lain.
Adapun cinta, karena Engkau berhak menerimanya.
Agar Engkau bukakan bagiku hijab, supaya aku dapat melihat Engkau
Pujian atas kedua perkara itu bukanlah bagiku
Pujian atas kedua perkara itu adalah bagi-Mu sendiri.”
8
9. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
Dan dalam sya’ir yang lain :
ا َ ً ِ َ َْ ْ ِ ْ
َفَار َ م اليوم ُم ْ نيا ق ْد َأ َاك َ ح ِب ْ ب امْقوْب َمالِى س َواكَ ا
ِ ِ َ َ
قَدْ َأ ِي امْ َلب َأن يُ ِ ب ِ َواكَ ا
َّ ْ َ ْ ب َ َ َرجاِئ َو َراح ِ ى َو ُ ُر ْو ِرى
َت َِ
“Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang ke hadiratMu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain Engkau.”
Dalam sya’ir-sya’ir yang masyhur itu nyatalah tujuan zuhud Rabi’ah, yaitu
kepada Tuhan karena Tuhan, bukan kepada Tuhan karena mengharap. Baginya
soal surga atau soal neraka, adalah nomor dua, atau bukan soal sama sekali,
sebab cinta itu sendiri sudahlah suatu nikmat yang paling lezat, tidak ada yang
mengatasinya lagi. Cinta dibaginya atas dua tingkat. Pertama cinta karena
kerinduan. Dirindui, sebab dia memang puncaknya segala keindahan, sehingga
tidak ada lagi yang lain yang menjadi buah kenangannya dan buah tuturnya,
melainkan Tuhan, Allah, Rabbi !, naik setingkat lagi, yaitu keinginan dibukakan
baginya hijab, selubung, yang membatas diantara dirinya dengan Dia. Itulah
tujuannya, yaitu melihat Dia (Musyahadah).14
Itulah beberapa ucapan rasa cinta yang diungkapkan Rabi’atul ‘Adawiyah.
Cinta kepada Tuhan begitu memenuhi seluruh jiwanya sehingga ia menolak
semua tawaran kawin, dengan alasan bahwa dirinya adalah milik Tuhan yang
dicintainya, dan siapa yang ingin kawin dengannya haruslah meminta izin dari
Tuhan.
Seseorang pernah bertanya kepadanya : “Apakah engkau benci kepada
Setan?” Ia menjawab : “Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang
kosong dalam diriku untuk rasa benci pada setan.”
14
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983)
h. 75
9
10. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
Karena begitu cinta kepada Tuhan, ia pernah ditanya tentang cintanya
kepada Nabi Muhammad SAW, jawabnya : “Saya cinta kepada Nabi, tetapi
cintaku kepada pencipta memalingkan diriku dari cinta kepada makhluk.”15
Demikianlah gambaran tentang konsep mahabbah yang dilahirkan oleh
seorang sufi dari rasa cintanya terhadap Tuhan.
III
KESIMPULAN
Tasawuf dalam Islam memiliki banyak tokoh dengan konsep yang
bermacam-macam. Diantaranya adalah konsep cinta (Al-Mahabbah) yang
dilahirkan oleh Rabi’atul ‘Adawiyah. Al-Mahabbah adalah konsep dimana
seorang hamba tidak lagi memiliki rasa cinta kepada sesama makhluk, tetapi
semata-mata hanya diberikan kepada sang pencipta, yaitu Allah SWT.
Konsep Al-Mahabbah tidak lagi memikirkan ketakutan terhadap siksa api
neraka, ataupun kepada pengharapan terhadap surga. Tetapi semata-mata
karena Tuhan, dan bukan karena mengharap sesuatu. Karena sesungguhnya rasa
cinta itu sendiri adalah nikmat yang sangat lezat yang tiada kelezatan diatas cinta
tersebut.
15
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973),
h. 74
10
11. Makalah Rabi’atul ‘Adawiyah Perkembangan Pemikiran Islam
Oleh : Zulkhairi
DAFTAR PUSTAKA
Solihin, M dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2008
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta : Pustaka Panjimas,
1983
Musthofa, H.A, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2008
Al-Badawi, Abdurahman, Syahidat Asy-Syq Al-Ilahi Rabi’ah Al-‘adawiyah,Kuwait :
Al-Wakalat Al-Mathbu’ah, 1978
Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang,
1973
Malik, A. Ridwan, Akhlak Tasawuf, Batusangkar : STAIN batusangkar Press, 2011
11