1. PERENCANAAN PENETAPAN KOTA BATAM SEBAGAI KAWASAN
EKONOMI KHUSUS DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar
Kesarjanaan dalam Ilmu Hukum
Oleh:
NUR HADIYATI
NIM: 125010100111051
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2016
2. i
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi : PERENCANAAN PENETAPAN KOTA
BATAM SEBAGAI KAWASAN
EKONOMI KHUSUS DALAM
KERANGKA OTONOMI DAERAH
Identitas Penulis :
a. Nama : Nur Hadiyati
b. NIM : 125010100111051
Konsenstrasi : Hukum Tata Negara
Jangka Waktu Penelitian :
Disetujui pada tanggal :
Pembimbing Utama
Dr. Much. Ali Safa’at, SH., MH.
NIP 197608151999031003
Pembimbing Pendamping
M. Dahlan, SH., MH.
NIP 198009062008121002
Mengetahui/Menyetujui,
Ketua Bagian Hukum Tata Negara
Tunggul Anshari SN., SH., MH
NIP 195905241986011001
3. ii
HALAMAN PENGESAHAN
PERENCANAAN PENETAPAN KOTA BATAM SEBAGAI KAWASAN
EKONOMI KHUSUS DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH
Oleh :
Nur Hadiyati
125010100111051
Skripsi ini telah disahkan tanggal :
Pembimbing Utama
Dr. Much. Ali Safa’at, SH., MH.
NIP 197608151999031003
Pembimbing Pendamping
M. Dahlan, SH., MH.
NIP 198009062008121002
Dekan Fakultas Hukum,
Dr. Rachmad Safa’at, S.H, M.Si
NIP. 196208051988021001
Ketua Bagian Hukum Tata Negara
Tunggul Anshari SN., SH., MH
NIP 195905241986011001
4. iii
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas
seluruh rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan hingga penulis dapat sampai
pada tahap ini, terkhususkan dengan terselesaikannya skripsi yang berjudul :
Perencanaan Penetapan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dalam
Kerangka Otonomi Daerah. Terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Rachmad Safa’at, SH., MH selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya.
2. Bapak Tunggul Anshari, SH., MH. selaku Ketua bagian Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
3. Bapak Dr. Much. Ali Safa’at, SH., MH selaku Dosen Pembimbing Utama,
dan Bapak M. Dahlan, SH., MH.selaku Dosen Pembimbing Pendamping,
atas bimbingan dan kesabarannya.
4. Bapak M. Zairul Alam, SH., MH. Selaku Dosen Penasehat Akademik, atas
bimbingan dan kesabarannya dari awal perkuliahan hingga akhir
perkuliahan penulis.
5. Pihak-Pihak yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Skripsi ini dibuat berdasarkan kemampuan dalam diri penulis sehingga
tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, penulis memohon maaf dan
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Malang
Penulis
5. iv
LEMBAR UCAPAN TERIMAKASIH
Penulisan skripsi ini melalui banyak hal, dalam prosesnya terdapat banyak
cerita dan banyak pihak yang terlibat didalamnya. Sehingga penulis membuat
sebuah lembar ucapan terimakasih yang penulis harap mampu menyampaikan
perasaan penulis secara lebih baik. Penulis ucapakan terimakasih kepada :
1. Allah SWT, para Nabi dan Rasul berserta Sahabat, para tabi’in, para
saudara seiman atas semua hikmahnya dalam kehidupan penulis bagian
dari rahmat dan karunia-Nya
2. Kedua Orang Tua penulis, Bapak Emile Rizal dan Mama Dra. Lely
Suriati, S.Pd. atas semua hal tentang cinta dan doanya yang menjadi
pengiring dalam kehidupan penulis, atas kebebasan dan kesempatan
berlandaskan kepercayaan yang diberikan penulis dalam tiap perjalanan
kehidupan.
3. Kakak penulis : Erlyza Mucharani, Siti Rizki Ramdhana, dan Kakak Ipar
penulis, Syafrijal atas semua dukungan moril yang mengingatkan penulis
untuk menyegerakan terselesaikan skripsi ini. Keponakan penulis : Omar
Rausan Fikrijal dan Fakhrie Zhafran Khairijal atas semangat yang kalian
berikan dari tiap ocehan cadel dan tawa kalian yang selalu membuat hari
terasa menyenangkan.
4. Seluruh keluarga penulis atas doa dan dukungannya. Tante dan Paman
penulis : Nurbaiti, ST, ME., Kristian Tri Gunawan, ST. MH, dan
Firmansyah S,Sos. yang membantu mempermudah penulis dalam
pencarian data berkenaan dengan penulisan skripsi ini.
6. v
5. Keluarga kedua di Kota Malang : Tante Anisah, Om Firman Hidayat, Emir
Athira, Aulia Hanum dan Mas Cik Kahadi, serta Keponakan Emir : Huma
dan Ai. Atas segala hal terutama perhatian dan bantuan yang memberikan
penulis kehangatan serta ketenangan terutama tahun akhir perkuliahan
penulis.
6. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Batam, Bapak Demi Hasfinul
NST, SH., M.SI selaku Kepala Bagian Hukum, Bapak Sutjahjo Harimurti,
S.Sos, SH selaku Kasubag Peraturan Perundang-Undangan merangkap
Pembimbing KKL dari Pemerintah Kota Batam, Ibu Nurul Yuni, SH
selaku Kasubag Jaringan Dokumentasi Hukum, Bapak Iman Setiawan, SH
selaku Kasubag Bantuan Hukum, dan seluruh jajaran Bagian Hukum
dengan bantuan datanya selama proses KKL yang menjadi acuan skripsi.
7. Rekan-rekan penulis yang bernaung dalam barisan pejuang (squad)
Fakultas Hukum Universtias Braijaya lintas generasi yang penulis temui
langsung periode 2009-2015 yang hadir sebagai Tim 0cm, Tim Ayo Kita
Perbaiki, Tim ON, dan Tim Beraksi. Terkhususkan angkatan 2012 : Indri
Sukmawati Djangko, Risthu Pambudi, Fahrul Abrori, Ryu Avin, Ghani
Cokro, Ajar Goutama, dll. Terimakasih untuk pejuang FH baik angkatan
yang disebutkan ataupun setelahnya untuk semua semangat mengingatkan
dalam kebaikan yang semoga terus terwariskan tidak lekang oleh zaman.
7. vi
8. Kakak tingkat penulis : Abdullah Nazhim, SH., Ganjar Prima Anggara,
SH., Agung Honesta, SH., Sunan Maulana, Zihan Syahayani, SH., Mira
Fajriyah, SH., Bagus Adikarya SH., Sholahuddin Al Fatih SH., Hendy
Putra Pangestu, dll yang mengiringi penulis dengan semua masukan
berupa kritik dan saran yang membangun
9. Adik-Adik Penulis : Hasbi Assidiq, Djairan, Sofyan, Sabbihal Husni,
Shofiyatur Rosyidah, Wahidyah Putri, Sofiatul Amri, Arina Nikmar, Azis
Sulistyo, Chandra D.S, Annaser Lubis, Adriani Larasati, Aulia Rahmah,
Mansuraton Nisa, Iffah Hasna, Zakia Nur Rasyida, Ismi Pratiwi, Resti
C.W, Ii Mahkota, Nanda Putra, Luqman Abdul Hakim, Faizal Haq, Satriya
Nugraha, Widodo Hadi, Zulfikar, Ichrama Renggita, Girsang Enda, Katin.
10. Tim Rechmatigheid (R9), terimakasih untuk menjadi teman pertama
penulis dalam menjalani kehidupan perkuliahan di Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya : Aji Nurcahyo, Andreas Satya, Alifah, Caesar
Naufal, Choirul Umam, David Pandu, Dian Puspita, Dinda Afidah,
Elizabeth Irianti, Emir Athira, Faiz Dimas, Firma Fitrotul, Glavenia, Haris,
Lidya Jacob, Inez Diva A, Ivan Letsoin, Nabila Amalia Balad, Carnival,
Ramadhan Putra, Regina, Wahyu Muliadi, Wibisono Aji, Zubairi Fajar,
11. Rekan Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya tahun 2016, Kabinet
Jawara : M. Zahid Abdurrahman, Diona Listya, Marwa
Mudrikatussalamah, Dio Aditya, M. Zahid Izzah Rabbani, Aulia Lutfi,
Zahriza Purnadayanti, Halimatun Syakdiah, Achmad Chaiz, Nurul Ihsani,
Nurlela L, Athiyyah Rahma, Medi Humaidi, Rizal Pahlevi, Ibelashri
Justiceka Atasi, Helfi Pangestu, Ary Eswara, Fida Perkasa*, Anisah
8. vii
Qurrotal Aini, Ridho Fadhlurrahman, Ikhsanuz Zaky, R. Toto Dwi Setyo,
Agus S.U, Indah Sri Lestari, Yuda Lesmana, Arinal Haq, Fuaad Rasyid,
Nur Ilya Dianita, Fadil Muarif, Zulfa M*, Dinda Mei Diana, Rizal Fadhil,
Puji Rahayu, Yanuar Fazriyanto, Yeremia Christon*, Resi Resdiani,
Devita Nur Amalia. Terkhususkan Kementerian Kajian dan Strategi EM
UB 2016 : Salman Alfarisi selaku Menteri, Jefrie Nandy Satria selaku
Dirjen Aksi dan Propaganda, dan Adik staff Kastrat Berbahagia : Amadda
Ilmi, Anggit Chalilur Rahman, Annisa Fitri, Arina Fadhila, Bintang
Nurrizki Dwi Ardianto, Bonaficius Josua, Choirunnasihin Imron, Dhea
Gema Swara Asmara, Fiyan F, Hafizh Kaustsar Ilmi, Ikhwanul Ma’arif
Harapah, Imam Bustomi, Inas Arfieny Hamilatus Nadiyah, Ismail
Rabbani, Jihan Salsabila, Kautsar Bima, Kevin Maulana, M.Sangaji, M.
Syaukani, Muchammad Miftahul Bayyan, Muhammad Irsyad, Muhmmad
Surya Adi, Nabila Yusril, Nio Priana, Nofriadi Kurnia, Salsabilah, Taufic
Hidayat, Umi Fatima, Widy Tanzyla, Yunita Sari, Yora Athariq, Zulfa
Raudatul J.
12. Seluruh keluarga besar Forum Kajian dan Penelitian Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya. Terkhususkan Badan Pengurus Harian
periode 2015 : Andi Tanaka, Maziyah C.S, Anny Safitri, Ria Hasanah,
Jenuarani Artha, Rossa Wahyu, Gina Sabrina, Fathoni, Rista C.N, Emilia
Dewi, Linda D.R, Yuni Dwi Habsari, Dian Laraswati, Amalia Laksmita,
Shovia Uzlah, Gilang R. Dan Keluarga Kajian FKPH FH UB 2015 :
M.Abdul Hafid selaku Manajer Diskusi Ilmiah, dan Kristiyanto selaku
Manajer Debat Hukum. Tidak ketinggalan Keluarga Islamic Study Club
9. viii
yang telah konsisten menemani perjalanan penulis di Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya.
13. Seluruh Manifestor yang tergabung dalam Lembaga Pers Mahasiswa
ManifesT, terkhususkan teman angkatan 2012 : Hussein Achmad, M.Dito
Suryo, M.Ridho, Annisa Putri Adriani, Wisnu Adhitama, Awaludin Rahim
S, Ega Amalia Sani, Yulius, Achmad Syahreza, Andhika Reza.
14. Keluarga Besar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya jajaran Rendy Ivaniar, S.H. selaku Presiden BEM FH UB 2012,
periode 2013 jajaran M.Alfi Muzaki, S.H. selaku Presiden BEM FH UB
2013. Kepanitiaan INVITATIONAL, para intelektual muda dalam
Sekolah Intelektual Muda tahun 2012, Terimakasih untuk kesempatan
pertama menempuh pengalaman belajar berorganisasi.
15. Komunitas Debat Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, terkhususkan
para jiwa yang bersama kembali menemukan semangat merintis komunitas
ini pada pertandingan Debat Mahkamah Konstitusi 2015 : Ferry R,
Kompiang Ratna Dewi, Hilman Hadikusuma.
16. Forum Mahasiswa Hukum Tata Negara (FORMATERA) yang menjadi
tempat bertukar pikiran : Jordan Muhammad, M.Arganata, Haresti
Marchelina, Gema Perdana, Maria Ulfa, Rina Lestari, Meli, Rizaldi,
Febriyan Abiyoga, dll.
17. Forum Daerah – Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kepulauan Riau-Malang
(IKAPEMA) yang menjadi tempat pertama persinggahan penulis, yang
menjadi tempat bertemu wajah-wajah yang sama-sama berjuang ditanah
perantauan.
10. ix
18. Seluruh saudara/i seiman dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) Komisariat Brawijaya dan Daerah Malang, serta
beberapa rekan lain dari berbagai daerah yang sempat dipertemukan dalam
Daurah Marhalah II KAMMI Daerah Bogor, untuk semua inspirasi dan
pembelajaran yang telah diberikan.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terimakasih atas
segala perhatian dan bantuannya, terutama doanya. Semoga Allah
memberikan balasan dan keberkahan-Nya.Aamiin.
11. x
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan.............................................................................................i
Lembar Pengesahan ............................................................................................ii
Kata Pengantar ....................................................................................................iii
Lembar Ucapan Terima Kasih ............................................................................iv
Daftar Isi..............................................................................................................x
Daftar Tabel ........................................................................................................xii
Daftar Gambar.....................................................................................................xiii
Daftar Bagan .......................................................................................................xiv
Ringkasan............................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang ........................................................................................1
B Rumusan Masalah...................................................................................12
C Tujuan Penelitian ....................................................................................12
D Manfaat Penelitian ..................................................................................12
E Tabel Orisinalitas ....................................................................................13
F Sistematika Penulisan .............................................................................14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A Konsep Negara Kesatuan ........................................................................16
B Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah..................................................18
C Kawasan Ekonomi Khusus ..................................................................... 22
12. xi
BAB III METODE PENELITIAN
A Jenis dan Pendekatan Penelitian..............................................................32
B Bahan Hukum dan Sumber Hukum ........................................................34
C Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ......................................................37
D Teknik Analisis Bahan Hukum...............................................................37
E Definisi Konseptual.................................................................................38
BAB IV PEMBAHASAN
A Proses Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus ...................................39
B Penetapan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus............................58
BAB V PENUTUP
A Kesimpulan .............................................................................................100
B Saran........................................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................103
LAMPIRAN.......................................................................................................112
13. xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbandingan KEK dan FTZ berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan ............................................................................................7
Tabel 1.2 Kemudahan yang diberikan di KEK ..................................................9
Tabel 1.3 Orisinalitas Karya...............................................................................13
Tabel 2.1 Contoh Pelaksanaan SEZ/KEK ..........................................................23
Tabel 4.1 Perkembangan Beberapa Kawasan Ekonomi dan Kawasan Khusus
Lainnya di Indonesia ..........................................................................40
Tabel 4.2 Analisis Kelayakan KEK ...................................................................44
Tabel 4.3 Karakter Kota Batam .........................................................................62
Tabel 4.4 Analisis Kelayakan Batam sebagai KEK...........................................79
Tabel 4.5 Rencana Alokasi Lahan Kota Batam Tahun 2004-2014....................90
Tabel 4.6 Daftar Kawasan Industri Kota Batam ................................................91
Tabel 4.7 Share PDRB Kota Batam ADHK 2000 Tahun 2010-2013................92
Tabel 4.8 Tugas Pihak Berwenang Mengembangkan KEK...............................96
14. xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Wilayah Segitiga Pertumbuhan.................................................2
Gambar 1.2 Lokasi Usulan KEK ..........................................................................6
Gambar 1.3 Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia...........................................6
Gambar 2.1 Zona yang Berada Dalam KEK.........................................................24
Gambar 2.2 Sinergitas Pendekatan Daerah Tertinggal-KAPET-FTZ-KEK.........25
Gambar 2.3 Struktur Kelembagaan KEK..............................................................29
Gambar 4.1 Proses Penyelenggaraan KEK...........................................................48
Gambar 4.2 Mekanisme Pembentukan KEK ........................................................49
Gambar 4.3 Cara Pengusulan KEK.......................................................................49
Gambar 4.4 Kunci Sukses Pengusulan KEK ........................................................55
Gambar 4.5 Penentuan dan Penetapan Badan Usaha Pembangun dan Pengelola
KEK....................................................................................................56
Gambar 4.6 Kelanjutan dari Penetapan KEK .......................................................57
Gambar 4.7 Peta Kota Batam................................................................................58
Gambar 4.8 Posisi Geo-Strategis Kota Batam dalam Bidang Politik dan Ekonomi
Regional .............................................................................................61
Gambar 4.9 Potensial Geografis Kota Batam ...................................................... 62
Gambar 4.10 Dasar Hukum Penyelenggaraan KEK.............................................65
Gambar 4.11 Peta Wilayah Administratif Kota Batam.........................................69
Gambar 4.12 Kronologis Pembangunan Batam...................................................73
Gambar 4.13 Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Batam.............................89
Gambar 4.14 Laju Pertumbuhan Ekonomi Batam Tahun 2011-2014...................92
15. xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Permasalahan dalam Penerapan FTZ di Kota Batam ..................... 72
Bagan 1.2 Respon Masyarakat untuk Pengkajian Ulang FTZ dan Pembentukan
KEK................................................................................................. 73
Bagan 1.3 Pelaksanaan Pembentukan KEK Kota Batam................................. 99
16. xv
RINGKASAN
Nur Hadiyati, Hukum Tata Negata, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Oktober 2016, PERENCANAAN PENETAPAN KOTA BATAM SEBAGAI
KAWASAN EKONOMI KHUSUS DALAM KERANGKA OTONOMI
DAERAH, Dr.Much. Ali Safa’at, SH., MH., M. Dahlan, SH., MH
Kota Batam merupakan Kawasan Strategis Nasional yang memiliki potensi untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, namun perkembangan Batam sebagai
Kawasan Perdagangan Bebas atau Free Trade Zone Area belum memberikan hasil
sebagaimana diharapkan. Pada awal tahun 2016 Pemerintah Pusat menetapkan
Kota Batam Kawasan Ekonomi Khusus. Maka berkenaan dengan pemaparan
diatas, penulis mengangkat rumusan masalah : 1) Bagaimanakah persyaratan dan
mekanisme penetapan suatu daerah sebagai KEK? (2) Apakah Kota Batam
memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai KEK?. Penulisan skripsi ini
bertujuan memberikan kebermanfaatan sebagai sumbangsih pemikiran bagi
masyarakat dan bahan acuan bagi pembuat kebijakan dalam penetapan Batam
sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Penelitian ini mengunakan metode yuridis
normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan
konsep (conceptual aproach), dan pendekatan komparatif atau perbandingan
(comparative approach), Bahan hukum primer dan skunder kemudian akan
dianalisa dengan logika deduksi dimana mencari kekhusuan dari hal-hal yang
bersifat umum, diinventarisasi, dikategorikan, dan disusun secara sistematis. Dari
Penelitian ini ditemukan hal-hal yang harus dipersiapkan dalam penetapan sebuah
lokasi Kawasan Ekonomi Khusus sehingga terjadi kesinergisan antara upaya
optimalisai pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat yang berada
dalam daerah yang diusulkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. a) Pengusulan
KEK; b) Penetapan KEK; c) Pembangunan KEK; d) Pengelolaan KEK; dan e)
Evaluasi pengelolaan KEK. Kota Batam berdasarkan formulasi pemberian nilai
dan bobot pada tiap aspek tolak ukur yang dijabarkan dalam mekanisme dan
persyaratan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan dapat ditetapkan
sebagai KEK dengan kategori layak secara bersyarat sebagai lokasi KEK.
Kata Kunci : Batam, Kawasan Ekonomi Khusus, Pemerintahan Daerah
17. xvi
SUMMARY
Nur Hadiyati, Constitutional Law, Faculty of Law Brawijaya University, October
2016, PLANNING DESIGNATION OF BATAM CITY AS SPECIAL
ECONOMIC ZONES ON THE TERM OF FRAMEWORK OF REGIONAL
LOCAL AUTONOMY, Dr. Much Ali Safa’at, SH., MH., M. Dahlan, SH., MH
Batam City is National Strategic Zones which have a potential to support national
economic growth, but the development of Batam as Free Trade Zone not deliver
results as expected. At the beginning of 2016, Indonesian Government decide
Batam City as Special Economic Zones (SEZ). Therefore, this paper raised the
formulation of the problem: (1) How is the condition and mechanism for
designation an areas to became Special Economic Zones? (2) Is Batam City meet
the requirements to assigned as Special Economic Zones?. The purposes of this
research is to give benefit for society, reference materials for law maker in
planning designation of Batam City as Special Economic Zones.
This research used juridicial normative with statute, conceptual, and comparative
approach. Primary and secondary legal materials will be analyzed by logical
deduction which seek speciality of things that are general, inventoried,
categorized and compiled systematically. This research found things to be
prepared in the establishment of a Special Economic Zone locations resulting in
kesinergisan between economic growth optimalisai efforts to the welfare of
communities within the proposed area into Special Economic Zones. a) Proposal
of SEZ; b) Determination of SEZ; c) Development of SEZ; d) Management of
SEZ; and e) Evaluation Management SEZ. Based on formulations scoring and
weighting of each aspect of benchmarks outlined in the mechanism and the
requirements stipulated in the legislation can be defined as a SEZ under particular
situation.
Keywords : Batam, Special Economic Zones, Local Goverment
18. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah negara kesatuan1
dengan jumlah penduduk pada
tahun 2015 sebanyak 252.370.792 jiwa.2
Agar mampu memenuhi kesejahteraan
rakyat Indonesia maka kemudian dibentuk dan dibagilah pemerintah yang
melaksanakan urusan-urusan pemerintahannya kedalam dua bagian yakni
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Keberadaan pemerintahan daerah
dijelaskan dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) ayat (1) yang berbunyi
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam
undang-undang”. Hingga saat ini penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
diatur dalam Undang-Undang (Selanjutnya disebut UU) Nomor 23 Tahun 2014 jo
UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU
PEMDA).
Pasca perubahan UUD NRI Tahun 1945, pemerintah daerah memperoleh
peluang yang lebih besar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh
1
Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan
tunggal, di mana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnya hanya
menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk didelegasikan.
2
Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Tahun 2015 (online),
http://bps.go.id/publikasi, diakses 25 Juni 2016
19. 2
daerahnya berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Salah satu
upaya pengembangan potensi daerah adalah dengan adanya kawasan khusus.3
Dalam pembentukan kawasan khusus ini, selain untuk kepentingan pemerintah
maka harus melibatkan daerah yang bersangkutan agar konsep kebijakan
pemerintah tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah
setempat, termasuk pula manfaat pelayanan umum pemerintahan.4
Kota Batam merupakan Kawasan Strategis Nasional5
dengan lokasi
sebagai daerah persinggahan yang berada pada jalur lintasan kapal terpadat di
dunia, serta berada dalam wilayah segitiga pertumbuhan (Triangle Growth)
meliputi Singapura, Johor (Malaysia), dan Riau (Indonesia). Berdasarkan
pertimbangan potensi yang dimiliki Kota Batam, pemerintah menetapkan Batam
sebagai salah satu wilayah percontohan Kawasan Perdagangan Bebas atau Free
Trade Zone (Selanjutnya disebut FTZ) pada tahun 2007 Melalui Peraturan
Pemerintah (Selanjutnya disebut PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Gambar 1.1 : Peta Wilayah Segitiga Pertumbuhan
Sumber : BP Batam, 2011
3
Kawasan khusus dijelaskan dalam ketentuan umum UU Pemerintahan Daerah sebagai
bagian wilayah dalam daerah provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi
kepentingan nasional yang diatur dalam ketentuan peratura perundang-undangan.
4
Siswanto Sunaryo, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta : Sinar
Grafika, 2009, hlm. 18
5
Pasal 1 Angka 5 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Bintan, Kawasan Batam, dan Kawasan Karimun.
20. 3
Seiring berjalannya waktu, penetapan Kota Batam sebagai FTZ belum
mampu memenuhi harapan untuk mendongkrak investasi, seperti diutarakan oleh
Haripinto Tanuwijaya selaku Anggota DPD RI pada Batam Pos.6
Menurut Erwin
Ismail selaku importir di Batam sejak diberlakukan FTZ di Batam per 1 April
2009, pergerakan usaha dikawasan industri menurun 30 hingga 40 persen.7
Bambang Hendrawan selaku Ketua Pusat Kajian Regional Politeknik Negeri
Batam mengutarakan pada Sindonews8
bahwa kondisi FTZ Batam menghadapi
permasalahan biaya yang tinggi, belum cukup kompetitif, dan konflik
kewenangan antar lembaga.
Konflik atau tumpah tindih kewenangan antar lembaga yang terjadi di
Kota Batam menjadi sorotan utama penyebab belum optimalnya penyelenggaraan
FTZ di Kota Batam. Ada dua kapten dalam satu kapal. Di satu sisi ada Badan
Pengelola, sisi lainnya ada juga kewenangan pemerintah daerah akibat
konsekuensi dari otonomi daerah.9
Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam
media Batam Today10
mengatakan bahwa terdapat tumpang tindih kewenangan
antara Badan Pengusahaan (selanjutnya disebut BP) Batam dan Pemerintah Kota
(selanjutnya disebut Pemko) Batam yang membingungkan dunia usaha dan
6
Batam Pos, 21 September 2015, Jakarta Dinilai Belum Sepenuhnya Dukung FTZ
Batam (online), batampos.co.id/21-09-2015/jakarta-dinilai-belum-sepenuhnya-dukung-ftz-batam/,
diakses 2 Oktober 2015
7
Tempo, Impor Barang Menurun Sejak FTZ diberlakukan di Batam (online),
http://bisnis.tempo.co/impor-barang-menurun-sejak-ftz-diberlakukan-di-batam, diakses 2 Februari
2016
8
Chandra Gunawan, Evaluasi FTZ Batam Direspon Positif (online),
http://ekbis.sindonews.com/read/997-68/34/evaluasi-ftz-batam-direspon-positif-1430727284,
diakses 2 Februari 2016
9
Faisal Rachman, FTZ BBK Dikelola Pemerintah Pusat (online),
http://www.sinarharapan.co/news/read/150730145/ftz-bbk-dikelola-pemerintah-pusat, diakses 23
November 2015
10
Surya, Gagal Capai Kesepakatan, Darmin Lanjutkan Rakor FTZ Batam Pekan
Depan (online), http://pinang.batamtoday.com/berita65720-gagal-capai-kesepakatan-darmin-
lanjutkan-rakor-ftz-batam-pekan-depan.html, diakses 2 Februari 2016
21. 4
melemahkan pergerakan usaha karena rumitnya proses perizinan yang melalui dua
lembaga tersebut.
Tidak terdapatnya kepastian hukum menjadi salah satu penyebab tidak
optimalnya penyelenggaraan Batam sebagai FTZ sebagaimana diutarakan
dikatakan Fery Mursidan Baldan selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang dalam
media Tribun Batam.11
Jika menelusuri jejak sejarah Kota Batam maka dapat
ditemukan bahwa permasalahan tumpah tindih kewenangan antara Badan
Pengelola dan Pemerintah Kota merupakan permasalahan warisan yang
dikarenakan ketidakjelasan pengaturan hubungan kerjasama antara dua lembaga
tersebut menurut hukum, telah ada pengamanahan dalam UU Nomor 53 Tahun
1999 jo UU Nomor 34 tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten
Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota batam12
untuk adanya sebuah PP yang mengatur hubungan kerja antara lembaga pengelola
dengan pemerintah, namun hingga saat ini pembentukan PP ini tidak terlaksana
dan berhenti saat telah dikeluarkannya Surat Ka.OB Nomor 05/SKB/HK/VI/2000
tentang Pembentukan dan Susunan Tim Perancang Draft Peraturan Pemerintah
tentang Pengaturan Hubungan kerja Pemerintah Kota Batam dengan Badan
Otorita Batam
Permulaan tahun 2016 muncul wacana penetapan Kota Batam sebagai
Kawasan Ekonomi Khusus (selanjutnya disebut KEK) oleh Menteri Dalam Negeri
11
Tribun Batam, 13 Januari 2016, Batam Terlalu Banyak UU yang Berangkai, Orang
Datang Mau Investasi Bukan Baca UU (online),
http://batam.tribunnews.com/2016/01/13/batam-terlalu-banyak-uu-yang-berangkai-orang-datang-
mau-investasi-bukan-baca-uu, diakses 15 Januari 2016
12
Lihat Pasal 21 ayat (3) dan (4) UU Nomor 53 Tahun 1999 jo UU Nomor 34 tahun 2008
tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir,
Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota
batam
22. 5
Tjahjo Kumolo bersamaan dengan rencana pembubaran BP yang dapat diakses
melalui berbagai media informasi.
“Pemerintah berencana untuk menghapus Badan Pengusahaan (BP)
Batam pada awal 2016 mendatang dan menggantinya dengan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Rencana itu diungkapkan Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo... Pemerintah berpendapat,
keberadaan BP Batam berikut pola manajemennya tidak dapat
menarik investasi lebih banyak lagi. Sebab, terjadi tumpang tindih
kewenangan, yakni antara pemerintah daerah dengan BP Batam
sendiri. Segala carut marut manajemen tersebut, kata Tjahjo,
cenderung tidak menguntungkan BP Batam. Hal itu terbukti dari
perhitungan Kemendagri. Selama sepuluh tahun terakhir, terjadi
kehilangan Rp 20 triliun dari sektor perpajakan...” 13
Konsep penyelenggaraan KEK telah diterapkan diberbagai negara.
Indonesia mengadopsi konsep KEK pada tahun 2006 melalui perjanjian
kerjasama, selanjutnya terdapat pengaturan spesifik sebagaimana diamanahkan
dalam UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing BAB XIV
Kawasan Ekonomi Khusus tepatnya dalam pasal 31 ayat (3) yang berbunyi,
“Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan undang-undang”. Pada tahun 2009 tepatnya pada tanggal 14
Oktober 2009 terbentuklah UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus (selanjutnya disebut UU KEK).
Semenjak ditetapkannya UU KEK, sampai dengan tahun 2012, sebanyak
65 KEK yang telah diusulkan, sebaran masing-masing lokasi usulan KEK dapat
dicermati pada gambar berikut ini14
:
13
Fabian Januarius, Pemerintah Hapus BP Batam (online),
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/31/08025161/Januari.2016.Pemerintah.Hapus.BP.Batam
. diakses 5 Januari 2015
14
Laporan Pendahuluan : Kajian Model Analisis Dampak Pembangunan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Terhadap Perekonomian Nasional, hasil kerjasama Sekretariat
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus dengan PT.Sinergi Visi Utama, http://kek.ekon.go.id/,
hlm. 18
23. 6
Gambar 1.2 : Lokasi Usulan KEK
Sumber : kek.ekon.go.id
Hingga saat ini terdapat terdapat 10 Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia
yang ditetapkan berdasarkan PP yakni KEK Tanjung Lesung (PP Nomor 26
Tahun 2012), KEK Sei Mangkei (PP Nomor 29 Tahun 2012), KEK Palu (PP
Nomor 31 Tahun 2014), KEK Bitung (PP Nomor 32 Tahun 2014), KEK Morotai
(PP Nomor 50 Tahun 2014), KEK Tanjung Api-Api (PP Nomor 51 Tahun 2014),
KEK Mandalika (PP Nomor 52 Tahun 2014), KEK MBTK (PP Nomor 85 Tahun
2014), KEK Tanjung Kelayang (PP Nomor 6 Tahun 2016), KEK Sorong (PP
Nomor 31 Tahun 2016).
Gambar 1.3 : 8 Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Sumber : www.kek.ekon.go.id
24. 7
FTZ dan KEK sama-sama merupakan entitas dalam kawasan
pengembangan ekonomi di Indonesia, namun memiliki perbedaan yang
signifikan. Bila kedua hal ini didikotomikan, maka terdapat pandangan dimana
FTZ merupakan kawasan khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi
Undang-Undang, sedangkan KEK merupakan kawasan khusus yang diatur dalam
UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Perbandingan
KEK dan FTZ berdasarkan peraturan perundang-undangan dijabarkan dalam
bentuk tabel sebagai berikut15
:
Tabel 1.1 : Perbandingan KEK dan FTZ berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.
KEK
(UU No 39 Tahun 2009)
FTZ
(UU No 44 Tahun 2007)
Definisi Kawasan dengan batas tertentu dalam
wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan
fungsi perekonomian
dan memperoleh fasilitas tertentu
Suatu kawasan yang berada dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang terpisah dari
daerah pabean, sehingga bebas dari
pengenaan bea masuk, PPN dan PPnBM
dan Cuka
Wilayah Merupakan daerah yang diusulkan dan
memenuhi prasyarat yang kemudian
pembentukan KEK ditetapkan dengan
Peraturan
Pemerintah
Batas-batas Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan
Bebas baik daratan maupun perairannya
ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah
Kelembagaan (1) Dewan Nasional
(2) Dewan Kawasan
(1) Dewan Kawasan
(2) Badan Pengusahaan
Fasilitas Fasilitas tertentu, antara lain:
(1) Perpajakan;
(2) Kepabeanan;
(3) Pertanahan;
(4) Keimigrasian; dan
(5) Ketenagakerjaan. Fasilitas non
fiskal, berupa kemudahan dan
Fasilitas bebas:
(1) Bea Masuk;
(2) PPN dan PPnBM;
(3) Cukai
Bagi pengusaha yang telah mendapat
izin dari Badan Pengusahaan;
15
Ronny Sautma Hotma Bako, Permasalahan di Seputar Kawasan Ekomomi Khusus,
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-bisnis/87-permasalahan-di-seputar-kawasan-ekonomi-
khusus.html diakses tanggal 5 November 2015
25. 8
keringanan, antara lain :
(1) bidang perijinan usaha;
(2) kegiatan usaha;
(3) perbankan;
(4) permodalan;
(5) perindustrian;
(6) perdagangan;
(7) kepelabuhan, dan
(8) keamanan.
Untuk kebutuhan penduduk di kawasan.
Pemasukan barang yang berhubungan
dengan kegiatan usahanya.
Pemasukan dan pengeluaran barang
melalui bandar udara dan pelabuhan
yang ditunjuk dan berada di bawah
pengawasan pabean
Kegiatan Kegiatan usaha di bidang :
(1) Kawasan Pengolahan Eksport;
(2) Tempat Penimbunan Berikat;
(3) Kawasan Industri;
(4) Kawasan Pengembangan
Teknologi;
(5) Kawasan Jasa Keuangan; dan
(6)Kawasan Ekonomi lainnya.
(1) Pemasukan dan pengeluaran barang
ke dan dari kawasan ;
(2) Pemasukan dan pengeluaran barang
ke dan dari kawasan melalui pelabuhan
dan bandar udara yang ditunjuk;
(3) Pemasukan barang konsumsi dari
luar daerah pabean untuk kebutuhan
pendudukan di kawasan.
Prinsip dan
Syarat
1) Pembentukan KEK diatur dalam
Peraturan Pemerintah;
2) Suatu lokasi dapat diusulkan
menjadi KEK jika memenuhi
kriteria dasar sebagai berikut:
a. ada kesanggupan dari
pemerintah
provinsi/kabupaten/kota yang
bersangkutan untuk
melaksanakan pengeolaan
KEK;
b. sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah, ditetapkan
sebagai kawasan budidaya dan
tidak berpotensi menggangu
kawasan lindung;
c. terletak pada posisi yang
strategis yaitu dekat dengan
jalur perdagangan
internasional atau berdekatan
dengan jalur pelayaran
internasional di Indonesia atau
pada wilaya potensi sumber
daya unggulan;
d. telah tersedia dukungan
infrastruktur dan
kemungkinan
pengembangannya;
e. tersedia lahan untuk
pengembangan yang
diusulkan;
f. memiliki batas yang jelas.
1) Kawasan merupakan wilayah hukum
NKRI;
2) Jangka waktu kawasan 70 tahun;
3) Fasilitas diberikan kepada
pengusaha yang telah mendapat izin
dari Badan Pengusahaan;
4) Pengusaha hanya dapat memasukan
barang ke kawasan yang
berhubungan dengan kegiatan
usahanya;
5) Jumlah dan jenis barang yang
diberikan fasilitas ditetapkan oleh
Badan Pengusahaan;
6) Kawasan berfungi sebagai tempat
mengembangkan usaha-usaha di
bidang :perdagangan; jasa; industri;
pertambangan dan energi;
transportasi;maritim dan perikanan;
pos dan telekomunikasi; perbankan;
asuransi; pariwisata; danbidang-
bidang lainnya.
7) Fungsi tersebut meliputi a. kegiatan
manufaktur; rancang bangun;
perekayasaan; penyortiran;
pemeriksaan awal; pemeriksaan
akhir; pengepakan dan pengepakan
ulang atas barang dan bahan baku
dari dalam dan luar negeri;
pelayanan perbaikan atau rekondisi
permesinan dan peningkatan mutu;
b.penyediaan dan pengembangan
prasarana dan sarana air dan sumber
air; prasarana dan sarana
perhubungan, termasuk pelabuhan
laut dan bandar udara; bangunan dan
jaringan listrik; pos dan
telekomunikasi, serta prasarana dan
sarana lainnya.
Sumber : Diolah oleh Ronny Sautma Hotma Bako
26. 9
Perhatian pemerintah dapat dikatakan cukup besar terhadap pelaksanaan
KEK yang diharapkan mampu menambah gairah perekonomian di Indonesia.
Pada November 2015, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi jilid
VI yang salah satu paketnya memuat berkenaan dengan pengembangan KEK
yakni, “Upaya Menggerakkan Perekonomian Di Wilayah Pinggiran Melalui
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)”. Menurut Darmin Nasution
selaku Menko Perekonomian dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan
diharapkan bisa memberikan kepastian, sekaligus memberi daya tarik bagi
penanam modal, serta memberikan kesempatan kerja dan memberikan
penghasilan bagi para pekerja di wilayah masing-masing.16
Terdapat beberapa
kemudahan dalam KEK berdasarkan PP Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas
dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, yang dijabarkan kedalam tabel
yang diolah sebagai berikut17
:
Tabel 1.2 : Kemudahan yang diberikan di KEK
No Bidang Fasilitas dan Kemudahan
1
Pajak Penghasilan
(PPh)
1. Kegiatan Utama (Tax Holiday):
a. Pengurangan PPh sebesar 20-100 persen
selama10-25 tahun dengan nilai investasi lebih dari
Rp. 1 triliun.
b. Pengurangan PPh sebesar 20-100 persen selama 5-
15 tahun dengan nilai investasi lebih dari Rp. 500
milyar.
2. Kegiatan di luar Kegiatan Utama (Tax Allowance):
a. Pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen
selama 6 tahun;
b. Penyusutan yang dipercepat;
3. PPh atas deviden sebesar 10 persen
4. Kompensasi kerugian 5-10 tahun
16
Ferial, Paket Kebijakan Ekonomi VI (online),
http://ebtke.esdm.go.id/post/2015/11/18/1016/paket-kebijakan-ekonomi-vi, diakses 16 Januari
2015
17
Ronny Sautma, Loc.cit
27. 10
2 PPN dan PPnBM
1. Impor: tidak dipungut
2. Pemasukan dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
(TLDDP) ke KEK tidak dipungut
3. Pengeluaran dari KEK ke TLDDP tidak dipungut
4. Transaksi antar pelaku di KEK: tidak dipungut
5. Transaksi dengan pelaku di KEK lain: tidak dipungut
3 Kepabeanan
1. Dari KEK ke pasar domestik: tarif bea masuk memakai
ketentuan Surat Keterangan Asal (SKA)
4
Pemilikan Properti
Bagi Orang Asing
1. Orang asing/badan usaha asing dapat memiliki
hunian/properti di KEK (Rumah Tapak atau Satuan Rumah
Susun).
2. Pemilik hunian/properti diberikan izin tinggal dengan Badan
Usaha Pengelola KEK sebagai penjamin
3. Dapat diberikan pembebasan PPnBM dan PPn atas barang
sangat mewah (luxury)
5
Kegiatan Utama
Pariwisata
1. Dapat diberikan pengurangan Pajak Pembangunan I sebesar
50-100%
2. Dapat diberikan pengurangan Pajak Hiburan sebesar 50-
100%
6 Ketenagakerjaan
1. Di KEK dibentuk Dewan Pengupahan dan LKS Tripartit
Khusus
2. Hanya 1 Forum SP/SB di setiap perusahaan
3. Pengesahan dan perpanjangan Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA) di KEK
4. Perpanjangan Ijin Menggunakan Tenaga kerja Asing
(IMTA) di KEK
7 Keimigrasian
1. Fasilitas Visa Kunjungan Saat Kedatangan selama 30 hari
dan dapat diperpanjang 5 (lima) kali masing-masing 30 hari
2. Visa kunjungan beberapa kali (multiple visa) yang berlaku 1
tahun
3. Izin tinggal bagi orang asing yang memiliki properti di KEK
4. Izin tinggal bagi orang asing lanjut usia yang tinggal di
KEK Pariwisata
8 Pertanahan
1. Untuk KEK yang diusulkan Badan Usaha Swasta diberikan
HGB dan perpanjangannya diberikan langsung bersamaan
dengan proses pemberian haknya.
2. Administrator KEK dapat memberikan pelayanan
pertanahan
9 Perizinan
1. Administrator berwenang menerbitkan izin prinsip dan izin
usaha melalui pelayanan terpadu satu pintu di KEK
2. Percepatan penerbitan izin selambat-lambatnya 3 jam
(dalam hal persyaratan terpenuhi)
3. Penerapan perizinan dan nonperizinan daftar pemenuhan
persyaratan (check list)
4. Proses dan penyelesaian perizinan dan non perizinan
keimigrasian, ketenagakerjaan, dan pertanahan di
Administrator KEK
Sumber : Diolah oleh Ronny Sautma Hotma Bako
Pengembangan konsep KEK tidak terlepas dari aspek hukum sebagaimana
dipaparkan dalam modul kajian yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara bahwa
aspek hukum adalah tantangan dalam program KEK karena bagaimanapun
program KEK tidak terlepas dari landasan hukum yang akan menjadi dasar aturan
28. 11
main (rule of game) seluruh aktivitas KEK. Prof. DR. Bismar Nasution, SH., M.H
menjelaskan supaya pembangunan ekonomi dilakukan berlandaskan hukum.18
Pendulum penentu berhasil atau tidak berhasilnya program KEK ini berada
kepada pengaturan KEK dalam sistem hukum nasional.19
Masalah hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat pada suatu
wilayah dan waktu tertentu.20
Ubi Societas Ibi Ius.21
Belajar dari pengalaman
penyelenggaraan Batam sebagai FTZ hingga perencanaan penetapan sebagai KEK
maka diperlukan kajian secara yuridis sehingga mampu merumuskan seperangkat
formulasi hukum yang efisien dan koheren untuk terlaksana KEK di Kota Batam
sehingga mampu memenuhi hasil yang diharapkan sebagaimana dipaparkan oleh
Darmin Nasution selaku Menteri Koordinator Perekonomian dalam Tempo22
bahwa daerah Batam, Bintan, dan Karimun adalah kawasan yang bisa
berkembang cepat di masa depan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Dengan
demikian peneliti menutuskan untuk meneliti berkenaan dengan wacana
penetapan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus yang dikemas dalam judul
PERENCANAAN PENETAPAN KOTA BATAM SEBAGAI KAWASAN
EKONOMI KHUSUS DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH
18
Laporan Pendahuluan : Kajian Model Analisis Dampak.... Op.cit, hlm. 22
19
Ronny Sautma Hotma Bako, Loc.cit
20
Prof Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum : Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta : Pt.Gramedia, 2006, hlm. 209
21
Adegium Ubi Societa Ibi Ius dikemukan oleh Marcus Tullieus (106-43 SM), seorang
filsuf, ahli hukum, dan ahli politik kelahiran Roma. Adegium ini merupakan pengabaran betapa
eratnya hubungan antara hukum dan masyarakat, dimana hukum merupakan sebuah keniscayaan
dari kehidupan bermasyarakat
22
Tempo, 12 Januari 2016, Darmin Cari Alternatif Solusi Dualisme Kewenangan di
Batam (online), http://bisnis.tempo.co/read/news/2016/01/12/090735120/darmin-cari-alternatif-
solusi-dualisme-kewenangan-di-batam, diakses tanggal 15 Januari 2016
29. 12
B RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah persyaratan dan mekanisme penetapan suatu daerah
sebagai KEK?
2. Apakah Kota Batam memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai
KEK?
C TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui persyaratan dan mekanisme dalam penetapan suatu daerah
sebagai KEK
2. Mengetahui apakah Batam memenuhi persyaratan untuk ditetapkan
sebagai KEK
D MANFAAT PENULISAN
1. Secara Teoritis
Sumbangan pemikiran guna memperkaya pengetahuan terkait perencanaan
penetapan Batam sebagai KEK
2. Secara Praktis
a. Bagi masyarakat umumnya penulisan ini mampu memberikan
informasi terkait penetapan Batam sebagai KEK
b. Bagi pembuat kebijakan atau pemerintahan, penulisan ini dapat
dijadikan bahan untuk menganalisis, mempersiapkan, dan
mengevaluasi, pelaksanaan dari penetapan Batam sebagai KEK
sehingga memiliki nilai kemanfaatan bagi seluruh pihak
30. 13
E LEMBAR ORISINALITAS
Tabel 1.3 : Orisinalitas
No
Nama/Instansi/
Tahun
Judul
Rumusan
Masalah
Keterangan
1
Audrey Gamaliel/
Magister Sains
Perkotaan
Universitas
Indonesia/2007
Konflik Pengelolaan
Kota Batam
1. Apakah terjadi konflik
pengelolaan kota
antara Badan Otorita
dan Pemerintah Kota
Batam?
2. Apa saja jenis konflik
yang terjadi di Batam
3. Apakah dampak dari
konflik terhadap
perkembangan Kota
Batam?
Keseluruhan
penelitian
membahas
permasalahan
berkenaan
dengan
pengelolaan Kota
Batam sebagai
FTZ, fokusan
penulis adalah
membawa
gagasan baru
dari aspek
yurudis guna
menetapkan Kota
Batam sebagai
KEK
2
Novlinda/ Program
Pascasarjana
Magister
Kenotariatan
Universitas
Sumatera Utara
/2010
Kewenangan Pemerintah
Daerah di Bidang
Pertanahan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
(Analisis terhadap
Kewenangan Bidang
Pertanahan Antara
Pemerintah Kota Batam
dan Otorita
Pengembangan Daerah
Industri Pulau Batam
1. Bagaimana penyerahan
kewenangan bidang
pertanahan pada
Pemerintah Daerah
berdasarkan UU
Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan
Daerah?
2. Bagaimana status
kewenangan otorita
Batam bidang
pertanahan berkaitan
dengan lahirnya UU
Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan
Daerah ?
3. Bagaimana keabsahan
peraturan bidang
pertanahan yang telah
diterbitkan oleh otorita
Batam apabila terjadi
peralihan kewenangan
kepada Pemerintah
Kota Batam
sehubungan dengan
UU Nomor 32 tahun
2004 tentang
Pemerintah Daerah ?
3
Isdian Anggraeny/
Program
Pascasarjana
Magister
Kenotariatan
Universitas
Brawijaya/2014
Akibat Hukum
Insinkronisasi
Pengaturan Bidang
Pertanahan (Studi Kasus
Penerbitan Surat
Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor
SK.463/Menhut-II/2013
di Kota Batam)
1. Mengapa terjadi
insinkronisasi
pengaturan bidang
pertanahan dengan
Surat Keputusan
Menteri Kehutanan
Nomor SK.
463/Menhut-II/2013 di
Kota Batam?
2. Apa akibat hukum
insinkronisasi
pengaturan bidang
pertanahan dengan
31. 14
Surat Keputusan
Menteri Kehutanan
Nomor SK.
463/Menhut-II/2013 di
Kota Batam?
3. Bagaimana solusi
hukum dari
insinkronisasi
pengaturan bidang
pertanahan untuk
mewujudkan kepastian
hukum status Hak Atas
Tanah di Kota Batam?
F SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan skripsi terdiri atas bab dan sub bab yang ditulis berurutan, secara
singkat, padat, dan jelas substansi dari tiap bagiannya akan diuraikan sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Penulis menjelaskan mengenai pengertian, teori, dan yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti dari aspek hukum sebagai pisau analisis .
BAB III METODE PENELITIAN
Menjabarkan bagaimana cara atau tahapan yang ditempuh penulis dalam
melakukan penelitian hingga mampu menghasilkan hasil berupa data yang siap
diolah
32. 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam BAB IV mendeskripsikan bagaimana proses penetapan kawasan ekonomi
khusus dan bagaimana penetapan Batam sebagai KEK.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan-kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya
sekaligus saran yang berisi beberapa masukan yang diharapkan menjadi
pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait, khususnya pihak pemerintah sebagai
perumus kebijakan.
33. 16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A Konsep Negara Kesatuan
Negara merupakan organisasi kemasyarakatan yang paling tinggi dan
khusus dengan syarat dan sifatnya. C.F. Strong mengatakan, “there is no state that
we know today which has not been built into its existingg by a proses of
integration or knitting together.”23
Tidak ada suatu negara yang kita kenal saat ini
yang pembentukannya tidak melalui proses integrasi atau penggabungan bersama.
Bentuk negara menurut Thomas Aquinas merupakan hal yang penting dimana
akan menentukan hakikat atau watak keseluruhan komunitas politik.
Bentuk negara merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan
peninjauan secara yuridis mengenai negara. Bentuk negara menurut Mac Iver
melukiskan dasar-dasar negara dan tertib suatu negara berhubungan dengan organ
tertinggi dalam negara itu dan kedudukan masing-masing organ. Bentuk negara
berasal dari bahasa Belanda, yaitu ”staatvormen”, bentuk susunan negara dibagi
menjadi dua, yaitu kesatuan (unitaris) dan federasi (negera serikat).
“Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan
berdaulat, dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan
mengatur seluruh daerah. Namun dalam pelaksanaannya, negara
kesatuan ini terbagi kedalam dua macam sistem pemerintahan yaitu:
Sentral dan Otonomi”.24
23
Charles F. Strong, Modern Political Constitutions: An Introduction to the
Comparative Study of Their History and Existing Form, Sidgwick & Jackson, 1980, hlm. 82
24
Anonym, Bentuk Negara (online), http://pemerintah.net/bentuk-negara/, diakses 11
April 2016
34. 17
“Negara Serikat adalah beberapa negara bagian yang menjadi sebuah
negara berdaulat. Negara bagian tidak memiliki kedaulatan. Berbeda
dengan negara kesatuan, negara bagian memiliki kewenangan untuk
membuat undang-undang sendiri akan tetapi tetap harus sesuai dengan
Konstitusi dasar negara serikat tersebut. Negara bagian juga bisa
memiliki kepala negara sendiri, dan parlemen sendiri. Negara pusat
(federal) memiliki kedaulatan atas negara bagian dan mengambil alih
beberapa kekuasaan yang berhubungan dengan moneter, pertahanan,
POS, politik LN, dan telekomunikasi. Sedangkan urusan dalam negeri
lain adalah menjadi kewenangan negara bagian.”25
Indonesia memilih bentuk negara kesatuan dengan sifat republik, alasannya
adalah agar pemerintah negara terikat kontrak dengan warga negaranya melalui
sistem pemilu.26
Jika pemerintahan negara terikat kontrak dengan warga
negaranya, diharapkan tujuan bernegara dapat dijalankan dan
dipertanggungjawabkan secara sungguh-sungguh oleh penyelenggara pemerintah
negara.27
Semangat persatuan yang dimiliki dalam pembentukan Indonesia
menjadi landasan pemilihan konsep negara kesatuan sebagai bentuk negara
Indonesia.
Indonesia sebagai negara kesatuan termaktub dalam pasal 1 ayat (1) UUD
NRI Tahun 1945 yang berbunyi, “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik.” Yang melaksanakan fungsi negara kesatuan yakni
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.28
25
Anonym, Bentuk Negara, Loc.cit
26
Riant Nugroho Dwidjowijoto, Manajemen Pembangunan Indonesia : Sebuah
Pengantar dan Panduan, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2006, hlm. 186
27
Ibid
28
Lihat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea ke-IV
35. 18
Pada saat sekarang ini suatu negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua
bentuk yakni; 1) Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi. 2) Negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi. Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
segala hal dalam kehidupan bernegara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah
pusat dan daerah menjadi pelaksana, alur hubungan yang terjadi adalah bersifat
instruktif. Sedangkan dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, Daerah
diberikan kekuasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
(otonomi daerah) yang dinamakan dengan daerah otonom. Pada saat ini Indonesia
mengunakan sistem desentralisasi dalam pelaksanaan negara kesatuan, hal ini
ditandai dengan adanya pengaturan berkenaan dengan pemerintah daerah yang
pertama kali diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
B Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Keberadaan pemerintahan daerah merupakan amanah konstitusi yang
secara tertuang dalam pasal 18 UUD NRI Tahun 1945. Pemerintahan daerah
berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 jo UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Pemerintah Daerah memiliki pengertian sebagai penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
36. 19
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.29
Asas otonomi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945 dalam penerapannya terdapat tiga asas30
yakni :
a) Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.
b) Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau
kepada gubernur dan bupati/walikota sebagai penanggung jawab urusan
pemerintahan umum.
c) Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah Pusat kepada daerah
otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi
kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
Penyelenggaraan pemerintah daerah saat ini didasarkan pada Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Sejak proklamasi terdapat berbagai
produk undang-undang yang mengatur mengenai pemerintah daerah, Siswanto
Sunarno menjelaskan sebagai berikut :
“Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-undang Nomor 22
Tahun 1948, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1965, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974,
29
Lihat pasal 1 angka 2 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
30
Lihat pasal 1 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
37. 20
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan terakhir Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004”.31
Keberadaan pemerintahan daerah bertujuan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat, dijelaskan berdasarkan UUD NRI Tahun
1945 maupun UU PEMDA bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan asas otonomi. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sehingga terdapat kebutuhan untuk melakukan klasifikasi
isi otonomi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara nyata.32
Siswanto
menjabarkan pemikiran berkenaan dengan otonomi daerah sebagai berikut :
“Pemikiran pertama, bahwa prinsip otonomi daerah dengan
menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. Arti seluas-luasnya
ini mengandung makna bahwa daerah diberikan kewenangan
membuat kebijakan daerah, untuk memberi pelayanan, peningkatan
peran serta prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemikiran kedua, bahwa
prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu
prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan
berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah
ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis
otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.
Adapun otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan
dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk
memberdayakan daerah termasuk peningkatkan kesejahteraan rakyat
yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional”.33
31
Siswanto Sunarno, Op.cit, hlm. 54
32
Hari Sabarno, Memandu Otonomi Darah Menjaga Kesatuan Bangsa. Jakarta : Sinar
Grafika, 2008, hlm. 35
33
Siswanto Sunarno, Op.cit, hlm. 8
38. 21
Terdapat beberapa urusan rumah tangga yang mampu diurus sendiri
dengan adanya otonomi daerah. Jimly Asshiddiqie34
membagi kedalam tiga ajaran
dalam pembagian penyelenggaraan pemerintah negara,yakni: (1) Ajaran rumah
tangga materiil; (2) Ajaran rumah tangga formil; dan (3) Ajaran rumah tangga riil.
Lebih lanjut ketiga ajaran rumah tangga ini dijelaskan oleh Jimly Asshiddiqie
sebagai berikut:35
1) Ajaran rumah tangga materiil, melihat pada materi yang telah ditentukan
berkenaan hal yang akan diurus oleh pemerintahan pusat atau pemerintahan
daerah masing-masing. Sehingga dalam hal ini dapat diketahui manakah
urusan yang termasuk rumah tangga daerah atau pusat. Dengan demikian
Pemerintah Pusat dinilai tidak akan mampu menyelenggarakan sesuatu
urusan dengan baik karena urusan itu termasuk materi yang dianggap hanya
dapat dilakukan oleh daerah, atau sebaliknya Pemerintah Daerah tidak akan
mampu menyelenggarakan suatu urusan karena urusan itu termasuk materi
yang harus diselenggarakan oleh pusat.
2) Ajaran rumah tangga formil, merupakan urusan rumah tangga daerah
dengan penyerahannya didasarkan atas peraturan perundang-undangan,
sehingga hal-hal yang menjadi urusan rumah tangga daerah dipertegas
rinciannya dalam undang-undang.
3) Ajaran rumah tangga riil, yaitu urusan rumah tangga yang didasarkan
kepada kebutuhan riil atau keadaan yang nyata, dengan didasarkan
pertimbangan untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya, sesuatu
urusan yang merupakan wewenang pemerintah daerah dikurangi, karena
34
Jimly Asshiddiqie, Pokok – Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, Jakarta :
PT.Bhuana Ilmu Populer, 2007, hlm. 423.
35
Ibid, hlm. 424-426
39. 22
urusan itu menurut keadaan riil sekarang berdasarkan kebutuhan yang
bersifat nasional. Akan tetapi sebaliknya suatu urusan dapat pula
dilimpahkan kepada daerah untuk menjadi suatu urusan rumah tangga
daerah, mengingat manfaat dan hasil yang akan dicapai jika urusan itu tetap
diselenggarakan oleh pusat akan menjadi berkurang dan penambahan atau
pengurangan suatu wewenang harus diatur dengan undang-undang atau
peraturan peraturan lainnya.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah terdapat nilai yang dasar yang
terkandung dalam konstitusi yakni UUD NRI Tahun 1945, nilai dasar tersebut
dikembangan menjadi nilai unitaris yang diwujudkan dalam pandangan bahwa
Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat
negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat,
bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-
kesatuan pemerintahan; dan kedua, Nilai dasar desentralisasi teritorial, dari isi dan
jiwa Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut
di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik
desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
C Kawasan Ekonomi Khusus
Kawasan Khusus atau spesial distric menurut Mizany dan Manatt sebagai
any agency of the state for the local performance of governmental or proprietary
functions within limited boundaries.36
Secara sederhana, kawasan khusus
merupakan pemerintahan lokal yang terpisah yang menyelenggarakan pelayanan
36
Kimia Mizany dan April Manatt, “What So Special About District, A Citizen’s Guide
to Special Districts in California, Third ed”, www.csda.net, diakses 29 juli 2016.
40. 23
publik pada daerah tertentu.37
Kawasan Ekonomi Khusus atau disebut KEK
berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU KEK adalah kawasan dengan batas tertentu
dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan
untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK adalah bagian dari strategi pengembangan ekonomi daerah dan nasional
yang terus didorong oleh pemerintah. Strategi pengembangan ekonomi daerah
merupakan rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan
berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan melalui
proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang
berkelanjutan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.38
Tabel 2.1 : Contoh Pelaksanaan SEZ/KEK
Sumber : BPMPD Pemerintah Provinsi Kepri, 2010
Proses pengembangan ekonomi daerah ini dilakukan dengan melakukan
penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan
37
Ibid.
38
Laporan Pendahuluan : Kajian Model Analisis Dampak... Op.cit, hlm. 11
41. 24
berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan
ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.39
KEK tediri atas satu atau lebih zona40
yaitu : pengolahan ekspor, logistik, industri,
pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan/atau ekonomi lain.41
Gambar 2.1 : Zona yang Berada dalam KEK
Sumber : Sekretariat Dewan Nasional KEK, 2013
Kelahiran dari konsep KEK merupakan bagian dari perkembangan
kegiatan ekonomi dalam kehidupan bernegara sebagai jawaban dari pertanyaan
strategis berkenaan permasalahan ekonomi yang pernah terjadi, proses
penempuhan berkenaan masalah ekonomi ini pernah dilakukan oleh negara Asia
pada periode 1960-1970an.42
Kawasan khusus akan difungsikan sebagai “ujung
tombak” pembangunan ekonomi.
39
Lihat Pasal 2 UU Nomor 39 Tahun 2009 tenang Kawasan Ekonomi Khusus
40
Dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 39 Tahun 2009 yang dimaksud dengan zona adalah
area di dalam KEK dengan batas tertentu yang pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya.
41
Lihat Pasal 3 UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
42
Kuntjoro – Jakti menjelaskan di tengah-tengah situasi-kondisi ekonomi global dengan
hambatan tarif dan non-tarif dalam perdagangan internasional pada periode 1950-an sampai
dengan 1980-an dicoba ditengahi oleh negiosasi GATT (sekarang WTO), pemanfaatan strategi
pembangunan kawasan-kawasan khusus tersebut dinilai ampuh untuk meningkatkan daya saing di
pasaran regional/global. Dengan perhitungkan seperti ini dibangunlah oleh sejumlah kawasan
42. 25
Maksud pengembangan KEK, antara lain43
:
1. Memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang
memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan industri, ekspor impor
serta kegiatan ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi;
2. Meningkatkan pendapatan devisa bagi negara melalui perdagangan
internasional; dan
3. Meningkatkan kesempatan kerja, kepariwisataan dan investasi.
Gambar 2.2 : Sinergitas Pendekatan Daerah Tertinggal-KAPET-FTZ-KEK
Sumber: Deputi Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, 2009
Selain itu fungsi dari diadakannya KEK, antara lain44
:
1. Menjadi pusat kegiatan ekonomi dan terkait dengan wilayah pengembangan
lainnya;
2. Harus mampu memberikan manfaat bagi kawasan lain;
khusus, dimulai dari Asia Pasifik lalu menyebar ke Amerika Tengah, Amerika Latin, Timur
Tengah dan Afrika, serta terakhir ke bekas Uni Sovyet dan Comecon. Patut disayangkan bahwa
pembangunan kawasan khusus di Indonesia berjalan lambat, tidak tegas, dan berubah-ubah ditiap
periode pemerintahan. Ketidakpastian pemerintah itu tampak semenjak upaya membangun Bonded
Zone di wilayah Pelabuhan Nusantara/Tanjung Priok pada awal 1970-an sampai ke saat
pembangunan Otorita Batam pada medio 1970-an, terus hingga ke saat upaya membangun
sejumlah KEK dewasa ini.
43
Budi Santoso, Tinjauan Dari Perspektif Departemen Perdagangan Terhadap
Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus,
Diskusi Internal dengan Tim Peneliti P3DI, Jakarta 4 April 2008.
44
Ibid
43. 26
3. KEK bukan merupakan kawasan tertutup sehingga memberikan efek ganda
terhadap perekonomian lokal;
4. Harus dapat mendorong pertumbuhan industri pendukung di sekitar kawasan.
Adapun hal-hal yang melatarbelakangi pembentukan Kawasan Ekonomi
Khusus adalah45
:
1. Setelah bertahun-tahun pelaksanaan otonomi daerah, ketimpangan
pembangunan antar wilayah belum merata.
2. Desentralisasi, peningkatan peran pemerintah daerah dan kemampuan
keuangan daerah dan negara.
3. Pengembangan investasi di suatu daerah.
4. Investasi membantu mendorong pertumbuhan ekonomi
5. Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud adalah yang mendorong penciptaan
lapangan kerja berbasis industri pengolahan sumber daya alam (Indonesia)
dan manufaktur
6. Penciptaan lapangan kerja mendorong peningkatan supply produk barang
dan jasa untuk ekspor pasar global
7. Peningkatan ekspor mendorong peningkatan pendapatan tenaga kerja,
peningkatan devisa Negara, peningkatan daerah dan multiplier bagi
pengembangan sektor-sektor lainnya.
Perbedaan utama KEK dengan kawasan ekonomi lainnya, selain
kemudahan yang diberikan adalah keterlibatan pemerintah daerah, sehingga dapat
dikatakan pemerintah daerah mengambil peran cukup banyak berkenaan dengan
penyelenggaraan KEK. Hal ini dapat dilihat dari mekanisme pembentukan KEK
45
Laporan Pendahuluan : Kajian Model Analisis Dampak ... Op.cit, hlm. 17
44. 27
dimana merupakan proses pengajuan dari daerah sendiri. Pada Tahun 2006 oleh
Tim Nasional Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia (Timnas
KEKI) menetapkan 12 kriteria untuk menjadikan kawasan sebagai kawasan
ekonomi khusus, yaitu46
:
1. KEKI harus diusulkan sendiri oleh Pemda dan memperoleh komitmen kuat
dari Pemda bersangkutan. Komitmen itu berupa kesediaan Pemda untuk
menyerahkan pengelolaan kawasan yang diusulkan kepada manajemen
khusus;
2. Kepastian kebijakan, meliputi dukungan aspek legal dalam pengembangan
kegiatan ekonomi, baik kebijakan fiskal ataupun non fiskal;
3. Merupakan pusat kegiatan wilayah yang memenuhi RTRW. Selain itu telah
ditetapkan sebagai kawasan perindustrian atau oleh UU telah ditetapkan
sebagai wilayah dengan perlakuan khusus;
4. Tidak harus satu kesatuan wilayah, namun merupakan kawasan yang relatif
telah berkembang dan memiliki keterkaitan dengan wilayah pengembangan
lain;
5. Sudah tersedia fasilitas infrastruktur pendukung;
6. Tersedia lahan untuk industri minimal 10 hektar ditambah lahan untuk
perluasannya;
7. Tersedia tenaga kerja yang terlatih di sekitar lokasi;
8. Lokasi harus memberikan dampak ekonomi yang signifikan;
46
Tim Menetapkan 12 Syarat KEKI”, Kompas 5 Agustus 2006, jo “Urgensi Strategis
Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia”, Business News 7401/16-8-2006, hlm. 4.
45. 28
9. Lokasi tidak terlalu jauh dengan pelabuhan dan bandara internasional. Selain
itu secara geopolitis wilayah KEKI bersaing dengan negara lain atau bisa
menjadi komplementer dari sentra produksi di negara lain;
10. Secara ekonomi strategis, dekat dengan lokasi pasar hasil produksi, tidak jauh
dari sumber bahan baku atau pusat distribusi internasional;
11. Tidak mengganggu daerah konservasi alam; dan
12. Memiliki batas yang jelas baik batas alam maupun batas buatan, serta kawasan
yang mudah dikontrol keamanannya, sehingga mencegah upaya
penyelundupan.
Konsep KEK ini secara hukum disahkan dengan adanya Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Secara konkrit
Pemerintah memberikan payung hukum untuk penyelenggaraan KEK adalah
sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan
Kawasan Ekonomi Khusus;
3. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional KEK dan
Dewan Kawasan KEK;
4. Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional KEK;
5. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 06 Tahun 2010
tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Cara Pengambilang Keputusan
Dewan Nasional KEK;
46. 29
6. Peraturan Menteri Koodinator Bidang Perekonomian Nomor 07 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Nasional KEK;
7. Peraturan Menteri Koodinator Bidang Perekonomian Nomor 07 Tahun 2011
tentang Pedoman Pengusulan Pembentukan KEK;
8. Peraturan Menteri Koodinator Bidang Perekonomian No. 08 Tahun 2011
tentang Pedoman Evaluasi Usulan Pembentukan KEK.
Struktur kelembagaan dalam pengembangan KEK47
terdiri atas dua
tingkatan yaitu : Dewan Nasional di pusat dan Dewan Kawasan di setiap provinsi
yang sebagian wilayahnya ditetapkan sebagai KEK, Dewan Kawasan
bertanggungjawab kepada Dewan Nasional. Pada setiap KEK dibentuk
Administrator yang bertugas untus melaksanakan pemberian izin usaha dan izin
lain yang diperlukan bagi pelaku usaha, memonitor dan mengendalikan
operasionalisasi KEK, serta menyampaikan laporan operasionalisasi KEK kepada
Dewan Kawasan. Terdapat Badan Usaha yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan kegiatan usaha..
Gambar 2.3 : Struktur Kelembagaan KEK
Sumber : Sekretariat Dewan Nasional, 2013
47
Lihat BAB IV Kelembagaan dalam UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus
47. 30
KEK dapat diusulkan oleh tiga pihak yaitu : Badan Usaha, Pemerintah
Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi), dan Pemerintah
Pusat. Usulan disampaikan kepada Dewan Nasional untuk memperoleh
persetujuan. Terdapat nilai peluang yang dimiliki KEK sebagai bentuk
perkembangan mutakhir dari berbagai bentuk kerjasama ekonomi sebelumnya.
KEK diharapkan mampu membawa nilai positif bagi perekonomian nasional
sebagaimana pengalaman sukses dari beberapa negara yang terlebih dahulu
menjalankan program KEK. Secara imaginer, program KEK kemungkinan dapat
membawa dampak positif dalam berbagai hal antara lain: a) Diharapkan dapat
membuka lapangan pekerjaan baru dalam jumlah besar, sehingga dapat menyerap
tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran. b) Dengan terserapnya
angkatan kerja di masyarakat, akan meningkatkan income perkapita masyarakat,
hal ini akan meningkatkan daya beli masyarakat. c) Dengan meningkatnya daya
beli masyarakat maka kegiatan sektor ekonomi riil lainnya berupa perdagangan
barang dan jasa mengalami kemajuan. d) Selain itu dengan adanya KEK yang
akan menjadi tempat beroperasinya berbagai industri dan perdagangan, maka
diharapkan akan dapat menampung hasil produksi pertanian, perkebunan,
perikanan, kerajinan masyarakat sekitar (hinterland) untuk diolah sebagai bahan
baku bagi industri yang ada di KEK. e) Dengan adanya pasar penampungan hasil-
hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan masyarakat akan
meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. f) Dengan
berkembangnya kegiatan KEK, diharapkan akan mendorong perkembangan
48. 31
industri jasa pendukung lainnya yang menjadi usaha masyarakat sekitar, misalnya
jasa angkutan, jasa pelayanan penginapan, jasa hiburan, perhotelan dan lain-lain.48
Selain memiliki peluang, implementasi dari KEK juga memiliki tantangan
dimana terdapat beberapa aspek yang rawan berbenturan dengan kepentingan
KEK seperti aspek hukum, aspek sosial budaya, aspek politik termasuk aspek
pertahanan dan keamanan. Pertama, aspek hukum dimana program KEK tidak
terlepas dari landasan hukum yang akan menjadi dasar aturan main (rule of game)
sehingga implikasi dari sebuah globalisasi ekonomi adalah sebuah globalisasi
hukum dimana hukum melewati batas negara, upaya penarikan investor dengan
pelonggaran-pelonggaran dapat menciderai kedaulatan hukum nasional. Kedua,
aspek sosial budaya yaitu adanya pergeseran karena kehadiran KEK disadari atau
tidak akan mengubah perilaku masyarakat diakibatkan perbauran antara budaya
asing yang umumnya sekuler bersinggungan dengan budaya lokal/daerah yang
umumnya religius, terikat adat istiadat, tata krama dan kebiasaan lainnya. Ketiga,
aspek politik dan keamanan, KEK secara disadari maupun tidak mengakibatkan
adanya perubahan dan perbauran budaya lokal dan budaya asing, apabila tidak
dicermati secara benar dan bijaksana, dapat menimbulkan konflik horizontal yang
mengganggu stabilitas politik dan keamanan
48
Laporan Pendahuluan : Kajian Model Analisis Dampak ... Op.cit, hlm. 21-22
49. 32
BAB III
METODE PENELITIAN
A Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif
dengan bentuk pemecahan masalah hukum yang pada dasarnya bertumpu pada
penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka dan dokumen-
dokumen hukum yang relevan dengan permasalahan hukum yang dikaji. Menurut
Wignyosubroto penelitian jenis ini adalah penelitian-penelitian atas hukum yang
dikonsepkan dan dikembangkan atas dasar doktrin yang diatur pengkonsep
dan/atau sang pengembangnya.49
Peneliti menggunakan pendekatan utama yakni pendekatan perundang-
undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan (statue approach)
akan lebih akurat bila dibantu oleh satu lebih pendekatan lain yang cocok, guna
memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi
problem hukum yang dihadapi.50
Digunakan beberapa tambahan pendekatan yaitu
pendekatan konsep (conceptual aproach), dan pendekatan komparatif atau
perbandingan (comparative approach).
49
Soetandoyo Wignyosubroto, Hukum Sebagai Objek Penelitian dan Keragaman-
Keragaman Definisi Konseptualnya, Makalah LPPM Universitas Widyagama Malang, 4
Oktober 2006
50
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang :
Bayumedia Publishing, 2005, hlm. 251
50. 33
1. Pendekatan perundang-undangn (statue approach) yaitu menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
ditangani.51
Peneliti melihat peraturan hukum yang berkaitan dengan KEK
di Indonesia
2. Pendekatan konsep (conceptual approach) yaitu penelitian atau
pengkajian konsep hukum seperti : sumber hukum, fungsi hukum,
lembaga hukum, dan sebagainya.52
Dalam topik penetapan Batam sebagai
KEK maka peneliti melihat bagaimana penetapan Batam sebagai KEK.
3. Pendekatan komparatif atau perbadingan (comparative approach) yaitu
merupakan kegiatan penelitian yang membandingkan sebuah aturan atau
sistem hukum yang satu dengan yang lain, sebuah aturan hukum yang
berlaku pada satu negara dengan negara lain.53
Peneliti dalam hal ini
dalam merumuskan berkenaan dengan penetapan Batam dengan KEK
dilakukan dengan melihat penyelenggaran KEK yang telah ada secara
sederhana, tepatnya di 10 KEK yakni KEK Tanjung Lesung (PP Nomor 26
Tahun 2012), KEK Sei Mangkei (PP Nomor 29 Tahun 2012), KEK Palu
(PP Nomor 31 Tahun 2014), KEK Bitung (PP Nomor 32 Tahun 2014),
KEK Morotai (PP Nomor 50 Tahun 2014), KEK Tanjung Api-Api (PP
Nomor 51 Tahun 2014), KEK Mandalika (PP Nomor 52 Tahun 2014),
KEK MBTK (PP Nomor 85 Tahun 2014), KEK Tanjung Kelayang (PP
Nomor 6 Tahun 2016), KEK Sorong (PP Nomor 31 Tahun 2016).
51
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, 2007, hlm. 96.
52
Bahder Johan.N , Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung : Mandar Maju, 2008,
hlm. 92
53
Fokky Fuad, Materi Perkuliahan : Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Materi
tidak diterbitkan, Universitas Esa Unggul
51. 34
B Bahan Hukum dan Sumber Bahan Hukum
Penelitian hukum normatif adalah pengkajian terhadap bahan-bahan
hukum, baik bahan hukum primer, maupun bahan hukum skunder.54
Peter
Mahmud Marzuki mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak
mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah sumber penelitian berupa
bahan hukum. Pengunaan bahan hukum merupakan karakteristik utama dari
penelitian hukum normatif, karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif
dalam melakukan pengkajian hukum adalah sumber utamanya adalah bahan
hukum bukan data atau fakta sosial.55
Bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari :
a) Bahan Hukum Primer
Bahan-bahan atau aturan hukum yang mengikat dan diurut secara
hierarki.56
Bahan Hukum primer dalam penulisan ini melingkupi :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 jo 9 Tahun 2015 tentang
Pemerintahan Daerah
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1999 jo UU
Nomor 34 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak,
Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi,
dan Kota Batam
54
Bahder Johan, Op.cit, hlm. 97
55
Ibid, hlm. 86
56
Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004, hlm. 31
52. 35
d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
e. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2010 tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Khusus
f. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 jo. Nomor 100 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus
g. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2007 jo PP Nomor 5 Tahun
2011 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Batam
h. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
i. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Lesung
j. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Sei Mangkei
k. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2014 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Palu
l. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Bitung
m. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2014 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Morotai
n. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2014 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api
o. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 tentang Kawasan
53. 36
Ekonomi Khusus Mandalika
p. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2014 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK)
q. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus Tanjung Kelayang
r. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2016 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Sorong
s. Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional KEK
dan Dewan Kawasan KEK;
t. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014
u. Peraturan Menteri Koodinator Bidang Perekonomian No. 07 Tahun
2011 tentang Pedoman Pengusulan Pembentukan KEK;
v. Peraturan Menteri Koodinator Bidang Perekonomian No. 08 Tahun
2011 tentang Pedoman Evaluasi Usulan Pembentukan KEK.
b) Bahan Hukum Skunder
Bahan yang bersifat sebagai penunjang atau pelengkap. Bahan diperoleh
dari studi pustaka yang berupa literatur, penelitian ilmiah, serta dokumen
pendukung yang diperoleh dalam penelitian ini.57
Semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan
pustaka sebagai contoh buku-buku literatur hukum, jurnal, laporan penelitian,
majalah, buletin dan internet.
57
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press,1986, hlm. 12
54. 37
C Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik penelusuran bahan hukum primer dilakukan dengan studi
kepustakaan aturan-aturan hukum yang dibutuhkan. Bahan hukum sekunder dan
tersier didapatkan dengan studi literatur di perpustakaan Kota Malang.
Perpustakaan Universitas Brawijaya, dan Pusat Dokumentasi Informasi Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya (PDIH FH UB). Selain itu pula bahan yang
digunakan tidak terbatas dalam bentuk cetak tetapi juga elektronik yang mana
merupakan bahan hukum skunder yang berasal buku-buku literatur hukum, jurnal,
laporan penelitian, majalah, buletin dan internet
D Teknik Analisis Bahan Hukum
Penelitian hukum normatif menurut Johnny Ibrahim adalah suatu prosedur
ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatif.58
Analisis berkenaan dengan perencanaan penetapan Batam sebagai
KEK menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan logika deduksi. Johnny
Ibrahim mengutip dari buku berjudul Premises and Conclusion Symbolic Logic
for Legal Analysis karya Robert E.Rodes dan Horward Pospesel mengatakan
bahwa yang logika deduktif digunakan untuk menarik kesimpulan dari hal yang
bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual.
Mencari permasalahan secara spesifik maka bahan hukum primer dan
skunder yang telah dimiliki kemudian diinventarisasi, dikategorikan, dan disusun
secara sistematis. Dari proses ini akan ditemukan bagaimana seharusnya disiapkan
dalam proses penetapan sebuah wilayah sebagai KEK terkhususkan Batam.
58
Johnny Ibrahim, Op.cit, hlm. 47
55. 38
E Definisi Konseptual
Batasan konsep istilah dalam penulisan skripsi ini diperlukan untuk
menegaskan konsep-konsep utama yang digunakan oleh penulis sehingga dapat
dipahami secara sama oleh orang lain.59
Berikut adalah batasan konsep dalam
penulisan skripsi ini adalah:
a. Perencanaan merupakan suatu perumusan dari persoalan-persoalan
tentang apa dan bagaimana suatu pekerjaan hendak dilaksanakan.60
Perencanaan juga merupakan suatu persiapan (preparation) untuk
tindakan-tindakan kemudian.61
Perencanaan meliputi hal-hal yang
akan dicapai, yang kemudian memberikan pedoman, garis-garis besar
tentang apa yang akan dituju
b. Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK, adalah kawasan dengan batas
tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan
memperoleh fasilitas tertentu.62
c. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.63
59
Tim Penyempurna, Buku Pedoman Penulisan Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya 2012/2013, hlm. 26
60
Maringan Masri Simbolon, Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2004, hlm. 36
61
Ibid
62
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus
63
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
56. 39
BAB IV
PEMBAHASAN
A Proses Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus
Kehidupan terus berkembang, masing-masing entitas terus berpacu secara
cepat memasuki era globalisasi. Untuk menghadapi proses perkembangan ini
secara khusus dalam bidang perdagangan Internasional beberapa negara di
ASEAN menerapkan Kawasan Perkembangan Ekonomi, Di Indonesia ada
beberapa bentuk kawasan ekonomi yakni sebagai berikut64
:
1. Kawasan Industri (Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang
Kawasan Industri)
2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu/KAPET (Keputusan Presiden
Nomor 150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu)
3. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang)
64
Ronny Sautma Hotma Bako, Loc.cit
57. 40
4. Tempat Penimbunan Berikat (Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat), terdiri atas beberapa bentuk
yaitu :
a. Kawasan Berikat dan Kawasan Berikat Plus;
b. Gudang Berikat;
c. Entrepot Untuk Tujuan Pameran;
d. Toko Bebas Bea.
5. Kawasan Ekonomi Khusus (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kawasan Ekonomi Khusus).
Tabel 4.1 : Perkembangan Beberapa Kawasan Ekonomi dan Kawasan Khusus
Lainnya di Indonesia
Sumber : Deputi Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, 2010
Konsepsi berkenaan dengan Kawasan Ekonomi Khusus telah diterapkan
diberbagai negara dengan nama yang berbeda-beda. ShenZhen, Cina
menggunakan istilah Indutrial Park Zone, Dubai menggunakan istilah Free Zone,
India dan Mesir menggunakan istilah Special Economic Zone, sementara di
58. 41
Indonesia sendiri mengadopsi Kawasan Ekonomi Khusus.65
Perkembangan KEK
di Indonesia dimulai pada tahun 2006 dimana Pemerintah membentuk Tim
Nasional Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia (Timnas KEKI)
dengan penerbitan Surat Keputusan Menko Perekonomian No Kep-
21/M.EKON/03/2006 tertanggal 24 Maret 2006. Pembentukan Timnas KEKI
sebagai tim khusus ini bertujuan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan KEK di
Indonesia. Selanjutnya tanggal 25 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono bersama Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong melakukan
penandatanganan kerja sama pembentukan Special Economic Zone (SEZ) di Turi
Beach Resort.
Keberadaan KEK sebagai kawasan khusus yang menjadi penunjang
potensi daerah dengan penyelenggaraan fungsi tertentu bersifat konstitusial karena
termaktub dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18B ayat (1) yang berbunyi,
“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang”. KEK
kemudian disebutkan dalam UU PEMDA Pasal 360 ayat (1) yang berbunyi,
“Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat strategis
bagi kepentingan nasional, pemerintah pusat dapat menetapkan kawasan khusus
dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota”. KEK sendiri disebutkan dalam
UU PEMDA Pasal 360 ayat (2) huruf (F) sebagai bagian dari kawasan khusus
yang dibentuk pemerintah pusat dengan mengikutsertakan daerah dalam
prosesnya dengan pengaturan melalui Peraturan Pemerintah.
65
Ayu Prima Yesuari, Mengenal Kawasan Ekonomi Khsusus,
http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/upload/data_artikel/edisi3d.pdf, diakses 4 Januari 2015,
hlm. 1
59. 42
Pembentukan KEK harus memenuhi beberapa persyaratan yang dijabarkan
dalam batang tubuh PP Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan
Kawasan Khsusus. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah persyaratan secara
administratif , teknis, dan fisik kewilayahan66
yang memiliki penjabaran sebagai
berikut :
Dalam persyaratan administratif, hal yang diperhatikan berkenaan dengan
substansi usulan yang disampaikan oleh pejabat yang berwenang. Terdapat tiga
hal yang diperhatikan dalam persyaratan administratif.
1. Usulan pembentukan kawasan khusus yang disampaikan oleh menteri
dan/atau pimpinan LPNK (Lembaga Pemerintahan Non Kementerian)
meliputi:
a. Rencana penetapan kawasan khusus yang didalamnya minimal
mencantumkan beberapa hal sebagai berikut : (i) studi kelayakan
yang mencakup antara lain sasaran yang ingin dicapai, analisis
dampak terhadap politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan,
ketertiban dan ketenteraman, pertahanan dan keamanan67
; (ii) luas
66
Anonym, Penetapan Kawasan Khusus dan Kawasan Ekonomi Khusus (online),
http://www.gin.web.id, diakses 7 Agustus 2016
67
Pada penjelasan PP Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan
Khusus dijelaskan hal-hal yang dimaksud dengan dampak pada studi kelayakan. Yang dimaksud
dengan dampak terhadap politik adalah dampak positif terhadap peningkatan persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. dampak terhadap ekonomi adalah dampak
positif yang mengakibatkan meningkatnya kegiatan perekonomian dan pembangunan daerah
termasuk masyarakat di dalamnya.Yang dimaksud dengan dampak terhadap sosial dan budaya
adalah dampak positif terhadap peningkatan ketahanan sosial budaya daerah dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan dampak terhadap lingkungan adalah dampak positif yang didasarkan
pada analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL). Yang dimaksud dengan ketertiban
dan ketenteraman adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur. Yang
dimaksud dengan dampak terhadap pertahanan keamanan adalah keberadaan kawasan khusus
akan meningkatkan upaya memperkuat pertahanan dan keamanan negara melalui penetapan
berbagai unit kerja terkait dengan aspek pertahanan dan keamanan.
60. 43
dan status hak atas tanah; (iii) rencana dan sumber pendanaan; dan
(iv) rencana strategis.
b. Rekomendasi bupati/walikota dan gubernur yang bersangkutan;
dan
c. Rekomendasi DPOD (Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah)
setelah berkoordinasi dengan menteri yang bidang tugasnya terkait
dengan fungsi pemerintahan tertentu yang akan diselenggarakan
dalam kawasan khusus.
2. Usulan pembentukan kawasan khusus yang disampaikan oleh gubernur
meliputi:
a. Rekomendasi dari pemerintah kabupaten/kota yang bagian
wilayahnya akan diusulkan sebagai kawasan khusus;
b. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan penetapan kawasan
khusus; dan
c. Rencana penetapan kawasan khusus.
3. Usulan pembentukan kawasan khusus yang disampaikan oleh
bupati/walikota meliputi:
a. Rekomendasi gubernur yang bersangkutan;
b. Keputusan DPRD kabupaten/kota tentang persetujuan penetapan
kawasan khusus; dan
c. Rencana penetapan kawasan khusus.
Persyaratan teknis terhadap usulan pembentukan kawasan khusus yang
disampaikan oleh Menteri dan/atau Pimpinan LPNK (Lembaga Pemerintahan Non
Kementerian), gubernur, bupati/walikota meliputi beberapa hal seperti faktor
61. 44
kemampuan ekonomi, sosial budaya, sosial politik, geografis, dan aspek berkaitan
dengan kesejahteraan masyarakat.68
Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilakukan berdasarkan indikator yang disusun oleh lembaga terkait sesuai bidang
tugas masing-masing.
Penentuan kelayakan lokasi sebagai KEK adalah dengan pemenuhan
kriteria sebagaimana dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan dan
menurut para ahli. Untuk memudahkan proses pemenuhan kriteria lokasi sebagai
KEK maka dapat diberikan dalam sistem pembobotan dengan skala yang
diberikan 0 (nol) hingga 100 (seratus). Skor adalah penjumlahan dari bobot yang
dikalikan dengan nilai skala kepatutan dari setiap aspek, kriteria, dan tolak ukur.
Bobot adalah penilaian kriteria dan tolak ukur yang dibandingkan, bobot besar
menunjukkan menunjukkan aspek yang terpenting. Untuk lebih jelas dijabarkan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2 : Analisis Kelayakan Kawasan Ekonomi Khusus
No Aspek Kriteria Tolak Ukur
1 Komitmen Pemerintah Pemerintah Provinsi Adanya Memory of Agreement
(MOA) atau Nota Persetujuan antara
pemerintah provinsi dan para
Investor
2 Kebijakan Kebijakan Nasional Jelas penunjukan lokasi sebagai
KEK
68
Pada bagian penjelasan PP Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan
Kawasan Khusus dijelaskan berkenaan dengan kemampuan ekonomi, sosial budaya, sosial politik,
geografis, dan aspek berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Dimana yang dimaksud dengan
Kemampuan ekonomi merupakan cerminan hasil kegiatan ekonomi dalam bentuk-bentuk seperti
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi
PDRB terhadap PDRB total. Potensi daerah merupakan perkiraan penerimaan dari rencana
pemanfaatan ketersediaan sumber daya buatan, sumber daya aparatur, serta sumber daya
masyarakat. Sosial budaya merupakan cerminan aspek sosial budaya meliputi antara lain sarana
yang dimanfaatkan untuk kegiatan sosial. Sosial politik merupakan cerminan aspek sosial politik
meliputi antara lain kemampuan penduduk mengikuti perkembangan daerah dan nasional, serta
jumlah organisasi kemasyarakatan. Luas kawasan merupakan cerminan sumber daya lahan/daratan
cakupan wilayah yang dapat diukur dengan 1) Luas wilayah keseluruhan; dan 2) Luas wilayah
efektif yang dapat dimanfaatkan. Kemampuan keuangan merupakan cerminan terhadap
keuangan yang dapat diukur dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah, rasio Penerimaan Daerah
Sendiri (PDS) terhadap jumlah penduduk dan rasio PDS terhadap PDRB. Tingkat kesejahteraan
masyarakat merupakan cerminan terhadap tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan
masyarakat yang dapat diukur dengan indeks pembangunan manusia.
62. 45
Lokasi berada dalam kawasan
strategis nasional
Kebijakan Provinsi Jelas penunjukan lokasi sebagai
KEK
Jelas penunjukan lokasi sebagai
kawasan strategis
Jelas penunjukan lokasi sebagai PKN
Jelas penunjukan lokasi sebagai
PKW
Kebijakan Kab/Kota Jelas penunjukkan lokasi sebagai
PKW
Jelas penunjukan lokasi sebagai PKL
3 Daya Dukung Lahan Kemiringan lereng Kemiringan 0%-25%
Kemiringan 25%-25%
Ketinggian Ketinggian > 1000 meter dpl
Ketinggian < 1000 meter dpl
Hidrologi Bebas genangan
Dekat dengan sumber air
Drainasi baik sampai sedang
Berjarak 5 km dari sungai
Klimatologi Minimum arah angin
Midium arah angin
Geologi
Menunjang konstruksi bangunan
Tidak berada di daerah rawan
bencana longsor
Lahan Area cukup luas ±500 Ha beserta
perluasannya
Karakteristik tanah bertekstur sedang
sampai kasar
Berada pada tanah marginal untuk
pertanian
Rawan Bencana Tidak rawan erosi
Tidak rawan banjir
4 Ekonomi Bisnis Potensi sektor unggulan yang akan
dikembangkan
Orientasi produksi ekspor
Menarik minat investor
Kedekatan dengan pasar
Ketersediaan bahan mentar
Kedekatan dengan konsumen
Tenaga Kerja Ketersediaan tenaga kerja
Keterampilan tenaga kerja
5 Transportasi Sarana Laut Pelabuhan hubungan nasional
Pelabuhan internasional
Sarana Darat Terminal Type A
Terminal Type B
Sarana Udara Bandara Internasional
Bandara Perintis
Jaringan Jalan Nasional
Provinsi
Kab/Kota
Aksesibilitas Rasio panjang jalan per jumlah
kendaraan
Jumlah orang/barang yang terangkut
angkutan umum
Jumlah orang/barang melalui
63. 46
dermaga/bandara/terminal pertahun
Minimal berjarak 2 km dari pusat
permukiman dan 15-20 km dari pusat
kota
6 Sarana dan Prasarana Ketersediaan air bersih Persentase Rumah Tangga (RT) yang
menggunakan air bersih
Fasilitas listrik dan
telepon
Rasio ketersediaan daya listrik
Persentase rumah tangga yang
menggunakan listrik
Persentase penduduk yang
menggunakan HP/Telepon
Prasarana Lingkungkan Persentase penduduk berakses air
minum
Persentase penanganan sampah
7 Lingkungan Pra Konstruksi Dampak sangat besar dan lama
Dampak sedang dan sementara
Dampak kecil/mudah diatasi
Konstruksi Dampak sangat besar dan lama
Dampak sedang dan sementara
Dampak kecil/mudah diatasi
Operasional Dampak sangat besar dan lama
Dampak sedang dan sementara
Dampak kecil/mudah diatasi
Sumber : CV Cipta Giri Mulya, 2011
Kelayakan KEK dapat ditentukan dengan formula :
Skor kelayakan >75 maka lokasi tersebut dinyatakan layak dan
meyakinkan sebagai KEK, skor kelayakan diantara 55-75 maka lokasi dinyatakan
layak secara bersyarat atau dengan catatan sebagai KEK, dan jika skor <55 maka
dapat dinyatakan lokasi tersebut tidak layak dinyatakan sebagai KEK.
Persyaratan fisik kewilayahan meliputi: (a) Peta lokasi kawasan khusus
ditetapkan dengan titik koordinat geografis sebagai titik batas kawasan khusus; (b)
Status tanah kawasan khusus merupakan tanah yang dikuasai pemerintah/
pemerintah daerah dan tidak dalam sengketa; dan (c) Batas kawasan khusus.
Hakikatnya pembentukan KEK bertujuan untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi. Daerah atau lokasi yang dapat diusulkan menjadi KEK harus memenuhi
kriteria sebagai berikut : sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak
berpotensi mengganggu kawasan lindung, terletak pada posisi yang dekat dengan
64. 47
jalur perdagangan/pelayaran Internasional, mempunyai batas yang jelas, serta
pemerintah provinsi/kabupaten/kota mendukung KEK.69
Pemerintah kemudian menetapkan pembentukan kawasan khusus dan
melibatkan daerah dalam tiap tahapan penyelenggaraan kawasan khusus yakni
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan.
Keterlibatan daerah dalam tiap tahapan ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 3
PP Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khsusus yang
berbunyi, “Pemerintah menetapkan kawasan khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dengan mengikutsertakan daerah yang bersangkutan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan”. Secara
lebih spesifik pengaturan berkenaan pembentukan KEK dilandaskan pada UU
KEK yang merupakan turunan dari UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Pasar Modal, setidaknya terdapat beberapa landasan hukum yang
berkaitan dengan penyelenggaraan KEK sebagai peraturan pelaksana baik dalam
bentuk Peraturan Pemerintah atau dalam bentuk Keputusan Menteri.
Penyelenggaraan KEK secara spesifik diatur dalam PP Nomor 2 Tahun 2011 jo
PP Nomor 100 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan KEK.
Penyelenggaraan KEK berdasarkan PP Nomor 100 Tahun 2012 meliputi
beberapa tahapan : a) Pengusulan KEK; b) Penetapan KEK; c) Pembangunan
KEK; d) Pengelolaan KEK; dan e) Evaluasi pengelolaan KEK.
69
Ayu Prima Yesuari, Op.cit hlm. 3
65. 48
Gambar 4.1 : Proses Penyelenggaraan KEK
Sumber : Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, 2014
Pihak yang dapat melakukan pengusulan untuk pembentukan suatu daerah
kawasan khusus berdasarkan PP Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Khusus70
adalah menteri dan/atau pimpinan lembaga
pemerintah nonkementerian, gubernur, bupati/walikota. Pihak yang dapat
mengusulkan terkerucutkan menjadi dua pihak yakni pemerintahan daerah dan
pemerintahan pusat. Pengusulan KEK berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2011 jo PP
Nomor 100 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan KEK dapat dilakukan oleh tiga
pihak71
yaitu : (1) Badan usaha; (2) Pemerintah kabupaten/kota; dan/atau (3)
Pemerintah provinsi. Selain tiga pihak yang disebut diatas, pemerintah pusat
melalui Kementerian maupun LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian)
dapat juga menjadi pengusul dalam pembentukan KEK72
.
70
Lihat Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan
Khusus
71
Lihat Pasal 4 PP Nomor 2 Tahun 2011 jo PP Nomor 100 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaran Kawasan Ekonomi Khusus
72
Lihat Pasal 5 PP Nomor 2 Tahun 2011 jo PP Nomor 100 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaran Kawasan Ekonomi Khusus
66. 49
Gambar 4.2 : Mekanisme Pembentukan KEK
Sumber : Tim Nasional Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, 2009
Usulan dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangi oleh pengusul, dalam
hal pengusul adalah badan usaha maka ditandatangi oleh pimpinan badan usaha,
bila pengusul adalah pemerintah kabupaten/kota maka ditandatangi oleh
bupati/walikota, dan jika diusulkan oleh pemerintah provinsi maka ditandatangani
oleh gubernur. Usulan dibuat berdasarkan format kemudian diajukan kepada
Dewan Nasional KEK.
Gambar 4.3 : Cara Pengusulan KEK
Sumber : Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus,2014
67. 50
Pengusul yang merupakan badan usaha melalui beberapa proses
berdasarkan lokasi yang diusulkan, lokasi yang diusulkan dapat dalam satu
wilayah kabupaten/kota atau merupakan lintas wilayah kabupaten/kota. Usul dari
badan usaha berdasarkan Pasal 12 PP Nomor 2 Tahun 2011 disampaikan melalui
pemerintah provinsi dengan persetujuan pemerintah kabupaten/kota dengan
melampirkan beberapa persyaratan sebagai berikut: (1) Surat kuasa otorisasi, jika
pengusul merupakan konsorsium; (2) Akta pendirian badan usaha; (3) Profil
keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang sudah diaudit atau jika perusahaan baru,
maka profil keuangan 3 (tiga) tahun terakhir dari pemegang saham yang sudah
diaudit, kecuali untuk BUMN dan BUMD; (4) Persetujuan dari pemerintah
kabupaten/kota terkait dengan lokasi KEK yang diusulkan; (5) Surat pernyataan
mengenai kepemilikan nilai equitas paling sedikit 30% dari nilai investasi KEK
yang diusulkan; (6) Deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan,
paling sedikit memuat rencana dan sumber pembiayaan serta jadwal
pembangunan KEK; (7) Peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK
yang diusulkan; (8) Rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi
dengan peraturan Zonasi; (9) Studi kelayakan ekonomi dan finansial; (10)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; (11) Usulan jangka waktu beroperasi KEK dan
rencana strategis (renstra) pengembangan KEK; (12) Izin lokasi; dan (13)
Rekomendasi dari otoritas pengelola infrastruktur pendukung ddalam hal untuk
pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya; dan (14)
Pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK.
68. 51
Usulan yang diajukan oleh badan usaha dalam satu wilayah
kabupaten/kota diperlukan persetujuan dari bupati/walikota berdasarkan Pasal 13
PP Nomor 2 tahun 2011. Pemerintah kota/kabupaten melakukan verifikasi dan
evaluasi usulan dalam jangka waktu 20 hari kerja sejak dokumen usulan diterima.
Usulan yang yang ditolak harus disampaikan secara tertulis dan disertai alasan,
jika alasan penolakan berupa kelengkapan dokumen maka berdasarkan Pasal 14
PP Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan KEK maka badan usaha dapat
melakukan dapat menyampaikan kembali permohonan usulan kepada pemerintah
kabupaten/kota setelah terpenuhinya seluruh dokumen usulan yang
dipersyaratkan. Usulan yang diterima diteruskan kepada pemerintah provinsi
dengan menyertakan komitmen pemerintah kabupaten/kota mengenai rencana
pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi
daerah serta kemudahan lainnya. Usulan yang diteruskan kemudian diverifikasi
dan dievaluasi oleh pemerintah provinsi dalam waktu 20 hari kerja. Jika usulan
badan usaha disetujui oleh pemerintah provinsi maka usulan akan diteruskan
kepada Dewan Nasional KEK disertai seluruh dokumen usulan pembentukan
KEK.
Badan usaha yang mengajukan usulan pembentukan KEK dengan lokasi
wilayah lintas kabupaten/kota berdasarkan Pasal 16 PP Nomor 2 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan KEK maka badan usaha mengajukan permohonan
kepada gubernur disertai berkas usulan pembentukan KEK seperti pada kasus jika
pengusul adalah badan usaha dan lokasi pada satu wilayah kabupaten/kota, yaitu
ke-14 persyaratan73
yang dijabarkan pada paragraf sebelumnya terkecuali berkas
73
Lihat Pasal 12 ayat (2) PP Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaran Kawasan
Ekonomi Khusus