SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 49
Baixar para ler offline
POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN KOPI
BERDASARKAN ASPEK AGROKLIMAT
DI SULAWESI SELATAN
YAHYA RAMADHANA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Pengembangan
Tanaman Kopi Berdasarkan Aspek Agroklimat di Sulawesi Selatan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Yahya Ramadhana
NIM G24120052
ABSTRAK
YAHYA RAMADHANA. Potensi Pengembangan Tanaman Kopi Berdasarkan
Aspek Agroklimat di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh IMPRON.
Kebutuhan masyarakat akan kopi yang menunjukkan tren meningkat, perlu
diikuti dengan peningkatan jumlah produksi kopi. Tujuan penelitian ini adalah
menentukan luas wilayah yang berpotensi untuk pengembangan tanaman kopi jenis
arabika dan robusta berdasarkan kesesuaian agroklimat di Sulawesi Selatan.
Analisis kesesuaian lahan berdasarkan suhu udara, curah hujan, kemiringan, dan
pH tanah ini menggunakan ArcGIS 10.1 dan Tools Model Builder. Hasil analisis
berdasarkan aspek iklim dan tanah menunjukkan 32019 km2
wilayah Sulawesi
Selatan memiliki potensi yang baik untuk ditanami kopi arabika, dan 33288 km2
untuk kopi robusta. Luas wilayah ini kemudian ditumpang susun dengan data
tutupan lahan, sehingga didapatkan lahan yang sesuai dan dapat ditanami tanaman
kopi. Luas lahan yang sesuai dan bisa ditanami kopi arabika adalah 3069 km2
atau
sekitar 6.7% dari total luas provinsi, dan kopi robusta seluas 2735 km2
atau sekitar
6% dari luas provinsi. Hal ini menunjukkan Sulawesi Selatan memiliki potensi
lahan yang cukup luas untuk pengembangan budidaya tanaman kopi.
Kata kunci: kesesuaian agroklimat, kesesuaian lahan, kopi, perluasan lahan, potensi
pengembangan
ABSTRACT
YAHYA RAMADHANA. Development Potential of Coffee Based on Agro-
climate Aspect in South Sulawesi. Supervised by IMPRON.
The demand for coffee shows a rising trend, and this need to be followed by
an increase of coffee production. The purpose of this study is to determine the area
that has the potential for development of arabica and robusta coffee based on agro-
climatic suitability in South Sulawesi. Land suitability is analysed based on air
temperature, precipitation, slope, and soil pH using ArcGIS 10.1 and Model Builder
Tools. The results of the analysis based on climate and soil aspects showed 32019
km2
of South Sulawesi has a good potential for the cultivation of arabica coffee,
and 33288 km2
for robusta coffee. Overlying these areas with land cover data
indicates areas suitable for arabica coffee of 3069 km2
, or about 6.7 % of the total
area of the province, and for robusta coffee of 2735 km2
, or about 6 % of the area
of the province. These results show that South Sulawesi has quite extensive
potential area for development of coffee cultivation.
Keywords: agro-climatic suitability, coffee, development potential, land expansion,
land suitability.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN KOPI
BERDASARKAN ASPEK AGROKLIMAT
DI SULAWESI SELATAN
YAHYA RAMADHANA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Impron, MScAgr selaku
pembimbing skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Rahmat Hidayat yang telah menjadi dosen pembimbing akademik selama saya
berkuliah di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ibu kandung saya serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Dan yang terakhir, terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman
seperjuangan yang telah memberikan semangat, berbagi ilmu, dan menemani
perjalanan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Yahya Ramadhana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
METODE 7
Tempat dan Waktu Penelitian 7
Bahan 7
Alat 7
Prosedur Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan 9
Identifikasi Kesesuaian Iklim 10
Identifikasi Kesesuaian Tanah 14
Identifikasi Kesesuaian Agroklimat 18
Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Kopi 24
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 39
DAFTAR TABEL
1 Persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal tanaman kopi 4
2 Kriteria kesesuaian iklim tanaman kopi arabika 7
3 Kriteria kesesuaian iklim tanaman kopi robusta 8
4 Kriteria kesesuaian tanah tanaman kopi arabika 8
5 Kriteria kesesuaian tanah tanaman kopi robusta 8
6 Pembagian klasifikasi berdasarkan nilai pembobotan tiap parameter 9
7 Luas wilayah tiap kabupaten di Sulawesi Selatan 9
8 Kesesuaian iklim tanaman kopi arabika dan robusta di Sulawesi Selatan 11
9 Kesesuaian tanah tanaman kopi arabika dan robusta di Sulawesi Selatan 15
10 Kesesuaian agroklimat tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 18
11 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis
arabika di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan 20
12 Kesesuaian agroklimat tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 21
13 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis
robusta di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan 23
14 Kesesuaian agroklimat pada wilayah yang dapat digunakan sebagai lahan
bercocok tanam di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan 24
DAFTAR GAMBAR
1 Grafik Penurunan luas lahan dan produksi kopi di Sulawesi Selatan 1
2 Fenologi pembentukan bunga dan buah tanaman kopi 3
3 Peta kesesuaian iklim tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 12
4 Peta kesesuaian iklim tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 13
5 Peta kesesuaian tanah tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 16
6 Peta kesesuaian tanah tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 17
7 Peta kesesuaian agroklimat tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 19
8 Peta kesesuaian agroklimat tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 22
9 Peta lahan berpotensi untuk ditanami kopi arabika di Sulawesi Selatan 26
10 Peta lahan berpotensi untuk ditanami kopi robusta di Sulawesi Selatan 27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta kesesuaian suhu udara tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 31
2 Peta kesesuaian suhu udara tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 32
3 Peta kesesuaian curah hujan kopi arabika di Sulawesi Selatan 33
4 Peta kesesuaian curah hujan kopi robusta di Sulawesi Selatan 34
5 Peta kesesuaian kemiringan tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 35
6 Peta kesesuaian kemiringan tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 36
7 Peta kesesuaian keasaman tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 37
8 Peta kesesuaian keasaman tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 38
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman perkebunan sudah dipandang sebagai salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi baru dalam sektor pertanian, karena memiliki potensi pasar
yang tinggi. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka permintaan
masyarakat terhadap produk perkebunan di dalam negeri diperkirakan akan
meningkat. Tanaman perkebunan mempunyai peranan penting dalam hal
pemenuhan kebutuhan masyarakat dan potensi ekonomi.
Salah satu contoh produk perkebunan yang saat ini sangat digemari oleh
kalangan eksportir karena kualitas dan cita rasanya yang khas adalah produk kopi.
Permintaan dan konsumsi produk kopi dunia maupun domestik menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2012, konsumsi kopi di
Indonesia mencapai 230 ribu ton, dan diprediksii pada tahun 2016 mencapai 280-
300 ribu ton dengan peningkatan konsumsi tahunan sekitar 20 ribu ton (AEKI 2013).
Peningkatan kebutuhan akan kopi ini perlu diimbangi dengan peningkatan
produksi kopi, namun tidak sedikit permasalahan yang dihadapi dalam upaya
peningkatan produksi seperti terbatasnya lahan perkebunan, karakteristik tanaman
kopi, kesesuaian lahan, jenis kopi yang digunakan, maupun faktor eksternal seperti
sumber daya manusia dan faktor politik sosial budayanya.
Di Indonesia sendiri, produksi kopi rata-rata tumbuh 1.4% tiap musim, namun
penurunan produksi terjadi di beberapa musim terakhir. Seperti di musim
2010/2011 yang turun sekitar 11.2% dari musim sebelumnya menjadi 630 ribu ton.
Pada musim 2013/2014 produksi kopi Indonesia juga mengalami penurunan
sebesar 9.5% dari musim sebelumnya. Selain perubahan periode datangnya musim,
kurang lebih 60% luas lahan perkebunan kopi Indonesia telah berumur di atas 25
tahun yang menyebabkan turunnya produktivitas kopi Indonesia (Ditjenbun 2014).
Sulawesi Selatan yang juga merupakan daerah penghasil kopi utama di
Indonesia memiliki peranan penting untuk menunjang kestabilan produksi kopi.
Namun faktanya, beberapa tahun ini provinsi Sulawesi Selatan mengalami
penurunan produksi kopi. Pada tahun 2012 provinsi ini mampu memproduksi kopi
sebanyak 33 ribu ton, sedangkan tahun 2013 produksi kopi ini menurun ke angka
30 ribu ton. Penurunan produksi ini kemudian terjadi lagi pada tahun 2014 dengan
jumlah total produksi hanya mencapai 23 ribu ton (Ditjenbun 2014) (Gambar 1).
Gambar 1 Penurunan luas lahan dan produksi kopi di Sulawesi Selatan
70126 71305 73642 74139
69513
34203 35450
33075
30239
23640
10000
20000
30000
40000
20000
40000
60000
80000
2010 2011 2012 2013 2014
Produksi(Ton)
LuasLahan(Ha)
Tahun
Luas Lahan Produksi
2
Penurunan produksi ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
berkurangnya lahan perkebunan kopi akibat alih fungsi lahan. Menurut Ditjenbun
(2014), Sulawesi Selatan memiliki kebun kopi seluas 74000 ha pada tahun 2013
dan menurun menjadi 69000 ha di tahun selanjutnya. Hal ini jelas menyebabkan
penurunan jumlah produksi kopi. Melihat masalah ini, perlu dilakukan
pengembangan dan perluasan lahan perkebunan untuk tanaman kopi sehingga
mampu meningkatkan produktivitas dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan
kopi.
Melakukan perluasan lahan pertanian sendiri tidak dapat diterapkan di
sembarang daerah, karena setiap daerah memiliki karakteristik lahan yang berbeda
sehingga tidak semua tanaman dapat tumbuh di daerah tersebut. Diperlukan sumber
daya alam seperti iklim dan tanah yang harus diperhatikan untuk melakukan
ekstensifikasi. Arsyad (1989) menyatakan bahwa lahan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang sangat bervariasi seperti keadaan topografi, iklim, geologi, tanah serta
vegetasi yang menutupinya. Evaluasi lahan mempertimbangkan berbagai
kemungkinan penggunaan dan pembatasan faktor tersebut serta berusaha
menerjemahkan informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut ke dalam bentuk
yang dapat dipergunakan secara praktis.
Perumusan Masalah
Produksi kopi di Indonesia, khususnya di daerah Sulawesi Selatan mengalami
penurunan drastis pada beberapa tahun terakhir ini. Pada dasarnya, penurunan
produksi hasil tanaman kopi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya yakni
berkurangnya luasan lahan perkebunan kopi. Berkurangnya luasan lahan ini
diakibatkan oleh perubahan fungsi lahan, atau berubahnya kondisi lahan menjadi
tidak sesuai dengan kriteria tanaman kopi yang menjadikan lahan tidak dapat lagi
digunakan sebagai perkebunan kopi, sehingga perlu dilakukan perluasan wilayah
perkebunan untuk meningkatkan jumlah produksi kopi di Sulawesi Selatan.
Penentuan perluasan lahan dilakukan dengan menganalisis kondisi iklim dan tanah
pada suatu lahan berdasarkan kondisi lahan acuan. Hal inilah yang menjadikan
penelitian ini memusatkan perhatian terhadap bagaimana kondisi kesesuaian iklim
dan tanah pada suatu lahan, untuk menentukan apakah lahan tersebut cocok untuk
dijadikan tempat penanaman tanaman kopi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan luas wilayah yang berpotensi
untuk pengembangan tanaman kopi (jenis arabika dan robusta) berdasarkan
kesesuaian agroklimat di Sulawesi Selatan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait ketersediaan
lahan yang dapat digunakan sebagai lahan perkebunan kopi di Sulawesi Selatan
sebagai salah satu penunjang peningkatan hasil produksi tanaman kopi. Serta
memberikan informasi mengenai daerah-daerah yang berpotensi sebagai sentra
produksi tanaman kopi.
3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini diawali dengan melihat kondisi iklim lahan di provinsi Sulawesi
Selatan, yakni mengukur dan memetakan nilai curah hujan tahunan dan suhu rata-
rata bulanan. Kemudian menganalisis kondisi tanah pada lahan yang diteliti. Kedua
faktor ini kemudian digabung untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan yang
diteliti. Kesesuaian lahan dapat dilihat dari seberapa besar kesesuaian iklim,
kesesuaian tanah, dan kesesuaian gabungan dari iklim dan tanah (agroklimat) pada
lahan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Agronomi tanaman kopi
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi
dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies
kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Ethiopia.
Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut
dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui
para saudagar Arab (Rahardjo 2012). Sebagian besar hasil produksi kopi masuk
dalam perdagangan ekspor, dengan negara tujuan Amerika Serikat, Jerman, dan
Singapura (Aak 2002).
Tanaman kopi merupakan kelompok tumbuhan berbentuk pohon dalam
marga Coffea. Genus ini memiliki sekitar 100 spesies tanaman tetapi hanya 3 jenis
yang memiliki nilai ekonomis bagi manusia sehingga dibudidayakan oleh
masyarakat, yaitu Robusta, Arabika dan Liberika. Kedua jenis tanaman kopi yakni,
Robusta & Arabika, umumnya dibudidayakan di Indonesia.
Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo (2012) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionita
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Astridae
Ordo : Rubiaceace
Genus : Coffea
Gambar 2 Fenologi pembentukan bunga dan buah tanaman kopi (SQM 2016)
4
Syarat tumbuh tanaman kopi
a. Arabika
Tanaman kopi Arabika di Indonesia cocok dikembangkan di daerah-daerah
dengan ketinggian sekitar 800-1500 m di atas permukaan laut dan dengan suhu rata-
rata 15-24 ºC. Pada suhu 25 ºC kegiatan fotosintesis tumbuhannya akan menurun
dan akan berpengaruh langsung pada hasil kebun. Mengingat belum banyak jenis
kopi Arabika yang tahan akan penyakit karat daun, dianjurkan penanaman kopi
Arabika tidak di daerah-daerah di bawah ketinggian 800 mdpl (Najiyati dan Danarti
1997).
Tanaman kopi Arabika memerlukan tanah subur dengan drainase yang baik,
curah hujan minimum 1300 mm/tahun dan toleran terhadap curah hujan yang tinggi.
Masa bulan kering pendek dan maksimum 4 bulan. Jenis keasaman tanah yang
dibutuhkan dengan pH 5.2-6.2 dengan kesuburan tanah yang baik. Kapasitas
penambatan air juga tinggi, pengaturan tanah baik dan kedalaman tanah yang cukup
(Siswoputranto 1993). Kemiringan lahan yang dijadikan syarat tumbuh kopi
arabika adalah <40%, namun optimal pada kemiringan 8-15% (Hulupi 1999)
b. Robusta
Jenis kopi robusta dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 400-700 mdpl,
suhu berkisar 22-25 o
C dan pH tanah 5.3-6.0 dengan curah hujan 2000-3000
mm/tahun (Najiyati dan Danarti 2004). Kemiringan lahan yang dijadikan syarat
tumbuh kopi arabika adalah <40%, namun optimal pada kemiringan 8-15% (Hulupi
1999)
Kopi robusta masih dapat tumbuh dan berproduksi pada kisaran suhu 19-
32 °C Djaenudin et al. (2003). Apabila ditanam di bawah ketinggian 500 mdpl,
maka biasanya produksi dan mutunya akan rendah. Selain itu, akan mudah
terserang penyakit HV (Najiyati dan Danarti, 2007: 23).
Persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal untuk tanaman kopi
selengkapnya tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal tanaman kopi
Sumber: Hulupi (1999)
Syarat
Tumbuh
Parameter Kopi Arabika Kopi Robusta
Iklim
Tinggi tempat (mdpl) 700-1400 300-600
Suhu udara (o
C) 15-24 24-30
Curah hujan tahunan (mm/tahun) 2000-4000 1500-3000
Jumlah bulan kering (bl/th) 1-3 1-3
Tanah
Derajat keasaman (pH) 5.3-6.0 5.5-6.5
Kandungan B.O (%) >3 >3
Kedalaman efektif (cm) >100 >100
Kemiringan maksimum (%) 40 40
5
Pengaruh iklim dan lingkungan terhadap tanaman kopi
Daya dukung lingkungan terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman
kopi ditentukan oleh faktor iklim dan faktor tanahnya (Williams 1975; Wrigley
1988; Erwiyono et al. 2006). Faktor iklim yang biasa dievaluasi terkait dengan daya
dukung lingkungan tumbuh tanaman kopi adalah curah hujan rata-rata tahunan dan
rata- rata lama bulan keringnya. Curah hujan kurang atau lebih daripada kisaran
tertentu dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Demikian pula,
lama bulan kering lebih dari pada kisaran tertentu (>3 bulan) dapat berdampak
negatif atau bahkan menyebabkan kerusakan/kematian (>5 bulan) pada pertanaman
kopi (PPKKI 1998; Baon et al. 2003; Soerotani dan Soenardjan 1984). Faktor tanah
yang biasa dievaluasi terkait pertumbuhan tanaman kopi meliputi tinggi tempat,
kemiringan lahan, drainase, kondisi fisik, kondisi kimia, serta toksisitas tanahnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan air oleh karena
datangnya musim kemarau panjang menyebabkan turunnya produksi kopi tahun
berikutnya, kerusakan tanaman dan dampak paling ekstrem pada kematian
pertanaman kopi (Baon, Pujiyanto dan Erwiyono 2003; Nur dan Zaenudin 1999;
Soerotani dan Soenardjan 1984; PT. Perkebunan XXIII 1984; Yahmadi 1973),
tergantung pada intensitas musim kemarau. Sebaliknya, turunnya hujan yang relatif
lebat dan terus-menerus, serta curah hujan yang lebih tinggi daripada biasanya juga
dapat berdampak pada kerusakan tanaman, khususnya mengganggu pembungaan,
pembuahan, dan pertumbuhan buah kopi, sehingga berdampak pada turunnya
produksi kopi (Nur 2000; Soenaryo 1975).
Tanaman kopi menghendaki reaksi yang agak asam dengan pH 5.5 – 6.5.
Tetapi hasil yang baik sering kali diperoleh pada tanaman yang lebih asam, dengan
catatan keadaan fisisnya baik dengan daun-daun cukup ion Ca++ untuk fisiologi zat
makanan dengan jumlah makanan tanaman yang cukup. Pada umunya tanah yang
lebih asam kandungan mineralnya lebih rendah. (Aak 1998)
Selain faktor di atas, suhu udara merupakan faktor penting dalam menentukan
tempat dan waktu penanaman yang cocok. Amplitudo temperatur udara yaitu
perbedaan antara temperatur maksimum (siang) dan minimum (malam) dalam
sehari semalam yang dapat merangsang pembentukan primordia bunga. Semakin
besar perbedaan antara temperatur siang dan malam hari, semakin besar pula
rangsangan yang dialami tanaman kopi untuk membentuk primordia bunga
(Rahardjo 2012).
Suhu yang juga berkaitan dengan intensitas penyinaran memiliki keterkaitan
dengan naungan. Tanaman kopi merupakan tanaman C3 yang memiliki
karakteristik berbeda dengan tanaman C4 dalam memanfaatkan cahaya matahari
(Carelli et al. 2003). Tanaman C3 membutuhkan intensitas cahaya yang tidak penuh
untuk dapat tumbuh optimal (Sanger 1998). Kopi dapat ditanam tanpa penaung
namun hal tersebut akan mengakibatkan kebutuhan nutrisi dalam jumlah yang besar,
umur ekonomi berkurang dan perlunya pengelolaan yang lebih intensif (Nursal et
al. 2003).
Penaung dalam budidaya kopi berperan sebagai pengendali iklim mikro agar
pertumbuhan kopi menjadi optimal (Soedradjad dan Syamsunihar 2010).
Keberadaan tanaman penaung akan berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang
diterima tanaman. Penggunaan tanaman penaung untuk kopi disesuaikan dengan
lokasi, nilai ekonomis, kecepatan tumbuh, sifat tajuk dan kebutuhan ekonomi petani
(Amarta 2010).
6
Potensi peluasan lahan dan pengaruhnya terhadap produksi kopi di Indonesia
Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data
menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai
US$588,329,553, walaupun ada catatan impor juga senilai US$9,740,453 (Pusat
Data dan Statistik Pertanian 2006). Melihat hal tersebut, sangat jelas bahwa sangat
baik jika produksi kopi dapat meningkat, terlebih lagi bahwa baik di luar maupun
di dalam negeri kopi juga sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat.
Di Indonesia sendiri, produksi kopi rata-rata tumbuh 1.4% tiap musim, namun
penurunan produksi terjadi di beberapa musim terakhir. Seperti di musim
2010/2011 yang turun sekitar 11.2% dari musim sebelumnya menjadi 559 ribu ton.
Produksi kopi Indonesia juga turun di musim selanjutnya, turun 11% menjadi 498
ribu ton. Pada musim 2013/2014 produksi kopi Indonesia juga mengalami
penurunan sebesar 9.5% dari musim sebelumnya. Hal ini karena musim kemarau
yang datang di awal musim mengurangi pembungaan tanaman kopi, sementara
hujan yang berlebihan mengurangi hasil panen. Selain itu, kurang lebih 60% luas
lahan perkebunan kopi Indonesia telah berumur di atas 25 tahun yang menyebabkan
turunnya produktivitas kopi Indonesia (Ditjenbun 2012).
Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan meningkatkan jumlah lahan /
wilayah pertanian dan perkebunan yang sesuai dengan kriteria lahan untuk tanaman
tertentu. Perwilayahan tanaman merupakan salah satu metode evaluasi lahan yang
mengidentifikasi lahan yang dapat digunakan untuk tanaman tertentu, sehingga
dapat ditentukan kelas-kelas kesesuaian lahan terhadap tanaman dan diperoleh
lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman (Komarudin 1998). Kelas
kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya
ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim,
tanah, terrain mencakup lereng, topografi, relief, batuan di permukaan dan di dalam
penampang tanah serta singkapan batuan, hidrologi, dan persyaratan penggunaan
lahan atau persyaratan tumbuh tanaman (Djaenudin et al. 2003 : 3).
Menurut FAO (1976 dalam Sitorus 1985) dalam penentuan kesesuaian lahan
ada beberapa cara yaitu: perkalian parameter, penjumlahan atau dengan
menggunakan hukum minimum yaitu membandingkan (matching) antara kualitas
dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan
yang telah disusun berdasarkan persyaratan tumbuh yang dievaluasi.
Perwilayahan tanaman diperlukan penggunaan alat SIG (Sistem Informasi
Geografi). Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis
komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-
informasi geografi., dengan konsep dasarnya yang merupakan suatu sistem terpadu
yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan
data, yang selanjutnya dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan
maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang
berkaitan dengan aspek keruangan atau spasial (Widiyawati 2005).
7
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2016.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data curah hujan dan suhu rata-rata bulanan wilayah Sulawesi Selatan
periode 1950-2000 dengan resolusi spasial ~1km2
(http://worldclim.org)
2. Peta dan data tanah Sulawesi Selatan (http://webarchive.iiasa.ac.at)
3. Peta dan data tata guna lahan Sulawesi Selatan (http://iscgm.org/gmd/)
4. Data Digital Elevation Model Sulawesi Selatan (http://glovis.usgs.gov)
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yakni seperangkat PC (Personal
Computer) dan perangkat lunak (software) seperti Web Browser, Word, Excel,
ArcMap 10.1, HWSD Viewer dan Adobe Photoshop CC 2015.
Prosedur Analisis Data
Penentuan kelas kesesuaian.
Pada tingkat orde kesesuaian iklim, tanah, dan agroklimatnya, dibedakan
antara tingkat kesesuaian yang tergolong sesuai (S) dan yang tergolong tidak sesuai
(N). Tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas oleh Bakosurtanal (1996) yaitu,
kelas S1 yang berarti sangat sesuai, kelas S2 yang berarti sesuai, kelas S3 yang
berarti sesuai marginal, dan kelas N yang artinya tidak sesuai.
Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim
Tingkat kesesuaian iklim tanaman kopi didasarkan dari data iklim provinsi
Sulawesi Selatan yang berupa curah hujan tahunan dan suhu udara rata-rata bulanan
selama 50 tahun pengamatan.
Tabel 2 Kriteria kesesuaian iklim tanaman kopi arabika
Parameter Iklim
Tingkat Kesesuaian
S1 S2 S3 N
Suhu udara (o
C) 17-22
(15 - 16)
(23 - 24)
(12 - 14)
(25 - 27)
<12 ;
>27
Curah hujan tahunan
(mm/tahun)
2500-3500
(2000 - <2500)
(>3500 - 4000)
(1500 - <2000)
(>4000 - 4200)
<1500 ;
>4200
Pembobotan: S1= 4; S2=3; S3=2; N=1
Sumber: (Hulupi 1999; Pujiyanto 1992; Yogi 2015)
8
Tabel 3 Kriteria kesesuaian iklim tanaman kopi robusta
Parameter Iklim
Tingkat Kesesuaian
S1 S2 S3 N
Suhu udara (o
C) 26-28
(24 - 25)
(29 - 30)
(21 - 23)
(31 - 33)
<21 ;
>33
Curah hujan tahunan
(mm/tahun)
2000-2500
(1500 - <2000)
(>2500 - 3000)
(1300 - <1500)
(>3000 - 3200)
<1300 ;
>3200
Pembobotan: S1= 4; S2=3; S3=2; N=1
Sumber: (CSR/FAO 1983; Hulupi 1999; Pujiyanto 1992; Yogi 2015)
Penentuan Kesesuaian Tanah
Parameter yang diuji dalam penentuan kelas kesesuaian tanah adalah
kelerengan dan pH tanah. Penentuan kelas kesesuaian untuk tanaman kopi disusun
sama seperti pada proses penentuan tingkat kesesuaian iklim.
Tabel 4 Kriteria kesesuaian tanah tanaman kopi arabika
Parameter Iklim
Tingkat Kesesuaian
S1 S2 S3 N
Kemiringan lahan 0-8 9-20 21-40 >40
pH tanah 5.5-5.8
(5.3 - 5.4)
(5.9 - 6)
(5 - 5.2)
(6.1 - 6.5)
<5 ; >6.5
Pembobotan: S1= 4; S2=3; S3=2; N=1
Sumber: (CSR/FAO 1983; Hulupi 1999; Pujiyanto 1992; Yogi 2015)
Tabel 5 Kriteria kesesuaian tanah tanaman kopi robusta
Parameter Iklim
Tingkat Kesesuaian
S1 S2 S3 N
Kemiringan lahan 0-8 9-20 21-40 >40
pH tanah 5.8-6.3
(5.5 - 5.7)
(6.4 - 6.5)
(5.2 - 5.4)
(6.6 - 7)
<5.2 ; >7
Pembobotan: S1= 4; S2=3; S3=2; N=1
Sumber: (CSR/FAO 1983; Hulupi 1999; Pujiyanto 1992; Yogi 2015)
Penentuan Kesesuaian Agroklimat
Perwilayahan tanaman tidak dapat dilihat hanya dari segi iklim maupun tanah
secara terpisah, namun perlu adanya penggabungan kedua aspek tersebut.
Penentuan kesesuaian agroklimat untuk tanaman kopi dilakukan dengan
menggunakan ModelBuilder yang merupakan ekstensi dari ArcView. Tahap
pertama adalah mengubah seluruh data menjadi format grid kemudian data tersebut
direklasifikasi. Selanjutnya adalah membuat diagram alir kesesuaian iklim dan
tanah tanaman kopi yang kemudian dilakukan overlay berbasis nilai pembobot.
9
Tabel 6 Pembagian klasifikasi berdasarkan nilai pembobotan tiap parameter
Parameter Iklim
Tingkat Kesesuaian
S1 S2 S3 S4
Suhu udara (o
C) 4 3 2 1
Curah hujan tahunan (mm/tahun) 4 3 2 1
Kemiringan lahan 4 3 2 1
pH tanah 4 3 2 1
Pembobotan Agroklimat 16 12 8 4
Penentuan pembobotan di atas, ditentukan dari nilai pembobotan tiap
parameter. Dalam penelitian ini, digunakan pembagian kesesuaian tiap parameter
untuk menentukan kesesuaian agroklimat suatu lahan. Kesesuaian S1 (sangat
sesuai), memiliki nilai pembobot 15-16, untuk kesesuaian S2 (sesuai) memiliki nilai
pembobot 12-14, untuk S3 (sesuai marginal) memiliki nilai pembobot 8-11,
sedangkan N memiliki total pembobot <8.
Penentuan rentang dari total pembobotan ini dilakukan karena pada setiap
wilayah kemungkinan besar akan memiliki nilai yang berbeda untuk tiap
parameternya. Sebagai contoh, apabila suatu lahan memiliki nilai 4 pada parameter
suhu, 3 pada parameter hujan, nilai 2 pada parameter kemiringan dan pH tanah,
maka titik tersebut memiliki pembobot 11 dan masuk dalam kelas sesuai marginal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan
Letak, luas, dan informasi administratif
Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12'-8° LS dan 116°48'-122°36' BT
dengan luas wilayah 45764 km². Dari total luas provinsi, sekiranya 24476 km2
merupakan lahan terbangun, industri, dan pertanian, sedangkan sekitar 19000 km2
merupakan hutan dan lahan kosong. Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur,
Selat Makassar di barat dan Laut Flores di selatan. Provinsi Sulawesi Selatan
merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Sulawesi (BPS 2013).
Tabel 7 Luas wilayah tiap kabupaten di Sulawesi Selatan
Kabupaten
/ Kota
Luas
(km2
)
Kabupaten /
Kota
Luas
(km2
)
Kabupaten /
Kota
Luas
(km2
)
Bantaeng 396 Luwu Timur 6545 Soppeng 1359
Barru 1175 Luwu Utara 7503 Takalar 567
Bone 4559 Maros 1619 Tana Toraja 2054
Bulukumba 1155 Pangkajene 1236 Toraja Utara 115
Enrekang 1786 Pinrang 1962 Wajo 2056
Gowa 1883 Selayar 1162 Makassar 176
Jeneponto 750 Sidenreng Rappang 2504 Palopo 248
Luwu 3001 Sinjai 820 Parepare 99
Sumber: BPS (2013)
10
Iklim dan Tanah
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan wilayah semenanjung yang berbukit-
bukit yang membentang dari bagian utara ke bagian selatan dengan ketinggian 500-
1.500 meter lebih di atas permukaan laut. Antara bentangan tersebut terhampar
dataran rendah yang potensial untuk pertanian dan perairan. Iklim Sulawesi Selatan
termasuk tropis basah yang dipengaruhi angin musim barat dan angin musim timur
sehingga curah hujan cukup tinggi yang merata setiap tahunnya dan volume curah
hujan beragam sekitar 1000-3500 milimeter.
Untuk suhu udara, berdasarkan pengamatan di tiga Stasiun Klimatologi
(Maros, Hasanuddin dan Toraja) selama tahun 2014, rata-rata suhu udara berada
pada angka 27.4 o
C, sedangkan suhu udara maksimum sekitar 32.9 o
C dan suhu
minimum 18.7 o
C.
Pada sektor lahan, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki kelerengan (slope)
atau kemiringan lahan yang cukup landai dan tidak terlalu curam. Hal ini terlihat
dari hasil analisis peta tematik yang menunjukkan nilai kelerengan lahan terbesar
di Sulawesi selatan berada pada kisaran nilai 30%, atau miring sekitar 16-20o
.
Begitu pula kondisi pH tanah di Sulawesi Selatan, yang berkisar 4.8-7.7 dengan
sebaran pH tanah terbesar sekitar 5.0-6.0.
Identifikasi Kesesuaian Iklim
Identifikasi kesesuaian suhu udara
Hasil identifikasi menurut kesesuaian suhu udara di Sulawesi Selatan
menunjukkan bahwa tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik di hampir seluruh
wilayah Sulawesi Selatan, baik kopi jenis arabika maupun robusta. Hal ini dapat
dibuktikan dengan peta kesesuaian suhu udara yang terdapat pada Lampiran 1 & 2 .
Suhu udara yang baik untuk tanaman kopi secara keseluruhan sekitar 18–26
o
C, namun apabila diidentifikasi menurut jenisnya, kopi arabika dapat tumbuh
secara optimal pada suhu 18-23 o
C dan kopi robusta pada kisaran 22–30 o
C.
Berdasarkan hal tersebut, jika disesuaikan dengan data hasil analisis yang
menunjukkan sebaran suhu udara sekitar 18-33 o
C, provinsi ini memiliki kesesuaian
suhu udara yang terbilang cukup baik, seperti yang dapat kita lihat pada peta
kesesuaian suhu udara (Lampiran 1 & 2).
Identifikasi kesesuaian curah hujan
Di wilayah Sulawesi Selatan, sebaran tingkat kesesuaian curah hujan
terbilang cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh posisi dan topografi Sulawesi
Selatan sehingga wilayah ini memiliki dua pola curah hujan, yakni pola hujan
monsun di sebagian besar wilayah, dan pola hujan lokal untuk sebagian kecil
wilayahnya. Curah hujan yang paling baik untuk tanaman kopi pada suatu wilayah
yakni sekitar 2000 sampai 3000 mm/tahun, untuk lebih detailnya yakni 1500–3000
mm/tahun untuk tanaman kopi robusta, dan 2000-4000 mm/tahun untuk arabika.
Berdasarkan hal tersebut, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi salah satu
daerah yang memiliki tingkat kesesuaian curah hujan yang tepat karena wilayah ini
memiliki curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1200-3900 mm/tahun. Hal
ini juga dapat dilihat pada peta kesesuaian curah hujan pada Lampiran 3 dan 4 yang
didominasi oleh tingkat kesesuaian S1 dan S2, baik untuk tanaman kopi jenis
arabika maupun robusta.
11
Hasil identifikasi kesesuaian iklim
Berdasarkan identifikasi parameter iklim di atas yang dalam hal ini adalah
suhu udara, curah hujan, didapatkan tabel dan peta sebaran tingkat kesesuaian iklim
yang menggambarkan seberapa sesuai iklim di Sulawesi Selatan terhadap syarat
tumbuh tanaman kopi itu sendiri. Curah hujan dan suhu ini digunakan sebagai
faktor penentu kesesuaian iklim karena kedua parameter ini memiliki peranan
penting dalam fase pertumbuhan dan produksi tanaman kopi. Curah hujan berperan
penting dalam memenuhi ketersediaan air bagi tanaman, selain itu jumlah curah
hujan ini mampu mempengaruhi proses penyerbukan, terutama pada bulan-bulan
kering. Sedangkan suhu berpengaruh pada proses pembungaan dan kadar air
tanaman, apabila terlalu suhu terlalu tinggi akan menyebabkan percepatan pada
pembentukan bunga yang menjadikan tanaman kopi cepat mati, apabila suhu terlalu
rendah akan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan pembentukan bunga
pada tanaman kopi.
Tabel 8 Kesesuaian iklim tanaman kopi arabika dan robusta di Sulawesi Selatan
Tabel 8 menunjukkan sebaran wilayah dengan iklim yang cocok untuk
tanaman kopi di Sulawesi Selatan cukup beragam. Hal ini terlihat dari sebaran
masing-masing tingkat kesesuaian iklim yang cukup mencolok. Untuk kesesuaian
S1 (sangat sesuai), kopi jenis arabika memiliki luas sekitar 16542 km2
sedangkan
untuk robusta sekitar 21890 km2
. Untuk kesesuaian S2 (sesuai), arabika memiliki
luas sekitar 24466 km2
dan robusta sekitar 17757 km2
. Kemudian untuk kesesuaian
S3 (sesuai marginal), kopi jenis arabika memiliki luas sekitar 4282 km2
dan kopi
jenis robusta seluas 4671 km2
. Sedangkan iklim yang tidak sesuai (N) untuk
tanaman kopi jenis arabika hanya seluas 476 km2
dan 1446 km2
untuk kopi jenis
robusta.
Sebaran iklim yang sesuai menurut kabupaten untuk ditanami kopi arabika
yakni pada Kabupaten Luwu Utara, Toraja Utara, Toraja, Enrekang, dan sebagian
di Kabupaten Luwu, Maros, dan Gowa (Gambar 3). Sedangkan kabupaten yang
cocok untuk ditanami kopi jenis robusta yakni di Kabupaten Bone, Sinjai,
Bulukumba, Pinrang, Luwu Timur, Makassar, dan sebagian di daerah Maros,
Soppeng, dan Sidenreng Rappang (Gambar 4).
Tingkat
Kesesuaian
Arabika Robusta
Luas (km2
)
Persentase
Luasan (%)
Luas (km2
)
Persentase
Luasan (%)
S1 16542 36.1 21890 47.8
S2 24466 53.5 17757 38.8
S3 4282 9.4 4671 10.2
N 476 1.1 1446 3.2
12
Gambar 3 Peta kesesuaian iklim tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
13
Gambar 4 Peta kesesuaian iklim tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
14
Identifikasi Kesesuaian Tanah
Identifikasi kesesuaian kelerengan / kemiringan lahan
Secara geomorfologi, kelerengan di Provinsi Sulawesi Selatan cukup
kompleks, mulai dari daratan, perbukitan, pegunungan, lembah dan gunung dengan
sudut lereng antara 0-32% (landai sampai dengan cukup curam) (Lampiran 5 dan
6). Kelerengan yang nilai terbesarnya hanya berkisar 30% ini menjadikan wilayah
Sulawesi Selatan sangat berpotensi untuk dijadikan lahan penanaman tanaman kopi,
karena kopi jenis arabika ataupun robusta mampu tumbuh pada kelerengan yang
kurang dari 40% (Tabel 1).
Walaupun kesesuaian kelerengan ini cocok untuk semua jenis kopi baik
arabika maupun robusta, namun sebenarnya tanaman kopi optimal ditanam pada
kelerengan 8-15%, hal ini dikarenakan kelerengan yang agak curam juga dapat
menurunkan kemampuan tanah menyerap air, mengalangi sudut datang matahari,
dan berpotensi terjadi pengikisan dan erosi lahan.
Identifikasi kesesuaian pH (keasaman) tanah
Selain kelerengan lahan, untuk penentuan kesesuaian tanah ditentukan juga
seberapa besar tingkat keasaman tanah. Tanaman kopi membutuhkan tanah dengan
tingkat keasaman (pH) sekitar 5.3–6.5. Nilai pH yang optimal menurut jenis kopi
sendiri yakni sekitar 5.3–6.0 untuk kopi jenis arabika, dan 5.5–6.5 untuk robusta
(Tabel 1).
Walaupun memiliki kebutuhan tingkat pH yang hampir sama, masih dapat
terlihat perbedaan yang cukup mencolok dari kedua jenis kopi tersebut, seperti yang
terlihat pada peta kesesuaian pH tanah (Lampiran 7 dan 8). Keasaman tanah yang
sangat berpengaruh dalam ketersediaan hama tanaman menjadikan parameter ini
sebagai faktor yang cukup penting dan perlu dipertimbangkan dalam penentuan
lokasi penanaman kopi.
Hasil identifikasi kesesuaian tanah
Berdasarkan identifikasi parameter iklim di atas yang dalam hal ini adalah
kelerengan / kemiringan tanah dan pH tanah, didapatkan tabel dan peta sebaran
tingkat kesesuaian tanah yang menggambarkan seberapa sesuai tanah di Sulawesi
Selatan terhadap syarat tumbuh tanaman kopi baik jenis arabika maupun jenis
robusta.
Penentuan kesesuaian tanah ini dilakukan untuk mendukung analisis
kesesuaian iklim yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dikarenakan tanaman
kopi tidak hanya bergantung pada unsur iklim saja, namun juga bergantung pada
kondisi tanahnya. Kemiringan lahan dan pH tanah ini berperan penting dalam
ketersediaan unsur hara tanah, penyerapan zat oleh akar tanaman, serta risiko
terjadinya erosi.
Hasil yang didapatkan pada analisis kesesuaian tanah ini memperlihatkan
bahwa untuk kedua jenis kopi ini memiliki kesesuaian tanah yang tidak jauh
berbeda. Kesamaan syarat tumbuh untuk parameter kemiringan lahan, dan hampir
sama pada parameter pH tanah menjadikan kedua kopi ini memiliki kesesuaian
tanah yang relatif sama. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 5 & 6.
15
Tabel 9 Kesesuaian tanah tanaman kopi arabika dan robusta di Sulawesi Selatan
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, data kesesuaian tanah yang didapatkan
untuk kedua jenis kopi ini tidak jauh berbeda. Pada Tabel 9 di atas, terlihat bahwa
sebaran lahan yang cocok untuk tanaman kopi jenis arabika di Sulawesi Selatan
cukup merata dan tidak terdapat sebaran tanah yang tidak sesuai.
Kesesuaian S2 terlihat mendominasi dengan luas sekitar 35662 km2
atau
sekitar 77.9% dari total luas area provinsi, disusul dengan tingkat kesesuaian S3
(sesuai marginal) yang memiliki luas sekitar 5883 km2
atau sekitar 12.9% dari total
luas area provinsi. Untuk kesesuaian S1 memiliki luas sekitar 4014 km2
atau sekitar
8.8% dari total luas area provinsi. Sedangkan lahan yang tidak sesuai (N) untuk
tanaman kopi jenis arabika seluas 205 km2
atau sekitar 0.4% dari total luas provinsi.
Untuk wilayah sebaran S3, penambahan input agar tidak terhalang oleh faktor
pembatas menurut tanah ini sangat perlu dilakukan untuk menambah luasan lahan
yang sesuai.
Tidak jauh berbeda dengan kesesuaian lahan kopi arabika, jenis kopi robusta
memiliki tingkat kesesuaian iklim yang hampir sama dengan jenis kopi arabika.
Pada Gambar 4, terlihat bahwa kesesuaian S2 dan S1 merupakan tingkat kesesuaian
yang paling dominan. Untuk kesesuaian S1, memiliki area seluas 9807 km2
atau
sekitar 21.4% dari total luas area provinsi. Kemudian untuk kesesuaian S2, tersebar
pada area dengan luas 29869 km2
atau sekitar 65.3% dari total luas area provinsi,
kesesuaian S3 dan N memiliki luas masing-masing sekitar 5885 km2
dan 203 km2
atau sekitar 12.9% dan 0.4% dari total luas area Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk
kesesuaian S3 (sesuai marginal) perlu dilakukan penambahan masukan atau usaha
untuk mengurai faktor pembatas berdasarkan tanah ini.
Untuk wilayah yang memiliki kesesuaian tanah tanaman kopi ini, kopi jenis
arabika dan robusta memiliki sebaran wilayah sesuai yang hampir sama, yakni pada
Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu Utara, Luwu Timur, Enrekang, Luwu,
Sinjai, Gowa, Takalar, dan beberapa titik pada Kabupaten Soppeng, Bone, dan
Sidenreng Rappang. (Gambar 5 & 6)
Tingkat
Kesesuaian
Arabika Robusta
Luas (km2
)
Persentase
Luasan (%)
Luas (km2
)
Persentase
Luasan (%)
S1 4014 8.8 9807 21.4
S2 35662 77.9 29869 65.3
S3 5883 12.9 5885 12.9
N 205 0.4 203 0.4
16
Gambar 5 Peta kesesuaian tanah tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
17
Gambar 6 Peta kesesuaian tanah tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
18
Identifikasi Kesesuaian Agroklimat
a. Arabika
Kontribusi iklim dan tanah dalam menunjang pertumbuhan tanaman kopi
merupakan syarat yang mutlak dan perlu dipertimbangkan. Wilayah dengan kondisi
iklim yang sesuai namun tidak sesuai dengan tanahnya, maka akan menyebabkan
tanaman tidak dapat tumbuh secara baik bahkan tidak dapat memberikan hasil
produksi, begitu pula untuk kondisi sebaliknya
Tabel 10 Kesesuaian agroklimat tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
No.
Tingkat
Kesesuaian
Luas (km2
)
Persentase Luasan
(%)
1 S1 2890 6.4
2 S2 29129 62.9
3 S3 13746 30.7
4 N 0 0
Berdasarkan Tabel 10 mengenai kesesuaian agroklimat untuk tanaman
arabika ini, terlihat bahwa Provinsi Sulawesi Selatan sebagian besar wilayahnya
memiliki tingkat kesesuaian yang sangat sesuai (S2) dan sesuai (S3), namun tak
sedikit pula wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian kurang sesuai (S1),
sedangkan tingkat kesesuaian tidak sesuai (N) tidak ditemukan. Kesesuaian S1
memiliki area seluas 2890 km2
atau sekitar 6.4% dari total luas area provinsi.
Kemudian untuk kesesuaian S2, tersebar pada area dengan luas 29129 km2
atau
sekitar 62.9% dari total luas area provinsi, dan kesesuaian S3 memiliki luas 13764
km2
atau sekitar 30.7% dari total luas area provinsi.
Dari data kesesuaian lahan di atas, wilayah yang berpotensi untuk
pengembangan kopi jenis arabika berdasarkan aspek agroklimatnya merupakan
gabungan dari tingkat kesesuaian sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2) dengan luas
total area 32019 km2
atau sekitar 69% dari luas total wilayah Sulawesi Selatan.
Wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian S3 (sesuai marginal) dapat dikatakan
kurang berpotensi, karena terdapat faktor pembatas yang besar dalam proses
produksi kopi arabika itu sendiri. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki tingkat
kesesuaian N (tidak sesuai), dapat dikatakan bahwa lahan ini tidak cocok untuk
dilakukan penanaman tanaman kopi arabika. .
Wilayah atau kabupaten yang memiliki kesesuaian agroklimat tanaman kopi
jenis arabika ini terlihat dominan pada dataran tinggi, seperti pada Kabupaten Tana
Toraja, Toraja Utara, Enrekang, Luwu Utara, Gowa, Sinjai dan sebagian pada
Kabupaten Luwu Timur. Untuk melihat sebaran secara detail, berikut peta
kesesuaian agroklimat pada Gambar 7 yang menunjukkan hasil penggabungan dan
tumpang susun dari kesesuaian iklim dan kesesuaian tanah.
19
Gambar 7 Peta kesesuaian agroklimat tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
20
Untuk melihat luasan kesesuaian agroklimat kopi arabika menurut
kabupaten, berikut Tabel 11.
Tabel 11 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis
arabika di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten / Kota
Luas (km2
)
S1 S2 S3 N
Kab. Bantaeng 17 165 215 0
Kab. Barru 26 847 302 0
Kab. Bone 205 2457 1897 0
Kab. Bulukumba 79 652 423 0
Kab. Enrekang 90 1109 587 0
Kab. Gowa 623 1069 192 0
Kab. Jeneponto 25 179 546 0
Kab. Luwu 3 2648 349 0
Kab. Luwu Timur 530 4835 1181 0
Kab. Luwu Utara 64 6990 448 0
Kab. Maros 148 1457 13 0
Kab. Pangkajene 5 1204 27 0
Kab. Pinrang 1 661 1300 0
Kab. Selayar 0 107 1054 0
Kab. Sidenreng Rappang 0 678 1826 0
Kab. Sinjai 185 625 10 0
Kab. Soppeng 77 431 851 0
Kab. Takalar 31 170 365 0
Kab. Tana Toraja 580 1469 5 0
Kab. Toraja Utara 201 942 8 0
Kab. Wajo 0 3 2053 0
Kota Makassar 0 176 0 0
Kota Palopo 1 246 1 0
Kota Pare-pare 0 8 91 0
Total 2890 29129 13746 0
Tabel 11 menunjukkan bahwa kabupaten yang memiliki kesesuaian
agroklimat S1 terluas untuk jenis kopi arabika di Provinsi Sulawesi Selatan adalah
Kabupaten Gowa dengan luas 623 km2
yang kemudian diikuti oleh Kabupaten Tana
Toraja dengan luas 580 km2
. Kabupaten dengan kesesuaian agroklimat S2 terluas
adalah Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur dengan luasan masing-masing
6990 km2
dan 4835 km2
. Untuk tingkat S3, Kabupaten Wajo memiliki kesesuaian
agroklimat S3 terluas dari kabupaten lainnya dengan luas 2053 km2
. Sedangkan
kabupaten untuk kesesuaian agroklimat N tidak ditemukan di kabupaten manapun.
Hal ini berarti untuk kopi arabika memiliki kesesuaian yang cukup baik di Sulawesi
Selatan.
21
b. Robusta
Terlihat seperti kebalikan dari tingkat kesesuaian kopi arabika, peta
kesesuaian agroklimat untuk tanaman kopi robusta ini didominasi oleh kesesuaian
S2 (sesuai), diikuti oleh wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian S3 (sesuai
marginal). Namun tidak sedikit pula wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian S1
seperti yang tercantum pada Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12 Kesesuaian agroklimat tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
No.
Tingkat
Kesesuaian
Luas (km2)
Persentase Luasan
(%)
1 S1 6554 14.4
2 S2 26734 58.9
3 S3 12446 26.6
4 N 30 0.1
Dari Tabel 12 terlihat bahwa kesesuaian S1 memiliki area seluas 6554 km2
atau sekitar 14.4% dari total luas area provinsi. Kemudian untuk kesesuaian S2,
tersebar pada area dengan luas 26734 km2
atau sekitar 58.9% dari total luas area
provinsi, dan kesesuaian S3 memiliki luas 12446 km2
atau sekitar 26.6% dari total
luas area Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan untuk kesesuaian N, berada pada
area sangat sempit dengan luas 30 km2
atau sekitar 0.1% dari total luas provinsi
Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil tersebut, kesesuaian S1 dan S2 yang apabila digabung akan
menghasilkan wilayah yang cocok untuk ditanami kopi robusta memiliki luas area
sekitar 33288 km2
atau sekitar 73% dari total luas area provinsi. Sedangkan untuk
wilayah yang kurang sesuai / sesuai marginal (S3), membutuhkan perbaikan,
penambahan, ataupun pengolahan faktor pembatas agar dapat dijadikan lahan
penanaman kopi robusta. Dan wilayah yang tidak sesuai (N) bisa dikatakan tidak
cocok untuk ditanami kopi jenis robusta ini.
Selain karena tidak sesuai dengan syarat iklimnya, wilayah dengan tingkat
kesesuaian N juga tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kopi menurut
kesesuaian tanah. Hal inilah yang menyebabkan potensi penanaman kopi di daerah
tersebut bisa dikatakan tidak ada. Untuk melihat luas kesesuaian agroklimat di tiap
kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, dapat dilihat pada Tabel 13 dari data
kesesuaian agroklimatnya.
Kabupaten yang memiliki kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis robusta
ini terlihat lebih banyak pada kawasan atau wilayah dataran rendah, seperti pada
Kabupaten Bone, Sinjai, Maros Pinrang, Takalar, Luwu Timur dan sebagian pada
Luwu dan Enrekang. Untuk melihat sebaran secara detail, berikut peta kesesuaian
agroklimat pada Gambar 8 yang menunjukkan hasil penggabungan dan tumpang
susun dari kesesuaian iklim dan kesesuaian tanah.
22
Gambar 8 Peta kesesuaian agroklimat tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
23
Untuk melihat luasan kesesuaian agroklimat kopi robusta menurut kabupaten,
berikut Tabel 13.
Tabel 13 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis
robusta di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten / Kota
Luas (km2
)
S1 S2 S3 N
Kab. Bantaeng 59 247 90 0
Kab. Barru 137 861 171 6
Kab. Bone 2066 2293 193 7
Kab. Bulukumba 700 416 38 0
Kab. Enrekang 119 717 946 4
Kab. Gowa 436 957 490 0
Kab. Jeneponto 181 384 185 0
Kab. Luwu 0 1469 1525 6
Kab. Luwu Timur 22 5163 1360 0
Kab. Luwu Utara 0 3772 3730 0
Kab. Maros 459 910 249 1
Kab. Pangkajene 0 813 421 2
Kab. Pinrang 34 1334 594 0
Kab. Selayar 0 1153 8 0
Kab. Sidenreng Rappang 230 1846 427 1
Kab. Sinjai 562 170 88 0
Kab. Soppeng 392 929 35 3
Kab. Takalar 281 286 0 0
Kab. Tana Toraja 1 1192 862 0
Kab. Toraja Utara 0 249 902 0
Kab. Wajo 809 1247 0 0
Kota Makassar 4 172 0 0
Kota Palopo 0 117 131 0
Kota Pare-pare 62 37 0 0
Total 6554 26734 12446 30
Tabel 13 menunjukkan bahwa kabupaten yang memiliki kesesuaian
agroklimat S1 terluas untuk tanaman kopi jenis robusta adalah Kabupaten Bone
dengan luas sekitar 2066 km2
. Kabupaten yang merupakan kabupaten terluas pada
kesesuaian agroklimat S2 adalah Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara dengan
luas masing-masing 5163 km2
dan 3772 km2
, disusul Kabupaten Bone dengan luas
2293 km2
. Untuk kesesuaian agroklimat S3, Kabupaten Luwu Utara menjadi
kabupaten terluas dengan luas area S3 3730 km2
, sedangkan kesesuaian agroklimat
N (tidak sesuai) tidak banyak ditemukan, kabupaten terluas adalah Kabupaten Bone
yang memiliki luas hanya sekitar 7 km2
dan total N hanya berkisar 30 km2
.
24
Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Kopi
Iklim dan tanah yang hanya merupakan sifat fisik untuk menentukan
kesesuaian agroklimat tanaman kopi di Sulawesi Selatan, memerlukan faktor lain
untuk kemudian ditumpang susunkan dengan kesesuaian agroklimat, yakni faktor
penggunaan lahan. Wilayah dengan lahan seperti semak belukar, kebun campuran,
perkebunan, rawa, ladang, dan hutan sekunder dengan kepemilikan yang jelas,
dapat dijadikan sebagai wilayah perluasan yang memiliki potensi yang baik.
Sedangkan untuk wilayah dengan lahan terbangun, lahan pertanian, hutan primer,
kawasan industri, dan perairan tidak bisa dijadikan sebagai area perluasan lahan.
Data yang didapatkan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sulawesi
Selatan (2015), bahwa pada tahun 2014 produksi kopi yang dihasilkan adalah
19534 ton untuk jenis arabika dan 9564 ton untuk jenis robusta dengan luas potensi
lahan masing-masing adalah 465 km2
dan 242 km2
, maka didapatkan perkiraan
produktivitas kopi arabika sekitar 42 ton/km2
dan 40 ton/km2
untuk jenis kopi
robusta. Sehingga apabila diasumsikan produktivitasnya sama untuk tiap kabupaten,
maka akan didapatkan data potensi produksi tanaman kopi untuk tiap kabupaten.
Berikut Tabel 14 hasil tumpang susun kesesuaian agroklimat dan tutupan lahan.
Tabel 14 Kesesuaian lahan dan perkiraan produksi pada wilayah yang dapat
digunakan di tiap kabupaten daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten / Kota
Luas (km2
) Produksi (Ton)
Arabika Robusta Arabika Robusta
Kab. Bantaeng 19 51 785 2030
Kab. Barru 63 76 2636 3012
Kab. Bone 185 297 7763 11720
Kab. Bulukumba 102 145 4300 5742
Kab. Enrekang 123 67 5168 2655
Kab. Gowa 144 121 6070 4769
Kab. Jeneponto 26 36 1089 1434
Kab. Luwu 228 103 9578 4078
Kab. Luwu Timur 602 548 25284 21670
Kab. Luwu Utara 737 368 30976 14553
Kab. Maros 83 74 3501 2940
Kab. Pangkajene 70 39 2921 1534
Kab. Pinrang 48 60 2034 2380
Kab. Selayar 15 132 635 5198
Kab. Sidenreng Rappang 58 88 2444 3463
Kab. Sinjai 96 87 4054 3444
Kab. Soppeng 36 116 1510 4579
Kab. Takalar 4 19 181 732
Kab. Tana Toraja 219 149 9202 5871
Kab. Toraja Utara 191 46 8018 1813
Kab. Wajo 0 95 13 3770
Kota Makassar 2 2 77 73
Kota Palopo 17 6 696 223
Kota Pare-pare 0 11 10 425
Total 3069 2735 128945 108108
25
Dari Tabel 14, didapatkan nilai luas dan perkiraan hasil produksi kopi di tiap
kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan. Luas lahan untuk kedua jenis kopi dalam satu
kabupaten, bukan berarti bahwa di kabupaten tersebut dapat ditanami kedua jenis
kopi secara bersamaan dengan luasan tertentu, tetapi pada kabupaten tersebut dapat
ditanami kopi jenis arabika pada lahan tertentu atau ditanami kopi jenis arabika
pada lahan tertentu pula. Hal ini dikarenakan masih terdapat kemungkinan lahan
yang dapat ditanami kopi arabika, dapat pula ditanami kopi jenis robusta.
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat kabupaten yang memiliki potensi yang
paling besar dalam perluasan lahan perkebunan kopi jenis arabika adalah
Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur dengan luasan masing-masing 737 km2
dan 602 km2
, atau sekitar 23% dan 19.% dari total luas lahan yang berpotensi
ditanami kopi arabika. Sedangkan untuk kopi jenis robusta, lahan berpotensi paling
luas adalah Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara dengan luasan masing-masing
548 km2
dan 368 km2
, atau sekitar 20% dan 13.4% dari total luas lahan berpotensi
ditanami kopi robusta.
Dari tabel di atas juga dapat terlihat bahwa kopi arabika memiliki total lahan
potensial yang baik seluas 3069 km2
atau sekitar 6.7% dari total luas provinsi, dan
untuk kopi robusta seluas 2735 km2
atau sekitar 6% dari luas Provinsi Sulawesi
Selatan. Namun luasan ini tidak dapat digabungkan atau di jumlahkan, karena
apabila perkebunan kopi arabika diperluas, terdapat kemungkinan bahwa lahan
yang berpotensi untuk tanaman kopi robusta juga termasuk di dalamnya, begitu
pula sebaliknya. Selain itu, luasan yang dikalkulasikan di atas masih bersifat
potensial, risiko perbedaan nilai dari kondisi aktual lapangan sangat besar.
Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara menjadi wilayah dengan potensi
paling baik untuk dijadikan lahan perluasan perkebunan kopi, hal ini dikarenakan
masih terdapat banyak lahan potensi cocok tanam yang belum dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar.
Dari data luasan dan perkiraan produksi di atas, apabila pihak terkait fokus
untuk mengembangkan tanaman kopi jenis arabika, maka produksi kopi arabika di
Sulawesi Selatan akan bertambah sekitar 128 ribu ton, sedangkan jika pihak terkait
fokus terhadap penanaman kopi jenis robusta, maka akan didapatkan potensi
kenaikan produksi sekitar 108 ribu ton. Tetapi angka di atas merupakan angka
potensi, tidak dapat dijamin bahwa angka tersebut akan sama pada kondisi
aktualnya.
Untuk sebaran wilayah yang berpotensi ditanami kopi jenis arabika dan
robusta, terlihat bahwa kopi arabika cocok ditanam pada daerah dataran tinggi
dengan suhu relatif rendah seperti Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, dan
sebagian di daerah Luwu Utara dan Luwu Timur (Gambar 9). Sedangkan pada
kondisi sebaliknya, kopi robusta cocok di tanam pada Kabupaten Luwu Timur,
Luwu Utara, Bone dan beberapa kabupaten lainnya yang memiliki ketinggian yang
rendah serta suhu yang relatif tinggi (Gambar 10).
26
Gambar 9 Peta lahan berpotensi untuk ditanami kopi arabika di Sulawesi Selatan
27
Gambar 10 Peta lahan berpotensi untuk ditanami kopi robusta di Sulawesi Selatan
28
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Wilayah yang berpotensi untuk dijadikan lahan pengembangan tanaman kopi
arabika memiliki luas 32019 km2
atau sekitar 69% dari luas total wilayah Sulawesi
Selatan, sedangkan untuk tanaman kopi robusta memiliki luas 33288 km2
atau
sekitar 73% dari total luas area provinsi. Apabila ditinjau lebih lanjut berdasarkan
tutupan lahannya, maka luas lahan yang baik untuk dimanfaatkan sebagai lahan
perluasan dan pengembangan tanaman kopi arabika adalah seluas 3069 km2
atau
sekitar 6.7% dari total luas provinsi, dan untuk kopi robusta seluas 2735 km2
atau
sekitar 6% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai lahan yang bersifat
potensial, maka luasan lahan arabika yang sesuai tidak dapat digabung atau
dijumlahkan dengan lahan robusta, karena apabila perkebunan kopi arabika
diperluas, terdapat kemungkinan bahwa lahan yang berpotensi untuk tanaman kopi
robusta juga termasuk di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Selain itu, risiko
perbedaan nilai dari kondisi aktual lapangan sangat besar.
Saran
Penelitian ini hanya mengkaji dan didasarkan pada sifat fisik saja, perlu juga
diperhatikan faktor-faktor lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, dan politik, serta
kebijakan pemerintah untuk lebih mengembangkan tanaman kopi baik jenis arabika
maupun robusta di Provinsi Sulawesi Selatan. Faktor pembobot yang digunakan
dalam metode penelitian ini diasumsikan sama dan hanya berlaku untuk wilayah
kajian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut dengan metode yang berbeda untuk mendapatkan luasan lahan aktual yang
benar-benar cocok untuk pengembangan tanaman kopi. Dalam pemilihan tutupan
lahan yang tidak memasukkan hutan primer sebagai lahan yang bisa ditanami harus
dikaji lebih lanjut, karena tanaman perkebunan seperti kopi ini sebenarnya bisa
ditanam pada pinggiran atau batas hutan primer. Selain itu, data yang digunakan
dalam perwilayahan hendaknya bersifat data primer demi hasil yang lebih akurat.
Untuk pengembangan dan peningkatan produksi tanaman perkebunan ini,
diperlukan kerja sama dari semua pihak sehingga mampu mengoptimalkan
produksi dan pengembangan hasil perkebunan nasional.
29
DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1998. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta. Penerbit Kanisisus.
Aak. 2002. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta. Penerbit Kanisisus.
AEKI. 2013. Konsumsi Kopi Domestik. AICE [Internet]. [diunduh 2016 Sep 3].
Tersedia pada: http://www.aeki-aice.org/page/konsumsi-kopi-domestik/id
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press.
[AMARTA] Agribisnis Market and Support Activitiy. 2010. Budidaya Tanaman
Kopi Arabika di Sumatera Utara. Jakarta.
Bakosurtanal. 1996. Pengembangan prototipe wilayah pesisir dan marin kupang,
Nusa Tenggara Timur. Cibinong. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG.
Baon, J.B., Pujiyanto dan R. Erwiyono. 2003. Evaluasi dampak kekeringan 2002
terhadap produksi kopi dan kakao tahun 2003 di PT Perkebunan Nusantara
XII. Laporan penelitian, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 22 hal.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. 2013. Luas Wilayah,
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Menurut Kabupaten/Kota. BPS Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar.
Carelli, M.L.C., R.B.Q Voltan, J.I. Fahl and P.C.O Trivelin. 2003. Leaf Anatomy
and Carbon Istope Composition in Coffee Species Related to
Photosynthetic Pathway. Plant Physiol, 15(1): 19-24.
CSR / FAO Staff. 1983. Reconnaissance Land Resource Surveys 1 : 25.000 Scale
Atlas Format Procedures. Bogor : Centre for Soil Research. Indonesia.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sulawesi Selatan. 2015. Data Luas Areal,
Produksi, Produktivitas dan Petani Perkebunan Rakyat Per Komoditi Per
Kabupaten. Makassar. Bagian Data dan Informasi.
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis
untuk Komoditas Pertanian. ISBN 979-9474-25-6. Bogor. Balai Penelitian
Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Ditjenbun. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2012-2014. Jakarta. Direktorat
Jenderal Perkebunan
Erwiyono, R, A. Wibawa, Pujiyanto dan J.B. Baon. 2006. Peranan perkebunan kopi
terhadap kelestarian lingkungan dan produksi kopi: Kasus di tanah Andosol.
Hal. 155-162. Dalam Wahyudi, T. et al. (Eds). Penguatan agribisnis kopi
melalui peningkatan mutu, diversifikasi produk dan perluasan pasar.
Simposium Kopi 2006 di Surabaya, 2-3 Agustus 2006.
Hulupi, R. 1999. Bahan Tanam Kopi yang Sesuai untuk Agroklimat di Indonesia.
Jember. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 15(1): 64-81.
Komarudin MR. 1998. Pewilayahan Tanaman Mangga dan Jambu Mete di
Sulawesi Tenggara. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam. Institut Pertanian Bogor. Tidak
dipublikasikan.
30
Najiyati, S., Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen. Jakarta.
Penebar Swadaya.
Najiyati, S dan Danarti. 2004. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Edisi Revisi. Jakarta. Penebar Swadaya.
Najiyati, S dan Danarti. 2007. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Jakarta. Penebar Swadaya.
Nur, A.M dan Zaenudin. 1999. Perkembangan buah dan pemulihan pertumbuhan
kopi Robusta akibat cekaman kekeringan. Pelita Perkebunan. 15(3):162-
174.
Nursal, J., W.Q. Muknisjah, M.A. Chozin, I. Anas, R. Boer, dan M.V. Noordwijk.
2003. Sistem Agroforestri Berbasis Kopi: Iklim Mikro dan Simulasi
Model dengan WaNuLCAS. Prosiding Seminar Nasional hasil - hasil
penelitian dan pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Jambi.
Pujiyanto (1992). Toleransi bibit kakao terhadap salinitas tanah, Pelita Perkebunan.
8:61–67.
Pusat Data dan Statistik Pertanian. 2006. Statistik Perkebunan. Departemen
Pertanian.
Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan
Robusta. Jakarta. Penebar Swadaya.
Sanger, A. 1998. Mathematics for Biologists Part Biology. Mathematics for
Biologists.
Siswoputranto,P.S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia, Yogyakarta: Kanisius
Sitorus, S.R.P. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito, Bandung
Soenaryo. 1975. Pengaruh penyimpangan iklim terhadap produksi kopi. Menara
Perkebunan. 43:79-91.
Soerotani, S. dan Soenardjan. 1984. Pengalaman dalam musim kemarau panjang
1982 di PT Perkebunan XVIII. Perkebunan Indonesia. 3/4,19-28.
SQM. 2016. Coffe. [Internet]. [diakses 2016 Sep 5]. Tersedia pada:
http://www.sqm.com/en_us/productos/nutricionvegetaldeespecialidad/culti
vos/cafe.aspx
Widiyawati, F. 2005. Potensi Perkembangan Tanaman Jeruk (Citrus sp.)
Berdasarkan Kesesuaian Iklim dan Tanah di Kabupaten Magetan, Sulawesi
Selatan. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan alam. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Williams, C.N. 1975. Coffee (Coffea spp.). p. 84-96. The agronomy of the major
tropical crops. Oxford University Press. Selangor. Malaysia.
Wrigley, G. 1988. Coffee. Longman Scientific & Technical, Longman Singapore
Publishers (Pte) Ltd. Singapore. 639 pp.
Yahmadi, M. 1973. Pengaruh kemarau panjang terhadap tanaman kopi. Menara
Perkebunan. 41:235-240.
Yogi, R. 2015. Kesesuaian Lahan tanaman kopi di Politeknik Pertanian Negeri
Payakumbuh. Jurnal nasional ecopedon. 2:56-60.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta kesesuaian suhu udara tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
32
Lampiran 2 Peta kesesuaian suhu udara tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
33
Lampiran 3 Peta kesesuaian curah hujan tanaman kopi arabika di Sulawesi
Selatan
34
Lampiran 4 Peta kesesuaian curah hujan tanaman kopi robusta di Sulawesi
Selatan
35
Lampiran 5 Peta kesesuaian kelerengan tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
36
Lampiran 6 Peta kesesuaian kelerengan tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
37
Lampiran 7 Peta kesesuaian keasaman (pH) tanaman kopi arabika di Sulawesi
Selatan
38
Lampiran 8 Peta kesesuaian keasaman (pH) tanaman kopi robusta di Sulawesi
Selatan
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Maros pada tanggal 14 Maret 1994 dari ayah H. Muchtar
(alm) dan ibu Hj. Maryam. Penulis adalah putra ke-11 dari 12 bersaudara. Tahun
2012 Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Maros dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB dan diterima di Departemen Geofisika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Agrometeorologi pada tahun ajaran 2015/2016. Penulis juga pernah aktif di
organisasi asrama sebagai anggota, yakni organisasi Art Dormitory Club (ADC)
dan English Dormitory Club (EDC). Penulis juga pernah menjadi Ketua Angkatan
Organisasi Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Sulawesi Selatan (IKAMI) periode
2012/2013, sebagai anggota pada Bidikmisi Musik Club, dan Akustik GFM.
Penulis juga pernah mengikuti kegiatan IPB Goes To Field (IGTF) pada bulan
Agustus 2015 di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.
Selain berorganisasi, penulis juga sering mengikuti ajang perlombaan baik
olahraga maupun seni. Beberapa prestasi yang pernah diraih adalah sebagai berikut,
Juara 1 Volli Putra Paguyuban Bidik Misi 2013, Juara 3 Lomba Akustik SPIRIT
FMIPA 2014, Juara 2 Volly Putra SPIRIT FMIPA 2013, Juara 2 Volly Putra
SPIRIT FMIPA 2015, Juara 1 Tenis Meja Geometrik GFM 2015. Penulis juga
pernah menjadi bintang tamu dan pengisi acara dalam berbagai acara seperti,
Paguyuban Bidik Misi, acara Rektorat, dan beberapa acara dari organisasi maupun
departemen di IPB.

Mais conteúdo relacionado

Destaque

Social Media Channels
Social Media ChannelsSocial Media Channels
Social Media ChannelsiTours 360VR
 
статут пошук
статут пошукстатут пошук
статут пошукksuha12
 
Elena félix gonzález.práctica 2
Elena félix gonzález.práctica 2Elena félix gonzález.práctica 2
Elena félix gonzález.práctica 2ElenaFelix8
 
Evaluation 2 powerpoint
Evaluation 2 powerpointEvaluation 2 powerpoint
Evaluation 2 powerpointemmanuella_mmj
 
Mortgage industry explained-maria arrua
Mortgage industry explained-maria arruaMortgage industry explained-maria arrua
Mortgage industry explained-maria arruaMaria A. Arrua
 
фотоконкурс пошук
фотоконкурс пошукфотоконкурс пошук
фотоконкурс пошукksuha12
 
історичний клуб пошук
історичний клуб пошукісторичний клуб пошук
історичний клуб пошукksuha12
 
RTS Duštvene mreže talične za biznis
RTS Duštvene mreže talične za biznisRTS Duštvene mreže talične za biznis
RTS Duštvene mreže talične za biznisAgencijaOne2Grow
 
DiVal Events - Creative Marketing Assets and Event Aesthetics
DiVal Events - Creative Marketing Assets and Event AestheticsDiVal Events - Creative Marketing Assets and Event Aesthetics
DiVal Events - Creative Marketing Assets and Event AestheticsiTours 360VR
 
Apresentação GoldenBit Doutor Golden Bit
Apresentação GoldenBit Doutor Golden BitApresentação GoldenBit Doutor Golden Bit
Apresentação GoldenBit Doutor Golden Bitdoutorgoldenbit
 

Destaque (13)

Social Media Channels
Social Media ChannelsSocial Media Channels
Social Media Channels
 
Mama, maj 2014
Mama, maj 2014Mama, maj 2014
Mama, maj 2014
 
TriMed Annual Memberships
TriMed Annual MembershipsTriMed Annual Memberships
TriMed Annual Memberships
 
статут пошук
статут пошукстатут пошук
статут пошук
 
Elena félix gonzález.práctica 2
Elena félix gonzález.práctica 2Elena félix gonzález.práctica 2
Elena félix gonzález.práctica 2
 
Evaluation 2 powerpoint
Evaluation 2 powerpointEvaluation 2 powerpoint
Evaluation 2 powerpoint
 
E l aforumppt14112koukai
E l aforumppt14112koukaiE l aforumppt14112koukai
E l aforumppt14112koukai
 
Mortgage industry explained-maria arrua
Mortgage industry explained-maria arruaMortgage industry explained-maria arrua
Mortgage industry explained-maria arrua
 
фотоконкурс пошук
фотоконкурс пошукфотоконкурс пошук
фотоконкурс пошук
 
історичний клуб пошук
історичний клуб пошукісторичний клуб пошук
історичний клуб пошук
 
RTS Duštvene mreže talične za biznis
RTS Duštvene mreže talične za biznisRTS Duštvene mreže talične za biznis
RTS Duštvene mreže talične za biznis
 
DiVal Events - Creative Marketing Assets and Event Aesthetics
DiVal Events - Creative Marketing Assets and Event AestheticsDiVal Events - Creative Marketing Assets and Event Aesthetics
DiVal Events - Creative Marketing Assets and Event Aesthetics
 
Apresentação GoldenBit Doutor Golden Bit
Apresentação GoldenBit Doutor Golden BitApresentação GoldenBit Doutor Golden Bit
Apresentação GoldenBit Doutor Golden Bit
 

Semelhante a POTENSI KOPI

PAPARAN KOPI SEMINAR INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI 2014.ppt
PAPARAN KOPI SEMINAR INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI 2014.pptPAPARAN KOPI SEMINAR INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI 2014.ppt
PAPARAN KOPI SEMINAR INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI 2014.pptEmailgamer0104gmailc
 
tugas ESDAL Habibulah bab ll.docx
tugas ESDAL Habibulah bab ll.docxtugas ESDAL Habibulah bab ll.docx
tugas ESDAL Habibulah bab ll.docxnelvameyriani1
 
Makalah laporan kegiatan LAPORAN KEGIATAN STUDY TOUR PUSAT PENELITIAN PABRIK...
Makalah laporan kegiatan LAPORAN KEGIATAN STUDY TOUR  PUSAT PENELITIAN PABRIK...Makalah laporan kegiatan LAPORAN KEGIATAN STUDY TOUR  PUSAT PENELITIAN PABRIK...
Makalah laporan kegiatan LAPORAN KEGIATAN STUDY TOUR PUSAT PENELITIAN PABRIK...Nita Mardiana
 
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Perkebunan budidaya tebu
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Perkebunan budidaya tebuUBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Perkebunan budidaya tebu
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Perkebunan budidaya tebuSri Hartatik
 
Program Penyuluhan Kabupaten Dompu 2014
Program Penyuluhan Kabupaten Dompu 2014Program Penyuluhan Kabupaten Dompu 2014
Program Penyuluhan Kabupaten Dompu 2014Nurdinmontacity din
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019hasni
 
konversi lahan kopi menjadi tanaman pekarangan
konversi lahan kopi menjadi tanaman pekarangankonversi lahan kopi menjadi tanaman pekarangan
konversi lahan kopi menjadi tanaman pekaranganAris Pamungkas
 
Wisata edukasi puslit
Wisata edukasi puslitWisata edukasi puslit
Wisata edukasi puslitGis Puslit
 
Toba asahan 1297764423
Toba asahan 1297764423Toba asahan 1297764423
Toba asahan 1297764423Awang Deswari
 
PEMBUATAN_SARANG_SEMUT_HITAM_(Dolichoderus_thoracicus).pdf
PEMBUATAN_SARANG_SEMUT_HITAM_(Dolichoderus_thoracicus).pdfPEMBUATAN_SARANG_SEMUT_HITAM_(Dolichoderus_thoracicus).pdf
PEMBUATAN_SARANG_SEMUT_HITAM_(Dolichoderus_thoracicus).pdfAgathaHaselvin
 
Dari Rumah Koran Menjadi Kampung Sayur di Tabloid Sinar Tani
Dari Rumah Koran Menjadi Kampung Sayur di Tabloid Sinar TaniDari Rumah Koran Menjadi Kampung Sayur di Tabloid Sinar Tani
Dari Rumah Koran Menjadi Kampung Sayur di Tabloid Sinar TaniJamaluddin Dg Abu
 
Teknis budidaya dengan jajar legowo.pdf
Teknis budidaya dengan jajar legowo.pdfTeknis budidaya dengan jajar legowo.pdf
Teknis budidaya dengan jajar legowo.pdfdonaldsiltoru
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Andinursaban
 

Semelhante a POTENSI KOPI (20)

laporan tentang kopi
laporan tentang kopilaporan tentang kopi
laporan tentang kopi
 
PAPARAN KOPI SEMINAR INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI 2014.ppt
PAPARAN KOPI SEMINAR INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI 2014.pptPAPARAN KOPI SEMINAR INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI 2014.ppt
PAPARAN KOPI SEMINAR INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI 2014.ppt
 
tugas ESDAL Habibulah bab ll.docx
tugas ESDAL Habibulah bab ll.docxtugas ESDAL Habibulah bab ll.docx
tugas ESDAL Habibulah bab ll.docx
 
Tebu
TebuTebu
Tebu
 
Makalah laporan kegiatan LAPORAN KEGIATAN STUDY TOUR PUSAT PENELITIAN PABRIK...
Makalah laporan kegiatan LAPORAN KEGIATAN STUDY TOUR  PUSAT PENELITIAN PABRIK...Makalah laporan kegiatan LAPORAN KEGIATAN STUDY TOUR  PUSAT PENELITIAN PABRIK...
Makalah laporan kegiatan LAPORAN KEGIATAN STUDY TOUR PUSAT PENELITIAN PABRIK...
 
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Perkebunan budidaya tebu
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Perkebunan budidaya tebuUBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Perkebunan budidaya tebu
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Perkebunan budidaya tebu
 
15041 30193-1-sm
15041 30193-1-sm15041 30193-1-sm
15041 30193-1-sm
 
Paparan fgd master plan lada 2
Paparan fgd master plan lada 2Paparan fgd master plan lada 2
Paparan fgd master plan lada 2
 
Program Penyuluhan Kabupaten Dompu 2014
Program Penyuluhan Kabupaten Dompu 2014Program Penyuluhan Kabupaten Dompu 2014
Program Penyuluhan Kabupaten Dompu 2014
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan PetaniKonsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
 
konversi lahan kopi menjadi tanaman pekarangan
konversi lahan kopi menjadi tanaman pekarangankonversi lahan kopi menjadi tanaman pekarangan
konversi lahan kopi menjadi tanaman pekarangan
 
KOPI ARABIKA SAMOSIR .pdf
KOPI ARABIKA SAMOSIR .pdfKOPI ARABIKA SAMOSIR .pdf
KOPI ARABIKA SAMOSIR .pdf
 
Wisata edukasi puslit
Wisata edukasi puslitWisata edukasi puslit
Wisata edukasi puslit
 
Toba asahan 1297764423
Toba asahan 1297764423Toba asahan 1297764423
Toba asahan 1297764423
 
PEMBUATAN_SARANG_SEMUT_HITAM_(Dolichoderus_thoracicus).pdf
PEMBUATAN_SARANG_SEMUT_HITAM_(Dolichoderus_thoracicus).pdfPEMBUATAN_SARANG_SEMUT_HITAM_(Dolichoderus_thoracicus).pdf
PEMBUATAN_SARANG_SEMUT_HITAM_(Dolichoderus_thoracicus).pdf
 
Makalah budidaya tanaman semusim
Makalah budidaya tanaman semusimMakalah budidaya tanaman semusim
Makalah budidaya tanaman semusim
 
Dari Rumah Koran Menjadi Kampung Sayur di Tabloid Sinar Tani
Dari Rumah Koran Menjadi Kampung Sayur di Tabloid Sinar TaniDari Rumah Koran Menjadi Kampung Sayur di Tabloid Sinar Tani
Dari Rumah Koran Menjadi Kampung Sayur di Tabloid Sinar Tani
 
Teknis budidaya dengan jajar legowo.pdf
Teknis budidaya dengan jajar legowo.pdfTeknis budidaya dengan jajar legowo.pdf
Teknis budidaya dengan jajar legowo.pdf
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 

POTENSI KOPI

  • 1. POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN KOPI BERDASARKAN ASPEK AGROKLIMAT DI SULAWESI SELATAN YAHYA RAMADHANA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
  • 2.
  • 3. PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Pengembangan Tanaman Kopi Berdasarkan Aspek Agroklimat di Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Yahya Ramadhana NIM G24120052
  • 4. ABSTRAK YAHYA RAMADHANA. Potensi Pengembangan Tanaman Kopi Berdasarkan Aspek Agroklimat di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh IMPRON. Kebutuhan masyarakat akan kopi yang menunjukkan tren meningkat, perlu diikuti dengan peningkatan jumlah produksi kopi. Tujuan penelitian ini adalah menentukan luas wilayah yang berpotensi untuk pengembangan tanaman kopi jenis arabika dan robusta berdasarkan kesesuaian agroklimat di Sulawesi Selatan. Analisis kesesuaian lahan berdasarkan suhu udara, curah hujan, kemiringan, dan pH tanah ini menggunakan ArcGIS 10.1 dan Tools Model Builder. Hasil analisis berdasarkan aspek iklim dan tanah menunjukkan 32019 km2 wilayah Sulawesi Selatan memiliki potensi yang baik untuk ditanami kopi arabika, dan 33288 km2 untuk kopi robusta. Luas wilayah ini kemudian ditumpang susun dengan data tutupan lahan, sehingga didapatkan lahan yang sesuai dan dapat ditanami tanaman kopi. Luas lahan yang sesuai dan bisa ditanami kopi arabika adalah 3069 km2 atau sekitar 6.7% dari total luas provinsi, dan kopi robusta seluas 2735 km2 atau sekitar 6% dari luas provinsi. Hal ini menunjukkan Sulawesi Selatan memiliki potensi lahan yang cukup luas untuk pengembangan budidaya tanaman kopi. Kata kunci: kesesuaian agroklimat, kesesuaian lahan, kopi, perluasan lahan, potensi pengembangan ABSTRACT YAHYA RAMADHANA. Development Potential of Coffee Based on Agro- climate Aspect in South Sulawesi. Supervised by IMPRON. The demand for coffee shows a rising trend, and this need to be followed by an increase of coffee production. The purpose of this study is to determine the area that has the potential for development of arabica and robusta coffee based on agro- climatic suitability in South Sulawesi. Land suitability is analysed based on air temperature, precipitation, slope, and soil pH using ArcGIS 10.1 and Model Builder Tools. The results of the analysis based on climate and soil aspects showed 32019 km2 of South Sulawesi has a good potential for the cultivation of arabica coffee, and 33288 km2 for robusta coffee. Overlying these areas with land cover data indicates areas suitable for arabica coffee of 3069 km2 , or about 6.7 % of the total area of the province, and for robusta coffee of 2735 km2 , or about 6 % of the area of the province. These results show that South Sulawesi has quite extensive potential area for development of coffee cultivation. Keywords: agro-climatic suitability, coffee, development potential, land expansion, land suitability.
  • 5. Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN KOPI BERDASARKAN ASPEK AGROKLIMAT DI SULAWESI SELATAN YAHYA RAMADHANA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
  • 6.
  • 7.
  • 8. PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Impron, MScAgr selaku pembimbing skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Rahmat Hidayat yang telah menjadi dosen pembimbing akademik selama saya berkuliah di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu kandung saya serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Dan yang terakhir, terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangat, berbagi ilmu, dan menemani perjalanan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2016 Yahya Ramadhana
  • 9. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 METODE 7 Tempat dan Waktu Penelitian 7 Bahan 7 Alat 7 Prosedur Analisis Data 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan 9 Identifikasi Kesesuaian Iklim 10 Identifikasi Kesesuaian Tanah 14 Identifikasi Kesesuaian Agroklimat 18 Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Kopi 24 SIMPULAN DAN SARAN 28 Simpulan 28 Saran 28 DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 31 RIWAYAT HIDUP 39
  • 10. DAFTAR TABEL 1 Persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal tanaman kopi 4 2 Kriteria kesesuaian iklim tanaman kopi arabika 7 3 Kriteria kesesuaian iklim tanaman kopi robusta 8 4 Kriteria kesesuaian tanah tanaman kopi arabika 8 5 Kriteria kesesuaian tanah tanaman kopi robusta 8 6 Pembagian klasifikasi berdasarkan nilai pembobotan tiap parameter 9 7 Luas wilayah tiap kabupaten di Sulawesi Selatan 9 8 Kesesuaian iklim tanaman kopi arabika dan robusta di Sulawesi Selatan 11 9 Kesesuaian tanah tanaman kopi arabika dan robusta di Sulawesi Selatan 15 10 Kesesuaian agroklimat tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 18 11 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis arabika di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan 20 12 Kesesuaian agroklimat tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 21 13 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis robusta di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan 23 14 Kesesuaian agroklimat pada wilayah yang dapat digunakan sebagai lahan bercocok tanam di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan 24 DAFTAR GAMBAR 1 Grafik Penurunan luas lahan dan produksi kopi di Sulawesi Selatan 1 2 Fenologi pembentukan bunga dan buah tanaman kopi 3 3 Peta kesesuaian iklim tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 12 4 Peta kesesuaian iklim tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 13 5 Peta kesesuaian tanah tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 16 6 Peta kesesuaian tanah tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 17 7 Peta kesesuaian agroklimat tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 19 8 Peta kesesuaian agroklimat tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 22 9 Peta lahan berpotensi untuk ditanami kopi arabika di Sulawesi Selatan 26 10 Peta lahan berpotensi untuk ditanami kopi robusta di Sulawesi Selatan 27 DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta kesesuaian suhu udara tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 31 2 Peta kesesuaian suhu udara tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 32 3 Peta kesesuaian curah hujan kopi arabika di Sulawesi Selatan 33 4 Peta kesesuaian curah hujan kopi robusta di Sulawesi Selatan 34 5 Peta kesesuaian kemiringan tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 35 6 Peta kesesuaian kemiringan tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 36 7 Peta kesesuaian keasaman tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan 37 8 Peta kesesuaian keasaman tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan 38
  • 11. 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman perkebunan sudah dipandang sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru dalam sektor pertanian, karena memiliki potensi pasar yang tinggi. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka permintaan masyarakat terhadap produk perkebunan di dalam negeri diperkirakan akan meningkat. Tanaman perkebunan mempunyai peranan penting dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat dan potensi ekonomi. Salah satu contoh produk perkebunan yang saat ini sangat digemari oleh kalangan eksportir karena kualitas dan cita rasanya yang khas adalah produk kopi. Permintaan dan konsumsi produk kopi dunia maupun domestik menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2012, konsumsi kopi di Indonesia mencapai 230 ribu ton, dan diprediksii pada tahun 2016 mencapai 280- 300 ribu ton dengan peningkatan konsumsi tahunan sekitar 20 ribu ton (AEKI 2013). Peningkatan kebutuhan akan kopi ini perlu diimbangi dengan peningkatan produksi kopi, namun tidak sedikit permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi seperti terbatasnya lahan perkebunan, karakteristik tanaman kopi, kesesuaian lahan, jenis kopi yang digunakan, maupun faktor eksternal seperti sumber daya manusia dan faktor politik sosial budayanya. Di Indonesia sendiri, produksi kopi rata-rata tumbuh 1.4% tiap musim, namun penurunan produksi terjadi di beberapa musim terakhir. Seperti di musim 2010/2011 yang turun sekitar 11.2% dari musim sebelumnya menjadi 630 ribu ton. Pada musim 2013/2014 produksi kopi Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 9.5% dari musim sebelumnya. Selain perubahan periode datangnya musim, kurang lebih 60% luas lahan perkebunan kopi Indonesia telah berumur di atas 25 tahun yang menyebabkan turunnya produktivitas kopi Indonesia (Ditjenbun 2014). Sulawesi Selatan yang juga merupakan daerah penghasil kopi utama di Indonesia memiliki peranan penting untuk menunjang kestabilan produksi kopi. Namun faktanya, beberapa tahun ini provinsi Sulawesi Selatan mengalami penurunan produksi kopi. Pada tahun 2012 provinsi ini mampu memproduksi kopi sebanyak 33 ribu ton, sedangkan tahun 2013 produksi kopi ini menurun ke angka 30 ribu ton. Penurunan produksi ini kemudian terjadi lagi pada tahun 2014 dengan jumlah total produksi hanya mencapai 23 ribu ton (Ditjenbun 2014) (Gambar 1). Gambar 1 Penurunan luas lahan dan produksi kopi di Sulawesi Selatan 70126 71305 73642 74139 69513 34203 35450 33075 30239 23640 10000 20000 30000 40000 20000 40000 60000 80000 2010 2011 2012 2013 2014 Produksi(Ton) LuasLahan(Ha) Tahun Luas Lahan Produksi
  • 12. 2 Penurunan produksi ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya berkurangnya lahan perkebunan kopi akibat alih fungsi lahan. Menurut Ditjenbun (2014), Sulawesi Selatan memiliki kebun kopi seluas 74000 ha pada tahun 2013 dan menurun menjadi 69000 ha di tahun selanjutnya. Hal ini jelas menyebabkan penurunan jumlah produksi kopi. Melihat masalah ini, perlu dilakukan pengembangan dan perluasan lahan perkebunan untuk tanaman kopi sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan kopi. Melakukan perluasan lahan pertanian sendiri tidak dapat diterapkan di sembarang daerah, karena setiap daerah memiliki karakteristik lahan yang berbeda sehingga tidak semua tanaman dapat tumbuh di daerah tersebut. Diperlukan sumber daya alam seperti iklim dan tanah yang harus diperhatikan untuk melakukan ekstensifikasi. Arsyad (1989) menyatakan bahwa lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat bervariasi seperti keadaan topografi, iklim, geologi, tanah serta vegetasi yang menutupinya. Evaluasi lahan mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan dan pembatasan faktor tersebut serta berusaha menerjemahkan informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut ke dalam bentuk yang dapat dipergunakan secara praktis. Perumusan Masalah Produksi kopi di Indonesia, khususnya di daerah Sulawesi Selatan mengalami penurunan drastis pada beberapa tahun terakhir ini. Pada dasarnya, penurunan produksi hasil tanaman kopi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya yakni berkurangnya luasan lahan perkebunan kopi. Berkurangnya luasan lahan ini diakibatkan oleh perubahan fungsi lahan, atau berubahnya kondisi lahan menjadi tidak sesuai dengan kriteria tanaman kopi yang menjadikan lahan tidak dapat lagi digunakan sebagai perkebunan kopi, sehingga perlu dilakukan perluasan wilayah perkebunan untuk meningkatkan jumlah produksi kopi di Sulawesi Selatan. Penentuan perluasan lahan dilakukan dengan menganalisis kondisi iklim dan tanah pada suatu lahan berdasarkan kondisi lahan acuan. Hal inilah yang menjadikan penelitian ini memusatkan perhatian terhadap bagaimana kondisi kesesuaian iklim dan tanah pada suatu lahan, untuk menentukan apakah lahan tersebut cocok untuk dijadikan tempat penanaman tanaman kopi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan luas wilayah yang berpotensi untuk pengembangan tanaman kopi (jenis arabika dan robusta) berdasarkan kesesuaian agroklimat di Sulawesi Selatan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait ketersediaan lahan yang dapat digunakan sebagai lahan perkebunan kopi di Sulawesi Selatan sebagai salah satu penunjang peningkatan hasil produksi tanaman kopi. Serta memberikan informasi mengenai daerah-daerah yang berpotensi sebagai sentra produksi tanaman kopi.
  • 13. 3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini diawali dengan melihat kondisi iklim lahan di provinsi Sulawesi Selatan, yakni mengukur dan memetakan nilai curah hujan tahunan dan suhu rata- rata bulanan. Kemudian menganalisis kondisi tanah pada lahan yang diteliti. Kedua faktor ini kemudian digabung untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan yang diteliti. Kesesuaian lahan dapat dilihat dari seberapa besar kesesuaian iklim, kesesuaian tanah, dan kesesuaian gabungan dari iklim dan tanah (agroklimat) pada lahan tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Agronomi tanaman kopi Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Ethiopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo 2012). Sebagian besar hasil produksi kopi masuk dalam perdagangan ekspor, dengan negara tujuan Amerika Serikat, Jerman, dan Singapura (Aak 2002). Tanaman kopi merupakan kelompok tumbuhan berbentuk pohon dalam marga Coffea. Genus ini memiliki sekitar 100 spesies tanaman tetapi hanya 3 jenis yang memiliki nilai ekonomis bagi manusia sehingga dibudidayakan oleh masyarakat, yaitu Robusta, Arabika dan Liberika. Kedua jenis tanaman kopi yakni, Robusta & Arabika, umumnya dibudidayakan di Indonesia. Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo (2012) sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionita Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Astridae Ordo : Rubiaceace Genus : Coffea Gambar 2 Fenologi pembentukan bunga dan buah tanaman kopi (SQM 2016)
  • 14. 4 Syarat tumbuh tanaman kopi a. Arabika Tanaman kopi Arabika di Indonesia cocok dikembangkan di daerah-daerah dengan ketinggian sekitar 800-1500 m di atas permukaan laut dan dengan suhu rata- rata 15-24 ºC. Pada suhu 25 ºC kegiatan fotosintesis tumbuhannya akan menurun dan akan berpengaruh langsung pada hasil kebun. Mengingat belum banyak jenis kopi Arabika yang tahan akan penyakit karat daun, dianjurkan penanaman kopi Arabika tidak di daerah-daerah di bawah ketinggian 800 mdpl (Najiyati dan Danarti 1997). Tanaman kopi Arabika memerlukan tanah subur dengan drainase yang baik, curah hujan minimum 1300 mm/tahun dan toleran terhadap curah hujan yang tinggi. Masa bulan kering pendek dan maksimum 4 bulan. Jenis keasaman tanah yang dibutuhkan dengan pH 5.2-6.2 dengan kesuburan tanah yang baik. Kapasitas penambatan air juga tinggi, pengaturan tanah baik dan kedalaman tanah yang cukup (Siswoputranto 1993). Kemiringan lahan yang dijadikan syarat tumbuh kopi arabika adalah <40%, namun optimal pada kemiringan 8-15% (Hulupi 1999) b. Robusta Jenis kopi robusta dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 400-700 mdpl, suhu berkisar 22-25 o C dan pH tanah 5.3-6.0 dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun (Najiyati dan Danarti 2004). Kemiringan lahan yang dijadikan syarat tumbuh kopi arabika adalah <40%, namun optimal pada kemiringan 8-15% (Hulupi 1999) Kopi robusta masih dapat tumbuh dan berproduksi pada kisaran suhu 19- 32 °C Djaenudin et al. (2003). Apabila ditanam di bawah ketinggian 500 mdpl, maka biasanya produksi dan mutunya akan rendah. Selain itu, akan mudah terserang penyakit HV (Najiyati dan Danarti, 2007: 23). Persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal untuk tanaman kopi selengkapnya tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal tanaman kopi Sumber: Hulupi (1999) Syarat Tumbuh Parameter Kopi Arabika Kopi Robusta Iklim Tinggi tempat (mdpl) 700-1400 300-600 Suhu udara (o C) 15-24 24-30 Curah hujan tahunan (mm/tahun) 2000-4000 1500-3000 Jumlah bulan kering (bl/th) 1-3 1-3 Tanah Derajat keasaman (pH) 5.3-6.0 5.5-6.5 Kandungan B.O (%) >3 >3 Kedalaman efektif (cm) >100 >100 Kemiringan maksimum (%) 40 40
  • 15. 5 Pengaruh iklim dan lingkungan terhadap tanaman kopi Daya dukung lingkungan terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi ditentukan oleh faktor iklim dan faktor tanahnya (Williams 1975; Wrigley 1988; Erwiyono et al. 2006). Faktor iklim yang biasa dievaluasi terkait dengan daya dukung lingkungan tumbuh tanaman kopi adalah curah hujan rata-rata tahunan dan rata- rata lama bulan keringnya. Curah hujan kurang atau lebih daripada kisaran tertentu dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Demikian pula, lama bulan kering lebih dari pada kisaran tertentu (>3 bulan) dapat berdampak negatif atau bahkan menyebabkan kerusakan/kematian (>5 bulan) pada pertanaman kopi (PPKKI 1998; Baon et al. 2003; Soerotani dan Soenardjan 1984). Faktor tanah yang biasa dievaluasi terkait pertumbuhan tanaman kopi meliputi tinggi tempat, kemiringan lahan, drainase, kondisi fisik, kondisi kimia, serta toksisitas tanahnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan air oleh karena datangnya musim kemarau panjang menyebabkan turunnya produksi kopi tahun berikutnya, kerusakan tanaman dan dampak paling ekstrem pada kematian pertanaman kopi (Baon, Pujiyanto dan Erwiyono 2003; Nur dan Zaenudin 1999; Soerotani dan Soenardjan 1984; PT. Perkebunan XXIII 1984; Yahmadi 1973), tergantung pada intensitas musim kemarau. Sebaliknya, turunnya hujan yang relatif lebat dan terus-menerus, serta curah hujan yang lebih tinggi daripada biasanya juga dapat berdampak pada kerusakan tanaman, khususnya mengganggu pembungaan, pembuahan, dan pertumbuhan buah kopi, sehingga berdampak pada turunnya produksi kopi (Nur 2000; Soenaryo 1975). Tanaman kopi menghendaki reaksi yang agak asam dengan pH 5.5 – 6.5. Tetapi hasil yang baik sering kali diperoleh pada tanaman yang lebih asam, dengan catatan keadaan fisisnya baik dengan daun-daun cukup ion Ca++ untuk fisiologi zat makanan dengan jumlah makanan tanaman yang cukup. Pada umunya tanah yang lebih asam kandungan mineralnya lebih rendah. (Aak 1998) Selain faktor di atas, suhu udara merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok. Amplitudo temperatur udara yaitu perbedaan antara temperatur maksimum (siang) dan minimum (malam) dalam sehari semalam yang dapat merangsang pembentukan primordia bunga. Semakin besar perbedaan antara temperatur siang dan malam hari, semakin besar pula rangsangan yang dialami tanaman kopi untuk membentuk primordia bunga (Rahardjo 2012). Suhu yang juga berkaitan dengan intensitas penyinaran memiliki keterkaitan dengan naungan. Tanaman kopi merupakan tanaman C3 yang memiliki karakteristik berbeda dengan tanaman C4 dalam memanfaatkan cahaya matahari (Carelli et al. 2003). Tanaman C3 membutuhkan intensitas cahaya yang tidak penuh untuk dapat tumbuh optimal (Sanger 1998). Kopi dapat ditanam tanpa penaung namun hal tersebut akan mengakibatkan kebutuhan nutrisi dalam jumlah yang besar, umur ekonomi berkurang dan perlunya pengelolaan yang lebih intensif (Nursal et al. 2003). Penaung dalam budidaya kopi berperan sebagai pengendali iklim mikro agar pertumbuhan kopi menjadi optimal (Soedradjad dan Syamsunihar 2010). Keberadaan tanaman penaung akan berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang diterima tanaman. Penggunaan tanaman penaung untuk kopi disesuaikan dengan lokasi, nilai ekonomis, kecepatan tumbuh, sifat tajuk dan kebutuhan ekonomi petani (Amarta 2010).
  • 16. 6 Potensi peluasan lahan dan pengaruhnya terhadap produksi kopi di Indonesia Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$588,329,553, walaupun ada catatan impor juga senilai US$9,740,453 (Pusat Data dan Statistik Pertanian 2006). Melihat hal tersebut, sangat jelas bahwa sangat baik jika produksi kopi dapat meningkat, terlebih lagi bahwa baik di luar maupun di dalam negeri kopi juga sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat. Di Indonesia sendiri, produksi kopi rata-rata tumbuh 1.4% tiap musim, namun penurunan produksi terjadi di beberapa musim terakhir. Seperti di musim 2010/2011 yang turun sekitar 11.2% dari musim sebelumnya menjadi 559 ribu ton. Produksi kopi Indonesia juga turun di musim selanjutnya, turun 11% menjadi 498 ribu ton. Pada musim 2013/2014 produksi kopi Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 9.5% dari musim sebelumnya. Hal ini karena musim kemarau yang datang di awal musim mengurangi pembungaan tanaman kopi, sementara hujan yang berlebihan mengurangi hasil panen. Selain itu, kurang lebih 60% luas lahan perkebunan kopi Indonesia telah berumur di atas 25 tahun yang menyebabkan turunnya produktivitas kopi Indonesia (Ditjenbun 2012). Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan meningkatkan jumlah lahan / wilayah pertanian dan perkebunan yang sesuai dengan kriteria lahan untuk tanaman tertentu. Perwilayahan tanaman merupakan salah satu metode evaluasi lahan yang mengidentifikasi lahan yang dapat digunakan untuk tanaman tertentu, sehingga dapat ditentukan kelas-kelas kesesuaian lahan terhadap tanaman dan diperoleh lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman (Komarudin 1998). Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain mencakup lereng, topografi, relief, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan, hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman (Djaenudin et al. 2003 : 3). Menurut FAO (1976 dalam Sitorus 1985) dalam penentuan kesesuaian lahan ada beberapa cara yaitu: perkalian parameter, penjumlahan atau dengan menggunakan hukum minimum yaitu membandingkan (matching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan tumbuh yang dievaluasi. Perwilayahan tanaman diperlukan penggunaan alat SIG (Sistem Informasi Geografi). Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi- informasi geografi., dengan konsep dasarnya yang merupakan suatu sistem terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data, yang selanjutnya dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan atau spasial (Widiyawati 2005).
  • 17. 7 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2016. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data curah hujan dan suhu rata-rata bulanan wilayah Sulawesi Selatan periode 1950-2000 dengan resolusi spasial ~1km2 (http://worldclim.org) 2. Peta dan data tanah Sulawesi Selatan (http://webarchive.iiasa.ac.at) 3. Peta dan data tata guna lahan Sulawesi Selatan (http://iscgm.org/gmd/) 4. Data Digital Elevation Model Sulawesi Selatan (http://glovis.usgs.gov) Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yakni seperangkat PC (Personal Computer) dan perangkat lunak (software) seperti Web Browser, Word, Excel, ArcMap 10.1, HWSD Viewer dan Adobe Photoshop CC 2015. Prosedur Analisis Data Penentuan kelas kesesuaian. Pada tingkat orde kesesuaian iklim, tanah, dan agroklimatnya, dibedakan antara tingkat kesesuaian yang tergolong sesuai (S) dan yang tergolong tidak sesuai (N). Tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas oleh Bakosurtanal (1996) yaitu, kelas S1 yang berarti sangat sesuai, kelas S2 yang berarti sesuai, kelas S3 yang berarti sesuai marginal, dan kelas N yang artinya tidak sesuai. Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim Tingkat kesesuaian iklim tanaman kopi didasarkan dari data iklim provinsi Sulawesi Selatan yang berupa curah hujan tahunan dan suhu udara rata-rata bulanan selama 50 tahun pengamatan. Tabel 2 Kriteria kesesuaian iklim tanaman kopi arabika Parameter Iklim Tingkat Kesesuaian S1 S2 S3 N Suhu udara (o C) 17-22 (15 - 16) (23 - 24) (12 - 14) (25 - 27) <12 ; >27 Curah hujan tahunan (mm/tahun) 2500-3500 (2000 - <2500) (>3500 - 4000) (1500 - <2000) (>4000 - 4200) <1500 ; >4200 Pembobotan: S1= 4; S2=3; S3=2; N=1 Sumber: (Hulupi 1999; Pujiyanto 1992; Yogi 2015)
  • 18. 8 Tabel 3 Kriteria kesesuaian iklim tanaman kopi robusta Parameter Iklim Tingkat Kesesuaian S1 S2 S3 N Suhu udara (o C) 26-28 (24 - 25) (29 - 30) (21 - 23) (31 - 33) <21 ; >33 Curah hujan tahunan (mm/tahun) 2000-2500 (1500 - <2000) (>2500 - 3000) (1300 - <1500) (>3000 - 3200) <1300 ; >3200 Pembobotan: S1= 4; S2=3; S3=2; N=1 Sumber: (CSR/FAO 1983; Hulupi 1999; Pujiyanto 1992; Yogi 2015) Penentuan Kesesuaian Tanah Parameter yang diuji dalam penentuan kelas kesesuaian tanah adalah kelerengan dan pH tanah. Penentuan kelas kesesuaian untuk tanaman kopi disusun sama seperti pada proses penentuan tingkat kesesuaian iklim. Tabel 4 Kriteria kesesuaian tanah tanaman kopi arabika Parameter Iklim Tingkat Kesesuaian S1 S2 S3 N Kemiringan lahan 0-8 9-20 21-40 >40 pH tanah 5.5-5.8 (5.3 - 5.4) (5.9 - 6) (5 - 5.2) (6.1 - 6.5) <5 ; >6.5 Pembobotan: S1= 4; S2=3; S3=2; N=1 Sumber: (CSR/FAO 1983; Hulupi 1999; Pujiyanto 1992; Yogi 2015) Tabel 5 Kriteria kesesuaian tanah tanaman kopi robusta Parameter Iklim Tingkat Kesesuaian S1 S2 S3 N Kemiringan lahan 0-8 9-20 21-40 >40 pH tanah 5.8-6.3 (5.5 - 5.7) (6.4 - 6.5) (5.2 - 5.4) (6.6 - 7) <5.2 ; >7 Pembobotan: S1= 4; S2=3; S3=2; N=1 Sumber: (CSR/FAO 1983; Hulupi 1999; Pujiyanto 1992; Yogi 2015) Penentuan Kesesuaian Agroklimat Perwilayahan tanaman tidak dapat dilihat hanya dari segi iklim maupun tanah secara terpisah, namun perlu adanya penggabungan kedua aspek tersebut. Penentuan kesesuaian agroklimat untuk tanaman kopi dilakukan dengan menggunakan ModelBuilder yang merupakan ekstensi dari ArcView. Tahap pertama adalah mengubah seluruh data menjadi format grid kemudian data tersebut direklasifikasi. Selanjutnya adalah membuat diagram alir kesesuaian iklim dan tanah tanaman kopi yang kemudian dilakukan overlay berbasis nilai pembobot.
  • 19. 9 Tabel 6 Pembagian klasifikasi berdasarkan nilai pembobotan tiap parameter Parameter Iklim Tingkat Kesesuaian S1 S2 S3 S4 Suhu udara (o C) 4 3 2 1 Curah hujan tahunan (mm/tahun) 4 3 2 1 Kemiringan lahan 4 3 2 1 pH tanah 4 3 2 1 Pembobotan Agroklimat 16 12 8 4 Penentuan pembobotan di atas, ditentukan dari nilai pembobotan tiap parameter. Dalam penelitian ini, digunakan pembagian kesesuaian tiap parameter untuk menentukan kesesuaian agroklimat suatu lahan. Kesesuaian S1 (sangat sesuai), memiliki nilai pembobot 15-16, untuk kesesuaian S2 (sesuai) memiliki nilai pembobot 12-14, untuk S3 (sesuai marginal) memiliki nilai pembobot 8-11, sedangkan N memiliki total pembobot <8. Penentuan rentang dari total pembobotan ini dilakukan karena pada setiap wilayah kemungkinan besar akan memiliki nilai yang berbeda untuk tiap parameternya. Sebagai contoh, apabila suatu lahan memiliki nilai 4 pada parameter suhu, 3 pada parameter hujan, nilai 2 pada parameter kemiringan dan pH tanah, maka titik tersebut memiliki pembobot 11 dan masuk dalam kelas sesuai marginal. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan Letak, luas, dan informasi administratif Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12'-8° LS dan 116°48'-122°36' BT dengan luas wilayah 45764 km². Dari total luas provinsi, sekiranya 24476 km2 merupakan lahan terbangun, industri, dan pertanian, sedangkan sekitar 19000 km2 merupakan hutan dan lahan kosong. Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores di selatan. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Sulawesi (BPS 2013). Tabel 7 Luas wilayah tiap kabupaten di Sulawesi Selatan Kabupaten / Kota Luas (km2 ) Kabupaten / Kota Luas (km2 ) Kabupaten / Kota Luas (km2 ) Bantaeng 396 Luwu Timur 6545 Soppeng 1359 Barru 1175 Luwu Utara 7503 Takalar 567 Bone 4559 Maros 1619 Tana Toraja 2054 Bulukumba 1155 Pangkajene 1236 Toraja Utara 115 Enrekang 1786 Pinrang 1962 Wajo 2056 Gowa 1883 Selayar 1162 Makassar 176 Jeneponto 750 Sidenreng Rappang 2504 Palopo 248 Luwu 3001 Sinjai 820 Parepare 99 Sumber: BPS (2013)
  • 20. 10 Iklim dan Tanah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan wilayah semenanjung yang berbukit- bukit yang membentang dari bagian utara ke bagian selatan dengan ketinggian 500- 1.500 meter lebih di atas permukaan laut. Antara bentangan tersebut terhampar dataran rendah yang potensial untuk pertanian dan perairan. Iklim Sulawesi Selatan termasuk tropis basah yang dipengaruhi angin musim barat dan angin musim timur sehingga curah hujan cukup tinggi yang merata setiap tahunnya dan volume curah hujan beragam sekitar 1000-3500 milimeter. Untuk suhu udara, berdasarkan pengamatan di tiga Stasiun Klimatologi (Maros, Hasanuddin dan Toraja) selama tahun 2014, rata-rata suhu udara berada pada angka 27.4 o C, sedangkan suhu udara maksimum sekitar 32.9 o C dan suhu minimum 18.7 o C. Pada sektor lahan, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki kelerengan (slope) atau kemiringan lahan yang cukup landai dan tidak terlalu curam. Hal ini terlihat dari hasil analisis peta tematik yang menunjukkan nilai kelerengan lahan terbesar di Sulawesi selatan berada pada kisaran nilai 30%, atau miring sekitar 16-20o . Begitu pula kondisi pH tanah di Sulawesi Selatan, yang berkisar 4.8-7.7 dengan sebaran pH tanah terbesar sekitar 5.0-6.0. Identifikasi Kesesuaian Iklim Identifikasi kesesuaian suhu udara Hasil identifikasi menurut kesesuaian suhu udara di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik di hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan, baik kopi jenis arabika maupun robusta. Hal ini dapat dibuktikan dengan peta kesesuaian suhu udara yang terdapat pada Lampiran 1 & 2 . Suhu udara yang baik untuk tanaman kopi secara keseluruhan sekitar 18–26 o C, namun apabila diidentifikasi menurut jenisnya, kopi arabika dapat tumbuh secara optimal pada suhu 18-23 o C dan kopi robusta pada kisaran 22–30 o C. Berdasarkan hal tersebut, jika disesuaikan dengan data hasil analisis yang menunjukkan sebaran suhu udara sekitar 18-33 o C, provinsi ini memiliki kesesuaian suhu udara yang terbilang cukup baik, seperti yang dapat kita lihat pada peta kesesuaian suhu udara (Lampiran 1 & 2). Identifikasi kesesuaian curah hujan Di wilayah Sulawesi Selatan, sebaran tingkat kesesuaian curah hujan terbilang cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh posisi dan topografi Sulawesi Selatan sehingga wilayah ini memiliki dua pola curah hujan, yakni pola hujan monsun di sebagian besar wilayah, dan pola hujan lokal untuk sebagian kecil wilayahnya. Curah hujan yang paling baik untuk tanaman kopi pada suatu wilayah yakni sekitar 2000 sampai 3000 mm/tahun, untuk lebih detailnya yakni 1500–3000 mm/tahun untuk tanaman kopi robusta, dan 2000-4000 mm/tahun untuk arabika. Berdasarkan hal tersebut, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat kesesuaian curah hujan yang tepat karena wilayah ini memiliki curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1200-3900 mm/tahun. Hal ini juga dapat dilihat pada peta kesesuaian curah hujan pada Lampiran 3 dan 4 yang didominasi oleh tingkat kesesuaian S1 dan S2, baik untuk tanaman kopi jenis arabika maupun robusta.
  • 21. 11 Hasil identifikasi kesesuaian iklim Berdasarkan identifikasi parameter iklim di atas yang dalam hal ini adalah suhu udara, curah hujan, didapatkan tabel dan peta sebaran tingkat kesesuaian iklim yang menggambarkan seberapa sesuai iklim di Sulawesi Selatan terhadap syarat tumbuh tanaman kopi itu sendiri. Curah hujan dan suhu ini digunakan sebagai faktor penentu kesesuaian iklim karena kedua parameter ini memiliki peranan penting dalam fase pertumbuhan dan produksi tanaman kopi. Curah hujan berperan penting dalam memenuhi ketersediaan air bagi tanaman, selain itu jumlah curah hujan ini mampu mempengaruhi proses penyerbukan, terutama pada bulan-bulan kering. Sedangkan suhu berpengaruh pada proses pembungaan dan kadar air tanaman, apabila terlalu suhu terlalu tinggi akan menyebabkan percepatan pada pembentukan bunga yang menjadikan tanaman kopi cepat mati, apabila suhu terlalu rendah akan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan pembentukan bunga pada tanaman kopi. Tabel 8 Kesesuaian iklim tanaman kopi arabika dan robusta di Sulawesi Selatan Tabel 8 menunjukkan sebaran wilayah dengan iklim yang cocok untuk tanaman kopi di Sulawesi Selatan cukup beragam. Hal ini terlihat dari sebaran masing-masing tingkat kesesuaian iklim yang cukup mencolok. Untuk kesesuaian S1 (sangat sesuai), kopi jenis arabika memiliki luas sekitar 16542 km2 sedangkan untuk robusta sekitar 21890 km2 . Untuk kesesuaian S2 (sesuai), arabika memiliki luas sekitar 24466 km2 dan robusta sekitar 17757 km2 . Kemudian untuk kesesuaian S3 (sesuai marginal), kopi jenis arabika memiliki luas sekitar 4282 km2 dan kopi jenis robusta seluas 4671 km2 . Sedangkan iklim yang tidak sesuai (N) untuk tanaman kopi jenis arabika hanya seluas 476 km2 dan 1446 km2 untuk kopi jenis robusta. Sebaran iklim yang sesuai menurut kabupaten untuk ditanami kopi arabika yakni pada Kabupaten Luwu Utara, Toraja Utara, Toraja, Enrekang, dan sebagian di Kabupaten Luwu, Maros, dan Gowa (Gambar 3). Sedangkan kabupaten yang cocok untuk ditanami kopi jenis robusta yakni di Kabupaten Bone, Sinjai, Bulukumba, Pinrang, Luwu Timur, Makassar, dan sebagian di daerah Maros, Soppeng, dan Sidenreng Rappang (Gambar 4). Tingkat Kesesuaian Arabika Robusta Luas (km2 ) Persentase Luasan (%) Luas (km2 ) Persentase Luasan (%) S1 16542 36.1 21890 47.8 S2 24466 53.5 17757 38.8 S3 4282 9.4 4671 10.2 N 476 1.1 1446 3.2
  • 22. 12 Gambar 3 Peta kesesuaian iklim tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
  • 23. 13 Gambar 4 Peta kesesuaian iklim tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
  • 24. 14 Identifikasi Kesesuaian Tanah Identifikasi kesesuaian kelerengan / kemiringan lahan Secara geomorfologi, kelerengan di Provinsi Sulawesi Selatan cukup kompleks, mulai dari daratan, perbukitan, pegunungan, lembah dan gunung dengan sudut lereng antara 0-32% (landai sampai dengan cukup curam) (Lampiran 5 dan 6). Kelerengan yang nilai terbesarnya hanya berkisar 30% ini menjadikan wilayah Sulawesi Selatan sangat berpotensi untuk dijadikan lahan penanaman tanaman kopi, karena kopi jenis arabika ataupun robusta mampu tumbuh pada kelerengan yang kurang dari 40% (Tabel 1). Walaupun kesesuaian kelerengan ini cocok untuk semua jenis kopi baik arabika maupun robusta, namun sebenarnya tanaman kopi optimal ditanam pada kelerengan 8-15%, hal ini dikarenakan kelerengan yang agak curam juga dapat menurunkan kemampuan tanah menyerap air, mengalangi sudut datang matahari, dan berpotensi terjadi pengikisan dan erosi lahan. Identifikasi kesesuaian pH (keasaman) tanah Selain kelerengan lahan, untuk penentuan kesesuaian tanah ditentukan juga seberapa besar tingkat keasaman tanah. Tanaman kopi membutuhkan tanah dengan tingkat keasaman (pH) sekitar 5.3–6.5. Nilai pH yang optimal menurut jenis kopi sendiri yakni sekitar 5.3–6.0 untuk kopi jenis arabika, dan 5.5–6.5 untuk robusta (Tabel 1). Walaupun memiliki kebutuhan tingkat pH yang hampir sama, masih dapat terlihat perbedaan yang cukup mencolok dari kedua jenis kopi tersebut, seperti yang terlihat pada peta kesesuaian pH tanah (Lampiran 7 dan 8). Keasaman tanah yang sangat berpengaruh dalam ketersediaan hama tanaman menjadikan parameter ini sebagai faktor yang cukup penting dan perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penanaman kopi. Hasil identifikasi kesesuaian tanah Berdasarkan identifikasi parameter iklim di atas yang dalam hal ini adalah kelerengan / kemiringan tanah dan pH tanah, didapatkan tabel dan peta sebaran tingkat kesesuaian tanah yang menggambarkan seberapa sesuai tanah di Sulawesi Selatan terhadap syarat tumbuh tanaman kopi baik jenis arabika maupun jenis robusta. Penentuan kesesuaian tanah ini dilakukan untuk mendukung analisis kesesuaian iklim yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dikarenakan tanaman kopi tidak hanya bergantung pada unsur iklim saja, namun juga bergantung pada kondisi tanahnya. Kemiringan lahan dan pH tanah ini berperan penting dalam ketersediaan unsur hara tanah, penyerapan zat oleh akar tanaman, serta risiko terjadinya erosi. Hasil yang didapatkan pada analisis kesesuaian tanah ini memperlihatkan bahwa untuk kedua jenis kopi ini memiliki kesesuaian tanah yang tidak jauh berbeda. Kesamaan syarat tumbuh untuk parameter kemiringan lahan, dan hampir sama pada parameter pH tanah menjadikan kedua kopi ini memiliki kesesuaian tanah yang relatif sama. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 5 & 6.
  • 25. 15 Tabel 9 Kesesuaian tanah tanaman kopi arabika dan robusta di Sulawesi Selatan Seperti yang dijelaskan sebelumnya, data kesesuaian tanah yang didapatkan untuk kedua jenis kopi ini tidak jauh berbeda. Pada Tabel 9 di atas, terlihat bahwa sebaran lahan yang cocok untuk tanaman kopi jenis arabika di Sulawesi Selatan cukup merata dan tidak terdapat sebaran tanah yang tidak sesuai. Kesesuaian S2 terlihat mendominasi dengan luas sekitar 35662 km2 atau sekitar 77.9% dari total luas area provinsi, disusul dengan tingkat kesesuaian S3 (sesuai marginal) yang memiliki luas sekitar 5883 km2 atau sekitar 12.9% dari total luas area provinsi. Untuk kesesuaian S1 memiliki luas sekitar 4014 km2 atau sekitar 8.8% dari total luas area provinsi. Sedangkan lahan yang tidak sesuai (N) untuk tanaman kopi jenis arabika seluas 205 km2 atau sekitar 0.4% dari total luas provinsi. Untuk wilayah sebaran S3, penambahan input agar tidak terhalang oleh faktor pembatas menurut tanah ini sangat perlu dilakukan untuk menambah luasan lahan yang sesuai. Tidak jauh berbeda dengan kesesuaian lahan kopi arabika, jenis kopi robusta memiliki tingkat kesesuaian iklim yang hampir sama dengan jenis kopi arabika. Pada Gambar 4, terlihat bahwa kesesuaian S2 dan S1 merupakan tingkat kesesuaian yang paling dominan. Untuk kesesuaian S1, memiliki area seluas 9807 km2 atau sekitar 21.4% dari total luas area provinsi. Kemudian untuk kesesuaian S2, tersebar pada area dengan luas 29869 km2 atau sekitar 65.3% dari total luas area provinsi, kesesuaian S3 dan N memiliki luas masing-masing sekitar 5885 km2 dan 203 km2 atau sekitar 12.9% dan 0.4% dari total luas area Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk kesesuaian S3 (sesuai marginal) perlu dilakukan penambahan masukan atau usaha untuk mengurai faktor pembatas berdasarkan tanah ini. Untuk wilayah yang memiliki kesesuaian tanah tanaman kopi ini, kopi jenis arabika dan robusta memiliki sebaran wilayah sesuai yang hampir sama, yakni pada Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu Utara, Luwu Timur, Enrekang, Luwu, Sinjai, Gowa, Takalar, dan beberapa titik pada Kabupaten Soppeng, Bone, dan Sidenreng Rappang. (Gambar 5 & 6) Tingkat Kesesuaian Arabika Robusta Luas (km2 ) Persentase Luasan (%) Luas (km2 ) Persentase Luasan (%) S1 4014 8.8 9807 21.4 S2 35662 77.9 29869 65.3 S3 5883 12.9 5885 12.9 N 205 0.4 203 0.4
  • 26. 16 Gambar 5 Peta kesesuaian tanah tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
  • 27. 17 Gambar 6 Peta kesesuaian tanah tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
  • 28. 18 Identifikasi Kesesuaian Agroklimat a. Arabika Kontribusi iklim dan tanah dalam menunjang pertumbuhan tanaman kopi merupakan syarat yang mutlak dan perlu dipertimbangkan. Wilayah dengan kondisi iklim yang sesuai namun tidak sesuai dengan tanahnya, maka akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh secara baik bahkan tidak dapat memberikan hasil produksi, begitu pula untuk kondisi sebaliknya Tabel 10 Kesesuaian agroklimat tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan No. Tingkat Kesesuaian Luas (km2 ) Persentase Luasan (%) 1 S1 2890 6.4 2 S2 29129 62.9 3 S3 13746 30.7 4 N 0 0 Berdasarkan Tabel 10 mengenai kesesuaian agroklimat untuk tanaman arabika ini, terlihat bahwa Provinsi Sulawesi Selatan sebagian besar wilayahnya memiliki tingkat kesesuaian yang sangat sesuai (S2) dan sesuai (S3), namun tak sedikit pula wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian kurang sesuai (S1), sedangkan tingkat kesesuaian tidak sesuai (N) tidak ditemukan. Kesesuaian S1 memiliki area seluas 2890 km2 atau sekitar 6.4% dari total luas area provinsi. Kemudian untuk kesesuaian S2, tersebar pada area dengan luas 29129 km2 atau sekitar 62.9% dari total luas area provinsi, dan kesesuaian S3 memiliki luas 13764 km2 atau sekitar 30.7% dari total luas area provinsi. Dari data kesesuaian lahan di atas, wilayah yang berpotensi untuk pengembangan kopi jenis arabika berdasarkan aspek agroklimatnya merupakan gabungan dari tingkat kesesuaian sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2) dengan luas total area 32019 km2 atau sekitar 69% dari luas total wilayah Sulawesi Selatan. Wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian S3 (sesuai marginal) dapat dikatakan kurang berpotensi, karena terdapat faktor pembatas yang besar dalam proses produksi kopi arabika itu sendiri. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian N (tidak sesuai), dapat dikatakan bahwa lahan ini tidak cocok untuk dilakukan penanaman tanaman kopi arabika. . Wilayah atau kabupaten yang memiliki kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis arabika ini terlihat dominan pada dataran tinggi, seperti pada Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Enrekang, Luwu Utara, Gowa, Sinjai dan sebagian pada Kabupaten Luwu Timur. Untuk melihat sebaran secara detail, berikut peta kesesuaian agroklimat pada Gambar 7 yang menunjukkan hasil penggabungan dan tumpang susun dari kesesuaian iklim dan kesesuaian tanah.
  • 29. 19 Gambar 7 Peta kesesuaian agroklimat tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
  • 30. 20 Untuk melihat luasan kesesuaian agroklimat kopi arabika menurut kabupaten, berikut Tabel 11. Tabel 11 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis arabika di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten / Kota Luas (km2 ) S1 S2 S3 N Kab. Bantaeng 17 165 215 0 Kab. Barru 26 847 302 0 Kab. Bone 205 2457 1897 0 Kab. Bulukumba 79 652 423 0 Kab. Enrekang 90 1109 587 0 Kab. Gowa 623 1069 192 0 Kab. Jeneponto 25 179 546 0 Kab. Luwu 3 2648 349 0 Kab. Luwu Timur 530 4835 1181 0 Kab. Luwu Utara 64 6990 448 0 Kab. Maros 148 1457 13 0 Kab. Pangkajene 5 1204 27 0 Kab. Pinrang 1 661 1300 0 Kab. Selayar 0 107 1054 0 Kab. Sidenreng Rappang 0 678 1826 0 Kab. Sinjai 185 625 10 0 Kab. Soppeng 77 431 851 0 Kab. Takalar 31 170 365 0 Kab. Tana Toraja 580 1469 5 0 Kab. Toraja Utara 201 942 8 0 Kab. Wajo 0 3 2053 0 Kota Makassar 0 176 0 0 Kota Palopo 1 246 1 0 Kota Pare-pare 0 8 91 0 Total 2890 29129 13746 0 Tabel 11 menunjukkan bahwa kabupaten yang memiliki kesesuaian agroklimat S1 terluas untuk jenis kopi arabika di Provinsi Sulawesi Selatan adalah Kabupaten Gowa dengan luas 623 km2 yang kemudian diikuti oleh Kabupaten Tana Toraja dengan luas 580 km2 . Kabupaten dengan kesesuaian agroklimat S2 terluas adalah Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur dengan luasan masing-masing 6990 km2 dan 4835 km2 . Untuk tingkat S3, Kabupaten Wajo memiliki kesesuaian agroklimat S3 terluas dari kabupaten lainnya dengan luas 2053 km2 . Sedangkan kabupaten untuk kesesuaian agroklimat N tidak ditemukan di kabupaten manapun. Hal ini berarti untuk kopi arabika memiliki kesesuaian yang cukup baik di Sulawesi Selatan.
  • 31. 21 b. Robusta Terlihat seperti kebalikan dari tingkat kesesuaian kopi arabika, peta kesesuaian agroklimat untuk tanaman kopi robusta ini didominasi oleh kesesuaian S2 (sesuai), diikuti oleh wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian S3 (sesuai marginal). Namun tidak sedikit pula wilayah yang memiliki tingkat kesesuaian S1 seperti yang tercantum pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12 Kesesuaian agroklimat tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan No. Tingkat Kesesuaian Luas (km2) Persentase Luasan (%) 1 S1 6554 14.4 2 S2 26734 58.9 3 S3 12446 26.6 4 N 30 0.1 Dari Tabel 12 terlihat bahwa kesesuaian S1 memiliki area seluas 6554 km2 atau sekitar 14.4% dari total luas area provinsi. Kemudian untuk kesesuaian S2, tersebar pada area dengan luas 26734 km2 atau sekitar 58.9% dari total luas area provinsi, dan kesesuaian S3 memiliki luas 12446 km2 atau sekitar 26.6% dari total luas area Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan untuk kesesuaian N, berada pada area sangat sempit dengan luas 30 km2 atau sekitar 0.1% dari total luas provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil tersebut, kesesuaian S1 dan S2 yang apabila digabung akan menghasilkan wilayah yang cocok untuk ditanami kopi robusta memiliki luas area sekitar 33288 km2 atau sekitar 73% dari total luas area provinsi. Sedangkan untuk wilayah yang kurang sesuai / sesuai marginal (S3), membutuhkan perbaikan, penambahan, ataupun pengolahan faktor pembatas agar dapat dijadikan lahan penanaman kopi robusta. Dan wilayah yang tidak sesuai (N) bisa dikatakan tidak cocok untuk ditanami kopi jenis robusta ini. Selain karena tidak sesuai dengan syarat iklimnya, wilayah dengan tingkat kesesuaian N juga tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kopi menurut kesesuaian tanah. Hal inilah yang menyebabkan potensi penanaman kopi di daerah tersebut bisa dikatakan tidak ada. Untuk melihat luas kesesuaian agroklimat di tiap kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, dapat dilihat pada Tabel 13 dari data kesesuaian agroklimatnya. Kabupaten yang memiliki kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis robusta ini terlihat lebih banyak pada kawasan atau wilayah dataran rendah, seperti pada Kabupaten Bone, Sinjai, Maros Pinrang, Takalar, Luwu Timur dan sebagian pada Luwu dan Enrekang. Untuk melihat sebaran secara detail, berikut peta kesesuaian agroklimat pada Gambar 8 yang menunjukkan hasil penggabungan dan tumpang susun dari kesesuaian iklim dan kesesuaian tanah.
  • 32. 22 Gambar 8 Peta kesesuaian agroklimat tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
  • 33. 23 Untuk melihat luasan kesesuaian agroklimat kopi robusta menurut kabupaten, berikut Tabel 13. Tabel 13 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat tanaman kopi jenis robusta di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten / Kota Luas (km2 ) S1 S2 S3 N Kab. Bantaeng 59 247 90 0 Kab. Barru 137 861 171 6 Kab. Bone 2066 2293 193 7 Kab. Bulukumba 700 416 38 0 Kab. Enrekang 119 717 946 4 Kab. Gowa 436 957 490 0 Kab. Jeneponto 181 384 185 0 Kab. Luwu 0 1469 1525 6 Kab. Luwu Timur 22 5163 1360 0 Kab. Luwu Utara 0 3772 3730 0 Kab. Maros 459 910 249 1 Kab. Pangkajene 0 813 421 2 Kab. Pinrang 34 1334 594 0 Kab. Selayar 0 1153 8 0 Kab. Sidenreng Rappang 230 1846 427 1 Kab. Sinjai 562 170 88 0 Kab. Soppeng 392 929 35 3 Kab. Takalar 281 286 0 0 Kab. Tana Toraja 1 1192 862 0 Kab. Toraja Utara 0 249 902 0 Kab. Wajo 809 1247 0 0 Kota Makassar 4 172 0 0 Kota Palopo 0 117 131 0 Kota Pare-pare 62 37 0 0 Total 6554 26734 12446 30 Tabel 13 menunjukkan bahwa kabupaten yang memiliki kesesuaian agroklimat S1 terluas untuk tanaman kopi jenis robusta adalah Kabupaten Bone dengan luas sekitar 2066 km2 . Kabupaten yang merupakan kabupaten terluas pada kesesuaian agroklimat S2 adalah Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara dengan luas masing-masing 5163 km2 dan 3772 km2 , disusul Kabupaten Bone dengan luas 2293 km2 . Untuk kesesuaian agroklimat S3, Kabupaten Luwu Utara menjadi kabupaten terluas dengan luas area S3 3730 km2 , sedangkan kesesuaian agroklimat N (tidak sesuai) tidak banyak ditemukan, kabupaten terluas adalah Kabupaten Bone yang memiliki luas hanya sekitar 7 km2 dan total N hanya berkisar 30 km2 .
  • 34. 24 Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Kopi Iklim dan tanah yang hanya merupakan sifat fisik untuk menentukan kesesuaian agroklimat tanaman kopi di Sulawesi Selatan, memerlukan faktor lain untuk kemudian ditumpang susunkan dengan kesesuaian agroklimat, yakni faktor penggunaan lahan. Wilayah dengan lahan seperti semak belukar, kebun campuran, perkebunan, rawa, ladang, dan hutan sekunder dengan kepemilikan yang jelas, dapat dijadikan sebagai wilayah perluasan yang memiliki potensi yang baik. Sedangkan untuk wilayah dengan lahan terbangun, lahan pertanian, hutan primer, kawasan industri, dan perairan tidak bisa dijadikan sebagai area perluasan lahan. Data yang didapatkan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sulawesi Selatan (2015), bahwa pada tahun 2014 produksi kopi yang dihasilkan adalah 19534 ton untuk jenis arabika dan 9564 ton untuk jenis robusta dengan luas potensi lahan masing-masing adalah 465 km2 dan 242 km2 , maka didapatkan perkiraan produktivitas kopi arabika sekitar 42 ton/km2 dan 40 ton/km2 untuk jenis kopi robusta. Sehingga apabila diasumsikan produktivitasnya sama untuk tiap kabupaten, maka akan didapatkan data potensi produksi tanaman kopi untuk tiap kabupaten. Berikut Tabel 14 hasil tumpang susun kesesuaian agroklimat dan tutupan lahan. Tabel 14 Kesesuaian lahan dan perkiraan produksi pada wilayah yang dapat digunakan di tiap kabupaten daerah Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten / Kota Luas (km2 ) Produksi (Ton) Arabika Robusta Arabika Robusta Kab. Bantaeng 19 51 785 2030 Kab. Barru 63 76 2636 3012 Kab. Bone 185 297 7763 11720 Kab. Bulukumba 102 145 4300 5742 Kab. Enrekang 123 67 5168 2655 Kab. Gowa 144 121 6070 4769 Kab. Jeneponto 26 36 1089 1434 Kab. Luwu 228 103 9578 4078 Kab. Luwu Timur 602 548 25284 21670 Kab. Luwu Utara 737 368 30976 14553 Kab. Maros 83 74 3501 2940 Kab. Pangkajene 70 39 2921 1534 Kab. Pinrang 48 60 2034 2380 Kab. Selayar 15 132 635 5198 Kab. Sidenreng Rappang 58 88 2444 3463 Kab. Sinjai 96 87 4054 3444 Kab. Soppeng 36 116 1510 4579 Kab. Takalar 4 19 181 732 Kab. Tana Toraja 219 149 9202 5871 Kab. Toraja Utara 191 46 8018 1813 Kab. Wajo 0 95 13 3770 Kota Makassar 2 2 77 73 Kota Palopo 17 6 696 223 Kota Pare-pare 0 11 10 425 Total 3069 2735 128945 108108
  • 35. 25 Dari Tabel 14, didapatkan nilai luas dan perkiraan hasil produksi kopi di tiap kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan. Luas lahan untuk kedua jenis kopi dalam satu kabupaten, bukan berarti bahwa di kabupaten tersebut dapat ditanami kedua jenis kopi secara bersamaan dengan luasan tertentu, tetapi pada kabupaten tersebut dapat ditanami kopi jenis arabika pada lahan tertentu atau ditanami kopi jenis arabika pada lahan tertentu pula. Hal ini dikarenakan masih terdapat kemungkinan lahan yang dapat ditanami kopi arabika, dapat pula ditanami kopi jenis robusta. Berdasarkan tabel tersebut, terlihat kabupaten yang memiliki potensi yang paling besar dalam perluasan lahan perkebunan kopi jenis arabika adalah Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur dengan luasan masing-masing 737 km2 dan 602 km2 , atau sekitar 23% dan 19.% dari total luas lahan yang berpotensi ditanami kopi arabika. Sedangkan untuk kopi jenis robusta, lahan berpotensi paling luas adalah Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara dengan luasan masing-masing 548 km2 dan 368 km2 , atau sekitar 20% dan 13.4% dari total luas lahan berpotensi ditanami kopi robusta. Dari tabel di atas juga dapat terlihat bahwa kopi arabika memiliki total lahan potensial yang baik seluas 3069 km2 atau sekitar 6.7% dari total luas provinsi, dan untuk kopi robusta seluas 2735 km2 atau sekitar 6% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Namun luasan ini tidak dapat digabungkan atau di jumlahkan, karena apabila perkebunan kopi arabika diperluas, terdapat kemungkinan bahwa lahan yang berpotensi untuk tanaman kopi robusta juga termasuk di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Selain itu, luasan yang dikalkulasikan di atas masih bersifat potensial, risiko perbedaan nilai dari kondisi aktual lapangan sangat besar. Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara menjadi wilayah dengan potensi paling baik untuk dijadikan lahan perluasan perkebunan kopi, hal ini dikarenakan masih terdapat banyak lahan potensi cocok tanam yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Dari data luasan dan perkiraan produksi di atas, apabila pihak terkait fokus untuk mengembangkan tanaman kopi jenis arabika, maka produksi kopi arabika di Sulawesi Selatan akan bertambah sekitar 128 ribu ton, sedangkan jika pihak terkait fokus terhadap penanaman kopi jenis robusta, maka akan didapatkan potensi kenaikan produksi sekitar 108 ribu ton. Tetapi angka di atas merupakan angka potensi, tidak dapat dijamin bahwa angka tersebut akan sama pada kondisi aktualnya. Untuk sebaran wilayah yang berpotensi ditanami kopi jenis arabika dan robusta, terlihat bahwa kopi arabika cocok ditanam pada daerah dataran tinggi dengan suhu relatif rendah seperti Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, dan sebagian di daerah Luwu Utara dan Luwu Timur (Gambar 9). Sedangkan pada kondisi sebaliknya, kopi robusta cocok di tanam pada Kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara, Bone dan beberapa kabupaten lainnya yang memiliki ketinggian yang rendah serta suhu yang relatif tinggi (Gambar 10).
  • 36. 26 Gambar 9 Peta lahan berpotensi untuk ditanami kopi arabika di Sulawesi Selatan
  • 37. 27 Gambar 10 Peta lahan berpotensi untuk ditanami kopi robusta di Sulawesi Selatan
  • 38. 28 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Wilayah yang berpotensi untuk dijadikan lahan pengembangan tanaman kopi arabika memiliki luas 32019 km2 atau sekitar 69% dari luas total wilayah Sulawesi Selatan, sedangkan untuk tanaman kopi robusta memiliki luas 33288 km2 atau sekitar 73% dari total luas area provinsi. Apabila ditinjau lebih lanjut berdasarkan tutupan lahannya, maka luas lahan yang baik untuk dimanfaatkan sebagai lahan perluasan dan pengembangan tanaman kopi arabika adalah seluas 3069 km2 atau sekitar 6.7% dari total luas provinsi, dan untuk kopi robusta seluas 2735 km2 atau sekitar 6% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai lahan yang bersifat potensial, maka luasan lahan arabika yang sesuai tidak dapat digabung atau dijumlahkan dengan lahan robusta, karena apabila perkebunan kopi arabika diperluas, terdapat kemungkinan bahwa lahan yang berpotensi untuk tanaman kopi robusta juga termasuk di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Selain itu, risiko perbedaan nilai dari kondisi aktual lapangan sangat besar. Saran Penelitian ini hanya mengkaji dan didasarkan pada sifat fisik saja, perlu juga diperhatikan faktor-faktor lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, dan politik, serta kebijakan pemerintah untuk lebih mengembangkan tanaman kopi baik jenis arabika maupun robusta di Provinsi Sulawesi Selatan. Faktor pembobot yang digunakan dalam metode penelitian ini diasumsikan sama dan hanya berlaku untuk wilayah kajian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang berbeda untuk mendapatkan luasan lahan aktual yang benar-benar cocok untuk pengembangan tanaman kopi. Dalam pemilihan tutupan lahan yang tidak memasukkan hutan primer sebagai lahan yang bisa ditanami harus dikaji lebih lanjut, karena tanaman perkebunan seperti kopi ini sebenarnya bisa ditanam pada pinggiran atau batas hutan primer. Selain itu, data yang digunakan dalam perwilayahan hendaknya bersifat data primer demi hasil yang lebih akurat. Untuk pengembangan dan peningkatan produksi tanaman perkebunan ini, diperlukan kerja sama dari semua pihak sehingga mampu mengoptimalkan produksi dan pengembangan hasil perkebunan nasional.
  • 39. 29 DAFTAR PUSTAKA Aak. 1998. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta. Penerbit Kanisisus. Aak. 2002. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta. Penerbit Kanisisus. AEKI. 2013. Konsumsi Kopi Domestik. AICE [Internet]. [diunduh 2016 Sep 3]. Tersedia pada: http://www.aeki-aice.org/page/konsumsi-kopi-domestik/id Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press. [AMARTA] Agribisnis Market and Support Activitiy. 2010. Budidaya Tanaman Kopi Arabika di Sumatera Utara. Jakarta. Bakosurtanal. 1996. Pengembangan prototipe wilayah pesisir dan marin kupang, Nusa Tenggara Timur. Cibinong. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG. Baon, J.B., Pujiyanto dan R. Erwiyono. 2003. Evaluasi dampak kekeringan 2002 terhadap produksi kopi dan kakao tahun 2003 di PT Perkebunan Nusantara XII. Laporan penelitian, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 22 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. 2013. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota. BPS Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Carelli, M.L.C., R.B.Q Voltan, J.I. Fahl and P.C.O Trivelin. 2003. Leaf Anatomy and Carbon Istope Composition in Coffee Species Related to Photosynthetic Pathway. Plant Physiol, 15(1): 19-24. CSR / FAO Staff. 1983. Reconnaissance Land Resource Surveys 1 : 25.000 Scale Atlas Format Procedures. Bogor : Centre for Soil Research. Indonesia. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sulawesi Selatan. 2015. Data Luas Areal, Produksi, Produktivitas dan Petani Perkebunan Rakyat Per Komoditi Per Kabupaten. Makassar. Bagian Data dan Informasi. Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. ISBN 979-9474-25-6. Bogor. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Ditjenbun. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2012-2014. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan Erwiyono, R, A. Wibawa, Pujiyanto dan J.B. Baon. 2006. Peranan perkebunan kopi terhadap kelestarian lingkungan dan produksi kopi: Kasus di tanah Andosol. Hal. 155-162. Dalam Wahyudi, T. et al. (Eds). Penguatan agribisnis kopi melalui peningkatan mutu, diversifikasi produk dan perluasan pasar. Simposium Kopi 2006 di Surabaya, 2-3 Agustus 2006. Hulupi, R. 1999. Bahan Tanam Kopi yang Sesuai untuk Agroklimat di Indonesia. Jember. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 15(1): 64-81. Komarudin MR. 1998. Pewilayahan Tanaman Mangga dan Jambu Mete di Sulawesi Tenggara. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
  • 40. 30 Najiyati, S., Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen. Jakarta. Penebar Swadaya. Najiyati, S dan Danarti. 2004. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Edisi Revisi. Jakarta. Penebar Swadaya. Najiyati, S dan Danarti. 2007. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta. Penebar Swadaya. Nur, A.M dan Zaenudin. 1999. Perkembangan buah dan pemulihan pertumbuhan kopi Robusta akibat cekaman kekeringan. Pelita Perkebunan. 15(3):162- 174. Nursal, J., W.Q. Muknisjah, M.A. Chozin, I. Anas, R. Boer, dan M.V. Noordwijk. 2003. Sistem Agroforestri Berbasis Kopi: Iklim Mikro dan Simulasi Model dengan WaNuLCAS. Prosiding Seminar Nasional hasil - hasil penelitian dan pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Jambi. Pujiyanto (1992). Toleransi bibit kakao terhadap salinitas tanah, Pelita Perkebunan. 8:61–67. Pusat Data dan Statistik Pertanian. 2006. Statistik Perkebunan. Departemen Pertanian. Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Jakarta. Penebar Swadaya. Sanger, A. 1998. Mathematics for Biologists Part Biology. Mathematics for Biologists. Siswoputranto,P.S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia, Yogyakarta: Kanisius Sitorus, S.R.P. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito, Bandung Soenaryo. 1975. Pengaruh penyimpangan iklim terhadap produksi kopi. Menara Perkebunan. 43:79-91. Soerotani, S. dan Soenardjan. 1984. Pengalaman dalam musim kemarau panjang 1982 di PT Perkebunan XVIII. Perkebunan Indonesia. 3/4,19-28. SQM. 2016. Coffe. [Internet]. [diakses 2016 Sep 5]. Tersedia pada: http://www.sqm.com/en_us/productos/nutricionvegetaldeespecialidad/culti vos/cafe.aspx Widiyawati, F. 2005. Potensi Perkembangan Tanaman Jeruk (Citrus sp.) Berdasarkan Kesesuaian Iklim dan Tanah di Kabupaten Magetan, Sulawesi Selatan. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Williams, C.N. 1975. Coffee (Coffea spp.). p. 84-96. The agronomy of the major tropical crops. Oxford University Press. Selangor. Malaysia. Wrigley, G. 1988. Coffee. Longman Scientific & Technical, Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd. Singapore. 639 pp. Yahmadi, M. 1973. Pengaruh kemarau panjang terhadap tanaman kopi. Menara Perkebunan. 41:235-240. Yogi, R. 2015. Kesesuaian Lahan tanaman kopi di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Jurnal nasional ecopedon. 2:56-60.
  • 41. 31 LAMPIRAN Lampiran 1 Peta kesesuaian suhu udara tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
  • 42. 32 Lampiran 2 Peta kesesuaian suhu udara tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
  • 43. 33 Lampiran 3 Peta kesesuaian curah hujan tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
  • 44. 34 Lampiran 4 Peta kesesuaian curah hujan tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
  • 45. 35 Lampiran 5 Peta kesesuaian kelerengan tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
  • 46. 36 Lampiran 6 Peta kesesuaian kelerengan tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
  • 47. 37 Lampiran 7 Peta kesesuaian keasaman (pH) tanaman kopi arabika di Sulawesi Selatan
  • 48. 38 Lampiran 8 Peta kesesuaian keasaman (pH) tanaman kopi robusta di Sulawesi Selatan
  • 49. 39 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Maros pada tanggal 14 Maret 1994 dari ayah H. Muchtar (alm) dan ibu Hj. Maryam. Penulis adalah putra ke-11 dari 12 bersaudara. Tahun 2012 Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Maros dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Geofisika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Agrometeorologi pada tahun ajaran 2015/2016. Penulis juga pernah aktif di organisasi asrama sebagai anggota, yakni organisasi Art Dormitory Club (ADC) dan English Dormitory Club (EDC). Penulis juga pernah menjadi Ketua Angkatan Organisasi Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Sulawesi Selatan (IKAMI) periode 2012/2013, sebagai anggota pada Bidikmisi Musik Club, dan Akustik GFM. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan IPB Goes To Field (IGTF) pada bulan Agustus 2015 di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Selain berorganisasi, penulis juga sering mengikuti ajang perlombaan baik olahraga maupun seni. Beberapa prestasi yang pernah diraih adalah sebagai berikut, Juara 1 Volli Putra Paguyuban Bidik Misi 2013, Juara 3 Lomba Akustik SPIRIT FMIPA 2014, Juara 2 Volly Putra SPIRIT FMIPA 2013, Juara 2 Volly Putra SPIRIT FMIPA 2015, Juara 1 Tenis Meja Geometrik GFM 2015. Penulis juga pernah menjadi bintang tamu dan pengisi acara dalam berbagai acara seperti, Paguyuban Bidik Misi, acara Rektorat, dan beberapa acara dari organisasi maupun departemen di IPB.