SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 31
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1999
TENTANG
PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN
PADA HUTAN PRODUKSI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.

b.

bahwa hutan produksi di Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
dan warisan kekayaan alam yang perlu dimanfaatkan secara terencana,
rasional, optimal, bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan daya
dukungnya, serta dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup guna mendukung pengelolaan hutan dan
pembangunan kehutanan yang berkelanjutan, yang diarahkan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat di masa kini dan di masa mendatang;
bahwa dalam rangka memperoleh manfaat yang selalu meningkat bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, maka sebagian kegiatan pengelolaan
hutan yang berupa usaha kehutanan perlu disesuaikan dengan perkembangan
lingkungan strategis lokal, nasional dan global, untuk kemandirian, keandalan,
kemajuan, dan daya saing ekonomi nasional, produktivitas dan kelestarian
lingkungan hidup serta ketahanan sosial-budaya bangsa dengan berdasarkan
pada pemberdayaan ekonomi rakyat;

c.

bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat pada umumnya dan masyarakat di
sekitar dan di dalam hutan pada khususnya perlu dilakukan antara lain melalui
peningkatan peran koperasi, usaha kecil dan menengah pada usaha
kehutanan;

d.

bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak
Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dipandang tidak
sesuai lagi dengan perkembangan pembangunan kehutanan, dan oleh sebab
itu perlu diperbaharui dan disempurnakan;

e.

bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut diatas, maka dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan Hutan dan
Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi;

Mengingat :
1.
2.

Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2823);
3.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

4.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3478);

5.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3501);

6.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3502);

7.

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3611);

8.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

9.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGUSAHAAN
HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA
HUTAN PRODUKSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.
2.

Hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara
keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam
lingkungannya dan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan.
Hutan Negara adalah kawasan hutan dan hutan yang tumbuh diatas tanah
yang tidak dibebani hak milik.

3.

Hasil Hutan ialah benda-benda hayati yang dihasilkan dari hutan.

4.

Kawasan Hutan ialah wilayah-wilayah tertentu yang oleh Menteri ditetapkan
untuk dipertahankan sebagai hutan tetap.

5.

Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil
hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya
untuk pembangunan, industri dan eksport.
6.

Hutan alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami
yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta
alam lingkungannya.

7.

Hutan tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan
potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif.

8.

Pengusahaan Hutan adalah kegiatan pemanfaatan hutan yang didasarkan
atas azas kelestarian fungsi dan azas perusahaan yang meliputi penanaman,
pemeliharaan dan pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan
pemasaran hasil hutan.

9.

Hak Pengusahaan Hutan adalah hak untuk mengusahakan hutan didalam
kawasan hutan produksi, yang kegiatannya terdiri dari penanaman,
pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan pemasaran
hasil hutan.

10.

Areal kerja Hak Pengusahaan Hutan adalah Kawasan Hutan Produksi yang
dibebani Hak Pengusahaan Hutan.

11.

Hak Pemungutan Hasil Hutan adalah hak untuk memungut hasil hutan baik
kayu maupun non kayu pada hutan produksi dalam jumlah dan jenis yang
ditetapkan dalam surat ijin.

12.

Areal Kerja Hak Pemungutan Hasil Hutan adalah kawasan hutan produksi
yang dibebani Hak Pemungutan Hasil Hutan.

13.

Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi adalah suatu kesatuan pengusahaan
hutan terkecil atas kawasan hutan produksi yang layak diusahakan secara
lestari dan secara ekonomi.

14.

Tanaman Pokok adalah jenis tanaman hutan yang memiliki luas dan atau nilai
ekonomi dominan.

15.

Daur tanaman adalah jangka waktu yang diperlukan bagi suatu jenis tanaman
sejak mulai penanaman sampai mencapai masak tebang.

16.

Keputusan Pemberian Hak Pengusahaan Hutan adalah izin yang diberikan
oleh Menteri untuk melaksanakan pengusahaan hutan.

17.

Keputusan Pemberian Hak Pemungutan Hasil Hutan adalah izin yang
diberikan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II untuk melaksanakan
pemungutan hasil hutan.

18.

Masyarakat setempat adalah kelompok-kelompok orang warga negara
Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan dan yang memiliki
ciri sebagai suatu komunitas, yang didasarkan pada kekerabatan, kesamaan
mata pencaharian yang berkait dengan hutan (profesi), kesejarahan,
keterikatan tempat tinggal bersama serta faktor ikatan komunitas lainnya.

19.

Dana Reboisasi (DR) adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak
Pengusahaan
Hutan
dan
Pemegang
Hak
Pengusahaan
Hutan
Kemasyarakatan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi
dan rehabilitasi lahan.

20.

Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan yang dikenakan sebagai
pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan Negara.
21.

Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan adalah jaminan untuk
pelaksanaan Hak Pengusahaan Hutan yang pencairannya didasarkan pada
penilaian keberhasilan atau kegagalan dalam memenuhi ketentuan
pengusahaan hutan secara lestari.

22.

Iuran Hak Pengusahaan Hutan adalah pungutan yang dikenakan kepada
pemegang Hak Pengusahaan Hutan atas suatu kompleks hutan tertentu yang
dilakukan sekali pada saat hak tersebut diberikan.

23.

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas
kekeluargaan.

24.

Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan
BAB II
AZAS DAN TUJUAN
Pasal 2

Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan dilaksanakan berdasarkan azas
rasionalitas, optimalitas serta kelestarian hutan dan keseimbangan fungsi ekosistem dengan
memperhatikan rasa keadilan dan manfaat bagi masyarakat.
Pasal 3
Tujuan Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan adalah mewujudkan keberadaan
sumberdaya hutan yang berkualitas tinggi, memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan ekologi
yang maksimum dan lestari, serta menjamin distribusi manfaatnya secara adil dan merata,
khususnya terhadap masyarakat yang tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan.
BAB III
PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI
Pasal 4
Dalam mengambil manfaat dari hutan produksi pemerintah dapat memberikan :
a. Hak Pengusahaan Hutan;
b. Hak Pemungutan Hasil Hutan.
BAB IV
HAK PENGUSAHAAN HUTAN
Bagian Kesatu
Bentuk Hak Pengusahaan Hutan
Pasal 5
(1)

Hak Pengusahaan Hutan pada Hutan Produksi dapat berbentuk :
a. Hak Pengusahaan Hutan Alam; atau
b Hak Pengusahaan Hutan Tanaman.

(2)
(3)

Kegiatan Hak Pengusahaan Hutan Alam meliputi penebangan kayu,
permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan.
Kegiatan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman meliputi penanaman,
pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan.
Pasal 6
(1)
(2)

Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1),
diberikan melalui Penawaran dalam pelelangan.
Untuk luas dibawah 50.000 (lima puluh ribu) hektar dapat diberikan Hak
Pengusahaan Hutan dengan cara permohonan.
Pasal 7

(1) Penawaran dalam pelelangan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. Pemerintah menetapkan kriteria hutan produksi yang
dapat dilelang, status areal dan kriteria peserta
pelelangan;
b. Pemerintah mengumumkan secara luas kawasan
hutan yang akan dilelang;
c.

Peminat pelelangan mengajukan surat permohonan
menjadi peserta pelelangan;

d. Peserta lelang diberikan kesempatan untuk melihat
ke lapangan serta mencari data seperlunya;
e. Pemerintah menetapkan pemenang pelelangan dari
penawaran yang masuk.
(2)

Permohonan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) diatur sebagai berikut :

a. Peminat mengajukan permohonan kepada
Pemerintah;
b. Pemerintah menyetujui atau menolak permohonan
Hak Pengusahaan Hutan.
(3)

Ketentuan mengenai tata cara penawaran dalam pelelangan atau permohonan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
Pasal 8

(1)

Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. Untuk satu Propinsi setiap pemegang hak maksimal
seluas 100.000 (seratus ribu) hektar;
b. Untuk seluruh Indonesia setiap pemegang hak
maksimal seluas 400.000 (empat ratus ribu) hektar;
c.

Khusus untuk Propinsi Irian Jaya setiap pemegang
hak maksimal seluas 200.000 (dua ratus ribu)
hektar;
2)

Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana
dalam ayat (1) berlaku untuk satu perusahaan dengan groupnya.

dimaksud

Pasal 9
(1)
(2)

Pengusahaan Hutan secara lestari dilaksanakan dalam bentuk kesatuan
pengusahaan hutan produksi.
Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh Menteri.
Pasal 10

(1)

Hak Pengusahaan Hutan Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf a, diberikan kepada :
a. Badan Usaha Milik Negara; atau
b. Badan Usaha Milik Daerah; atau
c. Perusahaan Swasta Nasional dan Koperasi.

(2)

Hak Pengusahaan Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf b diberikan kepada :
a. Badan Usaha Milik Negara; atau
b. Badan Usaha Milik Daerah; atau
c.

Perusahaan Swasta Nasional dan Koperasi; atau

d. Perusahaan Swasta Asing yang berbentuk
perseroan terbatas yang berbadan hukum Indonesia.
(3)

Ketentuan lebih lanjut tentang Tata Cara Pemberian Hak Pengusahaan Hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 11

(1)
(2)

(3)

Hak Pengusahaan Hutan diberikan oleh Menteri dengan mempertimbangkan
pendapat dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Pemberian Hak Pengusahaan Hutan untuk luas areal dibawah 10.000 (sepuluh
ribu) hektar dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan kewenangan kepada Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh
Menteri.
Pasal 12

Apabila terhadap areal hutan yang akan diberikan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) terdapat kegiatan non kehutanan, Menteri melakukan
koordinasi dengan instansi terkait.
Pasal 13
Hak Pengusahaan Hutan tidak dapat diberikan dalam areal hutan yang telah dibebani Hak
yang sudah ada sebelumnya.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1)
(2)

Tanaman yang dibangun dalam Hak Pengusahaan Hutan Tanaman menjadi
aset perusahaan sepanjang hak masih berlaku.
Hak Pengusahaan Hutan tidak merupakan kepemilikan hak atas lahan hutan.
Pasal 15

(1)
(2)

Hak Pengusahaan Hutan Alam diberikan untuk jangka waktu paling lama 20
tahun ditambah daur tanaman pokok.
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman diberikan untuk jangka waktu paling lama
35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok.

(3) Apabila Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) berakhir, maka hak dapat diperbaharui kepada perusahaan lama yang
kinerjanya baik atau diberikan kepada badan hukum lain.
(4) Ketentuan tentang daur tanaman pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan tata cara pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
Pasal 16
(1)
(2)

Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib melaksanakan sistem silvikultur
yang ditetapkan oleh Menteri sesuai lokasi dan jenis tanaman yang akan
dikembangkan.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Menteri.
Pasal 17

(1)

Setiap Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Alam wajib membayar :
a. Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH);
b. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH);
c. Dana Reboisasi (DR);

(2)

Setiap Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman wajib membayar :
a. Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH);
b. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH);

(3)

Tata cara pengenaan, pemungutan, penyetoran dan penggunaan pungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah tersendiri.
Pasal 18
(1)
(2)

(3)

Untuk menjamin pelaksanaan pengusahaan hutan alam secara lestari,
Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Alam wajib menyediakan Dana Jaminan
Kinerja Hak Pengusahaan Hutan.
Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan Alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) akan dicairkan kembali oleh Pemegang Hak Pengusahaan Hutan
apabila pelaksanaan pengusahaan hutan yang bersangkutan dinilai baik
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tata cara penyediaan, penilaian pelaksanaan pengusahaan hutan alam dan
pencairan Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 19
(1) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib melaksanakan
ketentuan sebagai berikut :
a. Membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan
(RKPH) selambat-lambatnya 18 (delapan belas)
bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Hak
Pengusahaan Hutan yang meliputi seluruh areal
kerja Hak Pengusahaan Hutan selama jangka waktu
pengusahaan hutan.
b. Membuat Rencana Karya Lima Tahun (RKL).
c.

Membuat Rencana Karya Tahunan (RKT) atau
Bagan Kerja.

d. Membuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal).
e. Melaksanakan penataan batas areal kerja dan
penataan hutan dengan kompartemenisasi.
f.

Melaksanakan pengusahaan hutan berdasarkan
Rencana Karya serta mentaati segala ketentuan
dibidang kehutanan yang berlaku.

g. Membayar Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH),
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana
Reboisasi (DR) yang dipungut di areal kerjanya.
h. Menyediakan Dana Jaminan Kinerja Hak
Pengusahaan Hutan.
i.

Memberdayakan masyarakat desa di sekitar dan
atau di dalam hutan.

j.

Melaksanakan kegiatan nyata di lapangan yang
didasarkan pada Bagan Kerja dalam waktu 180
(seratus delapan puluh) hari sejak terbit Surat
Keputusan Hak Pengusahaan Hutan.

k.

Menanam sedikit-dikitnya 50 % dari tanaman yang
seharusnya ditanam berdasarkan daur tanaman dan
luas areal untuk Pengusahaan Hutan Tanaman
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun sejak terbitnya Surat Keputusan Hak
Pengusahaan Hutan.
l.

Mentaati segala ketentuan yang berlaku dibidang
pengusahaan hutan sesuai peraturan yang berlaku.

m. Mempekerjakan secukupnya tenaga profesional
dibidang pengusahaan hutan dan tenaga lain yang
memenuhi persyaratan sesuai dengan kebutuhan
pengusahaan hutan.
n. Menatausahakan kegiatan Hak Pengusahaan Hutan
dengan baik sesuai dengan ketentuan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku.
(2) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib mengelola
areal kerja Hak Pengusahaan Hutan berdasarkan rencana
karya-rencana karya yang dimaksud dalam ayat (1) serta
mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 20
(1) Hak Pengusahaan Hutan dapat dipindahtangankan atau
dijaminkan kepada pihak lain dengan melaporkan
sebelumnya kepada Menteri.
(2) Pemindahtanganan atau penjaminan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan sepanjang
haknya masih berlaku.
(3) Areal Hak Pengusahaan Hutan tidak dapat digunakan
sebagai jaminan.
(4) Tegakan pada Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
sebagai aset perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dapat digunakan sebagai jaminan
sepanjang haknya masih berlaku yang pelaksanaannya
dilaporkan kepada Menteri.
(5) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Hapusnya Hak Pengusahaan Hutan
Pasal 21
(1) Hak Pengusahaan Hutan hapus karena :

a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir;
b. Dicabut oleh Menteri sebagai sanksi yang dikenakan
kepada Pemegang Hak Pengusahaan Hutan;
c. Diserahkan kembali oleh Pemegang Hak
Pengusahaan Hutan kepada Pemerintah sebelum
jangka waktu yang diberikan berakhir; atau

d. Dicabut oleh Menteri karena kawasan hutan
diperlukan untuk kepentingan umum.
(2) Hapusnya Hak Pengusahaan Hutan atas dasar ketentuan
ayat (1) tidak membebaskan kewajiban Pemegang Hak
Pengusahaan Hutan untuk :
a. Melunasi seluruh kewajiban finansiil serta kewajibankewajiban lain yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b. Menyerahkan tanpa syarat atas benda bergerak
yang menjadi milik perusahaan apabila perusahaan
belum memenuhi kewajiban kepada Pemerintah;
c.

Melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dalam rangka berakhirnya Hak
Pengusahaan Hutan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

(3) Pada saat hapusnya Hak Pengusahaan Hutan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka :
a. Prasarana, sarana dan tanaman yang telah
dibangun didalam areal kerjanya menjadi milik
negara;
b. Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan
menjadi milik negara, apabila Hak Pengusahaan
Hutan dicabut karena sanksi;
c.

Pemerintah dibebaskan dari tanggung jawab yang
menjadi beban perusahaan, apabila hapusnya Hak
Pengusahaan Hutan karena sanksi atau
dikembalikan kepada Pemerintah.

(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) diatur oleh Menteri.
BAB V
HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN
Bagian Kesatu
Hak Pemungutan Hasil Hutan
Pasal 22
(1) Hak Pemungutan Hasil Hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf b diberikan melalui permohonan.
(2) Hak Pemungutan Hasil Hutan diberikan kepada
perorangan Warga Negara Indonesia atau koperasi atau
badan hukum Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Warga Negara Indonesia.
(3) Hak Pemungutan Hasil Hutan diberikan oleh Bupati
Kepala Daerah Tingkat II, sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 23
Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan hanya dapat
memungut dan memanfaatkan hasil hutan di areal yang
ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Hak
Pemungutan Hasil Hutan.
Pasal 24
(1) Hak Pemungutan Hasil Hutan diberikan untuk mengambil
hasil hutan dengan ketentuan :
a. luas maksimal 100 (seratus) hektar; atau
b. dalam jumlah tertentu;
c. untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun.
(2) Hak Pemungutan Hasil Hutan diutamakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
Pasal 25
(1) Setiap Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan untuk
kayu wajib membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
dan Dana Reboisasi (DR).
(2) Setiap Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan untuk
hasil hutan non kayu wajib membayar Provisi Sumber Daya
Hutan (PSDH).
Bagian Kedua
Hapusnya Hak Pemungutan Hasil Hutan
Pasal 26
(1) Hak Pemungutan Hasil Hutan hapus karena :

a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir;
b. Dicabut oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II
sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang
hak;

c. Diserahkan kembali oleh pemegang hak kepada
Pemerintah sebelum jangka waktu berakhir; atau

d. Volume yang ditentukan dalam hak telah terpenuhi.
(2) Berakhirnya Hak Pemungutan Hasil Hutan atas dasar
ketentuan ayat (1) tidak membebaskan kewajiban pemegang
izin untuk melunasi Provisi Sumber Daya Hutan, Dana
Reboisasi (DR) dan kewajiban-kewajiban lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
Pasal 27
(1) Masyarakat Hukum Adat sepanjang menurut
kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini diberikan hak
memungut hasil hutan untuk memenuhi keperluan hidup
sehari-hari.
(2) Pengambilan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 28
(1) Masyarakat setempat di dalam dan atau di sekitar hutan
diberikan prioritas untuk berperan seluas-luasnya di dalam
kegiatan oleh badan-badan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Masyarakat di dalam dan atau di sekitar hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat :
a. Mengetahui rencana peruntukan dan pemanfaatan
hutan;
b. Memberikan informasi, saran pertimbangan dalam
pengusahaan hutan.
(3) Pedoman pelaksanaan peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Masyarakat dapat turut berperan serta dalam kegiatan
pengusahaan hutan baik langsung maupun tidak langsung.
(2) Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat
melalui berbagai kegiatan dibidang pengusahaan hutan
secara berdaya guna dan berhasil guna untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
BAB VIII
KEMITRAAN
Pasal 30
(1) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana
dimaksud Pasal 10, wajib membina kemampuan koperasi
atau usaha kecil yang berada diwilayahnya melalui
pemberian kesempatan berusaha didalam kegiatan
pengusahaan hutan.
(2) Pelaksanaan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh Menteri.
BAB IX
PEMBINAAN
Pasal 31
Untuk menjamin ketertiban dan kelancaran pelaksanaan
pengusaha-an hutan, pemungutan hasil hutan, dan
Masyarakat Hukum Adat yang memungut hasil hutan,
Pemerintah melakukan pembinaan berupa pengawasan,
bimbingan dan penyuluhan.
Pasal 32
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat setempat atau
kelompok masyarakat lain yang sumber utama
penghidupannya tergantung atau berkaitan langsung dengan
hutan dan hasil hutan, Pemerintah dapat menetapkan :
a. Pengusahaan hutan pada wilayah hutan tertentu
hanya diberikan kepada masyarakat setempat atau
kelompok masyarakat lain melalui koperasi.
b. Kemudahan pelayanan dan keringanan persyaratan
bagi koperasi untuk mendapatkan Hak Pengusahaan
Hutan.
BAB X
SANKSI
Pasal 33
Jenis-jenis sanksi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bentuk,
yaitu :

a. Pencabutan Hak Pengusahaan Hutan atau Hak
Pemungutan Hasil Hutan.

b. Pengurangan areal kerja Hak Pengusahaan Hutan.
c. Denda administratif.
Pasal 34
(1) Hak Pengusahaan Hutan dicabut karena :
a. Pemegang hak tidak melaksanakan usahanya
secara nyata dalam waktu 180 (seratus delapan
puluh) hari sejak Keputusan Pemberian Hak
Pengusahaan Hutan dikeluarkan sebagaimana
diatur dalam Pasal 19 huruf j;
b. Pemegang hak tidak membayar kewajiban keuangan
dibidang pengusahaan hutan sebagaimana diatur
dalam Pasal 19 huruf g;
c.

Pemegang hak tidak menyerahkan Rencana Karya
Tahunan, Rencana Karya Lima Tahunan dan
Rencana Karya Pengusahaan Hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, b dan c;
d. Pemegang hak meninggalkan areal dan
pekerjaannya sebelum haknya berakhir;
e. Pemegang hak karena putusan Pengadilan dijatuhi
pidana penjara minimal 5 (lima) tahun karena
merusak lingkungan atau merusak fungsi konservasi
sesuai ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku;
f.

Pemegang hak tidak mentaati segala ketentuan
yang berlaku dibidang pengusahaan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf l; atau

g. Pemegang hak tidak memberdayakan dan mengikut
sertakan masyarakat setempat disekitar hutan dan di
dalam hutan dalam kegiatan Hak Pengusahaan
Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf
i.
(2) Pencabutan Hak Pengusahaan Hutan karena melakukan
pelanggaran salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dilakukan setelah diberikan peringatan oleh
Menteri sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka
waktu selang 30 (tiga puluh) hari.
(3) Pencabutan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 35
(1) Hak Pengusahaan Hutan dikurangi areal kerjanya karena
:
a. Pemegang hak menyerahkan seluruh kegiatan
pengusahaan hutannya kepada pihak lain tanpa
melaporkan kepada Menteri; atau
b. Pemegang hak memindah tangankan Hak
Pengusahaan Hutannya kepada pihak lain tanpa
melaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1); atau
c.

Pemegang hak tidak membuat tanaman sedikitdikitnya 50% dari tanaman yang seharusnya ditanam
berdasarkan daur tanam dan luas areal dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf k; atau

d. Pemegang hak tidak mempekerjakan secukupnya
tenaga profesional dan tenaga lain yang memenuhi
persyaratan sesuai dengan kebutuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf m; atau
e. Pemegang hak tidak melaksanakan Pedoman
Standar Akuntansi Keuangan 32 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf n; atau
f.

Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tidak membina
koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (1).

(2) Pengurangan areal kerja Hak Pengusahaan Hutan
karena melakukan pelanggaran salah satu ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan setelah
diberikan peringatan oleh Menteri sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan jangka waktu selang 30 (tiga puluh)
hari.
(3) Pengurangan areal kerja Hak Pengusahaan Hutan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 36
(1) Tindakan yang menyalahi ketentuan yang berlaku dan
kelalaian-kelalaian oleh Pemegang Hak diluar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan diluar ketentuan
pidana yang mengakibatkan kerusakan hutan serta dalam
melaksanakan kegiatan pengusahaan hutannya tidak
memenuhi standar kinerja yang ditetapkan oleh Menteri
dikenakan denda sesuai dengan berat serta intensitas
kerusakan dan kelalaian yang ditimbulkan.
(2) Ketentuan mengenai tindakan, kelalaian dan pengenaan
denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Menteri.
Pasal 37
Hak Pemungutan Hasil Hutan dicabut karena :
a. Pemegang hak tidak membayar kewajiban keuangan
dibidang pemungutan hasil hutan sebagaimana
diatur dalam Pasal 25;
b. Pemegang hak merusak lingkungan atau merusak
fungsi konservasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku;
c.

Pemegang hak memindahtangankan Hak
Pemungutan Hasil Hutannya kepada pihak lain
tanpa melapor sebelumnya kepada Bupati Kepala
Daerah Tingkat II; atau

d. Pemegang hak mengambil hasil hutan yang tidak
sesuai dengan izin yang diberikan.
Pasal 38
(1) Tindakan yang menyalahi ketentuan yang berlaku dan
kelalaian-kelalaian oleh Pemegang Hak diluar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan diluar ketentuan
pidana yang mengakibatkan kerusakan hutan serta dalam
melaksanakan kegiatan pemungutan hasil hutan yang tidak
memenuhi standar kinerja yang ditetapkan oleh Menteri,
dikenakan denda sesuai dengan berat serta intensitas
kerusakan dan kelalaian yang ditimbulkan.
(2) Ketentuan mengenai tindakan, kelalaian dan pengenaan
denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Menteri.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Terhadap Hak Pengusahaan Hutan yang diberikan
berdasarkan Per-aturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970
jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 tentang Hak
Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan dan
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang diberikan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990
tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang
sudah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini :
a. Tetap berlaku sepanjang haknya belum berakhir.
b. Setelah jangka waktu berakhir dapat dilakukan
pembaharuan hak sepanjang kinerjanya baik, untuk
luas dan jangka waktu sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 8, Pasal 11, dan Pasal 15.
Pasal 40
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, maka
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 1970 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
1975 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum dicabut atau diganti berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, maka
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 tentang Hak
Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1990 tentang Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 42
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Januari
1999
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF
HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Januari 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 13
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1999
TENTANG
PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN
PADA HUTAN PRODUKSI
UMUM
Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam
berupa sumber daya hutan tropis yang merupakan salah satu modal dasar
pembangunan nasional untuk dimanfaatkan secara optimal, adil, merata dan
berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan
hidup serta kehidupan manusia pada umumnya.
Sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui tetapi rentan terhadap
berbagai pengaruh campur tangan manusia serta mempunyai kaitan-kaitan
secara horizontal dan vertikal, kaitan-kaitan ke depan dan ke belakang serta
kaitan-kaitan dengan alam sekitar maka pengelolaannya harus terintegrasi
dengan pengelolaan sumber daya alam lainnya sehingga terwujud
pembangunan nasional berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila.
Bentuk pemanfaatan hutan yang berupa pengusahaan hutan dan
pemungutan hasil hutan perlu dilakukan secara rasional, terencana, optimal
dan bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan daya dukungnya serta
dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup sehingga manfaat yang diperoleh optimal, efektip dan efisien baik
manfaat ekonomi, manfaat ekologi maupun manfaat sosialnya.
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuanketentuan Pokok Kehutanan yang mengatur pengusahaan hutan dan
pemungutan hasil hutan, khususnya dalam Pasal 13 dan Pasal 14, maka
pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat cepat karena besarnya minat pelaku ekonomi
dan besarnya peluang pasar.
Namun mengingat bahwa kandungan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967
terhadap kepentingan masyarakat kecil, menengah dan koperasi belum
nyata maka perkembangan pengusahaan hutan lebih mengarah pada
pembentukan usaha-usaha besar. Sedangkan perhatian kepada
pembangunan ekonomi rakyat tidak berjalan dengan lancar.
Untuk itu pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya masyarakat di sekitar
hutan, peranan koperasi, usaha kecil dan menengah perlu diberikan
perhatian yang lebih nyata.
Dalam upaya memberdayakan hak yang didasarkan pada adat, maka
apabila di dalam kawasan hutan sepanjang menurut kenyataannya masih
terdapat masyarakat komunitas hukum adat dan anggota-anggotanya, akan
diakui keberadaannya, serta mempunyai hak untuk dapat diberikan hak
pengusahaan hutan dan hak pemungutan hasil hutan di dalam kawasan
hutan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk menggunakan hak tersebut
masyarakat hukum adat dapat membentuk kelompok usaha dalam wadah
koperasi, dan cara pelaksanaan haknya tunduk pada ketentuan-ketentuan
hak pengusahaan hutan atau hak pemungutan hasil hutan.
Berbeda dengan kewajiban pemegang Hak Pengusahaan Hutan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970
yaitu wajib mendirikan industri pengolahan kayu, maka pemegang Hak
Pengusahaan Hutan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak harus
mendirikan dan atau memiliki industri pengolahan kayu.
Oleh karena itu guna memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan
pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan yang berkeadilan tersebut,
maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Hutan dalam Peraturan Pemerintah ini diartikan sebagai suatu lapangan
yang cukup luas, bertumbuhan kayu, bambu dan atau palem yang bersamasama dengan tanahnya, beserta isinya baik berupa nabati maupun alam
hewani, secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai
kemampuan untuk memberikan manfaat-manfaat produksi, perlindungan dan
atau manfaat-manfaat lainnya secara lestari.
Luas minimum lapangan yang bertumbuhan itu adalah seperempat hektar,
sebab hutan seluas itu sudah dapat mencapai suatu keseimbangan
persekutuan hidup yang diperlukan, sehingga mampu memberikan manfaatmanfaat produksi, perlindungan, pengaturan tata air, pengaruh terhadap
iklim, dan lain sebagainya.
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Yang dimaksud dengan hasil hutan adalah hasil-hasil yang diperoleh dari
hutan yang berupa :
a. Hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, bambu, rotan, rumputrumputan, jamur-jamur, tanaman obat, getah-getahan dan lain-lain
serta bagian dari tumbuh-tumbuhan atau yang dihasilkan oleh
tumbuh-tumbuhan di dalam hutan, termasuk hasil yang berupa
minyak atsiri.
b. Hasil hewani beserta turunannya seperti satwa buru, satwa elok dan
lain-lain hewan serta bagian-bagiannya atau yang dihasilkannya.
c.

Benda-benda lain yang secara ekologis merupakan satu kesatuan
ekosistem dengan benda-benda hayati penyusun hutan antara lain :
berupa sumber air (water yield), udara bersih dan lain-lain yang tidak
termasuk bahan tambang.

d. Jasa yang diperoleh dari laut antara lain berupa: jasa wisata, jasa
keindahan, keunikan, jasa perburuan dan lain-lain
Angka 4
Menteri memberi putusan dalam hal terhadap keragu-raguan apakah
lapangan itu adalah hutan yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan pengolahan dan pemasaran
hasil hutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dibidang perindustrian dan perdagangan.
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Cukup jelas
Angka 20
Cukup jelas
Angka 21
Cukup jelas
Angka 22
Cukup jelas
Angka 23
Yang dimaksud dengan koperasi adalah koperasi yang bergerak dibidang
pengusahaan hutan.
Angka 24
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dapat dijadikan obyek penawaran dalam pelelangan atau permohonan
adalah Hutan produksi yang belum dibebani hak atau areal bekas Hak
Pengusahaan Hutan yang telah berakhir dan tidak diperpanjang atau dicabut.
Apabila penawaran dalam pelelangan atau permohonan dilaksanakan oleh
koperasi, usaha kecil dan menengah setempat, agar mendapatkan
kesempatan yang sama dengan yang lainnya, maka dapat dibantu oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat dan dibina oleh Pemerintah.
Ayat (2)
Pemberian Hak Pengusahaan Hutan dengan luas dibawah 50.000 (lima
puluh ribu) hektar dengan cara permohonan tersebut merupakan
pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
- Batas maksimum ditetapkan dengan maksud untuk lebih menjamin asas
keadilan
dan pemerataan khususnya bagi koperasi, usaha kecil dan
menengah.
- Mengingat keadaan hutan dan lapangan serta aksesbilitas areal maka
untuk Propinsi
Irian Jaya luas maksimum setiap pemegang hak adalah
200.000 (dua ratus ribu)
hektar
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf c
Koperasi yang diberikan Hak Pengusahaan Hutan adalah koperasi
yang dibentuk oleh masyarakat disekitar hutan.
Hak Pengusahaan Hutan yang diberikan kepada masyarakat
setempat melalui koperasinya dapat disebut Hak Pengusahaan
Hutan Kemasyarakatan.
Sedang perusahaan swasta nasional adalah berbentuk Perseroan
Terbatas.
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 10 ayat (1).
Pasal 11
Ayat (1)
Pendapat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I berupa pertimbanganpertimbangan tentang pengusahaan hutan yang berkaitan dengan rencana
pengembangan wilayah.
Ayat (2)
Apabila Gubernur mendapat pelimpahan wewenang dari Menteri, maka
penandatanganan pemberian Hak Pengusahaan Hutan dilakukan oleh
Gubernur atas nama Menteri.
Ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut yang akan diatur oleh Menteri sebagaimana dimaksud
dalam ayat ini antara lain mengatur tentang kriteria.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Yang dimaksud dengan hak yang sudah ada sebelumnya adalah Hak Pengusahaan
Hutan dan hak-hak lain di luar sektor kehutanan.
Pasal 14
Ayat (1)
Tanaman yang dimaksud dalam ayat ini tidak termasuk tanaman perkayaan
dalam sistem silvikultur Tebang Pilih Tanaman Indonesia.
Ayat (2)
Hak Pengusahaan Hutan dimaksudkan untuk memberikan hak untuk
mengusahakan hutan dan tidak termasuk memberikan hak kepemilikan atau
penguasaan atas tanah.
Pasal 15
Ayat (1)
Apabila tanaman terdiri lebih dari satu jenis maka perhitungan daur
didasarkan pada daur tanaman yang memiliki luas dan atau nilai ekonomis
dominan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
- Apabila Hak Pengusahaan Hutan telah berakhir dan kinerjanya jelek,
maka :
- sepanjang bekas areal tersebut diatas 50.000 (lima puluh ribu) hektar dapat
diberikan pada perusahaan lain dengan cara pelelangan;
- dan sepanjang bekas areal tersebut dibawah 50.000 (lima puluh ribu)
hektar dapat diberikan dengan cara permohonan.
- Apabila Hak Pengusahaan Hutan telah berakhir dan kinerjanya jelek, maka
sepanjang areal tersebut diatas 100.000 (seratus ribu) hektar dalam
satu Propinsi, maka bekas areal tersebut dapat diberikan kepada
perusahaan lain dengan batasan luas maksimum sesuai dengan Peraturan
Pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau
teknik bercocok tanam hutan yang dimulai dari pemilihan bibit, pembuatan
tanaman, pemeliharaan tanaman, sampai pada pemanenan atau
penebangannya.
Dalam rangka melaksanakan sistem silvikultur, pemegang hak dimungkinkan
menggunakan sistem tumpangsari, sistem tanaman di bawah tegakan atau
sistem tanaman ganda (multi croping) yang lain yang dilaksanakan
masyarakat di sekitar atau di dalam hutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf c
Dana Reboisasi hanya dipungut atas hasil hutan kayu pada hutan alam.
Untuk keperluan bantuan bencana alam dan keperluan sosial dimana kayukayu tersebut tidak untuk diperdagangkan, maka atas Hasil Hutan yang
berupa kayu Menteri dapat membebaskan pembebanan pembayar-an Dana
Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan.
Disamping membayar pungutan tersebut, maka pemegang hak juga wajib
membayar Pajak Bumi Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pungutan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi tersebut
dikenakan atas produksi kayu yang ditebang di hutan di Tempat
Pengumpulan Kayu (TPN)
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Alokasi Dana Jaminan Kinerja Pengusahaan Hutan dilaksanakan dengan
membekukan sejumlah dana yang ditentukan pada suatu bank dan dapat
dicairkan kembali beserta bunganya apabila dalam penilaian ternyata
pengelolaannya dilaksanakan dengan baik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Dalam menyusun RKPH agar mengikut sertakan masyarakat
setempat.
Huruf e
Penataan hutan dengan kopertamenisasi adalah kegiatan
pembagian areal kerja Hak Pengusahaan Hutan dalam blok-blok dan
petak-petak dengan perlakuan-perlakuan tertentu untuk tujuan
pendataan dalam pengusahaan hutan selanjutnya.
Huruf i
Dalam melaksanakan pembangunan masyarakat desa hutan,
perusahaan menyisihkan dana tertentu didalam anggaran
perusahaannya sendiri untuk keperluan tersebut.
Huruf j
Kegiatan nyata di lapangan adalah meliputi : kegiatan pengusahaan
hutan, memasukan peralatan eksploitasi hutan, pembangunan
prasarana pengusahaan hutan yang berupa jaringan jalan hutan,
koridor, base camp dan lain-lain.
Huruf k
Yang dimaksud dengan 50% dari tanaman adalah :
50 % x 5 (th) x luas areal (ha)
daur (th)
Huruf m
Yang dimaksud tenaga profesional adalah tenaga yang mampu
untuk melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan antara lain :
Sarjana Kehutanan dan tenaga teknis kehutanan menengah yang
meliputi lulusan SKMA, Diploma Kehutanan, serta tenaga-tenaga
hasil pendidikan dan latihan kehutanan antara lain penguji (grader),
penjelajah (cruiser), pengukur (scaler).
Yang dimaksud tenaga lain antara lain adalah tenaga ahli/sarjana
dibidang lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
- Memindahtangankan Hak Pengusahaan Hutan diartikan antara
lain :
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
- Memindahtangankan Hak Pengusahaan Hutan hanya
terbatas pada hak pengusahaannya saja.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Tegakan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman dapat dijaminkan karena
merupakan asset perusahaan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf d
Yang dimaksud dengan untuk kepentingan umum adalah
kepentingan nasional atau masyarakat banyak seperti tempat
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia, penelitian atau
untuk latihan militer.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf c
Pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap segala akibat yang
terjadi diperusahaan, disebabkan hapusnya Hak Pengusahaan
Hutan karena sanksi atau karena dikembalikan kepada Pemerintah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan perorangan adalah perorangan yang membentuk
usaha dagang atau perusahaan dagang.
Ayat (3)
Hak Pemungutan Hasil Hutan yang diberikan kepada Bupati Kepala Daerah
Tingkat II adalah Hak Pemungutan Hasil Hutan yang berupa kayu.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Mengingat Hak Pemungutan Hasil Hutan pada prinsipnya diberikan
berdasarkan volume atas hasil hutan, maka untuk memudahkan di dalam
pengawasan dan pengendaliannya izin diberikan 1 (satu) tahun.
Karena untuk memenuhi kebutuhan setempat maka luas dibatasi maksimum
100 (seratus) hektar dengan anggapan bahwa setiap 100 (seratus) hektar
akan menghasilkan ± 3.000 (tiga ribu) m3.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Atas kayu yang dipergunakan untuk keperluan bantuan bencana alam dan
keperluan sosial dimana kayu-kayu tersebut tidak untuk diperdagangkan
yang diambil dari areal Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil
Hutan tidak dikenai Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan diberikan prioritas untuk berperan seluas-luasnya
antara lain adalah dalam bentuk pemberian kesempatan kepada masyarakat
di dalam kegiatan pengusahaan hutan yang meliputi kegiatan : penyaradan,
pengulitan, perakitan dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Yang dimaksud dengan kemudahan dalam pelayanan dan keringanan
persyaratan adalah kemudahan dalam pelayanan administrasi dan
keringanan dalam pembobotan persyaratan pelelangan
Pasal 33
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud Pasal ini didasarkan pada bobot
pelanggarannya.
Pelanggaran yang termasuk kategori berat dikenakan sanksi pencabutan,
apabila termasuk dalam kategori sedang dikenakan sanksi pengurangan luas
areal, sedangkan untuk pelanggaran dalam kategori ringan dikenakan sanksi
denda.
Untuk mewujudkan asas umum pemerintahan yang baik, sebelum
pengenaan sanksi berat dan sedang kepada pemegang hak wajib diberikan
peringatan tiga kali berturut-turut.
Pasal 34
Ayat (1)
Huruf d
Yang dimaksud dengan pemegang Hak Pengusahaan Hutan
meninggalkan areal dan pekerjaannya sebelum haknya berakhir
adalah :
a. Alat-alat eksploitasi tidak ada atau tidak berfungsi di
dalam areal Hak Pengusahaan Hutan, atau
b. Tenaga kerja tetap tidak terdapat di dalam areal
kerja Hak Pengusahaan Hutan, atau
c.

Kegiatan pengusahaan hutan seperti penebangan,
permudaan dan pemeliharaan tidak dilakukan di
dalam areal kerja.

Huruf e
Yang dimaksud dengan merusak lingkungan adalah perbuatan yang
mengakibatkan kerusakan lingkungan yang diancam Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.
Yang dimaksud dengan merusak fungsi konservasi adalah perbuatan
yang mengakibatkan kerusakan konservasi yang diancam dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan menyerahkan seluruh kegiatan
pengusahaan hutan adalah apabila pemegang hak tidak membiayai
dan melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan tersebut tetapi
hanya menerima imbalan (fee) atas kegiatan penyerahan tersebut.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Lihat penjelasan Pasal 15 ayat (3).
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3802

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Pp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutan
Pp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutanPp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutan
Pp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutanwalhiaceh
 
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ilham Mustafa
 
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKChalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKseptianm
 
Uu kehutanan no 41 thn 1999
Uu kehutanan no 41 thn 1999Uu kehutanan no 41 thn 1999
Uu kehutanan no 41 thn 1999walhiaceh
 
Peraturan Menteri LHK Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
Peraturan Menteri LHK Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...Peraturan Menteri LHK Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
Peraturan Menteri LHK Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Keppres nomor 80 tahun 2000 ttg komite antar departemen bidang kehutanan
Keppres nomor 80 tahun 2000 ttg komite antar departemen bidang kehutananKeppres nomor 80 tahun 2000 ttg komite antar departemen bidang kehutanan
Keppres nomor 80 tahun 2000 ttg komite antar departemen bidang kehutananwalhiaceh
 
Pp no 10 thn 2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
Pp no  10 thn  2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528Pp no  10 thn  2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
Pp no 10 thn 2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528walhiaceh
 
MANAJEMEN HUTAN
MANAJEMEN HUTANMANAJEMEN HUTAN
MANAJEMEN HUTANEDIS BLOG
 
Qanun kehutanan nad
Qanun kehutanan nadQanun kehutanan nad
Qanun kehutanan nadwalhiaceh
 
Permenlhk no 85 tahun 2016 tentang pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yan...
Permenlhk no 85 tahun 2016 tentang pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yan...Permenlhk no 85 tahun 2016 tentang pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yan...
Permenlhk no 85 tahun 2016 tentang pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yan...helmut simamora
 
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editProblematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editYayasan CAPPA
 

Mais procurados (18)

Pp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutan
Pp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutanPp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutan
Pp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutan
 
Cappa hd
Cappa hdCappa hd
Cappa hd
 
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
 
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKChalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
 
Permenhut 11 09
Permenhut 11 09Permenhut 11 09
Permenhut 11 09
 
Restorasi 021109
Restorasi 021109Restorasi 021109
Restorasi 021109
 
Uu kehutanan no 41 thn 1999
Uu kehutanan no 41 thn 1999Uu kehutanan no 41 thn 1999
Uu kehutanan no 41 thn 1999
 
Peraturan Menteri LHK Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
Peraturan Menteri LHK Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...Peraturan Menteri LHK Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
Peraturan Menteri LHK Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
 
Sumber Daya Alam Hutan
Sumber Daya Alam HutanSumber Daya Alam Hutan
Sumber Daya Alam Hutan
 
Perpres Nomor 88 tahun 2017
Perpres Nomor 88 tahun 2017Perpres Nomor 88 tahun 2017
Perpres Nomor 88 tahun 2017
 
Keppres nomor 80 tahun 2000 ttg komite antar departemen bidang kehutanan
Keppres nomor 80 tahun 2000 ttg komite antar departemen bidang kehutananKeppres nomor 80 tahun 2000 ttg komite antar departemen bidang kehutanan
Keppres nomor 80 tahun 2000 ttg komite antar departemen bidang kehutanan
 
Pp no 10 thn 2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
Pp no  10 thn  2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528Pp no  10 thn  2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
Pp no 10 thn 2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
 
Uu 41-1999
Uu 41-1999Uu 41-1999
Uu 41-1999
 
Sumber daya hutan
Sumber daya hutanSumber daya hutan
Sumber daya hutan
 
MANAJEMEN HUTAN
MANAJEMEN HUTANMANAJEMEN HUTAN
MANAJEMEN HUTAN
 
Qanun kehutanan nad
Qanun kehutanan nadQanun kehutanan nad
Qanun kehutanan nad
 
Permenlhk no 85 tahun 2016 tentang pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yan...
Permenlhk no 85 tahun 2016 tentang pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yan...Permenlhk no 85 tahun 2016 tentang pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yan...
Permenlhk no 85 tahun 2016 tentang pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yan...
 
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editProblematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
 

Semelhante a HPH

Pp tata guna hutan dan perencanaan hutan
Pp tata guna hutan dan perencanaan hutanPp tata guna hutan dan perencanaan hutan
Pp tata guna hutan dan perencanaan hutanwalhiaceh
 
Pp tata hutan dan prencanaan hutan
Pp tata hutan dan prencanaan hutanPp tata hutan dan prencanaan hutan
Pp tata hutan dan prencanaan hutanwalhiaceh
 
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanPp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanwalhiaceh
 
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraanPemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraanPipiet Noorch
 
PERMEN LHK 92-21 PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL.pdf
PERMEN LHK 92-21 PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL.pdfPERMEN LHK 92-21 PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL.pdf
PERMEN LHK 92-21 PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL.pdfadanggumilar
 
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfPP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfBKPHBRPN
 
PERAN AGROFORESTRI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN HUTAN LEST...
PERAN AGROFORESTRI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN HUTAN LEST...PERAN AGROFORESTRI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN HUTAN LEST...
PERAN AGROFORESTRI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN HUTAN LEST...EgiRaisRIPB
 
Inisiatif kebijakan daerah untuk redd
Inisiatif kebijakan daerah untuk reddInisiatif kebijakan daerah untuk redd
Inisiatif kebijakan daerah untuk reddYayasan CAPPA
 
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutPermen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Kepmenhutbun 728 thn 1998
Kepmenhutbun 728 thn 1998Kepmenhutbun 728 thn 1998
Kepmenhutbun 728 thn 1998People Power
 
sosialisasi-peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-9-tahun-20...
sosialisasi-peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-9-tahun-20...sosialisasi-peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-9-tahun-20...
sosialisasi-peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-9-tahun-20...ZfHartawan
 
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnllBuku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnllnita292601
 
Uu16 2006 sistempenyuluhan
Uu16 2006 sistempenyuluhanUu16 2006 sistempenyuluhan
Uu16 2006 sistempenyuluhanProbomarwan
 
1. uu16 2006 sistempenyuluhan
1. uu16 2006 sistempenyuluhan1. uu16 2006 sistempenyuluhan
1. uu16 2006 sistempenyuluhanproglap distanhut
 
Uu tahun 2006 no. 16 tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan
Uu tahun 2006 no. 16 tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutananUu tahun 2006 no. 16 tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan
Uu tahun 2006 no. 16 tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutananLegal Akses
 
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdfMeldaYeni3
 
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi MalukuKebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi MalukuCIFOR-ICRAF
 

Semelhante a HPH (20)

Pp tata guna hutan dan perencanaan hutan
Pp tata guna hutan dan perencanaan hutanPp tata guna hutan dan perencanaan hutan
Pp tata guna hutan dan perencanaan hutan
 
Pp tata hutan dan prencanaan hutan
Pp tata hutan dan prencanaan hutanPp tata hutan dan prencanaan hutan
Pp tata hutan dan prencanaan hutan
 
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanPp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
 
P 57 menhut ii 2014
P 57 menhut ii 2014P 57 menhut ii 2014
P 57 menhut ii 2014
 
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraanPemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
 
PERMEN LHK 92-21 PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL.pdf
PERMEN LHK 92-21 PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL.pdfPERMEN LHK 92-21 PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL.pdf
PERMEN LHK 92-21 PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL.pdf
 
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfPP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
 
P49 08 Hutan Desa
P49 08   Hutan DesaP49 08   Hutan Desa
P49 08 Hutan Desa
 
PERAN AGROFORESTRI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN HUTAN LEST...
PERAN AGROFORESTRI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN HUTAN LEST...PERAN AGROFORESTRI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN HUTAN LEST...
PERAN AGROFORESTRI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN HUTAN LEST...
 
Inisiatif kebijakan daerah untuk redd
Inisiatif kebijakan daerah untuk reddInisiatif kebijakan daerah untuk redd
Inisiatif kebijakan daerah untuk redd
 
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutPermen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
 
Kepmenhutbun 728 thn 1998
Kepmenhutbun 728 thn 1998Kepmenhutbun 728 thn 1998
Kepmenhutbun 728 thn 1998
 
sosialisasi-peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-9-tahun-20...
sosialisasi-peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-9-tahun-20...sosialisasi-peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-9-tahun-20...
sosialisasi-peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-9-tahun-20...
 
Aktivitas kehutanan
Aktivitas kehutananAktivitas kehutanan
Aktivitas kehutanan
 
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnllBuku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
 
Uu16 2006 sistempenyuluhan
Uu16 2006 sistempenyuluhanUu16 2006 sistempenyuluhan
Uu16 2006 sistempenyuluhan
 
1. uu16 2006 sistempenyuluhan
1. uu16 2006 sistempenyuluhan1. uu16 2006 sistempenyuluhan
1. uu16 2006 sistempenyuluhan
 
Uu tahun 2006 no. 16 tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan
Uu tahun 2006 no. 16 tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutananUu tahun 2006 no. 16 tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan
Uu tahun 2006 no. 16 tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan
 
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
 
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi MalukuKebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
 

Mais de walhiaceh

Profil yasindo
Profil  yasindoProfil  yasindo
Profil yasindowalhiaceh
 
Profil yadesa
Profil  yadesaProfil  yadesa
Profil yadesawalhiaceh
 
Profil yadesa
Profil  yadesaProfil  yadesa
Profil yadesawalhiaceh
 
Profil flower aceh
Profil flower acehProfil flower aceh
Profil flower acehwalhiaceh
 
Profil forsikal
Profil forsikalProfil forsikal
Profil forsikalwalhiaceh
 
Profil lembaga lpselh
Profil lembaga lpselhProfil lembaga lpselh
Profil lembaga lpselhwalhiaceh
 
Profil lembaga yea
Profil lembaga yeaProfil lembaga yea
Profil lembaga yeawalhiaceh
 
Profil yayasan papan aceh 1
Profil yayasan papan aceh 1Profil yayasan papan aceh 1
Profil yayasan papan aceh 1walhiaceh
 
Profil pkbi 1
Profil pkbi 1Profil pkbi 1
Profil pkbi 1walhiaceh
 
Profil puspa
Profil puspaProfil puspa
Profil puspawalhiaceh
 
Profil sahara
Profil saharaProfil sahara
Profil saharawalhiaceh
 
Profil yrbi terbaru
Profil yrbi terbaruProfil yrbi terbaru
Profil yrbi terbaruwalhiaceh
 
Profile organisasi yab
Profile organisasi yabProfile organisasi yab
Profile organisasi yabwalhiaceh
 
Profile organisasi ysl
Profile organisasi yslProfile organisasi ysl
Profile organisasi yslwalhiaceh
 
Profile yelped terbaru 2010
Profile yelped terbaru 2010Profile yelped terbaru 2010
Profile yelped terbaru 2010walhiaceh
 
Profil rmtm yg baru
Profil rmtm yg baruProfil rmtm yg baru
Profil rmtm yg baruwalhiaceh
 
Profil lpl ha
Profil lpl haProfil lpl ha
Profil lpl hawalhiaceh
 

Mais de walhiaceh (20)

Profil yasindo
Profil  yasindoProfil  yasindo
Profil yasindo
 
Profil yadesa
Profil  yadesaProfil  yadesa
Profil yadesa
 
Profil yadesa
Profil  yadesaProfil  yadesa
Profil yadesa
 
Profil flower aceh
Profil flower acehProfil flower aceh
Profil flower aceh
 
Profil forsikal
Profil forsikalProfil forsikal
Profil forsikal
 
Profil lembaga lpselh
Profil lembaga lpselhProfil lembaga lpselh
Profil lembaga lpselh
 
Profil lembaga yea
Profil lembaga yeaProfil lembaga yea
Profil lembaga yea
 
Profil yayasan papan aceh 1
Profil yayasan papan aceh 1Profil yayasan papan aceh 1
Profil yayasan papan aceh 1
 
Profil pkbi 1
Profil pkbi 1Profil pkbi 1
Profil pkbi 1
 
Profil puspa
Profil puspaProfil puspa
Profil puspa
 
Profil sahara
Profil saharaProfil sahara
Profil sahara
 
Profil yicm
Profil yicmProfil yicm
Profil yicm
 
Profil yps
Profil ypsProfil yps
Profil yps
 
Profil yrbi terbaru
Profil yrbi terbaruProfil yrbi terbaru
Profil yrbi terbaru
 
Profile organisasi yab
Profile organisasi yabProfile organisasi yab
Profile organisasi yab
 
Profile organisasi ysl
Profile organisasi yslProfile organisasi ysl
Profile organisasi ysl
 
Profile yelped terbaru 2010
Profile yelped terbaru 2010Profile yelped terbaru 2010
Profile yelped terbaru 2010
 
Profil rmtm yg baru
Profil rmtm yg baruProfil rmtm yg baru
Profil rmtm yg baru
 
Profil cdi
Profil  cdiProfil  cdi
Profil cdi
 
Profil lpl ha
Profil lpl haProfil lpl ha
Profil lpl ha
 

Último

bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptxHR MUSLIM
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 

Último (20)

bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 

HPH

  • 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. bahwa hutan produksi di Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan warisan kekayaan alam yang perlu dimanfaatkan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, serta dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup guna mendukung pengelolaan hutan dan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan, yang diarahkan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat di masa kini dan di masa mendatang; bahwa dalam rangka memperoleh manfaat yang selalu meningkat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, maka sebagian kegiatan pengelolaan hutan yang berupa usaha kehutanan perlu disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis lokal, nasional dan global, untuk kemandirian, keandalan, kemajuan, dan daya saing ekonomi nasional, produktivitas dan kelestarian lingkungan hidup serta ketahanan sosial-budaya bangsa dengan berdasarkan pada pemberdayaan ekonomi rakyat; c. bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat pada umumnya dan masyarakat di sekitar dan di dalam hutan pada khususnya perlu dilakukan antara lain melalui peningkatan peran koperasi, usaha kecil dan menengah pada usaha kehutanan; d. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan pembangunan kehutanan, dan oleh sebab itu perlu diperbaharui dan disempurnakan; e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut diatas, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi; Mengingat : 1. 2. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2823);
  • 2. 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502); 7. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611); 8. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. 2. Hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan. Hutan Negara adalah kawasan hutan dan hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik. 3. Hasil Hutan ialah benda-benda hayati yang dihasilkan dari hutan. 4. Kawasan Hutan ialah wilayah-wilayah tertentu yang oleh Menteri ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan tetap. 5. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan eksport.
  • 3. 6. Hutan alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. 7. Hutan tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. 8. Pengusahaan Hutan adalah kegiatan pemanfaatan hutan yang didasarkan atas azas kelestarian fungsi dan azas perusahaan yang meliputi penanaman, pemeliharaan dan pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan. 9. Hak Pengusahaan Hutan adalah hak untuk mengusahakan hutan didalam kawasan hutan produksi, yang kegiatannya terdiri dari penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan. 10. Areal kerja Hak Pengusahaan Hutan adalah Kawasan Hutan Produksi yang dibebani Hak Pengusahaan Hutan. 11. Hak Pemungutan Hasil Hutan adalah hak untuk memungut hasil hutan baik kayu maupun non kayu pada hutan produksi dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan dalam surat ijin. 12. Areal Kerja Hak Pemungutan Hasil Hutan adalah kawasan hutan produksi yang dibebani Hak Pemungutan Hasil Hutan. 13. Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi adalah suatu kesatuan pengusahaan hutan terkecil atas kawasan hutan produksi yang layak diusahakan secara lestari dan secara ekonomi. 14. Tanaman Pokok adalah jenis tanaman hutan yang memiliki luas dan atau nilai ekonomi dominan. 15. Daur tanaman adalah jangka waktu yang diperlukan bagi suatu jenis tanaman sejak mulai penanaman sampai mencapai masak tebang. 16. Keputusan Pemberian Hak Pengusahaan Hutan adalah izin yang diberikan oleh Menteri untuk melaksanakan pengusahaan hutan. 17. Keputusan Pemberian Hak Pemungutan Hasil Hutan adalah izin yang diberikan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II untuk melaksanakan pemungutan hasil hutan. 18. Masyarakat setempat adalah kelompok-kelompok orang warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan dan yang memiliki ciri sebagai suatu komunitas, yang didasarkan pada kekerabatan, kesamaan mata pencaharian yang berkait dengan hutan (profesi), kesejarahan, keterikatan tempat tinggal bersama serta faktor ikatan komunitas lainnya. 19. Dana Reboisasi (DR) adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan dan Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi lahan. 20. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan Negara.
  • 4. 21. Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan adalah jaminan untuk pelaksanaan Hak Pengusahaan Hutan yang pencairannya didasarkan pada penilaian keberhasilan atau kegagalan dalam memenuhi ketentuan pengusahaan hutan secara lestari. 22. Iuran Hak Pengusahaan Hutan adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang Hak Pengusahaan Hutan atas suatu kompleks hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat hak tersebut diberikan. 23. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. 24. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan BAB II AZAS DAN TUJUAN Pasal 2 Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan dilaksanakan berdasarkan azas rasionalitas, optimalitas serta kelestarian hutan dan keseimbangan fungsi ekosistem dengan memperhatikan rasa keadilan dan manfaat bagi masyarakat. Pasal 3 Tujuan Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan adalah mewujudkan keberadaan sumberdaya hutan yang berkualitas tinggi, memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan ekologi yang maksimum dan lestari, serta menjamin distribusi manfaatnya secara adil dan merata, khususnya terhadap masyarakat yang tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan. BAB III PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI Pasal 4 Dalam mengambil manfaat dari hutan produksi pemerintah dapat memberikan : a. Hak Pengusahaan Hutan; b. Hak Pemungutan Hasil Hutan. BAB IV HAK PENGUSAHAAN HUTAN Bagian Kesatu Bentuk Hak Pengusahaan Hutan Pasal 5 (1) Hak Pengusahaan Hutan pada Hutan Produksi dapat berbentuk : a. Hak Pengusahaan Hutan Alam; atau b Hak Pengusahaan Hutan Tanaman. (2) (3) Kegiatan Hak Pengusahaan Hutan Alam meliputi penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan. Kegiatan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman meliputi penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan.
  • 5. Pasal 6 (1) (2) Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), diberikan melalui Penawaran dalam pelelangan. Untuk luas dibawah 50.000 (lima puluh ribu) hektar dapat diberikan Hak Pengusahaan Hutan dengan cara permohonan. Pasal 7 (1) Penawaran dalam pelelangan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diatur sebagai berikut : a. Pemerintah menetapkan kriteria hutan produksi yang dapat dilelang, status areal dan kriteria peserta pelelangan; b. Pemerintah mengumumkan secara luas kawasan hutan yang akan dilelang; c. Peminat pelelangan mengajukan surat permohonan menjadi peserta pelelangan; d. Peserta lelang diberikan kesempatan untuk melihat ke lapangan serta mencari data seperlunya; e. Pemerintah menetapkan pemenang pelelangan dari penawaran yang masuk. (2) Permohonan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diatur sebagai berikut : a. Peminat mengajukan permohonan kepada Pemerintah; b. Pemerintah menyetujui atau menolak permohonan Hak Pengusahaan Hutan. (3) Ketentuan mengenai tata cara penawaran dalam pelelangan atau permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 8 (1) Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diatur sebagai berikut : a. Untuk satu Propinsi setiap pemegang hak maksimal seluas 100.000 (seratus ribu) hektar; b. Untuk seluruh Indonesia setiap pemegang hak maksimal seluas 400.000 (empat ratus ribu) hektar; c. Khusus untuk Propinsi Irian Jaya setiap pemegang hak maksimal seluas 200.000 (dua ratus ribu) hektar;
  • 6. 2) Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dalam ayat (1) berlaku untuk satu perusahaan dengan groupnya. dimaksud Pasal 9 (1) (2) Pengusahaan Hutan secara lestari dilaksanakan dalam bentuk kesatuan pengusahaan hutan produksi. Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. Pasal 10 (1) Hak Pengusahaan Hutan Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, diberikan kepada : a. Badan Usaha Milik Negara; atau b. Badan Usaha Milik Daerah; atau c. Perusahaan Swasta Nasional dan Koperasi. (2) Hak Pengusahaan Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b diberikan kepada : a. Badan Usaha Milik Negara; atau b. Badan Usaha Milik Daerah; atau c. Perusahaan Swasta Nasional dan Koperasi; atau d. Perusahaan Swasta Asing yang berbentuk perseroan terbatas yang berbadan hukum Indonesia. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang Tata Cara Pemberian Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri. Pasal 11 (1) (2) (3) Hak Pengusahaan Hutan diberikan oleh Menteri dengan mempertimbangkan pendapat dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Pemberian Hak Pengusahaan Hutan untuk luas areal dibawah 10.000 (sepuluh ribu) hektar dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan kewenangan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri. Pasal 12 Apabila terhadap areal hutan yang akan diberikan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) terdapat kegiatan non kehutanan, Menteri melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Pasal 13
  • 7. Hak Pengusahaan Hutan tidak dapat diberikan dalam areal hutan yang telah dibebani Hak yang sudah ada sebelumnya. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pasal 14 (1) (2) Tanaman yang dibangun dalam Hak Pengusahaan Hutan Tanaman menjadi aset perusahaan sepanjang hak masih berlaku. Hak Pengusahaan Hutan tidak merupakan kepemilikan hak atas lahan hutan. Pasal 15 (1) (2) Hak Pengusahaan Hutan Alam diberikan untuk jangka waktu paling lama 20 tahun ditambah daur tanaman pokok. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok. (3) Apabila Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berakhir, maka hak dapat diperbaharui kepada perusahaan lama yang kinerjanya baik atau diberikan kepada badan hukum lain. (4) Ketentuan tentang daur tanaman pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tata cara pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 16 (1) (2) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib melaksanakan sistem silvikultur yang ditetapkan oleh Menteri sesuai lokasi dan jenis tanaman yang akan dikembangkan. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. Pasal 17 (1) Setiap Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Alam wajib membayar : a. Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH); b. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); c. Dana Reboisasi (DR); (2) Setiap Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman wajib membayar : a. Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH); b. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); (3) Tata cara pengenaan, pemungutan, penyetoran dan penggunaan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pasal 18
  • 8. (1) (2) (3) Untuk menjamin pelaksanaan pengusahaan hutan alam secara lestari, Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Alam wajib menyediakan Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan. Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dicairkan kembali oleh Pemegang Hak Pengusahaan Hutan apabila pelaksanaan pengusahaan hutan yang bersangkutan dinilai baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tata cara penyediaan, penilaian pelaksanaan pengusahaan hutan alam dan pencairan Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri. Pasal 19 (1) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut : a. Membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan yang meliputi seluruh areal kerja Hak Pengusahaan Hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan. b. Membuat Rencana Karya Lima Tahun (RKL). c. Membuat Rencana Karya Tahunan (RKT) atau Bagan Kerja. d. Membuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). e. Melaksanakan penataan batas areal kerja dan penataan hutan dengan kompartemenisasi. f. Melaksanakan pengusahaan hutan berdasarkan Rencana Karya serta mentaati segala ketentuan dibidang kehutanan yang berlaku. g. Membayar Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana Reboisasi (DR) yang dipungut di areal kerjanya. h. Menyediakan Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan. i. Memberdayakan masyarakat desa di sekitar dan atau di dalam hutan. j. Melaksanakan kegiatan nyata di lapangan yang didasarkan pada Bagan Kerja dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak terbit Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan. k. Menanam sedikit-dikitnya 50 % dari tanaman yang seharusnya ditanam berdasarkan daur tanaman dan luas areal untuk Pengusahaan Hutan Tanaman selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima)
  • 9. tahun sejak terbitnya Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan. l. Mentaati segala ketentuan yang berlaku dibidang pengusahaan hutan sesuai peraturan yang berlaku. m. Mempekerjakan secukupnya tenaga profesional dibidang pengusahaan hutan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai dengan kebutuhan pengusahaan hutan. n. Menatausahakan kegiatan Hak Pengusahaan Hutan dengan baik sesuai dengan ketentuan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. (2) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib mengelola areal kerja Hak Pengusahaan Hutan berdasarkan rencana karya-rencana karya yang dimaksud dalam ayat (1) serta mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. Pasal 20 (1) Hak Pengusahaan Hutan dapat dipindahtangankan atau dijaminkan kepada pihak lain dengan melaporkan sebelumnya kepada Menteri. (2) Pemindahtanganan atau penjaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan sepanjang haknya masih berlaku. (3) Areal Hak Pengusahaan Hutan tidak dapat digunakan sebagai jaminan. (4) Tegakan pada Hak Pengusahaan Hutan Tanaman sebagai aset perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dapat digunakan sebagai jaminan sepanjang haknya masih berlaku yang pelaksanaannya dilaporkan kepada Menteri. (5) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur oleh Menteri. Bagian Ketiga Hapusnya Hak Pengusahaan Hutan Pasal 21 (1) Hak Pengusahaan Hutan hapus karena : a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir; b. Dicabut oleh Menteri sebagai sanksi yang dikenakan kepada Pemegang Hak Pengusahaan Hutan;
  • 10. c. Diserahkan kembali oleh Pemegang Hak Pengusahaan Hutan kepada Pemerintah sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir; atau d. Dicabut oleh Menteri karena kawasan hutan diperlukan untuk kepentingan umum. (2) Hapusnya Hak Pengusahaan Hutan atas dasar ketentuan ayat (1) tidak membebaskan kewajiban Pemegang Hak Pengusahaan Hutan untuk : a. Melunasi seluruh kewajiban finansiil serta kewajibankewajiban lain yang ditetapkan oleh Pemerintah; b. Menyerahkan tanpa syarat atas benda bergerak yang menjadi milik perusahaan apabila perusahaan belum memenuhi kewajiban kepada Pemerintah; c. Melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam rangka berakhirnya Hak Pengusahaan Hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Pada saat hapusnya Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka : a. Prasarana, sarana dan tanaman yang telah dibangun didalam areal kerjanya menjadi milik negara; b. Dana Jaminan Kinerja Hak Pengusahaan Hutan menjadi milik negara, apabila Hak Pengusahaan Hutan dicabut karena sanksi; c. Pemerintah dibebaskan dari tanggung jawab yang menjadi beban perusahaan, apabila hapusnya Hak Pengusahaan Hutan karena sanksi atau dikembalikan kepada Pemerintah. (4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur oleh Menteri. BAB V HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN Bagian Kesatu Hak Pemungutan Hasil Hutan Pasal 22 (1) Hak Pemungutan Hasil Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b diberikan melalui permohonan. (2) Hak Pemungutan Hasil Hutan diberikan kepada perorangan Warga Negara Indonesia atau koperasi atau badan hukum Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. (3) Hak Pemungutan Hasil Hutan diberikan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
  • 11. Pasal 23 Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan hanya dapat memungut dan memanfaatkan hasil hutan di areal yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Hak Pemungutan Hasil Hutan. Pasal 24 (1) Hak Pemungutan Hasil Hutan diberikan untuk mengambil hasil hutan dengan ketentuan : a. luas maksimal 100 (seratus) hektar; atau b. dalam jumlah tertentu; c. untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (2) Hak Pemungutan Hasil Hutan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Pasal 25 (1) Setiap Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan untuk kayu wajib membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). (2) Setiap Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan untuk hasil hutan non kayu wajib membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Bagian Kedua Hapusnya Hak Pemungutan Hasil Hutan Pasal 26 (1) Hak Pemungutan Hasil Hutan hapus karena : a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir; b. Dicabut oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang hak; c. Diserahkan kembali oleh pemegang hak kepada Pemerintah sebelum jangka waktu berakhir; atau d. Volume yang ditentukan dalam hak telah terpenuhi. (2) Berakhirnya Hak Pemungutan Hasil Hutan atas dasar ketentuan ayat (1) tidak membebaskan kewajiban pemegang izin untuk melunasi Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi (DR) dan kewajiban-kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
  • 12. Pasal 27 (1) Masyarakat Hukum Adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah ini diberikan hak memungut hasil hutan untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. (2) Pengambilan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri. BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 28 (1) Masyarakat setempat di dalam dan atau di sekitar hutan diberikan prioritas untuk berperan seluas-luasnya di dalam kegiatan oleh badan-badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2). (2) Masyarakat di dalam dan atau di sekitar hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat : a. Mengetahui rencana peruntukan dan pemanfaatan hutan; b. Memberikan informasi, saran pertimbangan dalam pengusahaan hutan. (3) Pedoman pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri. Pasal 29 (1) Masyarakat dapat turut berperan serta dalam kegiatan pengusahaan hutan baik langsung maupun tidak langsung. (2) Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan dibidang pengusahaan hutan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk meningkatkan kesejahteraannya. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri. BAB VIII KEMITRAAN Pasal 30 (1) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud Pasal 10, wajib membina kemampuan koperasi atau usaha kecil yang berada diwilayahnya melalui pemberian kesempatan berusaha didalam kegiatan pengusahaan hutan.
  • 13. (2) Pelaksanaan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. BAB IX PEMBINAAN Pasal 31 Untuk menjamin ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pengusaha-an hutan, pemungutan hasil hutan, dan Masyarakat Hukum Adat yang memungut hasil hutan, Pemerintah melakukan pembinaan berupa pengawasan, bimbingan dan penyuluhan. Pasal 32 Dalam rangka pemberdayaan masyarakat setempat atau kelompok masyarakat lain yang sumber utama penghidupannya tergantung atau berkaitan langsung dengan hutan dan hasil hutan, Pemerintah dapat menetapkan : a. Pengusahaan hutan pada wilayah hutan tertentu hanya diberikan kepada masyarakat setempat atau kelompok masyarakat lain melalui koperasi. b. Kemudahan pelayanan dan keringanan persyaratan bagi koperasi untuk mendapatkan Hak Pengusahaan Hutan. BAB X SANKSI Pasal 33 Jenis-jenis sanksi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bentuk, yaitu : a. Pencabutan Hak Pengusahaan Hutan atau Hak Pemungutan Hasil Hutan. b. Pengurangan areal kerja Hak Pengusahaan Hutan. c. Denda administratif. Pasal 34 (1) Hak Pengusahaan Hutan dicabut karena : a. Pemegang hak tidak melaksanakan usahanya secara nyata dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Keputusan Pemberian Hak Pengusahaan Hutan dikeluarkan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 huruf j; b. Pemegang hak tidak membayar kewajiban keuangan dibidang pengusahaan hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 huruf g; c. Pemegang hak tidak menyerahkan Rencana Karya Tahunan, Rencana Karya Lima Tahunan dan
  • 14. Rencana Karya Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, b dan c; d. Pemegang hak meninggalkan areal dan pekerjaannya sebelum haknya berakhir; e. Pemegang hak karena putusan Pengadilan dijatuhi pidana penjara minimal 5 (lima) tahun karena merusak lingkungan atau merusak fungsi konservasi sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; f. Pemegang hak tidak mentaati segala ketentuan yang berlaku dibidang pengusahaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf l; atau g. Pemegang hak tidak memberdayakan dan mengikut sertakan masyarakat setempat disekitar hutan dan di dalam hutan dalam kegiatan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf i. (2) Pencabutan Hak Pengusahaan Hutan karena melakukan pelanggaran salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan setelah diberikan peringatan oleh Menteri sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu selang 30 (tiga puluh) hari. (3) Pencabutan Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 35 (1) Hak Pengusahaan Hutan dikurangi areal kerjanya karena : a. Pemegang hak menyerahkan seluruh kegiatan pengusahaan hutannya kepada pihak lain tanpa melaporkan kepada Menteri; atau b. Pemegang hak memindah tangankan Hak Pengusahaan Hutannya kepada pihak lain tanpa melaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1); atau c. Pemegang hak tidak membuat tanaman sedikitdikitnya 50% dari tanaman yang seharusnya ditanam berdasarkan daur tanam dan luas areal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf k; atau d. Pemegang hak tidak mempekerjakan secukupnya tenaga profesional dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai dengan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf m; atau e. Pemegang hak tidak melaksanakan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan 32 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf n; atau
  • 15. f. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tidak membina koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1). (2) Pengurangan areal kerja Hak Pengusahaan Hutan karena melakukan pelanggaran salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan setelah diberikan peringatan oleh Menteri sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu selang 30 (tiga puluh) hari. (3) Pengurangan areal kerja Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 36 (1) Tindakan yang menyalahi ketentuan yang berlaku dan kelalaian-kelalaian oleh Pemegang Hak diluar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan diluar ketentuan pidana yang mengakibatkan kerusakan hutan serta dalam melaksanakan kegiatan pengusahaan hutannya tidak memenuhi standar kinerja yang ditetapkan oleh Menteri dikenakan denda sesuai dengan berat serta intensitas kerusakan dan kelalaian yang ditimbulkan. (2) Ketentuan mengenai tindakan, kelalaian dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. Pasal 37 Hak Pemungutan Hasil Hutan dicabut karena : a. Pemegang hak tidak membayar kewajiban keuangan dibidang pemungutan hasil hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 25; b. Pemegang hak merusak lingkungan atau merusak fungsi konservasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; c. Pemegang hak memindahtangankan Hak Pemungutan Hasil Hutannya kepada pihak lain tanpa melapor sebelumnya kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II; atau d. Pemegang hak mengambil hasil hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Pasal 38 (1) Tindakan yang menyalahi ketentuan yang berlaku dan kelalaian-kelalaian oleh Pemegang Hak diluar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan diluar ketentuan pidana yang mengakibatkan kerusakan hutan serta dalam melaksanakan kegiatan pemungutan hasil hutan yang tidak memenuhi standar kinerja yang ditetapkan oleh Menteri,
  • 16. dikenakan denda sesuai dengan berat serta intensitas kerusakan dan kelalaian yang ditimbulkan. (2) Ketentuan mengenai tindakan, kelalaian dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 39 Terhadap Hak Pengusahaan Hutan yang diberikan berdasarkan Per-aturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang sudah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini : a. Tetap berlaku sepanjang haknya belum berakhir. b. Setelah jangka waktu berakhir dapat dilakukan pembaharuan hak sepanjang kinerjanya baik, untuk luas dan jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8, Pasal 11, dan Pasal 15. Pasal 40 Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, maka peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dicabut atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 41 Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 42 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
  • 17. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Januari 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Januari 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd AKBAR TANDJUNG LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 13 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI UMUM Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam berupa sumber daya hutan tropis yang merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional untuk dimanfaatkan secara optimal, adil, merata dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan hidup serta kehidupan manusia pada umumnya. Sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui tetapi rentan terhadap berbagai pengaruh campur tangan manusia serta mempunyai kaitan-kaitan secara horizontal dan vertikal, kaitan-kaitan ke depan dan ke belakang serta kaitan-kaitan dengan alam sekitar maka pengelolaannya harus terintegrasi dengan pengelolaan sumber daya alam lainnya sehingga terwujud pembangunan nasional berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila. Bentuk pemanfaatan hutan yang berupa pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan perlu dilakukan secara rasional, terencana, optimal dan bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan daya dukungnya serta dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup sehingga manfaat yang diperoleh optimal, efektip dan efisien baik manfaat ekonomi, manfaat ekologi maupun manfaat sosialnya. Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuanketentuan Pokok Kehutanan yang mengatur pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan, khususnya dalam Pasal 13 dan Pasal 14, maka pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat karena besarnya minat pelaku ekonomi dan besarnya peluang pasar. Namun mengingat bahwa kandungan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 terhadap kepentingan masyarakat kecil, menengah dan koperasi belum
  • 18. nyata maka perkembangan pengusahaan hutan lebih mengarah pada pembentukan usaha-usaha besar. Sedangkan perhatian kepada pembangunan ekonomi rakyat tidak berjalan dengan lancar. Untuk itu pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya masyarakat di sekitar hutan, peranan koperasi, usaha kecil dan menengah perlu diberikan perhatian yang lebih nyata. Dalam upaya memberdayakan hak yang didasarkan pada adat, maka apabila di dalam kawasan hutan sepanjang menurut kenyataannya masih terdapat masyarakat komunitas hukum adat dan anggota-anggotanya, akan diakui keberadaannya, serta mempunyai hak untuk dapat diberikan hak pengusahaan hutan dan hak pemungutan hasil hutan di dalam kawasan hutan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk menggunakan hak tersebut masyarakat hukum adat dapat membentuk kelompok usaha dalam wadah koperasi, dan cara pelaksanaan haknya tunduk pada ketentuan-ketentuan hak pengusahaan hutan atau hak pemungutan hasil hutan. Berbeda dengan kewajiban pemegang Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 yaitu wajib mendirikan industri pengolahan kayu, maka pemegang Hak Pengusahaan Hutan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak harus mendirikan dan atau memiliki industri pengolahan kayu. Oleh karena itu guna memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan yang berkeadilan tersebut, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Hutan dalam Peraturan Pemerintah ini diartikan sebagai suatu lapangan yang cukup luas, bertumbuhan kayu, bambu dan atau palem yang bersamasama dengan tanahnya, beserta isinya baik berupa nabati maupun alam hewani, secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberikan manfaat-manfaat produksi, perlindungan dan atau manfaat-manfaat lainnya secara lestari. Luas minimum lapangan yang bertumbuhan itu adalah seperempat hektar, sebab hutan seluas itu sudah dapat mencapai suatu keseimbangan persekutuan hidup yang diperlukan, sehingga mampu memberikan manfaatmanfaat produksi, perlindungan, pengaturan tata air, pengaruh terhadap iklim, dan lain sebagainya. Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Yang dimaksud dengan hasil hutan adalah hasil-hasil yang diperoleh dari hutan yang berupa :
  • 19. a. Hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, bambu, rotan, rumputrumputan, jamur-jamur, tanaman obat, getah-getahan dan lain-lain serta bagian dari tumbuh-tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam hutan, termasuk hasil yang berupa minyak atsiri. b. Hasil hewani beserta turunannya seperti satwa buru, satwa elok dan lain-lain hewan serta bagian-bagiannya atau yang dihasilkannya. c. Benda-benda lain yang secara ekologis merupakan satu kesatuan ekosistem dengan benda-benda hayati penyusun hutan antara lain : berupa sumber air (water yield), udara bersih dan lain-lain yang tidak termasuk bahan tambang. d. Jasa yang diperoleh dari laut antara lain berupa: jasa wisata, jasa keindahan, keunikan, jasa perburuan dan lain-lain Angka 4 Menteri memberi putusan dalam hal terhadap keragu-raguan apakah lapangan itu adalah hutan yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. Angka 5 Cukup jelas Angka 6 Cukup jelas Angka 7 Cukup jelas Angka 8 Pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan pengolahan dan pemasaran hasil hutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perindustrian dan perdagangan. Angka 9 Cukup jelas Angka 10 Cukup jelas Angka 11 Cukup jelas Angka 12 Cukup jelas Angka 13
  • 20. Cukup jelas Angka 14 Cukup jelas Angka 15 Cukup jelas Angka 16 Cukup jelas Angka 17 Cukup jelas Angka 18 Cukup jelas Angka 19 Cukup jelas Angka 20 Cukup jelas Angka 21 Cukup jelas Angka 22 Cukup jelas Angka 23 Yang dimaksud dengan koperasi adalah koperasi yang bergerak dibidang pengusahaan hutan. Angka 24 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas
  • 21. Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Yang dapat dijadikan obyek penawaran dalam pelelangan atau permohonan adalah Hutan produksi yang belum dibebani hak atau areal bekas Hak Pengusahaan Hutan yang telah berakhir dan tidak diperpanjang atau dicabut. Apabila penawaran dalam pelelangan atau permohonan dilaksanakan oleh koperasi, usaha kecil dan menengah setempat, agar mendapatkan kesempatan yang sama dengan yang lainnya, maka dapat dibantu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan dibina oleh Pemerintah. Ayat (2) Pemberian Hak Pengusahaan Hutan dengan luas dibawah 50.000 (lima puluh ribu) hektar dengan cara permohonan tersebut merupakan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1)
  • 22. - Batas maksimum ditetapkan dengan maksud untuk lebih menjamin asas keadilan dan pemerataan khususnya bagi koperasi, usaha kecil dan menengah. - Mengingat keadaan hutan dan lapangan serta aksesbilitas areal maka untuk Propinsi Irian Jaya luas maksimum setiap pemegang hak adalah 200.000 (dua ratus ribu) hektar Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Huruf c Koperasi yang diberikan Hak Pengusahaan Hutan adalah koperasi yang dibentuk oleh masyarakat disekitar hutan. Hak Pengusahaan Hutan yang diberikan kepada masyarakat setempat melalui koperasinya dapat disebut Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan. Sedang perusahaan swasta nasional adalah berbentuk Perseroan Terbatas. Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 10 ayat (1). Pasal 11 Ayat (1) Pendapat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I berupa pertimbanganpertimbangan tentang pengusahaan hutan yang berkaitan dengan rencana pengembangan wilayah. Ayat (2) Apabila Gubernur mendapat pelimpahan wewenang dari Menteri, maka penandatanganan pemberian Hak Pengusahaan Hutan dilakukan oleh Gubernur atas nama Menteri.
  • 23. Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut yang akan diatur oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat ini antara lain mengatur tentang kriteria. Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Yang dimaksud dengan hak yang sudah ada sebelumnya adalah Hak Pengusahaan Hutan dan hak-hak lain di luar sektor kehutanan. Pasal 14 Ayat (1) Tanaman yang dimaksud dalam ayat ini tidak termasuk tanaman perkayaan dalam sistem silvikultur Tebang Pilih Tanaman Indonesia. Ayat (2) Hak Pengusahaan Hutan dimaksudkan untuk memberikan hak untuk mengusahakan hutan dan tidak termasuk memberikan hak kepemilikan atau penguasaan atas tanah. Pasal 15 Ayat (1) Apabila tanaman terdiri lebih dari satu jenis maka perhitungan daur didasarkan pada daur tanaman yang memiliki luas dan atau nilai ekonomis dominan. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) - Apabila Hak Pengusahaan Hutan telah berakhir dan kinerjanya jelek, maka : - sepanjang bekas areal tersebut diatas 50.000 (lima puluh ribu) hektar dapat diberikan pada perusahaan lain dengan cara pelelangan; - dan sepanjang bekas areal tersebut dibawah 50.000 (lima puluh ribu) hektar dapat diberikan dengan cara permohonan. - Apabila Hak Pengusahaan Hutan telah berakhir dan kinerjanya jelek, maka sepanjang areal tersebut diatas 100.000 (seratus ribu) hektar dalam satu Propinsi, maka bekas areal tersebut dapat diberikan kepada perusahaan lain dengan batasan luas maksimum sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
  • 24. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud dengan sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau teknik bercocok tanam hutan yang dimulai dari pemilihan bibit, pembuatan tanaman, pemeliharaan tanaman, sampai pada pemanenan atau penebangannya. Dalam rangka melaksanakan sistem silvikultur, pemegang hak dimungkinkan menggunakan sistem tumpangsari, sistem tanaman di bawah tegakan atau sistem tanaman ganda (multi croping) yang lain yang dilaksanakan masyarakat di sekitar atau di dalam hutan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Huruf c Dana Reboisasi hanya dipungut atas hasil hutan kayu pada hutan alam. Untuk keperluan bantuan bencana alam dan keperluan sosial dimana kayukayu tersebut tidak untuk diperdagangkan, maka atas Hasil Hutan yang berupa kayu Menteri dapat membebaskan pembebanan pembayar-an Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan. Disamping membayar pungutan tersebut, maka pemegang hak juga wajib membayar Pajak Bumi Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pungutan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi tersebut dikenakan atas produksi kayu yang ditebang di hutan di Tempat Pengumpulan Kayu (TPN) Ayat (4) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1)
  • 25. Alokasi Dana Jaminan Kinerja Pengusahaan Hutan dilaksanakan dengan membekukan sejumlah dana yang ditentukan pada suatu bank dan dapat dicairkan kembali beserta bunganya apabila dalam penilaian ternyata pengelolaannya dilaksanakan dengan baik. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Huruf a Dalam menyusun RKPH agar mengikut sertakan masyarakat setempat. Huruf e Penataan hutan dengan kopertamenisasi adalah kegiatan pembagian areal kerja Hak Pengusahaan Hutan dalam blok-blok dan petak-petak dengan perlakuan-perlakuan tertentu untuk tujuan pendataan dalam pengusahaan hutan selanjutnya. Huruf i Dalam melaksanakan pembangunan masyarakat desa hutan, perusahaan menyisihkan dana tertentu didalam anggaran perusahaannya sendiri untuk keperluan tersebut. Huruf j Kegiatan nyata di lapangan adalah meliputi : kegiatan pengusahaan hutan, memasukan peralatan eksploitasi hutan, pembangunan prasarana pengusahaan hutan yang berupa jaringan jalan hutan, koridor, base camp dan lain-lain. Huruf k Yang dimaksud dengan 50% dari tanaman adalah : 50 % x 5 (th) x luas areal (ha) daur (th) Huruf m Yang dimaksud tenaga profesional adalah tenaga yang mampu untuk melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan antara lain : Sarjana Kehutanan dan tenaga teknis kehutanan menengah yang meliputi lulusan SKMA, Diploma Kehutanan, serta tenaga-tenaga
  • 26. hasil pendidikan dan latihan kehutanan antara lain penguji (grader), penjelajah (cruiser), pengukur (scaler). Yang dimaksud tenaga lain antara lain adalah tenaga ahli/sarjana dibidang lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) - Memindahtangankan Hak Pengusahaan Hutan diartikan antara lain : a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah; - Memindahtangankan Hak Pengusahaan Hutan hanya terbatas pada hak pengusahaannya saja. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Tegakan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman dapat dijaminkan karena merupakan asset perusahaan. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Huruf d Yang dimaksud dengan untuk kepentingan umum adalah kepentingan nasional atau masyarakat banyak seperti tempat
  • 27. pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia, penelitian atau untuk latihan militer. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf c Pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap segala akibat yang terjadi diperusahaan, disebabkan hapusnya Hak Pengusahaan Hutan karena sanksi atau karena dikembalikan kepada Pemerintah. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan perorangan adalah perorangan yang membentuk usaha dagang atau perusahaan dagang. Ayat (3) Hak Pemungutan Hasil Hutan yang diberikan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II adalah Hak Pemungutan Hasil Hutan yang berupa kayu. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Mengingat Hak Pemungutan Hasil Hutan pada prinsipnya diberikan berdasarkan volume atas hasil hutan, maka untuk memudahkan di dalam pengawasan dan pengendaliannya izin diberikan 1 (satu) tahun. Karena untuk memenuhi kebutuhan setempat maka luas dibatasi maksimum 100 (seratus) hektar dengan anggapan bahwa setiap 100 (seratus) hektar akan menghasilkan ± 3.000 (tiga ribu) m3. Ayat (2) Cukup jelas
  • 28. Pasal 25 Ayat (1) Atas kayu yang dipergunakan untuk keperluan bantuan bencana alam dan keperluan sosial dimana kayu-kayu tersebut tidak untuk diperdagangkan yang diambil dari areal Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan tidak dikenai Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Yang dimaksud dengan diberikan prioritas untuk berperan seluas-luasnya antara lain adalah dalam bentuk pemberian kesempatan kepada masyarakat di dalam kegiatan pengusahaan hutan yang meliputi kegiatan : penyaradan, pengulitan, perakitan dan lain-lain. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30
  • 29. Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Yang dimaksud dengan kemudahan dalam pelayanan dan keringanan persyaratan adalah kemudahan dalam pelayanan administrasi dan keringanan dalam pembobotan persyaratan pelelangan Pasal 33 Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud Pasal ini didasarkan pada bobot pelanggarannya. Pelanggaran yang termasuk kategori berat dikenakan sanksi pencabutan, apabila termasuk dalam kategori sedang dikenakan sanksi pengurangan luas areal, sedangkan untuk pelanggaran dalam kategori ringan dikenakan sanksi denda. Untuk mewujudkan asas umum pemerintahan yang baik, sebelum pengenaan sanksi berat dan sedang kepada pemegang hak wajib diberikan peringatan tiga kali berturut-turut. Pasal 34 Ayat (1) Huruf d Yang dimaksud dengan pemegang Hak Pengusahaan Hutan meninggalkan areal dan pekerjaannya sebelum haknya berakhir adalah : a. Alat-alat eksploitasi tidak ada atau tidak berfungsi di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan, atau b. Tenaga kerja tetap tidak terdapat di dalam areal kerja Hak Pengusahaan Hutan, atau c. Kegiatan pengusahaan hutan seperti penebangan, permudaan dan pemeliharaan tidak dilakukan di dalam areal kerja. Huruf e Yang dimaksud dengan merusak lingkungan adalah perbuatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang diancam Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.
  • 30. Yang dimaksud dengan merusak fungsi konservasi adalah perbuatan yang mengakibatkan kerusakan konservasi yang diancam dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan menyerahkan seluruh kegiatan pengusahaan hutan adalah apabila pemegang hak tidak membiayai dan melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan tersebut tetapi hanya menerima imbalan (fee) atas kegiatan penyerahan tersebut. Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Lihat penjelasan Pasal 15 ayat (3). Pasal 40 Cukup jelas
  • 31. Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3802