1. 16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
a. Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and
Explaining
Aktivitas dalam pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan
guru harus bermuara pada terjadinya proses belajar siswa. Dalam hal
ini model-model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru
hendaknya dapat mendorong siswa untuk belajar dengan
mendayagunakan potensi yang mereka miliki secara optimal. Belajar
yang kita harapkan bukan sekedar mendengarkan, memperoleh atau
menyerap informasi yang disampaikan guru. Belajar harus dimaknai
sebagai kegiatan pribadi siswa dalam menggunakan potensi pikiran
dan nuraninya baik terstruktur maupun tidak terstruktur untuk
memperoleh pengetahuan, membangun sikap, dan memiliki
keterampilan tertentu (Aunurrahman, 2010: 141).
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari (2012: 14) menyatakan
bahwa siswa memiliki perbedaan satu sama lain. Siswa berbeda dalam
minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Siswa
tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, siswa lain lebih
mudah dengan melihat (visual), atau dengan cara kinestika (gerak).
Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi
2. 17
pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan alat penilaian perlu
beragam sesuai dengan karakteristik siswa.
Menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 132) model-
model pembelajaran disusun berdasarkan prinsip atau teori
pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan
prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis,
analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung. Model tersebut
merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Sedangkan menurut Agus Suprijono
(2012: 46), model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
Dengan demikian, model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan
sehingga para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai
dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Menurut Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2012: 125),
bahwa model pembelajaran student facilitator and explaining terjadi
di mana siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan
peserta lainnya. Model pembelajaran student facilitator and
explaining merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang
dapat diterapkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
khususnya di kelas lanjut. Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada
pembelajaran yang berpusat pada siswa.
3. 18
Dengan demikian, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam
kegiatan belajar mengajar sehingga siswa yang seharusnya banyak
aktif, sebab siswa sebagai subjek didik adalah yang merencanakan dan
ia sendiri yang melaksanakan belajar (Daryanto dan Muljo Raharjo
ST., 2012: 1).
Siswa sebagai pusat belajar artinya proses pembelajaran
memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar,
motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa, serta mendorong
siswa untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Siswa akan
lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat
mengomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau guru. Interaksi
memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa
melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Proses
pembelajaran perlu mendorong siswa untuk mengomunikasikan
gagasan hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru, atau
pihak-pihak lain (Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, 2012: 14).
Menurut Djam’an Satori (2007: 3.16), interaksi yang harus
dikembangkan guru salah satunya adalah mengembangkan berbagai
kesempatan bagi siswa untuk berkomunikasi. Anak memperoleh
keterampilan berkomunikasi melalui mendengar dan penggunaan
bahasa, tumbuh dari kehendak menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan kebutuhan, wawasan, kebanggaan, dan pemecahan
masalah.
4. 19
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2012: 106) menyatakan
bahwa pembelajaran inovatif adalah suatu proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran
pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvesional). Pembelajaran
ini dapat membuat anak kurang tertarik dan termotivasi dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran yang berakibat pada rendahnya hasil
belajar siswa serta tidak bermakna pengetahuan yang diperoleh siswa.
Pengetahuan yang diperoleh siswa di dalam kelas cenderung artifisial
dan seolah-olah terpisah dari permasalahan dalam kehidupan sehari-
hari yang dialami siswa.
Dari pengertian di atas, pembelajaran inovatif dapat mendorong
aktivitas belajar. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi hal-hal yang
baru. Guru tidak saja tergantung dari materi pembelajaran yang ada di
buku, tetapi dapat mengimplementasikan hal-hal baru yang cocok dan
relevan dengan masalah yang sedang dipelajari siswa. Melalui
aktivitas belajar, siswa dapat menemukan caranya sendiri untuk
memperdalam hal-hal yang dipelajarinya.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Student Facilitator and
Explaining
Langkah-langkah model pembelajaran Student Facilitator and
Explaining menurut Agus Suprijono (2012: 128-129) sebagai berikut.
1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.
5. 20
3) Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa
lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep.
4) Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
5) Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6) Penutup.
2. Kemampuan Berbicara di SD Kelas Tinggi
a. Hakikat Kemampuan Berbicara
Zulkifli Musaba (2012: 19) menyebutkan ada empat
keterampilan berbahasa, yaitu sebagai berikut.
1) Keterampilan Mendengarkan atau Menyimak
Bekal utama untuk dapat menyimak yang baik adalah
kondisi fisik telinga yang baik. Melalui kegiatan mendengarkan,
seseorang dapat memperoleh informasi yang berharga.
2) Keterampilan berbicara
Berbahasa adalah berbicara atau bertutur. Berbicara berarti
mengungkapkan pikiran secara lisan. Keterampilan berbicara
dapat ditingkatkan melalui banyak latihan.
3) Keterampilan membaca
Keterampilan membaca termasuk keterampilan berbahasa
yang tergolong aktif-reseptif. Keterampilan membaca merupakan
keterampilan menyerap apa yang dibaca, membaca disertai
pemahaman, dan membaca untuk mempengaruhi pembaca.
6. 21
4) Keterampilan menulis
Menulis berarti mengungkapkan buah pikiran, perasaan,
dan pengalaman melalui tulisan. Keterampilan menulis
merupakan keterampilan bahasa yang paling akhir dikuasai oleh
seseorang.
Sedangkan Yeti Mulyati, dkk, (2009: 1.10) menyatakan bahwa
terdapat empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan
(menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Tabel berikut
menyajikan keempat jenis keterampilan tersebut.
Tabel 2.1: Empat Jenis Keterampilan Berbahasa
Aspek Keterampilan Lisan Tulisan
Reseptif Mendengarkan Membaca
Produktif Berbicara Menulis
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa mendengarkan dan
berbicara merupakan aspek keterampilan berbahasa ragam lisan,
sedangkan membaca dan menulis merupakan aspek keterampilan
berbahasa ragam tulisan. Mendengarkan dan membaca adalah
keterampilan yang bersifat reseptif, sedangkan berbicara dan menulis
bersifat produktif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, bahwa keempat
kemampuan berbahasa tersebut menyiratkan masing-masing
keterampilan itu terkesan berdiri sendiri. Kenyataannya, tidak. Suatu
aktivitas berbahasa melibatkan lebih dari satu jenis kegiatan
7. 22
berbahasa. Setiap orang memerlukan keterampilan berbahasa.
Keempat keterampilan ini saling berhubungan satu sama lain dan
tidak dapat terpisahkan.
Dari penjelasan di atas, kemampuan berbicara adalah salah satu
keterampilan berbahasa. Gordon (dalam E. Mulyasa, 2006: 39),
menyatakan bahwa kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki
oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
Burhan Nurgiyantoro (2010: 399), menyatakan bahwa berbicara
adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam
kehidupan bahasa setelah mendengarkan. M. Soenardi Djiwandono
(2008: 118) berpendapat bahwa berbicara berarti mengungkapkan
pikiran secara lisan. Sedangkan Yeti Mulyati, dkk, (2009: 1.11)
menyatakan bahwa keterampilan berbicara ada tiga jenis situasi
berbicara, yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Berbicara
interaktif misalnya percakapan secara tatap muka dan bicara lewat
telepon. Berbicara yang semiinteraktif misalnya berpidato di hadapan
umum secara langsung, sedangkan berbicara noninteraktif misalnya
berpidato melalui radio atau televisi.
Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa diperlukan
untuk berbagai keperluan. Kegiatan berbicara dapat dilakukan oleh
perorangan, berpasangan, atau kelompok. Oleh karena itu, seseorang
dituntut untuk memiliki bekal keterampilan berbicara (Kundharu
8. 23
Saddhono & St. Y. Slamet, 2012: 33). Dengan berbicara, seseorang
dapat membuat orang lain yang diajak berbicara mengerti apa yang
ada di pikirannya. Pembicara perlu memiliki suatu pesan, masalah,
atau topik yang akan disampaikan kepada orang lain. Agar pesan yang
disampaikan dapat dipahami orang lain maka perlu diatur susunannya
sehingga memudahkan orang yang mendengarkan (M. Soenardi
Djiwandono, 2008: 118).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara adalah
kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide, perasaan, dan
pikiran secara lisan dengan tujuan tertentu, agar pesan yang
disampaikan dapat dipahami oleh orang lain. Berbicara dapat bersifat
interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif tergantung tujuannya.
b. Jenis-jenis Berbicara
Menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 244)
terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan terkontrol dan pendekatan
bebas. Kedua pendekatan ini digunakan pada beberapa teknik,
misalnya:
1) berbicara terpimpin, meliputi: frase dan kalimat, satuan paragraf,
dialog, pembacaan puisi;
2) berbicara semi-terpimpin, meliputi: reproduksi cerita, cerita
berantai, menyusun kalimat dalam pembicaraan, melaporkan isi
bacaan secara lisan;
9. 24
3) berbicara bebas, meliputi: diskusi, drama, wawancara, berpidato,
dan bermain peran.
Yeti Mulyati, dkk, (2009: 3.3) menyebutkan bahwa kegiatan
berbicara dibagi menjadi dua, yaitu kemampuan dasar dan
kemampuan lanjutan. Kemampuan dasar dalam kegiatan berbicara
yaitu: berdialog, menyampaikan pengumuman, menyampaikan
argumentasi, dan bercerita. Sedangkan kemampuan lanjutan dalam
kegiatan berbicara meliputi yaitu: musyawarah, diskusi, dan berpidato.
Sedangkan Kundharu Saddono dan St. Y. Slamet (2012: 59)
menyatakan bahwa materi pembelajaran berbicara dalam kurikulum
meliputi: berceramah; berdebat; bercakap-cakap; berkhotbah;
bertelepon; bercerita; berpidato; bertukar pikiran; bertanya; bermain
peran; berwawancara; berdiskusi; berkampanye; menyampaikan
sambutan, selamat, pesan; melaporkan; menanggapi; menyanggah
pendapat; menolak permintaan, tawaran, ajakan; menjawab
pertanyaan; menyatakan sikap; menginformasikan; membahas;
melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan); menguraikan cara
membuat sesuatu; menawarkan sesuatu; meminta maaf; memberi
petunjuk; memperkenalkan diri; menyapa; mengajak; mengundang;
memperingatkan; mengoreksi; dan tanya jawab.
Dari pendapat di atas bahwa jenis berbicara sangat banyak
macamnya. Semua kegiatan tersebut merupakan kegiatan komunikasi
lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar.
10. 25
c. Kemampuan Mengemukakan Pendapat
Menyampaikan pendapat adalah salah satu kegiatan dalam
berbicara. Kegiatan ini bukanlah hal yang mudah, menyampaikan
pendapat perlu dilatih sejak dini. Pelatihan itu meliputi pilihan kata,
gaya, suara, gerak-gerik, dan sebagainya. Pelatihan tersebut bertujuan
untuk membentuk kebiasaan siswa agar terampil dalam
menyampaikan pendapat sehingga yang disampaikan dapat diterima
dan dimengerti oleh pendengarnya.
Kemampuan mengomunikasikan hasil merupakan salah satu
prinsip pendekatan keterampilan proses. Kemampuan ini merupakan
kemampuan yang harus dikuasai siswa. Dalam pembelajaran bahasa
Indonesia, siswa dilatih untuk menyusun laporan hasil
pengamatannya, kemudian mempresentasikannya di depan kelas
dalam sebuah kegiatan diskusi (Puji Santosa, dkk, 2008: 2.24).
d. Penilaian Pembelajaran Berbicara dalam Mengemukakan
Pendapat dengan Model Pembelajaran Student Facilitator and
Explaining
Keberhasilan sebuah pengajaran dapat diketahui hasilnya
melalui penilaian pembelajaran. Penilaian ini berfungsi untuk
mengukur kemampuan siswa setelah dilaksanakan proses
pembelajaran. Burhan Nurgiyantoro (2010: 34) menyatakan bahwa
penilaian adalah proses memperoleh dan mempergunakan informasi
untuk membuat pertimbangan yang dipergunakan sebagai dasar
11. 26
pengambilan informasi. Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2012:
165) menyatakan bahwa penilaian kelas adalah suatu kegiatan yang
dilakukan guru berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti
proses pembelajaran. Sedangkan Mimin Haryati (2007: 16),
berpendapat bahwa penilaian merupakan istilah umum dan mencakup
semua metode yang biasa dipakai untuk mengetahui keberhasilan
belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik
atau kelompok.
Lee (dalam Kundharu Saddhono & St. Y. Slamet, 2012: 59)
menyatakan bahwa alat penilaian itu harus menilai kemampuan
mengomunikasikan gagasan yang mencakup kemampuan
menggunakan kata, kalimat dan wacana, serta kemampuan kognitif
dan psikomotorik. Kemampuan berbicara merupakan salah satu
kemampuan bahasa yang cukup kompleks, karena tidak mencakup
intonasi saja tetapi juga unsur bahasa lainnya. Menurut Puji Santosa,
dkk, (2008: 7.19) penilaian pembelajaran berbicara sulit dilaksanakan
karena persiapan, pengadministrasian, pelaksanaan, dan penskorannya
memerlukan banyak waktu dan tenaga. Selain itu juga karena hakikat
kemampuan berbicara itu sulit didefinisikan.
Bloom (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 57) menyatakan
bahwa keluaran belajar dibedakan menjadi tiga ranah, yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan penilaian pembelajaran
12. 27
berbicara dalam mengemukakan pendapat dengan model
pembelajaran student facilitator and explaining ini, hanya menilai
ranah kognitif. Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan
intelektual dan kompetensi berfikir seseorang. Terdapat enam
tingkatan dalam ranah kognitif, yaitu: ingatan (knowlwdge, C1),
pemahaman (comprehension, C2), penerapan (aplication, C3), analisis
(analysis, C4), sintesis (synthesis, C5), dan evaluasi (evaluation, C6).
3. Materi Menyampaikan Pesan Telepon
Setiap pembelajaran bahasa Indonesia untuk satu kali tatap muka,
keempat aspek keterampilan berbahasa perlu diajarkan. Akan tetapi guru
perlu memilih aspek mana yang akan dijadikan fokus dalam
pembelajaran. Setelah itu menentukan salah satu keterampilan (standar
kompetensi) dan menyusun perencanaan pembelajaran ditambah dengan
unsur kebahasaan agar keterampilan itu dapat diajarkan secara terpadu.
Sri Anitah W., dkk, (2009: 1.38) berpendapat bahwa materi
pelajaran adalah salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam memilih
strategi pembelajaran. Apabila materi yang akan dibahas merupakan
materi baru bagi anak, guru perlu menjelaskan secara singkat agar siswa
merasa tertarik. Sebaliknya, apabila materi sudah dikenal anak maka guru
dapat meminta siswa untuk mengemukakan pengetahuannya mengenai
materi tersebut.
13. 28
Berdasarkan identifikasi kompetensi dan struktur kurikulum,
bahasa Indonesia mengembangkan kemampuan berkomunikasi (lisan dan
tulis) sebagai alat untuk mempelajari pelajaran lain, berpikir kritis dalam
berbagai aspek kehidupan, serta mengembangkan sikap menghargai
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan apresiatif terhadap karya
sastra Indonesia (E. Mulyasa, 2006: 89).
Standar kompetensi pada mata pelajaran bahasa Indonesia adalah
Berbicara, 6. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan
berbalas pantun dan bertelepon. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah
6.2 Menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi
pesan. Pada materi ini, siswa diharapkan dapat menyampaikan pesan
yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi pesan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam bertelepon antara lain (Aswan et al, 2004: 85):
a. mengucapkan salam;
b. menyebutkan nama diri dan nama orang yang dicari;
c. menyampaikan tujuan menelepon dengan bahasa yang jelas dan
sopan;
d. meninggalkan pesan bila tidak bertemu dengan orang yang dicari;
e. mengucapkan salam di akhir pembicaraan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerima pesan.
a. Tentukan secara jelas, dari siapa dan kepada siapa pesan itu harus
disampaikan.
14. 29
b. Mintalah secara lebih jelas mengenai isi pesan yang perlu
disampaikan.
c. Upayakan untuk selalu mencatat pesan-pesan tersebut.
d. Jika kita tidak sanggup untuk menyampaikan pesan tersebut
hendaknya kita tidak sungkan-sungkan untuk menyampaikan
ketidaksanggupan.
4. Pembelajaran Bahasa Indonesia Materi Meyampaikan Pesan
Telepon dengan Model Pembelajaran Student Facilitator and
Explaining
Sri Anitah W., dkk, (2009: 1.18), berpendapat bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
yang ada pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar meliputi
bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Semua komponen
tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi dengan berorientasi
pada tujuan.
Mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas I dan II menekankan pada
aspek peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan,
sedangkan mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas III, IV, V, dan VI
menekankan pada aspek peningkatan kemampuan berkomunikasi lisan
dan tulis. Jadi, pembelajaran bahasa Indonesia adalah keterampilan
berbahasa Indonesia dalam berkomunikasi, bukan pembelajaran tentang
stuktur bahasa.
15. 30
Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah mempelajari suatu bahasa
dengan fokus pada penguasaan kemampuan berbahasa atau kemampuan
berkomunikasi. Kemampuan ini melibatkan dua hal, yaitu kemampuan
menyampaikan pesan melalui berbicara maupun tertulis melalui menulis.
Belajar bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk membekali dan
mengasah siswa dengan kemampuan berkomunikasi atau menerapkan
bahasa Indonesia dengan tepat untuk berbagai tujuan dan dalam konteks
yang berbeda (Solchan T. W, dkk, 2008: 1.31).
Menurut Puji Santosa, dkk, (2008: 3.6), fungsi mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu:
1) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa;
2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
pelestarian dan pengembangan budaya;
3) sarana peningkatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia untuk berbagai
keperluan;
5) sarana pengembangan penalaran;
6) sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui kesusastraan
Indonesia.
Sedangkan Solchan T. W., dkk, (2008: 4.11) menyatakan bahwa
secara umum tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SD dan MI adalah
sebagai berikut:
16. 31
1) menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan (nasional) dan bahasa negara;
2) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat
serta kreatif untuk berbagai tujuan;
3) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional dan sosial;
4) memiliki disiplin dalam berfikir dan berbahasa (berbicara dan
menulis);
5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Pada kenyataannya, pembelajaran bahasa Indonesia di SDN
Pacinan cenderung masih berpusat pada guru (teacher center) sehingga
siswa kurang aktif selama pembelajaran. Siswa tidak berani bertanya dan
mengungkapkan perasaan, ide, dan pendapatnya kepada guru. Dengan
menggunakan model pembelajaran student facilitator and explaining
siswa dapat mengemukakan pendapatnya kepada siswa. Menurut
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari (2012: 15) bahwa interaksi
memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui
diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan.
17. 32
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan model
pembelajaran student facilitator and explaining diharapkan dapat
mencapai fungsi dan tujuan di atas. Pembelajaran bahasa Indonesia
materi meyampaikan pesan telepon dengan model pembelajaran student
facilitator and explaining dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.
c. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa
lainnya tentang isi pesan telepon.
d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
f. Penutup.
B. KERANGKA BERPIKIR
Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah pengelolaan proses pembelajaran. Pengelolaan proses
pembelajaran meliputi penampilan guru, penguasaan materi, penggunaan
metode dan strategi pembelajaran, dan pemanfaatan fasilitas pembelajaran.
Metode dan strategi yang digunakan guru sangat mempengaruhi proses
pembelajaran terutama siswa.
Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di atas, maka dapat
disusun suatu kerangka pemikiran. Pada kondisi awal sebelum menerapkan
18. 33
model pembelajaran student facilitator and explaining, guru masih
menggunakan pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan guru
kurang bervariasi, cenderung monoton, dan pembelajaran masih berpusat
pada guru (teacher center). Siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif
sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Siswa menjadi merasa
malu/tidak berani menyampaikan ide dan informasi yang disampaikan sulit
diserap oleh siswa serta tidak merangsang partisipasi siswa. Hal ini
disebabkan oleh guru yang kurang memberikan kebebasan siswa untuk
berdiskusi dengan teman sekelasnya.
Menyikapi kondisi tersebut, perlu digunakan model student facilitator
and explaining untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa dengan
pokok bahasan menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon secara
lisan. Dengan menggunakan model student facilitator and explaining, siswa
diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-
ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.
Dari pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam
penelitian ini sebagai berikut:
19. 34
Gambar 2.1: Kerangka Berpikir
Penerapan Model
Student Facilitator and
Explaining
H0: Tidak ada
pengaruh Model
Student Facilitator
and Explaining
terhadap
kemampuan
mengemukakan
pendapat
Masalahnya guru tidak
menggunakan model
yang tepat dan
pembelajaran
teacher center
Rendahnya kemampuan
berbicara siswa
khususnya dalam
mengemukakan
pendapat
Input
Proses
pembelajaran
Bahasa Indonesia
Output
H1: Ada pengaruh
Model Student
Facilitator and
Explaining
terhadap
kemampuan
mengemukakan
pendapat
Hasil
20. 35
C. HIPOTESIS PENELITIAN
Menurut Sugiyono (2010: 96) perumusan hipotesis penelitian
merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah peneliti mengemukakan
landasan teori dan kerangka berpikir. Hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Sedangkan Sekaran (dalam Juliansyah Noor,
2011: 79), mendefinisikan hipotesis sebagai hubungan yang diperkirakan
secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkap dalam bentuk
pernyataan yang dapat diuji. Hipotesis merupakan jawaban sementara atas
pertanyaan penelitian. Dengan demikian, ada keterkaitan antara perumusan
masalah dengan hipotesis, karena perumusan masalah merupakan pertanyaan
penelitian.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah
jawaban teoretis sementara terhadap rumusan masalah belum jawaban yang
empirik dengan data. Maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran student facilitator and
explaining terhadap kemampuan mengemukakan pendapat pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan
Balerejo Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013.
H1 : Ada pengaruh model pembelajaran student facilitator and explaining
terhadap kemampuan mengemukakan pendapat pada Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo
Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 202/2013.