SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 21
1
Kategori : Bidang Sosial Budaya
PERANAN DIALOG YANG BERETIKA UNTUK
MENUMBUHKAN JIWA PERSATUAN BANGSA DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
Diusulkan oleh :
Arif Dwi Hartanto
Tri Cahyono
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
2
RINGKASAN
Berbagai permasalahan pembangunan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
ekonomi semata. Dan setidaknya hal ini telah diamini oleh sebagian kalangan,
baik ekonom, politikus, teknokrat, dan berbagai tokoh kemasyarakatan dan
keagamaan. Tetapi lebih dari itu, bahwa pembangunan bangsa yang berkelanjutan
lebih disebabkan oleh pengaruh-pengaruh internal yang tendensinya mengarah
kepada modal sosial, aspek moral, serta kemasyarakatan. Hal ini erat kaitannya
dengan masalah integrasi bangsa yang dalam perkembangannya sangat penting
untuk diperbincangkan penguatannya.
Penguatan disini lebih dititikberatkan pada pemecahan masalah dalam
berbagai aspek yang mempengaruhinya. Mengingat permasalahan yang terjadi
bukan hanya bersifat antar kelompok, tetapi juga aspek internal dari kelompok itu
sendiri, baik berbasis agama, maupun golongan etnik. Dialog merupakan solusi
dalam mengetengahkan pemecahan permasalahan yang sedang berkembang.
Solusi dialog disini tentunya harus memandang berbagai keadaan yang
menyelimutinya, sehingga dengan kesadaran akan keadaan itu, dapat ditarik suatu
pengkondisian, khususnya dalam tataran aplikatif dan praksis sosial..
Sungguhpun demikian, perspektif Islam dalam memandang suatu
perbedaan adalah suatu kewajaran, mengingat Allah memang telah menciptakan
Dunia ini dengan penuh keberagaman. Dengan keberagaman, sesuatu akan
menjadi indah, bukannya malah akan berpecah-pecah. Hal ini dikoherensikan
dengan keadaan yang akan memperbesar api keberhasilan. Dengan dialog, Islam
mengajarkan suatu peredaman pemecahan masalah dengan penuh kearifan dan
keindahan. Karya tulis ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menelaah suatu
dialog yang beretika dalam membangun jiwa persatuan bangsa sebagaimana juga
terekam dalam cita-cita Kh Abdul Wahid Hasim. Adapun beberapa konsep yang
melandasi karya tulis ini adalah definisi komunikasi kelompok sebagai dasar
dialog, etika sebagai pedoman pelaksanaannya, integrasi bangsa sebagai tujuan,
serta konsep pluralitas sebagai permasalahannya. Karya tulis ini menggunakan
data sekunder, yang didapat melalui telaah pustaka, internet, serta beberapa bahan
lain yang relevan untuk dijadikan pertimbangan. Sedangkan langkah-langkah
prosedur pengumpulan data meliputi perumusan masalah, penentuan ruang
lingkup permasalahan, penentuan kata kunci untuk mempersempit objek data,
Pengumpulan data, serta pengetikan data yang relevan serta pengkomunikasian
data
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perspektif historis, perjalanan politik bangsa Indonesia memang
selalu menghadirkan heterogenitas dalam setiap prosesnya. Tak terkecuali dalam
preambul UUD 1945 yang disahkan tanggal 22 Juni 1945. Salah satu sila di dalam
Pancasila hasil rumusan Kh Abdul Wahid Hasyim dan kawan-kawan tercantum
kata-kata “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Dan ternyata
rumusan ini diperdebatkan dengan segala pandangan yang benar-benar berbeda.
Dalam menyikapinya, pemikiran luar biasa dari Kh Abdul Wahid Hasyim adalah
bahwa segala perselisihan yang timbul bisa diselesaikan secara musyawarah
hingga semua dapat terselesaikan dengan baik.
Kontradiksi dengan pernyataan tersebut, perpecahan bangsa di era
reformasi sekarang dirasa malah sudah menjadi suatu patogen pembangunan kelas
akut. Pembangunan secara ekonomi yang sudah mapan selama berpuluh-puluh
tahun ternyata bisa luluh lantak dalam sekejap dikarenakan disintegrasi bangsa,
khususnya dalam masyarakat multiagama dan etnisitas seperti Indonesia.
Disintegrasi ini umumnya berawal dari perbedaan pandangan serta prinsip,
ataupun perbedaan ide dan persepsi (Ikhtilaf dan Khilaf). Perbedaan mereka dalam
menyikapi segala ranah kehidupan, meliputi akidah, ide, pemikiran, etika, budaya
sampai kepada pemahaman terhadap Fikih dan tata cara melakukan ritual (Ibadah)
kepada Tuhannya (Hidayat, 2008).
Permasalahan-permasalahan mengenai isu-isu perpecahan sangat marak
terjadi. Seperti gerakan-gerakan sosial militan Komite Persiapan Penegakan
Syariat Islam (KPPSI) yang ditemukan di Makassar Sulawesi Selatan sejak akhir
abad ke-20 atau tepat mulai tahun 1999 (Anonimous, 2008). Gerakan sparatis
tahun 1950, yaitu Darul Islam (Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan).
Munculnya kelompok PERMESTA di Sulawesi. Ataupun pada tahun 2000-2001
terjadi kasus Poso yang mengusung permasalahan antar agama, serta kasus sampit
4
di Kalimantan yang mengusung masalah etnis pada beberapa tahun setelahnya
(Helmanita, 2003:29).
Dari realitasnya, Indonesia memiliki dasar keragaman etnis sejak awalnya.
Yaitu melayu (pribumi), kemudian ada etnis minoritas seperti China, India dan
Arab, serta lebih dari 300 etnis dimana setiap etnis mempunyai prinsip dan cara
pandang tersendiri (Yustika, 2009:336). Dalam konsepsi multikulturalisme, semua
ini dapat membawa persoalan-persoalan agama yang sifatnya privat dan
individual untuk memasuki wilayah umum atau publik/ Negara (L.Berger
et.al.,1988:35), dan penekanan permasalahan adalah pada level ini.
Dari penjelasan tadi, titik permasalahannya sebenarnya terdapat pada
perbedaan pandangan yang ekstrem, dalam artian tidak dicarikan titik temu antara
dua atau beberapa kalangan. Untuk mampu menyatu, maka harus dilakukan
dialektika dengan segala problematika yang muncul, ia dituntut untuk peduli dan
menempati barisan terdepan dalam mencari solusi terhadap problematika tersebut.
Mencari solusi, pada gilirannya akan berurusan dengan tema dialog,
diskusi, dan benturan-benturan ide. Karena dialog merupakan salah satu cara
untuk saling memahami, mencari titik temu, dan menyelesaikan permasalahan (al-
Qarni, 2006:1). Serta ada beberapa etika (adab) yang harus dipatuhi oleh masing-
masing pihak agar sebuah dialog membuahkan hasil dan manfaat dengan cepat
dan mudah. Karya tulis ini mencoba menguraikan tentang peranan sebuah dialog
yang beretika untuk menumbuhkan jiwa persatuan bangsa dalam pandangan
Islam. Peranan serta etika dialog dalam Islam ini diharapkan tidak semata
ditujukan untuk kalangan umat Islam saja, tetapi sangat mungkin diaplikasikan
dalam segenap elemen masyarakat dalam kehidupan berbangsa. Sehubungan
dengan itu, sebenarnya terdapat suatu kesatuan umat manusia sebagaimana
digambarkan oleh firman Allah: ”Tiada manusia itu melainkan semula
merupakan umat yang tunggal kemudian mereka berselisih.” (QS Yunus (10):19).
5
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana perspektif Islam menyikapi berbagai perbedaan
pandangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
2. Bagaimana peranan dialog yang beretika untuk menumbuhkan jiwa
persatuan bangsa dalam perspektif Islam?
1.3 Tujuan
1. Menemukan solusi dalam meredam suatu konflik dengan prinsip
sebuah kesepahaman, kesepakatan, dan kesetaraan.
2. Menyajikan cara memaksimalkan suatu dialog yang beretika untuk
menumbuhkan jiwa persatuan berbangsa dan bernegara dalam
perspektif Islam.
6
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Komunikasi Kelompok
Landasan dari komunikasi kelompok adalah suatu lingkungan dimana
seseorang menghadapi pertaruhan suatu bentuk kemampuan untuk
mempertahankan hidup (survival).
Komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan
yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum,
tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil
(Goldberg dan Larson, 1985:6). Disamping itu, baik komunikasi kelompok
maupun diskusi kelompok memusatkan perhatiannya pada tingkah laku para
anggota kelompok dalam berdiskusi.
Secara definitif, komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala
sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam kelompok
kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi,
serta bukan pula sejumlah nasehat tentang cara-cara bagaimana yang harus
ditempuh. Apabila kita menggunakan komunikasi kelompok sebagai kriteria,
standar-standar yang masuk akal sebagaimana yang disarankan Elwood Murray
(1972), maka komunikasi kelompok dapat dikatakan sebagai suatu disiplin.
Karena komunikasi kelompok itu mempunyai ruang lingkup, menunjukkan
kemajuan dalam pengembangan teori serta mempunyai metodologi riset, kritik
dan penerapan (Murray; dalam Goldberg dan Larson, 1985:16).
Sehubungan dengan itu, terdapat suatu premis tentang pemecahan masalah
dalam suatu dialog. Namun, kita tidak mempermasalahkan apakah suatu penilaian
itu “tepat” atau “tidak tepat”, “benar” atau “salah”, tetapi kita lebih
menitikberatkan perhatian pada “cukup”nya (adequacy) suatu penilaian dalam
suatu dialog. Menurut Morris (1956), bahwa pemecahan masalah oleh kelompok
merupakan suatu proses penyelidikan secara kolektif. Proses tersebut
menghendaki interaksi yang kooperatif dan terkoordinasi di mana didalamnya
7
sumber daya anggota dipertemukan untuk mengatasi isu-isu yang berhubungan
dengan keadaan suatu masalah tertentu. Kerja sama dan koordinasi semacam itu
akan sangat sulit dilaksanakan tanpa adanya persetujuan dasar mengenai masalah
khusus yang dihadapi kelompok
2.2 Etika
Secara harfiah, etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat
dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau
evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan (www.organisasi.org).
Menurut para ahli, terdapat beberapa pandangan tentang pengertian etika,
yang dalam perkembangannya dapat disinonimkan dengan moral. Menurut Sony
Keraf (1991): moralitas adalah system tentang bagaimana kita harus hidup dengan
baik sebagai manusia. Menurut Frans Magnis Suseno (1987): etika adalah sebuah
ilmu dan bukan sebuah ajaran. Disini moralitas menekankan “inilah cara anda
melakukan sesuatu”. Etika lebih kepada “mengapa untuk melakukan sesuatu itu
harus menggunakan cara tersebut?” (filsafat.ugm.ac.id).
2.3 Integrasi
Berikut ini beberapa pengertia tantang integrasi:
Menurut Claude Ake (dalam Syamsuddin, 1994:3) integrasi nasional pada
dasarnya mencakup dua masalah pokok, yaitu :
1. Bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh kepada tuntutan-tuntutan
negara, yang mencakup perkara pengakuan rakyat terhadap hak-hak yang
dimiliki negara.
2. Bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur prilaku
politik setiap anggota masyarakat, konsensus ini tumbuh dan berkembang
diatas nilai-nilai dasar yang dimiliki bangsa secara keseluruhan.
Sedangkan menurut pakar sosiologi Manrice Duverger, mengatakan
sebagai berikut. Integrasi didefinisikan sebagai:
8
Dibangunnya interdependensi yang lebih rapat antara bagian-bagian
antara organisme hidup atau antar anggota-anggota dalam masarakat”
sehingga integrasi adalah proses mempersatukan masyarakat, yang
cenderung membuatnya menjadi suatu kata yang harmonis yang
didasarkan pada tatanan yang oleh anggota-anggotanya dianggap sama
harmonisnya.
2.4 Konsep Pluralitas
Gambar 01. Peta Konsep Pluralitas.
Sedangkan secara definisi, konsep pluralitas mencakup (www.uin.ac.id).:
1. Pluralitas : kondisi atau fakta akan adanya keanekaragaman dalam
realitas.
2. Pluralitas agama : kondisi atau fakta akan adanya keanekaragaman
agama.
3. Pluralisme : sikap mau menerima, menjaga, dan mengormati akan
adanya perbedaan di dalam realitas.
4. Pluralisme agama : sikap mau menerima, menjaga, dan menghormati
perbedaan dan keanekaragaman agama sebagai benar secara unik bagi
pemeluknya.
AGAMA
(Doktrin)
þ
KEBUDAYAAN
A
KEBUDAYAAN
B
KEBUDAYAAN
C
KEBUDAYAAN
D
POLA
BERAGAMA
A
POLA
BERAGAMA
D
POLA
BERAGAMA
B
POLA
BERAGAMA
C
dipahami dan dikerjakan
Melahirkan bentuk keberagaman yang
bervariasi
9
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Sifat Penulisan
Karya tulis ini bersifat argumentatif, yaitu menjelaskan bagaimana peranan
dialog yang beretika untuk menumbuhkan jiwa persatuan bangsa dalam perspektif
Islam.
3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan secara tidak langsung
dari sumber-sumber lain misalnya buku, artikel, dan surat kabar
(Dharmaseta, 1993). Dalam hal ini, data yang diperoleh berupa data
kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang terbentuk kata-kata
atau kalimat yang menjelaskan tentang suatu permasalahan atau
fenomena yang terjadi.
3.2.2 Metode Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan membaca buku-buku literatur,
makalah, terutama makalah seputar pentingnya dialog, peranan
serta etikanya dalam menghadapi suatu perbedaan.
b. Pencarian data melalui internet
Pencarian dilakukan dengan membuka situs-situs resmi instansi
ataupun lembaga-lembaga dakwah.
c. Pengumpulan buku-buku dan literature-literatur yang menunjang
pembahasan makalah ini
Adapun di dalam proses pengumpulan data dilakukan prosedur
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
10
1. Perumusan masalah
2. Penentuan ruang lingkup permasalahan
3. Penentuan kata kunci untuk mempersempit objek data
4. Pengumpulan data
5. Pengetikan data yang relevan serta pengkomunikasian data
3.3 Analisis Data
Dalam penulisan ini, kami menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dimana
kami menelaah dan menjelaskan dari semua data yang bersifat kualitatif untuk
dapat dijadikan bahasan serta aspek pemecahan.
11
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kemungkinan Pluralitas
Allah SWT menyerukan umat manusia untuk bersatu dan tidak berbeda-
beda dalam beragama, berpadu dan tidak berselisih faham dalam menegakkan
syari'ah-Nya (QS. 3:102-103). Allah SWT memperingatkan umat Islam agar tidak
terjebak dalam perselisihan beragama seperti yang pernah terjadi pada umat
sebelumnya. (QS. 3:105).
Dalam hal ini, kehidupan dunia menimbulkan banyak sekali perselisihan
dan perbedaan pendapat sehingga bila tidak berhati-hati, kita bisa berpecah
pendapat dan berujung perselisihan. Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang
lazim yang terjadi di dalam masyarakat, Allah s.w.t. berfirman: “Tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. (QS. HUD: 118-119).
Baik dahulu maupun sekarang kaum Muslimin selalu berbeda pendapat di
dalam cara bagaimana menentukan permasalahan yang bersifat kabur, contohnya
adalah pemilihan imam dan khalifah. Ataupun mengenai hukum Islam, yang
berkaitan dengan prinsip-prinsip aqidah dan syari’at, maupun fiqh. Dari
permasalahan ini muncul perselisihan mengenai soal kecil antara kaum Mu‟tazilah
dan kaum Sunnafi (Al-Ghazali; dalam Al-Ridlawi, 1984:17). Pada jaman dahulu
perbedaan pendapat tersebut lebih banyak berwujud dalam tataraan kenyataan
praktis dibandingkan pada tingkatan teori dan pemikiran.
Sehubungan dengan itu pula, terdapat suatu kenyataan tentang pluralisme
dalam berkehidupan. Pandangan Islam terhadap pluralitas adalah cara/sudut
pandangan pemeluknya mau mengerti, dan memahami perbedaan (Helmanita,
2003:12). Menurut Mohamed Fathi Osman, dalam Helmanita (2003), pluralisme
adalah sebuah pendekatan serius menuju kesepahaman lain dan upaya bersama
untuk mengonstruksi pemahaman yang lebih komprehensif terhadap perbedaan.
Istilah lain yang erat hubungannya dengan pluralisme adalah inklusifisme. Kata
12
ini secara definisi Islam adalah sebagai cara pandang bahwa Islam merupakan
agama terbuka yang menolak ekslusivisme dan absolutisme. Karena inklusifisme
dalam Islam berarti memberikan apresiasi tinggi terhadap adanya pluralisme
(Helmanita, 2003:13). Firman Allah yang berkaitan dengan ini:
"Maka disebabkan rahmat dan Allahlah kamu berlaku lemah-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkaniah ampunan bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-
Nya." (QS. Ali Imran: 159).
“Dan katakanlah, kami beriman dengan ajaran (kitab suci) yang
diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kamu. Tuhanku dan
Tuhanmu adalah satu, dan kita (semua) pasrah kepadaNya” (Al-Ankabut
(29):46).
Al-Quran mengajarkan toleransi dalam melihat kemajemukan, dan tidak
saling berbantahan. Dengan demikian, Islam memandang perbedaan itu
merupakan sunnatullah, karena Allah dengan sengaja menciptakan keragaman
(pluralitas).
Sesungguhnya, perbedaan dalam alam semesta adalah sunnatullah yang
membuat kehidupan menjadi harmonis. Perbedaan bentuk membuat kehidupan
menjadi bervariasi. Berbagai bentuk pastilah mempunyai keragaman yang
berbeda-beda dengan segala keindahannya. Demikanlah harmoni kehidupan, alam
semesta menjadi indah ketika ada perbedaan wujud dan fungsinya. Perbedaan
pada wasa'ilulhayat (sarana hidup).
Dalam menyikapi hal ini, permasalahan muncul ketika perbedaan terjadi
pada minhajul hayah (jalan hidup). Perbedaan itu menjadi amat membahayakan
bila terjadi pada dzatuddin (esensi agama), atau perbedaan yang terjadi pada ushul
(dasar-dasar) yang telah ditetapkan oleh Al Qur'an, AS Sunnah, maupun Ijma'.
Sebab prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Al Qur'an, As Sunnah maupun
13
Ijma' adalah sudah menjadi substansi dasar agama yang mempersatukan antara
Islam dan ajaran para Nabi sebelumnya, kemudian perbedaan tanawwu'
(penganeka ragaman) dalam pelaksanaan syari'ah, antara wajib atau sunnah.
Wajib ain atau kifayah, dan seterusnya. Hal ini pulalah yang bisa diambil
pelajaran dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bukan hanya
internal Islam saja. Bahwa dalam bernegara sekalipun terdapat banyak perbedaan,
seperti dzatuddin dalam Islam berarti dapat disamakan dalam perbedaan antar
umat beragama (esensi antar umat beragama). Ushul berarti dapat disamakan
dalam kasus beragamnya ideology (dasar) dalam bermasyarakat, beragama dan
berpendapat. Sedangkan model tanawwu’ berarti terdapatnya aneka ragam budaya
dan etnisitas.
Selain itu, dialog diperlukan terhadap persoalan-persoalan masyarakat
sehingga dengan dialog itu masyarakat tidak bisa mengelak dari keharusan
berlaku patuh kepada ketentuan yang berlaku (Yani, 2007). Allah Swt berfirman
yang artinya. “Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antar mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang
Kami berikan kepada mereka” (QS 42:38).
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa harus diperlukan suatu dialog
(hiwar) dalam menyikapi perbedaan pendapat dan pandangan, khususnya dalam
era pembangunan suatu bangsa untuk menuju penguatan integrasi kesatuan. Spirit
perbedaan itu harus tetap berada dalam semangat mahabbah fillah (cinta karena
Allah) ta'awun (kerja sama) untuk mencapai kebenaran, dengan tetap menjauhkan
diri dari fanatisme pribadi.
Dalam menyikapi hal tersebut, Islam sesungguhnya mempunyai teologi
non kekerasan dalam memecahkan suatu masalah lewat sebuah dialog, dan teologi
itu berlaku untuk semua umat manusia, tanpa membedakan agama, etnik,
golongan, atau asal-usul bangsa. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa spirit non-kekerasan merupakan titik konvergensi paling nyata antara
semua umat (Helmanita, 2003:32). Disinilah perlu dibuka kran lebar-lebar untuk
bersikap inklusif dalam melihat kemajemukan dengan bijak, diterima dengan
14
sadar bahkan dikaji dengan seksama tanpa harus menyalahkan pilihan lain yang
berbeda.
4.2 Peranan Sebuah Dialog yang Beretika
Dialog menunjukkan suatu upaya pencarian sebuah kesepahaman,
kesetaraan, dan kesepakatan dalam suatu pendekatan interaksi personal yang
lembut dan bijaksana (al-Qarni, 2006:4). Allah s.w.t. menyinggung masalah
dialog ini dalam firmanNya:
“Kawannya berkata kepadanya mengajaknya untuk berdialog (QS. Al-
Kahfi: 37)
“Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. Al-Muja‟dilah: 1)
Dialog kita perlukan untuk mencari sebuah kebenaran. Dan dalam
penerapannya, dialog dapat dilakukan pada siapa saja, termasuk dengan para ahlu
kitab sekalipun. Bila diterapkan dalam konteks bernegara, dialog dapat dilakukan
dengan para ahli jabatan/teknokrat, politikus, ekonom, dan beberapa ahli yang
sangat berpengaruh dalam suatu negara:
Katakanlah: Hai Ahli Kitab! Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa
tidak kita sembah kecuali Allah!” (QS. Ali Imran: 64).
Terhadap kaum musyrik pun, dialog sangat diperlukan dalam
memperdebatkan sebuah wacana dalam kebenaran dan memahamkan mereka
akan kebenaran tersebut. Kaum musyrik dalam Islam berarti kaum yang tidak
sejalan/seideologi dan menentang ajaran Islam (fasik). Bila diterapkan dalam
berbangsa, maka hal ini dapat disamakan dengan kelompok-kelompok tertentu
yang berbeda pandangan. Hal ini bertautan dengan kesadaran individu/ kelompok
untuk menyatukan diri dalam sebuah ikatan (baik longgar maupun ketat). Konsep
ini mengacu pada ungkapan “kami” dan “mereka” (Yustika, 2009:320). Sehingga
cara berdialog dengan orang yang berbeda pandangan sangatlah penting.
Terhadap kaum musyrikin, Allah berfirman:
15
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat
mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman
baginya” (QS. At-Taubah: 6)
Oleh karenanya, kita harus mengakui bahwa perbedaan pendapat memang
sebuah kelaziman dan tidak dapat dihindari di tengah-tengah masyarakat.
Perbedaan ini ada dua bentuk:
1. Perbedaan pendapat yang mengarah pada keberagaman, yaitu furu’ iyah
(cabang). Hal ini masih dibenarkan dan bahkan perlu didialogkan dalam
berbagai permasalahan yang masih dapat dikatakan nisbi. Perbedaan ini
muncul pada wilayah aplikatif, setelah terjadi kesepakatan pada masalah-
masalah dasar prinsipil dan kaidah. Perbedaan aplikasi ini sangat mungkin
terjadi karena memang Allah telah jadikan furu' (cabang) syari'ah agama
terbuka untuk dianalisa dan dikaji aplikasinya.. Maka perbedaan apapun
yang muncul dalam tataran aplikasi/ furu'iyyah harus dikembalikan kepada
kitab Allah, dan rasul-Nya semasa hidup atau kepada Sunnahnya setelah
rasul wafat. Dalam konteks bermasyarakat, berarti hal ini dikembalikan
kepada pedoman-pedoman hukum yang sifatnya tertulis maupun hukum
formal.
2. Perbedaan pendapat yang mengarah pada pertentangan dan permusuhan.
Bentuk perselisihan seperti ini sangat tercela, bahkan Allah s.w.t.
berfirman:
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai- berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka
itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali „Imran:
105).
Kebanyakan dari mereka yang berbeda dalam hal ini adalah mereka yang
tidak tahu nan bodoh tentang dasar-dasar agama, mereka selalu berbeda
dalam mendialogkan hal-hal yang sudah pokok (qath’i). Perlu ditegaskan
disini adalah bahwa islam itu sudah jelas dan nyata.
16
Dari penjelasan tadi, maka perlu dirumuskan adab/ etika yang harus dipegang
oleh setiap orang dalam melakukan penelitian masalah, dengan demikian hal ini
dapat diintegrasikan dalam segenap sendi kehidupan berbangsa. Spirit perbedaan
itu harus tetap berada dalam semangat mahabbah fillah (cinta karena Allah)
ta'awun (kerja sama) untuk mencapai kebenaran. Sebelum berdialog, perlu
diperhatikan bahwa berdialoglah yang bermutu dan bermanfaat saja.
Menurut al-Qarni (2006:7), Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah
mencari titik-titik kesamaan dalam berbagai ragam dialog. Titik kesamaan disini
adalah persamaan persepsi, yang sama-sama mengatakan “persetujuan”.
Lakukanlah dialog secara bertahap dan urut sesuai dengan permasalahan yang
ada. Perlu ditegaskan adalah; bagi yang tengah melakukan dialog dan mengalami
kebuntuan karena berbeda pendapat, hendaknya ia menghentikan dialognya,
karena ada sebagian manusia yang tetap keras kepala, congkak dan tidak mau
menerima dalil-dalil dan argument yang sahih dan kuat. Namun, kita juga tidak
boleh serta merta meninggalkannya dan memperlakukan secara kasar. Yang lebih
penting lagi disini adalah tidak mendahului fardhu ain (yang harus dikerjakan
setiap orang) dengan fardhu kifayah yang menjadi otoritasnya dalam standar
syar'iy. Ada ulama yang mengatakan : Barang siapa yang belum melaksanakan
fardhu ain lalu ia menyibukkan diri dengan fardhu kifayah, dan menganggapnya
mencari kebenaran, maka anggapannya itu dusta. Disini akan dipaparkan berbagai
adab/ etika pokok dalam berdialog”.
1. Ikhlas
Hendaknya kedua/ lebih pihak menyingkirkan ego masing-masing
(fanatisme sempit). Logikanya, orang yang terlalu fanatik terhadap
kelompoknya, madzhabnya, atau pemikirannya, tidak akan menerima
pendapat orang lain dengan lapang dada. Dalam hal ini, perlu diperjelas
lagi bahwa tujuan dari sebuah dialog adalah mencari kebenaran. Dengan
demikian, sikap ikhlas disini mutlak diperlukan.
2. Mempunyai Dalil yang Kuat
Dengan dalil yang kuat, sesorang akan mempertahankan pendapatnya
dengan penuh keyakinan. Dalil dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dalil
17
aqli (logika) yang kuat dan dalil naqli (Al-Qur‟an dan Hadis) yang benar.
Dalam berdialog, seorang pendialog pun harus dituntut dapat menjelaskan
letak keabsahan dalil yang digunakan.
3. Kebenaran Suatu pendapat Adalah Kabur
Pendapat seorang itu tidaklah benar seratus persen. Maka janganlah kita
menyombongkan diri dengan pendapat yang kita lontarkan, dengan
meremehkan pendapat orang lain. Terkait dengan hal ini, Ibn Qudamah
menulis di dalam al-Mughni: Orang-orang yang berilmu tidak akan
memusuhi orang yang berlainan pendapat dengannya dalam masalah-
masalah yang dapat diperdebatkan.
4. Tidak Melakukan Diskusi Kecuali Dengan Orang yang Dianggap Akan
Dapat Diambil Ilmunya.
Janganlah sekali-kali mencari lawan dialog yang bodoh dan bebal, serta
keras kepala karena dampak negatifnya lebih besar dibanding dengan
manfaatnya, bahkan untuk kemaslahatan umat. Hal ini pula yang
digunakan para ahli bid’ah dalam menyalurkan kesesatannya melalui
dialog yang dilakukan pada orang-orang bodoh sehingga merekapun
mengikutinya. Jelas, bahwa tingkat keilmuan keagamaan mutlak
diperlukan dalam sebuah dialog.
5. Melakukan Dialog Dengan Baik dan Sopan
Kesopanan merupakan etika dialog yang harus tetap selalu dipelihara.
Dalam kitab Ihya‟ nya, Abu Hamid al Ghazali mengingatkan: “Kalian
hanya mengajaknya berdialog. Maka jangan sekali-kali menyinggung
masalah pribadinya, kedudukannya ataupun akhlaknya. Tetaplah pada
masalah yang diperdebatkan”. Jelas bahwa disini terkandung pokok-
pokok kesopanan dengan menghormati lawan bicara dengan baik dan
sungguh-sungguh.
18
4.3 Dialog dan Persatuan Bangsa
Pada kenyataannya, pluralisme memang terus berkembang. Tapi
sayangnya masyarakat belum siap secara mental, sosial dan kultural untuk hidup
berdampingan dalam ruang keanekaragaman/ pluralitas. Sehubungan dengan itu,
sering terjadi perseteruan antar kelompok, seperti kasus Ambon, Aceh, Sampit,
Poso, dan kerusuhan lainnya masih sering terjadi, bahkan sampai saat ini. Semua
ini tidak hanya mencemaskan masyarakat sekitarnya, tetapi juga pada level bangsa
Indonesia. Banyak analisis mengatakan kesemua itu disebabkan oleh persoalan
ekonomi, kelompok politik, dan ketidak sepahaman atas ideologi yang mereka
anut. Bila ini dibiarkan terus-menerus, maka akan membahayakan dan
menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa.
Dari berbagai persitiwa tadi, sesungguhnya sangat diperlukan suatu dialog
serta kerjasama antaragama, etnis, golongan, ataupun yang lainnya menjadi jalan
tengah dalam meminimalisai ketegangan. Sekalipun pemahaman teologi berbeda,
tidak ada jalan buntu untuk mencoba mengerti perbedaan itu, dan dialog menjadi
sangat penting dilakukan. Dialog dapat dikatakan sebagai jalan untuk menemukan
bahasa yang sama, tetapi dengan kata-kata yang berbeda. Dialog yang beretika
tentu akan melahirkan kedewasaan dalam melihat atmosfir perbedaan. Tidak lagi
apriori apalagi menghujat kelompok agama dan etnis lain, kerana itu merupakan
malapetaka persatuan kehidupan berbangsa kita (Helmanita, 2003:40-41)
19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dialog merupakan jalan dalam meredam suatu konflik sehingga
menyajikan suatu permasalahan ke arah kebenaran. Melalui dialog, kita
bisa mengarahkan akal manusia kepada Allah. Dialog yang beretika juga
akan membuat kita dapat diterima, didengar, dan dihormati manusia.
2. Berbagai bentuk dialog sangat perlu dilakukan dan dimaksimalkan.
Diantaranya yang bisa dilakukan adalah secara kontinuitas dan
berkesinambungan. Serta rasa pengertian dalam kerjasama (ta’awun), yang
dalam pandangan Islam adalah suatu keindahan. Kerjasama disini
digunakan untuk mengakomodir berbagai kepentingan yang berbeda dari
sudut pandang etnis, ras, dan agama. Karena masalah kerjasama itu sendiri
lahir dalam kaitan perbedaan yang berhubungan langsung dengan ras
maupun agama.
5.1 Saran
1. Diperlukan dialog sebagai terapan aplikatif, yang dapat mengembalikan
esensi dari kehidupan beragama pada tindakan yang tidak mengharuskan
hukum, serta dogmatisme masing-masing agama. Hal ini dapat diwadahi
oleh lembaga tertentu sebagai mediatornya.
2. Dibutuhkan pemahaman beragama yang bersifat fungsional konkret sosial
(berteologi dalam konteks), sehingga sangat bermanfaat dalam
memecahkan suatu permasalahan.
3. Dibutuhkan pemahaman sejak dini dalam pembelajaran keagamaan serta
kemasyarakatan pada diri individu. Disini bukan hanya dari kalangan
orang tua dan keluarga, tetapi juga perlu dilakukan oleh segenap pihak
elemen masyarakat, para tokoh dan pemerintah, sehingga tujuan persatuan
dalam menopang pembangunan berkelanjutan dapat terwujud.
20
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya.
Aisyah, Siti. 2009. Kritik Implementasi Dialog Islam, (Online),
(www.scribd.com, dikases tanggal 25 Juni 2009).
Al-Ghazali, Syeikh Muhammad.1984. Tentang Perbedaan yang Ada.
DalamAl-Ridlawi, Sayyid Murtadla (Ed.), Membina Kerukunan
Muslimin (halaman 17-19). Jakarta: Anggota IKAPI.
.1984. Seruan ke Arah Persatuan Islam.
DalamAl-Ridlawi, Sayyid Murtadla (Ed.), Membina Kerukunan
Muslimin (halaman 17-19). Jakarta: Anggota IKAPI.
Al-Qarni, „Aidh. 2006. Terampil Berdialog, Etika dan Strateginya.
Terjemahan. Yodi Indrayadi. 2006. Jakarta: Anggota IKAPI
DKI.
Al-Razi. 1990. Dialog Tentang Tuhan dan Nabi. Terjemahan. Masykur
Ab, Ahmad Shaleh. 1990. Jakarta: Gema Insani.
Anonimous. 2006. Dialog Dalam Semangat Permusuhan, (Online),
(www.swaramuslim.net, diakses tanggal 20 Juni 2009).
Anonimous. 2008. Etika Dalam Berkomunikasi, (Online),
(www.organisasi.org, diakses tanggal 25 Juni 2009).
Anonimous. 2008. Teori Integrasi (Online), (subpokbarab.wordpress
com.htm, diakses tanggal 25 Juni).
Anonimous. 2009. Etika Profesi dan Budi Pekerti, (Online),
(www.filsafat.ugm.ac.id, diakses tanggal 25 Juni 2009).
Anonimous. 2009. Pluralitas dan Pluralisme Agama, (Online),
(www.uin.ac.id, diakses tanggal 25 Juni 2009).
Charris Zubair, Achmad. 2009. Agama Menurut Sudut Tinjauan Etika
Dalam Wacana Politik Indonesia, (Online), (www.endosri.co.cc,
diakses tanggal 25 Juni 2009).
Goldberg, A. Alvin, & Larson, Carl. E. 1985. Komunikasi Kelompok,
Proses-proses Diskusi dan Penerapannya. Terjemahan.
21
Koesdarini Soemiati, Gary R. Yusuf. 1985. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Helmanita, Karlina. 2003. Pluralisme dan Inklusivisme Islam di Indonesia.
Jakarta: PBB UIN.
Hidayat, Balda. 2008. Etika Dialog Dalam Islam, (Online),
(www.darushollah.com, diakses tanggal 20 Juni 2009).
L.Berger et.al.,19881988. Teori Masyarakat: proses peradaban dalam
sistem dunia modern. Tenerjemahan: Thomas Rieger. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia (YOI).
Mahmud, Seikh Syaltut.1984. Kesatuan Islam. DalamAl-Ridlawi, Sayyid
Murtadla (Ed.), Membina Kerukunan Muslimin (halaman 17-
19). Jakarta: Anggota IKAPI.
Morris, Charles. 1964. Varieties of Human Value. Chambridge, Mass:The
M.I.T. Press.
Republika Newsroom. 2009. Dialog Antaragama Pentingnya Toleransi
Dalam Perbedaan, (Online), (www.republika.co.id, diakses
tanggal 20 Juni 2009).
Syamsuddin, Nazaruddin. Integrasi dan Ketehanan Nasional di Indonesia
(Lemhanas, Jakarta1994,hal3).
TW, HG. Suseno. 2009. Kebebasan dan Pluralitas Dalam Berbagai Aspek
Kehidupan Bangsa Indonesia, (Online), (www. hagaseno
files.wordpress.com, diakses tanggal 25 Juni 2009).
Wajdiy, Muhammad Farid.1984. Tentang Kerukunan Menurut Islam.
DalamAl-Ridlawi, Sayyid Murtadla (Ed.), Membina Kerukunan
Muslimin (halaman 17-19). Jakarta: Anggota IKAPI.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Sebutkan ciri ciri teknologi tepat guna
Sebutkan ciri ciri teknologi tepat gunaSebutkan ciri ciri teknologi tepat guna
Sebutkan ciri ciri teknologi tepat guna
Fitri Yanti
 
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitKeseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Viodeta Viodeta
 
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakStandarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Gina Sakinah
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Novi Fachrunnisa
 

Mais procurados (20)

Penggunaan bahasa latin
Penggunaan bahasa latinPenggunaan bahasa latin
Penggunaan bahasa latin
 
Sebutkan ciri ciri teknologi tepat guna
Sebutkan ciri ciri teknologi tepat gunaSebutkan ciri ciri teknologi tepat guna
Sebutkan ciri ciri teknologi tepat guna
 
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitKeseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit
 
RANGKUMAN TEKNIK NEGOSIASI (disusun sebagai tugas mata kuliah Teknik Negosiasi)
RANGKUMAN TEKNIK NEGOSIASI (disusun sebagai tugas mata kuliah Teknik Negosiasi)RANGKUMAN TEKNIK NEGOSIASI (disusun sebagai tugas mata kuliah Teknik Negosiasi)
RANGKUMAN TEKNIK NEGOSIASI (disusun sebagai tugas mata kuliah Teknik Negosiasi)
 
Tanda tanda infeksi
Tanda tanda infeksiTanda tanda infeksi
Tanda tanda infeksi
 
Biofarmasi Sediaan yang Diberikan Melalui Rektum
Biofarmasi Sediaan yang Diberikan Melalui RektumBiofarmasi Sediaan yang Diberikan Melalui Rektum
Biofarmasi Sediaan yang Diberikan Melalui Rektum
 
Ucapan persembahan penelitian eksperimen murni
Ucapan persembahan penelitian eksperimen murniUcapan persembahan penelitian eksperimen murni
Ucapan persembahan penelitian eksperimen murni
 
TEKNIK NEGOISASI - MATERI : Teknik Negosiasi Bisnis
TEKNIK NEGOISASI - MATERI : Teknik Negosiasi BisnisTEKNIK NEGOISASI - MATERI : Teknik Negosiasi Bisnis
TEKNIK NEGOISASI - MATERI : Teknik Negosiasi Bisnis
 
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakStandarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
 
pengamatan pertumbuhan tanaman tomat
pengamatan pertumbuhan tanaman tomatpengamatan pertumbuhan tanaman tomat
pengamatan pertumbuhan tanaman tomat
 
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)
 
Komunikasi sel
Komunikasi selKomunikasi sel
Komunikasi sel
 
Harga Eceren Tertinggi Obat generik
Harga Eceren Tertinggi Obat generikHarga Eceren Tertinggi Obat generik
Harga Eceren Tertinggi Obat generik
 
Interaksi obat
Interaksi obat Interaksi obat
Interaksi obat
 
Materi public speaking
Materi public speakingMateri public speaking
Materi public speaking
 
PENGANTAR FARMAKOKINETIK
PENGANTAR FARMAKOKINETIKPENGANTAR FARMAKOKINETIK
PENGANTAR FARMAKOKINETIK
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
 
Teknik Negosiasi - Negotiation Techniques
Teknik Negosiasi - Negotiation TechniquesTeknik Negosiasi - Negotiation Techniques
Teknik Negosiasi - Negotiation Techniques
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
 
Logbook kegiatan aktualisasi
Logbook kegiatan aktualisasiLogbook kegiatan aktualisasi
Logbook kegiatan aktualisasi
 

Semelhante a Dialog etika dalam pemersatu Bangsa

Makalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinMakalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddin
Felix Juanto
 
Karakter Hubungan dan Harmonisasi Kehidupan Antara Kelompok Keagamaan Rifa’iy...
Karakter Hubungan dan Harmonisasi Kehidupan Antara Kelompok Keagamaan Rifa’iy...Karakter Hubungan dan Harmonisasi Kehidupan Antara Kelompok Keagamaan Rifa’iy...
Karakter Hubungan dan Harmonisasi Kehidupan Antara Kelompok Keagamaan Rifa’iy...
InternationalJournal Ihya' 'Ulum al-Din
 
Sosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikanSosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikan
Narendra
 
Misi Da'wah dan Perubahan Sosial
Misi Da'wah dan Perubahan SosialMisi Da'wah dan Perubahan Sosial
Misi Da'wah dan Perubahan Sosial
Idrus Abidin
 
Bab 18-dialog-peradaban (1)
Bab 18-dialog-peradaban (1)Bab 18-dialog-peradaban (1)
Bab 18-dialog-peradaban (1)
Jejaka Indah
 
Peran ideologi pancasila dalam mengatasi perang ideologi di era globalisasi
Peran ideologi pancasila dalam mengatasi perang ideologi di era globalisasiPeran ideologi pancasila dalam mengatasi perang ideologi di era globalisasi
Peran ideologi pancasila dalam mengatasi perang ideologi di era globalisasi
Din Haidiati
 
Info sosiologi masy dan tamaddun
Info sosiologi masy dan tamaddunInfo sosiologi masy dan tamaddun
Info sosiologi masy dan tamaddun
Lai NM
 
093 05toleransiagama
093 05toleransiagama093 05toleransiagama
093 05toleransiagama
adindanurina
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
norma 28
 

Semelhante a Dialog etika dalam pemersatu Bangsa (20)

Makalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinMakalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddin
 
PLURALISME AGAMA.pptx
 PLURALISME AGAMA.pptx PLURALISME AGAMA.pptx
PLURALISME AGAMA.pptx
 
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukPluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
 
Karakter Hubungan dan Harmonisasi Kehidupan Antara Kelompok Keagamaan Rifa’iy...
Karakter Hubungan dan Harmonisasi Kehidupan Antara Kelompok Keagamaan Rifa’iy...Karakter Hubungan dan Harmonisasi Kehidupan Antara Kelompok Keagamaan Rifa’iy...
Karakter Hubungan dan Harmonisasi Kehidupan Antara Kelompok Keagamaan Rifa’iy...
 
Dialog Antara Tamadun Di Malaysia
Dialog Antara Tamadun Di MalaysiaDialog Antara Tamadun Di Malaysia
Dialog Antara Tamadun Di Malaysia
 
Manusia, Keseragaman dan Kesederajatan
Manusia, Keseragaman dan KesederajatanManusia, Keseragaman dan Kesederajatan
Manusia, Keseragaman dan Kesederajatan
 
Sosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikanSosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikan
 
Sosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikanSosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikan
 
Misi Da'wah dan Perubahan Sosial
Misi Da'wah dan Perubahan SosialMisi Da'wah dan Perubahan Sosial
Misi Da'wah dan Perubahan Sosial
 
Pluralisme dan gender
Pluralisme dan genderPluralisme dan gender
Pluralisme dan gender
 
Bab 18-dialog-peradaban (1)
Bab 18-dialog-peradaban (1)Bab 18-dialog-peradaban (1)
Bab 18-dialog-peradaban (1)
 
Makalah multikultural
Makalah multikulturalMakalah multikultural
Makalah multikultural
 
Peran ideologi pancasila dalam mengatasi perang ideologi di era globalisasi
Peran ideologi pancasila dalam mengatasi perang ideologi di era globalisasiPeran ideologi pancasila dalam mengatasi perang ideologi di era globalisasi
Peran ideologi pancasila dalam mengatasi perang ideologi di era globalisasi
 
Info sosiologi masy dan tamaddun
Info sosiologi masy dan tamaddunInfo sosiologi masy dan tamaddun
Info sosiologi masy dan tamaddun
 
093 05toleransiagama
093 05toleransiagama093 05toleransiagama
093 05toleransiagama
 
Artikel MENDORONG KRITISITAS MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN FIQIH DAN MODERAS...
Artikel MENDORONG KRITISITAS MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN FIQIH DAN MODERAS...Artikel MENDORONG KRITISITAS MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN FIQIH DAN MODERAS...
Artikel MENDORONG KRITISITAS MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN FIQIH DAN MODERAS...
 
Konseling lintas sosial
Konseling lintas sosialKonseling lintas sosial
Konseling lintas sosial
 
ppt strategi.pptx
ppt strategi.pptxppt strategi.pptx
ppt strategi.pptx
 
Makalah multikultural
Makalah multikulturalMakalah multikultural
Makalah multikultural
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
 

Mais de Tri Cahyono

KTI PRAMUKA SMAN 1 GLENMORE
KTI PRAMUKA SMAN 1 GLENMOREKTI PRAMUKA SMAN 1 GLENMORE
KTI PRAMUKA SMAN 1 GLENMORE
Tri Cahyono
 
Penanggulangan HIV/AIDS pada Kalangan Remaja
Penanggulangan HIV/AIDS pada Kalangan RemajaPenanggulangan HIV/AIDS pada Kalangan Remaja
Penanggulangan HIV/AIDS pada Kalangan Remaja
Tri Cahyono
 
Model Makroekonomi Indonesia
Model Makroekonomi IndonesiaModel Makroekonomi Indonesia
Model Makroekonomi Indonesia
Tri Cahyono
 
Sustainability Ekologi
Sustainability EkologiSustainability Ekologi
Sustainability Ekologi
Tri Cahyono
 
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa TimurSustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Tri Cahyono
 
SME'S Competitiveness Analysis
SME'S Competitiveness AnalysisSME'S Competitiveness Analysis
SME'S Competitiveness Analysis
Tri Cahyono
 
Strategi Pengembangan BUMDES dalam ACFTA
Strategi Pengembangan BUMDES dalam ACFTAStrategi Pengembangan BUMDES dalam ACFTA
Strategi Pengembangan BUMDES dalam ACFTA
Tri Cahyono
 
Interlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTA
Interlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTAInterlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTA
Interlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTA
Tri Cahyono
 
Proposal Bisnis VCO
Proposal Bisnis VCOProposal Bisnis VCO
Proposal Bisnis VCO
Tri Cahyono
 
Sinergi kebijakan MP3EI dengan Creative Destruction
Sinergi kebijakan MP3EI dengan Creative DestructionSinergi kebijakan MP3EI dengan Creative Destruction
Sinergi kebijakan MP3EI dengan Creative Destruction
Tri Cahyono
 
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Tri Cahyono
 
Bone Fish Burger
Bone Fish BurgerBone Fish Burger
Bone Fish Burger
Tri Cahyono
 
Pkm m-06-11-tri-pemanfaatan distilator tenaga Surya
Pkm m-06-11-tri-pemanfaatan distilator tenaga SuryaPkm m-06-11-tri-pemanfaatan distilator tenaga Surya
Pkm m-06-11-tri-pemanfaatan distilator tenaga Surya
Tri Cahyono
 
Strategi pengembangan bumdes
Strategi pengembangan bumdesStrategi pengembangan bumdes
Strategi pengembangan bumdes
Tri Cahyono
 

Mais de Tri Cahyono (17)

Studi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalStudi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental Lokal
 
Paper asc tri cahyono
Paper asc tri cahyonoPaper asc tri cahyono
Paper asc tri cahyono
 
KTI PRAMUKA SMAN 1 GLENMORE
KTI PRAMUKA SMAN 1 GLENMOREKTI PRAMUKA SMAN 1 GLENMORE
KTI PRAMUKA SMAN 1 GLENMORE
 
Penanggulangan HIV/AIDS pada Kalangan Remaja
Penanggulangan HIV/AIDS pada Kalangan RemajaPenanggulangan HIV/AIDS pada Kalangan Remaja
Penanggulangan HIV/AIDS pada Kalangan Remaja
 
Model Makroekonomi Indonesia
Model Makroekonomi IndonesiaModel Makroekonomi Indonesia
Model Makroekonomi Indonesia
 
Sustainability Ekologi
Sustainability EkologiSustainability Ekologi
Sustainability Ekologi
 
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa TimurSustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
 
SME'S Competitiveness Analysis
SME'S Competitiveness AnalysisSME'S Competitiveness Analysis
SME'S Competitiveness Analysis
 
Strategi Pengembangan BUMDES dalam ACFTA
Strategi Pengembangan BUMDES dalam ACFTAStrategi Pengembangan BUMDES dalam ACFTA
Strategi Pengembangan BUMDES dalam ACFTA
 
Interlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTA
Interlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTAInterlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTA
Interlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTA
 
Proposal Bisnis VCO
Proposal Bisnis VCOProposal Bisnis VCO
Proposal Bisnis VCO
 
Sinergi kebijakan MP3EI dengan Creative Destruction
Sinergi kebijakan MP3EI dengan Creative DestructionSinergi kebijakan MP3EI dengan Creative Destruction
Sinergi kebijakan MP3EI dengan Creative Destruction
 
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
 
Bone Fish Burger
Bone Fish BurgerBone Fish Burger
Bone Fish Burger
 
Pkm m-06-11-tri-pemanfaatan distilator tenaga Surya
Pkm m-06-11-tri-pemanfaatan distilator tenaga SuryaPkm m-06-11-tri-pemanfaatan distilator tenaga Surya
Pkm m-06-11-tri-pemanfaatan distilator tenaga Surya
 
Strategi pengembangan bumdes
Strategi pengembangan bumdesStrategi pengembangan bumdes
Strategi pengembangan bumdes
 
722
722722
722
 

Último

Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 

Último (20)

Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 

Dialog etika dalam pemersatu Bangsa

  • 1. 1 Kategori : Bidang Sosial Budaya PERANAN DIALOG YANG BERETIKA UNTUK MENUMBUHKAN JIWA PERSATUAN BANGSA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Diusulkan oleh : Arif Dwi Hartanto Tri Cahyono PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011
  • 2. 2 RINGKASAN Berbagai permasalahan pembangunan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi semata. Dan setidaknya hal ini telah diamini oleh sebagian kalangan, baik ekonom, politikus, teknokrat, dan berbagai tokoh kemasyarakatan dan keagamaan. Tetapi lebih dari itu, bahwa pembangunan bangsa yang berkelanjutan lebih disebabkan oleh pengaruh-pengaruh internal yang tendensinya mengarah kepada modal sosial, aspek moral, serta kemasyarakatan. Hal ini erat kaitannya dengan masalah integrasi bangsa yang dalam perkembangannya sangat penting untuk diperbincangkan penguatannya. Penguatan disini lebih dititikberatkan pada pemecahan masalah dalam berbagai aspek yang mempengaruhinya. Mengingat permasalahan yang terjadi bukan hanya bersifat antar kelompok, tetapi juga aspek internal dari kelompok itu sendiri, baik berbasis agama, maupun golongan etnik. Dialog merupakan solusi dalam mengetengahkan pemecahan permasalahan yang sedang berkembang. Solusi dialog disini tentunya harus memandang berbagai keadaan yang menyelimutinya, sehingga dengan kesadaran akan keadaan itu, dapat ditarik suatu pengkondisian, khususnya dalam tataran aplikatif dan praksis sosial.. Sungguhpun demikian, perspektif Islam dalam memandang suatu perbedaan adalah suatu kewajaran, mengingat Allah memang telah menciptakan Dunia ini dengan penuh keberagaman. Dengan keberagaman, sesuatu akan menjadi indah, bukannya malah akan berpecah-pecah. Hal ini dikoherensikan dengan keadaan yang akan memperbesar api keberhasilan. Dengan dialog, Islam mengajarkan suatu peredaman pemecahan masalah dengan penuh kearifan dan keindahan. Karya tulis ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menelaah suatu dialog yang beretika dalam membangun jiwa persatuan bangsa sebagaimana juga terekam dalam cita-cita Kh Abdul Wahid Hasim. Adapun beberapa konsep yang melandasi karya tulis ini adalah definisi komunikasi kelompok sebagai dasar dialog, etika sebagai pedoman pelaksanaannya, integrasi bangsa sebagai tujuan, serta konsep pluralitas sebagai permasalahannya. Karya tulis ini menggunakan data sekunder, yang didapat melalui telaah pustaka, internet, serta beberapa bahan lain yang relevan untuk dijadikan pertimbangan. Sedangkan langkah-langkah prosedur pengumpulan data meliputi perumusan masalah, penentuan ruang lingkup permasalahan, penentuan kata kunci untuk mempersempit objek data, Pengumpulan data, serta pengetikan data yang relevan serta pengkomunikasian data
  • 3. 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif historis, perjalanan politik bangsa Indonesia memang selalu menghadirkan heterogenitas dalam setiap prosesnya. Tak terkecuali dalam preambul UUD 1945 yang disahkan tanggal 22 Juni 1945. Salah satu sila di dalam Pancasila hasil rumusan Kh Abdul Wahid Hasyim dan kawan-kawan tercantum kata-kata “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Dan ternyata rumusan ini diperdebatkan dengan segala pandangan yang benar-benar berbeda. Dalam menyikapinya, pemikiran luar biasa dari Kh Abdul Wahid Hasyim adalah bahwa segala perselisihan yang timbul bisa diselesaikan secara musyawarah hingga semua dapat terselesaikan dengan baik. Kontradiksi dengan pernyataan tersebut, perpecahan bangsa di era reformasi sekarang dirasa malah sudah menjadi suatu patogen pembangunan kelas akut. Pembangunan secara ekonomi yang sudah mapan selama berpuluh-puluh tahun ternyata bisa luluh lantak dalam sekejap dikarenakan disintegrasi bangsa, khususnya dalam masyarakat multiagama dan etnisitas seperti Indonesia. Disintegrasi ini umumnya berawal dari perbedaan pandangan serta prinsip, ataupun perbedaan ide dan persepsi (Ikhtilaf dan Khilaf). Perbedaan mereka dalam menyikapi segala ranah kehidupan, meliputi akidah, ide, pemikiran, etika, budaya sampai kepada pemahaman terhadap Fikih dan tata cara melakukan ritual (Ibadah) kepada Tuhannya (Hidayat, 2008). Permasalahan-permasalahan mengenai isu-isu perpecahan sangat marak terjadi. Seperti gerakan-gerakan sosial militan Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) yang ditemukan di Makassar Sulawesi Selatan sejak akhir abad ke-20 atau tepat mulai tahun 1999 (Anonimous, 2008). Gerakan sparatis tahun 1950, yaitu Darul Islam (Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan). Munculnya kelompok PERMESTA di Sulawesi. Ataupun pada tahun 2000-2001 terjadi kasus Poso yang mengusung permasalahan antar agama, serta kasus sampit
  • 4. 4 di Kalimantan yang mengusung masalah etnis pada beberapa tahun setelahnya (Helmanita, 2003:29). Dari realitasnya, Indonesia memiliki dasar keragaman etnis sejak awalnya. Yaitu melayu (pribumi), kemudian ada etnis minoritas seperti China, India dan Arab, serta lebih dari 300 etnis dimana setiap etnis mempunyai prinsip dan cara pandang tersendiri (Yustika, 2009:336). Dalam konsepsi multikulturalisme, semua ini dapat membawa persoalan-persoalan agama yang sifatnya privat dan individual untuk memasuki wilayah umum atau publik/ Negara (L.Berger et.al.,1988:35), dan penekanan permasalahan adalah pada level ini. Dari penjelasan tadi, titik permasalahannya sebenarnya terdapat pada perbedaan pandangan yang ekstrem, dalam artian tidak dicarikan titik temu antara dua atau beberapa kalangan. Untuk mampu menyatu, maka harus dilakukan dialektika dengan segala problematika yang muncul, ia dituntut untuk peduli dan menempati barisan terdepan dalam mencari solusi terhadap problematika tersebut. Mencari solusi, pada gilirannya akan berurusan dengan tema dialog, diskusi, dan benturan-benturan ide. Karena dialog merupakan salah satu cara untuk saling memahami, mencari titik temu, dan menyelesaikan permasalahan (al- Qarni, 2006:1). Serta ada beberapa etika (adab) yang harus dipatuhi oleh masing- masing pihak agar sebuah dialog membuahkan hasil dan manfaat dengan cepat dan mudah. Karya tulis ini mencoba menguraikan tentang peranan sebuah dialog yang beretika untuk menumbuhkan jiwa persatuan bangsa dalam pandangan Islam. Peranan serta etika dialog dalam Islam ini diharapkan tidak semata ditujukan untuk kalangan umat Islam saja, tetapi sangat mungkin diaplikasikan dalam segenap elemen masyarakat dalam kehidupan berbangsa. Sehubungan dengan itu, sebenarnya terdapat suatu kesatuan umat manusia sebagaimana digambarkan oleh firman Allah: ”Tiada manusia itu melainkan semula merupakan umat yang tunggal kemudian mereka berselisih.” (QS Yunus (10):19).
  • 5. 5 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah adalah: 1. Bagaimana perspektif Islam menyikapi berbagai perbedaan pandangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? 2. Bagaimana peranan dialog yang beretika untuk menumbuhkan jiwa persatuan bangsa dalam perspektif Islam? 1.3 Tujuan 1. Menemukan solusi dalam meredam suatu konflik dengan prinsip sebuah kesepahaman, kesepakatan, dan kesetaraan. 2. Menyajikan cara memaksimalkan suatu dialog yang beretika untuk menumbuhkan jiwa persatuan berbangsa dan bernegara dalam perspektif Islam.
  • 6. 6 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Komunikasi Kelompok Landasan dari komunikasi kelompok adalah suatu lingkungan dimana seseorang menghadapi pertaruhan suatu bentuk kemampuan untuk mempertahankan hidup (survival). Komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil (Goldberg dan Larson, 1985:6). Disamping itu, baik komunikasi kelompok maupun diskusi kelompok memusatkan perhatiannya pada tingkah laku para anggota kelompok dalam berdiskusi. Secara definitif, komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat tentang cara-cara bagaimana yang harus ditempuh. Apabila kita menggunakan komunikasi kelompok sebagai kriteria, standar-standar yang masuk akal sebagaimana yang disarankan Elwood Murray (1972), maka komunikasi kelompok dapat dikatakan sebagai suatu disiplin. Karena komunikasi kelompok itu mempunyai ruang lingkup, menunjukkan kemajuan dalam pengembangan teori serta mempunyai metodologi riset, kritik dan penerapan (Murray; dalam Goldberg dan Larson, 1985:16). Sehubungan dengan itu, terdapat suatu premis tentang pemecahan masalah dalam suatu dialog. Namun, kita tidak mempermasalahkan apakah suatu penilaian itu “tepat” atau “tidak tepat”, “benar” atau “salah”, tetapi kita lebih menitikberatkan perhatian pada “cukup”nya (adequacy) suatu penilaian dalam suatu dialog. Menurut Morris (1956), bahwa pemecahan masalah oleh kelompok merupakan suatu proses penyelidikan secara kolektif. Proses tersebut menghendaki interaksi yang kooperatif dan terkoordinasi di mana didalamnya
  • 7. 7 sumber daya anggota dipertemukan untuk mengatasi isu-isu yang berhubungan dengan keadaan suatu masalah tertentu. Kerja sama dan koordinasi semacam itu akan sangat sulit dilaksanakan tanpa adanya persetujuan dasar mengenai masalah khusus yang dihadapi kelompok 2.2 Etika Secara harfiah, etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan (www.organisasi.org). Menurut para ahli, terdapat beberapa pandangan tentang pengertian etika, yang dalam perkembangannya dapat disinonimkan dengan moral. Menurut Sony Keraf (1991): moralitas adalah system tentang bagaimana kita harus hidup dengan baik sebagai manusia. Menurut Frans Magnis Suseno (1987): etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Disini moralitas menekankan “inilah cara anda melakukan sesuatu”. Etika lebih kepada “mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus menggunakan cara tersebut?” (filsafat.ugm.ac.id). 2.3 Integrasi Berikut ini beberapa pengertia tantang integrasi: Menurut Claude Ake (dalam Syamsuddin, 1994:3) integrasi nasional pada dasarnya mencakup dua masalah pokok, yaitu : 1. Bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh kepada tuntutan-tuntutan negara, yang mencakup perkara pengakuan rakyat terhadap hak-hak yang dimiliki negara. 2. Bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur prilaku politik setiap anggota masyarakat, konsensus ini tumbuh dan berkembang diatas nilai-nilai dasar yang dimiliki bangsa secara keseluruhan. Sedangkan menurut pakar sosiologi Manrice Duverger, mengatakan sebagai berikut. Integrasi didefinisikan sebagai:
  • 8. 8 Dibangunnya interdependensi yang lebih rapat antara bagian-bagian antara organisme hidup atau antar anggota-anggota dalam masarakat” sehingga integrasi adalah proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya menjadi suatu kata yang harmonis yang didasarkan pada tatanan yang oleh anggota-anggotanya dianggap sama harmonisnya. 2.4 Konsep Pluralitas Gambar 01. Peta Konsep Pluralitas. Sedangkan secara definisi, konsep pluralitas mencakup (www.uin.ac.id).: 1. Pluralitas : kondisi atau fakta akan adanya keanekaragaman dalam realitas. 2. Pluralitas agama : kondisi atau fakta akan adanya keanekaragaman agama. 3. Pluralisme : sikap mau menerima, menjaga, dan mengormati akan adanya perbedaan di dalam realitas. 4. Pluralisme agama : sikap mau menerima, menjaga, dan menghormati perbedaan dan keanekaragaman agama sebagai benar secara unik bagi pemeluknya. AGAMA (Doktrin) þ KEBUDAYAAN A KEBUDAYAAN B KEBUDAYAAN C KEBUDAYAAN D POLA BERAGAMA A POLA BERAGAMA D POLA BERAGAMA B POLA BERAGAMA C dipahami dan dikerjakan Melahirkan bentuk keberagaman yang bervariasi
  • 9. 9 BAB III METODE PENULISAN 3.1 Sifat Penulisan Karya tulis ini bersifat argumentatif, yaitu menjelaskan bagaimana peranan dialog yang beretika untuk menumbuhkan jiwa persatuan bangsa dalam perspektif Islam. 3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 3.2.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan secara tidak langsung dari sumber-sumber lain misalnya buku, artikel, dan surat kabar (Dharmaseta, 1993). Dalam hal ini, data yang diperoleh berupa data kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang terbentuk kata-kata atau kalimat yang menjelaskan tentang suatu permasalahan atau fenomena yang terjadi. 3.2.2 Metode Pengumpulan Data a. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan membaca buku-buku literatur, makalah, terutama makalah seputar pentingnya dialog, peranan serta etikanya dalam menghadapi suatu perbedaan. b. Pencarian data melalui internet Pencarian dilakukan dengan membuka situs-situs resmi instansi ataupun lembaga-lembaga dakwah. c. Pengumpulan buku-buku dan literature-literatur yang menunjang pembahasan makalah ini Adapun di dalam proses pengumpulan data dilakukan prosedur dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  • 10. 10 1. Perumusan masalah 2. Penentuan ruang lingkup permasalahan 3. Penentuan kata kunci untuk mempersempit objek data 4. Pengumpulan data 5. Pengetikan data yang relevan serta pengkomunikasian data 3.3 Analisis Data Dalam penulisan ini, kami menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dimana kami menelaah dan menjelaskan dari semua data yang bersifat kualitatif untuk dapat dijadikan bahasan serta aspek pemecahan.
  • 11. 11 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kemungkinan Pluralitas Allah SWT menyerukan umat manusia untuk bersatu dan tidak berbeda- beda dalam beragama, berpadu dan tidak berselisih faham dalam menegakkan syari'ah-Nya (QS. 3:102-103). Allah SWT memperingatkan umat Islam agar tidak terjebak dalam perselisihan beragama seperti yang pernah terjadi pada umat sebelumnya. (QS. 3:105). Dalam hal ini, kehidupan dunia menimbulkan banyak sekali perselisihan dan perbedaan pendapat sehingga bila tidak berhati-hati, kita bisa berpecah pendapat dan berujung perselisihan. Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang lazim yang terjadi di dalam masyarakat, Allah s.w.t. berfirman: “Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. (QS. HUD: 118-119). Baik dahulu maupun sekarang kaum Muslimin selalu berbeda pendapat di dalam cara bagaimana menentukan permasalahan yang bersifat kabur, contohnya adalah pemilihan imam dan khalifah. Ataupun mengenai hukum Islam, yang berkaitan dengan prinsip-prinsip aqidah dan syari’at, maupun fiqh. Dari permasalahan ini muncul perselisihan mengenai soal kecil antara kaum Mu‟tazilah dan kaum Sunnafi (Al-Ghazali; dalam Al-Ridlawi, 1984:17). Pada jaman dahulu perbedaan pendapat tersebut lebih banyak berwujud dalam tataraan kenyataan praktis dibandingkan pada tingkatan teori dan pemikiran. Sehubungan dengan itu pula, terdapat suatu kenyataan tentang pluralisme dalam berkehidupan. Pandangan Islam terhadap pluralitas adalah cara/sudut pandangan pemeluknya mau mengerti, dan memahami perbedaan (Helmanita, 2003:12). Menurut Mohamed Fathi Osman, dalam Helmanita (2003), pluralisme adalah sebuah pendekatan serius menuju kesepahaman lain dan upaya bersama untuk mengonstruksi pemahaman yang lebih komprehensif terhadap perbedaan. Istilah lain yang erat hubungannya dengan pluralisme adalah inklusifisme. Kata
  • 12. 12 ini secara definisi Islam adalah sebagai cara pandang bahwa Islam merupakan agama terbuka yang menolak ekslusivisme dan absolutisme. Karena inklusifisme dalam Islam berarti memberikan apresiasi tinggi terhadap adanya pluralisme (Helmanita, 2003:13). Firman Allah yang berkaitan dengan ini: "Maka disebabkan rahmat dan Allahlah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkaniah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada- Nya." (QS. Ali Imran: 159). “Dan katakanlah, kami beriman dengan ajaran (kitab suci) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kamu. Tuhanku dan Tuhanmu adalah satu, dan kita (semua) pasrah kepadaNya” (Al-Ankabut (29):46). Al-Quran mengajarkan toleransi dalam melihat kemajemukan, dan tidak saling berbantahan. Dengan demikian, Islam memandang perbedaan itu merupakan sunnatullah, karena Allah dengan sengaja menciptakan keragaman (pluralitas). Sesungguhnya, perbedaan dalam alam semesta adalah sunnatullah yang membuat kehidupan menjadi harmonis. Perbedaan bentuk membuat kehidupan menjadi bervariasi. Berbagai bentuk pastilah mempunyai keragaman yang berbeda-beda dengan segala keindahannya. Demikanlah harmoni kehidupan, alam semesta menjadi indah ketika ada perbedaan wujud dan fungsinya. Perbedaan pada wasa'ilulhayat (sarana hidup). Dalam menyikapi hal ini, permasalahan muncul ketika perbedaan terjadi pada minhajul hayah (jalan hidup). Perbedaan itu menjadi amat membahayakan bila terjadi pada dzatuddin (esensi agama), atau perbedaan yang terjadi pada ushul (dasar-dasar) yang telah ditetapkan oleh Al Qur'an, AS Sunnah, maupun Ijma'. Sebab prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Al Qur'an, As Sunnah maupun
  • 13. 13 Ijma' adalah sudah menjadi substansi dasar agama yang mempersatukan antara Islam dan ajaran para Nabi sebelumnya, kemudian perbedaan tanawwu' (penganeka ragaman) dalam pelaksanaan syari'ah, antara wajib atau sunnah. Wajib ain atau kifayah, dan seterusnya. Hal ini pulalah yang bisa diambil pelajaran dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bukan hanya internal Islam saja. Bahwa dalam bernegara sekalipun terdapat banyak perbedaan, seperti dzatuddin dalam Islam berarti dapat disamakan dalam perbedaan antar umat beragama (esensi antar umat beragama). Ushul berarti dapat disamakan dalam kasus beragamnya ideology (dasar) dalam bermasyarakat, beragama dan berpendapat. Sedangkan model tanawwu’ berarti terdapatnya aneka ragam budaya dan etnisitas. Selain itu, dialog diperlukan terhadap persoalan-persoalan masyarakat sehingga dengan dialog itu masyarakat tidak bisa mengelak dari keharusan berlaku patuh kepada ketentuan yang berlaku (Yani, 2007). Allah Swt berfirman yang artinya. “Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka” (QS 42:38). Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa harus diperlukan suatu dialog (hiwar) dalam menyikapi perbedaan pendapat dan pandangan, khususnya dalam era pembangunan suatu bangsa untuk menuju penguatan integrasi kesatuan. Spirit perbedaan itu harus tetap berada dalam semangat mahabbah fillah (cinta karena Allah) ta'awun (kerja sama) untuk mencapai kebenaran, dengan tetap menjauhkan diri dari fanatisme pribadi. Dalam menyikapi hal tersebut, Islam sesungguhnya mempunyai teologi non kekerasan dalam memecahkan suatu masalah lewat sebuah dialog, dan teologi itu berlaku untuk semua umat manusia, tanpa membedakan agama, etnik, golongan, atau asal-usul bangsa. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa spirit non-kekerasan merupakan titik konvergensi paling nyata antara semua umat (Helmanita, 2003:32). Disinilah perlu dibuka kran lebar-lebar untuk bersikap inklusif dalam melihat kemajemukan dengan bijak, diterima dengan
  • 14. 14 sadar bahkan dikaji dengan seksama tanpa harus menyalahkan pilihan lain yang berbeda. 4.2 Peranan Sebuah Dialog yang Beretika Dialog menunjukkan suatu upaya pencarian sebuah kesepahaman, kesetaraan, dan kesepakatan dalam suatu pendekatan interaksi personal yang lembut dan bijaksana (al-Qarni, 2006:4). Allah s.w.t. menyinggung masalah dialog ini dalam firmanNya: “Kawannya berkata kepadanya mengajaknya untuk berdialog (QS. Al- Kahfi: 37) “Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. Al-Muja‟dilah: 1) Dialog kita perlukan untuk mencari sebuah kebenaran. Dan dalam penerapannya, dialog dapat dilakukan pada siapa saja, termasuk dengan para ahlu kitab sekalipun. Bila diterapkan dalam konteks bernegara, dialog dapat dilakukan dengan para ahli jabatan/teknokrat, politikus, ekonom, dan beberapa ahli yang sangat berpengaruh dalam suatu negara: Katakanlah: Hai Ahli Kitab! Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah!” (QS. Ali Imran: 64). Terhadap kaum musyrik pun, dialog sangat diperlukan dalam memperdebatkan sebuah wacana dalam kebenaran dan memahamkan mereka akan kebenaran tersebut. Kaum musyrik dalam Islam berarti kaum yang tidak sejalan/seideologi dan menentang ajaran Islam (fasik). Bila diterapkan dalam berbangsa, maka hal ini dapat disamakan dengan kelompok-kelompok tertentu yang berbeda pandangan. Hal ini bertautan dengan kesadaran individu/ kelompok untuk menyatukan diri dalam sebuah ikatan (baik longgar maupun ketat). Konsep ini mengacu pada ungkapan “kami” dan “mereka” (Yustika, 2009:320). Sehingga cara berdialog dengan orang yang berbeda pandangan sangatlah penting. Terhadap kaum musyrikin, Allah berfirman:
  • 15. 15 “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya” (QS. At-Taubah: 6) Oleh karenanya, kita harus mengakui bahwa perbedaan pendapat memang sebuah kelaziman dan tidak dapat dihindari di tengah-tengah masyarakat. Perbedaan ini ada dua bentuk: 1. Perbedaan pendapat yang mengarah pada keberagaman, yaitu furu’ iyah (cabang). Hal ini masih dibenarkan dan bahkan perlu didialogkan dalam berbagai permasalahan yang masih dapat dikatakan nisbi. Perbedaan ini muncul pada wilayah aplikatif, setelah terjadi kesepakatan pada masalah- masalah dasar prinsipil dan kaidah. Perbedaan aplikasi ini sangat mungkin terjadi karena memang Allah telah jadikan furu' (cabang) syari'ah agama terbuka untuk dianalisa dan dikaji aplikasinya.. Maka perbedaan apapun yang muncul dalam tataran aplikasi/ furu'iyyah harus dikembalikan kepada kitab Allah, dan rasul-Nya semasa hidup atau kepada Sunnahnya setelah rasul wafat. Dalam konteks bermasyarakat, berarti hal ini dikembalikan kepada pedoman-pedoman hukum yang sifatnya tertulis maupun hukum formal. 2. Perbedaan pendapat yang mengarah pada pertentangan dan permusuhan. Bentuk perselisihan seperti ini sangat tercela, bahkan Allah s.w.t. berfirman: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai- berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali „Imran: 105). Kebanyakan dari mereka yang berbeda dalam hal ini adalah mereka yang tidak tahu nan bodoh tentang dasar-dasar agama, mereka selalu berbeda dalam mendialogkan hal-hal yang sudah pokok (qath’i). Perlu ditegaskan disini adalah bahwa islam itu sudah jelas dan nyata.
  • 16. 16 Dari penjelasan tadi, maka perlu dirumuskan adab/ etika yang harus dipegang oleh setiap orang dalam melakukan penelitian masalah, dengan demikian hal ini dapat diintegrasikan dalam segenap sendi kehidupan berbangsa. Spirit perbedaan itu harus tetap berada dalam semangat mahabbah fillah (cinta karena Allah) ta'awun (kerja sama) untuk mencapai kebenaran. Sebelum berdialog, perlu diperhatikan bahwa berdialoglah yang bermutu dan bermanfaat saja. Menurut al-Qarni (2006:7), Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah mencari titik-titik kesamaan dalam berbagai ragam dialog. Titik kesamaan disini adalah persamaan persepsi, yang sama-sama mengatakan “persetujuan”. Lakukanlah dialog secara bertahap dan urut sesuai dengan permasalahan yang ada. Perlu ditegaskan adalah; bagi yang tengah melakukan dialog dan mengalami kebuntuan karena berbeda pendapat, hendaknya ia menghentikan dialognya, karena ada sebagian manusia yang tetap keras kepala, congkak dan tidak mau menerima dalil-dalil dan argument yang sahih dan kuat. Namun, kita juga tidak boleh serta merta meninggalkannya dan memperlakukan secara kasar. Yang lebih penting lagi disini adalah tidak mendahului fardhu ain (yang harus dikerjakan setiap orang) dengan fardhu kifayah yang menjadi otoritasnya dalam standar syar'iy. Ada ulama yang mengatakan : Barang siapa yang belum melaksanakan fardhu ain lalu ia menyibukkan diri dengan fardhu kifayah, dan menganggapnya mencari kebenaran, maka anggapannya itu dusta. Disini akan dipaparkan berbagai adab/ etika pokok dalam berdialog”. 1. Ikhlas Hendaknya kedua/ lebih pihak menyingkirkan ego masing-masing (fanatisme sempit). Logikanya, orang yang terlalu fanatik terhadap kelompoknya, madzhabnya, atau pemikirannya, tidak akan menerima pendapat orang lain dengan lapang dada. Dalam hal ini, perlu diperjelas lagi bahwa tujuan dari sebuah dialog adalah mencari kebenaran. Dengan demikian, sikap ikhlas disini mutlak diperlukan. 2. Mempunyai Dalil yang Kuat Dengan dalil yang kuat, sesorang akan mempertahankan pendapatnya dengan penuh keyakinan. Dalil dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dalil
  • 17. 17 aqli (logika) yang kuat dan dalil naqli (Al-Qur‟an dan Hadis) yang benar. Dalam berdialog, seorang pendialog pun harus dituntut dapat menjelaskan letak keabsahan dalil yang digunakan. 3. Kebenaran Suatu pendapat Adalah Kabur Pendapat seorang itu tidaklah benar seratus persen. Maka janganlah kita menyombongkan diri dengan pendapat yang kita lontarkan, dengan meremehkan pendapat orang lain. Terkait dengan hal ini, Ibn Qudamah menulis di dalam al-Mughni: Orang-orang yang berilmu tidak akan memusuhi orang yang berlainan pendapat dengannya dalam masalah- masalah yang dapat diperdebatkan. 4. Tidak Melakukan Diskusi Kecuali Dengan Orang yang Dianggap Akan Dapat Diambil Ilmunya. Janganlah sekali-kali mencari lawan dialog yang bodoh dan bebal, serta keras kepala karena dampak negatifnya lebih besar dibanding dengan manfaatnya, bahkan untuk kemaslahatan umat. Hal ini pula yang digunakan para ahli bid’ah dalam menyalurkan kesesatannya melalui dialog yang dilakukan pada orang-orang bodoh sehingga merekapun mengikutinya. Jelas, bahwa tingkat keilmuan keagamaan mutlak diperlukan dalam sebuah dialog. 5. Melakukan Dialog Dengan Baik dan Sopan Kesopanan merupakan etika dialog yang harus tetap selalu dipelihara. Dalam kitab Ihya‟ nya, Abu Hamid al Ghazali mengingatkan: “Kalian hanya mengajaknya berdialog. Maka jangan sekali-kali menyinggung masalah pribadinya, kedudukannya ataupun akhlaknya. Tetaplah pada masalah yang diperdebatkan”. Jelas bahwa disini terkandung pokok- pokok kesopanan dengan menghormati lawan bicara dengan baik dan sungguh-sungguh.
  • 18. 18 4.3 Dialog dan Persatuan Bangsa Pada kenyataannya, pluralisme memang terus berkembang. Tapi sayangnya masyarakat belum siap secara mental, sosial dan kultural untuk hidup berdampingan dalam ruang keanekaragaman/ pluralitas. Sehubungan dengan itu, sering terjadi perseteruan antar kelompok, seperti kasus Ambon, Aceh, Sampit, Poso, dan kerusuhan lainnya masih sering terjadi, bahkan sampai saat ini. Semua ini tidak hanya mencemaskan masyarakat sekitarnya, tetapi juga pada level bangsa Indonesia. Banyak analisis mengatakan kesemua itu disebabkan oleh persoalan ekonomi, kelompok politik, dan ketidak sepahaman atas ideologi yang mereka anut. Bila ini dibiarkan terus-menerus, maka akan membahayakan dan menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa. Dari berbagai persitiwa tadi, sesungguhnya sangat diperlukan suatu dialog serta kerjasama antaragama, etnis, golongan, ataupun yang lainnya menjadi jalan tengah dalam meminimalisai ketegangan. Sekalipun pemahaman teologi berbeda, tidak ada jalan buntu untuk mencoba mengerti perbedaan itu, dan dialog menjadi sangat penting dilakukan. Dialog dapat dikatakan sebagai jalan untuk menemukan bahasa yang sama, tetapi dengan kata-kata yang berbeda. Dialog yang beretika tentu akan melahirkan kedewasaan dalam melihat atmosfir perbedaan. Tidak lagi apriori apalagi menghujat kelompok agama dan etnis lain, kerana itu merupakan malapetaka persatuan kehidupan berbangsa kita (Helmanita, 2003:40-41)
  • 19. 19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Dialog merupakan jalan dalam meredam suatu konflik sehingga menyajikan suatu permasalahan ke arah kebenaran. Melalui dialog, kita bisa mengarahkan akal manusia kepada Allah. Dialog yang beretika juga akan membuat kita dapat diterima, didengar, dan dihormati manusia. 2. Berbagai bentuk dialog sangat perlu dilakukan dan dimaksimalkan. Diantaranya yang bisa dilakukan adalah secara kontinuitas dan berkesinambungan. Serta rasa pengertian dalam kerjasama (ta’awun), yang dalam pandangan Islam adalah suatu keindahan. Kerjasama disini digunakan untuk mengakomodir berbagai kepentingan yang berbeda dari sudut pandang etnis, ras, dan agama. Karena masalah kerjasama itu sendiri lahir dalam kaitan perbedaan yang berhubungan langsung dengan ras maupun agama. 5.1 Saran 1. Diperlukan dialog sebagai terapan aplikatif, yang dapat mengembalikan esensi dari kehidupan beragama pada tindakan yang tidak mengharuskan hukum, serta dogmatisme masing-masing agama. Hal ini dapat diwadahi oleh lembaga tertentu sebagai mediatornya. 2. Dibutuhkan pemahaman beragama yang bersifat fungsional konkret sosial (berteologi dalam konteks), sehingga sangat bermanfaat dalam memecahkan suatu permasalahan. 3. Dibutuhkan pemahaman sejak dini dalam pembelajaran keagamaan serta kemasyarakatan pada diri individu. Disini bukan hanya dari kalangan orang tua dan keluarga, tetapi juga perlu dilakukan oleh segenap pihak elemen masyarakat, para tokoh dan pemerintah, sehingga tujuan persatuan dalam menopang pembangunan berkelanjutan dapat terwujud.
  • 20. 20 DAFTAR PUSTAKA Al-Quran dan Terjemahannya. Aisyah, Siti. 2009. Kritik Implementasi Dialog Islam, (Online), (www.scribd.com, dikases tanggal 25 Juni 2009). Al-Ghazali, Syeikh Muhammad.1984. Tentang Perbedaan yang Ada. DalamAl-Ridlawi, Sayyid Murtadla (Ed.), Membina Kerukunan Muslimin (halaman 17-19). Jakarta: Anggota IKAPI. .1984. Seruan ke Arah Persatuan Islam. DalamAl-Ridlawi, Sayyid Murtadla (Ed.), Membina Kerukunan Muslimin (halaman 17-19). Jakarta: Anggota IKAPI. Al-Qarni, „Aidh. 2006. Terampil Berdialog, Etika dan Strateginya. Terjemahan. Yodi Indrayadi. 2006. Jakarta: Anggota IKAPI DKI. Al-Razi. 1990. Dialog Tentang Tuhan dan Nabi. Terjemahan. Masykur Ab, Ahmad Shaleh. 1990. Jakarta: Gema Insani. Anonimous. 2006. Dialog Dalam Semangat Permusuhan, (Online), (www.swaramuslim.net, diakses tanggal 20 Juni 2009). Anonimous. 2008. Etika Dalam Berkomunikasi, (Online), (www.organisasi.org, diakses tanggal 25 Juni 2009). Anonimous. 2008. Teori Integrasi (Online), (subpokbarab.wordpress com.htm, diakses tanggal 25 Juni). Anonimous. 2009. Etika Profesi dan Budi Pekerti, (Online), (www.filsafat.ugm.ac.id, diakses tanggal 25 Juni 2009). Anonimous. 2009. Pluralitas dan Pluralisme Agama, (Online), (www.uin.ac.id, diakses tanggal 25 Juni 2009). Charris Zubair, Achmad. 2009. Agama Menurut Sudut Tinjauan Etika Dalam Wacana Politik Indonesia, (Online), (www.endosri.co.cc, diakses tanggal 25 Juni 2009). Goldberg, A. Alvin, & Larson, Carl. E. 1985. Komunikasi Kelompok, Proses-proses Diskusi dan Penerapannya. Terjemahan.
  • 21. 21 Koesdarini Soemiati, Gary R. Yusuf. 1985. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Helmanita, Karlina. 2003. Pluralisme dan Inklusivisme Islam di Indonesia. Jakarta: PBB UIN. Hidayat, Balda. 2008. Etika Dialog Dalam Islam, (Online), (www.darushollah.com, diakses tanggal 20 Juni 2009). L.Berger et.al.,19881988. Teori Masyarakat: proses peradaban dalam sistem dunia modern. Tenerjemahan: Thomas Rieger. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia (YOI). Mahmud, Seikh Syaltut.1984. Kesatuan Islam. DalamAl-Ridlawi, Sayyid Murtadla (Ed.), Membina Kerukunan Muslimin (halaman 17- 19). Jakarta: Anggota IKAPI. Morris, Charles. 1964. Varieties of Human Value. Chambridge, Mass:The M.I.T. Press. Republika Newsroom. 2009. Dialog Antaragama Pentingnya Toleransi Dalam Perbedaan, (Online), (www.republika.co.id, diakses tanggal 20 Juni 2009). Syamsuddin, Nazaruddin. Integrasi dan Ketehanan Nasional di Indonesia (Lemhanas, Jakarta1994,hal3). TW, HG. Suseno. 2009. Kebebasan dan Pluralitas Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Bangsa Indonesia, (Online), (www. hagaseno files.wordpress.com, diakses tanggal 25 Juni 2009). Wajdiy, Muhammad Farid.1984. Tentang Kerukunan Menurut Islam. DalamAl-Ridlawi, Sayyid Murtadla (Ed.), Membina Kerukunan Muslimin (halaman 17-19). Jakarta: Anggota IKAPI.