SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 6
Menggapai Cita-Cita/Mimpi
Tujuan :
 Memahami makna tentang menggapai cita-cita/mimpi
 Mengetahui bagaimana cara kita untuk menggapai cita-cita/mimpi
 Mampu
Rincian Bahasan
HIDUP manusia bisa diibaratkan sebatang rokok. Api rokok adalah semangat yang
membutuhkan waktu untuk membakar batang rokok. Abu rokok adalah kegagalan
yang jatuh ke bawah dalam upaya mengeluarkan asap rokok yang membumbung tinggi
ibarat sebuah cita-cita. Begitulah manusia hidup, butuh waktu, punya semangat, dan
kadangkala mengalami kegagalan dalam menggapai cita-citanya. Tidak ada
kesuksesan hidup yang digapai secara instan.
Untuk menggapai cita-cita, tujuan, atau harapan dalam hidupnya manusia senantiasa
berusaha (ikhtiar). Agar usahanya terasa maksimal, dibuatlah berbagai program,
target, atau langkah-langkah yang ditempuh. Namun kenyataan hidup mengajarkan,
apa yang dilakukan kadangkala tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Usaha tidak
sebanding dengan hasil yang diinginkan. Rencana dan target kehidupan, hasilnya jauh
diluar perkiraan. Inilah yang kita sebut dengan satu kata: kegagalan!
Memaknai Kegagalan
Kegagalan adalah bukti bahwa manusia memiliki keterbatasan dan kelemahan.
Manusia hanya wajib berusaha tetapi tidak wajib untuk berhasil. Manusia boleh
berencana, namun garis (takdir) kehidupan telah punya rencananya sendiri. Di sini,
kegagalan dalam hidup mengajarkan satu hal kepada kita, bahwa kita manusia adalah
makhluk yang jauh dari kesempurnaan. Yang sempurna hanyalah pemilik diri dan jiwa
manusia, dialah Allah SWT.
Di saat kegagalan sebagai akhir dari usaha yang didapatkan, suasana yang
menyelimuti diri adalah resah, kecewa, bahkan putus asa. Kondisi saat itu
memerlukan tempat kita bersandar, nasihat yang memotivasi, dan kekuatan untuk
bangkit kembali. Sehingga harapan-harapan baru muncul sebagai pemantik potensi
yang kembali melahirkan aksi. Disinilah rekonstruksi visi sangat penting sekali. Visi
hidup, terutama sebagai Muslim sejati, tidak terbatas di dunia ini tapi jauh
menembus kehidupan ukhrawi.
Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri,
sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap atau berputus asa.
Karena pergantian waktu senantisa memberi nasihat, bahwa harapan masih ada jika
nafas dan kesadaran masih ada. Berhenti berharap, larut dalam alunan keputus-
asaan, adalah sebuah dosa dan bentuk mentalitas kekufuran (QS. Yusuf: 87).
Padahal janji Allah SWT terhadap insan yang senantiasa menjaga harapan telah
dinyatakan. Allah SWT berfirman:
“Berharaplah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan harapanmu sekalian.” (QS.
Almukmin: 60). Allah SWT akan mengabulkan harapan bagi siapa saja yang berharap
hanya kepada-Nya (QS. Al Baqarah: 186).
Cara Allah SWT mewujudkan harapan
Persoalannya, yang sering alfa dalam pengetahuan sebagian orang adalah, bagaimana
Allah SWT memperkenan atau mewujudkan harapan-harapan itu? Pemahaman
terhadap jawaban pertanyaan ini penting, agar terhindar dari prasangka buruk
(su’uzzhan) terhadap diri apatah lagi terhadap Allah SWT.
Dalam hadits riwayat Ahmad dan al-Hakim dari Abu Sa’id dijelaskan oleh Rasulullah
SAW tiga cara Allah SWT mengabulkan setiap harapan atau do’a hamba-Nya.
Dengan catatan, seorang hamba tersebut tidak memutuskan hubungan silaturrahim
dan melakukan dosa besar. Cara Allah SWT mengabulkan harapan (do’a) tersebut
adalah:
Pertama, harapan itu langsung dikabulkan atau dalam waktu yang tidak berapa lama.
Di antara golongan manusia yang mendapat prioritas cepatnya terkabul harapannya,
sesuai dengan beberapa penjelasan hadits Rasulullah SAW yaitu orangtua, orang
yang teraniaya, pemimpin yang adil, juga harapan kebaikan dari seseorang kepada
orang lain yang jauh dari dirinya. Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seorang
Muslim mendo’akan saudaranya yang tidak berada dihadapannya, melainkan malaikat
akan berkata: ‘Dan engkau juga mendapatkan yang seperti itu." (HR. Muslim).
Kedua, harapan itu ditunda di dunia dan menjadi tabungan pahala yang akan
diterima di akhirat nanti. Seringkali misalnya, keadilan di dunia sulit didapatkan,
namun percayalah keadilan akhirat pasti ada. Pengadilan akhirat tidak pernah
pandang bulu bahkan menerima sogokan dalam memvonis kasus kehidupan di dunia.
Kesadaran ini seharusnya memupuk optimis atau harapan dalam hidup. Sebab,
senantiasa berharap (raja’) atas nikmat dan ridho dari Allah SWT merupakan akhlak
yang terpuji yang mampu memupuk keimanan dan mendekatkan diri seorang hamba
kepada-Nya. Hasil kebaikan ini senantiasa akan mendapatkan balasannya. Tidak di
dunia, di akhirat pasti.
Ketiga, dijauhkan dari keburukan yang sebanding dengan harapan itu. Dengan kata
lain, Allah SWT mengabulkan harapan dengan mengganti sesuatu yang tidak pernah
kita bayangkan, yaitu terhindar dari musibah yang seharusnya menimpa kita. Atau
mengganti harapan itu dengan sesuatu yang tidak pernah kita harapkan. Mengapa?
Karena Allah SWT lebih tahu apa yang terbaik bagi kehidupan hamba-Nya (QS. Al
Baqarah: 216). Sebab, Dia-lah zat yang menguasai yang awal, yang akhir, yang zahir,
yang bathin, dan Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al Hadid: 3).
Rencana Allah SWT lebih hebat
Apa yang diharapkan oleh seorang hamba boleh jadi hal itu sesuatu yang buruk
baginya. Sebaliknya, apa yang tidak diharapkan boleh jadi itulah yang terbaik untuk
kita.
Perhatikanlah firman Allah SWT yang mulia ini.
‫ك‬ُ‫ت‬ِ‫ب‬َ ‫ك‬‫ل‬‫ي‬ْ‫ك‬ُ‫م‬ُُ ‫ك‬ْ‫ق‬ُ‫ب‬ِ‫ا‬ْ ُ ‫ك‬ُ‫ه‬‫و‬َُ ‫ك‬ُ‫ر‬ ْ‫ه‬َ ‫ك‬ْ‫ل‬‫ي‬ ‫و‬ُ‫ع‬َُُُ ‫أ‬ُ‫ن‬ ‫ك‬ُْ‫ه‬‫و‬ُ‫ه‬ْ‫ي‬ُْ ‫ك‬َ‫ق‬ْْ‫ك‬ًُ ‫ك‬ُ‫ه‬‫و‬َُ ‫ك‬ُ‫ه‬ْ‫ك‬ٌُ ‫ك‬ْ‫ل‬‫ي‬
‫و‬ُ‫ع‬َُُُ ‫أ‬ُ‫ن‬ ‫ك‬ُْ‫ه‬‫ب‬ُّ ِ‫ا‬ْ ‫ك‬َ‫ق‬ْْ‫ك‬ًُ ‫ك‬ُ‫ه‬‫و‬َُ ‫ك‬َ‫ه‬ًُ ‫ك‬ْ‫ل‬‫ي‬ ‫ك‬‫ا‬‫ُلل‬َُ ‫ك‬‫ل‬ُ‫م‬ْ‫م‬ُُ ‫ك‬ْ‫ل‬‫تب‬ُ‫ن‬َُ ‫ك‬َُ ‫هأُك‬َُ‫م‬ْ‫م‬ُْ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu
mencintai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu. (Mengapa?) Allah maha
mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Albaqarah: 216).
Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa, rencana Allah SWT terhadap diri kita
lebih hebat dari rencana yang kita buat. Oleh sebab itu, logis jika kita dilarang
berhenti berharap karena hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan apapun.
Ada di antara kita, bahkan boleh jadi kita pernah melakukannya. Mengeluh dan
dengan tega mengatakan: “Saya tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa lagi dalam
hidup ini”.
Padahal, bumi masih gratis untuk kita pijak. Langit tidak dibayar memayungi kita.
Oksigen masih tersedia untuk nafas kita. Angin masih kita rasakan hembusannya.
Waktu masih tersisa untuk berkarya. Raga masih ada bukti kita nyata. Lalu,
pantaskah kita mendustakan nikmat Allah SWT tanpa ada alasan? Allah SWT
berulang kali mempertanyakan persoalan ini agar kita senantiasa bersyukur dan
berpikir (perhatikan QS. Ar Rahman).
Segalanya Indah
Akhirnya, kehidupan yang kita lalui akan senantiasa bermuara kepada dua hal, yakni
bahagia dan kecewa. Begitulah kodrat perasaan manusia. Namun rasa bahagia dan
kecewa bisa menjerumuskan manusia ke dalam kubang kemaksiatan bila hal itu tidak
disikapi dengan bijak. Karenanya, seorang Muslim harus mampu menjaga keadaan
dirinya dalam kondisi apapun untuk senantiasa menumbuhkan ladang kebaikan dan
pahala. Caranya, senantiasa berdzikir dengan menjadikan sabar dan shalat sebagai
perantara untuk menghadirkan pertolongan Allah SWT (QS. Albaqarah: 153).
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh menakjubkan perkara
orang-orang mukmin. Karena segala urusannya merupakan kebaikan. Ketika mendapat
nikmat ia bersyukur, karena bersyukur itu baik baginya. Ketika mendapatkan
musibah ia bersabar, karena sabar itu juga baik bagi dirinya."
Karya besar bermula dari mimpi-mimpi besar
Mimpi hari ini adalah keberhasilan esok (Hasan Al Banna). Ada pelajaran berharga
yang bisa kita ambil dari kata-kata tersebut bahwa tetaplah bermimpi, karena
mimpi itu akan menjadi energi dahsyat untuk mewujudkannya. Ada perbedaan
pendapat di kalangan ulama dalam menggunakan kata “mimpi”, yang kemudian ada
yang mengganti kata mimpi dengan “cita-cita tertinggi dalam hidup”.
Ada sebuah cerita tentang perjuangan para pilot yang sedang melalui masa ujian,
menembus ketinggian terbang sampai lapisan stratosfer, mendaki ketinggian yang
tak pernah terbayangkan dengan pesawat jet atau roket, memiliki ungkapan yang
biasa digunakan untuk mengekspresikan dunia mereka.
Mereka menyebutnya “membuat lubang di langit”. Mereka saja yang notabene orang-
orang kuffar PeDe untuk bercita-cita tinggi, kita yang muslim seharusnya lebih baik
dari mereka. Itulah yang seharusnya kita lakukan dengan hidup kita, mendaki sampai
ke balik kehidupan yang terlalu biasa dan membosankan, untuk meraih lebih dari
yang dijalani sehari-hari. Namun yang lebih sering terjadi adalah, kita menetapkan
cita-cita yang terlalu rendah, sehingga yang kita peroleh dalam kehidupan pun hanya
sesuatu yang biasa-biasa saja.
“Kita ini manusia”, begitu kita menyebut diri kita ini. “Langit itu terlalu tinggi untuk
bisa dilubangi.” Kemustahilan seperti inilah yang seringkali menghentikan kita.
Tetapi, sesungguhnya tantangan kemustahilan seperti itulah yang telah membawa
kehidupan ini keluar dari sifatnya yang biasa dan memasuki jalan tol yang kemudian
membawa kita meraih tujuan kita.
Cita-cita tertinggi dalam hidup
Sesuatu yang besar dapat dicapai dengan obsesi dan cita-cita yang besar.
Kedewasaan adalah hasil proses pemikiran, pengalaman, tekad, latihan, dan segala
usaha untuk menjadi lebih besar.
Prestasi-prestasi besar tidak muncul dari cita-cita yang kecil, tekad yang lemah,
dan usaha yang setengah-setengah. Semakin tinggi nilai sesuatu, semakin mahal
harganya. Bila ingin mencapai surga yang tertinggi di akhirat, maka seseorang harus
berada pada posisi tertinggi dunia (M. Ahmad Rasyid cit Hartono). Jadilah seperti
Elang, berani sendirian dan terbang lebih tinggi dari burung lainnya. Berani! Niscaya
kau akan lebih tinggi.
Sejarah peradaban telah membuktikan bahwa orang-orang besar pada kenyataannya
mereka memiliki cita-cita yang tinggi. Kemudian dengan segenap usaha dan
kesungguhannya, berhasil mencapai harapan dan cita-cita besar yang dicanangkan
itu.
Orang-orang yang memiliki kesungguhan yang tinggi akan mengorbankan jiwa dan
segala apa yang berharga untuk mendapatkan tujuannya dan mewujudkan cita-
citanya, karena ia tahu bahwa kemuliaan itu tergantung pada penghalang-penghalang
yang merintanginya. Dan sesungguhnya kebaikan tidak akan didapatkan kecuali
dengan merasakan kesulitan, dan tujuan tidak tercapai kecuali dengan melintasi
jembatan keletihan, maka:
“... Beramalah kalian, maka ALLAH, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin akan melihat
amalmu.” (QS. At-Taubah: 105).
Maka, Berkaryalah kalian, maka ALLAH, Rasulnya dan orang-orang mukmin akan
melihat karyamu.
Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah Motivasi
Semua yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits adalah motivasi (kata ustadzahku). Al-
Qur’an secara eksplisit dan implisit menyuruh kita untuk mampu memotivasi diri.
Sebaliknya mengecam orang yang terlalu tergantung pada motivasi orang lain,
sehingga cenderung menyalahkan orang lain sebagai akibat kemalasan dan
kegagalannya.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”(QS.Ar-
Ra’du:11).”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa
berat...”(QS.At-Taubah:41).
”Dan barangsiapa berjihad (bersungguh-sungguh), maka sesungguhnya jihad itu
adalah untuk dirinya sendiri..”(QS.Al-‘ankabut:6).”...Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”(QS.Yusuf:87). “atau agar kamu
tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan
(ALLAH) sejak dahulu, sedang kami adalah anak-anak keturunan yang (datang)
sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang sesat dahulu?” (QS. Al-A’raf: 173).
Rasulullah adalah seorang yang terampil memotivasi dirinya sendiri. Berbagai bentuk
ibadah (seperti shalat, doa, dzikir, shaum, dsb) yang beliau lakukan mampu menjadi
pemicu timbulnya motivasi yang tinggi dalam hidup beliau, bahkan motivasi yang
tinggi tersebut beliau tularkan kepada para sahabatnya, sehingga sahabat menjadi
manusia-manusia yang memiliki motivasi dosis tinggi dalam hidupnya.
Akhirnya kemampuan memotivasi diri akan membuat kita menjadi orang yang sukses
di dunia dan akhirat. Jika kita ingin sukses di dunia, kita butuh motivasi yang tinggi
untuk mencapainya. Jika kita ingin sukses di akhirat, kita juga butuh motivasi yang
tinggi untuk meraihnya. Motivasi yang tinggi hanya bisa diperoleh dari memotivasi
diri sendiri, bukan menunggu dimotivasi orang lain.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados (18)

Pai
PaiPai
Pai
 
Qabadh dan basath
Qabadh dan basathQabadh dan basath
Qabadh dan basath
 
untukmu teman
untukmu temanuntukmu teman
untukmu teman
 
Ppt taubat dan raja
Ppt taubat dan rajaPpt taubat dan raja
Ppt taubat dan raja
 
Khutbah jumaat rasulullah sempena ramadhan
Khutbah jumaat rasulullah sempena ramadhanKhutbah jumaat rasulullah sempena ramadhan
Khutbah jumaat rasulullah sempena ramadhan
 
Lalu gilang rahmadi hamid l1 b021048_uas_PAI
Lalu gilang rahmadi hamid l1 b021048_uas_PAILalu gilang rahmadi hamid l1 b021048_uas_PAI
Lalu gilang rahmadi hamid l1 b021048_uas_PAI
 
Quote
QuoteQuote
Quote
 
PENDIDIKAN ISLAM TING.2
PENDIDIKAN ISLAM TING.2PENDIDIKAN ISLAM TING.2
PENDIDIKAN ISLAM TING.2
 
Ujian hidup
Ujian hidupUjian hidup
Ujian hidup
 
Disiplin
DisiplinDisiplin
Disiplin
 
bahagia terletak pada sifat reda
bahagia terletak pada sifat redabahagia terletak pada sifat reda
bahagia terletak pada sifat reda
 
Muhasabah anestesi
Muhasabah anestesiMuhasabah anestesi
Muhasabah anestesi
 
Calon Ahli Syurga dan Neraka
Calon Ahli Syurga dan NerakaCalon Ahli Syurga dan Neraka
Calon Ahli Syurga dan Neraka
 
Khutbah nikah
Khutbah nikahKhutbah nikah
Khutbah nikah
 
Menjadi kaya-dalam-40-hari
Menjadi kaya-dalam-40-hariMenjadi kaya-dalam-40-hari
Menjadi kaya-dalam-40-hari
 
Khutbah nikah farisa
Khutbah nikah farisaKhutbah nikah farisa
Khutbah nikah farisa
 
Bersihkan hati menuju fitrah insani umy
Bersihkan hati menuju fitrah insani umyBersihkan hati menuju fitrah insani umy
Bersihkan hati menuju fitrah insani umy
 
Doa penyejuk ji wa
Doa penyejuk ji waDoa penyejuk ji wa
Doa penyejuk ji wa
 

Semelhante a mencintai lingkungan

Semelhante a mencintai lingkungan (20)

Apakah kegagalan itu
Apakah kegagalan ituApakah kegagalan itu
Apakah kegagalan itu
 
Azam Tahun Baru!
Azam Tahun Baru!Azam Tahun Baru!
Azam Tahun Baru!
 
What the best farmer
What the best farmerWhat the best farmer
What the best farmer
 
What the best farmer
What the best farmerWhat the best farmer
What the best farmer
 
Muhasabah doc
Muhasabah docMuhasabah doc
Muhasabah doc
 
Keutamaan Sedekah.pptx
Keutamaan Sedekah.pptxKeutamaan Sedekah.pptx
Keutamaan Sedekah.pptx
 
Dasyatnya istighfar
Dasyatnya istighfarDasyatnya istighfar
Dasyatnya istighfar
 
Muhasabah doc
Muhasabah docMuhasabah doc
Muhasabah doc
 
al islam semester 1 kelas 11
al islam semester 1 kelas 11al islam semester 1 kelas 11
al islam semester 1 kelas 11
 
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...
 
Tawazun - Keseimbangan
Tawazun - KeseimbanganTawazun - Keseimbangan
Tawazun - Keseimbangan
 
Kata hikmah 1
Kata hikmah 1Kata hikmah 1
Kata hikmah 1
 
Modul 3 pai xii lb
Modul 3 pai xii lbModul 3 pai xii lb
Modul 3 pai xii lb
 
Asmaul Husna'
Asmaul Husna'Asmaul Husna'
Asmaul Husna'
 
Asmaul Husna'
Asmaul Husna'Asmaul Husna'
Asmaul Husna'
 
Materi
MateriMateri
Materi
 
Never give up
Never give upNever give up
Never give up
 
Jangan pernah berputus asa
Jangan pernah berputus asaJangan pernah berputus asa
Jangan pernah berputus asa
 
Motivasi 1
Motivasi 1Motivasi 1
Motivasi 1
 
Memahami makna kesuksesan
Memahami makna kesuksesanMemahami makna kesuksesan
Memahami makna kesuksesan
 

mencintai lingkungan

  • 1. Menggapai Cita-Cita/Mimpi Tujuan :  Memahami makna tentang menggapai cita-cita/mimpi  Mengetahui bagaimana cara kita untuk menggapai cita-cita/mimpi  Mampu Rincian Bahasan HIDUP manusia bisa diibaratkan sebatang rokok. Api rokok adalah semangat yang membutuhkan waktu untuk membakar batang rokok. Abu rokok adalah kegagalan yang jatuh ke bawah dalam upaya mengeluarkan asap rokok yang membumbung tinggi ibarat sebuah cita-cita. Begitulah manusia hidup, butuh waktu, punya semangat, dan kadangkala mengalami kegagalan dalam menggapai cita-citanya. Tidak ada kesuksesan hidup yang digapai secara instan. Untuk menggapai cita-cita, tujuan, atau harapan dalam hidupnya manusia senantiasa berusaha (ikhtiar). Agar usahanya terasa maksimal, dibuatlah berbagai program, target, atau langkah-langkah yang ditempuh. Namun kenyataan hidup mengajarkan, apa yang dilakukan kadangkala tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Usaha tidak sebanding dengan hasil yang diinginkan. Rencana dan target kehidupan, hasilnya jauh diluar perkiraan. Inilah yang kita sebut dengan satu kata: kegagalan! Memaknai Kegagalan Kegagalan adalah bukti bahwa manusia memiliki keterbatasan dan kelemahan. Manusia hanya wajib berusaha tetapi tidak wajib untuk berhasil. Manusia boleh berencana, namun garis (takdir) kehidupan telah punya rencananya sendiri. Di sini, kegagalan dalam hidup mengajarkan satu hal kepada kita, bahwa kita manusia adalah makhluk yang jauh dari kesempurnaan. Yang sempurna hanyalah pemilik diri dan jiwa manusia, dialah Allah SWT. Di saat kegagalan sebagai akhir dari usaha yang didapatkan, suasana yang menyelimuti diri adalah resah, kecewa, bahkan putus asa. Kondisi saat itu memerlukan tempat kita bersandar, nasihat yang memotivasi, dan kekuatan untuk bangkit kembali. Sehingga harapan-harapan baru muncul sebagai pemantik potensi yang kembali melahirkan aksi. Disinilah rekonstruksi visi sangat penting sekali. Visi
  • 2. hidup, terutama sebagai Muslim sejati, tidak terbatas di dunia ini tapi jauh menembus kehidupan ukhrawi. Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap atau berputus asa. Karena pergantian waktu senantisa memberi nasihat, bahwa harapan masih ada jika nafas dan kesadaran masih ada. Berhenti berharap, larut dalam alunan keputus- asaan, adalah sebuah dosa dan bentuk mentalitas kekufuran (QS. Yusuf: 87). Padahal janji Allah SWT terhadap insan yang senantiasa menjaga harapan telah dinyatakan. Allah SWT berfirman: “Berharaplah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan harapanmu sekalian.” (QS. Almukmin: 60). Allah SWT akan mengabulkan harapan bagi siapa saja yang berharap hanya kepada-Nya (QS. Al Baqarah: 186). Cara Allah SWT mewujudkan harapan Persoalannya, yang sering alfa dalam pengetahuan sebagian orang adalah, bagaimana Allah SWT memperkenan atau mewujudkan harapan-harapan itu? Pemahaman terhadap jawaban pertanyaan ini penting, agar terhindar dari prasangka buruk (su’uzzhan) terhadap diri apatah lagi terhadap Allah SWT. Dalam hadits riwayat Ahmad dan al-Hakim dari Abu Sa’id dijelaskan oleh Rasulullah SAW tiga cara Allah SWT mengabulkan setiap harapan atau do’a hamba-Nya. Dengan catatan, seorang hamba tersebut tidak memutuskan hubungan silaturrahim dan melakukan dosa besar. Cara Allah SWT mengabulkan harapan (do’a) tersebut adalah: Pertama, harapan itu langsung dikabulkan atau dalam waktu yang tidak berapa lama. Di antara golongan manusia yang mendapat prioritas cepatnya terkabul harapannya, sesuai dengan beberapa penjelasan hadits Rasulullah SAW yaitu orangtua, orang yang teraniaya, pemimpin yang adil, juga harapan kebaikan dari seseorang kepada orang lain yang jauh dari dirinya. Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seorang Muslim mendo’akan saudaranya yang tidak berada dihadapannya, melainkan malaikat akan berkata: ‘Dan engkau juga mendapatkan yang seperti itu." (HR. Muslim). Kedua, harapan itu ditunda di dunia dan menjadi tabungan pahala yang akan diterima di akhirat nanti. Seringkali misalnya, keadilan di dunia sulit didapatkan,
  • 3. namun percayalah keadilan akhirat pasti ada. Pengadilan akhirat tidak pernah pandang bulu bahkan menerima sogokan dalam memvonis kasus kehidupan di dunia. Kesadaran ini seharusnya memupuk optimis atau harapan dalam hidup. Sebab, senantiasa berharap (raja’) atas nikmat dan ridho dari Allah SWT merupakan akhlak yang terpuji yang mampu memupuk keimanan dan mendekatkan diri seorang hamba kepada-Nya. Hasil kebaikan ini senantiasa akan mendapatkan balasannya. Tidak di dunia, di akhirat pasti. Ketiga, dijauhkan dari keburukan yang sebanding dengan harapan itu. Dengan kata lain, Allah SWT mengabulkan harapan dengan mengganti sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan, yaitu terhindar dari musibah yang seharusnya menimpa kita. Atau mengganti harapan itu dengan sesuatu yang tidak pernah kita harapkan. Mengapa? Karena Allah SWT lebih tahu apa yang terbaik bagi kehidupan hamba-Nya (QS. Al Baqarah: 216). Sebab, Dia-lah zat yang menguasai yang awal, yang akhir, yang zahir, yang bathin, dan Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al Hadid: 3). Rencana Allah SWT lebih hebat Apa yang diharapkan oleh seorang hamba boleh jadi hal itu sesuatu yang buruk baginya. Sebaliknya, apa yang tidak diharapkan boleh jadi itulah yang terbaik untuk kita. Perhatikanlah firman Allah SWT yang mulia ini. ‫ك‬ُ‫ت‬ِ‫ب‬َ ‫ك‬‫ل‬‫ي‬ْ‫ك‬ُ‫م‬ُُ ‫ك‬ْ‫ق‬ُ‫ب‬ِ‫ا‬ْ ُ ‫ك‬ُ‫ه‬‫و‬َُ ‫ك‬ُ‫ر‬ ْ‫ه‬َ ‫ك‬ْ‫ل‬‫ي‬ ‫و‬ُ‫ع‬َُُُ ‫أ‬ُ‫ن‬ ‫ك‬ُْ‫ه‬‫و‬ُ‫ه‬ْ‫ي‬ُْ ‫ك‬َ‫ق‬ْْ‫ك‬ًُ ‫ك‬ُ‫ه‬‫و‬َُ ‫ك‬ُ‫ه‬ْ‫ك‬ٌُ ‫ك‬ْ‫ل‬‫ي‬ ‫و‬ُ‫ع‬َُُُ ‫أ‬ُ‫ن‬ ‫ك‬ُْ‫ه‬‫ب‬ُّ ِ‫ا‬ْ ‫ك‬َ‫ق‬ْْ‫ك‬ًُ ‫ك‬ُ‫ه‬‫و‬َُ ‫ك‬َ‫ه‬ًُ ‫ك‬ْ‫ل‬‫ي‬ ‫ك‬‫ا‬‫ُلل‬َُ ‫ك‬‫ل‬ُ‫م‬ْ‫م‬ُُ ‫ك‬ْ‫ل‬‫تب‬ُ‫ن‬َُ ‫ك‬َُ ‫هأُك‬َُ‫م‬ْ‫م‬ُْ “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu. (Mengapa?) Allah maha mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Albaqarah: 216). Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa, rencana Allah SWT terhadap diri kita lebih hebat dari rencana yang kita buat. Oleh sebab itu, logis jika kita dilarang berhenti berharap karena hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan apapun. Ada di antara kita, bahkan boleh jadi kita pernah melakukannya. Mengeluh dan dengan tega mengatakan: “Saya tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa lagi dalam hidup ini”.
  • 4. Padahal, bumi masih gratis untuk kita pijak. Langit tidak dibayar memayungi kita. Oksigen masih tersedia untuk nafas kita. Angin masih kita rasakan hembusannya. Waktu masih tersisa untuk berkarya. Raga masih ada bukti kita nyata. Lalu, pantaskah kita mendustakan nikmat Allah SWT tanpa ada alasan? Allah SWT berulang kali mempertanyakan persoalan ini agar kita senantiasa bersyukur dan berpikir (perhatikan QS. Ar Rahman). Segalanya Indah Akhirnya, kehidupan yang kita lalui akan senantiasa bermuara kepada dua hal, yakni bahagia dan kecewa. Begitulah kodrat perasaan manusia. Namun rasa bahagia dan kecewa bisa menjerumuskan manusia ke dalam kubang kemaksiatan bila hal itu tidak disikapi dengan bijak. Karenanya, seorang Muslim harus mampu menjaga keadaan dirinya dalam kondisi apapun untuk senantiasa menumbuhkan ladang kebaikan dan pahala. Caranya, senantiasa berdzikir dengan menjadikan sabar dan shalat sebagai perantara untuk menghadirkan pertolongan Allah SWT (QS. Albaqarah: 153). Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh menakjubkan perkara orang-orang mukmin. Karena segala urusannya merupakan kebaikan. Ketika mendapat nikmat ia bersyukur, karena bersyukur itu baik baginya. Ketika mendapatkan musibah ia bersabar, karena sabar itu juga baik bagi dirinya." Karya besar bermula dari mimpi-mimpi besar Mimpi hari ini adalah keberhasilan esok (Hasan Al Banna). Ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari kata-kata tersebut bahwa tetaplah bermimpi, karena mimpi itu akan menjadi energi dahsyat untuk mewujudkannya. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menggunakan kata “mimpi”, yang kemudian ada yang mengganti kata mimpi dengan “cita-cita tertinggi dalam hidup”. Ada sebuah cerita tentang perjuangan para pilot yang sedang melalui masa ujian, menembus ketinggian terbang sampai lapisan stratosfer, mendaki ketinggian yang tak pernah terbayangkan dengan pesawat jet atau roket, memiliki ungkapan yang biasa digunakan untuk mengekspresikan dunia mereka. Mereka menyebutnya “membuat lubang di langit”. Mereka saja yang notabene orang- orang kuffar PeDe untuk bercita-cita tinggi, kita yang muslim seharusnya lebih baik
  • 5. dari mereka. Itulah yang seharusnya kita lakukan dengan hidup kita, mendaki sampai ke balik kehidupan yang terlalu biasa dan membosankan, untuk meraih lebih dari yang dijalani sehari-hari. Namun yang lebih sering terjadi adalah, kita menetapkan cita-cita yang terlalu rendah, sehingga yang kita peroleh dalam kehidupan pun hanya sesuatu yang biasa-biasa saja. “Kita ini manusia”, begitu kita menyebut diri kita ini. “Langit itu terlalu tinggi untuk bisa dilubangi.” Kemustahilan seperti inilah yang seringkali menghentikan kita. Tetapi, sesungguhnya tantangan kemustahilan seperti itulah yang telah membawa kehidupan ini keluar dari sifatnya yang biasa dan memasuki jalan tol yang kemudian membawa kita meraih tujuan kita. Cita-cita tertinggi dalam hidup Sesuatu yang besar dapat dicapai dengan obsesi dan cita-cita yang besar. Kedewasaan adalah hasil proses pemikiran, pengalaman, tekad, latihan, dan segala usaha untuk menjadi lebih besar. Prestasi-prestasi besar tidak muncul dari cita-cita yang kecil, tekad yang lemah, dan usaha yang setengah-setengah. Semakin tinggi nilai sesuatu, semakin mahal harganya. Bila ingin mencapai surga yang tertinggi di akhirat, maka seseorang harus berada pada posisi tertinggi dunia (M. Ahmad Rasyid cit Hartono). Jadilah seperti Elang, berani sendirian dan terbang lebih tinggi dari burung lainnya. Berani! Niscaya kau akan lebih tinggi. Sejarah peradaban telah membuktikan bahwa orang-orang besar pada kenyataannya mereka memiliki cita-cita yang tinggi. Kemudian dengan segenap usaha dan kesungguhannya, berhasil mencapai harapan dan cita-cita besar yang dicanangkan itu. Orang-orang yang memiliki kesungguhan yang tinggi akan mengorbankan jiwa dan segala apa yang berharga untuk mendapatkan tujuannya dan mewujudkan cita- citanya, karena ia tahu bahwa kemuliaan itu tergantung pada penghalang-penghalang yang merintanginya. Dan sesungguhnya kebaikan tidak akan didapatkan kecuali dengan merasakan kesulitan, dan tujuan tidak tercapai kecuali dengan melintasi jembatan keletihan, maka: “... Beramalah kalian, maka ALLAH, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin akan melihat amalmu.” (QS. At-Taubah: 105). Maka, Berkaryalah kalian, maka ALLAH, Rasulnya dan orang-orang mukmin akan melihat karyamu.
  • 6. Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah Motivasi Semua yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits adalah motivasi (kata ustadzahku). Al- Qur’an secara eksplisit dan implisit menyuruh kita untuk mampu memotivasi diri. Sebaliknya mengecam orang yang terlalu tergantung pada motivasi orang lain, sehingga cenderung menyalahkan orang lain sebagai akibat kemalasan dan kegagalannya. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”(QS.Ar- Ra’du:11).”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat...”(QS.At-Taubah:41). ”Dan barangsiapa berjihad (bersungguh-sungguh), maka sesungguhnya jihad itu adalah untuk dirinya sendiri..”(QS.Al-‘ankabut:6).”...Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”(QS.Yusuf:87). “atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan (ALLAH) sejak dahulu, sedang kami adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” (QS. Al-A’raf: 173). Rasulullah adalah seorang yang terampil memotivasi dirinya sendiri. Berbagai bentuk ibadah (seperti shalat, doa, dzikir, shaum, dsb) yang beliau lakukan mampu menjadi pemicu timbulnya motivasi yang tinggi dalam hidup beliau, bahkan motivasi yang tinggi tersebut beliau tularkan kepada para sahabatnya, sehingga sahabat menjadi manusia-manusia yang memiliki motivasi dosis tinggi dalam hidupnya. Akhirnya kemampuan memotivasi diri akan membuat kita menjadi orang yang sukses di dunia dan akhirat. Jika kita ingin sukses di dunia, kita butuh motivasi yang tinggi untuk mencapainya. Jika kita ingin sukses di akhirat, kita juga butuh motivasi yang tinggi untuk meraihnya. Motivasi yang tinggi hanya bisa diperoleh dari memotivasi diri sendiri, bukan menunggu dimotivasi orang lain.