Teks tersebut membahas kondisi infrastruktur dan taraf kehidupan masyarakat di Sumatera Utara. Beberapa masalah yang diangkat antara lain pelayanan listrik yang buruk, kondisi jalan dan jembatan yang memprihatinkan, penurunan sektor pertanian, peningkatan dana pendidikan namun belum diikuti prestasi, serta masalah kesehatan dimana masyarakat masih harus berobat ke luar negeri.
1. Penelitian ini dilatarbelakangi asumsi bahwa di daerah-daerah basis perjuangan kaum Paderi (di beberapa
daerah yang berada di Luhak Nan Tigo), masih terdapat sistem kepemimpinan masyarakat dengan struktur
da pola kepemimpinan agama sebagaimana yang diterapkan pada masa Paderi. Meskipun lembaga
kepemimpinan agama ini berbentuk kepemimpinan informal, namun keberadaannya sangat mempengaruhi
pola perilaku kolekif masyarakat, tak terkecuali dalam pemanutan terhadap kepemimpinan formal yang
ada.
Sistem kepemimpinan informal ini, suksesinya masih tetap dilanjutkan bahkan hingga saat sekarang ini.
Hal ini menunjukkan bahwa sistem kepemimpinan Paderi – terlepas bagaimana bentuk asli pada penerapan
awalnya – masih tetap eksis dalam dinamika kehidupan masyarakat di daerah ini. Asumsi umum (major
assumption) diatas, melihat dari realitas historis, menawarkan asumsi (minor assumption) bahwa sistem
kepemimpinan Paderi yang diterapkan semenjak paruh pertama abad ke-19 tersebut, ternyata memiliki
interes sosial (social interest) yang masih dikehendaki eksistensinya. Kemudian tetap terlihatnya corak
keberlang-sungan pola sistem kepemimpinan tersebut, meskipun tentunya ada implikasi yang timbul
sebagai ekses sosial-historis dari perubahan-perubahan itu. Diasumsikan, aplikasi ideal sebagaimana
kondisi awalnya, kemungkinan besar tidak terjadi karena konteks historis harus dipertimbangkan. Namun,
secara substantif, diasumsikan masih tetap dipegang teguh dan diaplikasikan.
Penelitian yang menggunakan metode penelitian sejarah dengan pengayaan perspektif sosiologi antropologi
ini (dengan mengambil area sample di daerah Kamang dan Candung Koto Laweh) memperoleh temuan
penelitian bahwa keberhasilan kaum Paderi menguasai wilayah Agam merupakan point history dimulainya
penyusunan pemerintahan nagari yang bercorak agama (nagari a-la Paderi/pemerintahan a-la Paderi) dan
menitikberatkan pada ajaran Islam sebagaimana yang dipahami oleh kaum Paderi. Kemudian, pada setiap
nagari yang telah dikuasai oleh kaum Paderi, diangkat dua orang ulama sebagai pimpinan (kepala) dengan
panggilan Tuanku Imam (Imam) dan Tuanku Qadhi (Qadhi). Bila dihubungkan dengan berbagai teori
politik maupun teori sosiologi, terlihat secara gamblang bahwa pemegang otoritas agama, pada umumnya
tidak bisa melepaskan diri mereka dengan politik.
Disamping itu, Paderi terus menjadi inspirasi generasi berikutnya. Demikian juga halnya dengan tata
kepemimpinan yang diterapkan oleh kaum Paderi yaitu memfungsikan secara optimal dan maksimal peran
Imam dan Qadhi di berbagai wilayah taklukkan Paderi, juga tetap berkembang seiring dengan perjalanan
waktu. Kemudian, dinamika, baik perubahan total maupun modifikasi-adaptasi juga terjadi. Ada wilayah-
wilayah atau nagari yang tetap kukuh memegang apa yang ”diterapkan” kaum Paderi tersebut, ada nagari
yang menghilangkannya karena perubahan sistem politik yang berkembang dan seterusnya. Dalam konteks
inilah, penelitian ini ingin melihat daerah-daerah mana saja yang masih menggunakan tata kepemimpinan
a-la Paderi atau setidaknya masih menganggap peran dan fungsi Imam dan Qadhi begitu urgen ditengah-
tengah masyarakat sebagaimana hal ini juga dianggap urgen oleh kaum Paderi. Anggapan selama ini yang
menganggap beberapa kebijakan politik pemerintah bisa mereduksi peran jentera kepemimpinan adat
Minangkabau (khususnya kepemimpinan a-la Paderi yang dipersonifikasikan dengan Imam dan Qadhi),
untuk kasus Candung Koto Laweh tidak berubah secara radikal. Substansi maupun prakteknya masih tetap
berlaku atau masih diamalkan sebagaimana terjadi dan yang berlaku pada masa-masa sebelumnya, terutama
di daerah-daerah basis gerakan Paderi.
Menjadikan pariwisata sebagai penggerak perekonomian masyarakat Sumatera Barat
Menampilkan satu-satunya kiriman.
• Nuraini
Menjadikan pariwisata sebagai penggerak perekonomian masyarakat Sumatera Barat
Oleh.Tamrin Kiram
http://www.hariansinggalang/. co.id/opini. html
2. Jika dibandingkan dengan wilayah sekitarnya Sumatera Barat memiliki sumber daya alam
yang relatif terbatas untuk dijadikan sumber pendapatan daerah. Namun Sumbar
sebenarnya memiliki potensi lain yang cukup besar untuk meningkatkan perekonomian
yaitu sektor pariwisata. Potensi ini juga akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat. potensi yang besar ini menuntut keseriusan dalam
pengembangan dan pengelolaannya.
Untuk menjadikan pariwisata sebagai salah satu primadona bagi sumber pendapatan
daerah, maka pola pengaturan pengelolaan dan pengembangan pariwisata harus
ditingkatkan. Ada kesan bahwa pengelolaan pariwisata di Sumbar melalui Dinas Pariwisata
Seni dan Budaya (DIPARSENIBUD) yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah
daerah belum maksimal sehingga industri pariwisatanya nyaris tidak berkembang.
Jika ditelusuri lagi kekhawatiran warga akan efek negatif yang timbul dari kedatangan
wisatawan yang meniru pola interaksi dunia pariwisata barat menjadi salah satu
penghambat kemajuan dunia pariwisata daerah ini. sifat menutup diri ini seakan menjadi
corak budaya timur yang kental dalam kepribadian masyarakat. Selain itu kurangnya
promosi, minimnya sarana kebersihan seperti toilet umum, sampah yang berserakan,
pengelolaan parkir yang semrawut atau minimnya petugas jaga menjadi cerita tambahan
penghalang bagi kemajuan pariwisata daerah ini.
Ditetapkannya Sumatera Barat sebagai daerah tujuan utama wisata di Indonesia bagian
barat oleh pemerintah pusat, dengan ditandainya peresmian Bandara Internasional
Minangkabau pada tahun 2005 lalu menjadikan daerah yang terkenal dengan keindahan
alam dan seni budayanya ini lebih banyak diakses oleh banyak negara secara langsung.
Pembukaan bandara baru dan klaim bahwa Sumatera Barat adalah daerah paling aman di
Indonesia serta ketakutan wisatawan mancanegara pasca bom Bali adalah momentum yang
tepat bagi DIPARSENIBUD untuk meningkatkan status industri pariwisata Sumatera Barat
pada level atas.
Peran serta masyarakat yang telah dibekali dengan wawasan dan orientasi kepariwisataan
yang baik akan ikut menunjang perkembangan industri pariwisata itu sendiri. Melalui
interaksi dengan wisatawan, sikap ramah dan bersahabat harus ditunjukkan, sehingga akan
menciptakan iklim pariwisata yang kondusif.
Perkembangan industri pariwisata harus didukung oleh kesiapan sarana dan prasarana
penunjang lainnya seperti keterjaminan akomodasi, komunikasi dan transportasi, Promosi
yang tepat, efektif dan efisien, pemeliharaan dan pengembangan objek wisata serta
pelayanan yang memuaskan dari pelaku industri akan menggiring opini publik bahwa
sumbar adalah daerah tujuan wisata yang bagus untuk dikunjungi.
Ketertarikan wisatawan untuk datang dan mengunjungi suatu daerah atau objek wisata
diawali oleh promosi yang dilakukan, karena pada dasarnya orang lain tidak akan tahu
bahwa daerah tersebut memiliki potensi wisata yang indah dan unik. Promosi semacam ini
efektif dilakukan oleh biro atau agen perjalanan.
Ada semacam teori baru yang mengemukakan bahwa penyebaran brosur dan pamflet
ataupun mengikuti pameran wisata tidak lagi efektif dalam mempromosikan objek wisata
ataupun pariwisata yang ada disuatu daerah, melainkan bahwa menggunakan media
massa . Caranya adalah dengan mengundang jurnalis dan wartawan negara lain untuk
datang dan berkunjung menikmati keindahan panorama wisata alam yang ada dan
memintanya untuk melaporkan kedalam media mereka. Menurut sebagian pengamat hal ini
dirasa cukup fair dalam berpromosi.
Melalui pariwisata peradaban suatu bangsa akan dikenal luas
Banyak objek wisata yang ada di ranah Sumatera Barat ini yang dapat menjadi unggulan
untuk menarik pendapatan atau menjadi devisa bagi pemerintah daerah. Objek wisata yang
tersebar ini memiliki beragam bentuk baik itu wisata alam didarat dan laut, wisata olahraga
atau wisata budaya yang menarik dan orisinil.
Beberapa diantara objek wisata itu antara lain Bungus dan Pantai Air Manis di Padang,
Istana Basa Pagaruyung dan makam raja-raja di Batusangkar, Jam Gadang dan Ngarai
Sianok di Bukittinggi, JembatanAaka di Painan yang menjadi icon wisata alam. Juga
Festival Tabuik di Pariaman, Barongsai di Padang, upacara adat tradisional di Mentawai,
adu kerbau di Bukittinggi, randai di Payakumbuh sebagai wisata budaya atau wisata
3. olahraga seperti surfing di Mentawai, terbang layang di Maninjau, arung jeram di
Sawahlunto Sijunjung, pacu kuda diBbukittinggi, terbang layang di Painan dan lomba pacu
perahu naga.
Dengan banyaknya potensi wisata yang tersebar diseluruh kota dan kabupaten di Sumbar
ini otomatis mengundang peluang investasi di bidang kepariwisataan ini. sebagian besar
objek wisata yang ada di sumbar belum dilengkapi dengan fasilitas wisata yang memadai
dan dikelola secara profesional (dengan artian berorientasi laba). Fasilitas semisal hotel,
resort, jasa transportasi dan restoran adalah potensi menggiurkan yang dapat digarap oleh
pelaku usaha.
Belum banyaknya pengusaha yang tertarik berinvestasi untuk terjun menggarap pariwisata
di Sumatera Barat ini, sebagian disebabkan oleh masyarakat yang berbudaya Adat Basandi
Syara', Syara' Basandi Kitabullah (ABS-SBK) yang kaku, sebenarnya agama tidak
menghalangi untuk itu, asalkan pengaturannya jelas dan mudah dipahami semua lapisan
masyarakat itu sendiri. Pengurusan perizinan pada lembaga terkait dan urusan birokrasi
menjadi terhalang, ini juga dapat menjadikan pengusaha malas untuk menanamkan
modalnya untuk mengembangkan pariwisata sehingga mengalihkan modalnya ke daerah
lain.
Pemerintah daerah dituntut untuk membangun dan mengembangkan sarana dan fasilitas
pendukung seperti jalan raya agar akses menuju objek wisata lancar dan nyaman, padahal
kemampuan anggaran sangat terbatas. Selain itu kelancaran akses ini akan meningkatkan
arus perdagangan dengan keragaman komoditi yang ada didaerah ini. terutama hasil
pertanian dan kerajinan rakyat.
Keberadaan pusat kerajinan rakyat akan menjadi daya tarik lain dari keberadaan suatu
objek wisata. Ditempat ini akan menampung segala hasil kerajinan masyarakat setempat
yang bersifat industri rumahan dan pada umumnya dikerjakan secara tradisional.
Kerajinan seperti tenunan, sulaman, lukisan atau pahatan akan memperkaya khasanah
budaya masyarakat dan mengenalkan peradaban bangsa pada dunia luar secara luas.
Keberhasilan pariwisata sebagai sebuah industri nantinya akan meningkatkan pendapatan
daerah melalui pajak dan retribusi lainnya untuk mendukung pembangunan daerah ini.
sehingga melalui otonomi daerah akan menjadi lebih mandiri dalam mengelola
pembangunan daerah secara menyeluruh dan tidak menggantungkan anggarannya dari
pusat.
KONDISI INFRASTRUKTUR DAN TARAF KEHIDUPAN MASYARAKAT DI
SUMATERA UTARA
with one comment
Rate This
Sampai kapan problem kelistrikan menjadi masalah sulit? Apa yang salah dengan strategi pembangunan
infrastruktur jalan dan jembatan? Ada apa di balik tendensi pembonsaian sektor pertanian dan segenap
sub-sektornya yang memiliki sumbangan lebih besar bahkan dibanding dengan perkebuanan raksasa
nasional (BUMN)? Mengapa dana pendidikan yang meningkat belum diikuti oleh prestasi
menggembirakan? Mengapa orang masih harus berobat ke luar negeri?
4. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Sumatera Utara Akhir Tahun Anggaran 2009
baru-baru ini menjadi agenda Sidang paripurna di DPRD Sumatera Utara. Sebelumnya legislatif daerah itu
sudah membentuk 11 Tim dan melakukan kunjungan kerja ke seluruh daerah Sumatera Utara dengan
temuan-temuan yang kurang menggembirakan. Banyak sorotan yang muncul tentang taraf hidup
masyarakat secara umum, di antaranya meynagkut kondisi infrastruktur yang meliputi kelistrikan, jalan dan
jembatan, pertanian, pendidikan, dan kesehatan.
Buruknya pelayanan PLN sudah menjadi klasik, dan bagaimana mengukur kerugian sosial dan eknomi
yang diakibatkannya adalah sebuah kesulitan tersendiri di samping kesulitan mengidentifikasi bobot
persentasi andil daerah dan andil pusat dalam kompleksitas permasalahan buruknya pelayanan PLN. Juga
menjadi sebuah problem besar yang kurang disadari, jika semakin lama pemerintah maupun masyarakat
sudah tidak peduli lagi standar pelayanan minimum sebuah institusi penting yang menyangkut cabang-
cabang vital hajat hidup masyarakat. Degradasi nilai, pola berfikir dan capaian target individu, keluarga
dan masyarakat semestinya harus dihitung sebagai sebuah kerugian besar.
Dalam hal infrastruktur jalan dan jembatan memiliki keunikan permasalahan tersendiri. Saat ini kondisinya
yang amat memprihatinkan dan sudah lama menjadi rahasia umum. Ada perbedaan kontras antara kondisi
di 3 daerah tetangga (Aceh, Sumatera Barat dan Riau) dengan di Sumatera Utara. Pertanyaan mendasar
dalam hal ini ialah apakah Sumatera Utara terlalu banyak menyelewengkan dana publik untuk
pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan hingga kondisinya jauh lebih buruk dari 3 daerah tetangga,
atau political will pemerintah di 3 daerah tetangga serta diplomasinya untuk mendapatkan anggaran dari
APBN jauh lebih signifikan dibandingkan daerah Sumatera Utara? Padahal mestinya harus disadari bahwa
pembangunan yang mengabaikan tantangan isolasi antar daerah dan antar komunitas akibat buruknya
kondisi infrastruktur jalan dan jembatan secara langsung berdampak terhadap tidak saja pembangunan
ekonomi lokal dan derah, tetapi juga intensitas interkoneksi yang buruk antar komunitas dan daerah. Tanpa
disadari hal itu dapat sangat memperburuk kualitas perasaan sebangsa dan setanah air dan fenomena
ketertinggal (cultural lag) yang amat rawan.
Menurut data kondisi kerusakan infrastruktur pertanian menurut keterangan Kadis Pengelolaan Sumber
Daya Air Sumatera Utara saat ini mencapai 30 %. Juga dipastikan bahwa perbaikan terbentur oleh
ketiadaan anggaran. Menurut kalkulasi pihak Kadis Pengelolaan Sumber Daya Air Sumatera Utara,
kebutuhan mendesak untuk biaya perbaikan diperkirakan mencapai 228 milyar rupiah sedangkan alokasi
dalam APBD berlaku hanya 98 milyar rupiah. Ini menunjukkan perilaku pembangunan Tahun Anggaran
2009 yang demikian buruk, hingga tidak memperhitungkan faktor penurunan ekonomi dan kesejahteraan
daerah (masyarakat) khususnya karena kemerosotan dalam sektor pertanian. Harus dicatat bahwa
pertimbangan untuk perbaikan infrastruktur pertanian tidak saja harus didasarkan pada sumbangan sektor
pertanian terhadap Product Demostic Reginal Bruto (PDRB) saja, tetapi juga dari aspek degradasi taraf
hidup ekonomi mayoritas masyarakat Sumatera Utara yang mengggantungkan hidupnya pada sektor ini.
Suatu Negara dan suatu daerah agraris yang mengabaikan potensinya karena obsesi lain, pertumbuhan
(growth) misalnya, akan berdampak pada kontinuitas kemerosotan yang tidak dapat dihindari sebab strategi
pembangunannya akan mengingkari faktor-faktor keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki.
Akhirnya diyakini, bahwa selama ini telah terjadi kesalahan filosofis yang amat serius dalam melakukan
revitalisasi pembangunan sektor pertanian.
Sebagai perbandingan, menurut data peran PDRB sektor pertanian pada tahun 2002 mencapai 30,2%. Ini
menunjukkan bahwa peran sektor pertanian dalam ekonomi di Sumatera Utara masih cukup penting dan
cukup besar. Bandingkan dengan data kontribusi perkebunan besar (BUMN) yang hanya separuh dari
pertanian bahan makanan. Sebenarnya tanaman makanan + perkebunan rakyat + pe-ternakan +perikanan
adalah ekonomi rakyat, jika dijumlahkan maka kontribu-sinya pada tahun 1983 adalah 76,2% dalam
PDRB pertanian Sumatera Utara. Jika subsektor perkebunan besar dianggap hebat maka persepsi demikian
adalah sa-ngat keliru sekali. Ekonomi konglomerat atau kapital, yang perannya dalam sek-tor pertanian
hanya 23,8% pada tahun 1983. Kontribusi ekonomi rakyat pada ta-hun 1986 adalah 75,5% dalam sektor
pertanian. Sektor pertanian dalam PDRB Sumater Utara dibagi menjadi enam subsektor, perannya masing-
masing di tahun 1983-1986 adalah (a) tanaman Pangan 45,7%, 43,7%, 45,6%, 40,9% (b) perkebunan
rakyat 8,9 %, 9,3 %, 10,6 %, 12,4% (c) perkebunan besar 20,8%, 21,9%, 19,9% 21,5% (d) peternakan
5. 11,6%, 12,1%, 11,7%, 11,9% (e) perikanan 10%, 9%,4 9,9%, 10,3% dan (f) kehutanan 3%, 3,6% 2,3%,
3%.
Dalam bidang pendidikan ada disparitas (perbedaan kondisi) yang tajam dalam hal infrastruktur antara satu
dan lain daerah. Sayangnya hasil UAN masih belum dapat sepenuhnya dijadikan sebagai ukuran satu-
satunya tentang indikasi keterbelakangan atau kemajuan pendidikan antar daerah terutama karena masih
adanya masalah-masalah tersendiri dalam proses pelaksanaan UAN sehingga akan lebih penting
menjadikannya sebagai program nasional yang masih amat perlu disempurnakan ketimbang menjadikannya
sebagai alat ukur tunggal capaian kurikuler pendidikan. Sumatera Utara saat ini bukan saja memerlukan
perbaikan gedung-gedung, tetapi juga infrastruktur pendukung strategis seperti laboratorim, perpustakaan
dan alat-alat Bantu pengajaran lainnya. Selain diperlukannya sekolah-sekolah baru, diyakini masih jauh
lebih mendesak memperbaiki mutu guru yang memerlukan tidak saja peningkatan kesejahteraan, tetapi juga
kwalifikasi (kompetensi) dalam menjalankan tugas profesional dalam interaksi belajar-mengajar.
Sayangnya alokasi anggaran pendidikan yang secara formal dinyatakan telah memenuhi standar nasional
sesuai UUD Negara RI Tahun 1945 (minimum 20 %), namun angka agregat (jumlahan) tersebut belum
mencerminkan political will yang dituntut oleh ketentuan imperatif konstitusi dengan bukti bahwa fokus
dan substansi pembiayaan yang dialkoasikan masih jauh dari cerminan hasrat peningkatan kualitas proses
belajar-mengajar dan capaian kurikuler. Bangsa yang menyepelekan pendidikan akan tertinggal jauh di
belakang dan akan menjadi “mangsa” dalam arena interaksi yang harus dihadapi sesuai dengan arus
globalisasi.
Disparitas (kesenjangan) yang sama (dengan pendidikan) terjadi dalam bidang kesehatan antara satu
dengan lain daerah. Harus diyakini bahwa penegasan peran dan fungsi Puskemas dan lembaga-lembaga
yang terkait dengan peningkatan pemahaman dan nilai kesehatan dan kesakitan masyarakat benar-benar
memegang peranan penting. Di daerah perkotaan tertentu orang-orang, di bawah pengaruh para dokter
professional, sama-sama sudah memulai membicarakan gagasan program dokter keluarga, sedangkan di
kebanyakan daerah tertinggal permasalahannya masih amat elementer. Dalam perilaku pembangunan
sektor kesehatan terdapat fenomena yang membingungkan, terutama karena adanya pra-anggapan bahwa
gedung-gedung megah akan otomatis memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat. Selain itu, pengaruh
sistem kesehatan modern sebagai industri raksasa dunia sudah semakin memojokkan masyarakat dalam
kedudukan sebagai penanggung biaya-biaya jaringan, industri dan permainan harga obat-obatan serta alat-
alat kesehatan lainnya. Cina mengembangkan secara simultan kedua ufuk yang seolah-olah bertentangan,
yakni sistem kesehatan berdasarkan filsafat industrial modern dan penggalian hasanah dan ketersediaan
obat-obat tradisional yang aman resko kimiawi dan berbiaya murah. Pertarungan di antara orientasi
industrial dan tradisional dalam bidang kesehatan seyogyanya dapat didamaikan dengan membuka interaksi
di antara keduanya. Kualitas program sektor kesehatan yang masih belum baik pada sisi lain juga masih
menunjukkan fenomena capital flight public trust yang cukup serius. Mengapa orang masih berlomba-
lomba mendapatkan pelayanan kesehatan ke Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, adalah
pertanyaan yang menggiring jawaban rendahnya dan ini masalah besar.
Melihat kondisi ini sesungguhnya rakyat menjadi taruhan. Jika tidak ada perbaikan dalam pola
pembangunan, agar lebih memihak kepada rakyat (pro poor dan pro job), maka perubahan taraf hidup tidak
akan terjadi. Paling tidak diperlukan perbaikan serius dalam 2 hal. Pertama, profesionalitas aparatur
pemerintahan sebagai penyelenggara pembangunan yang diharapkan mendapat gayung bersambut dari
masyarakat luas sebagai stakeholder. Aparatur yang belum mencirikan good governance dan clean
government serta dampaknya secara luas kepada perilaku masyarakat, harus menjadi perhatian.
Skeptisisme bahkan sinisme pun akan sangat mudah berkembang, dan itu bermakna semakin sulitnya
mendapatkan ruang partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. Selain itu penegakan hukum yang
lebih menekankan sepihak terhadap keadilan bersifat prosedural dan orientasi positivistik yang ekstrim
sembari mengabaikan keadilan filosofis dan keadilan sosiologis yang demikian banyak mengganggu
perasaan keadilan masyarakat, perlu diakhiri. Khususnya pelaksana pembangunan mesti siap menghadapi
reward and punishment sesuai dengan pelaksanaan kinerja masing-masing. Jika tidak, social distrust
(ketidak-percayaan sosial) akan lebih mudah terjadi sebagai berdampaknya.
• Share this:
6. • StumbleUpon
• Digg
• Reddit
• Facebook
• Press This
•
SEJARAH BERDIRINYA PROVINSI JAMBI
Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April
1904 dan berhasilnya Belanda menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan
sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama O.L
Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan
pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906.
Kekuasan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan
kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Dan pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada sekutu.
Tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia. Sumatera disaat Proklamasi
tersebut menjadi satu Provinsi yaitu Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya dan MR. Teuku
Muhammad Hasan ditunjuk memegangkan jabatan Gubernurnya.
Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang di Bukittinggi memutuskan
Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub Provinsi yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan
Sumatera Selatan.
Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik
Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan
akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi
masuk ke Sumatera Tengah. Sub-sub Provinsi dari Provinsi Sumatera ini kemudian dengan undang-undang
nomor 10 tahun 1948 ditetapkan sebagai Provinsi.
Dengan UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah keresidenan Jambi saat itu
terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten
Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari
kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka
masyarakat yang ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain ingin
tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Terlebih dari itu, Kerinci kembali dikehendaki masuk
Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1 Juni 1922 Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi
dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat tepatnya jadi bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan
Kerinci (PSK)
Tuntutan keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi diangkat dalam Pernyataan Bersama antara
Himpunan Pemuda Merangin Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA)
Tanggal 10 April 1954 yang diserahkan langsung Kepada Bung Hatta Wakil Presiden di Bangko, yang
ketika itu berkunjung kesana. Penduduk Jambi saat itu tercatat kurang lebih 500.000 jiwa (tidak termasuk
Kerinci)
Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah Jambi 30 April – 3 Mei 1954
dengan mengutus tiga orang delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta seorang penasehat
delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad setelah itu bermunculan baik oleh gabungan parpol, Dewan Pemerintahan Marga,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi 14-18 Juni
7. 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres
Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi
Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan
Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957 .
Sidang Pleno BKRD tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00 dengan resmi menetapkan keresidenan Jambi
menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan
keluar dari Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku penguasa pemerintah Provinsi Sumatera
Tengah yang telah mengambil alih pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan
Mulyohardjo pada tanggal 9 Januari 1957 menyetujui keputusan BKRD.
Pada tanggal 8 Februari 1957 Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein melantik Residen Djamin gr.
Datuk Bagindo sebagai acting Gubernur dan H. Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi,
dengan staff 11 orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M. Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu
Bahrun, Kms. H.A.Somad. Rd. Suhur, Manan, Imron Nungcik dan Abd Umar yang dikukuhkan dengan SK
No. 009/KD/U/L KPTS. tertanggal 8 Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi di
halaman rumah Residen Jambi (kini Gubernuran Jambi).
Pada tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya menandatangani di Denpasar Bali. UU
Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU
No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah
Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (UU tahun 1957 No. 75) sebagai Undang-undang.
Dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi
wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi
serta Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember 1958 Mendagri Sanoesi
Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend
DD Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi dengan SK Nomor UP/5/8/4).
Pejabat Gubernur pada tanggal 30 Desember 1958 meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama
Mendagri di Gedung Nasional Jambi (sekarang gedung BKOW). Kendati dejure Provinsi Jambi di tetapkan
dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-
usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD 6 Januari
1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi
Djambi Nomor. 1 Tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang Hari Lahir Provinsi Djambi.
Adapun nama Residen dan Gubernur Jambi mulai dari masa kolonial sampai dengan sekarang adalah
sebagai berikut :
Masa Kolonial, Residen Belanda di Jambi adalah :
1. O.L. Helfrich (1906-1908)
2. A.J.N Engelemberg (1908-1910)
3. Th. A.L. Heyting (1910-1913)
4. AL. Kamerling (1913-1915)
5. H.E.C. Quast (1915 – 1918)
6. H.L.C Petri (1918-1923)
7. C. Poortman (1923-1925)
8. G.J. Van Dongen (1925-1927)
9. H.E.K Ezerman (1927-1928)
10. J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931)
8. 11. W.S. Teinbuch (1931-1933)
12. Ph. J. Van der Meulen (1933-1936)
13. M.J. Ruyschaver (1936-1940)
14. Reuvers (1940-1942)
Tahun 1942 – 1945 Jepang masuk ke Indonesia termasuk Jambi
MASA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
Residen Jambi:
1. Dr. Segaf Yahya (1945)
2. R. Inu Kertapati (1945-1950)
3. Bachsan (1950-1953)
4. Hoesin Puang Limbaro (1953-1954)
5. R. Sudono (1954-1955)
6. Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur
6 Januari 1957 BKRD menyatakan Keresidenan Jambi menjadi Propinsi
8 Februari 1957 peresmian propinsi dan kantor gubernur di kediaman Residen oleh Ketua Dewan Banteng.
Pembentukan propinsi diperkuat oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli 1957, Undang-Undang
Nomor 1 /1957 dan Undang-Undang Darurat Nomor 19/1957 dan mengganti Undang-Undang tersebut
dengan Undang-Undang Nomor 61/1958.
MASA PROVINSI JAMBI
Gubernur Jambi:
1. M. Joesoef Singedekane (1957-1967)
2. H. Abdul Manap (Pejabat Gubernur 1967-1968)
3. R.M. Noer Atmadibrata (1968-1974)
4. Djamaluddin Tambunan, SH (1974-1979)
5. Edy Sabara (Pejabat Gubernur 1979)
6. Masjchun Sofwan, SH (1979-1989), Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Wakil Gubernur)
7. Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (1989-1999), Musa (Wakil Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam
(Wakil Gubernur)
8. DRS. H. Zulkifli Nurdin, MBA (1999-2005), Uteng Suryadiatna (Wakil Gubernur), Drs. Hasip
Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
9. DR.Ir. H. Sudarsono H, SH, MA (Pejabat Gubernur 2005)
10. Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA (Gubernur 2005-2010), Drs. H. Antony Zeidra Abidin (Wakil
Gubernur 200
Pemekaran dari Provinsi Aceh
[sunting] Provinsi Aceh Barat Selatan
Provinsi ini Terletak pada Aceh bagian Barat dan Selatan (daerah Pesisir Pantai Aceh) saat ini.
Kabupaten yang mungkin bergabung kedalam Provinsi ini meliputi :
1. Kabupaten Aceh Jaya
2. Kabupaten Aceh Selatan
3. Kabupaten Aceh Barat
4. Kabupaten Aceh Barat Daya
9. 5. Kabupaten Nagan Raya
6. Kabupaten Simeulue.
[sunting] Provinsi Aceh Leuser Antara
Masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser menginginkan pembentukan provinsi tersendiri.
Kabupaten yang mungkin bergabung kedalam Provinsi ini meliputi :
1. Kabupaten Aceh Tengah
2. Kabupaten Aceh Tenggara
3. Kabupaten Aceh Singkil
4. Kota Subulussalam
5. Kabupaten Gayo Lues
6. Kabupaten Bener Meriah.
[sunting] Pemekaran Provinsi Sumatera Utara
[sunting] Provinsi Sumatera Timur
Provinsi ini Terletak pada Sumatera Utara bagian Timur saat ini. Kabupaten/Kota yang mungkin
bergabung kedalam Provinsi ini meliputi :
1. Kabupaten Langkat
2. Kota Binjai
3. Kota Medan
4. Kabupaten Karo
5. Kabupaten Deli Serdang
6. Kabupaten Serdang Bedagai
7. Kota Tebingtinggi
8. Kabupaten Simalungun
9. Kota Pematangsiantar
10. Kabupaten Asahan
11. Kabupaten Batubara
12. Kota Tanjungbalai
13. Kabupaten Labuhanbatu
14. Kabupaten Labuhanbatu Utara
15. Kabupaten Labuhanbatu Selatan
[sunting] Provinsi Tapanuli
Provinsi ini Terletak pada Sumatera Utara bagian Barat saat ini. Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung
kedalam Provinsi ini meliputi :
1. Kota Sibolga
2. Kabupaten Tapanuli Tengah
3. Kabupaten Tapanuli Utara
4. Kabupaten Samosir
5. Kabupaten Toba Samosir
10. 6. Kabupaten Humbang Hasundutan
7. Kabupaten Dairi
8. Kabupaten Pakpak Bharat.
[sunting] Provinsi Nias
Provinsi ini Terletak pada Pulau Nias di Provinsi Sumatera Utara saat ini. Kabupaten/Kota yang mungkin
bergabung kedalam Provinsi ini meliputi :
1. Kota Gunung Sitoli
2. Kabupaten Nias
3. Kabupaten Nias Barat
4. Kabupaten Nias Selatan
5. Kabupaten Nias Utara.
[sunting] Pemekaran Provinsi Maluku
[sunting] Pemekaran Provinsi Jawa Barat
[sunting] Provinsi Cirebon
Pada mulanya, Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung adalah:
1. Kabupaten Majalengka
2. Kabupaten Indramayu
3. Kabupaten Kuningan
4. Kabupaten Cirebon
5. dan Kota Cirebon
Empat kabupaten dan satu kota ini terletak di pantai bagian utara Provinsi Jawa Barat bagian timur.
Provinsi ini mungkin juga akan ditambah Kabupaten Indramayu Barat dan Kabupaten Cirebon Timur (bila
dua kabupaten turut dimekarkan), tetapi dikurangi Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan.
Kecenderungan ini berjalan manakala Pemerintah Kabupaten Majalengka menolak untuk bergabung
dengan rencana pembentukan Provinsi Cirebon.[1] Juga halnya, Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak
ingin berpisah dari Jawa Barat.[2]
[sunting] Provinsi Pasundan
Untuk nama Provinsi Jawa Barat pun akan diganti kembali menjadi Provinsi Pasundan, mengingat untuk
menghargai jasa-jasa dan perjuangan pahlawan di wilayah bekas Negara Pasundan.
[sunting] Pemekaran Provinsi Jawa Tengah
[sunting] Provinsi Banyumas
Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung kedalam provinsi ini meliputi :
1. Kabupaten Banjarnegara
2. Kabupaten Purbalingga
11. 3. Kabupaten Kebumen
4. Kabupaten Banyumas
5. Kabupaten Cilacap
6. Kabupaten Brebes
7. Kabupaten Tegal
8. Kota Tegal
9. Kabupaten Pemalang
Akan tetapi, Masyarakat Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Brebes menolak wacana ini.[3]
Beberapa kabupaten di wilayah ini juga berpotensi untuk dimekarkan menjadi kota dan kabupaten baru.
Sesuai aspirasi yang berkembang di masyarakat, di antaranya yaitu Kota Purwokerto, Kota Cilacap,
Kabupaten Majenang, Kota Purbalingga, Kota Banjarnegara, Kota Kebumen, Kota Brebes, dan Kota
Pemalang.
Luas wilayah calon provinsi ini adalah: 10.150 km² atau 31,19% dari luas Jawa Tengah sekarang.
Sedangkan jumlah penduduknya adalah ± 9.713.000 jiwa atau 32,48% dari penduduk Jawa Tengah.
Sehingga kepadatannya adalah 956 jiwa/km². Letak geografisnya adalah di sebelah barat Provinsi Jawa
Tengah, dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat.
[sunting] Daerah Istimewa Surakarta
Daerah Istimewa Surakarta atau Provinsi Surakarta sebetulnya pernah berdiri sejak awal kemerdekaan
hingga 16 Juni 1946. Status hukumnya adalah dibekukan untuk sementara, sesuai dengan terbitnya
Peraturan Pemerintah Nomor 16/SD Tahun 1946.[4]
Wacana penghidupan kembali provinsi atau daerah istimewa di wilayah ini semakin menguat.[5][6][7][8]
Kabupaten/Kota yang kemungkin akan bergabung meliputi:
1. Kabupaten Boyolali
2. Kabupaten Karanganyar
3. Kabupaten Klaten
4. Kota Surakarta
5. Kabupaten Sragen
6. Kabupaten Sukoharjo
7. Kabupaten Wonogiri.
[sunting] Provinsi Muria Raya (The Java Muria)
Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung adalah Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara,
Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, dengan pusat
pemerintahan di Kota Kudus.
Beberapa kabupaten di wilayah ini juga berpotensi untuk dimekarkan menjadi kota dan kabupaten baru.
Sesuai aspirasi yang berkembang di masyarakat, di antaranya yaitu Kota Kudus, Kota Cepu, Kota Lasem,
Kota Purwodadi, Kabupaten Randublatung (Blora Selatan), Kota Jepara, Kota Pati, Kabupaten Kedungjati
(Grobogan Barat), Kabupaten Kalingga (Keling) dan Kepulauan Karimunjawa.
12. Di wilayah ini terdapat berbagai industri besar dan kecil, seperti perusahaan rokok (Djarum, Nojorono,
Sukun dll.) di Kabupaten Kudus, perusahaan makanan PT. Garudafood dan Dua Kelinci di Kabupaten Pati,
perusahaan kertas Pusaka Raya (PURA) di Kudus, dan lain-lain. Potensi kayu (Perhutani) di Kabupaten
Grobogan, Blora dan Rembang juga menjadi andalan wilayah ini. Begitu juga potensi di bidang pariwisata
di hampir merata seluruh kabupaten, baik wisata alam (pegunungan, pantai, laut) maupun wisata religi. Di
wilayah ini terdapat petilasan 3 dari anggota walisongo, yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan
Kalijogo.
Di wilayah ini dahulu terdapat dua kerajaan besar, yaitu: - Kerajaan Kalingga Pura (yang terkenal dengan
ratunya yang bernama Ratu Shima, diperkirakan terletak di utara gunung Muria, daerah Keling (sekarang).
- Kerajaan Demak, yang didirikan oleh Raden Fatah, yang juga menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan
Mataram Islam di Yogyakarta.
Letak geografisnya berada di pesisir utara sebelah timur dari Provinsi Jawa Tengah, dan berbatasan
langsung dengan Provinsi Jawa Timur.
[sunting] Pemekaran Jawa Timur
[sunting] Madura
Pada 26 Agustus 2007 diselenggarakan Musyawarah Besar III Masyarakat Madura Se-Indonesia di Hotel
J.W. Marriot Surabaya, yang mengagendakan penguatan wacana pembentukan provinsi Madura yang
terpisah dari Jawa Timur.[9] Kabupaten yang direncanakan akan menjadi bagian dari Provinsi Madura itu
adalah seluruh kabupaten yang ada di Pulau Madura, yakni meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten
Pamekasan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Sumenep.
[sunting] Jawa Utara
Beberapa kabupaten di Jawa Timur sebelah utara yang meliputi Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Tuban, dan Kabupaten Bojonegoro sangat berpotensi menjadi sebuah provinsi baru dengan
potensi yang dimiliki seperti pertambangan, industri, pertanian, perikanan, kelautan, serta pariwisata.
Beberapa kota di Jawa Tengah juga berpotensi masuk ke Provinsi Jawa Utara :
1. Kabupaten Rembang
2. Kabupaten Kudus
3. Kabupaten Demak
4. Kabupaten Pati
5. Kabupaten Jepara.
[sunting] Pemekaran Kalimantan Barat
[sunting] Kapuas Raya
Calon Provinsi Kapuas Raya meliputi daerah hulu sungai Kapuas, yang meliputi :
1. Kabupaten Sintang
2. Kabupaten Melawi
3. Kabupaten Kapuas Hulu
4. Kabupaten Sanggau
5. Kabupaten Sekadau.
13. Dan akan ditambah kabupaten-kabupaten atau kota yang rencana akan dimekarkan, antara lain:
1. Kota Sintang
2. Kabupaten Sintang Utara
3. Kabupaten Sintang Timur
4. Kabupaten Sentarum
5. Kota Putussibau.
[sunting] Kalimantan Barat Daya
Calon Provinsi Kalimantan Barat Daya meliputi wilayah yang sebelumnya adalah Kabupaten Ketapang,
yang sekarang menjadi Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara. Selanjutnya akan dimekarkan
dengan penambahan wilayah, antara lain: Kabupaten Kayong Selatan (yang beribukota di Kendawangan),
Kabupaten Sendai, Kota Ketapang dan Kabupaten Manis Mata.
[sunting] Pemekaran Kalimantan Tengah dan Selatan
[sunting] Barito Raya
Provinsi Barito Raya didukung masyarakat sepanjang sungai Barito yaitu :
1. Barito Utara
2. Barito Selatan
3. Barito Timur
4. Murung Raya
5. Barito Kuala.
Selain Barito Kuala yang masuk provinsi Kalimantan Selatan, yang lainnya termasuk Kalimantan Tengah.
Kendala yang masih dihadapi dalam pembentukan Provinsi Barito Raya yaitu, perjuangan di bangku DPR
RI memerlukan proses yang panjang, peran serta masyarakat di 5 kabupaten, kesediaan Propvinsi Kal-Sel
melepas kabupaten Barito Kuala, struktur pemerintahan yang baru, dan menetapkan secara bersama
letak/tempat Ibukota Provinsi agar tidak terjadi perebutan antara 5 kabupaten.
[sunting] Kotawaringin Raya
Provinsi Kotawaringin Raya didukung oleh masyarakat bekas swapraja Kotawaringin (bekas wilayah
Kesultanan Kotawaringin) di Kalimantan Tengah yang wilayahnya meliputi Kotawaringin Barat,
Kotawaringin Timur, Sukamara, Lamandau, Seruyan dan Katingan. Selain itu juga akan memasukan
wilayah kabupaten Ketapang di Kalimantan Barat yang merupakan bekas wilayah Kerajaan Sukadana.
[sunting] Pemekaran Kalimantan Timur
[sunting] Kalimantan Utara (Bulungan Raya)
Kalimantan Utara (Kaltara) didukung oleh masyarakat bekas swapraja Bulungan (bekas wilayah
Kesultanan Bulungan) di Kalimantan Timur yang wilayahnya meliputi :
1. Bulungan
2. Malinau
3. Nunukan
14. 4. Tarakan
5. Tana Tidung.
[sunting] Pemekaran Sulawesi Selatan
[sunting] Luwu Raya
[sunting] Sejarah gagasan
Gema Luwu Raya, sejarah panjang perjalanan, dan keinginan rakyat dan politik di Luwu membentuk satu
provinsi tersendiri dan atau sejenisnya sudah bermula sejak puluhan tahun lalu. Ketika masih hidup raja
(Datu atau Pajung’e Ri Luwu), Andi Djemma, beliau pernah menemui Presiden RI saat itu, Ir Soekarno
pada tahun 1958.
Beliau meminta kepada presiden R.I satu Pemerintahan Daerah Istimewa di Luwu. Alasannya karena raja
dan rakyat Luwu, sepenuhnya mendukung proklamasi kemerdekaan R.I, tanggal 17 Agustus 1945 dan
malah pada tanggal 18 Agustus 1945, beliau membentuk ‘Gerakan Sukarno Muda’ yang dipimpin langsung
oleh beliau; selain itu, beliau memimpin rakyat Luwu pada tanggal 23 Januari 1946 melawan tentara
Sekutu yang diboncengi oleh NICA di kota Palopo. Karena kekuatan tidak seimbang, hingga beliau
terpaksa meninggalkan istana bersama permaisyurinya, memimpin rakyatnya bergerilya didalam wilayah
kerajaannya, hingga tertangkap oleh tentara NICA dan dibuang ke Ternate. Atas jasa-jasa beliau ini, beliau
telah dianugrahi Bintang Gerilya tertanggal 10 November 1958, dengan nomor 36.822 yang ditandatangani
oleh Presiden Sukarno dan dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia
tanggal 8 November 2002.
Permintaan dari beliau direstui oleh Presiden Sukarno, namun Daerah Istimewa yang dijanjikan dimaksud
tidak pernah terwujud dalam kenyataan, sebagai mana diharapkan beliau, karena saat itu di Luwu,
sementara bergejolak pemberontakan DI/TII yang dipimpin lansung oleh Abdul Kahhar Mudzakkar.
Hingga Datu Andi Djemma wafat pada tanggal 23 Feberuari 1965 cita-citanya belum terwujud.
Selanjutnya pada tahun 1963 kembali Panitia Pembentukan Daerah Tingkat I Luwu terbentuk, saat itu
diketuai oleh Abdul Rachman Yahya BA, dengan anggotanya masing-masing Abu Daeng Masalle, Rasad
Munir, Jaksa Baso dan Tondongan, karena juga alasan keamanan didaerah Luwu masih belum pulih usaha
ini lagi-lagi mengalami kegagalan disebabkan, karen Penguasa Militer waktu itu di Makassar adalah
Solihin GP selaku Pangdam Hasanuddin dan Gubernur Andi Arifai, melakukan politik adu domba diantara
para bangsawan Luwu, sehingga Andi Attas dan Andi Bintang berpihak kepada Penguasa Militer. Maka
pupuslah harapan untuk lahirnya Daerah Tingkat I Luwu. Para Panitia Perjuangan pembentukan provinsi
Luwu ini, semua dikorbankan, dengan jalan dimutasikan keluar Tana Luwu, sampai ada yang diancam akan
dipindahkan ke Irian Jaya (sekarang Papua).
Kemudian pada tahun 1967, kembali Bupati Luwu yang dijabat pada waktu itu oleh Andi Rompegading
bersama dengan Ketua DPRD-Gotong Royong Daerah Tingkat II Luwu Andi Pali, menggaungkan
Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Luwu. Sebelum jauh melangka juga mengalami nasib sama; beliau
diberhentikan menjadi Bupati di Kabupaten Luwu; malah ditarik dari Palopo ke Makassar dan Andi Pali
juga diturunkan dari jabatannya selaku ketua DPRD dan diganti oleh bangsawan lain yang pro kepada
penguasa meliter. Jadi terjadi nasib sama, provinsi Luwu belum kunjung datang.
Pada tahun 1999, sejalan dengan arah pembaharuan 'era-reformasi', angin reformasi berembus jadi angin
turutan menyebabkan Andi Kaso Pangerang memulai kembali satu gerakan lanjutan dambakan terpendam
dari keinginan rakyat Luwu kearah pembentukan provinsi Luwu. Ia sendiri mengetuai Perjuangan
Pembentukan Provinsi Luwu ini, juga mendapat tatangan dari pihak panitia Pemekaran Kabupaten Luwu
Utara, Perjuangan Provinsi Luwu menjadi korban, dikorbankan dari semacam barter lahirnya Kabupaten
Luwu Utara disatu pihak dengan terkuburnya usaha pembentukan Provinsi Luwu dilain pihak.
15. Tahun 2001 bangkit lagi satu panitia perjuangan Provinsi Luwu yang di pelopori oleh dua tokoh
cendekiawan asal tanah Luwu: Prof Dr H. M. Iskandar dan Prof Dr Mansyur Ramli, untuk tampil
menghidupkan Pembentukan Provinsi Luwu, kembali tumbang sebelum tegak, layu sebelum berkembang.
Terhambat dengan adanya pemekaran dari Kabupaten Luwu Utara untuk Luwu Timur dan Peningkatan
Status Kota administratif Palopo yang sejak tahun 1986 menjadi Kota otonom. Perjuangan Pembentukan
Provinsi Luwu kandas lagi untuk kesekian kalinya. Diduga, karena adanya komitment Andi Hasan Opu To
Hatta dengan H.M.Amin Syam selaku ketua Golkar Provinsi yang kini menjadi (gubernur Sulsel) dengan
adanya Pemekaran Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Luwu harus dikubur.
Sejak bulan Februari 2004, satu panitia kordinasi yang diketua oleh Rakhmat Sujono SH, beliau terpilih
menjadi ketua Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Luwu. Dalam perjuanganya, Bakor (badan
kordinasi) yang dipimpin beliau akan melakukan kordinasi dan mengambil inisiatif seperlunya untuk
mendesak dua DPRD Luwu Utara dan Luwu Timur yang belum mau menandatangani rekomensi tanda
persetuannya untuk membentuk provinsi Luwu. Dimana Kota Palopo dan Kapaten Luwu sudah
menandatangani rekomendasi persetujuan dimaksud.
Pada tahun 1999, berlaku Peraturan Pemerintah (PP 129 tahun 1999) mensyaratkan hanya 3
Kabupaten/kota saja dapat membentuk satu provinsi, tetapi dengan UU No.32 tahun 2005 yang berlaku
sekarang, telah mensyaratkan 5 kabupaten/kota.
[sunting] Permasalahan yang terjadi
Persoalan yang muncul dan dihadapi Panitia Perjuangan pembentukan provinsi Luwu Raya dalam hal ini,
adalah tekanan Gubernur Sulsel H.M.Amin Syam yang tidak menyetujui Pembentukan Provinsi Luwu.
Kepada seluruh Bupati/walikota se tana Luwu ditandaskan hal ini. Sehingga tidak ada diantara mereka
berani mengambil langka lebih jauh tentang Provinsi Luwu. Terlebih lagi Ketua DPRD Luwu Utara dan
Ketua DPRD Luwu Timur.
Persoalan lain adalah pro-kontra tentang masuk atau tidaknya Kabupaten Tana Toraja dalam bingkai
Perjuangan Provinsi Luwu. Untuk menyelahi pro kontra ini Bupati Luwu Drs H. Basmin Mattayang
mencanangkan Pembentukan Kabupaten Luwu Tengah, yang terdiri dari Walenrang & Lamasi. Untuk
mewujudkan hal itu, H. Basmin Mattayang memekarkan dari 2 kecamatan tersebut diatas menjadi 6
kecamatan, diharapkan Kabupaten Luwu Tengah akan terbentuk paling lambat tahun 2010.
Perjuangan Provinsi Luwu menurut pihak panitia, dimasa mendatang ada ditangan Andi Hasan Opu To
Hatta selaku ketua DPRD Luwu Timur, yang tampa menyadari perjalanan masa dan waktu tidak akan
berputar balik dari peredaranya. Dan atau hanya dengan manuver politik, masih menghendaki Daerah
Istimewa Luwu. Berdasarkan UU no 32 tahun 2005 tidak mengatur tentang tata cara mengenai
pembentukan Daerah Istimewa, Undang-Undang ini hanya mengatur pembentukan provinsi.
[sunting] Pemekaran Sulawesi Tengah
[sunting] Sulawesi Timur
Keinginan masyarakat yang bermukim di wilayah timur provinsi Sulawesi Tengah untuk mendirikan
provinsi sendiri terus bergolak. Rabu siang, ratusan warga dan mahasiswa mendesak gubernur Sulawesi
Tengah untuk segera mengeluarkan rekomendasi pemekaran provinsi Sulawesi Timur. Pengunjukrasa
mendesak gubernur Sulawesi Tengah lengser dari jabatan bila tidak memberikan rekomendasi pemekaran
provinsi Sulawesi Timur.
Massa Desak Gubernur Mekarkan Sulawesi Timur Palu - Keinginan masyarakat yang bermukim di wilayah
timur provinsi Sulawesi Tengah untuk mendirikan provinsi sendiri terus bergolak. Rabu siang, ratusan
warga dan mahasiswa mendesak gubernur Sulawesi Tengah untuk segera mengeluarkan rekomendasi
16. pemekaran provinsi Sulawesi Timur. Pengunjukrasa mendesak gubernur Sulawesi Tengah lengser dari
jabatan bila tidak memberikan rekomendasi pemekaran provinsi Sulawesi Timur.
Aksi yang dimulai dari depan rumah dinas gubernur Sulawesi Tengah di Jalan Muhammad Hatta ini
kemudian bergerak menuju kantor gubernur di Jalan Sam Ratulangi. Mereka membawa sejumlah spanduk
dan panflet serta selebaran yang intinya mendesak agar Gubernur Sulawesi Tengah Banjela Paliudju segera
mengeluarkan rekomendasi pemekaran provinsi Sulawesi Timur. Bahkan sebuah spanduk berisi tiga
tuntutan rakyat Sulawesi Timur bila aspirasi mereka tidak diterima yakni menolak membayar pajak, ajakan
mogok PNS dan pelengseran Gubernur Banjela Paliudju. Tampak pula bendera yang sudah didesain
sebagai bendera provinsi Sulawesi Timur.
Sambil berorasi secara bergantian, beberapa perwakilan melakukan negosiasi dengan aparat polisi
pamongpraja agar bisa diterima gubernur. Proses pertemuan dengan gubernur baru dapat berlangsung
sekitar satu jam kemudian. Keinginan melakukan pemekaran ini sebenarnya sudah lama bergulir. Hanya
saja persyaratan pemekaran tidak terpenuhi. Salah satunya adalah luas wilayah pemekaran tidak boleh lebih
luas dari provinsi induk, jumlah penduduk dan sebagainya. Kekurangan persyaratan inilah yang membuat
pihak gubernur tidak dapat memberikan rekomendasi pemekaran provinsi Sulawesi Timur. Empat
kabupaten yang menyatakan akan bergabung pada pemekaran provinsi Sulawesi Timur yakni Kabupaten
Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Tojo Unauna dan Kabupaten Morowali.Yang pantas
menjadi ibukota adalah Luwuk.
[sunting] Pemekaran Nusa Tenggara Timur
[sunting] Flores
[sunting] Wacana awal
Sejak dua tahun lalu, wacana pembentukan provinsi Flores, sebagai pemekaran dari provinsi NTT,
menghangat. Wacana ini mendapat bentuknya melalui Komite Perjuangan Pembentukan provinsi Flores
(KP3F) yang dibentuk di enam kabupaten di Flores dan Lembata. KP3F dibentuk, terutama untuk
melakukan sosialisasi sekaligus mengakomodir berbagai aspirasi tentang pembentukan provinsi itu.
Bagi para pencetus, pembentukan provinsi Flores sudah saatnya dilakukan. Hampir sama dengan motivasi
pembentukan kabupaten-kabupaten baru, pembentukan provinsi Flores dilakukan dalam rangka efisiensi
pelayanan kepada masyarakat.
Dengan membentuk provinsi sendiri, para pejabat di Flores tidak harus menghabiskan banyak waktu dan
biaya untuk menghadiri kegiatan-kegiatan tingkat provinsi di Kupang. Mereka cukup menggunakan mobil
untuk datang ke ibukota provinsi Flores yang akan disepakati nantinya, biaya-biaya perjalanan akan lebih
hemat. Hal ini sangat berbeda jauh ketika setiap pejabat dari Flores harus datang ke Kupang. Hal ini pun
sangat berpengaruh terhadap jumlah kesempatan setiap pejabat berada di daerahnya untuk melayani
kepentingan masyarakat.
[sunting] Gagasan yang sudah muncul sejak 1959
Lebih meyakinkan lagi, para pencetus mengungkapkan bahwa pembentukan provinsi Flores bukanlah
gagasan baru, yang lahir di era reformasi. Gagasan ini sudah muncul sejak pembentukan provinsi NTT
pada tahun 1959 yang terus diperjuangan hingga akhir era 1960-an. Namun gagasan itu seperti terkubur
pada era Orde Baru yang mempraktekkan pemerintahan sentralistik.
Oleh karena itu, para pencetus sangat yakin gagasan ini akan segera terealisir. Keyakinan ini lahir dari
kenyataan saat ini, di mana kebebasan untuk menyatakan pendapat dan aspirasi, sangat dijunjung tinggi.
Yang patut diusahakan, bagaimana perjuangan itu mematuhi koridor dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
17. Misalnya, dengan membentuk Komite Perjuangan Pembentukan provinsi Flores (KP3F), mulai dari
kabupaten hingga pusat di Jakarta.
Dalam dialog dengan anggota legislatif, eksekutif dan masyarakat Kabupaten Lembata pada tanggal 13
Oktober 2002, Ketua FP3FL Jakarta, Anton Enga Tifaona mengatakan bahwa pembentukan provinsi Flores
belum bisa dilakukan dalam tahun 2002. Kemungkinan untuk pembentukan provinsi Flores baru terbuka
kembali setelah pelaksanaan Pemilu 2004. Ini terjadi karena rekomendasi pembentukan provinsi Flores ini
belum masuk ke Komisi II DPR RI, sementara pendaftaran pemekaran wilayah provinsi dan
kabupaten/kota ditutup pada tanggal 31 Oktober 2002. Akan tetapi setelah Pemilu 2004 pun cita-cita itu
belum dapat terwujud. Rupanya masyarakat Flores dan Lembata perlu menunggu hingga Pemilu 2009 atau
bahkan Pemilu 2014.
Berkaitan dengan persiapan panjang menuju Provinsi Flores dalam tahun-tahun mendatang, beberapa
pengamat menuturkan bahwa ada dua hal sensitif yang terlebih dahulu dicari titik temunya. Keduanya
adalah calon ibukota provinsi dan suksesi kepemimpinan. Kedua hal ini dikatakan berpotensi menimbulkan
gesekan dalam masyarakat antarkabupaten.
[sunting] Calon ibukota
Dalam pertemuan-pertemuan FP3FL, kota Ende, Maumere, dan Mbay masuk nominasi calon ibukota
provinsi. Akan tetapi segera terjadi polarisasi dalam masyarakat berkaitan dengan calon ibukota ini.
Kabupaten-kabupaten di Flores Barat (Kab. Ngada, Kab. Nagekeo, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai
Barat, dan Kab. Manggarai Timur) umumnya mendukung Mbay (kota kab. Nagekeo) sebagai ibukota
provinsi. Sedangkan Kab. Flores Timur, Kab. Lembata, dan calon Kab. Adonara mendukung Maumere
(kota kab. Sikka). Oleh beberapa tokoh Ende diusulkan menjadi kota pelajar, budaya, dan sejarah karena
dari segi ketersediaan lahan, tidak memungkinkan. Di tengah tahun 2007 masyarakt Flores,khususnya di
perkotaan mendengar kabar bahwa telah ada kesepakatan di antara para tokoh masyarakat Flores untuk
menjadikan Maumere sebagai calon tunggal ibukota Provinsi Flores. Sekurang-kurangnya ada 2 alasan
yang dikemukakan, pertama, pembangunan infrastrukur di kota Maumere cukup memadai, sehingga jika
provinsi baru ini terbentuk, ibukota Provinsi tidak dibangun dari nol. Sebaliknya, akan dibutuhkan dana
yang sangat besar untuk membangun Mbay dari nol. Sebagaimana diketahui, Mbay sebagai kota kabupaten
Nagekeo yang baru saja diresmikan membutuhkan dana yang cukup besar untuk membangun infrastruktur
pemerintahannya, belum terhitung fasilitas publik lainnya sebagaimana layaknya sebuah kota kabupaten.
Dan hal itu tentu harus dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun. Alasan kedua,sejak dulu Mbay telah
dikenal sebagai lumbung berasnya Provinsi NTT. Maka, jika Mbay ditetapkan sebagai ibukota Provinsi
Flores, ke depan tentu pembangunan sebuah ibukota provinsi akan menuntut alih guna lahan yang cukup
pesat dari lahan pertanian (persawahan) menjadi pemukiman, industri, dan komersial sebagaimana terjadi
pada ibukota-ibukota provinsi lainnya. Jika hal ini terjadi pada Mbay, tentu pemda-pemda di Flores perlu
mendatangkan beras lebih banyak lagi dari Sulawesi untuk menghindari kekurangan beras di Flores.
[sunting] Kabupaten/Kota yang tergabung dalam Flores
Apabila Provinsi Flores terbentuk maka kabupaten-kabupaten yang bergabung di dalamnya dari barat ke
timur berturut-turut yakni kab. Manggarai Barat, kab. Manggarai, kab. Manggarai Timur, kab. Ngada, kab.
Nagekeo, kab. Ende, (calon) kota Ende, kab. Sikka, (calon) kota Maumere, kab. Flores Timur, kab.
Lembata, dan (calon) kab. Adonara. Jadi ada 9 kabupaten definitif dan 1 calon kabupaten serta 2 calon
kota.
[sunting] Pemekaran Papua
Pemerintah Papua belakangan berencana memekarkan wilayahnya menjadi beberapa provinsi lagi, yakni
1. Irian Jaya Tengah
18. 2. Irian Jaya Timur
3. Irian Jaya Selatan, dan
4. Pegunungan Tengah
[sunting] Referensi
1. ^ http://www.beritacerbon.com/berita/2009-08/majalengka-tolak-pembentukan-provinsi-cirebon
Majalengka tolak pembentukan Provinsi Cirebon
2. ^ http://www.beritacerbon.com/berita/2009-03/yudi-budiana-kuningan-tidak-ingin-berpisah-dari-
jawa-barat Kuningan tidak ingin berpisah dari Jawa Barat
3. ^ http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2007/08/02/1/37273/tegal-brebes-tolak-provinsi-
banyumas Penolakan pembentukan Provinsi Banyumas
4. ^ http://imamsamroni.wordpress.com/2010/01/18/mengembalikan-status-propinsi-daerah-
istimewa-surakarta/ Status Daerah Istimewa Surakarta
5. ^ http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=89103
6. ^ http://matanews.com/2009/12/20/surakarta-ingin-daerah-istimewa/
7. ^ http://harianjoglosemar.com/berita/surakarta-jadi-daerah-istimewa-4934.html
8. ^ http://www.mediaindonesia.com/read/2009/12/12/111987/124/101/Wacana-Daerah-Istimewa-
Surakarta-Mulai-Digulirkan
9. ^ http://kabarmadura.blogspot.com/2007/08/setuju-propinsi-madura.html
[sunting] Pranala luar
• (id) informasi ttg Aceh in English Language
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Wacana_pembentukan_provinsi_baru_di_Indonesia"
Kategori: Provinsi di Indonesia | Politik di Indonesia
Peralatan pribadi
• Fitur baru
• Masuk log / buat akun
Ruang nama
• Halaman
• Pembicaraan
Varian
Tampilan
• Baca
• Sunting
• Versi terdahulu
Tindakan
• ↑
19. Cari
Navigasi
• Halaman Utama
• Perubahan terbaru
• Peristiwa terkini
• Halaman sembarang
Komunitas
• Warung Kopi
• Portal komunitas
• Bantuan
Wikipedia
• Tentang Wikipedia
• Pancapilar
• Kebijakan
• Menyumbang
Cetak/ekspor
• Buat buku
• Unduh sebagai PDF
• Versi cetak
Kotak peralatan
• Pranala balik
• Perubahan terkait
• Halaman istimewa
• Pranala permanen
• Kutip halaman ini
• Halaman ini terakhir diubah pada 08:54, 11 November 2010.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Common
Aspek Sosial Budaya Masyarakat ACEH
June 18, 2008 by mirzal tawi
Aceh sebagai sebuah entitas etnis dan wilayah tertentu sangat berbeda dengan etnis atau wilayah lainnya di
Indonesia. Masyarakat Aceh adalah masyarakat yang pluralistis dan ?terbuka?. Di daerah Nanggroe
Darussalam ini terdapat 8 sub etnis, yaitu Aceh, Alas, Aneuk Jamee, Gayo, Kluet, Simeulu, Singkil, dan
Tamiang. Kedelapan subetnis tersebut mempunyai sejarah asal-usul dan budaya yang sangat berbeda antara
20. satu dengan yang lain. Misalnya, menurut sejarahnya, sub etnis Aneuk Jamee merupakan pendatang yang
berasal dari Sumatera Barat (etnis Minangkabau) sehingga budaya subetnis Aneuk Jamee mempunyai
kemiripan dengan budaya etnis Minangkabau.
A. MITOS/SEJARAH KEBERADAAN MASYARAKAT ACEH
Pada waktu masih sebagai sebuah kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh adalah wilayah yang sekarang
dikenal dengan nama Aceh Besat, yang di dalam istilah Aceh disebut Aceh Rayeuk, yaitu salah satu
kabupaten atau daerah tingkat II di Nanggroe Aceh Darussalam. Semasa masih sebagai kerajaan, Aceh
Rayeuk (Aceh Besar) merupakan inti Kerajaan Aceh (Aceh proper) dan telah menyebarkan sebagian
penduduknya ke darah-daerah lain di sekitarnya (daerah takluk) yang oleh Belanda dinamakan
Onderhorigheden. Sebutan Aceh juga digunakan oleh orang-orang di daerah takluk di luar Aceh Rayeuk
(Aceh Besar) dalam wilayah Kerajaan Aceh untuk menyebut nama ibukota kerajaan yang sekarang
bernama Banda Aceh. Mereka yang mendiami pesisir Timur seperti Pidie, Aceh Utara hingga Aceh Timur,
dan Pesisir Barat dan Selatan, jika mau ke ibukota kerajaan (Banda Aceh) mengatakan mau pergi ke Aceh.
Sebutan ini masih ada yang menggunakannya sampai sekarang.
Selain sebagai nama daerah, Aceh juga merupakan nama salah satu suku bangsa atau etnis sebagai
penduduk asli yang mendiami Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam. Di Provinsi Naggroe Aceh Drussalam
sekarang terdapat 20 daerah tingkat II yang didiami oleh delapan kelompok etnis, yaitu etnis Aceh, Gayo,
Alas, Tamiang, Aneuk Jamee, Kluet, Simeulue, dan Singkil. Semua etnis in adalah penduduk asli yang
dalam istilah Belanda disebut inlander (penduduk pribumi).
Hingga saat ini belum ada satu kepastian konkret mengenai asal muasal dan kapan istilah Aceh mulai
digunakan karena data yang dapat memberi kesimpulan tentang asal muasal etnis Aceh tersebut tidak
ditemukan. Infromasi atau sumber yang berasal dari orang Aceh sendiri tentang hal ini masih berupa kisah-
kisah popular yang disampaikan secara turun-temurun (berupa tradisi lisan) yang sulit untuk
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Para pendatang luar (orang-orang asing) yang pernah mengunjungi
Aceh sewaktu masih sebahai sebuah kerajaan menuyebutkan dengan nama beragam. Orang Portugis
misalnya menyebut dengan nama Achen dan Achem, orang Inggris menyebut Achin, orang Perancis
menamakan Achen dan Acheh, orang Arab menyebut Asyi, sementara orang Belanda menamakan Atchin
dan Acheh. Orang Aceh sendiri menyebut dirinya dengan nama Ureung Aceh (orang Aceh). Memang
terdapat beberapa sumber yang menginformasikan tentang asal muasal nama Aceh dan etnis Aceh, namun
sember-sumber tersebut bersifat mistis atau dongeng, meskipun ada juga yang dikutip oleh para penulis
asing seperti penulis-penulis Belanda.
K.F.H Van Langen dalam salah satu karyanya tentang Aceh berjudul ?De Inrichting Van het Atjehsche
Staatbestuur Onder het Sultanaat? (Susunan Pemerintah Aceh Semasa Kesultanan) yang dimuat dalam BKI
37 (1888) serta juga yang dikutip dari Laporan Gubernur Aceh dan Daerah Takluknya yang diterima
sebagai Lampiran Surat Sekretaris Pemerintahan Umum tertanggal 30 Juni 1887 No. 956 dimuat dalam
majalah TBG (1889) dengan judul ?Lets Omtrent de Oosprong Van Het Atjesche Volk en den Toestand
Onder het Voormalig Sultanaat in Atjeh? (Serba-serbi Tentang Asal-Usul Bangsa Aceh dan Keadaan Pada
Masa Pemerintahan Kesultanaan di Aceh). Disebutkan bahwa menurut cerita-cerita rakyat, penduduk asli
Aceh disebut ureueng manteue yang didominasi oleh orang-orang Batak dan juga etnis Gayo. Mereka
termasuk dalam keluarga besar Melayu yang asal-usulnya juga belum diketahui secara pasti. Untuk
menguatkan pendapat ini, dijelaskan bahwa di dalam adat Batak dan Gayo masih terdapat unsur-unsur dan
kata-kata yang juga dijumpai dalam bahasa Aceh, meskipun dengan ucapan yang telah berubah di samping
unsur-unsur formatif bahasa Batak dan Gayo.
Ada pula yang memperkirakan bahwa etnis Aceh sebagian besar berasal dari Campa, seperti yang
diutarakan oleh C. Snouck Hurgronje dalam karyanya The Atjehers (orang-orang Aceh). Hal ini dapat
dilihat dari segi bahasa. Bahasa Aceh menunjukkan banyak persamaan dengan bahasa yang digunakan oleh
bangsa Mon Khmer, penduduk asli Kamboja, baik dari segi tata bahasa maupun dalam peristilahannya.
Perbandingan atau persemaan antara bahasa Aceh dengan bahasa Campa telah dibahas dalam ?
21. Aanteekeningen betreffende de verhoding van het Atjesche tot de Mon Khmer talen? oleh K.K.J. Cowan
dalam BKI 104 (1948).
Seorang ulama Aceh terkenal pada abad XIX , yaitu Teungku Kutakarang yang popular dengan sebutan
Teungku Chik Kutarakarang (meninggal 1895) dalam karyanya Tadhkirat al Radikin menyebutkan bahwa
orang Aceh terdiri atas tiga pencapmuran darah yaitu Arab, Persi, dan Turki. Teungku Chik Kutakarang
tidak menyebutkan adanya pencampuran dengan suku-suku bangsa lain seperti India dan lainnya. Pendapat
yang lebih masuk akal dikemukakan oleh Julius Jacob, seorang sarjana Belanda dalam karyanya Het
Familie en Kampongleven Op Groot Atjeh (1894) (Kehidupan Kampung dan Keluarga di Aceh Besar). Di
sini Jakob mengatakan bahwa orang Aceh adalah suatu anthropologis mixtum, suatu percampuran darah
yang berasal dari pelbagai suku bangsa pendatang. Ada yang berasal dari Semenanjung Melayu, Melayu-
Minangkabau, Batak, Nias, India, Arab, Habsyi, Bugis, Jawa, dan sebagainya. Dapat disebutkan pula
bahwa sultan-sultan terakhir yang memerintah di Kerajaan Aceh secara berturut-turut semenjak Sultan
Alaidin Ahmadsyah (1727) sampai dengan Sultan Alaidin Mahmudsyah (1870-1874) dan yang terakhir
Sultan Muhammad Daudsyah (1874-1903) adalah berasal dari Bugis.
Sebuah riwayat menyebutkanbahwa berdasarkan asal-usulnya, etnis Aceh dibagi ke dalam empat kawom
(kaum) atau sukee (suku). Pembagian ini mulai dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaaidin Al-
Kahar (1530-1552).
Keempat kawom atau sukee tersebut, yaitu :
1. Kawom atau sukee lhee reutoh (kaum atau suku tiga ratus). Mereka berasal dari orang-orang
Mante-Batak sebagai penduduk asli.
2. Kawom atau sukee imuem peut (kaum atau suku imam empat). Mereka berasal dari orang-orang
Hindu atau India sebagai pendatang.
3. Kawom atau sukee tol Batee (kaum atau suku yang mencukupi batu). Mereka bersal dari berbagai
etnis, pendatang dari baerbagai tempat.
4. Kawom atau sukee Ja Sandang (kaum atau suku penyandang). Mereka adalah para imigran Hindu
yang telah memeluk agama Islam.
Pada awalnya, akibat asal usul yang berbeda, keempat kawom ini seingkali terlibat dalam konflik internal.
Kawom-kawom ini sampai sekarang masih merupakan dasar masyarakat Aceh dan solidaritas sesame
kawom cuku tinggi. Mereka loyal kepada pimpinannya. Semua keputusan atau tindakan yang akan diambil
selalu melibatkan pimpinan dan orang-orang yang dituakan dalam kawom-kawom tersebut.
Sesungguhnya etnis Aceh sebagai suatu entitas politik dan budaya mulai terbentuk semenjak awal abad
XVI. Hal ini ditandai dengan terbentuknya Kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali
Mughayatsyah (lebih kurang 1514). Pembentukan ini diawali dengan adanya dinamika internal dalam
masyarakat Aceh, yaitu terjadinya penggabungan beberapa kerajaan kecil yang ada di Aceh Rayeuk yang
dilanjutkan dengan penyatuan Kerajaan Pidie, Pasai, Perlak, dan Daya ke dalam Kerajaan Aceh
Darussalam. Selanjutnya, pertumbuhan dan pengembangan kerajaan ini ditentukan pula oleh faktor
eksternal karena eksodusnya pada pedagang muslim dari Malaka ke ibukota Kerajaan Aceh, setelah
ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada tahun 1511, dan juga berubahnya rute perdagangan para
pedagang muslim dari jalur Selat Malaka ke Jalur Pantai Barat Sumatera. Keadaan ini menyebabkan
ibukota Kerajaan Aceh (Banda Aceh) menjadi berkembang dan penduduknya menjadi lebih kosmopolitan.
B. STRUKTUR MASYARAKAT
Berdasarkan pendekatan historis, lapisan masyarakat Aceh yang paling menonjol dapat dikelompokkan
pada dua golongan, yaitu golongan umara dan golongan ulama.
22. Umara dapat diartikan sebagai pemerintah atau pejabat pelaksana pemerintah dalam satu unit wilayah
kekuasaan, Contohnya seperti jabatan Sultan yang merupakan pimpinan atau pejabat tertinggi dalam unit
pemerintahan kerajaan, Uleebalang sebagai pimpinan unit pemerintah Nanggroe (negeri), Panglima Sagoe
(Panglima Sagi) yang memimpin unit pemerintahan Sagi, Kepala Mukim yang menjadi pimpinan unit
pemerintahan Mukim dan Keuchiek atau Geuchiek yang menjadi pimpinan pada unit pemerintahan
Gampong (kampung). Kesemua mereka atau pejabat tersebut di atas, dalam struktur pemerintahan di Aceh
pada masa dahulu dikenal sebagai lapisan pemimpin adapt, pemimpin keduniawian, atau kelompok elite
sekuler.
Sementara golongan ulama yang menjadi pimpinan yang mengurusi masalah-masalah keagamaan (hokum
atau syariat Islam) dikenal sebagai pemimpin keagamaan atau masuk kelompok elite religius, Oleh karena
para ulama ini mengurusi hal-hal yang menyangkut keagamaan, maka mereka haruslah seorang yang
berilmu, yang dalam istilah Aceh disebut Ureung Nyang Malem. Dengan demikian tentunya sesuai dengan
predikat/sebutan ulama itu sendiri, yang berarti para ahli ilmu atau para ahli pengetahuan. Adapun
golongan atau kelompok Ulama ini dapat disebutkan, yaitu :
1. Tengku Meunasah, yang memimpin masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan pada
satu unit pemerintah Gampong (kampung).
1. Imum Mukim (Imam Mukim), yaitu yang mengurusi maslah keagamaan pada tingkat pemerintahan
mukim, yang bertindak sebagai imam sembahyang pada setiap hari Jumat di sebuah mesjid pada
wilayah mukim yang bersangkutan.
1. Qadli (kadli), yaitu orang yang memimpin pengadilan agama atau yang dipandang menerti
mengenai hokum agama pada tingkat kerjaan dan juga pada tingkat Nanggroe yang disebut Kadli
Uleebalang.
1. Teungku-teungku, yaitu pengelola lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti dayah dan
rangkang, juga termasuk murid-muridnya. Bagi mereka yang sudah cukup tinggi tingkat
keilmuannya, disebut dengan istilah Teungku Chiek.
Selain pembagian atas kedua kelompok tersebut di atas, yang paling menonjol dalam masyarakat Aceh
tempo doeloe, terdapat laposan-lapisan lain seperti kelompok Sayed yang bergelar habib untuk laki-laki
dan Syarifah untuk perempuan. Kelmpok ini dikatakan berasal dari keturunan Nabi Muhammad. Jadi
kelompok Sayed ini juga merupakan lapisan tersendiri dalam masyarakat Aceh.
Pelapisan masyarakat Aceh juga dapat dilihat dari segi harta yang mereka miliki. Untuk itu, maka ada
golongan hartawan/orang kaya dan rakyat biasa (Ureung leue). Selain itu, penggolongan masyarakat Aceh
dapat dibagi pula ke dalam empat kelompok, yaitu golongan penguasa, terdiri atas penguasa pemerintahan
dan pegawai negeri; kelompok ulama, yaitu orang-orang yang berpengetahuan di bidang agama; kelompok
hartawan (mereka yang memilik kekayaan), dan kelompok rakyat biasa.
(Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi NAD. Jelajah Aceh. 2004. Banda Ace
Dataran tinggi Minangkabau terletak dibagian tengah Bukit Barisan, pegunungan yang membujur hampir
sepanjang pulau Sumatra itu sendiri, tepatnya di-Sumatra Barat, mungkin merupakan daerah yang paling
subur di-Indonesia. Sepanjang mata memandang, yang nampak hanya lembah yang hijau, riam, air terjun
dan danau-danau.
Masyrakat Minangkabau adalah suatu masyarakat yang menganut sistim Matriarileneal dimana garis Ibu
lebih dominan dan hukum kewarisan mengikuti garis Ibu, yang mungkin satu-satunya di-Indonesia. Konon,
masyarakat Negeri Sembilan dibagian barat semenanjung Malaysia yang diyakini berasal dari Ranah
Minang, juga memiliki masyarakat yang Matrilineal, seperti ditanah leluhur mereka.
23. Masyarakat Minangkabau juga dikenal
sebagai suatu masyarakat yang sangat
religious. Ada pepatah yang mengatakan,
dimanapun kita berdiri diranah Minang, dapat
dipastikan kita akan mendengar kumandang
Adzan, panggilan untuk beribadah lima
waktu. Kearah manapun kita menengok,
hampir dipastikan kita akan melihat kubah
sebuah Mesjid, minimal sebuah Surau dengan
arsitektur Minang yang khas.
Arsitektur Minang memiliki gaya yang khas
dan unik, khususnya “Rumah Gadang”. Salah
satu yang konon tertua, berdiri sejak lebih
dari 400 tahun yang lalu, dapat dijumpai
[navigasi.net] Budaya - Minangkabau
[navigasi.net] Budaya - Minangkabau
diselatan Batu Sangkar.
Kekhasan arsitektur Minang ini tertutama pada bentuk atapnya. Ada yang menganggap bentuk itu seperti
“pelana kuda”, tetapi sebahagian besar cenderung mengatakan bentuknya seperti “tanduk kerbau”,
sebagaimana yang tersirat dalam kata Minangkabau. Salah satu bentuk khas arsitektur Minang yang sangat
cantik dan megah, adalah Istana Sultan Pagaruyung (S0.471900 - E100.620333 ).
Bukit Tinggi (S0.307450 - E0.000000 ), terkenal dengan “Jam Gadang”, yang berdiri megah ditengah-
tengah kota. Kalau kita perhatikan, angka Romawi 4 pada jam tersebut, bukannya dituliskan sebagai IV,
tetapi dituliskan “alla Minang” yaitu IIII ……. Konon orang Minang terkenal “keras kepala” …….. sebab
kalau kepala kita tidak keras, itu kan bukan kepala namanya …..?
Kota yang cantik ini seolah-olah bertengger dibukit menghadap “Ngarai Sianok” atau Grand Canyon-nya
Minangkabau
Di-Bukittinggi dapat dijumpai Benteng De Cock (Fort De Cock – S0.300500 - E100.367583 ), konon
sebagai menara penjaga yang dikelilingi oleh canon-canon menghadap kesegala penjuru, yang didirikan
beberapa ratus tahun yang lalu oleh colonialist Belanda pada masa penjajahan.
Salah satu kota yang unik diranah Minang adalah: Kuto Gadang (S0.333383 - E100.353833 ). Meskipun
menyandang nama “gadang” yang berarti “besar”, kota itu sendiri adalah sebuah kota kecil, yang berada
24. dilembah Sianok, tetapi kota kecil ini mempunyai hikayat yang besar. Dari kota kecil ini menghasilkan
banyak cendekiawan-cendikiawan Minang “nan Gadang” atau nama-nama yang besar, seperti almarhum
Haji Agus Salim, almarhum Muhammad Natsir dan nama-nama besar lainnya.
Tragisnya, kota Gadang ini seperti sebuah
kota yang “kosong”, banyak rumah-rumah tua
yang penuh dengan hikayat ini dibiarkan
kosong, ada yang dipugar banyak pula yang
dibiarkan tidak terawat dengan baik, karena
para penghuninya umumnya adalah orang
Minang yang berhasil dirantau.
Masalah makanan, bagi tourist lokal tidak
menjadi masalah, karena sudah terbiasa
dengan restaurant Padang yang tersebar
diseantero Nusantara, bahkan dipulau Jawa,
Warung Padang jauh lebih banyak dari
“Warteg”... Namun bagi yang tidak
mempermasalahkan “kolasterol”, ada sebuah
[navigasi.net] Budaya - Minangkabau restaurant yang sangat terkenal yang hanya
menjual “Sate Padang” dengan sausnya yang
khas: Restaurant Mak Syukur namanya, yang berada dikota Padang Panjang (S0.462933 - E100.399967 ).
Konon dalam kunjungan Perdana Menteri Abdullah Badawi, ketanah leluhurnya diranah-Minang, SBY
mengajak beliau singgah kerestaurant tersebut untuk bernostalgia: Kampuang nan jauh dimato ….
Yang juga cukup menarik untuk dicatat ialah warna atau simbol Minangkabau yang terdiri dari 3 warna
yang mirip dengan bendera German. Kita bisa saksikan umbul-umbul dengan ketiga warna ini dimana-
mana. Mulanya saya pikir ada kesebelasan German yang bertandang ke-Ranah Minang ...
Pada seorang turis German yang saya jumpai disebuah gubuk panorama yang banyak terdapat disepanjang
jalan antara Padang – Bukittinggi saya katakan bahwa kelihatannya masyarakat Minang ini sedang
menyambut kalian, lihat saja itu bendera atau atribut German dimana-mana. Dengan logat German yang
kental, dia menjawab: “Ya ya, that make me feel a bit at ho
SEJARAH
Kerajaan Batak didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat
Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang bernama
Alang Pardoksi (Pardosi). Masa kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh raja yang bernama. Sultan
Maharaja Bongsu pada tahun 1054 Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan
politiknya.
DESKRIPSI LOKASI
Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan
Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli
Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah
danau besar dengan nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah administrative,
mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten
Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan.
UNSUR BUDAYA
A. Bahasa
25. Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat
Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun
yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.
B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo
aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang
tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara
bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri
tergantung kepada persetujuan pesertanya.
C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk
bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat
tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata
tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis
tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain
tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.
D. Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika
ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang
menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga
Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja
karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.
b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta
menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok
kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut
terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal
yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup
tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang
selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip
yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d)
status kawin.
E. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian
yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah
ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi,
kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada
kaitanya dengan pariwisata.
F. Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk
sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat
batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak
mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan
bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya .
Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom:
berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak
26. mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang;
Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang
disebut Tongkal.
G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik
tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu
ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan,
menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan
yang diwariskan nenek moyang .
NILAI BUDAYA
1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana
seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut
Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula.
Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat
dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur
Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
ASPEK PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan untuk
memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat dapat
berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat
berbahaya.
Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari.
Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota
modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka
itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.
DAFTAR PUSTAKA :
• Hidayah, Zuliyani
• 1997 Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Koentjaraningrat
• 1971 Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan Melalatoa, M. Junus
• 1997 Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan
Provinsi Di Pulau Sumatera
Posted on Minggu, 22 Februari 2009 by nahrawisagita| 3 Komentar
27. Menuju Akhir Tulisan
Menuju Isi Tulisan
Pulau Sumatera saat ini terbagi menjadi 10 Provinsi, yaitu : Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan,
Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung. Mungkin jumlahnya akan bertambah,
seiring dengan keinginan pemekaran daerah untuk membentuk Provinsi baru, seperti :
Provinsi Aceh Barat Selatan, Provinsi Aceh Leuser Antara, Provinsi Sumatera Timur, dan
Provinsi Tapanuli.
Berikut ini daftar Nama Kabupaten/Kota ditiap Provinsi, langsung klik Nama Provinsi
untuk melihat daftar tersebut.
Nama Provinsi :
Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Kepulauan Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
Kabupaten/Kota Di Nanggroe Aceh Darussalam :
1. Kabupaten Aceh Barat (Meulaboh)
2. Kabupaten Aceh Barat Daya (Blangpidie)
3. Kabupaten Aceh Besar (Kota Jantho)
4. Kabupaten Aceh Jaya (Calang)
5. Kabupaten Aceh Selatan (Tapak Tuan)
6. Kabupaten Aceh Singkil (Singkil)
7. Kabupaten Aceh Tamiang (Karang Baru)
28. 8. Kabupaten Aceh Tengah (Takengon)
9. Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane)
10. Kabupaten Aceh Timur (Idi Rayeuk)
11. Kabupaten Aceh Utara (Lhoksukon)
12. Kabupaten Bener Meriah (Simpang Tiga Redelong)
13. Kabupaten Bireun (Bireun)
14. Kabupaten Gayo Lues (Blang Kejeren)
15. Kabupaten Nagan Raya (Suka Makmue)
16. Kabupaten Pidie (Sigli)
17. Kabupaten Pidie Jaya (Meureudu)
18. Kabupaten Simeulue (Sinabang)
19. Kota Banda Aceh (Banda Aceh)
20. Kota Langsa (Langsa)
21. Kota Lhokseumawe (Lhokseumawe)
22. Kota Sabang (Sabang)
23. Kota Subulussalam (Subulussalam)
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara :
1. Kabupaten Asahan (Kisaran)
2. Kabupaten Batu Bara (Limapuluh)
3. Kabupaten Dairi (Sidikalang)
4. Kabupaten Deli Serdang (Lubuk Pakam)
5. Kabupaten Humbang Hasundutan (Dolok Sanggul)
6. Kabupaten Karo (Kabanjahe)
7. Kabupaten Labuhanbatu (Rantau Prapat)
8. Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Kota Pinang)
9. Kabupaten Labuhanbatu Utara (Aek Kanopan)
10. Kabupaten Langkat (Stabat)
11. Kabupaten Mandailing Natal (Panyabungan)
12. Kabupaten Nias (Gunung Sitoli)
13. Kabupaten Nias Barat (**********)
14. Kabupaten Nias Selatan (Teluk Dalam)
15. Kabupaten Nias Utara (**********)
16. Kabupaten Padang Lawas (Sibuhuan)
17. Kabupaten Padang Lawas Utara (Gunung Tua)
18. Kabupaten Pakpak Bharat (Salak)
19. Kabupaten Samosir (Pangururan)
20. Kabupaten Serdang Bedagai (Sei Rampah)
21. Kabupaten Simalungun (Raya)
22. Kabupaten Tapanuli Selatan (Sipirok)
23. Kabupaten Tapanuli Tengah (Pandan)
24. Kabupaten Tapanuli Utara (Tarutung)
25. Kabupaten Toba Samosir (Balige)
29. 26. Kota Binjai (Binjai)
27. Kota Gunung Sitoli (**********)
28. Kota Medan (Medan)
29. Kota Padang Sidempuan (Padang Sidempuan)
30. Kota Pematang Siantar (Pematang Siantar)
31. Kota Sibolga (Sibolga)
32. Kota Tanjung Balai (Tanjung Balai)
33. Kota Tebing Tinggi
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Sumatera Barat :
1. Kabupaten Agam (Lubuk Basung)
2. Kabupaten Dharmasraya (Pulau Punjung)
3. Kabupaten Kepulauan Mentawai (Tuapejat)
4. Kabupaten Lima Puluh Kota (Sarilamak)
5. Kabupaten Padang Pariaman (Parit Malintang)
6. Kabupaten Pasaman (Lubuk Sikaping)
7. Kabupaten Pasaman Barat (Simpang Empat)
8. Kabupaten Pesisir Selatan (Painan)
9. Kabupaten Sijunjung (Muaro Sijunjung)
10. Kabupaten Solok (Arosuka)
11. Kabupaten Solok Selatan (Padang Aro)
12. Kabupaten Tanah Datar (Batusangkar)
13. Kota Bukittinggi (Bukittinggi)
14. Kota Padang (Padang)
15. Kota Padangpanjang (Padangpanjang)
16. Kota Pariaman (Pariaman)
17. Kota Payakumbuh (Payakumbuh)
18. Kota Sawahlunto (Sawahlunto)
19. Kota Solok (Solok)
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Jambi :
1. Kabupaten Batang Hari (Muara Bulian)
2. Kabupaten Bungo (Muara Bungo)
3. Kabupaten Kerinci (Sungaipenuh)
4. Kabupaten Merangin (Bangko)
5. Kabupaten Muaro Jambi (Sengeti)
6. Kabupaten Sarolangun (Sarolangun)
7. Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Kuala Tungkal)
8. Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Muara Sabak)
9. Kabupaten Tebo (Muara Tebo)
30. 10. Kota Jambi (Jambi)
11. Kota Sungai Penuh (Sungai Penuh)
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Riau :
1. Kabupaten Bengkalis (Bengkalis)
2. Kabupaten Indragiri Hilir (Tembilahan)
3. Kabupaten Indragiri Hulu (Rengat)
4. Kabupaten Kampar (Bangkinang)
5. Kabupaten Kepulauan Meranti (Selatpanjang)
6. Kabupaten Kuantan Singingi (Teluk Kuantan)
7. Kabupaten Pelalawan (Pangkalan Kerinci)
8. Kabupaten Rokan Hilir (Ujung Tanjung/Bagan Siapi-api)
9. Kabupaten Rokan Hulu (Pasir Pengarayan)
10. Kabupaten Siak (Siak Sri Indrapura)
11. Kota Dumai (Dumai)
12. Kota Pekanbaru (Pekanbaru)
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Kepulauan Riau :
1. Kabupaten Bintan (Bandar Seri Bentan)
2. Kabupaten Karimun (Tanjung Balai Karimun)
3. Kabupaten Kepulauan Anambas (Tarempa)
4. Kabupaten Lingga (Daik,Lingga)
5. Kabupaten Natuna (Ranai,Bunguran Timur)
6. Kota Batam (Batam)
7. Kota Tanjung Pinang (Tanjung Pinang)
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Sumatera Selatan :
1. Kabupaten Banyuasin (Banyuasin)
2. Kabupaten Empat Lawang (Tebing Tinggi)
3. Kabupaten Lahat (Lahat)
4. Kabupaten Muara Enim (Muara Enim)
5. Kabupaten Musi Banyuasin (Sekayu)
6. Kabupaten Musi Rawas (Lubuk Linggau)
7. Kabupaten Ogan Ilir (Indralaya)
8. Kabupaten Ogan Komering Ilir (Kayu Agung)
9. Kabupaten Ogan Komering Ulu (Baturaja)
10. Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (Muaradua)
31. 11. Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (Martapura)
12. Kota Lubuklinggau (Lubuklinggau)
13. Kota Pagar Alam (Pagar Alam)
14. Kota Palembang (Palembang)
15. Kota Prabumulih (Prabumulih)
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Kepulauan Bangka Belitung :
1. Kabupaten Bangka (Sungailiat)
2. Kabupaten Bangka Barat (Toboali)
3. Kabupaten Bangka Selatan (Mentok)
4. Kabupaten Bangka Tengah (Koba)
5. Kabupaten Belitung (Tanjungpandan)
6. Kabupaten Belitung Timur (Manggar)
7. Kota Pangkal Pinang (Pangkal Pinang)
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Bengkulu :
1. Kabupaten Bengkulu Selatan (Kota Manna)
2. Kabupaten Bengkulu Tengah (Karang Tinggi)
3. Kabupaten Bengkulu Utara (Arga Makmur)
4. Kabupaten Kaur (Bintuhan,Kaur Selatan)
5. Kabupaten Kepahiang (Kepahiang)
6. Kabupaten Lebong (Muara Aman)
7. Kabupaten Mukomuko (Mukomuko)
8. Kabupaten Rejang Lebong (Curup)
9. Kabupaten Seluma (Tais)
10. Kota Bengkulu (Bengkulu)
Kembali Ke Nama Provinsi
Kabupaten/Kota Di Lampung :
1. Kabupaten Lampung Barat (Liwa)
2. Kabupaten Lampung Selatan (Kalianda)
3. Kabupaten Lampung Tengah (Gunungsugih)
4. Kabupaten Lampung Timur (Sukadana)
5. Kabupaten Lampung Utara (Kotabumi)
6. Kabupaten Mesuji (******)
7. Kabupaten Pesawaran (Gedong Tataan)
8. Kabupaten Tanggamus (Kotaagung)
9. Kabupaten Tulang Bawang (Menggala)
32. 10. Kabupaten Tulang Bawang Barat (******)
11. Kabupaten Way Kanan (Blambangan Umpu)
12. Kota Bandar Lampung (Bandar Lampung)
13. Kota Metro (Metro)
14. Kota Pringsewu (******)
Sumatera
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Untuk kegunaan lain dari Sumatera, lihat Sumatera (disambiguasi).
"Sumatra" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain dari Sumatra, lihat Sumatra
(disambiguasi).
Sumatera
Topografi Pulau Sumatera
Geografi
Lokasi Asia Tenggara
Koordinat 0°00′ LU 102°00′ BT
Kepulauan Kepulauan Sunda Besar
Luas 470.000 km²
Ketinggian tertinggi 3.805 m
Puncak tertinggi Kerinci
Negara
33. Indonesia
Aceh, Bengkulu, Jambi, Lampung,
Riau, Sumatera Barat, Sumatera
Provinsi
Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan
Bangka Belitung, Kepulauan Riau
Kota terbesar Medan (pop. 3.418.645 (2009))
Demografi
Populasi 45 juta (per 2005)
Kepadatan 96/km²
Aceh, Batak, Minangkabau, Melayu,
Kelompok etnik
Rejang
Sumatera (Inggris: Sumatra) yang terletak di Indonesia, adalah pulau keenam terbesar
di dunia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 42.409.510 jiwa (2000).
Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau
Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, berarti "pulau emas"). Kemudian pada Prasasti
Padang Roco tahun 1286 dipahatkan swarnnabhūmi dan bhūmi mālayu untuk
menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari abad ke-14 juga
kembali menyebut "Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.
Asal nama Sumatera berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir
timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri
tersebut di tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian
menjadi Sumatra atau Sumatera, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad
ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas
sampai sekarang[1].
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Geografis
• 2 Etimologi
o 2.1 Samudera menjadi Sumatera
• 3 Penduduk
• 4 Transportasi
• 5 Ekonomi
• 6 Provinsi di Sumatera
• 7 Kota besar
• 8 Daftar gunung di Sumatera
• 9 Lihat Pula
34. • 10 Catatan kaki
• 11 Pranala luar
[sunting] Geografis
Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan Kepulauan Nusantara. Di sebelah utara
berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan
dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Di sebelah timur
pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar, antara lain; Asahan
(Sumatera Utara), Kampar, Siak dan Sungai Indragiri (Riau), Batang Hari (Sumatera
Barat, Jambi), Ketahun (Bengkulu), Musi, Ogan, Lematang, Komering (Sumatera
Selatan), dan Way Sekampung (Lampung).
Di bagian barat pulau, terbentang Pegunungan Barisan yang membujur dari utara hingga
selatan. Hanya sedikit wilayah dari pulau ini yang cocok digunakan untuk pertanian padi.
Sepanjang bukit barisan terdapat gunung-gunung berapi yang hingga saat ini masih aktif,
seperti Merapi (Sumatera Barat), Bukit Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Jambi). Pulau
Sumatera juga banyak memiliki danau besar, di antaranya Laut Tawar (Aceh), Danau
Toba (Sumatera Utara), Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas, dan Danau
Dibawah (Sumatera Barat), dan Danau Ranau (Lampung dan Sumatera Selatan).
[sunting] Etimologi
Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita
rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau
emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat
Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir
dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya
(Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang
berarti “negeri emas”.
Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa
(“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam
naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab
Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke
Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama
yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.
Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib),
transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang
mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau
Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka,
yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
35. Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana.
Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani
abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara
dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana
terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di
pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.
Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa
Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para
pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama
Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan
kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya,
para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat
dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini
abad pertama Masehi.
Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi
Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi
bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’
81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami
berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).
Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera. Perlu
dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh.
Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang
pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15
dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri
Ofir Nabi Sulaiman a.s.
[sunting] Samudera menjadi Sumatera
Nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan
ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk
menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut
Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang
Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok
adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut
Portugis.
Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk
ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan
bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di
kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq
(Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah.
Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-
musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.