SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 11
Autoimmune diseases: Clinical Spectrum and Diagnosis approach
Rachmat Gunadi Wachjudi
Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RS Dr Hasan Sadikin Bandung
Sampai dengan saat ini dikenal 103 jenis penyakit autoimmune yang terjadi karena gangguan
sistim imun yang menimbulkan gangguan fungsi dan sistim organsebagian dari penyakit ini tidak sering
ditemukan, namun secara keseluruhan penyuakit autoimmune ini diderita oleh 14,7 – 23,5 juta orang di
Amerika atau merupakan 8% penduduk dari jumlah penduduknegara tersebutl. Prevalensinya pundari
dalam 2 dekade ini terus meningkat. Di Indonesia belum tersedia data epidemiologinya, namun sebagai
ilustrasi di Klinik Reumatologi sejak tahun 1999-2010 terdapat 568 penderita Lupus. Jumlah ini
merupakan 10 persen dari keseluruhan pasien yang berkunjung ke Klinik Reumatologi RS Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
Sebagian besar dari penyakit autoimmune tak dapat disembuhkan secara tuntas, sehingga
penderitanya mungkin akan membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan konsekwensi yang dapat
dialami karenanya. Sebagian besar penderitanya wanita, dan merupakan penyebab terbanyak kematian
pada usia muda dan pertengahan, sehingga menimbulkan problem berat bagi penderita maupun
keluarganya. Dengan pertimbangan itulah, penelitian-penelitian mengenai penyakit-penyakit
autoimmune, sebagian besar ditujukan untuk mengurangi dampak penyakit.
Kemajuan di bidang diagnostik laboratorik, ditemukannya biomarker dapat membantu diagnosis
lebih dini, serta memungkinkan dokter menentukan pengobatan yang tepat serta monitoring terapi.
Patogenesis autoimunitas dan penyakit autoimmune sangat penting dipahami agar dapat menentukan
terapi yang paling efektif.
Sebagai ilustrasi pathogenesis pada makalah ini akan diwakili oleh salah satu penyakit
autoimmune yakni Lupus Eritematosus Sistemik. Lupus merupakan penyakit autoimmune sistemik yang
paling banyak dikenal orang. Lupus ditandai dengan adanya produksi autoantibodi, terbentuknya
kompleks imun, dan episode aktivasi komplemen yang tidak terkendali. Lupus disebabkan terjadinya
interaksi antara gen yang dicurigai berperan pada LES dan faktor lingkungan yang menghasilkan respon
imun abnormal. Respon tersebut terdiri dari hiperaktivitas sel T helper sehingga terjadi hiperaktivitas sel
imfosit B. Terjadi gangguan mekanisme downregulating yang menimbulkan respon imun abnormal
antara lain produksi autoantibodi yang beberapa diantaranya membentuk kompleks imun, dan deposit
di jaringan menimbulkan kerusakan organ target.
Patogenesis Penyakit Autoimmune

Pemahaman pathogenesis sangat diperlukan dalam merancang terapi yang akan diberikan pada pasien
autoimmune seperti dilukiskan pada kartun dibawah ini
Spektrum Klinis penyakit autoimmune: organ specific dan Systemic
Komposisi gejala, tanda serta pemeriksaan penunjang baik laboratories maupun imaging disusun oleh
para akhli dalam bentuk criteria klasifikasi untuk berbagai penyakit autoimmune.
Diagnosis penyakit autoimmune didasarkan pada pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang

Contoh penentuan Diagnosis berdasarkan Kriteria klasifikasi SLE menurut ACR tahun
1997
Kriteria
Ruam malar
Ruam discoid
Fotosensitivitas
Ulkus mulut
Artritis
Serositis

Gangguan
ginjal
Gangguan
neurologis

Definisi
Eritema menetap, datar atau menonjol pada eminens malar dan tidak melewati
plika nasolabialis
Bercak eritema menonjol dengan gambaran keratotik dan sumbatan folikular
dan dapat ditemukan parut atrofik
Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari baik
dari anamnesis penderita atau yang dilihat dokter pemeriksa
Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat dokter
pemeriksa
Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer yang ditandai
oleh rasa nyeri, bengkak atau efusi
 Pleuritis : riwayat nyeri pleuritik atau pleural friction rub yang didengar
dokter pemeriksa atau bukti efusi pleura, atau
 Perikarditis : bukti rekaman EKG atau pericardial friction rub yang
didengar dokter pemeriksa atau bukti efusi perikardial.
 Proteinuria menetap > 0,5 gr/hari atau > + + +, atau
 Silinder selular dapat berupa eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau
campuran
 Kejang, tanpa disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik
misalnya uremia, ketoasidosis atau ketidak seimbangan elektrolit, atau
 Psikosis, dengan sudah mengeksklusi penyebab lain seperti obat-obatan
Gangguan
hematologis

Gangguan
imunologis

Antibodi
antinuklear

atau gangguan metabolik misalnya uremia, ketoasidosis atau
ketidakseimbangan elektrolit
 Anemia hemolitik dengan retikulositosis, atau
 Lekopenia : < 4000/mm3 pada 2 kali pemeriksaan, atau
 Limfopenia : < 1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan, atau
 Trombositopenia : < 100.000/mm3 telah disingkirkan kemungkinan karena
obat-obatan
 Anti DNA : antibodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal,
atau
 Anti Sm : terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm, atau
 Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas :
 Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM
 Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode standar, atau
 Hasil tes positif palsu VDRL paling tidak selama 6 bulan dan
dikonfirmasi dengan tes imobilisasi Treponema Pallidum atau tes
fluoresensi absorpsi antibodi treponemal
Titer abnormal dari antibodi antinuklear berdasarkan pemeriksaaan
imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu
perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat.

Dikutip dari: Tutuncu ZN, dkk.37
Contoh lain adalah algoritma pendekatan diagnosis pada artritis reumatoid
Antinuclear antibodies (ANA)
ANA merupakan antibodi terhadap berbagai antigen inti sel yang terdeteksi dalam serum pasien dengan
penyakit rematik dan pada orang sehat. Berbagai teknik imunokimia digunakan untuk mendeteksi
antibodi ini, termasuk mikroskop immunofluorescence, hemaglutinasi, imunodifusi, fiksasi komplemen,
dan enzim-linked immunosorbent assay (ELISA). Sel yang digunakan adalah human epithelial-2 (Hep-2).

Gambar 1. Pola ANA
Aplikasi Klinis Tes ANA
Tes ANA sangat berguna dalam membuat diagnosis lupus eritematosus sistemik (SLE). Hampir semua
pasien dengan SLE memiliki tes ANA positif, dengan sensitivitas 93% sampai 95% dan spesifisitas 57%.
Namun, orang sehat dapat memiliki tes ANA positif pada titer yang lebih rendah. Sekitar 25% sampai
30% dari orang sehat memiliki tes positif dengan titer 1: 40, 10% sampai 15% pada titer 1: 80, dan 5%
pada titer 1: 160 atau lebih. Frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita.
Tes ANA dengan titer tinggi (> 1: 640) dapat meningkatkan kecurigaan terhadap penyakit autoimun,
meskipun tidak didiagnosis penyakit autoimun, tetapi pasien dengan titer tinggi harus diikuti
perkembangannya. ANA titer tidak secara rutin digunakan untuk menilai aktivitas penyakit pada lupus,
dan serial tes ANA tidak berguna.
Selain lupus, tes ANA sangat membantu dalam mendiagnosis penyakit rematik lainnya. Sensitivitas ANA
dalam mendiagnosis sclerosis sistemik adalah 85% dan spesifisitas adalah 54%. Meskipun ANA tidak
termasuk kriteria klasifikasi untuk sindrom Sjögren tahun 2002, tetapi ditemukan pada 80% pasien
dengan titer tinggi ( > 1: 320). Pasien dengan fenomena Raynaud juga harus dilakukan tes ANA karena
tes ANA positif menunjukkan peningkatan risiko penyakit rematik terkait sistemik dari 19% menjadi 30%,
sedangkan tes negatif menunjukkan risiko hanya 7%. Selain itu, tes ANA membantu untuk stratifikasi
risiko pada pasien dengan uveitis juvenile idiopathic arthritis.
Tabel 1. Sensitiivitas dan Spesifisitas Tes ANA pada Berbagai Pennyakit Autoimun
Disease
Systemic lupus erythematosus
Scleroderma
Polymyositis, dermatomyositis
Rheumatoid arthritis
Sjögren's syndrome
Raynaud's phenomenon
Juvenile chronic arthritis
Juvenile chronic arthritis with uveitis

Sensitivity (%)
93-95
85
61
41
48
64
57
80

Specificity (%)
57
54
63
56
52
41
39
53

Tes ANA pada penyakit autoimun lain
Tes ANA juga dapat menjadi positif pada penyakit autoimun yang tidak terkait dengan penyakit jaringan
ikat, seperti hepatitis autoimun, cholangitis autoimun primer, primary biliary cirrhosis, dan penyakit
Crohn. Gangguan lain yang terkait dengan titer ANA yang positif diantaranya penyakit infeksi kronis
seperti mononukleosis, endokarditis bakteri subakut, TBC, dan penyakit limfoproliferatif. Oleh karena
itu, untuk perlu diseleksi pasien apa saja yang perlu diperiksa tes ANA ini.
Pola ANA dan Diagnosis Penyakit
Tes ANA dengan mikroskop imunofloresens dapat memperlihatkan pola ANA yang dapat dihubungkan
dengan diagnosis penyakit autoimun tertentu. Pola ANA tertentu hanya didapatkan pada penyakit
autoimun tertentu, sehingga tes ANA dengan polanya dapat memperkirakan penyakit apa sebenarnya
yang diderita pasien. Akan tetapi apabila didapatkan pola yang tidak khas perlu diperiksa selanjutnya
dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu panel ANA. Pemeriksaan panel ANA ini dapat lebih spesifik
mengarah ke penyakit autoimun tertentu. Pemeriksaan panel ANA memperlihatkan antibodi spesifik
yang positif hanya pada satu penyakit autoimun. Anti dsDNA sangat berguna untuk mendukung
diagnosis pasien dengan Lupus nefritis dan menentukan prognosisnya.
Tabel 2. Pola ANA dan hubungannya dengan jenis penyakit autoimun
Antigen

Penyakit

Homogenous and Diffuse
DNA-histone complex
(nucleosome)

SLE (60%)
Drug-induced lupus (95%)

Peripheral Rim
dsDNA

SLE

Speckled
RNA polymerase types II and III
RNP
Scl-70
Sm
SS-A
SS-B

Systemic sclerosis
MCTD (100%)
Systemic sclerosis (15%-70%)
SLE (25%-30%)
Sjögren's syndrome (8%-70%)
SLE (35%-40%)
Sjögren's syndrome (14%-60%)
SLE (15%)

Nucleolar
Nucleolar RNA, RNA polymerase 1
Pm-scl

Systemic sclerosis
Polymyositis

Centromere
CENP

Limited scleroderma

Rheumatoid Factor (RF)
RF terdeteksi pada berbagai penyakit rematik dan non rematik. Tes ini umumnya digunakan dalam
mendiagnosis penyakit rheumatoid arthritis (RA). Sensitivitas RF untuk mendiagnosis rheumatoid
arthritis adalah sekitar 50% sampai 80%, dan spesifisitas sekitar 85% sampai 90%, seperti yang
dilaporkan oleh beberapa penelitian. RF mungkin negatif pada tahap awal dari penyakit rheumatoid
arthritis, dan positif dari waktu ke waktu.
RF saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis rheumatoid arthritis. Sekitar 15% sampai 20%
dari pasien dengan rheumatoid arthritis tidak pernah memiliki positif RF, dan 2% sampai 10% dari orang
sehat juga dengan tes RF positif. Oleh karena itu, RF positif saja tidak mengkonfirmasi penyakit
rheumatoid arthritis dan RF negatif tidak mengecualikan itu. Tes RF harus diperiksa lebih selektif dan tes
ini tidak dapat digunakan untuk memeantau aktiviitas penyakit.
Tabel 3. Hasil Tes RF positif pada penyakit rematik dan non rematik
Penyakit Rematik (Sensitivitas)
Cryoglobulinemia (40%-100%)
Polymyositis and dermatomyositis (5%-10%)
Rheumatoid arthritis (50%-90%)
Sjögren's syndrome (75%-95%)
Systemic lupus erythematosus (15%-35%)
Systemic sclerosis (20%-30%)

Penyakit Non Rematik
Bacterial endocarditis
Infections
o Hepatitis
o Leprosy
o Parasites
o Syphilis
o Tuberculosis
Malignancy
Pulmonary disease
o Interstitial pulmonary fibrosis
o Sarcodosis
o Silicosis
Primary biliary cirrhosis

Anti Cyclic Citrullinated Peptide (Anti CCP)
Anti CCP adalah antibodi yang langsung timbul akibat berhubungan dengan residu citrulline yang
terbentuk pasca metabolisme arginin. Tes ini meningkat pada pasien dengan rheumatoid arthritis.
Sensitivitasnya 30% sampai 60% dan spesifisitasnya 95% sampai 98% untuk pasien yang memenuhi
kriteria untuk rheumatoid arthritis.
Dua dari kegunaan klinis yang paling penting dari tes ini adalah sangat spesifik untuk penyakit RA dan
dapat positif pada fase awal rheumatoid arthritis. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa antiCCP antibodi dapat muncul dalam sirkulasi beberapa tahun sebelum timbulnya rheumatoid arthritis.
Tumbulnya anti-CCP antibodi pada penyakit RA dini sangat berguna untuk memprediksi perubahan
radiologis yang lebih cepat, artinya pasien RA dengan anti-CCP positif akan mengalami kerusakan sendi
yang signifikan dibandingkan pasien tanpa antibodi ini. Oleh karena itu, anti-CCP antibodi harus
diperiksa pada pasien rheumatoid arthritis yang didiagnosis atas dasar klinis.
Pasien dengan infeksi kronis virus hepatitis C kadang-kadang memiliki titer tinggi RF dan berbagai gejala
rematik, tapi anti-CCP antibodi jarang ditemukan.
Antineutrophil Cytoplasmic Antibodies (ANCA)
ANCA adalah antibodi yang berguna untuk membuat diagnosis penyakit autoimun tertentu yang
bermanivestasi vaskulitis, seperti Wegener granulomatosis dan polyangiitis mikroskopis. Antibodi ini
timbul langsung akibat interaksi dengan beberapa komponen sitoplasma neutrofilik.
Antara 70% sampai 90% dari pasien dengan Wegener granulomatosis adalah ANCA positif, tetapi tetap
diagnosis didasari pada gambaran klinis. Antara 40% sampai 80% dari pasien dengan polyangiitis
mikroskopis adalah ANCA positif.
Complement
Sistem komplemen terdiri dari protein plasma dan membran sel yang berfungsi untuk pertahanan
bawaan terhadap mikroba patogen. Aktivitas komplemen biasanya dinilai dengan menentukan kadar C3
dan C4 dan dengan mengukur aktivitas (total hemolitik komplemen) CH50. CH50 adalah panduan yang
berguna untuk menilai semua aktivitas sembilan komponen komplemen pada jalur klasik (C1, C2, C3, C4,
C5, C6, C7, C8, dan C9). Aktivasi jalur klasik ditandai dengan rendahnya kadar C3 dan C4. Aktivasi jalur
alternatif ditandai oleh rendahnya kadar C3 tapi C4 normal.
Pengukuran komplemen merupakan alat diagnostik yang penting dalam banyak penyakit autoimun.
Hypocomplementemia dapat berkaitan dengan SLE dan cryoglobulinemia. Ada hubungan yang signifikan
antara kadar komplemen rendah dan lupus nephritis. Kegunaan komplemen yang rendah sebagai
prediktor flare lupus masih kontroversial.
Antifosfolipid antibodi
Antibodi antifosfolipid termasuk antibodi yang langsung timbul akibat interaksi dengan fosfolipidprotein terkait seperti cardiolipin, β2-glikoprotein 1, dan prothrombin. Antibodi ini biasanya diukur pada
pasien dengan SLE, trombosis berulang, dan kehilangan janin berulang, apabila positif dapat
meningkatkan kemungkinan sindrom antifosfolipid antibodi. Sindrom antifosfolipid ditandai dengan
thrombolism vena, trombosis arteri, atau gangguan kehamilan seperti keguguran berulang, kematian
janin atau kematian neonatus. Bersama-sama dengan antibodi antifosfolipid juga dapat diperiksa
antikoagulan lupus.
Antibodi anticardiolipin diukur dengan ELISA dan biasanya mencakup tiga serotipe: IgG, IgM, dan IgA.
Antibodi ini harus positif sekitar 12 minggu untuk menetapkan diagnosis sindrom antifosfolipid antibodi,
bersama dengan beberapa kriteria klinis.
Imaging :
X-ray :
Pemeriksaan radiologis sangat berguna untuk melihat kelainan tulang dan sendi pada beberapa penyakit
rematik, seperti Reumatoid Arthritis (RA) dan Ankilosing Spondilitis (AS).
Pada tahap awal penyakit RA mungkin tidak ada perubahan pada x-ray, tetapi pada tahap lanjut akan
mulai terlihat beberapa kelainan yang dapat menunjukkan juxta-artikular osteopenia, pembengkakan
jaringan lunak dan menghilangnya celah sendi. Progresifitas penyakit RA dapat mengakibatkan adanya
erosi tulang dan subluksasi.

Gambar 2. X ray pada RA
Gambar 3. X ray pada AS Pada AS tahap awal mungkin hanya memperlihatkan sacroileitis dan pada
tahap lanjut akan terlihat bamboo spine.
Capilaroscopy :
Kapilaroskopi digunakan untuk mendiagnosis pasien dengan sistemik sklerosis.

Gambar 4. Capilaroscopy
Berbagai pemeriksaan tersebut diatas, dilakukan atas indikasi, sesuai dengan manifestasi klinis dan
diagnosis banding dari masing-masing pasien yang diperiksa.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.

12.
13.
14.
15.

Morley JJ, Kushner I. Serum C-reactive protein levels in disease. Ann N Y Acad Sci. 1982, 389: 406-418.
Salvarani C, Cantini F, Niccoli L, et al: Acute phase reactants and the risk of relapse/recurrance in polymyalgia
rheumatica. A prospective follow up study. Arthritis Rheum. 2005, 53: 33-38.
Solomon DH, Kavanaugh AJ, Schur PH. Evidence-based guidelines for the use of immunologic tests: Antinuclear
antibody testing. Arthritis Rheum. 2002, 47: 434-444.
Nardi N, Brito-Zerón P, Ramos-Casals M, et al: Circulating auto-antibodies against nuclear and non-nuclear antigens in
primary Sjögren's syndrome: Prevalance and clinical significance in 335 patients. Clin Rheumatol. 2006, 25: 341-346.
Luggen M, Belhorn L, Evans T, et al: The evolution of Raynaud's phenomenon. A longterm prospective study. J
Rheumatol. 1995, 22: 2226-2232.
Kavanaugh AF, Solomon DH. Guidelines for immunologic laboratory testing in the rheumatic diseases: Anti-DNA
antibody tests. Arthritis Rheum. 2002, 47: 546-555.
American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on Immunologic Testing Guidelines. Guidelines for
immunologic laboratory testing in the rheumatic diseases: Anti-Sm and anti-RNP antibody tests. Arthritis Rheum.
2004, 51: 1030-1044.
Sheldon J. Laboratory testing in autoimmune rheumatic diseases. Best Pract Res Clin Rheumatol. 2004, 18: 249-269.
Reveille DJ, Solomon DH. Evidence-based guidelines for the use of immunologic tests: Anticentromere, Scl-70, and
nucleolar antibodies. Arthritis Rheum. 2003, 49: 339-412.
Shmerling RH, Delbanco TL. How useful is the rheumatoid factor? An analysis of sensitivity, specificity, and predictive
value. Arch Intern Med. 1992, 152: 2417-2420.
Shovman O, Gilburd B, Shoenfeld Y, et al: The diagnostic utility of anti-cyclic citrullinated peptide antibodies, matrix
metalloproteinase-3, rheumatoid factor, erythrocyte sedimentation rate, and C-reactive protein in patients with
erosive and non-erosive rheumatoid arthritis. Clin Devel Immunol. 2005, 12: (3): 197-202.
Wener M, Hutchinson K, Morishima C, Gretch DR. Absence of antibodies to cyclic citrullinated peptide in sera of
patient with hepatitis C virus infection and cryoglobulinemia. Arthritis Rheum. 2004, 50: 2305-2308.
Hoffman GS, Specks U. Antineutrophil cytoplasmic antibodies. Arthritis Rheum. 1998, 41: 1521-1537.
Kerr GS, Fleisher TA, Hallahan CW, et al: Limited prognostic value of changes in antineutrophil cytoplasmic antibody
titer in patients with Wegener's granulomatosis. Arthritis Rheum. 1993, 36: 365-371.
Ramos-Casals M, Campoamor MT, Font J, et al: Hypocomplementemia in systemic lupus erythematosus and primary
antiphospholipid syndrome: Prevalance and clinical significance in 667 patients. Lupus. 2004, 13: 777-783.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Pemeriksaan (crp) xi tlm
Pemeriksaan (crp) xi tlmPemeriksaan (crp) xi tlm
Pemeriksaan (crp) xi tlm
materipptgc
 
Tpibaru9
Tpibaru9Tpibaru9
Tpibaru9
andreei
 
Pemeriksan laboratorium imunologi
Pemeriksan laboratorium imunologiPemeriksan laboratorium imunologi
Pemeriksan laboratorium imunologi
tristyanto
 

Mais procurados (20)

PPT Hematologi - PT ( Protrombin)
PPT Hematologi - PT ( Protrombin)PPT Hematologi - PT ( Protrombin)
PPT Hematologi - PT ( Protrombin)
 
Pemeriksaan (crp) xi tlm
Pemeriksaan (crp) xi tlmPemeriksaan (crp) xi tlm
Pemeriksaan (crp) xi tlm
 
Enzim pada Organ Hati
Enzim pada Organ HatiEnzim pada Organ Hati
Enzim pada Organ Hati
 
Kapan kita mulai curiga ada penyakit autoimmune ?
Kapan kita mulai curiga ada penyakit autoimmune ?Kapan kita mulai curiga ada penyakit autoimmune ?
Kapan kita mulai curiga ada penyakit autoimmune ?
 
Tkik4
Tkik4Tkik4
Tkik4
 
Tpibaru9
Tpibaru9Tpibaru9
Tpibaru9
 
Vilep imunologi semester iv
Vilep imunologi semester ivVilep imunologi semester iv
Vilep imunologi semester iv
 
Kinetika trombosit
Kinetika trombositKinetika trombosit
Kinetika trombosit
 
Tutor 2
Tutor 2Tutor 2
Tutor 2
 
PLASMA DARAH DAN TROMBOSIT
PLASMA DARAH DAN TROMBOSIT PLASMA DARAH DAN TROMBOSIT
PLASMA DARAH DAN TROMBOSIT
 
Hashimoto disease
Hashimoto diseaseHashimoto disease
Hashimoto disease
 
Pelatihan Quality Control
Pelatihan Quality Control Pelatihan Quality Control
Pelatihan Quality Control
 
Pemeriksan laboratorium imunologi
Pemeriksan laboratorium imunologiPemeriksan laboratorium imunologi
Pemeriksan laboratorium imunologi
 
ketoasidosis diabetikum
ketoasidosis diabetikumketoasidosis diabetikum
ketoasidosis diabetikum
 
Uji widal xi tlm
Uji widal xi tlmUji widal xi tlm
Uji widal xi tlm
 
Px gol.darah (4)
Px gol.darah (4)Px gol.darah (4)
Px gol.darah (4)
 
Lupus eritematosus sistemik d&t gunadi
Lupus eritematosus sistemik d&t gunadiLupus eritematosus sistemik d&t gunadi
Lupus eritematosus sistemik d&t gunadi
 
Rheumatoid factor
Rheumatoid factorRheumatoid factor
Rheumatoid factor
 
Pemeriksaan faeses
Pemeriksaan faesesPemeriksaan faeses
Pemeriksaan faeses
 
DT TB RO.pptx
DT TB RO.pptxDT TB RO.pptx
DT TB RO.pptx
 

Semelhante a Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach

Nefritis lupus
Nefritis    lupusNefritis    lupus
Nefritis lupus
fauzil
 

Semelhante a Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach (20)

PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptxPPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
 
Ppt sle trisula
Ppt sle trisulaPpt sle trisula
Ppt sle trisula
 
Penyakit autoimun
Penyakit autoimunPenyakit autoimun
Penyakit autoimun
 
Nefritis lupus
Nefritis    lupusNefritis    lupus
Nefritis lupus
 
Blok 24 (limfoma hodgkin)
Blok 24 (limfoma hodgkin)Blok 24 (limfoma hodgkin)
Blok 24 (limfoma hodgkin)
 
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
 
Lupus eritematosus
Lupus eritematosusLupus eritematosus
Lupus eritematosus
 
Tuberkulosis milier (milliary tb) dosen pkk ibu sri
Tuberkulosis milier (milliary tb) dosen pkk ibu sriTuberkulosis milier (milliary tb) dosen pkk ibu sri
Tuberkulosis milier (milliary tb) dosen pkk ibu sri
 
MATERI BIOLOGI MOLEKULER - DETEKSI KELAINAN DNA-RNA-PROTEIN.pptx
MATERI BIOLOGI MOLEKULER - DETEKSI KELAINAN DNA-RNA-PROTEIN.pptxMATERI BIOLOGI MOLEKULER - DETEKSI KELAINAN DNA-RNA-PROTEIN.pptx
MATERI BIOLOGI MOLEKULER - DETEKSI KELAINAN DNA-RNA-PROTEIN.pptx
 
Systemic lupus erythematosus
Systemic lupus erythematosusSystemic lupus erythematosus
Systemic lupus erythematosus
 
Diagnosis dan Penatalaksanaan Leukemia Akut dan Kronik pada.pptx
Diagnosis dan Penatalaksanaan Leukemia Akut dan Kronik pada.pptxDiagnosis dan Penatalaksanaan Leukemia Akut dan Kronik pada.pptx
Diagnosis dan Penatalaksanaan Leukemia Akut dan Kronik pada.pptx
 
153075631 case-sn
153075631 case-sn153075631 case-sn
153075631 case-sn
 
Leukemia.pptxe
Leukemia.pptxeLeukemia.pptxe
Leukemia.pptxe
 
Aspek imunologi sle
Aspek imunologi sleAspek imunologi sle
Aspek imunologi sle
 
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
 
Lupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemikLupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemik
 
Pemeriksaan penunjang area medik s2 unusa
Pemeriksaan penunjang area medik s2 unusaPemeriksaan penunjang area medik s2 unusa
Pemeriksaan penunjang area medik s2 unusa
 
Peran anti C1q pada penderita SLE
Peran anti C1q pada penderita SLEPeran anti C1q pada penderita SLE
Peran anti C1q pada penderita SLE
 
Antiphospholipid Syndrome.pptx
Antiphospholipid Syndrome.pptxAntiphospholipid Syndrome.pptx
Antiphospholipid Syndrome.pptx
 
349 409-1-pb
349 409-1-pb349 409-1-pb
349 409-1-pb
 

Mais de Rachmat Gunadi Wachjudi

Mais de Rachmat Gunadi Wachjudi (20)

How do we use NSAIDs with patient safety in mind
How do we use NSAIDs with patient safety in mindHow do we use NSAIDs with patient safety in mind
How do we use NSAIDs with patient safety in mind
 
Rheumatic autoimmne disease for laymen
Rheumatic autoimmne disease for laymenRheumatic autoimmne disease for laymen
Rheumatic autoimmne disease for laymen
 
Diagnostic approach to musculoskeletal pain
Diagnostic approach to musculoskeletal painDiagnostic approach to musculoskeletal pain
Diagnostic approach to musculoskeletal pain
 
Arthritis manifestation and management
Arthritis manifestation and managementArthritis manifestation and management
Arthritis manifestation and management
 
Vitamin D in health and disease
Vitamin D in health and diseaseVitamin D in health and disease
Vitamin D in health and disease
 
Mengenal ragam penyakit Autoimun
Mengenal ragam penyakit AutoimunMengenal ragam penyakit Autoimun
Mengenal ragam penyakit Autoimun
 
Berkenalan dengan ragam penyakit Autoimun
Berkenalan dengan ragam penyakit AutoimunBerkenalan dengan ragam penyakit Autoimun
Berkenalan dengan ragam penyakit Autoimun
 
apa dan bagaimana lupus ?
apa dan bagaimana lupus ?apa dan bagaimana lupus ?
apa dan bagaimana lupus ?
 
Ten Principles in Osteoarthritis Management
Ten Principles in Osteoarthritis ManagementTen Principles in Osteoarthritis Management
Ten Principles in Osteoarthritis Management
 
Penyuluhan Lupus untuk pasien dan keluarganya
Penyuluhan Lupus untuk pasien dan keluarganyaPenyuluhan Lupus untuk pasien dan keluarganya
Penyuluhan Lupus untuk pasien dan keluarganya
 
Komordibitas pada pasien dengan gout di poliklinik reumatologi (edit)
Komordibitas pada pasien dengan gout di poliklinik  reumatologi (edit)Komordibitas pada pasien dengan gout di poliklinik  reumatologi (edit)
Komordibitas pada pasien dengan gout di poliklinik reumatologi (edit)
 
Quality of life of pateints with Lupus
Quality of life of pateints with LupusQuality of life of pateints with Lupus
Quality of life of pateints with Lupus
 
Adverse reaction and drug allergy
Adverse reaction and drug allergyAdverse reaction and drug allergy
Adverse reaction and drug allergy
 
Seribu wajah lupus
Seribu wajah lupus Seribu wajah lupus
Seribu wajah lupus
 
Rheumatic pain management
Rheumatic pain managementRheumatic pain management
Rheumatic pain management
 
Osteoarthritis Diagnosis and management
Osteoarthritis Diagnosis and managementOsteoarthritis Diagnosis and management
Osteoarthritis Diagnosis and management
 
Spektrum klinis artritis reumatoid
Spektrum klinis artritis reumatoidSpektrum klinis artritis reumatoid
Spektrum klinis artritis reumatoid
 
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikPenatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
 
Lupus overview for journalist
Lupus overview for journalistLupus overview for journalist
Lupus overview for journalist
 
Travel medicine for health profession student
Travel medicine for health profession studentTravel medicine for health profession student
Travel medicine for health profession student
 

Último

Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Acephasan2
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
RekhaDP2
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Yudiatma1
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
khalid1276
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
Acephasan2
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
srirezeki99
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
NadrohSitepu1
 

Último (20)

Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 

Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach

  • 1. Autoimmune diseases: Clinical Spectrum and Diagnosis approach Rachmat Gunadi Wachjudi Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Hasan Sadikin Bandung Sampai dengan saat ini dikenal 103 jenis penyakit autoimmune yang terjadi karena gangguan sistim imun yang menimbulkan gangguan fungsi dan sistim organsebagian dari penyakit ini tidak sering ditemukan, namun secara keseluruhan penyuakit autoimmune ini diderita oleh 14,7 – 23,5 juta orang di Amerika atau merupakan 8% penduduk dari jumlah penduduknegara tersebutl. Prevalensinya pundari dalam 2 dekade ini terus meningkat. Di Indonesia belum tersedia data epidemiologinya, namun sebagai ilustrasi di Klinik Reumatologi sejak tahun 1999-2010 terdapat 568 penderita Lupus. Jumlah ini merupakan 10 persen dari keseluruhan pasien yang berkunjung ke Klinik Reumatologi RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Sebagian besar dari penyakit autoimmune tak dapat disembuhkan secara tuntas, sehingga penderitanya mungkin akan membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan konsekwensi yang dapat dialami karenanya. Sebagian besar penderitanya wanita, dan merupakan penyebab terbanyak kematian pada usia muda dan pertengahan, sehingga menimbulkan problem berat bagi penderita maupun keluarganya. Dengan pertimbangan itulah, penelitian-penelitian mengenai penyakit-penyakit autoimmune, sebagian besar ditujukan untuk mengurangi dampak penyakit. Kemajuan di bidang diagnostik laboratorik, ditemukannya biomarker dapat membantu diagnosis lebih dini, serta memungkinkan dokter menentukan pengobatan yang tepat serta monitoring terapi. Patogenesis autoimunitas dan penyakit autoimmune sangat penting dipahami agar dapat menentukan terapi yang paling efektif. Sebagai ilustrasi pathogenesis pada makalah ini akan diwakili oleh salah satu penyakit autoimmune yakni Lupus Eritematosus Sistemik. Lupus merupakan penyakit autoimmune sistemik yang paling banyak dikenal orang. Lupus ditandai dengan adanya produksi autoantibodi, terbentuknya kompleks imun, dan episode aktivasi komplemen yang tidak terkendali. Lupus disebabkan terjadinya interaksi antara gen yang dicurigai berperan pada LES dan faktor lingkungan yang menghasilkan respon imun abnormal. Respon tersebut terdiri dari hiperaktivitas sel T helper sehingga terjadi hiperaktivitas sel imfosit B. Terjadi gangguan mekanisme downregulating yang menimbulkan respon imun abnormal antara lain produksi autoantibodi yang beberapa diantaranya membentuk kompleks imun, dan deposit di jaringan menimbulkan kerusakan organ target.
  • 2. Patogenesis Penyakit Autoimmune Pemahaman pathogenesis sangat diperlukan dalam merancang terapi yang akan diberikan pada pasien autoimmune seperti dilukiskan pada kartun dibawah ini
  • 3. Spektrum Klinis penyakit autoimmune: organ specific dan Systemic Komposisi gejala, tanda serta pemeriksaan penunjang baik laboratories maupun imaging disusun oleh para akhli dalam bentuk criteria klasifikasi untuk berbagai penyakit autoimmune. Diagnosis penyakit autoimmune didasarkan pada pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang Contoh penentuan Diagnosis berdasarkan Kriteria klasifikasi SLE menurut ACR tahun 1997 Kriteria Ruam malar Ruam discoid Fotosensitivitas Ulkus mulut Artritis Serositis Gangguan ginjal Gangguan neurologis Definisi Eritema menetap, datar atau menonjol pada eminens malar dan tidak melewati plika nasolabialis Bercak eritema menonjol dengan gambaran keratotik dan sumbatan folikular dan dapat ditemukan parut atrofik Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari baik dari anamnesis penderita atau yang dilihat dokter pemeriksa Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat dokter pemeriksa Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer yang ditandai oleh rasa nyeri, bengkak atau efusi  Pleuritis : riwayat nyeri pleuritik atau pleural friction rub yang didengar dokter pemeriksa atau bukti efusi pleura, atau  Perikarditis : bukti rekaman EKG atau pericardial friction rub yang didengar dokter pemeriksa atau bukti efusi perikardial.  Proteinuria menetap > 0,5 gr/hari atau > + + +, atau  Silinder selular dapat berupa eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran  Kejang, tanpa disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik misalnya uremia, ketoasidosis atau ketidak seimbangan elektrolit, atau  Psikosis, dengan sudah mengeksklusi penyebab lain seperti obat-obatan
  • 4. Gangguan hematologis Gangguan imunologis Antibodi antinuklear atau gangguan metabolik misalnya uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit  Anemia hemolitik dengan retikulositosis, atau  Lekopenia : < 4000/mm3 pada 2 kali pemeriksaan, atau  Limfopenia : < 1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan, atau  Trombositopenia : < 100.000/mm3 telah disingkirkan kemungkinan karena obat-obatan  Anti DNA : antibodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal, atau  Anti Sm : terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm, atau  Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas :  Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM  Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode standar, atau  Hasil tes positif palsu VDRL paling tidak selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan tes imobilisasi Treponema Pallidum atau tes fluoresensi absorpsi antibodi treponemal Titer abnormal dari antibodi antinuklear berdasarkan pemeriksaaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat. Dikutip dari: Tutuncu ZN, dkk.37 Contoh lain adalah algoritma pendekatan diagnosis pada artritis reumatoid
  • 5. Antinuclear antibodies (ANA) ANA merupakan antibodi terhadap berbagai antigen inti sel yang terdeteksi dalam serum pasien dengan penyakit rematik dan pada orang sehat. Berbagai teknik imunokimia digunakan untuk mendeteksi antibodi ini, termasuk mikroskop immunofluorescence, hemaglutinasi, imunodifusi, fiksasi komplemen, dan enzim-linked immunosorbent assay (ELISA). Sel yang digunakan adalah human epithelial-2 (Hep-2). Gambar 1. Pola ANA Aplikasi Klinis Tes ANA Tes ANA sangat berguna dalam membuat diagnosis lupus eritematosus sistemik (SLE). Hampir semua pasien dengan SLE memiliki tes ANA positif, dengan sensitivitas 93% sampai 95% dan spesifisitas 57%. Namun, orang sehat dapat memiliki tes ANA positif pada titer yang lebih rendah. Sekitar 25% sampai 30% dari orang sehat memiliki tes positif dengan titer 1: 40, 10% sampai 15% pada titer 1: 80, dan 5% pada titer 1: 160 atau lebih. Frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita. Tes ANA dengan titer tinggi (> 1: 640) dapat meningkatkan kecurigaan terhadap penyakit autoimun, meskipun tidak didiagnosis penyakit autoimun, tetapi pasien dengan titer tinggi harus diikuti perkembangannya. ANA titer tidak secara rutin digunakan untuk menilai aktivitas penyakit pada lupus, dan serial tes ANA tidak berguna. Selain lupus, tes ANA sangat membantu dalam mendiagnosis penyakit rematik lainnya. Sensitivitas ANA dalam mendiagnosis sclerosis sistemik adalah 85% dan spesifisitas adalah 54%. Meskipun ANA tidak termasuk kriteria klasifikasi untuk sindrom Sjögren tahun 2002, tetapi ditemukan pada 80% pasien dengan titer tinggi ( > 1: 320). Pasien dengan fenomena Raynaud juga harus dilakukan tes ANA karena tes ANA positif menunjukkan peningkatan risiko penyakit rematik terkait sistemik dari 19% menjadi 30%, sedangkan tes negatif menunjukkan risiko hanya 7%. Selain itu, tes ANA membantu untuk stratifikasi risiko pada pasien dengan uveitis juvenile idiopathic arthritis.
  • 6. Tabel 1. Sensitiivitas dan Spesifisitas Tes ANA pada Berbagai Pennyakit Autoimun Disease Systemic lupus erythematosus Scleroderma Polymyositis, dermatomyositis Rheumatoid arthritis Sjögren's syndrome Raynaud's phenomenon Juvenile chronic arthritis Juvenile chronic arthritis with uveitis Sensitivity (%) 93-95 85 61 41 48 64 57 80 Specificity (%) 57 54 63 56 52 41 39 53 Tes ANA pada penyakit autoimun lain Tes ANA juga dapat menjadi positif pada penyakit autoimun yang tidak terkait dengan penyakit jaringan ikat, seperti hepatitis autoimun, cholangitis autoimun primer, primary biliary cirrhosis, dan penyakit Crohn. Gangguan lain yang terkait dengan titer ANA yang positif diantaranya penyakit infeksi kronis seperti mononukleosis, endokarditis bakteri subakut, TBC, dan penyakit limfoproliferatif. Oleh karena itu, untuk perlu diseleksi pasien apa saja yang perlu diperiksa tes ANA ini. Pola ANA dan Diagnosis Penyakit Tes ANA dengan mikroskop imunofloresens dapat memperlihatkan pola ANA yang dapat dihubungkan dengan diagnosis penyakit autoimun tertentu. Pola ANA tertentu hanya didapatkan pada penyakit autoimun tertentu, sehingga tes ANA dengan polanya dapat memperkirakan penyakit apa sebenarnya yang diderita pasien. Akan tetapi apabila didapatkan pola yang tidak khas perlu diperiksa selanjutnya dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu panel ANA. Pemeriksaan panel ANA ini dapat lebih spesifik mengarah ke penyakit autoimun tertentu. Pemeriksaan panel ANA memperlihatkan antibodi spesifik yang positif hanya pada satu penyakit autoimun. Anti dsDNA sangat berguna untuk mendukung diagnosis pasien dengan Lupus nefritis dan menentukan prognosisnya.
  • 7. Tabel 2. Pola ANA dan hubungannya dengan jenis penyakit autoimun Antigen Penyakit Homogenous and Diffuse DNA-histone complex (nucleosome) SLE (60%) Drug-induced lupus (95%) Peripheral Rim dsDNA SLE Speckled RNA polymerase types II and III RNP Scl-70 Sm SS-A SS-B Systemic sclerosis MCTD (100%) Systemic sclerosis (15%-70%) SLE (25%-30%) Sjögren's syndrome (8%-70%) SLE (35%-40%) Sjögren's syndrome (14%-60%) SLE (15%) Nucleolar Nucleolar RNA, RNA polymerase 1 Pm-scl Systemic sclerosis Polymyositis Centromere CENP Limited scleroderma Rheumatoid Factor (RF) RF terdeteksi pada berbagai penyakit rematik dan non rematik. Tes ini umumnya digunakan dalam mendiagnosis penyakit rheumatoid arthritis (RA). Sensitivitas RF untuk mendiagnosis rheumatoid arthritis adalah sekitar 50% sampai 80%, dan spesifisitas sekitar 85% sampai 90%, seperti yang dilaporkan oleh beberapa penelitian. RF mungkin negatif pada tahap awal dari penyakit rheumatoid arthritis, dan positif dari waktu ke waktu. RF saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis rheumatoid arthritis. Sekitar 15% sampai 20% dari pasien dengan rheumatoid arthritis tidak pernah memiliki positif RF, dan 2% sampai 10% dari orang sehat juga dengan tes RF positif. Oleh karena itu, RF positif saja tidak mengkonfirmasi penyakit rheumatoid arthritis dan RF negatif tidak mengecualikan itu. Tes RF harus diperiksa lebih selektif dan tes ini tidak dapat digunakan untuk memeantau aktiviitas penyakit.
  • 8. Tabel 3. Hasil Tes RF positif pada penyakit rematik dan non rematik Penyakit Rematik (Sensitivitas) Cryoglobulinemia (40%-100%) Polymyositis and dermatomyositis (5%-10%) Rheumatoid arthritis (50%-90%) Sjögren's syndrome (75%-95%) Systemic lupus erythematosus (15%-35%) Systemic sclerosis (20%-30%) Penyakit Non Rematik Bacterial endocarditis Infections o Hepatitis o Leprosy o Parasites o Syphilis o Tuberculosis Malignancy Pulmonary disease o Interstitial pulmonary fibrosis o Sarcodosis o Silicosis Primary biliary cirrhosis Anti Cyclic Citrullinated Peptide (Anti CCP) Anti CCP adalah antibodi yang langsung timbul akibat berhubungan dengan residu citrulline yang terbentuk pasca metabolisme arginin. Tes ini meningkat pada pasien dengan rheumatoid arthritis. Sensitivitasnya 30% sampai 60% dan spesifisitasnya 95% sampai 98% untuk pasien yang memenuhi kriteria untuk rheumatoid arthritis. Dua dari kegunaan klinis yang paling penting dari tes ini adalah sangat spesifik untuk penyakit RA dan dapat positif pada fase awal rheumatoid arthritis. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa antiCCP antibodi dapat muncul dalam sirkulasi beberapa tahun sebelum timbulnya rheumatoid arthritis. Tumbulnya anti-CCP antibodi pada penyakit RA dini sangat berguna untuk memprediksi perubahan radiologis yang lebih cepat, artinya pasien RA dengan anti-CCP positif akan mengalami kerusakan sendi yang signifikan dibandingkan pasien tanpa antibodi ini. Oleh karena itu, anti-CCP antibodi harus diperiksa pada pasien rheumatoid arthritis yang didiagnosis atas dasar klinis. Pasien dengan infeksi kronis virus hepatitis C kadang-kadang memiliki titer tinggi RF dan berbagai gejala rematik, tapi anti-CCP antibodi jarang ditemukan.
  • 9. Antineutrophil Cytoplasmic Antibodies (ANCA) ANCA adalah antibodi yang berguna untuk membuat diagnosis penyakit autoimun tertentu yang bermanivestasi vaskulitis, seperti Wegener granulomatosis dan polyangiitis mikroskopis. Antibodi ini timbul langsung akibat interaksi dengan beberapa komponen sitoplasma neutrofilik. Antara 70% sampai 90% dari pasien dengan Wegener granulomatosis adalah ANCA positif, tetapi tetap diagnosis didasari pada gambaran klinis. Antara 40% sampai 80% dari pasien dengan polyangiitis mikroskopis adalah ANCA positif. Complement Sistem komplemen terdiri dari protein plasma dan membran sel yang berfungsi untuk pertahanan bawaan terhadap mikroba patogen. Aktivitas komplemen biasanya dinilai dengan menentukan kadar C3 dan C4 dan dengan mengukur aktivitas (total hemolitik komplemen) CH50. CH50 adalah panduan yang berguna untuk menilai semua aktivitas sembilan komponen komplemen pada jalur klasik (C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8, dan C9). Aktivasi jalur klasik ditandai dengan rendahnya kadar C3 dan C4. Aktivasi jalur alternatif ditandai oleh rendahnya kadar C3 tapi C4 normal. Pengukuran komplemen merupakan alat diagnostik yang penting dalam banyak penyakit autoimun. Hypocomplementemia dapat berkaitan dengan SLE dan cryoglobulinemia. Ada hubungan yang signifikan antara kadar komplemen rendah dan lupus nephritis. Kegunaan komplemen yang rendah sebagai prediktor flare lupus masih kontroversial. Antifosfolipid antibodi Antibodi antifosfolipid termasuk antibodi yang langsung timbul akibat interaksi dengan fosfolipidprotein terkait seperti cardiolipin, β2-glikoprotein 1, dan prothrombin. Antibodi ini biasanya diukur pada pasien dengan SLE, trombosis berulang, dan kehilangan janin berulang, apabila positif dapat meningkatkan kemungkinan sindrom antifosfolipid antibodi. Sindrom antifosfolipid ditandai dengan thrombolism vena, trombosis arteri, atau gangguan kehamilan seperti keguguran berulang, kematian
  • 10. janin atau kematian neonatus. Bersama-sama dengan antibodi antifosfolipid juga dapat diperiksa antikoagulan lupus. Antibodi anticardiolipin diukur dengan ELISA dan biasanya mencakup tiga serotipe: IgG, IgM, dan IgA. Antibodi ini harus positif sekitar 12 minggu untuk menetapkan diagnosis sindrom antifosfolipid antibodi, bersama dengan beberapa kriteria klinis. Imaging : X-ray : Pemeriksaan radiologis sangat berguna untuk melihat kelainan tulang dan sendi pada beberapa penyakit rematik, seperti Reumatoid Arthritis (RA) dan Ankilosing Spondilitis (AS). Pada tahap awal penyakit RA mungkin tidak ada perubahan pada x-ray, tetapi pada tahap lanjut akan mulai terlihat beberapa kelainan yang dapat menunjukkan juxta-artikular osteopenia, pembengkakan jaringan lunak dan menghilangnya celah sendi. Progresifitas penyakit RA dapat mengakibatkan adanya erosi tulang dan subluksasi. Gambar 2. X ray pada RA Gambar 3. X ray pada AS Pada AS tahap awal mungkin hanya memperlihatkan sacroileitis dan pada tahap lanjut akan terlihat bamboo spine.
  • 11. Capilaroscopy : Kapilaroskopi digunakan untuk mendiagnosis pasien dengan sistemik sklerosis. Gambar 4. Capilaroscopy Berbagai pemeriksaan tersebut diatas, dilakukan atas indikasi, sesuai dengan manifestasi klinis dan diagnosis banding dari masing-masing pasien yang diperiksa. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Morley JJ, Kushner I. Serum C-reactive protein levels in disease. Ann N Y Acad Sci. 1982, 389: 406-418. Salvarani C, Cantini F, Niccoli L, et al: Acute phase reactants and the risk of relapse/recurrance in polymyalgia rheumatica. A prospective follow up study. Arthritis Rheum. 2005, 53: 33-38. Solomon DH, Kavanaugh AJ, Schur PH. Evidence-based guidelines for the use of immunologic tests: Antinuclear antibody testing. Arthritis Rheum. 2002, 47: 434-444. Nardi N, Brito-Zerón P, Ramos-Casals M, et al: Circulating auto-antibodies against nuclear and non-nuclear antigens in primary Sjögren's syndrome: Prevalance and clinical significance in 335 patients. Clin Rheumatol. 2006, 25: 341-346. Luggen M, Belhorn L, Evans T, et al: The evolution of Raynaud's phenomenon. A longterm prospective study. J Rheumatol. 1995, 22: 2226-2232. Kavanaugh AF, Solomon DH. Guidelines for immunologic laboratory testing in the rheumatic diseases: Anti-DNA antibody tests. Arthritis Rheum. 2002, 47: 546-555. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on Immunologic Testing Guidelines. Guidelines for immunologic laboratory testing in the rheumatic diseases: Anti-Sm and anti-RNP antibody tests. Arthritis Rheum. 2004, 51: 1030-1044. Sheldon J. Laboratory testing in autoimmune rheumatic diseases. Best Pract Res Clin Rheumatol. 2004, 18: 249-269. Reveille DJ, Solomon DH. Evidence-based guidelines for the use of immunologic tests: Anticentromere, Scl-70, and nucleolar antibodies. Arthritis Rheum. 2003, 49: 339-412. Shmerling RH, Delbanco TL. How useful is the rheumatoid factor? An analysis of sensitivity, specificity, and predictive value. Arch Intern Med. 1992, 152: 2417-2420. Shovman O, Gilburd B, Shoenfeld Y, et al: The diagnostic utility of anti-cyclic citrullinated peptide antibodies, matrix metalloproteinase-3, rheumatoid factor, erythrocyte sedimentation rate, and C-reactive protein in patients with erosive and non-erosive rheumatoid arthritis. Clin Devel Immunol. 2005, 12: (3): 197-202. Wener M, Hutchinson K, Morishima C, Gretch DR. Absence of antibodies to cyclic citrullinated peptide in sera of patient with hepatitis C virus infection and cryoglobulinemia. Arthritis Rheum. 2004, 50: 2305-2308. Hoffman GS, Specks U. Antineutrophil cytoplasmic antibodies. Arthritis Rheum. 1998, 41: 1521-1537. Kerr GS, Fleisher TA, Hallahan CW, et al: Limited prognostic value of changes in antineutrophil cytoplasmic antibody titer in patients with Wegener's granulomatosis. Arthritis Rheum. 1993, 36: 365-371. Ramos-Casals M, Campoamor MT, Font J, et al: Hypocomplementemia in systemic lupus erythematosus and primary antiphospholipid syndrome: Prevalance and clinical significance in 667 patients. Lupus. 2004, 13: 777-783.