SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 34
Khutbah Pertama




Kaum Muslimin yang berbahagia…

       Pembicaraan hari ini berkaitan dengan sebuah perkara besar yang dibutuhkan oleh
setiap orang. Sebuah perkara yang menjadi wasiat Jibril kepada Rasulullah Shallallahu
„alaihi wasallam, hingga beliau menyangka bahwa objek yang diwasiatkan itu akan menjadi
salah seorang ahli warisnya. Pembicaraan kali ini akan berkisar tentang masalah tetangga dan
hak-hak mereka.

       Ya, tetangga adalah seluruh orang yang tinggal berdampingan dengan kita, siapapun
dia. Tetangga memiliki hak yang wajib untuk ditunaikan sesuai tingkatan mereka dan tidak
boleh dilalaikan. Tingkatan mereka itu tergantung pada kedekatan, kekerabatan, agama, dan
akhlaknya. Maka hendaknya setiap mereka diberikan haknya sesuai dengan kadar tingkatan
tersebut. Tetangga yang tinggal berdampingan dengan kita tentu tidak sama dengan tetangga
yang jauh dari kita, tetangga yang juga sekaligus adalah keluarga kita, tidak sama dengan
tetangga yang bukan keluarga, tetangga yang seagama tidak sama dengan tetangga yang
beragama lain.

       Perlu diingat bahwa selain orang-orang yang hidup berdampingan di tempat tinggal
kita, masuk pula dalam kategori tetangga yaitu orang-orang yang bersama kita di tempat kita
berada, di kantor, di pasar, di masjid, di dalam perjalanan, di tempat studi, dan lain-lain.
Bahkan sebuah negara, pun memiliki negara tetangga, yang juga memiliki hak untuk
ditunaikan dalam lingkup yang lebih luas.

Hadirin yang berbahagia…

       Islam adalah agama yang mengatur hubungan bertetangga secara baik. Islam
menempatkan posisi tetangga pada tempat yang tinggi dan terhormat. Ajaran demikian
sebelumnya tidak dikenal dalam aturan atau perundangan manapun. di dalam Islam, tetangga
adalah sosok yang memiliki hak yang wajib untuk ditunaikan dan kehormatan yang wajib
untuk dijaga.

       Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Pengertian kata „tetangga‟ mencakup
orang Muslim, kafir, budak, fasik, teman, lawan, orang asing, orang yang bisa memberi
manfaat, orang yang bisa memberi mudharat, keluarga, yang bukan keluarga, tetangga dekat,
dan yang jauh. Hak-hak mereka bervariasi sesuai dengan tingkatan mereka. yang memiliki
tingkatan tertinggi di adalah golongan yang mengumpulkan seluruh karakter utama yang
telah disebutkan, selanjutnya yang terbanyak, demikian seterusnya. Hal yang sama, juga
berlaku untuk kebalikan dari hal yang telah disebutkan.” (Fathul Baari, 10/441)

       Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman,




       “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil [orang
yang dalam perjalanan yang bukan maksiat dan kehabisan bekal] dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri.” (An- Nisaa‟: 36)

       Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam
bersabda, “Jibril masih saja terus mewasiatkan kepadaku (untuk menjaga hak) tetangga,
hingga hampir aku menyangka bahwa ia akan menjadikannya sabagai ahli warisku.” (HR.
Bukhari, Muslim,Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam
bersabda,




       “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia berkata
baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya
ia memuliakan tetangganya. dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir,
maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

       Dari Abu Syuraih, Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda,




       “Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah
beriman. Ditanyakan kepada beliau, „Siapa orang itu wahai Rasulullah? Rasulullah
bersabda, „Mereka itu adalah orang-orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan
gangguannya.” (HR. Bukhari)

       Al-Qadhi Iyadh Rahimahullah berkata, “Pengertian hadits ini menyatakan bahwa
telah menjadi kelaziman bagi orang-orang yang komitmen terhadap syariat Islam untuk
senantiasa menghormati dan memuliakan tetangga dan tamunya. Hal itu adalah indikasi akan
kedudukan dan hak tetangga serta kewajiban untuk senantiasa memelihara dan menjaga hak-
hak mereka.” (An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim)

       Syaikh Muhammad bin Abi Jumrah Rahimahullah berkata, ”di masa jahiliyah,
penjagaan terhadap hak-hak tetangga adalah sesuatu yang telah menjadi kelaziman.
Kebiasaan baik ini pun lantas dipertegas dalam Islam dengan menjadikannya bagian dari
kesempurnaan iman. Penjagaan terhadap hak-hak mereka diwujudkan dengan usaha untuk
memberikan sikap baik kepada mereka sesuai dengan kadar kemampuan kita. Misalnya
berupa hadiah, salam, wajah yang berseri ketika berjumpa, membantu tatkala ia
membutuhkan, dan sebagainya. Juga diwujudkan dengan melindunginya dari segala yang
akan membahayakan, baik yang bersifat materil atau non materil.” (Fath Al-Baari, 10/442)

       Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam
bersabda,




       “Hak Muslim atas Muslim yang lainnya ada enam. Beliau ditanya, „Apa keenam hal
itu wahai Rasulullah?‟ Rasulullah menjawab, „Keenam hal itu adalah jika kamu bertemu
dengannya, maka berilah salam. Apabila ia mengundangmu, maka jawablah undangannya.
Apabila ia bersin dan bertahmid, maka jawablah tahmidnya. Apabila ia sakit, maka
jenguklah. dan apabila ia meninggal, maka hantarkanlah jenazahnya.” (HR. Muslim)

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah…

       Menyakiti tetangga adalah sebuah kejahatan yang sangat diharamkan dalam Islam.
Diriwayatkan oleh Abu Syuraih, dari Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam, “Demi Allah
tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman. Ditanyakan
kepada beliau, „Siapa orang itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, „Mereka itu
adalah orang-orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya.” (HR.
Bukhari)

       Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Rasulullah
Shallallahu „alaihi wasallam, “Tidak akan masuk surga seorang yang tetangganya tidak
merasa aman hidup berdampingan dengannya.”

       Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, pernah ditanyakan kepada Rasulullah
Shallallahu „alaihi wasallam tentang seorang yang rajin melaksanakan qiyamullail dan puasa
sunnah, tetapi ia juga sering menyakiti tetangganya dengan perkataannya yang kasar. Maka
Rasulullah bersabda, “Tidak ada kebaikan baginya. Tempat orang itu di dalam neraka.”
Kemudian ditanyakan lagi kepada beliau tentang seorang yang (hanya) melaksanakan shalat
wajib, berpuasa Ramadhan dan bersedekah dengan sepotong gandum. Ia tidak memiliki yang
lain, tetapi ia tidak menyakiti siapapun. Maka Rasulullah bersabda, “Wanita itu akan
berada surga.”

       Bahkan dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Allah Subahanhu wa Ta‟ala
melaknat orang-orang yang mengganggu dan menyakiti tetangganya. Disebutkan dalam
hadits Abi Juhaifah Radhiyallahu Anhu bahwa seorang laki-laki pernah datang mengadukan
tetangganya kepada Rasulullah. Maka Rasulullah berkata kepada tetangga yang suka
menyakiti orang itu, “Letakkanlah barang-barangmu di tengah jalan!” Setelah ia
melakukannya, setiap orang yang melewati tempat itu melaknatnya (karena merasa terganggu
dengan barang-barang yang ditaruhnya di tengah jalan). Maka orang itu pun kembali kepada
Rasulullah   dan mengadukan hal yang dialaminya. Maka Rasulullah Shallallahu „alaihi
wasallam berkata kepadanya, “Sungguh Allah telah melaknatmu terlebih dahulu sebelum
mereka." Mendengar itu, ia pun berkata, „Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak akan
mengulangi perlakuanku menyakiti tetangga.” (HR. Bukhari, dalam Al-Adab Al-Mufrad)

       Hadirin yang berbahagia, jika ancaman agama kepada orang-orang yang menyakiti
tetangga amatlah keras, mungkinkah setelah itu kita masih saja menyepelekan persoalan ini?

       Dalam tataran realita sangat disayangkan ternyata masih banyak kita temukan orang-
orang yang sering menyakiti tetangganya, memarkir mobil di depan pintu masuk rumahnya,
membiarkan aliran air dari rumahnya merembes ke halaman rumah tetangga dengan
membawa bau yang tidak sedap, membuang sampah di depan rumah tetangga, membiarkan
sisa-sisa bangunan yang tidak terpakai lagi tetap berada di halaman depan rumah
tetangganya, dan berbagai fenomena buruk lainnya.

       Diriwayatkan oleh Al-Miqdad bin Al-Aswad Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam
, bertanya kepada para sahabat, “Bagaimana pendapat kalian terhadap perbuatan mencuri?
Mereka berkata, „Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, maka perbuatan itu adalah
haram. Rasulullah bersabda, „Jika sekiranya seorang mencuri dari sepuluh rumah, niscaya
hal itu adalah lebih baik baginya daripada ia mencuri dari satu rumah tetangganya.”

       di antara contoh lainnya adalah dengan menyakiti anak tetangga, merusak mobil atau
barang lain miliknya, berisik di waktu-waktu istirahat, baik dengan memutar musik, bermain
dengan anak, bertengkar, membunyikan klakson, menyewakan tempat atau rumah atau
menjualnya kepada orang-orang yang berpotensi mendatangkan kemudharatan bagi tetangga,
tanpa meminta persetujuan dari mereka, dan yang lainnya

       Ibnu Rajab Rahimahullah berkata,”Madzhab Imam Ahmad dan Malik menyatakan
bahwa seorang itu diharamkan melakukan tindakan terhadap kepemilikannya sendiri, namun
bersinggungan dengan hak tetangganya.”‟

       Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu berkata, dari Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam,
“Barangsiapa memiliki tanah yang hendak dijualnya, maka hendaklah ia menawarkannya
kepada tetangganya terlebih dahulu.”

       Contoh perbuatan terburuk yang menyakiti tetangga adalah mengkhianati mereka,
membuka aib dan kelemahannya, mengganggu anak-anak wanitanya, menggoda istrinya,
dengan terlebih melakukan perselingkuhan dengannya, baik secara langsung atau tidak
langsung. Sungguh perbuatan ini adalah seburuk-buruk dosa yang sangat dibenci dan dikutuk
oleh seluruh jiwa yang sehat. Karena itu, maka Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam
meletakkan kejahatan demikian pada jajaran dosa-dosa terbesar yang dilakukan seorang
kepada Allah, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhum, “Saya
pernah bertanya kepada Rasulullah, 'Dosa apakah yang terbesar? Rasulullah menjawab,
'Kamu jadikan sekutu bagi Allah, sedangkan Dia lah yang telah menciptakanmu.' Saya
kembali bertanya, 'Kemudian dosa apa lagi?' Rasulullah menjawab, 'Kamu bunuh anakmu
sendiri karena takut akan menghabiskan rezekimu'. Saya kembali bertanya, 'Selanjutnya apa
lagi?' Rasulullah menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.”

       Miqdad Radhiyallahu Anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam
bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana pendapat kalian terhadap perbuatan berzina?
Mereka berkata, „Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, maka perbuatan itu adalah
haram. Rasulullah bersabda, „Jika sekiranya seorang berzina dengan sepuluh orang wanita,
niscaya hal itu adalah lebih baik baginya daripada ia berzina dengan seorang istri
tetangganya.”

       Karena itu, hendaklah orang-orang yang gemar melakukan tindakan-tindakan amoral
semacam ini senantiasa menanamkan perasaan takut kepada Allah. Dan hendaknya
senantiasa mengingat ancaman Allah lewat firman-Nya,
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan
dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)




Khutbah Kedua




Kaum Muslimin yang dirahmati Allah..

       Fenomena menyakiti dan mengganggu tetangga amatlah banyak dijumpai, Di
antaranya melakukan tindakan di dalam wilayah miliknya namun menyinggung hak
tetangganya. Misalnya, menanam pepohonan yang cabangnya masuk ke dalam halaman
tetangga sehingga mengganggu, atau menggali sumur yang menyerap air dari wilayah
tetangganya, atau membuat pabrik yang menghasilkan polusi yang mengganggu, atau
membuat jendela dan meninggikan bangunan hingga membuat tetangga yang berdampingan
dengannya merasa risih, terbatasi geraknya, dan terhalang untuk juga mendapat udara segar
dan cahaya matahari, dan sebagainya.

       Perilaku yang juga sangat merugikan tetangga adalah menyewakan rumah kepada
orang-orang yang tidak melaksanakan shalat dan tidak takut kepada Allah. Mereka ini akan
sangat merugikan kaum Muslimin dan mungkin juga akan mempengaruhi anak-anak mereka.
Demikian juga orang-orang yang menyewakan tempat-tempat dagang kepada orang-orang
yang menjual produk-produk haram.

       Salah satu tindakan yang mendatangkan mudharat bagi tetangga adalah mencegah
mereka mengambil manfaat dari hal kecil yang kita miliki dan tidak menimbulkan mudharat
bagi kita. Misalnya dengan melarang mereka menancapkan paku di dinding rumahnya yang
bersebelahan dengan dinding rumah kita. Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda,
dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Janganlah salah seorang dari kalian
melarang tetangganya untuk menancapkan paku ke dinding rumahnya.”

       Contoh lain yang mendatangkan mudharat bagi seorang adalah mencegah orang yang
ingin memanfaatkan fasilitas umum, seperti air yang mengalir di sungai, rumput yang tumbuh
di tanah yang tidak bertuan untuk dijadikan makanan hewan ternak, kayu bakar dari pohon-
pohon liar, batu-batu garam, dan yang semisalnya. Disebutkan dalam As-Shahihain, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kamu
melarang seorang yang ingin mengambil manfaat dari air yang sisa dengan tujuan untuk
menghalanginya mengairi tanamannya.”

       Selain itu perilaku yang mendatangkan mudharat bagi orang adalah dengan
meletakkan duri atau pengahalang di tengah jalan atau melanggar aturan lalu lintas yang
dapat membahayakan pengguna jalan yang lainnya.

Hadirin sekalian…

       Seluruh jenis gangguan tersebut adalah haram. Karena itu, hendaknya kita semua
senantiasa bertakwa kepada Allah dengan berupaya sebisa mungkin memberikan manfaat
kepada saudara kita dan mencegah kemudharatan yang bisa menimpa mereka.

       Allah berfirman,




       “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maaidah: 2)

Hadirin yang berbahagia…

       Dalil-dalil yang menyuruh kita untuk menjaga hak para tetangga sangatlah banyak,
begitupun teladan dari para ulama yang menyebutkan tentang sikap mereka pun amatlah
banyak. Disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam An-Nubala (13/433),
“Seorang laki-laki yang merupakan tetangga dari Abi Hamzah As-Sukary hendak menjual
rumahnya. Maka ditanyakanlah padanya, „Berapa harganya? Ia berkata, „Empat ribu‟. Abu
Hamzah kemudian berkata, „Janganlah Anda jual rumahmu.‟ Lantas ia memberikan sejumlah
harga penawaran rumah itu kepada Abi Hamzah.”

       Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah ditanya tentang pribadi Al-Walid bin Al-
Qasim bin Al-Walid Al-Hamadani. Ia berkata, “Al-Walid adalah seorang yang tsiqah
(terpercaya), kami menulis hadits-hadits yang dibawakannya. Beliau bertetangga dengan
Ya'la bin 'Ubaid, dan saya (Imam Ahmad) pernah bertanya kepadanya tentang dirinya. Lantas
Ya'la berkata, „Sungguh ia itu benar-benar tetangga yang baik. Saya telah bertetangga selama
50 tahun bersamanya, dan saya tidak mengetahui darinya melainkan kebaikan. (Siyar A‟lam
An-Nubalaa, 17/ 463)

       Abu Daud As-Sijistani Rahimahullah berkata, “Sungguh saya sangat ingin menjadi
tetangga Sa'id bin Amir.” (Ibid., 17 / 396)

       Demikianlah beberapa contoh dan teladan bagi setiap Muslim dalam berinteraksi
dengan tetangganya. Semoga Allah menjaga dan senantiasa memberi taufik-Nya kepada kita
semua. Amin ya Rabbal „Alamin..
Bertetangga Menuju Surga


Di manapun kita menjalani kehidupan, tentu tak dapat berlepas dari kehidupan
bertetangga. Bahkan tak jarang ada ungkapan bahwa orang yang paling dekat
dengan kita adalah tetangga. Itulah mengapa, Islam begitu memperhatikan
berbagai urusan dalam bertetangga.

Ya, sebab bertetangga dapat menjadi jalan yang mengantarkan kita untuk meraih
surga. Akan tetapi, dengan bertetangga pula dapat menjadi penyebab tergelincirnya
kita ke dalam dosa. Namun, Islam agama yang diturunkan untuk menyempunakan
akhlaq yang mulia memberikan kita petunjuk bagaimana memuliakan tetangga.

Ada adab yang harus diperhatikan. Juga ada hak-hak yang harus ditunaikan. Sebab
kita adalah seorang muslim, yang ukuran kita dalam menjalani hidup adalah
ganjaran pahala atau dosa. Termasuk dalam bertetangga, kita berharap dapat
meraih surga darinya.

Bertetangga Juga Ada Adabnya
Dalam hidup bertetangga, sebagai seorang muslim kita juga harus memperhatikan
berbagai adabnya. Islam melalui Al Quran dan hadits telah menetapkan adab
bertetangga (Al-Jiwaar). Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Kitab
Mausuu'atul Aadaab Al-Islaamiyah menjelaskan, adab-adab yang perlu diperhatikan
seorang Muslim dalam bertetangga, antara lain:

1. Memilih Tetangga Yang Shaleh

Sebelum memutuskan untuk tinggal di suatu tempat, sebisa mungkin kita memilih
tempat yang banyak terdapat orang shaleh di sekelilingnya. Terkait masalah ini,
Rasulullah saw bersabda: "Empat perkara yang dapat mendatangkan kebahagiaan: wanita
yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shaleh, dan kendaraan yang bagus."
(HR Ahmad)

2. Menyukai Kebaikan Tetangganya

Sebaik-baik sikap dalam bertetangga yang harus kita miliki adalah ketika kita mampu
untuk menyukai atau turut bahagia atas kebaikan yang diperoleh tetangga kita.
Rasulullah saw bersabda, "Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak sempurna
keimanan seseorang hingga ia menyukai tetangganya apa yang ia suka bagi dirinya." (HR
Muslim)

3.Tidak Mengganggu, Baik Dengan Ucapan Maupun Perbuatan

Dalam hal ini, Rasulullah saw telah mengingatkan, "Barang siapa beriman kepada Allah
dan hari akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya." (HR Bukhari)

4. Selalu Berbuat Baik Kepada Tetangga

Rasulullah saw selalu berpesan agar umatnya berbuat baik kepada tetangganya.
Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda,
“Sebaik-baik kawan di sisi Allah adalah yang paling baik budi pekertinya terhadap
kawannya dan sebaik-baik tetangga adalah yang paling baik kepada tetangganya,” (HR.
Tirmidzi)

5. Bersabar Terhadap Gangguan Tetangga
Merupakan suatu keutamaan menjadikan sikap sabar dan lapang dada kepada
tetangga yang menyakiti, agar bertetangga menjadi nilai ibadah di sisi Allah swt.
Abu Dzar pernah menyampaikan pesan Rasulullah saw, betapa Allah swt mencintai
kesabaran hamba-Nya,

“Orang yang mempunyai tetangga jahat yang suka menyakitinya, lalu dia tetap bersabar
atas perlakuan tetangganya itu,sehingga Allah swt mencukupkan baginya kehidupan atau
kematian.”

6. Memberi Makan Kepada Tetangga yang fakir
Rasulullah saw selalu menekankan pentingnya berbuat baik kepada tetangga,
termasuk kerelaan untuk memberi makan tetangga kita yang fakir. Rasulullah saw
bersabda, "Bukanlah Mukmin orang yang kenyang, sementara tetangga di sampingnya
kelaparan." (HR.Ad-Daelami dari Anas)

Ada Hak yang Harus Ditunaikan

Tak dapat dipungkiri, dalam keseharian tentu kita memiliki berbagai aktivitas dan
kesibukan. Amanah pekerjaan, pendidikan, dan kewajiban-kewajiban lainnya
menuntut kita untuk terkadang memberikan seluruh porsi kehidupan yang kita miliki.
Namun, hal itu jangan sampai menjadikan kita abai untuk menunaikan hak-hak
tetangga kita.

Lalu, apa saja hak-hak tetangga yang harus kita tunaikan? Rasulullah saw
menjabarkannya melalui riwayat Abdul Laits dengan sanadnya dari Al-Hasan Al-
Bashri bertanya:

“Apakah hak tetangga?” Rasulullah saw menjawab, “Jika utang kau utangi, jika
mengundang kau datangi, jika sakit kau ziarahi, jika minta tolong engkau tolong, jika
tertimpa bala engkau hibur, jika mendapat keuntungan dan kesenangan engkau beri selamat,
jika mati kau antar jenazahnya, jika pergi kau jagakan rumah dan anak-anaknya dan jangan
kau mengganggunya dengan bau masakanmu kecuali jika memberikan hidayah dari masakan
itu kepadanya.”

Dalam riwayat yang lain ada tambahan, “Dan jangan meninggikan bangunan atas
bangunannya kecuali dengan kerelaan hatinya.”

Semoga Allah swt memberi kemudahan kepada kita untuk dapat menunaikan hak-
hak tetangga kita semaksimal yang kita mampu.

Raih Surga Dengan Bertetangga

“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman!‟ Nabi
ditanya, „Siapa wahai Rasulullah?‟ Nabi menjawab, „Yaitu orang yang tetangganya tidak
merasa tenteram karena perbuatannya,” (HR. Bukhari-Muslim)

Banyak nash yang menyebutkan pentingnya berbuat baik kepada tetangga serta
memuliakannya. Bahkan dalam hadits Rasulullah saw di atas, seseorang dikatakan
tidak beriman apabila tetangganya tidak merasa tenteram karena perilakunya.
Sebab, perilaku kita dalam bertetangga adalah cerminan dan bukti keimanan kita
kepada Allah swt.

Lalu, apa ganjaran yang akan kita peroleh dengan berbuat baik kepada tetangga?
Tidak tanggung-tanggung, Allah swt akan memberikan balasan berupa surga bagi
hamba-hamba-Nya yang berbuat baik kepada tetangga. Rasulullah saw bersabda,
“Tidaklah masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari berbagai gangguannya.”
(HR. Muslim)
Semoga kita termasuk dalam golongan orang yang dimudahkan oleh Allah swt untuk
memperlakukan tetangga dengan sebaik-baiknya. Agar bertetangga dapat menjadi
salah satu jalan yang mengantarkan kita pada surga dan keridoan-Nya.
Wallahu’alam.




ADAB BERTETANGGA DALAM ISLAM
1)   Pengertian Tetangga,
2)   Batasan Tetangga,
3)   Hak & Kewajiban Tetangga (Tetangga Muslim & Non-Muslim) |
4)   Hadits “Tidak akan masuk Jannah orang yang tetangganya tidak merasa aman dari
     gangguannya.” (HR. Muslim no. 73)


 Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu „alaihi
wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk Jannah orang yang tetangganya tidak merasa
aman dari gangguannya.” (HR. Muslim no. 73)

Derajat Hadits
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya pada Kitabul
Iman bab Penjelasan tentang dilarangnya mengganggu tetangga.

Kedudukan Tetangga
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta‟ala, sesungguhnya jeleknya
hubungan bertetangga merupakan salah satu tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana sabda
Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam, “Tidak akan tegak hari kiamat hingga tampak
perzinaan, perbuatan-perbuatan keji, pemutusan silaturahmi, dan jeleknya hubungan
bertetangga.”(HR. Ahmad, al-Hakim, dari sahabat „Abdullah bin „Amr radhiyallahu „anhu).

Siapakah yang dimaksud dengan tetangga? Tetangga adalah orang yang terdekat dalam
kehidupan, tidaklah seseorang keluar dari rumah melainkan dia melewati rumah tetangganya.
Di saat dirinya membutuhkan bantuan baik moril maupun materiil, tetangga lah orang
pertama yang dia ketuk pintunya. Bahkan di saat dia meninggal bukan kerabat jauh yang
diharapkan mengurus dirinya, tetapi tetangga lah yang dengan tulus bersegera
menyelenggarakan pengurusan jenazahnya.

Sehingga dengan begitu mulia dan besar kedudukan tetangga, Allah subhanahu wa ta‟ala
memasukkannya di dalam 10 hak yang harus dipenuhi oleh seorang hamba sebagaimana
firman-Nya subhanahu wa ta‟ala (artinya): “Beribadahlah hanya kepada Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga
jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa`: 36)
Demikian pula hadits-hadits Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam yang menghasung kita
untuk senantiasa memperhatikan hak-hak tetangga, di antaranya sabda Rasulullah
shallallaahu „alaihi wa sallam:

“Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga sampai aku
beranggapan bahwa tetangga akan mewarisi.”(HR. al-Bukhari no. 6014, dari Ummul
Mukminin „Aisyah radhiyallahu „anha)

Bahkan Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam mengaitkan kesempurnaan keimanan
seseorang kepada Allah subhanahu wa ta‟ala dan hari akhir dengan sikap memuliakan
tetangga, Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia
memuliakan tetangganya.” (HR. al-Bukhari no. 6019, dari sahabat Abu Syuraih
radhiyallahu „anhu)

Batasan Tetangga
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Yang benar
dalam permasalahan ini adalah bahwa tetangga itu semua yang teranggap sebagai tetangga
secara adat kebiasaan di suatu tempat atau kondisi terkini, tidak dibatasi dengan jumlah
atau batasan tertentu dalam syariat”(Fathu Dzil Jalali Wal Ikram syarh Bulughil Maram)

Makna Hadits
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta‟ala, hadits di atas berisi
ancaman tidak akan masuk Jannah bagi seorang yang tetangganya tidak merasa aman dari
gangguan-gangguannya. Mungkin ada yang bertanya, apa maksud dari “Tidak akan masuk
Jannah…” pada hadits di atas? Al-Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa
maknanya ada dua:

Yang pertama, bila meyakini halalnya perbuatan mengganggu tetangga dalam kondisi dia
mengetahui larangannya, maka pelakunya tidak akan masuk Jannah selama-lamanya.

Yang kedua, tidak akan masuk pada awal kali dibukanya pintu Jannah, bahkan diakhirkan,
kemudian dibalas setimpal dengan perbuatannya atau bisa jadi Allah memberikan ampunan
baginya sehingga termasuk yang memasuki Jannah secara langsung tanpa disiksa terlebih
dahulu. (Syarh Shahih Muslim 2/17)

Sehingga dipahami dari hadits ini bahwa perbuatan mengganggu tetangga masuk
dalam kategori dosa besar yang pelakunya berada di bawah kehendak Allah
subhanahu wa ta’ala. Kalau Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak maka akan
diadzab terlebih dahulu atau jika Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak pula dia bisa
diampuni, akan tetapi tidak mengeluarkan dia dari keislaman.

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta‟ala. Islam sangat
memperhatikan adab dan aturan hidup bertetangga. Tidak ada adab atau aturan hidup
bertetangga yang lebih sempurna dari apa yang terdapat dalam agama Islam. Dengan
mengikuti adab atau aturan bertetangga ala Islam pasti akan terwujud lingkungan yang
tenang, tidak ada gangguan, sejahtera, dan penuh kebahagiaan.

Di antara bentuk pengaturan Islam dalam kehidupan bertetangga adalah hak masing-masing
tetangga sesuai dengan kedudukannya, sebagaimana berikut:

1. Tetangga muslim dan sekaligus saudara kerabatnya, maka dia mendapatkan tiga hak,
yaitu hak seorang muslim, hak saudara, dan hak tetangga.

2. Tetangga muslim dan tidak mempunyai ikatan kekerabatan, maka dia mempunyai dua
hak, yaitu hak muslim dan hak tetangga.

3. Tetangga non muslim, maka dia hanya mendapatkan satu hak, yaitu hak tetangga.

Mengenali Hak-hak Tetangga
Di antara hak tetangga yang harus diperhatikan adalah:

1. Tidak mengganggunya dengan lisan dan anggota badan. Rasulullah shallallaahu „alaihi
wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu
tetangganya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu „anhu)

Suatu hari disampaikan kepada Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam seorang wanita yang
dia sering berpuasa, bersedekah, banyak beribadah, shalat malam dan berbagai kebaikan yang
lain, akan tetapi Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam mengatakan, “Dia di neraka,”
karena tetangganya tidak selamat dari gangguan lisannya. (HR. Ahmad dalam al-Musnad
2/440, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 119)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‟Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini
terdapat dalil akan haramnya berbuat zalim kepada tetangga, baik dalam bentuk perkataan
atau perbuatan. Di antara kezaliman dalam bentuk perkataan adalah memperdengarkan
kepada tetangga suara yang mengganggu, seperti radio, televisi, atau suara lain yang
mengganggu. Hal semacam ini sungguh tidak halal, meskipun yang diperdengarkan adalah
bacaan Al-Qur`an, (selama itu) mengganggu tetangga berarti dia telah berbuat zalim. Maka
tidak halal baginya untuk melakukannya. Adapun (kezaliman dalam bentuk) perbuatan,
seperti membuang sampah di sekitar pintu tetangga, mempersempit pintu masuknya, atau
perbuatan semisalnya yang merugikan tetangga. Termasuk dalam hal ini, jika seseorang
memiliki pohon kurma atau pohon lain di sekitar tembok tetangga ketika dia menyirami,
(airnya berlebih hingga) melampaui tetangganya. Ini pun sesungguhnya termasuk kezaliman
yang tidak halal baginya.” (Syarh Riyadhis Shalihin, 2/178)

2. Mudah dalam memberikan bantuan, menziarahinya, menjenguknya di kala sakit,
dan berbagai bentuk kebaikan walaupun hanya sekedar menampakkan wajah yang
berseri-seri kepadanya, Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah engkau meremehkan sedikit pun dari kebaikan, walaupun sekedar menampakkan
wajah yang berseri-seri ketika bertemu saudaramu.”(HR. Muslim no. 2626, dari sahabat Abu
Dzar radhiyallahu „anhu)

3. Memberikan hadiah, karena hal ini dapat menumbuhkan kecintaan. Rasulullah n
bersabda:

“Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. al-Bukhari dalam
al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan oleh al-Imam al-Albani rahimahullah dalam Irwa`ul
Ghalil no. 1601, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu „anhu)

Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai wanita-wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang tetangga menganggap remeh
untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.”
(HR. al-Bukhari no. 2566 dan Muslim no. 2376, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu
„anhu)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-„Asqalani rahimahullah menyatakan bahwa hadits Abu Hurairah
radhiyallahu „anhu di atas memberikan isyarat ditekankannya memberikan hadiah walaupun
dengan sesuatu yang sedikit/kecil, dan ditekankannya menerima pemberian/hadiah walaupun
sedikit/tidak berarti. (Fathul Bari 5/244, 245)

Hadiah dapat memberikan pengaruh secara maknawi, bukan materi semata. Sungguh yang
namanya hadiah walaupun kecil/sedikit akan dapat menumbuhkan cinta dan menghilangkan
kedengkian.




Penutup
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta‟ala, menjalani kehidupan
bertetangga dengan baik dan saling menunaikan hak masing-masing merupakan suatu
kebahagiaan dan tanda kebaikan sebuah masyarakat. Rasulullah shallallaahu „alaihi wa
sallam bersabda, “Ada empat perkara yang termasuk dari kebahagiaan: istri yang shalihah,
tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman.
Dan ada empat perkara yang termasuk dari kesengsaraan; tetangga yang jelek, istri yang jahat
(tidak shalihah), tunggangan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban,
hadits ini dishahihkan asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam kitab beliau ash-Shahihul
Musnad Mimma Laysa fish- Shahihain 1/277)

Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam juga bersabda:

“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada sahabatnya, dan
sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik kepada tetangganya.”(HR. at-Tirmidzi,
Ahmad dan ad-Darimi, dari sahabat „Abdullah bin „Amr bin al-‟Ash radhiyallahu „anhuma)

Demikianlah kajian tentang adab bertetangga, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya Rabbal „alamin.




Bertetangga Yang Sehat Dan Kiat Menghadapi Tetangga Jahat

Selasa, 10 Mei 2011 22:33:23 WIB



BERTETANGGA YANG SEHAT DAN KIAT MENGHADAPI TETANGGA JAHAT




Tak dipungkiri, manusia tidak bisa terlepas dari manusia yang lain. Artinya ia mutlak
membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Di sinilah, manusia tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan bertetangga. Islam pun telah menggariskan etika sosial untuk menciptakan jalinan
yang harmonis antar keluarga. Sehingga kehidupan manusia terpenuhi atmosfer yang penuh
dengan spirit tasaamuh (toleransi), ta‟awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan taqwa.
Penyakit ananiyah (egoisme), su‟uzhan (buruk sangka), tajassus (sikap memata-matai),
menggunjing aib orang lain, dan sederet akhlak tercela lainnya tidak endapatkan tempat.
Keamanan, ketentraman dan roda kehidupan yang didasari saling tepa selira dan
menghormati dapat semakin kokoh



TETANGGAMU, PERGAULILAH DENGAN BAIK

Tetangga adalah sosok yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Tak jarang, tetangga kita
lebih tahu keadaan kita ketimbang kerabat kita yang tinggal berjauhan. Saat kita sakit dan
ditimpa musibah, tetangga lah yang pertama membantu kita. Tak heran, jika Islam begitu
menekankan kepada kita untuk berbuat baik kepada terangga, karena dampak hubungan yang
harmonis antar tetangga mendatangkankan maslahat yang begitu besar. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.




Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbuat baik kepada
terangganya. [1]
Dan berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang muslim. [2]



Dua hadits di atas mengindikasikan bahwa berbuat ihsan (baik) kepada tetangga merupakan
salah satu simbol kesempurnaan iman seseorang. Sebab antara iman dan ketinggian akhlak
seorang muslim berbanding lurus. Semakin tinggi keimanan seseorang, maka semakin mulia
pula akhlaknya kepada siapapun, termasuk kepada para tetangganya. Keluhuran akhlak
seseorang bukti kesempurnaan imannya.



Dalam hadits yang lain, Rasulullah menggambarkan arti pentingnya kedudukan

tetangga dengan mengatakan.




Jibril terus-menerus berwasiat kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tentangga, hingga aku
yakin ia (seorang tetangga) akan mewariskan harta kepadanya (tetangganya). [3]



Berkaitanmakna berbuat ihsan (baik) kepada tetangga, Syaikh Nazhim Sulthan menerangkan:
"(Yaitu) dengan melakukan beragam perbuatan baik kepada tetangga, sesuai dengan kadar
kemampuan. Misalnya berupa pemberian hadiah, mengucapkan salam, tersenyum ketika
bertemu dengannya, mengamati keadaannya, membantunya dalam perkara yang ia butuhkan,
serta menjauhi segala perkara yang menyebabkan ia merasa tersakiti, baik secara fisik atau
moril. Tetangga yang paling berhak mendapatkankan perlakuan baik dari kita adalah tetangga
yang paling dekat rumahnya dengan kita, disusul tetangga selanjutnya yang lebih dekat.
'Aisyah pernah bertanya,"Wahai Rasulullah, aku memiliki dua orang tetangga. Maka kepada
siapakah aku memberikan hadiah diantara mereka berdua?". Beliau menjawab.




Kepada tetangga yang lebih dekat pintu rumahnya denganmu.[4]
Oleh karena itu, Imam Al Bukhari menulis judul bab khusus dalam Shahihnya Bab Haqqul
Jiwar Fii Qurbil Abwab (Bab Hak Tetangga Yang Terdekat Pintunya). Ini merupakan
indikator kedalaman pemahaman beliau terhadap nash-nash tentang hal ini. [5]



Lebih lanjut, Syaikh Nazhim memaparkan tentang kriteria tentang tetangga. Yang Pertama :
Tetangga muslim yang memiliki hubungan kekerabatan. Dia memiliki tiga hak sekaligus.
Yaitu ; hak bertetangga, hak Islam dan hak kekerabatan. Yang Kedua : Tetangga muslim
(yang tidak memiliki hubungan kekerabatan), maka ia memiliki dua hak. Yaitu ; hak
bertetangga dan hak Islam.

Yang Ketiga : Tetangga yang hanya memiliki satu hak. Yaitu tetangga yang kafir. Dia hanya
memiliki hak sebagai tetangga, dengan dasar keumuman nash-nash yang memerintahkan
berbuat ihsan kepada tetangga, yang mencakup tetangga muslim dan non-muslim. Seperti
yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap tetangga Beliau
yang beragama Yahudi.[6]



Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash bahwa ia menyembelih seekor kambing kemudian
bertanya (kepada keluarganya). "Sudahkah kalian berikan sebagian kambing tersebut kepada
tetangga kita yang Yahudi?. Beliau bertanya sampai tiga kali., kemudian berkata,"Aku telah
mendengar Nabi bersabda.




Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, hingga aku
yakin ia akan memberikan harta warisan kepadanya. [7]



Kriteriai tetangga yang dinyatakan oleh Syaikh Nazhim ini, sebenarnya merupakan
kandungan sebuah hadits yang termaktub dalam Musnad Al Bazzar (Lihat Kasyful Astar no:
1896) dan Al Hilyah karya Abu Nu‟aim (5/207). Namun sanadnya bermasalah. Al Haitsami
dalam Al Majma (8/164), mengomentari sanadnya dengan berkata: "Imam Al Bazaar
meriwayatkannya dari syaikh (guru)nya (yang bernama) Abdullah bin Muhammad Al Haritsi,
dan ia adalah seorang pemalsu hadits.[8]



Akan tetapi kriteria di atas, sejalan dengan penjelasan Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul
Bar yang menyatakan. "Penyebutan (istilah) tetangga mencakup (tetangga) yang muslim
maupun yang kafir, yang ahli ibadah ataupun yang fasik, teman ataupun musuh, yang
senegara ataupun dari negeri lain, yang bisa memberikan manfaat ataupun yang akan
membahayakan, yang masih kerabat ataupun bukan saudara, yang dekat rumahnya ataupun
yang jauh. Tetangga memiliki (perbedaan derajat) tingkatan antara satu dengan lainnya.
Tetangga yang memiliki derajat tertinggi adalah yang terhimpun padanya seluruh sifat-sifat
istimewa, kemudian (tingkatan selanjutnya adalah) yang banyak memiliki sifat-sifat luhur,
dan (tingkatan yang terakhir) adalah yang paling sedikit sifat-sifat baiknya. [9]



Syaikh Abdurrahman bin Abdul Karim Al 'Ubayyid, penulis kitab Ushul Manhajil Islami,
menjelaskan makna tetangga secara lebih luas, "Istilah tetangga sebagaimana yang dikenal
secara umum oleh manusia adalah tetangga yang hidup berdampingan rumah dengan anda.
Namun sebenarnya, parameter dalam masalah ini adalah keumuman lafazh (tetangga). Maka
istilah tetangga mencakup setiap orang yang hidup bersama anda, baik ketika dalam
pekerjaan, di toko, atau masjid, di jalan, maupun di tengah-tengah masyarakat umum. Maka
setiap insan yang berada di sekeliling anda maka ia adalah tetangga anda. Termasuk pula
dalam kategori tetangga ini adalah sebuah negara dengan negeri jirannya, juga negara Islam
dengan negara tetangganya. Jadi, tetangga antar negara dinilai sama persis layaknya tetangga
antar anggota masyarakat, yaitu dari sisi pandang bahwa keduanya dituntut untuk berbuat
baik kepada tetangganya masing-masing. Tidaklah terjadi peperangan antar negara melainkan
lantaran negara yang satu melanggar hak negara tetangganya. Ini adalah salah satu prinsip
yang agung.[10]



ETIKA BERTETANGGA YANG SEHAT

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan beberapa etika pergaulan dengan tetangga
yang selayaknya kita perhatikan:[11]

• Hendaknya kita mencintai kebaikan untuk tetangga kita sebagaimana kita menyukai
kebaikan itu untuk diri kita. Bergembira jika tetangga kita mendapat kebaikan dan
kebahagiaan, serta jauhi sikap dengki ketika itu. Hal ini mencakup pula keharusan untuk
menasehatinya ketika kita melihat tetangga kita melalaikan sebagian perintah Allah, serta
mengajarinya perkara-perkara penting dalam agama yang belum ia ketahui dengan cara yang
baik dan penuh hikmah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,




Dan demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamanNya, tidaklah seseorang beriman
hingga ia mencintai untuk tetangganya, atau Beliau berkata, untuk sudaranya apa yang ia
cintai untuk dirinya sendiri.[12]



Ibnu Abi Jamrah berkata, "Kondisi tetangga berbeda-beda, ditinjau dari tingkat keshalehan
mereka. (Prinsip) yang mencakup seluruhnya adalah keinginan kebaikan untuk tetangga
tersebut, dan nasehat kepadanya dengan cara yang baik, mendoakannya agar mendapatkan
petunjuk, menjauhi sikap yang menyakitinya, dan mencegah tetangga yang tidak shalih dari
perbuatan yang menganggu atau dari kefasikan dengan cara yang bijak, sesuai dengan
tahapan beramar ma'ruf nahi mungkar. Serta mengenalkan kepada tetangga yang kafir
tentang Islam dan menjelaskan kepadanya kebaikan-kebaikan agama Islam dan
memotivasinya untuk masuk Islam dengan cara yang baik pula. Jika hal itu bermanfaat maka
(ajaklah ia dengan nasehat itu), dan bila nasehat tidak mempan, maka boikotlah ia dengan
tujuan untuk memberinya pelajaran. Karena dirinya telah mengetahui alasan kita
memboikotnya, agar ia berhenti dari keengganannya untuk masuk Islam, jika memang
pemboikotan tersebut efektif diterapkan padanya"



• Saat musibah melanda tetangga kita dan dia dirundung kesedihan dan terbelit kesulitan,
sebisa mungkin kita membantunya, baik bantuan materi ataupun dukungan moril. Menghibur
dan meringankan beban penderitaannya dengan nasehat, tidak menampakan wajah gembira
tatkala dia dirundung duka. Menjenguknya ketika sakit dan mendoakan kesembuhan
untuknya serta membantu pengobatannya bila memang dia membutuhkannya. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.




Bukanlah seorang mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di
sampingnya. [13]



• Hindari sejauh mungkin sikap yang dapat menyebabkan tetangga kita merasa tersakiti, baik
berupa perbuatan ataupun perkataan. Contohnya, mencela, membeberkan aibnya di muka
umum, memusuhinya, atau melemparkan sampah di muka rumahnya sehingga menyebabkan
ia terpeleset ketika melewatinya, dan jenis gangguan lainnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.




Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti
tetangganya. [14]



• Kunjungilah tetangga pada hari raya dan sambutlah undangannya jika dia mengundang kita.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
Hak muslim atas muslim yang lain ada lima, menjawab ucapan salam, menjenguk orang
sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin.[15]



• Berikanlah toleransi kepada tetangga kita selama bukan dalam perkara maksiat. Didiklah
keluarga kita untuk tidak berkata-kata keras atau berteriak-teriak sehingga mengganggu
tetangga. Janganlah kita mengeraskan suara radio kita hingga mengusik ketentraman
tetangga, terutama pada malam hari. Sebab, mungkin diantara mereka ada yang sedang sakit,
atau lelah, atau tidur atau mungkin ada anak sekolah yang sedang belajar. Dan ketahuilah,
mendengarkan musik adalah perkara haram, apalagi jika sampai mengganggu tetangga, maka
dosanya menjadi berlipat ganda. Rasulullah bersabda.




Sebaik-baik sahabat adalah yang paling baik terhadap sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga
adalah yang paling baik terhadap tetangganya.[16]



Dan hendaklah kita tidak bersikap kikir terhadap tetangga yang membutuhkan bentuan kita,
selama kita bisa membantunya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.




Janganlah seorang diantara kalian melarang tetangganya untuk meletakkan kayu di tembok
rumahnya.[17]



Berkenaan dengan hadits di atas, Syaikh Salim bin Ied Al Hilali membawakan beberapa
pelajaran yang berkaitan dengan hak tetangga yaitu: Yang pertama : Saling membantu dan
bersikap toleran sesama tetangga merupakan hak-hak tetangga (yang wajib dipenuhi)
sekaligus merupakan wujud kekokohan bangunan masyarakat Islam. Yang kedua : Jika
seseorang memiliki rumah, kemudian ia memiliki tetangga dan tetangganya itu ingin
menyandarkan sebatang kayu di temboknya tersebut, maka boleh hukumnya bagi si tetangga
untuk meletakkannya dengan izin atau ta
).



• Berikanlah hadiah kepada tetangga, walau dengan sesuatu yang mungkin kita anggap
sepele. Karena saling memberi hadiah akan menumbuhkan rasa cinta dan ukhuwah yang
lebih dalam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menasehati Abu Dzar
Radhiyallahu 'anhu.




Jika suatu kali engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, kemudian perhatikanlah
tetanggamu, dan berikanlah mereka sebagiannya dengan cara yang pantas. [19]



• Tundukkanlah pandangan kita terhadap aurat tetangga, jangan pula menguping pembicaraan
mereka. Apalagi sampai mengintip ke dalam rumahnya tanpa seizinnya untuk mengetahui aib
mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.




Dan katakanlah kepada laki-laki beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka.
[An Nur:30]



KERASNYA ANCAMAN MELANGGAR KEHORMATAN TETANGGA

Ketahuilah wahai akhi muslim dan ukhti …..Islam mengajarkan kita untuk menjadi seorang
bisa bermanfaat bagi orang yang lain, atau bila kita tidak bisa memberi manfaat kepada orang
lain, paling tidak kita menahan diri jangan sampai menyakitinya. Apalagi terhadap tetangga,
mereka memiliki hak sangat besar yang wajib kita tunaikan. Bukankah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia?. Maka berbuat baik kepada
tetangga merupakan cerminan baiknya keimanan seseorang. Dan sebaliknya, menyakiti
tetangga merupakan simbol ahlul jahl (orang yang tidak mengerti ilmu).



Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seorang sahabat,"Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Fulanah rajin shalat malam, rajin pula shaum pada siang hari dan
gemar bersedekah, tapi dia menyakiti tetangganya dengan lisannya! Maka Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab.




Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka". Lalu sahabat itu bertanya
lagi,"Fulanah (wanita) yang lain rajin shalat fardlu, gemar bersedekah dengan sepotong keju
dan tidak pernah menyakiti seorang pun?. Maka Beliau menjawab,"Dia termasuk penduduk
surga.[20]



Syaikh Nazhim Muhammad Sulthan berkata,"Menyakiti seorang muslim tanpa alasan yang
benar adalah perkara yang haram. Akan tetapi menyakiti tetangga lebih keras lagi
keharamannya.



Dari Miqdad bin Al Aswad ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.




Sungguh, jika seorang laki-laki berzina dengan sepuluh wanita itu masih lebih baik baginya
daripada ia berzina dengan istri tetangganya, dan sungguh jika seorang laki-laki mencuri dari
sepuluh rumah itu lebih ringan (dosanya) daripada ia mencuri dari rumah salah seorang
tetangganya.[21]



Zina merupakan dosa besar yang diharamkan Allah Tabaaraka wa Ta'ala, dan Allah telah
menetapkan hukum-hukum yang bersifat preventif bagi para pelakunya. Akan tetapi
melakukan perbuatan zina dengan istri tetangga tingkat keharaman, kekejian dan
kejahatannya lebih berat lagi. Demikian pula halnya dengan mencuri (di rumah tetangga).



Dari Syuraih bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman". Beliau
ditanya,"Siapa wahai Rasulullah?. Beliau menjawab,"Orang yang tetangganya tidak merasa
aman dari kejahatannya.[22]



Al Bawa-iq                                     -        ) maknanya adalah malapetaka,
sesuatu yang membinasakan, dan perkara sulit yang datang tiba-tiba.



Ibnu Baththal berkata, "Dalam hadits di atas terdapat penekanan besarnya hak tetangga,
karena Beliau sampai bersumpah tentang hal itu. Bahkan Beliau mengulangi sumpahnya
sampai tiga kali. Dalam hadits tersebut juga terdapat isyarat penafian iman dari seseorang
yang menyakiti tetangganya, baik dengan ucapan ataupun dengan perbuatan. Maksud
(penafian disini) adalah (penafian) iman yang sempurna, dan tidak diragukan lagi bahwa
seorang yang bermaksiat keimanannya tidak sempurna".[23]



Juga hadits dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, ia pernah bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.




Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?. Beliau menjawab,"Engkau menjadikan
tandingan bagi Allah padahal Ia yang menciptakanmu". Aku bertanya lagi,"Kemudian dosa
apa?. Beliau menjawab,"Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia akan mengambil
jatah makananmu". Aku bertanya lagi,"Lalu dosa apai?. Beliau menjawab,"Engkau
menzinahi istri tetanggamu".[24]



BILA TETANGGA ANDA JAHAT

Memiliki tetangga yang baik dan mau hidup rukun dengan kita merupakan satu kenikmatan
hidup. Namun terkadang, kita diuji Allah dengan memiliki tetangga yang tidak baik
akhlaknya dan gemar mengganggu kita. Untuk menghadapi tetangga semacam itu, Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu memberikan beberapa nasehatnya, sebagai berikut:
• Bersabarlah anda dalam menghadapi gangguan tetangga. Atau memilih pindah rumah jika
memang hal itu memungkinkan. Allah berfirman.




Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang
lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia. [Fushilat : 34]



Membalas kejahatan tetangga dengan perbuatan baik merupakan salah satu etika bertetangga
yang diajarkan Islam. Yaitu agar kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama,
Al Hasan al Bashri berkata, "Tidaklah berbuat ihsan kepada tetangga (hanya dengan)
menahan diri tidak menyakiti tetangga, akan tetapi berbuat ihsan kepada tetangga (juga)
dengan bersabar dan tabah menghadapi gangguannya".[25]



Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.




Tiga golongan yang dicintai Allah,……..dan laki-laki yang memiliki tetangga yang
menyakitinya, kemudian ia bersabar menghadapi gangguannya hingga ajal memisahkan
mereka.[26]



• Hendaklah anda berdoa dengan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, yaitu.



                                                      )



Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari tetangga yang buruk di akhirat, maka sesungguhnya
tetangga badui beganti-ganti. [27]
• Jika anda tidak mampu bersabar menghadapi gangguan tetangga, sementara tidak mungkin
bagi anda untuk pindah rumah, maka terapkan nasehat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam yang dikisahkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.




                                                                 –             -




Seorang laki-laki pernah datang kepada Nabi mengeluhkan tetangganya. Maka Rasulullah
menasehatinya,"Pulanglah dan bersabarlah". Lelaki itu kemudian mendatangi Nabi lagi
sampai dua atau tiga kali, maka Beliau bersabda padanya,"Pulanglah dan lemparkanlah
barang-barangmu ke jalan". Maka lelaki itu pun melemparkan barang-barangnya ke jalan,
sehingga orang-orang bertanya kepadanya, ia pun menceritakan keadaannya kepada mereka.
Maka orang-orang pun melaknat tetangganya itu. Hingga tetangganya itu mendatanginya dan
berkata,"Kembalikanlah barang-barangmu, engkau tidak akan melihat lagi sesuatu yang tidak
engkau sukai dariku.[28]



Pembaca, tiada gading yang tak retak.Tidak ada manusia yang sempurna. Ada saja
kekurangan yang melekat pada setiap diri kita. Latar belakang yang berbeda menciptakan
pribadi yang berbeda. Wacana yang perlu kita kembangkan, bagaimana kita dapat meredam
perbedaan yang ada, selama tidak melanggar rambu syariat. Menjalin komunikasi positif
dengan menjungjung tinggi akhlak pergaulan. Selamat menuai pahala dari tetangga Anda.



Wallahul Muwaffiq ilaa aqwaamith thariiq (Hanin Az Zarqa')



Maraji:

• Tafsir Ibnu Katsir Tahqiq Sami bin Muhammad As Salamah, Dar Ath Thayyibah, cet I th
1422 H/ 2002M

• Imam Ibnu Rajab Al Hanbali, Jami'ul 'Ulum Wal Hikam, tahqiq Thariq bin 'Awadhullah bin
Muhammad, Dar Ibnul Jauzi, cet III TH 1422H

• Nazhim Muhammad Shulthon, Qawaid Wa Fawaaid Minal Arba'in An Nawawiyah, Dar Al
Hijrah, cet VII th 1421 H/2000M

• Saliem bin Ied Al Hilali, Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhis Shalihin, Dar Ibnul Jauzi, cet
VI th 142 H
• Saliem bin Ied Al Hilali, Iqozhul Himam Al Muntaqa Min Jami'il 'Ulumi Wal Hikam, Dar
Ibnul Jauzi, cet V th 1421 H

• Abdurrahman bin Abdul Karim Al 'Ubayyid, Ushulul Manhajil IIslami, Dar Al 'Irfan, cet IV
th 1418 H/ 1997 M

• Muhammad bin Jamil Zainu, Min Adabil Islam Li Ishlahil Fard wal Mujtama', cet I th
1424H



[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 08121533647, 08157579296]

_______

Footnote

[1]. HR Bukhari no: 4787 dan Muslim no: 69. lafazh hadits milik Muslim.

[2]. HR. Ibnu Majah no: 4207 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani”. Lihat Min Adabil
Islam hal.31 karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

[3]. Muttafaqun „alaih, Shahih Bukhari no: 5555, 5556 dan Shahih Muslim no: 4756, 4757
dari hadits „Aisyah dan Ibnu „Umar.

[4]. HR Al Bukhari no: 2099

[5]. Qawa‟id Wa Fawa‟id hal.141

[6]. Qawa‟id Wa Fawa‟id hal.141 dengan bahasa dari penyusun.

[7]. HR Imam Ahmad (2/160), At Tirmidzi (1943), Abu Daud (5152) dan Al Bukhari dalam
Al Adabul Mufrad (105). Lihat Jami‟ul „Ulum wal Hikam hal.258 tahqiq Thariq bin
„Awadhullah bin Muhammad

[8]. Lihat Tafsir Ibni Katsir tahqiq Sami bin Muhammad As Salamah II/298

[9]. Lihat Ushulul Manhajil Islami hal.613

[10]. Ushul Manhaj Al Islamy hal. 617

[11]. Disarikan dari kitab Min Adabil Islam hal 31-33 dengan bahasa dari penyusun.

[12]. HR Muslim no: 65.

[13]. HR Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad no: 112 dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani”.
Lihat Min Adabil Islam hal.32
[14]. HR Bukhari no: 5559

[15]. HR Bukhari no: 1164.

[16]. HR Tirmidzi no: 1867 dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani. Lihat Min Adabil Islam
hal.32

[17]. HR Bukhari no: 2283 dan Muslim no: 3019.

[18]. Bahjatun Nazhirin I/387

[19]. HR Muslim no: 4759.

[20]. HR Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad no: 119 dan dishahihkan oleh Al Albani. Lihat
Min Adabil Islam hal. 32

[21]. HR Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no: 103 dan
Ath Thabrani dalam Al Kabir dan dishahihkan oleh

Al Albani. Lihat Shahihul Jami‟ no.5043 dan Silsilah Shahihah no: 65.

[22]. HR Bukhari no: 5557.

[23]. Fathhul Bari kitab Al Adab (53/13). Lihat Qawaid wa Fawaid hal. 140

[24]. HR Bukhari (4761) dan Muslim (68)

[25]. Jami‟ul „Ulum wal Hikam hal. 260

[26]. HR Imam Ahmad no: 20377 dan derajatnya shahih. Lihat Min Adabil Islam hal.34

[27]. HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad (117), Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf
(8/359), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (1033), Al

Hakim dalam Mustadrak (1/532) dari jalan Abu Khalid Al Ahmar dari Ibnu „Ajlan dari Sa‟id
Al Maqburi dari Abu Hurairah”. Lihat

Silsilah Shahihah no: 1443.

[28]. HR Abu Daud no: 4486. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mengatakan hadits ini
hasan, sedangkan Syaikh Abdurrahman bin



Bertangga adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa ditolak. Sebab manusia
memang tidak semata-mata makhluk individu, tetapi juga makhluk sosial. Satu sama lain
harus bermitra dalam mencapai kebaikan. Islam memerintahkan segenap manusia untuk
senantiasa berjamaah dan berlomba dalam berbuat kebaikan. Sebaliknya, Islam melarang
manusia bersekutu dalam melakukan dosa dan permusuhan.
Firman Allah SWT : “Bertolong-tolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan
janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah ,
kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat berat siksanya” (QS. Al-Maidah: 2)

Setiap orang tentu ingin hidup rukun dan harmonis dengan tetangganya. Hanya orang-orang
yang memiliki penyakit hati saja yang menolak suasana hubungan harmonis itu.
Keharmonisan hubungan bertetangga sebenamya sangat amat penting, sebab kekuatan sendi-
sendi sosial suatu masyarakat sangat ditentukan oleh keharmonisan hubungan antar
anggotanya.

Sebaliknya, bila dalam suatu masyarakat terjadi disharmoni (ketidak harmonisan) hubungan
di antara anggotanya, maka akan melemahkan sendi-sendi sosial masyarakat tersebut.
Kendati demikian kita tidak pernah bisa memaksa orang lain untuk selalu bersikap baik,
kecuati kita paksa diri kita sendtri untuk bersikap baik terhadap siapapun.

Alangkah beruntungnya jikalau kita hidup dan bertetangga dengan orang-orang yang baik.
Walaupun rumah sempit, kalau tetangganya baik tentu akan terasa lapang. Dan alangkah
ruginya, jika rumah kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang busuk hati. Walaupun rumah
lapang, niscaya akan terasa sempit.

Menurut Imam Syafi‟i, yang dimaksud dengan tetangga adalah 40 rumah di samping kiri,
kanan, depan dan belakang. Mau tidak mau, setiap hari kita bertemu dengan mereka, baik
hanya sekedar melempar senyuman, lambaian tangan, salam atau ngobrol di antara pagar
rumah dan sebagaimya

Islam sangat memperhatikan masalah-masalah adab bertetangga. Dalam sebuah riwayat, Nabi
SAW mengingatkan Fatimah dengan keras agar memberikan tetangga mereka apa yang
menjadi hak-haknya. Kisahnya berawal ketika Nabi SAW pulang dari berpergian, beberapa
meter menjelang rumahnya, Nabi SAW mencium aroma gulai kambing yang berasal dari
rumahnya. Nabi SAW bergegas menuju rumahnya dan menemui Fatimah yang ternyata
memang sedang memasak kambing. Spontan nabi SAW memerintahkan Fatimah untuk
memperbanyak kuah gulai kambing yang sedang dimasaknya.

Dari kisah di atas kita ambil kesimpulan bahwa ini merupakan salah satu bentuk kepedulian
sosial yang diperintahkan lslam kepada kita. Islam memerintahkan untuk senantiasa
mempertajam hubungan sosial kita. Dari sini bisa dipahami, betapa Islam mengajarkan kita
untuk senantiasa membiasakan diri untuk merasakan kesenangan dan kesulitan bersama
dengan masyarakat kita. Artinya, Islan sangat melarang kita hidup egois, serakah, dan
individualis.

Menghormati Tetangga

Penghormatan kepada tetangga adalah bagian dari aktualisasi keimanan kita kepada Allah
SWT dan hari akhir, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Barang siapa beriman kepada Allah
dan hart akhir, maka hendaklah la memuliakan tetangga” (HR.Muslim).

Anjuran untuk tetangga, tentu maknanya amat luas. menghormati berarti juga tidak menyakiti
hatinya, selalu berwajah manis pada tetangga, tidak menceritakan aib mereka, tidak menghina
dan melecehkannya, dan tentu juga tidak menelantarkannya jika dia tengah membutuhkan
pertolongan.

Dr Yusuf Qardhawi menyebutkan, “seorang tetangga memiliki peran sentral dalam
memelihara harta dan kehormatan warga sekitarnya”. Dengan demikian seorang mukmin
pada hakikatnya merupakan penjaga yang harus bertanggung jawab terhadap keselamatan
seluruh milik tetangganya Bahkan, seorang tidak dikatakan beriman jika dia tidak bisa
memberi rasa aman pada tetangganya.

Adab Bertetangga

Dalam sebuah badits, Nabi SAW bersabda: “Hak tetangga ialah, bila dia sakit, kamu
kunjungi, bila wafat, kamu mengantarkan jenazahnya. Bila dia membutuhkan uang, maka
kamu pinjami, dan bila tetangga kesukaran, maka jangan dibeberkan, aib-aibnya kamu
tutup-tutup dan rahasiakan. Bila dia memperoleh kebaikan, maka kita turut bersuka cita dan
mengucapkan selamat kepadanya. Dan bila menghadapi musibah, kamu datang untuk
menyampaikan rasa duka. Jangan sengaja meninggikan bangunan rumahmu melebihi
bangunan rumahnya, atau menutup jalan udaranya (kelancaran angin baginya). Dan
janganlah kamu mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kamu menciduknya dan
memberikan kepadanya“.

Keharmonisan hubungan bertetangga bukan hanya bisa menciptakan lingkungan bersih, sehat
dan aman, tetapi juga membangun benteng yang kokoh bagi anak-anak kita. Tetangga bisa
mendatangkan rahmat dan kasih sayang, tetapi (sebaliknya) tetangga bisa juga menebarkan
kemalangan dan malapetaka bagi lingkunganya.

Akibat hak-hak bertetangga banyak dilupakan inilah, maka tidak sedikit masyarakat yang
mengalami keresahan. Anggota masyarakat justru menjadi sumber masalah. Kejahatan sering
terjadi justru banyak dilakukan oleh anggota masyarakat itu sendiri. Sehingga tak jarang kita
mendengar kasus-kasus pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain-lain, dan pelakunya
justru tetangganya sendiri.

Innalhamdalillah nakhmaduhu wanasytainu wanastaghfiruhu, Wanaudzubillahi min sururi anfushina
Wa min syaiatii a'malina.. May yahdillahu fala mudhillalahu, Wa maa yudhlil falaa hadiyallah..
Asyhadualla illaha illalahu Wahdahulasyarikalah Wa asyhadu annamuhammadan Abduhu
warusuluuh.. la nabiya ba'da.

Ikhwatifillah, Kiri kanan di mana kita tinggal adalah para tetangga kita.. mereka tinggal berdampiingan
dengan kita entah itu seakidah atau tidak, baik atau berperangai buruk. Namun kita dituntut untuk
selalu berbuat baik pada mereka. Banyak sekali contohperbuatan-perbuatan yang baik dianjurkan
seperti; Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka, seperti suara radio atau TV,
atau mengganggu mereka dengan melempari halaman mereka dengan kotoran, atau menutup jalan
bagi mereka.

Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Demi Alloh, tidak beriman; demi Alloh,
tidak beriman; demi Alloh, tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai Rasululloh? Nabi menjawab:
„Adalah orang yang tetangganya tidak merasa tentram karena perbuatan-nya‟. (Muttafaq‟alaih).

Jadi sampai 3x Kanjeng Nabi menyatakan kalimat Wallahi! Tidak beriman. Penekanan ini sangatlah
urgent tuk mengetahui esensi makna sabda beliau itu. Dan kita seyogyakanya jangan kikir untuk
memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang
ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud
menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka. Jikalau ada kelebihan rejeki hendaknya kita selalu
memberikan makanan kepada tetangga kita.

YANG DINAMAKAN TETANGGA
Sebenarnya ternyata dinamakan tetangga bukan hanya mencakup seorang muslim dan seorang
kafir, tetapi juga seorang ahli ibadah dan seorang fasik, teman dan musuh, orang asing dan orang
senegeri, orang yang bisa memberi manfaat dan orang yang memberi madharat, orang dekat dan
orang jauh serta yang paling dekat dengan rumahnya dan paling jauh.

Tetanga mempunyai beberapa tingkatan, sebagiannya lebih tinggi daripada yang lainnya. Yang
paling tinggi adalah yang terkumpul padanya seluruh sifat yang pertama (seorang muslim, ahli
ibadah, teman dan seterusnya, -pent), kemudian yang terbanyak dan seterusnya sampai yang hanya
mempunyai satu sifat di atas. Dan kebalikannya (yang paling rendah, -pent) adalah yang terkumpul
padanya sifat-sifat yang kedua (kafir, fasik, musuh, -pent). Maka masing-masing diberi haknya
menurut keadaannya.

Adapun tentang batasan tetangga :Al-Uza'i berpendapat : 'Empat puluh rumah dari setiap arah'. Ibnu
Syihab juga berpendapat demikian. Dan salah satu empati yang diajarkan Rasullulah yang bisa kita
ambil teladannya adalah masalh berbagi, hingga kemasalah berbagi makanan, seperti hadist sbb;
Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Dzarr: “Wahai Abu Dzarr, apabila
kamu memasak sayur (daging kuah), maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu”. (HR.
Muslim).

Kita jua hendaknya turut bersuka cita di dalam kebahagiaan mereka dan berduka cita di dalam duka
mereka; kita jenguk bila ia sakit, kita tanyakan apabila ia tidak ada, bersikap baik bila menjumpainya;
dan hendaknya kita undang untuk datang ke rumah. Hendaknya kita tidak juga selalu mencari-cari
kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita
tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.

Namun kalaupun kita dikondisikan harus bersabar manakala kita pusing dan sdikit/banyak terganggu
(apalagi, jikalau sedang kondisi sedang sakit tuk istirahat malam hari) misalnya tiap malam dengan
kebrisikan sekelompok tetangga yang gemar main domino yang selalu selesai bermain dengan kartu
‘batu’ yang keras hingga pukul 1-2 dini hari. Hingga sudah menjadi pendengaran biasa tiap malam
kecuali cuaca hujan, kita tampaknya juga diberikan garansi dijanjikan oleh Allah SWT sebagai yang
dicintai-Nya.

Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita. Rasululloh Shallallaahu alaihi
wa Sallam kembali bersabda: “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Alloh…. “Disebutkan salah
satu di antaranya adalah Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh
tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh kematian atau
keberangkatannya”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani). Subhannallah, wallahualam
bissawab.

Wasiat Islam
Ikhwatifillah, rahimakumullah ternyata permasalahan "tetangga" bukanlah remeh, bahkan sangat
diperhitungkan di dalam agama Islam. Terlebih lagi, Islam mewasiatkan untuk selalu menjaga dan
memuliakan tetangga. Simaklah firman Allah :

"Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga dekat
maupun tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang yang mengadakan perjalanan) dan hamba
sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-
banggakan diri." (An Nisaa': 36)

Berikutnya Allah Ta'ala berfirman.
"Waljaari dzii al-qurba = artinya : Yang dekat"
"Waljaari al-junubi = artinya : Yang asing"
Di dalam ayat yang mulia ini, terdapat perintah dari Allah untuk berbuat baik kepada tetangga dan
Allah membenci sifat sombong dan tidak mau peduli dengan keadaan tetangganya.
Demikian pula, Nabi Muhammad senantiasa mendapatkan wasiat dari malaikat Jibril tentang
perihal tetangga. Sebagaimana sabda beliau :


"Senantiasa Jibril memberikan wasiat kapadaku perihal tetangga, sampai aku mengira bahwa
tetangga juga berhak mendapatkan harta waris." (H.R. Al Bukhari no. 6014-6015 dan Muslim no.
2624-2615, dari sahabat Aisyah dan Ibnu Umar )

Keutamaan Memuliakan Tetangga Dan Ancaman Mengganggu Tetangga
Kita ketahui bersama bahwa peduli dengan tetangga merupakan perkara yang urgen di dalam Islam.
Sehingga Islam juga memberikan kedudukan mulia bagi orang yang memuliakan tetangganya dan
sebaliknya, Islam memberikan ancaman keras terhadap siapa saja yang tidak mau peduli dengannya.

Berikut ini akan disebutkan beberapa keutamaan memuliakan tetangga beserta ancaman yang
melalaikannya. Diantaranya sebagai berikut:

a. Wasilah meraih iman yang sempurna.


"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka janganlah ia menggangu
tetangganya." (H.R. Al Bukhari no. 6136 dan Muslim no. 48, dari sahabat Abu Hurairah )
Bisa disimpulkan dari hadits di atas, bahwa perbuatan buruk terhadap tetangga dapat mengurangi
nilai iman dia kepada Allah dan hari kiamat. Bila ia menyakini perbuatan mengganggu tetangga
adalah halal (boleh), maka bisa menyebabkan batalnya nilai iman dia secara total (kufur).

b. Menjadi sebaik-baik tetangga di sisi Allah

"Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah orang yang paling baik terhadap temannya, dan sebaik-baik
tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya." (H.R. At Tirmidzi, dari
sahabat Ibu Umar, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Al Adabul Mufrad no. 115 )
Dapat disimpulkan pula dari hadits diatas, barang siapa yang tidak memuliakan (peduli) tetangganya
maka ia akan menjadi calon tetangga yang paling buruk di sisi Allah .

c. Wasilah untuk meraih Al Jannah.
Rasulullah bersabda:
                           "Tidak akan masuk Al Jannah, barang siapa yang tetangganya tidak
merasa aman dari gangguannya. (H.R. Muslim), juga dalam riwayat Al Bukhari, Rasulullah
bersumpah: "Tidaklah beriman kepada Allah" (sebanyak tiga kali)." Salah seorang sahabatnya
bertanya: "Siapa itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab: "Barangsiapa yang tetangganya tidak
merasa aman dari gangguannya."
Sungguh ada seorang wanita di jaman Rasulullah yang rajin shalat malam dan shaum di siang
harinya, namun tetangganya tidak merasa aman dari kejelekan lisannya. Kabar itupun terdengar oleh
Rasulullah , maka beliau bersabda: "Tidak ada kebaikan bagi dirinya. Dan ia kelak masuk dalam An
Naar (neraka)." (Al Adabul Mufrad no. 119, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)

Apa yang harus kita perbuat?
Islam sangat peduli dengan keberadaan tetangga. Sehingga seharusnya seorang muslim harus peka
dan tanggap dengan kondisi tetangganya. Bila tetangganya membutuhkan atau memerlukan sesuatu,
seharusnya ia tanggap untuk bermurah tangan kepadanya sesuai kemampuannya tanpa diminta.
Pintunya selalu terbuka bagi siapa saja yang perlu dan butuh darinya. Konsekuensi dari berbuat baik
kepada tetangga adalah tidak berbuat atau bertindak semena-mena yang menyebabkan tetangga itu
merasa terganggu atau teraniya. Sehingga membutuhkan kejelian dan kehati-hatian dari masing-
masing pihak untuk tidak berkata dan berbuat kecuali setelah dipertimbangkan dengan matang
antara maslahat dan mudharatnya.

Ada beberapa contoh hubungan bertetangga yang telah dipraktekkan di masa Rasulullah , dan
para sahabatnya, sebagaimana hadits-hadits berikut ini:
1. Aisyah bertanya kepada Rasulullah : "Yaa Rasulullah! Sesungguhnya aku memilki dua tetangga.
Mana yang paling berhak untuk aku berikan hadiah?" Rasulullah menjawab: "Pintu yang paling dekat
denganmu." (Al Adabul Mufrad no. 107, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)

2. Rasulullah juga bersabda:

"Tidaklah beriman seseorang, bila ia dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan." (Al
Adabul Mufrad no. 112, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)

Mungkin masih ada berbagai hadits-hadits lainnya, sehingga Islam telah memberikan pengajaran
tentang sikap yang harus dimiliki oleh setiap umat Muhammad untuk selalu tanggap dan peduli
dengan tetangganya, walaupun ia seorang kafir. Nah, begitu mulianya suri tauladan yang diajarkan
Kanjeng Nabi.. Mari kita mulai belajar berempati dan berbuat ihsan, minimal beberapa rumah dari
arah kanan-kiri sepan belakang kita..(Sanggupkah kita sampai dengan 40 rumah kana-kiri?)
 Tanyakan pada diri kita sudahkah kita bisa sedemikian rupa, minimal sudah kenal namakah kita
pada kiri kanan tetangga kita yang baru atau yang lama.. dan sudah berinteraksi dengan baikkah kita
pada mereka tanpa mengganggunya dengan sadar maupun tanpa sadar? Kalaupun ada, mari kita
mulai membenahi diri dan minta maaf terhadap mereka tanpa harus membalas perbuatan keburukan
mereka itu dengan hal yg sama yang pernah mereka perbuat pada kita. Ingatlah akan HR. Ahmad
dan dishahihkan oleh Al-Albani, “ salah satu kelompok manusia yang dicintai Alloh…. “Disebutkan
adalah Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya,
namun ia bersabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh kematian atau
keberangkatannya”. Semoga lingkungan kita saling berbuat ihsan antar tetangga baik yang dekat
maupun yang jauh.. Insya Allah Amin.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Marhamah Saleh
 
Fiqih Aulawiyah - Fikih Prioritas Amal
Fiqih Aulawiyah - Fikih Prioritas AmalFiqih Aulawiyah - Fikih Prioritas Amal
Fiqih Aulawiyah - Fikih Prioritas AmalAnas Wibowo
 
Saddu Dzar'iah presentasi
Saddu Dzar'iah presentasiSaddu Dzar'iah presentasi
Saddu Dzar'iah presentasiirulhana
 
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahTerminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahMarhamah Saleh
 
Ijma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyasIjma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyasRikza Adhia
 
Ahlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA): Pengertian dan Pokok Ajarannya
Ahlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA): Pengertian dan Pokok AjarannyaAhlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA): Pengertian dan Pokok Ajarannya
Ahlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA): Pengertian dan Pokok AjarannyaA Faiz
 
Qishash,diyat,dan kaffarah
Qishash,diyat,dan kaffarahQishash,diyat,dan kaffarah
Qishash,diyat,dan kaffarahANishie_
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Anas Wibowo
 
Al-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Al-aam dan Khos Fiqh MuamalahAl-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Al-aam dan Khos Fiqh MuamalahYusuf Darismah
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyadMarhamah Saleh
 
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Marhamah Saleh
 
01. pendahuluan ushul fiqh
01. pendahuluan  ushul fiqh01. pendahuluan  ushul fiqh
01. pendahuluan ushul fiqhasnin_syafiuddin
 

Mais procurados (20)

Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
 
Rangkuman Fiqh Muamalah
Rangkuman Fiqh MuamalahRangkuman Fiqh Muamalah
Rangkuman Fiqh Muamalah
 
04.1 KONSEP AKAD
04.1 KONSEP AKAD04.1 KONSEP AKAD
04.1 KONSEP AKAD
 
Fiqih Aulawiyah - Fikih Prioritas Amal
Fiqih Aulawiyah - Fikih Prioritas AmalFiqih Aulawiyah - Fikih Prioritas Amal
Fiqih Aulawiyah - Fikih Prioritas Amal
 
Saddu Dzar'iah presentasi
Saddu Dzar'iah presentasiSaddu Dzar'iah presentasi
Saddu Dzar'iah presentasi
 
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahTerminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
 
Hukum Taklifi Wadh'i
Hukum Taklifi Wadh'iHukum Taklifi Wadh'i
Hukum Taklifi Wadh'i
 
Ijma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyasIjma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyas
 
Naskh mansukh
Naskh mansukhNaskh mansukh
Naskh mansukh
 
Amar nahi
Amar nahiAmar nahi
Amar nahi
 
Ahlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA): Pengertian dan Pokok Ajarannya
Ahlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA): Pengertian dan Pokok AjarannyaAhlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA): Pengertian dan Pokok Ajarannya
Ahlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA): Pengertian dan Pokok Ajarannya
 
Qishash,diyat,dan kaffarah
Qishash,diyat,dan kaffarahQishash,diyat,dan kaffarah
Qishash,diyat,dan kaffarah
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
 
Addharuroh yujalu
Addharuroh yujaluAddharuroh yujalu
Addharuroh yujalu
 
Al-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Al-aam dan Khos Fiqh MuamalahAl-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Al-aam dan Khos Fiqh Muamalah
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
 
Jual beli dalam islam
Jual beli dalam islamJual beli dalam islam
Jual beli dalam islam
 
Hukum syara
Hukum syaraHukum syara
Hukum syara
 
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
 
01. pendahuluan ushul fiqh
01. pendahuluan  ushul fiqh01. pendahuluan  ushul fiqh
01. pendahuluan ushul fiqh
 

Destaque

Destaque (20)

Adab bertetangga 1
Adab bertetangga 1Adab bertetangga 1
Adab bertetangga 1
 
Adab bertetangga 3
Adab bertetangga 3Adab bertetangga 3
Adab bertetangga 3
 
Adab bertetangga 2
Adab bertetangga 2Adab bertetangga 2
Adab bertetangga 2
 
Adab khutbah
Adab khutbahAdab khutbah
Adab khutbah
 
Makalah metodologi
Makalah metodologiMakalah metodologi
Makalah metodologi
 
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan Dakwah
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan DakwahPenyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan Dakwah
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan Dakwah
 
Kesehatan dalam Islam
Kesehatan dalam IslamKesehatan dalam Islam
Kesehatan dalam Islam
 
Adab bertetangga 4
Adab bertetangga 4Adab bertetangga 4
Adab bertetangga 4
 
Persamaan Derajat pkn
Persamaan Derajat pknPersamaan Derajat pkn
Persamaan Derajat pkn
 
Kultum zakat
Kultum zakatKultum zakat
Kultum zakat
 
Taalim n adab
Taalim n adabTaalim n adab
Taalim n adab
 
perintah amar ma’ruf nahi mungkar
perintah amar ma’ruf nahi mungkarperintah amar ma’ruf nahi mungkar
perintah amar ma’ruf nahi mungkar
 
Hak dan kewajiban anak
Hak dan kewajiban anakHak dan kewajiban anak
Hak dan kewajiban anak
 
AGAMA ISLAM--TATA KRAMA DALAM HIDUP
AGAMA ISLAM--TATA KRAMA DALAM HIDUPAGAMA ISLAM--TATA KRAMA DALAM HIDUP
AGAMA ISLAM--TATA KRAMA DALAM HIDUP
 
KUMPULAN KULTUM
KUMPULAN KULTUMKUMPULAN KULTUM
KUMPULAN KULTUM
 
Konsep sehat dan sakit menurut islam
Konsep sehat dan sakit menurut islamKonsep sehat dan sakit menurut islam
Konsep sehat dan sakit menurut islam
 
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAM
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAMKONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAM
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAM
 
Hubungan agama dan negara
Hubungan agama dan negaraHubungan agama dan negara
Hubungan agama dan negara
 
pengahyatan norma sopan santun
pengahyatan norma sopan santunpengahyatan norma sopan santun
pengahyatan norma sopan santun
 
Presentation1 (kesehatan dalam islam)
Presentation1 (kesehatan dalam islam)Presentation1 (kesehatan dalam islam)
Presentation1 (kesehatan dalam islam)
 

Semelhante a Adab bertetangga dalam islam

Semelhante a Adab bertetangga dalam islam (20)

Pembangunan mapan dalam islam
Pembangunan mapan dalam islamPembangunan mapan dalam islam
Pembangunan mapan dalam islam
 
TAZKIRAH MEMULIAKAN TETAMU
TAZKIRAH MEMULIAKAN TETAMUTAZKIRAH MEMULIAKAN TETAMU
TAZKIRAH MEMULIAKAN TETAMU
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Ghibah
GhibahGhibah
Ghibah
 
Hidup rukun dan harmonis dengan tetangga
Hidup rukun dan harmonis dengan tetanggaHidup rukun dan harmonis dengan tetangga
Hidup rukun dan harmonis dengan tetangga
 
Jtptiain gdl-s1-2006-muhaliridl-1407-bab4 419-0
Jtptiain gdl-s1-2006-muhaliridl-1407-bab4 419-0Jtptiain gdl-s1-2006-muhaliridl-1407-bab4 419-0
Jtptiain gdl-s1-2006-muhaliridl-1407-bab4 419-0
 
Menjaga lidah
Menjaga lidahMenjaga lidah
Menjaga lidah
 
Manfaat Hukum Waris Islam
Manfaat Hukum Waris IslamManfaat Hukum Waris Islam
Manfaat Hukum Waris Islam
 
Perilaku terpuji
Perilaku terpujiPerilaku terpuji
Perilaku terpuji
 
Kitab fitnah-dan-tanda-tanda-dekatnya-hari-kiyamah
Kitab fitnah-dan-tanda-tanda-dekatnya-hari-kiyamahKitab fitnah-dan-tanda-tanda-dekatnya-hari-kiyamah
Kitab fitnah-dan-tanda-tanda-dekatnya-hari-kiyamah
 
Enam hak seorang muslim
Enam  hak  seorang  muslimEnam  hak  seorang  muslim
Enam hak seorang muslim
 
Persaudaraan dlm islam
Persaudaraan dlm islamPersaudaraan dlm islam
Persaudaraan dlm islam
 
Ya rabb
Ya rabbYa rabb
Ya rabb
 
Akhlak bermasyarakat
Akhlak bermasyarakatAkhlak bermasyarakat
Akhlak bermasyarakat
 
Adab persaudaraan
Adab persaudaraanAdab persaudaraan
Adab persaudaraan
 
Peran adab dalam pendidikan
Peran adab dalam pendidikanPeran adab dalam pendidikan
Peran adab dalam pendidikan
 
Pp hudi
Pp hudiPp hudi
Pp hudi
 
Hadits - كبائر الذنوب (Dosa-Dosa Besar)
Hadits - كبائر الذنوب (Dosa-Dosa Besar)Hadits - كبائر الذنوب (Dosa-Dosa Besar)
Hadits - كبائر الذنوب (Dosa-Dosa Besar)
 
Tanya jawab tentang sumpah
Tanya jawab  tentang sumpahTanya jawab  tentang sumpah
Tanya jawab tentang sumpah
 
Kitab tentang sumpah
Kitab tentang sumpahKitab tentang sumpah
Kitab tentang sumpah
 

Adab bertetangga dalam islam

  • 1. Khutbah Pertama Kaum Muslimin yang berbahagia… Pembicaraan hari ini berkaitan dengan sebuah perkara besar yang dibutuhkan oleh setiap orang. Sebuah perkara yang menjadi wasiat Jibril kepada Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam, hingga beliau menyangka bahwa objek yang diwasiatkan itu akan menjadi salah seorang ahli warisnya. Pembicaraan kali ini akan berkisar tentang masalah tetangga dan hak-hak mereka. Ya, tetangga adalah seluruh orang yang tinggal berdampingan dengan kita, siapapun dia. Tetangga memiliki hak yang wajib untuk ditunaikan sesuai tingkatan mereka dan tidak boleh dilalaikan. Tingkatan mereka itu tergantung pada kedekatan, kekerabatan, agama, dan akhlaknya. Maka hendaknya setiap mereka diberikan haknya sesuai dengan kadar tingkatan tersebut. Tetangga yang tinggal berdampingan dengan kita tentu tidak sama dengan tetangga yang jauh dari kita, tetangga yang juga sekaligus adalah keluarga kita, tidak sama dengan tetangga yang bukan keluarga, tetangga yang seagama tidak sama dengan tetangga yang beragama lain. Perlu diingat bahwa selain orang-orang yang hidup berdampingan di tempat tinggal kita, masuk pula dalam kategori tetangga yaitu orang-orang yang bersama kita di tempat kita berada, di kantor, di pasar, di masjid, di dalam perjalanan, di tempat studi, dan lain-lain.
  • 2. Bahkan sebuah negara, pun memiliki negara tetangga, yang juga memiliki hak untuk ditunaikan dalam lingkup yang lebih luas. Hadirin yang berbahagia… Islam adalah agama yang mengatur hubungan bertetangga secara baik. Islam menempatkan posisi tetangga pada tempat yang tinggi dan terhormat. Ajaran demikian sebelumnya tidak dikenal dalam aturan atau perundangan manapun. di dalam Islam, tetangga adalah sosok yang memiliki hak yang wajib untuk ditunaikan dan kehormatan yang wajib untuk dijaga. Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Pengertian kata „tetangga‟ mencakup orang Muslim, kafir, budak, fasik, teman, lawan, orang asing, orang yang bisa memberi manfaat, orang yang bisa memberi mudharat, keluarga, yang bukan keluarga, tetangga dekat, dan yang jauh. Hak-hak mereka bervariasi sesuai dengan tingkatan mereka. yang memiliki tingkatan tertinggi di adalah golongan yang mengumpulkan seluruh karakter utama yang telah disebutkan, selanjutnya yang terbanyak, demikian seterusnya. Hal yang sama, juga berlaku untuk kebalikan dari hal yang telah disebutkan.” (Fathul Baari, 10/441) Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil [orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat dan kehabisan bekal] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An- Nisaa‟: 36) Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Jibril masih saja terus mewasiatkan kepadaku (untuk menjaga hak) tetangga, hingga hampir aku menyangka bahwa ia akan menjadikannya sabagai ahli warisku.” (HR. Bukhari, Muslim,Abu Dawud, dan Tirmidzi)
  • 3. Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia berkata baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia memuliakan tetangganya. dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dari Abu Syuraih, Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman. Ditanyakan kepada beliau, „Siapa orang itu wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda, „Mereka itu adalah orang-orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya.” (HR. Bukhari) Al-Qadhi Iyadh Rahimahullah berkata, “Pengertian hadits ini menyatakan bahwa telah menjadi kelaziman bagi orang-orang yang komitmen terhadap syariat Islam untuk senantiasa menghormati dan memuliakan tetangga dan tamunya. Hal itu adalah indikasi akan kedudukan dan hak tetangga serta kewajiban untuk senantiasa memelihara dan menjaga hak- hak mereka.” (An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim) Syaikh Muhammad bin Abi Jumrah Rahimahullah berkata, ”di masa jahiliyah, penjagaan terhadap hak-hak tetangga adalah sesuatu yang telah menjadi kelaziman. Kebiasaan baik ini pun lantas dipertegas dalam Islam dengan menjadikannya bagian dari kesempurnaan iman. Penjagaan terhadap hak-hak mereka diwujudkan dengan usaha untuk memberikan sikap baik kepada mereka sesuai dengan kadar kemampuan kita. Misalnya berupa hadiah, salam, wajah yang berseri ketika berjumpa, membantu tatkala ia
  • 4. membutuhkan, dan sebagainya. Juga diwujudkan dengan melindunginya dari segala yang akan membahayakan, baik yang bersifat materil atau non materil.” (Fath Al-Baari, 10/442) Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Hak Muslim atas Muslim yang lainnya ada enam. Beliau ditanya, „Apa keenam hal itu wahai Rasulullah?‟ Rasulullah menjawab, „Keenam hal itu adalah jika kamu bertemu dengannya, maka berilah salam. Apabila ia mengundangmu, maka jawablah undangannya. Apabila ia bersin dan bertahmid, maka jawablah tahmidnya. Apabila ia sakit, maka jenguklah. dan apabila ia meninggal, maka hantarkanlah jenazahnya.” (HR. Muslim) Kaum Muslimin yang dirahmati Allah… Menyakiti tetangga adalah sebuah kejahatan yang sangat diharamkan dalam Islam. Diriwayatkan oleh Abu Syuraih, dari Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam, “Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman. Ditanyakan kepada beliau, „Siapa orang itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, „Mereka itu adalah orang-orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya.” (HR. Bukhari) Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam, “Tidak akan masuk surga seorang yang tetangganya tidak merasa aman hidup berdampingan dengannya.” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam tentang seorang yang rajin melaksanakan qiyamullail dan puasa sunnah, tetapi ia juga sering menyakiti tetangganya dengan perkataannya yang kasar. Maka Rasulullah bersabda, “Tidak ada kebaikan baginya. Tempat orang itu di dalam neraka.” Kemudian ditanyakan lagi kepada beliau tentang seorang yang (hanya) melaksanakan shalat
  • 5. wajib, berpuasa Ramadhan dan bersedekah dengan sepotong gandum. Ia tidak memiliki yang lain, tetapi ia tidak menyakiti siapapun. Maka Rasulullah bersabda, “Wanita itu akan berada surga.” Bahkan dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Allah Subahanhu wa Ta‟ala melaknat orang-orang yang mengganggu dan menyakiti tetangganya. Disebutkan dalam hadits Abi Juhaifah Radhiyallahu Anhu bahwa seorang laki-laki pernah datang mengadukan tetangganya kepada Rasulullah. Maka Rasulullah berkata kepada tetangga yang suka menyakiti orang itu, “Letakkanlah barang-barangmu di tengah jalan!” Setelah ia melakukannya, setiap orang yang melewati tempat itu melaknatnya (karena merasa terganggu dengan barang-barang yang ditaruhnya di tengah jalan). Maka orang itu pun kembali kepada Rasulullah dan mengadukan hal yang dialaminya. Maka Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam berkata kepadanya, “Sungguh Allah telah melaknatmu terlebih dahulu sebelum mereka." Mendengar itu, ia pun berkata, „Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak akan mengulangi perlakuanku menyakiti tetangga.” (HR. Bukhari, dalam Al-Adab Al-Mufrad) Hadirin yang berbahagia, jika ancaman agama kepada orang-orang yang menyakiti tetangga amatlah keras, mungkinkah setelah itu kita masih saja menyepelekan persoalan ini? Dalam tataran realita sangat disayangkan ternyata masih banyak kita temukan orang- orang yang sering menyakiti tetangganya, memarkir mobil di depan pintu masuk rumahnya, membiarkan aliran air dari rumahnya merembes ke halaman rumah tetangga dengan membawa bau yang tidak sedap, membuang sampah di depan rumah tetangga, membiarkan sisa-sisa bangunan yang tidak terpakai lagi tetap berada di halaman depan rumah tetangganya, dan berbagai fenomena buruk lainnya. Diriwayatkan oleh Al-Miqdad bin Al-Aswad Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam , bertanya kepada para sahabat, “Bagaimana pendapat kalian terhadap perbuatan mencuri? Mereka berkata, „Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, maka perbuatan itu adalah haram. Rasulullah bersabda, „Jika sekiranya seorang mencuri dari sepuluh rumah, niscaya hal itu adalah lebih baik baginya daripada ia mencuri dari satu rumah tetangganya.” di antara contoh lainnya adalah dengan menyakiti anak tetangga, merusak mobil atau barang lain miliknya, berisik di waktu-waktu istirahat, baik dengan memutar musik, bermain dengan anak, bertengkar, membunyikan klakson, menyewakan tempat atau rumah atau
  • 6. menjualnya kepada orang-orang yang berpotensi mendatangkan kemudharatan bagi tetangga, tanpa meminta persetujuan dari mereka, dan yang lainnya Ibnu Rajab Rahimahullah berkata,”Madzhab Imam Ahmad dan Malik menyatakan bahwa seorang itu diharamkan melakukan tindakan terhadap kepemilikannya sendiri, namun bersinggungan dengan hak tetangganya.”‟ Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu berkata, dari Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam, “Barangsiapa memiliki tanah yang hendak dijualnya, maka hendaklah ia menawarkannya kepada tetangganya terlebih dahulu.” Contoh perbuatan terburuk yang menyakiti tetangga adalah mengkhianati mereka, membuka aib dan kelemahannya, mengganggu anak-anak wanitanya, menggoda istrinya, dengan terlebih melakukan perselingkuhan dengannya, baik secara langsung atau tidak langsung. Sungguh perbuatan ini adalah seburuk-buruk dosa yang sangat dibenci dan dikutuk oleh seluruh jiwa yang sehat. Karena itu, maka Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam meletakkan kejahatan demikian pada jajaran dosa-dosa terbesar yang dilakukan seorang kepada Allah, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhum, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah, 'Dosa apakah yang terbesar? Rasulullah menjawab, 'Kamu jadikan sekutu bagi Allah, sedangkan Dia lah yang telah menciptakanmu.' Saya kembali bertanya, 'Kemudian dosa apa lagi?' Rasulullah menjawab, 'Kamu bunuh anakmu sendiri karena takut akan menghabiskan rezekimu'. Saya kembali bertanya, 'Selanjutnya apa lagi?' Rasulullah menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Miqdad Radhiyallahu Anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana pendapat kalian terhadap perbuatan berzina? Mereka berkata, „Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, maka perbuatan itu adalah haram. Rasulullah bersabda, „Jika sekiranya seorang berzina dengan sepuluh orang wanita, niscaya hal itu adalah lebih baik baginya daripada ia berzina dengan seorang istri tetangganya.” Karena itu, hendaklah orang-orang yang gemar melakukan tindakan-tindakan amoral semacam ini senantiasa menanamkan perasaan takut kepada Allah. Dan hendaknya senantiasa mengingat ancaman Allah lewat firman-Nya,
  • 7. “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58) Khutbah Kedua Kaum Muslimin yang dirahmati Allah.. Fenomena menyakiti dan mengganggu tetangga amatlah banyak dijumpai, Di antaranya melakukan tindakan di dalam wilayah miliknya namun menyinggung hak tetangganya. Misalnya, menanam pepohonan yang cabangnya masuk ke dalam halaman tetangga sehingga mengganggu, atau menggali sumur yang menyerap air dari wilayah tetangganya, atau membuat pabrik yang menghasilkan polusi yang mengganggu, atau membuat jendela dan meninggikan bangunan hingga membuat tetangga yang berdampingan dengannya merasa risih, terbatasi geraknya, dan terhalang untuk juga mendapat udara segar dan cahaya matahari, dan sebagainya. Perilaku yang juga sangat merugikan tetangga adalah menyewakan rumah kepada orang-orang yang tidak melaksanakan shalat dan tidak takut kepada Allah. Mereka ini akan sangat merugikan kaum Muslimin dan mungkin juga akan mempengaruhi anak-anak mereka. Demikian juga orang-orang yang menyewakan tempat-tempat dagang kepada orang-orang yang menjual produk-produk haram. Salah satu tindakan yang mendatangkan mudharat bagi tetangga adalah mencegah mereka mengambil manfaat dari hal kecil yang kita miliki dan tidak menimbulkan mudharat bagi kita. Misalnya dengan melarang mereka menancapkan paku di dinding rumahnya yang bersebelahan dengan dinding rumah kita. Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda,
  • 8. dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Janganlah salah seorang dari kalian melarang tetangganya untuk menancapkan paku ke dinding rumahnya.” Contoh lain yang mendatangkan mudharat bagi seorang adalah mencegah orang yang ingin memanfaatkan fasilitas umum, seperti air yang mengalir di sungai, rumput yang tumbuh di tanah yang tidak bertuan untuk dijadikan makanan hewan ternak, kayu bakar dari pohon- pohon liar, batu-batu garam, dan yang semisalnya. Disebutkan dalam As-Shahihain, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kamu melarang seorang yang ingin mengambil manfaat dari air yang sisa dengan tujuan untuk menghalanginya mengairi tanamannya.” Selain itu perilaku yang mendatangkan mudharat bagi orang adalah dengan meletakkan duri atau pengahalang di tengah jalan atau melanggar aturan lalu lintas yang dapat membahayakan pengguna jalan yang lainnya. Hadirin sekalian… Seluruh jenis gangguan tersebut adalah haram. Karena itu, hendaknya kita semua senantiasa bertakwa kepada Allah dengan berupaya sebisa mungkin memberikan manfaat kepada saudara kita dan mencegah kemudharatan yang bisa menimpa mereka. Allah berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maaidah: 2) Hadirin yang berbahagia… Dalil-dalil yang menyuruh kita untuk menjaga hak para tetangga sangatlah banyak, begitupun teladan dari para ulama yang menyebutkan tentang sikap mereka pun amatlah banyak. Disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam An-Nubala (13/433), “Seorang laki-laki yang merupakan tetangga dari Abi Hamzah As-Sukary hendak menjual rumahnya. Maka ditanyakanlah padanya, „Berapa harganya? Ia berkata, „Empat ribu‟. Abu
  • 9. Hamzah kemudian berkata, „Janganlah Anda jual rumahmu.‟ Lantas ia memberikan sejumlah harga penawaran rumah itu kepada Abi Hamzah.” Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah ditanya tentang pribadi Al-Walid bin Al- Qasim bin Al-Walid Al-Hamadani. Ia berkata, “Al-Walid adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), kami menulis hadits-hadits yang dibawakannya. Beliau bertetangga dengan Ya'la bin 'Ubaid, dan saya (Imam Ahmad) pernah bertanya kepadanya tentang dirinya. Lantas Ya'la berkata, „Sungguh ia itu benar-benar tetangga yang baik. Saya telah bertetangga selama 50 tahun bersamanya, dan saya tidak mengetahui darinya melainkan kebaikan. (Siyar A‟lam An-Nubalaa, 17/ 463) Abu Daud As-Sijistani Rahimahullah berkata, “Sungguh saya sangat ingin menjadi tetangga Sa'id bin Amir.” (Ibid., 17 / 396) Demikianlah beberapa contoh dan teladan bagi setiap Muslim dalam berinteraksi dengan tetangganya. Semoga Allah menjaga dan senantiasa memberi taufik-Nya kepada kita semua. Amin ya Rabbal „Alamin..
  • 10. Bertetangga Menuju Surga Di manapun kita menjalani kehidupan, tentu tak dapat berlepas dari kehidupan bertetangga. Bahkan tak jarang ada ungkapan bahwa orang yang paling dekat dengan kita adalah tetangga. Itulah mengapa, Islam begitu memperhatikan berbagai urusan dalam bertetangga. Ya, sebab bertetangga dapat menjadi jalan yang mengantarkan kita untuk meraih surga. Akan tetapi, dengan bertetangga pula dapat menjadi penyebab tergelincirnya kita ke dalam dosa. Namun, Islam agama yang diturunkan untuk menyempunakan akhlaq yang mulia memberikan kita petunjuk bagaimana memuliakan tetangga. Ada adab yang harus diperhatikan. Juga ada hak-hak yang harus ditunaikan. Sebab kita adalah seorang muslim, yang ukuran kita dalam menjalani hidup adalah ganjaran pahala atau dosa. Termasuk dalam bertetangga, kita berharap dapat meraih surga darinya. Bertetangga Juga Ada Adabnya
  • 11. Dalam hidup bertetangga, sebagai seorang muslim kita juga harus memperhatikan berbagai adabnya. Islam melalui Al Quran dan hadits telah menetapkan adab bertetangga (Al-Jiwaar). Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Kitab Mausuu'atul Aadaab Al-Islaamiyah menjelaskan, adab-adab yang perlu diperhatikan seorang Muslim dalam bertetangga, antara lain: 1. Memilih Tetangga Yang Shaleh Sebelum memutuskan untuk tinggal di suatu tempat, sebisa mungkin kita memilih tempat yang banyak terdapat orang shaleh di sekelilingnya. Terkait masalah ini, Rasulullah saw bersabda: "Empat perkara yang dapat mendatangkan kebahagiaan: wanita yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shaleh, dan kendaraan yang bagus." (HR Ahmad) 2. Menyukai Kebaikan Tetangganya Sebaik-baik sikap dalam bertetangga yang harus kita miliki adalah ketika kita mampu untuk menyukai atau turut bahagia atas kebaikan yang diperoleh tetangga kita. Rasulullah saw bersabda, "Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak sempurna keimanan seseorang hingga ia menyukai tetangganya apa yang ia suka bagi dirinya." (HR Muslim) 3.Tidak Mengganggu, Baik Dengan Ucapan Maupun Perbuatan Dalam hal ini, Rasulullah saw telah mengingatkan, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya." (HR Bukhari) 4. Selalu Berbuat Baik Kepada Tetangga Rasulullah saw selalu berpesan agar umatnya berbuat baik kepada tetangganya. Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baik kawan di sisi Allah adalah yang paling baik budi pekertinya terhadap kawannya dan sebaik-baik tetangga adalah yang paling baik kepada tetangganya,” (HR. Tirmidzi) 5. Bersabar Terhadap Gangguan Tetangga Merupakan suatu keutamaan menjadikan sikap sabar dan lapang dada kepada tetangga yang menyakiti, agar bertetangga menjadi nilai ibadah di sisi Allah swt. Abu Dzar pernah menyampaikan pesan Rasulullah saw, betapa Allah swt mencintai kesabaran hamba-Nya, “Orang yang mempunyai tetangga jahat yang suka menyakitinya, lalu dia tetap bersabar atas perlakuan tetangganya itu,sehingga Allah swt mencukupkan baginya kehidupan atau kematian.” 6. Memberi Makan Kepada Tetangga yang fakir
  • 12. Rasulullah saw selalu menekankan pentingnya berbuat baik kepada tetangga, termasuk kerelaan untuk memberi makan tetangga kita yang fakir. Rasulullah saw bersabda, "Bukanlah Mukmin orang yang kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan." (HR.Ad-Daelami dari Anas) Ada Hak yang Harus Ditunaikan Tak dapat dipungkiri, dalam keseharian tentu kita memiliki berbagai aktivitas dan kesibukan. Amanah pekerjaan, pendidikan, dan kewajiban-kewajiban lainnya menuntut kita untuk terkadang memberikan seluruh porsi kehidupan yang kita miliki. Namun, hal itu jangan sampai menjadikan kita abai untuk menunaikan hak-hak tetangga kita. Lalu, apa saja hak-hak tetangga yang harus kita tunaikan? Rasulullah saw menjabarkannya melalui riwayat Abdul Laits dengan sanadnya dari Al-Hasan Al- Bashri bertanya: “Apakah hak tetangga?” Rasulullah saw menjawab, “Jika utang kau utangi, jika mengundang kau datangi, jika sakit kau ziarahi, jika minta tolong engkau tolong, jika tertimpa bala engkau hibur, jika mendapat keuntungan dan kesenangan engkau beri selamat, jika mati kau antar jenazahnya, jika pergi kau jagakan rumah dan anak-anaknya dan jangan kau mengganggunya dengan bau masakanmu kecuali jika memberikan hidayah dari masakan itu kepadanya.” Dalam riwayat yang lain ada tambahan, “Dan jangan meninggikan bangunan atas bangunannya kecuali dengan kerelaan hatinya.” Semoga Allah swt memberi kemudahan kepada kita untuk dapat menunaikan hak- hak tetangga kita semaksimal yang kita mampu. Raih Surga Dengan Bertetangga “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman!‟ Nabi ditanya, „Siapa wahai Rasulullah?‟ Nabi menjawab, „Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa tenteram karena perbuatannya,” (HR. Bukhari-Muslim) Banyak nash yang menyebutkan pentingnya berbuat baik kepada tetangga serta memuliakannya. Bahkan dalam hadits Rasulullah saw di atas, seseorang dikatakan tidak beriman apabila tetangganya tidak merasa tenteram karena perilakunya. Sebab, perilaku kita dalam bertetangga adalah cerminan dan bukti keimanan kita kepada Allah swt. Lalu, apa ganjaran yang akan kita peroleh dengan berbuat baik kepada tetangga? Tidak tanggung-tanggung, Allah swt akan memberikan balasan berupa surga bagi hamba-hamba-Nya yang berbuat baik kepada tetangga. Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari berbagai gangguannya.” (HR. Muslim)
  • 13. Semoga kita termasuk dalam golongan orang yang dimudahkan oleh Allah swt untuk memperlakukan tetangga dengan sebaik-baiknya. Agar bertetangga dapat menjadi salah satu jalan yang mengantarkan kita pada surga dan keridoan-Nya. Wallahu’alam. ADAB BERTETANGGA DALAM ISLAM 1) Pengertian Tetangga, 2) Batasan Tetangga, 3) Hak & Kewajiban Tetangga (Tetangga Muslim & Non-Muslim) | 4) Hadits “Tidak akan masuk Jannah orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Muslim no. 73) Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk Jannah orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Muslim no. 73) Derajat Hadits Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya pada Kitabul Iman bab Penjelasan tentang dilarangnya mengganggu tetangga. Kedudukan Tetangga Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta‟ala, sesungguhnya jeleknya hubungan bertetangga merupakan salah satu tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam, “Tidak akan tegak hari kiamat hingga tampak perzinaan, perbuatan-perbuatan keji, pemutusan silaturahmi, dan jeleknya hubungan bertetangga.”(HR. Ahmad, al-Hakim, dari sahabat „Abdullah bin „Amr radhiyallahu „anhu). Siapakah yang dimaksud dengan tetangga? Tetangga adalah orang yang terdekat dalam kehidupan, tidaklah seseorang keluar dari rumah melainkan dia melewati rumah tetangganya. Di saat dirinya membutuhkan bantuan baik moril maupun materiil, tetangga lah orang pertama yang dia ketuk pintunya. Bahkan di saat dia meninggal bukan kerabat jauh yang diharapkan mengurus dirinya, tetapi tetangga lah yang dengan tulus bersegera menyelenggarakan pengurusan jenazahnya. Sehingga dengan begitu mulia dan besar kedudukan tetangga, Allah subhanahu wa ta‟ala memasukkannya di dalam 10 hak yang harus dipenuhi oleh seorang hamba sebagaimana firman-Nya subhanahu wa ta‟ala (artinya): “Beribadahlah hanya kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa`: 36)
  • 14. Demikian pula hadits-hadits Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam yang menghasung kita untuk senantiasa memperhatikan hak-hak tetangga, di antaranya sabda Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam: “Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga sampai aku beranggapan bahwa tetangga akan mewarisi.”(HR. al-Bukhari no. 6014, dari Ummul Mukminin „Aisyah radhiyallahu „anha) Bahkan Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam mengaitkan kesempurnaan keimanan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta‟ala dan hari akhir dengan sikap memuliakan tetangga, Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tetangganya.” (HR. al-Bukhari no. 6019, dari sahabat Abu Syuraih radhiyallahu „anhu) Batasan Tetangga Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Yang benar dalam permasalahan ini adalah bahwa tetangga itu semua yang teranggap sebagai tetangga secara adat kebiasaan di suatu tempat atau kondisi terkini, tidak dibatasi dengan jumlah atau batasan tertentu dalam syariat”(Fathu Dzil Jalali Wal Ikram syarh Bulughil Maram) Makna Hadits Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta‟ala, hadits di atas berisi ancaman tidak akan masuk Jannah bagi seorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-gangguannya. Mungkin ada yang bertanya, apa maksud dari “Tidak akan masuk Jannah…” pada hadits di atas? Al-Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa maknanya ada dua: Yang pertama, bila meyakini halalnya perbuatan mengganggu tetangga dalam kondisi dia mengetahui larangannya, maka pelakunya tidak akan masuk Jannah selama-lamanya. Yang kedua, tidak akan masuk pada awal kali dibukanya pintu Jannah, bahkan diakhirkan, kemudian dibalas setimpal dengan perbuatannya atau bisa jadi Allah memberikan ampunan baginya sehingga termasuk yang memasuki Jannah secara langsung tanpa disiksa terlebih dahulu. (Syarh Shahih Muslim 2/17) Sehingga dipahami dari hadits ini bahwa perbuatan mengganggu tetangga masuk dalam kategori dosa besar yang pelakunya berada di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Kalau Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak maka akan diadzab terlebih dahulu atau jika Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak pula dia bisa diampuni, akan tetapi tidak mengeluarkan dia dari keislaman. Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta‟ala. Islam sangat memperhatikan adab dan aturan hidup bertetangga. Tidak ada adab atau aturan hidup bertetangga yang lebih sempurna dari apa yang terdapat dalam agama Islam. Dengan
  • 15. mengikuti adab atau aturan bertetangga ala Islam pasti akan terwujud lingkungan yang tenang, tidak ada gangguan, sejahtera, dan penuh kebahagiaan. Di antara bentuk pengaturan Islam dalam kehidupan bertetangga adalah hak masing-masing tetangga sesuai dengan kedudukannya, sebagaimana berikut: 1. Tetangga muslim dan sekaligus saudara kerabatnya, maka dia mendapatkan tiga hak, yaitu hak seorang muslim, hak saudara, dan hak tetangga. 2. Tetangga muslim dan tidak mempunyai ikatan kekerabatan, maka dia mempunyai dua hak, yaitu hak muslim dan hak tetangga. 3. Tetangga non muslim, maka dia hanya mendapatkan satu hak, yaitu hak tetangga. Mengenali Hak-hak Tetangga Di antara hak tetangga yang harus diperhatikan adalah: 1. Tidak mengganggunya dengan lisan dan anggota badan. Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu „anhu) Suatu hari disampaikan kepada Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam seorang wanita yang dia sering berpuasa, bersedekah, banyak beribadah, shalat malam dan berbagai kebaikan yang lain, akan tetapi Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam mengatakan, “Dia di neraka,” karena tetangganya tidak selamat dari gangguan lisannya. (HR. Ahmad dalam al-Musnad 2/440, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 119) Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‟Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini terdapat dalil akan haramnya berbuat zalim kepada tetangga, baik dalam bentuk perkataan atau perbuatan. Di antara kezaliman dalam bentuk perkataan adalah memperdengarkan kepada tetangga suara yang mengganggu, seperti radio, televisi, atau suara lain yang mengganggu. Hal semacam ini sungguh tidak halal, meskipun yang diperdengarkan adalah bacaan Al-Qur`an, (selama itu) mengganggu tetangga berarti dia telah berbuat zalim. Maka tidak halal baginya untuk melakukannya. Adapun (kezaliman dalam bentuk) perbuatan, seperti membuang sampah di sekitar pintu tetangga, mempersempit pintu masuknya, atau perbuatan semisalnya yang merugikan tetangga. Termasuk dalam hal ini, jika seseorang memiliki pohon kurma atau pohon lain di sekitar tembok tetangga ketika dia menyirami, (airnya berlebih hingga) melampaui tetangganya. Ini pun sesungguhnya termasuk kezaliman yang tidak halal baginya.” (Syarh Riyadhis Shalihin, 2/178) 2. Mudah dalam memberikan bantuan, menziarahinya, menjenguknya di kala sakit, dan berbagai bentuk kebaikan walaupun hanya sekedar menampakkan wajah yang berseri-seri kepadanya, Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda:
  • 16. “Janganlah engkau meremehkan sedikit pun dari kebaikan, walaupun sekedar menampakkan wajah yang berseri-seri ketika bertemu saudaramu.”(HR. Muslim no. 2626, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu „anhu) 3. Memberikan hadiah, karena hal ini dapat menumbuhkan kecintaan. Rasulullah n bersabda: “Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan oleh al-Imam al-Albani rahimahullah dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu „anhu) Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda: “Wahai wanita-wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang tetangga menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.” (HR. al-Bukhari no. 2566 dan Muslim no. 2376, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu „anhu) Al-Hafizh Ibnu Hajar al-„Asqalani rahimahullah menyatakan bahwa hadits Abu Hurairah radhiyallahu „anhu di atas memberikan isyarat ditekankannya memberikan hadiah walaupun dengan sesuatu yang sedikit/kecil, dan ditekankannya menerima pemberian/hadiah walaupun sedikit/tidak berarti. (Fathul Bari 5/244, 245) Hadiah dapat memberikan pengaruh secara maknawi, bukan materi semata. Sungguh yang namanya hadiah walaupun kecil/sedikit akan dapat menumbuhkan cinta dan menghilangkan kedengkian. Penutup Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta‟ala, menjalani kehidupan bertetangga dengan baik dan saling menunaikan hak masing-masing merupakan suatu kebahagiaan dan tanda kebaikan sebuah masyarakat. Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda, “Ada empat perkara yang termasuk dari kebahagiaan: istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan ada empat perkara yang termasuk dari kesengsaraan; tetangga yang jelek, istri yang jahat (tidak shalihah), tunggangan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban, hadits ini dishahihkan asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam kitab beliau ash-Shahihul Musnad Mimma Laysa fish- Shahihain 1/277) Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam juga bersabda: “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik kepada tetangganya.”(HR. at-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi, dari sahabat „Abdullah bin „Amr bin al-‟Ash radhiyallahu „anhuma) Demikianlah kajian tentang adab bertetangga, semoga bermanfaat bagi kita semua.
  • 17. Amin ya Rabbal „alamin. Bertetangga Yang Sehat Dan Kiat Menghadapi Tetangga Jahat Selasa, 10 Mei 2011 22:33:23 WIB BERTETANGGA YANG SEHAT DAN KIAT MENGHADAPI TETANGGA JAHAT Tak dipungkiri, manusia tidak bisa terlepas dari manusia yang lain. Artinya ia mutlak membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Di sinilah, manusia tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bertetangga. Islam pun telah menggariskan etika sosial untuk menciptakan jalinan yang harmonis antar keluarga. Sehingga kehidupan manusia terpenuhi atmosfer yang penuh dengan spirit tasaamuh (toleransi), ta‟awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan taqwa. Penyakit ananiyah (egoisme), su‟uzhan (buruk sangka), tajassus (sikap memata-matai), menggunjing aib orang lain, dan sederet akhlak tercela lainnya tidak endapatkan tempat. Keamanan, ketentraman dan roda kehidupan yang didasari saling tepa selira dan menghormati dapat semakin kokoh TETANGGAMU, PERGAULILAH DENGAN BAIK Tetangga adalah sosok yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Tak jarang, tetangga kita lebih tahu keadaan kita ketimbang kerabat kita yang tinggal berjauhan. Saat kita sakit dan ditimpa musibah, tetangga lah yang pertama membantu kita. Tak heran, jika Islam begitu menekankan kepada kita untuk berbuat baik kepada terangga, karena dampak hubungan yang harmonis antar tetangga mendatangkankan maslahat yang begitu besar. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbuat baik kepada terangganya. [1]
  • 18. Dan berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang muslim. [2] Dua hadits di atas mengindikasikan bahwa berbuat ihsan (baik) kepada tetangga merupakan salah satu simbol kesempurnaan iman seseorang. Sebab antara iman dan ketinggian akhlak seorang muslim berbanding lurus. Semakin tinggi keimanan seseorang, maka semakin mulia pula akhlaknya kepada siapapun, termasuk kepada para tetangganya. Keluhuran akhlak seseorang bukti kesempurnaan imannya. Dalam hadits yang lain, Rasulullah menggambarkan arti pentingnya kedudukan tetangga dengan mengatakan. Jibril terus-menerus berwasiat kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tentangga, hingga aku yakin ia (seorang tetangga) akan mewariskan harta kepadanya (tetangganya). [3] Berkaitanmakna berbuat ihsan (baik) kepada tetangga, Syaikh Nazhim Sulthan menerangkan: "(Yaitu) dengan melakukan beragam perbuatan baik kepada tetangga, sesuai dengan kadar kemampuan. Misalnya berupa pemberian hadiah, mengucapkan salam, tersenyum ketika bertemu dengannya, mengamati keadaannya, membantunya dalam perkara yang ia butuhkan, serta menjauhi segala perkara yang menyebabkan ia merasa tersakiti, baik secara fisik atau moril. Tetangga yang paling berhak mendapatkankan perlakuan baik dari kita adalah tetangga yang paling dekat rumahnya dengan kita, disusul tetangga selanjutnya yang lebih dekat. 'Aisyah pernah bertanya,"Wahai Rasulullah, aku memiliki dua orang tetangga. Maka kepada siapakah aku memberikan hadiah diantara mereka berdua?". Beliau menjawab. Kepada tetangga yang lebih dekat pintu rumahnya denganmu.[4]
  • 19. Oleh karena itu, Imam Al Bukhari menulis judul bab khusus dalam Shahihnya Bab Haqqul Jiwar Fii Qurbil Abwab (Bab Hak Tetangga Yang Terdekat Pintunya). Ini merupakan indikator kedalaman pemahaman beliau terhadap nash-nash tentang hal ini. [5] Lebih lanjut, Syaikh Nazhim memaparkan tentang kriteria tentang tetangga. Yang Pertama : Tetangga muslim yang memiliki hubungan kekerabatan. Dia memiliki tiga hak sekaligus. Yaitu ; hak bertetangga, hak Islam dan hak kekerabatan. Yang Kedua : Tetangga muslim (yang tidak memiliki hubungan kekerabatan), maka ia memiliki dua hak. Yaitu ; hak bertetangga dan hak Islam. Yang Ketiga : Tetangga yang hanya memiliki satu hak. Yaitu tetangga yang kafir. Dia hanya memiliki hak sebagai tetangga, dengan dasar keumuman nash-nash yang memerintahkan berbuat ihsan kepada tetangga, yang mencakup tetangga muslim dan non-muslim. Seperti yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap tetangga Beliau yang beragama Yahudi.[6] Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash bahwa ia menyembelih seekor kambing kemudian bertanya (kepada keluarganya). "Sudahkah kalian berikan sebagian kambing tersebut kepada tetangga kita yang Yahudi?. Beliau bertanya sampai tiga kali., kemudian berkata,"Aku telah mendengar Nabi bersabda. Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, hingga aku yakin ia akan memberikan harta warisan kepadanya. [7] Kriteriai tetangga yang dinyatakan oleh Syaikh Nazhim ini, sebenarnya merupakan kandungan sebuah hadits yang termaktub dalam Musnad Al Bazzar (Lihat Kasyful Astar no: 1896) dan Al Hilyah karya Abu Nu‟aim (5/207). Namun sanadnya bermasalah. Al Haitsami dalam Al Majma (8/164), mengomentari sanadnya dengan berkata: "Imam Al Bazaar meriwayatkannya dari syaikh (guru)nya (yang bernama) Abdullah bin Muhammad Al Haritsi, dan ia adalah seorang pemalsu hadits.[8] Akan tetapi kriteria di atas, sejalan dengan penjelasan Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bar yang menyatakan. "Penyebutan (istilah) tetangga mencakup (tetangga) yang muslim maupun yang kafir, yang ahli ibadah ataupun yang fasik, teman ataupun musuh, yang senegara ataupun dari negeri lain, yang bisa memberikan manfaat ataupun yang akan membahayakan, yang masih kerabat ataupun bukan saudara, yang dekat rumahnya ataupun
  • 20. yang jauh. Tetangga memiliki (perbedaan derajat) tingkatan antara satu dengan lainnya. Tetangga yang memiliki derajat tertinggi adalah yang terhimpun padanya seluruh sifat-sifat istimewa, kemudian (tingkatan selanjutnya adalah) yang banyak memiliki sifat-sifat luhur, dan (tingkatan yang terakhir) adalah yang paling sedikit sifat-sifat baiknya. [9] Syaikh Abdurrahman bin Abdul Karim Al 'Ubayyid, penulis kitab Ushul Manhajil Islami, menjelaskan makna tetangga secara lebih luas, "Istilah tetangga sebagaimana yang dikenal secara umum oleh manusia adalah tetangga yang hidup berdampingan rumah dengan anda. Namun sebenarnya, parameter dalam masalah ini adalah keumuman lafazh (tetangga). Maka istilah tetangga mencakup setiap orang yang hidup bersama anda, baik ketika dalam pekerjaan, di toko, atau masjid, di jalan, maupun di tengah-tengah masyarakat umum. Maka setiap insan yang berada di sekeliling anda maka ia adalah tetangga anda. Termasuk pula dalam kategori tetangga ini adalah sebuah negara dengan negeri jirannya, juga negara Islam dengan negara tetangganya. Jadi, tetangga antar negara dinilai sama persis layaknya tetangga antar anggota masyarakat, yaitu dari sisi pandang bahwa keduanya dituntut untuk berbuat baik kepada tetangganya masing-masing. Tidaklah terjadi peperangan antar negara melainkan lantaran negara yang satu melanggar hak negara tetangganya. Ini adalah salah satu prinsip yang agung.[10] ETIKA BERTETANGGA YANG SEHAT Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan beberapa etika pergaulan dengan tetangga yang selayaknya kita perhatikan:[11] • Hendaknya kita mencintai kebaikan untuk tetangga kita sebagaimana kita menyukai kebaikan itu untuk diri kita. Bergembira jika tetangga kita mendapat kebaikan dan kebahagiaan, serta jauhi sikap dengki ketika itu. Hal ini mencakup pula keharusan untuk menasehatinya ketika kita melihat tetangga kita melalaikan sebagian perintah Allah, serta mengajarinya perkara-perkara penting dalam agama yang belum ia ketahui dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Dan demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamanNya, tidaklah seseorang beriman hingga ia mencintai untuk tetangganya, atau Beliau berkata, untuk sudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.[12] Ibnu Abi Jamrah berkata, "Kondisi tetangga berbeda-beda, ditinjau dari tingkat keshalehan mereka. (Prinsip) yang mencakup seluruhnya adalah keinginan kebaikan untuk tetangga tersebut, dan nasehat kepadanya dengan cara yang baik, mendoakannya agar mendapatkan
  • 21. petunjuk, menjauhi sikap yang menyakitinya, dan mencegah tetangga yang tidak shalih dari perbuatan yang menganggu atau dari kefasikan dengan cara yang bijak, sesuai dengan tahapan beramar ma'ruf nahi mungkar. Serta mengenalkan kepada tetangga yang kafir tentang Islam dan menjelaskan kepadanya kebaikan-kebaikan agama Islam dan memotivasinya untuk masuk Islam dengan cara yang baik pula. Jika hal itu bermanfaat maka (ajaklah ia dengan nasehat itu), dan bila nasehat tidak mempan, maka boikotlah ia dengan tujuan untuk memberinya pelajaran. Karena dirinya telah mengetahui alasan kita memboikotnya, agar ia berhenti dari keengganannya untuk masuk Islam, jika memang pemboikotan tersebut efektif diterapkan padanya" • Saat musibah melanda tetangga kita dan dia dirundung kesedihan dan terbelit kesulitan, sebisa mungkin kita membantunya, baik bantuan materi ataupun dukungan moril. Menghibur dan meringankan beban penderitaannya dengan nasehat, tidak menampakan wajah gembira tatkala dia dirundung duka. Menjenguknya ketika sakit dan mendoakan kesembuhan untuknya serta membantu pengobatannya bila memang dia membutuhkannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. Bukanlah seorang mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya. [13] • Hindari sejauh mungkin sikap yang dapat menyebabkan tetangga kita merasa tersakiti, baik berupa perbuatan ataupun perkataan. Contohnya, mencela, membeberkan aibnya di muka umum, memusuhinya, atau melemparkan sampah di muka rumahnya sehingga menyebabkan ia terpeleset ketika melewatinya, dan jenis gangguan lainnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. [14] • Kunjungilah tetangga pada hari raya dan sambutlah undangannya jika dia mengundang kita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
  • 22. Hak muslim atas muslim yang lain ada lima, menjawab ucapan salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin.[15] • Berikanlah toleransi kepada tetangga kita selama bukan dalam perkara maksiat. Didiklah keluarga kita untuk tidak berkata-kata keras atau berteriak-teriak sehingga mengganggu tetangga. Janganlah kita mengeraskan suara radio kita hingga mengusik ketentraman tetangga, terutama pada malam hari. Sebab, mungkin diantara mereka ada yang sedang sakit, atau lelah, atau tidur atau mungkin ada anak sekolah yang sedang belajar. Dan ketahuilah, mendengarkan musik adalah perkara haram, apalagi jika sampai mengganggu tetangga, maka dosanya menjadi berlipat ganda. Rasulullah bersabda. Sebaik-baik sahabat adalah yang paling baik terhadap sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga adalah yang paling baik terhadap tetangganya.[16] Dan hendaklah kita tidak bersikap kikir terhadap tetangga yang membutuhkan bentuan kita, selama kita bisa membantunya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. Janganlah seorang diantara kalian melarang tetangganya untuk meletakkan kayu di tembok rumahnya.[17] Berkenaan dengan hadits di atas, Syaikh Salim bin Ied Al Hilali membawakan beberapa pelajaran yang berkaitan dengan hak tetangga yaitu: Yang pertama : Saling membantu dan bersikap toleran sesama tetangga merupakan hak-hak tetangga (yang wajib dipenuhi) sekaligus merupakan wujud kekokohan bangunan masyarakat Islam. Yang kedua : Jika seseorang memiliki rumah, kemudian ia memiliki tetangga dan tetangganya itu ingin menyandarkan sebatang kayu di temboknya tersebut, maka boleh hukumnya bagi si tetangga untuk meletakkannya dengan izin atau ta
  • 23. ). • Berikanlah hadiah kepada tetangga, walau dengan sesuatu yang mungkin kita anggap sepele. Karena saling memberi hadiah akan menumbuhkan rasa cinta dan ukhuwah yang lebih dalam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menasehati Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu. Jika suatu kali engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, kemudian perhatikanlah tetanggamu, dan berikanlah mereka sebagiannya dengan cara yang pantas. [19] • Tundukkanlah pandangan kita terhadap aurat tetangga, jangan pula menguping pembicaraan mereka. Apalagi sampai mengintip ke dalam rumahnya tanpa seizinnya untuk mengetahui aib mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. Dan katakanlah kepada laki-laki beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka. [An Nur:30] KERASNYA ANCAMAN MELANGGAR KEHORMATAN TETANGGA Ketahuilah wahai akhi muslim dan ukhti …..Islam mengajarkan kita untuk menjadi seorang bisa bermanfaat bagi orang yang lain, atau bila kita tidak bisa memberi manfaat kepada orang lain, paling tidak kita menahan diri jangan sampai menyakitinya. Apalagi terhadap tetangga, mereka memiliki hak sangat besar yang wajib kita tunaikan. Bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia?. Maka berbuat baik kepada tetangga merupakan cerminan baiknya keimanan seseorang. Dan sebaliknya, menyakiti tetangga merupakan simbol ahlul jahl (orang yang tidak mengerti ilmu). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seorang sahabat,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fulanah rajin shalat malam, rajin pula shaum pada siang hari dan
  • 24. gemar bersedekah, tapi dia menyakiti tetangganya dengan lisannya! Maka Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab. Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka". Lalu sahabat itu bertanya lagi,"Fulanah (wanita) yang lain rajin shalat fardlu, gemar bersedekah dengan sepotong keju dan tidak pernah menyakiti seorang pun?. Maka Beliau menjawab,"Dia termasuk penduduk surga.[20] Syaikh Nazhim Muhammad Sulthan berkata,"Menyakiti seorang muslim tanpa alasan yang benar adalah perkara yang haram. Akan tetapi menyakiti tetangga lebih keras lagi keharamannya. Dari Miqdad bin Al Aswad ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. Sungguh, jika seorang laki-laki berzina dengan sepuluh wanita itu masih lebih baik baginya daripada ia berzina dengan istri tetangganya, dan sungguh jika seorang laki-laki mencuri dari sepuluh rumah itu lebih ringan (dosanya) daripada ia mencuri dari rumah salah seorang tetangganya.[21] Zina merupakan dosa besar yang diharamkan Allah Tabaaraka wa Ta'ala, dan Allah telah menetapkan hukum-hukum yang bersifat preventif bagi para pelakunya. Akan tetapi melakukan perbuatan zina dengan istri tetangga tingkat keharaman, kekejian dan kejahatannya lebih berat lagi. Demikian pula halnya dengan mencuri (di rumah tetangga). Dari Syuraih bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
  • 25. Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman". Beliau ditanya,"Siapa wahai Rasulullah?. Beliau menjawab,"Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.[22] Al Bawa-iq - ) maknanya adalah malapetaka, sesuatu yang membinasakan, dan perkara sulit yang datang tiba-tiba. Ibnu Baththal berkata, "Dalam hadits di atas terdapat penekanan besarnya hak tetangga, karena Beliau sampai bersumpah tentang hal itu. Bahkan Beliau mengulangi sumpahnya sampai tiga kali. Dalam hadits tersebut juga terdapat isyarat penafian iman dari seseorang yang menyakiti tetangganya, baik dengan ucapan ataupun dengan perbuatan. Maksud (penafian disini) adalah (penafian) iman yang sempurna, dan tidak diragukan lagi bahwa seorang yang bermaksiat keimanannya tidak sempurna".[23] Juga hadits dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, ia pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?. Beliau menjawab,"Engkau menjadikan tandingan bagi Allah padahal Ia yang menciptakanmu". Aku bertanya lagi,"Kemudian dosa apa?. Beliau menjawab,"Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia akan mengambil jatah makananmu". Aku bertanya lagi,"Lalu dosa apai?. Beliau menjawab,"Engkau menzinahi istri tetanggamu".[24] BILA TETANGGA ANDA JAHAT Memiliki tetangga yang baik dan mau hidup rukun dengan kita merupakan satu kenikmatan hidup. Namun terkadang, kita diuji Allah dengan memiliki tetangga yang tidak baik akhlaknya dan gemar mengganggu kita. Untuk menghadapi tetangga semacam itu, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu memberikan beberapa nasehatnya, sebagai berikut:
  • 26. • Bersabarlah anda dalam menghadapi gangguan tetangga. Atau memilih pindah rumah jika memang hal itu memungkinkan. Allah berfirman. Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. [Fushilat : 34] Membalas kejahatan tetangga dengan perbuatan baik merupakan salah satu etika bertetangga yang diajarkan Islam. Yaitu agar kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama, Al Hasan al Bashri berkata, "Tidaklah berbuat ihsan kepada tetangga (hanya dengan) menahan diri tidak menyakiti tetangga, akan tetapi berbuat ihsan kepada tetangga (juga) dengan bersabar dan tabah menghadapi gangguannya".[25] Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. Tiga golongan yang dicintai Allah,……..dan laki-laki yang memiliki tetangga yang menyakitinya, kemudian ia bersabar menghadapi gangguannya hingga ajal memisahkan mereka.[26] • Hendaklah anda berdoa dengan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu. ) Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari tetangga yang buruk di akhirat, maka sesungguhnya tetangga badui beganti-ganti. [27]
  • 27. • Jika anda tidak mampu bersabar menghadapi gangguan tetangga, sementara tidak mungkin bagi anda untuk pindah rumah, maka terapkan nasehat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dikisahkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. – - Seorang laki-laki pernah datang kepada Nabi mengeluhkan tetangganya. Maka Rasulullah menasehatinya,"Pulanglah dan bersabarlah". Lelaki itu kemudian mendatangi Nabi lagi sampai dua atau tiga kali, maka Beliau bersabda padanya,"Pulanglah dan lemparkanlah barang-barangmu ke jalan". Maka lelaki itu pun melemparkan barang-barangnya ke jalan, sehingga orang-orang bertanya kepadanya, ia pun menceritakan keadaannya kepada mereka. Maka orang-orang pun melaknat tetangganya itu. Hingga tetangganya itu mendatanginya dan berkata,"Kembalikanlah barang-barangmu, engkau tidak akan melihat lagi sesuatu yang tidak engkau sukai dariku.[28] Pembaca, tiada gading yang tak retak.Tidak ada manusia yang sempurna. Ada saja kekurangan yang melekat pada setiap diri kita. Latar belakang yang berbeda menciptakan pribadi yang berbeda. Wacana yang perlu kita kembangkan, bagaimana kita dapat meredam perbedaan yang ada, selama tidak melanggar rambu syariat. Menjalin komunikasi positif dengan menjungjung tinggi akhlak pergaulan. Selamat menuai pahala dari tetangga Anda. Wallahul Muwaffiq ilaa aqwaamith thariiq (Hanin Az Zarqa') Maraji: • Tafsir Ibnu Katsir Tahqiq Sami bin Muhammad As Salamah, Dar Ath Thayyibah, cet I th 1422 H/ 2002M • Imam Ibnu Rajab Al Hanbali, Jami'ul 'Ulum Wal Hikam, tahqiq Thariq bin 'Awadhullah bin Muhammad, Dar Ibnul Jauzi, cet III TH 1422H • Nazhim Muhammad Shulthon, Qawaid Wa Fawaaid Minal Arba'in An Nawawiyah, Dar Al Hijrah, cet VII th 1421 H/2000M • Saliem bin Ied Al Hilali, Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhis Shalihin, Dar Ibnul Jauzi, cet VI th 142 H
  • 28. • Saliem bin Ied Al Hilali, Iqozhul Himam Al Muntaqa Min Jami'il 'Ulumi Wal Hikam, Dar Ibnul Jauzi, cet V th 1421 H • Abdurrahman bin Abdul Karim Al 'Ubayyid, Ushulul Manhajil IIslami, Dar Al 'Irfan, cet IV th 1418 H/ 1997 M • Muhammad bin Jamil Zainu, Min Adabil Islam Li Ishlahil Fard wal Mujtama', cet I th 1424H [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296] _______ Footnote [1]. HR Bukhari no: 4787 dan Muslim no: 69. lafazh hadits milik Muslim. [2]. HR. Ibnu Majah no: 4207 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani”. Lihat Min Adabil Islam hal.31 karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu [3]. Muttafaqun „alaih, Shahih Bukhari no: 5555, 5556 dan Shahih Muslim no: 4756, 4757 dari hadits „Aisyah dan Ibnu „Umar. [4]. HR Al Bukhari no: 2099 [5]. Qawa‟id Wa Fawa‟id hal.141 [6]. Qawa‟id Wa Fawa‟id hal.141 dengan bahasa dari penyusun. [7]. HR Imam Ahmad (2/160), At Tirmidzi (1943), Abu Daud (5152) dan Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad (105). Lihat Jami‟ul „Ulum wal Hikam hal.258 tahqiq Thariq bin „Awadhullah bin Muhammad [8]. Lihat Tafsir Ibni Katsir tahqiq Sami bin Muhammad As Salamah II/298 [9]. Lihat Ushulul Manhajil Islami hal.613 [10]. Ushul Manhaj Al Islamy hal. 617 [11]. Disarikan dari kitab Min Adabil Islam hal 31-33 dengan bahasa dari penyusun. [12]. HR Muslim no: 65. [13]. HR Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad no: 112 dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani”. Lihat Min Adabil Islam hal.32
  • 29. [14]. HR Bukhari no: 5559 [15]. HR Bukhari no: 1164. [16]. HR Tirmidzi no: 1867 dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani. Lihat Min Adabil Islam hal.32 [17]. HR Bukhari no: 2283 dan Muslim no: 3019. [18]. Bahjatun Nazhirin I/387 [19]. HR Muslim no: 4759. [20]. HR Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad no: 119 dan dishahihkan oleh Al Albani. Lihat Min Adabil Islam hal. 32 [21]. HR Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no: 103 dan Ath Thabrani dalam Al Kabir dan dishahihkan oleh Al Albani. Lihat Shahihul Jami‟ no.5043 dan Silsilah Shahihah no: 65. [22]. HR Bukhari no: 5557. [23]. Fathhul Bari kitab Al Adab (53/13). Lihat Qawaid wa Fawaid hal. 140 [24]. HR Bukhari (4761) dan Muslim (68) [25]. Jami‟ul „Ulum wal Hikam hal. 260 [26]. HR Imam Ahmad no: 20377 dan derajatnya shahih. Lihat Min Adabil Islam hal.34 [27]. HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad (117), Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf (8/359), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (1033), Al Hakim dalam Mustadrak (1/532) dari jalan Abu Khalid Al Ahmar dari Ibnu „Ajlan dari Sa‟id Al Maqburi dari Abu Hurairah”. Lihat Silsilah Shahihah no: 1443. [28]. HR Abu Daud no: 4486. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mengatakan hadits ini hasan, sedangkan Syaikh Abdurrahman bin Bertangga adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa ditolak. Sebab manusia memang tidak semata-mata makhluk individu, tetapi juga makhluk sosial. Satu sama lain harus bermitra dalam mencapai kebaikan. Islam memerintahkan segenap manusia untuk senantiasa berjamaah dan berlomba dalam berbuat kebaikan. Sebaliknya, Islam melarang manusia bersekutu dalam melakukan dosa dan permusuhan.
  • 30. Firman Allah SWT : “Bertolong-tolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah , kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat berat siksanya” (QS. Al-Maidah: 2) Setiap orang tentu ingin hidup rukun dan harmonis dengan tetangganya. Hanya orang-orang yang memiliki penyakit hati saja yang menolak suasana hubungan harmonis itu. Keharmonisan hubungan bertetangga sebenamya sangat amat penting, sebab kekuatan sendi- sendi sosial suatu masyarakat sangat ditentukan oleh keharmonisan hubungan antar anggotanya. Sebaliknya, bila dalam suatu masyarakat terjadi disharmoni (ketidak harmonisan) hubungan di antara anggotanya, maka akan melemahkan sendi-sendi sosial masyarakat tersebut. Kendati demikian kita tidak pernah bisa memaksa orang lain untuk selalu bersikap baik, kecuati kita paksa diri kita sendtri untuk bersikap baik terhadap siapapun. Alangkah beruntungnya jikalau kita hidup dan bertetangga dengan orang-orang yang baik. Walaupun rumah sempit, kalau tetangganya baik tentu akan terasa lapang. Dan alangkah ruginya, jika rumah kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang busuk hati. Walaupun rumah lapang, niscaya akan terasa sempit. Menurut Imam Syafi‟i, yang dimaksud dengan tetangga adalah 40 rumah di samping kiri, kanan, depan dan belakang. Mau tidak mau, setiap hari kita bertemu dengan mereka, baik hanya sekedar melempar senyuman, lambaian tangan, salam atau ngobrol di antara pagar rumah dan sebagaimya Islam sangat memperhatikan masalah-masalah adab bertetangga. Dalam sebuah riwayat, Nabi SAW mengingatkan Fatimah dengan keras agar memberikan tetangga mereka apa yang menjadi hak-haknya. Kisahnya berawal ketika Nabi SAW pulang dari berpergian, beberapa meter menjelang rumahnya, Nabi SAW mencium aroma gulai kambing yang berasal dari rumahnya. Nabi SAW bergegas menuju rumahnya dan menemui Fatimah yang ternyata memang sedang memasak kambing. Spontan nabi SAW memerintahkan Fatimah untuk memperbanyak kuah gulai kambing yang sedang dimasaknya. Dari kisah di atas kita ambil kesimpulan bahwa ini merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial yang diperintahkan lslam kepada kita. Islam memerintahkan untuk senantiasa mempertajam hubungan sosial kita. Dari sini bisa dipahami, betapa Islam mengajarkan kita untuk senantiasa membiasakan diri untuk merasakan kesenangan dan kesulitan bersama dengan masyarakat kita. Artinya, Islan sangat melarang kita hidup egois, serakah, dan individualis. Menghormati Tetangga Penghormatan kepada tetangga adalah bagian dari aktualisasi keimanan kita kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hart akhir, maka hendaklah la memuliakan tetangga” (HR.Muslim). Anjuran untuk tetangga, tentu maknanya amat luas. menghormati berarti juga tidak menyakiti hatinya, selalu berwajah manis pada tetangga, tidak menceritakan aib mereka, tidak menghina
  • 31. dan melecehkannya, dan tentu juga tidak menelantarkannya jika dia tengah membutuhkan pertolongan. Dr Yusuf Qardhawi menyebutkan, “seorang tetangga memiliki peran sentral dalam memelihara harta dan kehormatan warga sekitarnya”. Dengan demikian seorang mukmin pada hakikatnya merupakan penjaga yang harus bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh milik tetangganya Bahkan, seorang tidak dikatakan beriman jika dia tidak bisa memberi rasa aman pada tetangganya. Adab Bertetangga Dalam sebuah badits, Nabi SAW bersabda: “Hak tetangga ialah, bila dia sakit, kamu kunjungi, bila wafat, kamu mengantarkan jenazahnya. Bila dia membutuhkan uang, maka kamu pinjami, dan bila tetangga kesukaran, maka jangan dibeberkan, aib-aibnya kamu tutup-tutup dan rahasiakan. Bila dia memperoleh kebaikan, maka kita turut bersuka cita dan mengucapkan selamat kepadanya. Dan bila menghadapi musibah, kamu datang untuk menyampaikan rasa duka. Jangan sengaja meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya, atau menutup jalan udaranya (kelancaran angin baginya). Dan janganlah kamu mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kamu menciduknya dan memberikan kepadanya“. Keharmonisan hubungan bertetangga bukan hanya bisa menciptakan lingkungan bersih, sehat dan aman, tetapi juga membangun benteng yang kokoh bagi anak-anak kita. Tetangga bisa mendatangkan rahmat dan kasih sayang, tetapi (sebaliknya) tetangga bisa juga menebarkan kemalangan dan malapetaka bagi lingkunganya. Akibat hak-hak bertetangga banyak dilupakan inilah, maka tidak sedikit masyarakat yang mengalami keresahan. Anggota masyarakat justru menjadi sumber masalah. Kejahatan sering terjadi justru banyak dilakukan oleh anggota masyarakat itu sendiri. Sehingga tak jarang kita mendengar kasus-kasus pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain-lain, dan pelakunya justru tetangganya sendiri. Innalhamdalillah nakhmaduhu wanasytainu wanastaghfiruhu, Wanaudzubillahi min sururi anfushina Wa min syaiatii a'malina.. May yahdillahu fala mudhillalahu, Wa maa yudhlil falaa hadiyallah.. Asyhadualla illaha illalahu Wahdahulasyarikalah Wa asyhadu annamuhammadan Abduhu warusuluuh.. la nabiya ba'da. Ikhwatifillah, Kiri kanan di mana kita tinggal adalah para tetangga kita.. mereka tinggal berdampiingan dengan kita entah itu seakidah atau tidak, baik atau berperangai buruk. Namun kita dituntut untuk selalu berbuat baik pada mereka. Banyak sekali contohperbuatan-perbuatan yang baik dianjurkan seperti; Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka, seperti suara radio atau TV, atau mengganggu mereka dengan melempari halaman mereka dengan kotoran, atau menutup jalan bagi mereka. Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Demi Alloh, tidak beriman; demi Alloh, tidak beriman; demi Alloh, tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai Rasululloh? Nabi menjawab: „Adalah orang yang tetangganya tidak merasa tentram karena perbuatan-nya‟. (Muttafaq‟alaih). Jadi sampai 3x Kanjeng Nabi menyatakan kalimat Wallahi! Tidak beriman. Penekanan ini sangatlah urgent tuk mengetahui esensi makna sabda beliau itu. Dan kita seyogyakanya jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud
  • 32. menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka. Jikalau ada kelebihan rejeki hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita. YANG DINAMAKAN TETANGGA Sebenarnya ternyata dinamakan tetangga bukan hanya mencakup seorang muslim dan seorang kafir, tetapi juga seorang ahli ibadah dan seorang fasik, teman dan musuh, orang asing dan orang senegeri, orang yang bisa memberi manfaat dan orang yang memberi madharat, orang dekat dan orang jauh serta yang paling dekat dengan rumahnya dan paling jauh. Tetanga mempunyai beberapa tingkatan, sebagiannya lebih tinggi daripada yang lainnya. Yang paling tinggi adalah yang terkumpul padanya seluruh sifat yang pertama (seorang muslim, ahli ibadah, teman dan seterusnya, -pent), kemudian yang terbanyak dan seterusnya sampai yang hanya mempunyai satu sifat di atas. Dan kebalikannya (yang paling rendah, -pent) adalah yang terkumpul padanya sifat-sifat yang kedua (kafir, fasik, musuh, -pent). Maka masing-masing diberi haknya menurut keadaannya. Adapun tentang batasan tetangga :Al-Uza'i berpendapat : 'Empat puluh rumah dari setiap arah'. Ibnu Syihab juga berpendapat demikian. Dan salah satu empati yang diajarkan Rasullulah yang bisa kita ambil teladannya adalah masalh berbagi, hingga kemasalah berbagi makanan, seperti hadist sbb; Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Dzarr: “Wahai Abu Dzarr, apabila kamu memasak sayur (daging kuah), maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu”. (HR. Muslim). Kita jua hendaknya turut bersuka cita di dalam kebahagiaan mereka dan berduka cita di dalam duka mereka; kita jenguk bila ia sakit, kita tanyakan apabila ia tidak ada, bersikap baik bila menjumpainya; dan hendaknya kita undang untuk datang ke rumah. Hendaknya kita tidak juga selalu mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka. Namun kalaupun kita dikondisikan harus bersabar manakala kita pusing dan sdikit/banyak terganggu (apalagi, jikalau sedang kondisi sedang sakit tuk istirahat malam hari) misalnya tiap malam dengan kebrisikan sekelompok tetangga yang gemar main domino yang selalu selesai bermain dengan kartu ‘batu’ yang keras hingga pukul 1-2 dini hari. Hingga sudah menjadi pendengaran biasa tiap malam kecuali cuaca hujan, kita tampaknya juga diberikan garansi dijanjikan oleh Allah SWT sebagai yang dicintai-Nya. Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita. Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam kembali bersabda: “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Alloh…. “Disebutkan salah satu di antaranya adalah Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh kematian atau keberangkatannya”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani). Subhannallah, wallahualam bissawab. Wasiat Islam Ikhwatifillah, rahimakumullah ternyata permasalahan "tetangga" bukanlah remeh, bahkan sangat diperhitungkan di dalam agama Islam. Terlebih lagi, Islam mewasiatkan untuk selalu menjaga dan memuliakan tetangga. Simaklah firman Allah : "Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga dekat maupun tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang yang mengadakan perjalanan) dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga- banggakan diri." (An Nisaa': 36) Berikutnya Allah Ta'ala berfirman. "Waljaari dzii al-qurba = artinya : Yang dekat" "Waljaari al-junubi = artinya : Yang asing" Di dalam ayat yang mulia ini, terdapat perintah dari Allah untuk berbuat baik kepada tetangga dan Allah membenci sifat sombong dan tidak mau peduli dengan keadaan tetangganya.
  • 33. Demikian pula, Nabi Muhammad senantiasa mendapatkan wasiat dari malaikat Jibril tentang perihal tetangga. Sebagaimana sabda beliau : "Senantiasa Jibril memberikan wasiat kapadaku perihal tetangga, sampai aku mengira bahwa tetangga juga berhak mendapatkan harta waris." (H.R. Al Bukhari no. 6014-6015 dan Muslim no. 2624-2615, dari sahabat Aisyah dan Ibnu Umar ) Keutamaan Memuliakan Tetangga Dan Ancaman Mengganggu Tetangga Kita ketahui bersama bahwa peduli dengan tetangga merupakan perkara yang urgen di dalam Islam. Sehingga Islam juga memberikan kedudukan mulia bagi orang yang memuliakan tetangganya dan sebaliknya, Islam memberikan ancaman keras terhadap siapa saja yang tidak mau peduli dengannya. Berikut ini akan disebutkan beberapa keutamaan memuliakan tetangga beserta ancaman yang melalaikannya. Diantaranya sebagai berikut: a. Wasilah meraih iman yang sempurna. "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka janganlah ia menggangu tetangganya." (H.R. Al Bukhari no. 6136 dan Muslim no. 48, dari sahabat Abu Hurairah ) Bisa disimpulkan dari hadits di atas, bahwa perbuatan buruk terhadap tetangga dapat mengurangi nilai iman dia kepada Allah dan hari kiamat. Bila ia menyakini perbuatan mengganggu tetangga adalah halal (boleh), maka bisa menyebabkan batalnya nilai iman dia secara total (kufur). b. Menjadi sebaik-baik tetangga di sisi Allah "Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah orang yang paling baik terhadap temannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya." (H.R. At Tirmidzi, dari sahabat Ibu Umar, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Al Adabul Mufrad no. 115 ) Dapat disimpulkan pula dari hadits diatas, barang siapa yang tidak memuliakan (peduli) tetangganya maka ia akan menjadi calon tetangga yang paling buruk di sisi Allah . c. Wasilah untuk meraih Al Jannah. Rasulullah bersabda: "Tidak akan masuk Al Jannah, barang siapa yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya. (H.R. Muslim), juga dalam riwayat Al Bukhari, Rasulullah bersumpah: "Tidaklah beriman kepada Allah" (sebanyak tiga kali)." Salah seorang sahabatnya bertanya: "Siapa itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab: "Barangsiapa yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya." Sungguh ada seorang wanita di jaman Rasulullah yang rajin shalat malam dan shaum di siang harinya, namun tetangganya tidak merasa aman dari kejelekan lisannya. Kabar itupun terdengar oleh Rasulullah , maka beliau bersabda: "Tidak ada kebaikan bagi dirinya. Dan ia kelak masuk dalam An Naar (neraka)." (Al Adabul Mufrad no. 119, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani) Apa yang harus kita perbuat? Islam sangat peduli dengan keberadaan tetangga. Sehingga seharusnya seorang muslim harus peka dan tanggap dengan kondisi tetangganya. Bila tetangganya membutuhkan atau memerlukan sesuatu, seharusnya ia tanggap untuk bermurah tangan kepadanya sesuai kemampuannya tanpa diminta. Pintunya selalu terbuka bagi siapa saja yang perlu dan butuh darinya. Konsekuensi dari berbuat baik kepada tetangga adalah tidak berbuat atau bertindak semena-mena yang menyebabkan tetangga itu merasa terganggu atau teraniya. Sehingga membutuhkan kejelian dan kehati-hatian dari masing- masing pihak untuk tidak berkata dan berbuat kecuali setelah dipertimbangkan dengan matang antara maslahat dan mudharatnya. Ada beberapa contoh hubungan bertetangga yang telah dipraktekkan di masa Rasulullah , dan para sahabatnya, sebagaimana hadits-hadits berikut ini:
  • 34. 1. Aisyah bertanya kepada Rasulullah : "Yaa Rasulullah! Sesungguhnya aku memilki dua tetangga. Mana yang paling berhak untuk aku berikan hadiah?" Rasulullah menjawab: "Pintu yang paling dekat denganmu." (Al Adabul Mufrad no. 107, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani) 2. Rasulullah juga bersabda: "Tidaklah beriman seseorang, bila ia dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan." (Al Adabul Mufrad no. 112, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani) Mungkin masih ada berbagai hadits-hadits lainnya, sehingga Islam telah memberikan pengajaran tentang sikap yang harus dimiliki oleh setiap umat Muhammad untuk selalu tanggap dan peduli dengan tetangganya, walaupun ia seorang kafir. Nah, begitu mulianya suri tauladan yang diajarkan Kanjeng Nabi.. Mari kita mulai belajar berempati dan berbuat ihsan, minimal beberapa rumah dari arah kanan-kiri sepan belakang kita..(Sanggupkah kita sampai dengan 40 rumah kana-kiri?) Tanyakan pada diri kita sudahkah kita bisa sedemikian rupa, minimal sudah kenal namakah kita pada kiri kanan tetangga kita yang baru atau yang lama.. dan sudah berinteraksi dengan baikkah kita pada mereka tanpa mengganggunya dengan sadar maupun tanpa sadar? Kalaupun ada, mari kita mulai membenahi diri dan minta maaf terhadap mereka tanpa harus membalas perbuatan keburukan mereka itu dengan hal yg sama yang pernah mereka perbuat pada kita. Ingatlah akan HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani, “ salah satu kelompok manusia yang dicintai Alloh…. “Disebutkan adalah Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia bersabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh kematian atau keberangkatannya”. Semoga lingkungan kita saling berbuat ihsan antar tetangga baik yang dekat maupun yang jauh.. Insya Allah Amin.