Dokumen tersebut membahas tentang pengukuran dasar dalam fisika, termasuk jenis kesalahan pengukuran, akurasi, presisi, dan sensitivitas alat ukur. Juga dibahas tentang pengukuran panjang menggunakan berbagai alat seperti mistar, jangka sorong, dan mikrometer. Selanjutnya dibahas mengenai konsep vektor dan hukum II Newton tentang hubungan antara gaya total, massa, dan percepatan suatu benda.
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisika adala ilmu pengetahuan eksperimental. Dalam melakukan eksperimen
kita memerlukan pengukuran-pengukuran. Biasanya untuk menggambarkan hasil
pengukuran digunakan angka-angka. Setiap angka yang digunakan untuk
menggambarkan Fisika secara kuantitatif disebut besaran. Untuk mengukur
kecepatan,
percepatan,
gaya,
dan
momentum
dapat
digunakan
dengan
pengoperasian vektor yang akan dibahas pada makalah ini.
Lalu dapat juga menggunakan gaya dan massa untuk menganalisis prinsipprinsip dinamika, yaitu prinsip-prinsip yang mengaitkan antara gerak dan gaya yang
menyebabkannya. Prinsip-prinsip ini dibungkus dalam suatu paket yang rapi yang
terdiri dari tiga pernyataan yang disebut dengan hukum Newton.
Lalu dapat pula menggunakan konsep gerak harmonik untuk mencari persamaan
yang dipengaruhi oleh gaya yang arahnya selalu menuju titik seimbang dan besarnya
sebanding dengan simpangannya.
B. Rumusan Masalah
Sering terjadinya kesalahan dalam pegukuran.
Ketidaktepatan dalam pengaplikasian vektor.
Pemahaman tersendiri mengenai hukum II Newton.
Pemahaman terhadap besaran yang berkaitan dengan gerak harmonik
sederhana.
1
2. C. Tujuan Pembahasan
Dapat menentukan ketidakpastian dalam pengukuran.
Dapat menentukan besar dan arah resultan dari vektor.
Dapat menyelesaikan sol-soal yang berkaitan dengan hukum Newton.
Dapat mendeskripsikan karakter gerak pada benda pegas.
2
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengukuran Dasar
1. Pengukuran
Fisika maupun disiplin ilmu lain pengukuran kuantitas merupakan dasar
utama. Dalam pengukuran ini akan dicari korelasi atau interprestasi dan sering pula
diadakan perbandingan prediksi teoritis. Hal-hal yang meliputi pengukuran kuantitas
ini adalah sistem satuan Internasional atau disingkat dengan sitem SI ( System
International Unit ) atau satuan metric.
Dalam melakukan pengukuran selalu dimungkinkan terjadi kesalahan. Oleh
karena itu, kita harus menyertakan angka-angka kesalahan agar kita dapat memberi
penilaian wajar dari hasil pengukuran. Jelas hasil pengukuran yang kita lakukan tidak
dapat diharapkan tepat sama dengan hasil teori, namun ada pada suatu jangkauan
nilai:
X – Δx < x < x + Δx
dengan x merupakan nilai terbaik sebagai nilai yang benar, Δx merupakan
kesalahan hasil pengukuran, yang disebabkan keterbatasan alat, ketidakcermatan,
perbedaan waktu pengukuran, dan lain sebagainya. Dengan menyertakan kesalahan
atau batas toleransi terhadap suatu nilai yang kita anggap benar, kita dapat
mempertanggungjawabkan hasil pengukuran.
3
4. 2. Kesalahan pengukuran
Besaran fisika tidak dapat diukur secara pasti dengan setiap alat ukur. Hasil
pengukuran selalu mempunyai derajat ketidakpastian. Kesalahan pengukuran dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kesalahan sitematis dan kesalahan acak.
Kesalahan sistematis akan menghasilkan setiap bacaan yang diambil menjadi salah
dalam satu arah. Kesalahan sitematik adalah kesalahan yang sebab-sebabnya dapat
diidentifikasi dan secara prisip dapat dieliminasi. Nilai yang terukur secara konsisten
terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Sumber kesalahan sistematis antara lain:
a. Kesalahan alat: akibat kalibrasi yang kurang baik.
b. Kesalahan pengamatan: akibat kesalahan paralaks ( kesalahan sudut
pandang terhadap suatu titik ukur ).
c.
Kesalahan lingkungan.
d. Keasalahan
teoritis:
akibat
penyederhanaan
sistem
model
atau
aproksimasi dalam persamaan yang menggambarknnya.
Kesalahan acak menghasilkan hamburan data di sekitar nilai rata-rata. Data
mempunyai kesempatan yang sama menjadi positif atau negatif. Sumber kesalahan
acak sering dapat dikuantisasi melalui analisis statistik, sehingga efek kesalahan acak
terhadap besaran atau hukum fisika dapat ditentukan. Kesalahan acak dihasilkan dari
ketidakmampuan pengamat untuk mengulangi pengukuran secara presisi. Ada
metode statistik baku yang digunakan untuk mengatasi kesalahan acak. Hal ini dapat
memberikan simpangan baku untuk serangkaaian bacaan, tetapi ketika jumlah
bacaan tidak terlalu besar adalah bermanfaat untuk mempunyai metode untuk
4
5. mendapatkan nilai pendekatan dari kesalahan tanpa melakukan analisis statistik
formal, yaitu perbedaan mutlak antara nilai individual dan nilai rata-rata.
3. Akurasi, Presisi, dan Sensitivitas
Kata akurasi (ketepatan) dan presisi (ketelitian) sering dugunakan untuk
maksud yang sama. Bagaimanapun, memungkinkan untuk mempunyai hasil
pengukuran dengan presisi tinggi yang tidak akurat. Hal ini akan terjadi jika ada
kesalahan sistematik. Demikian juga, memungkinkan untuk mempunyai hasil
pengukuran yang akurat, tetapi tidak presisi. Hal ini akan terjadi jika ada kesalahan
acak. Sensitivitas (kepekaan) adalah kemampuan memberikan tanggapan terhadap
perubahan nilai pengukuran yang terjadi. Untuk menjamin sensitivitas alat ukur kita
harus selalu menggunakannya sesuai dengan ordenya.
4. Pengukuran Panjang
Pengukuran besaran panjang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
alat ukur, misalnya mistar ukur, jangka sorong, dan mikrometer sekrup.
Mistar Ukur
Untuk mengukur panjang suatu benda biasanya kita menggunakan mistar
atau alat sejenis. Pada umumnya mistar pengukur panjang adalah berskala
sentimeter dan milimeter. Skala terkecil dari mistar adalah 1 mm, yang menyatakan
tingkat ketelitian alat. Pada saat melakukan pengukuran dengan menggunakan
mistar, arah pandangan hendaknya tepat pada tempat yang diukur. Artinya, arah
pandangan harus tegak lurus dengan skala pada mistar dan benda yang diukur. Jika
pandangan mata tertuju pada arah yang kurang tepat, maka akan menyebabkan nilai
5
6. hasil pengukuran menjadi lebih besar atau lebih kecil. Kesalahan pengukuran
semacam ini di sebut kesalahan paralaks.
Contoh pembacaan skala pada mistar:
6 cm + 2mm = 6,2 cm
= 62 mm
Jangka Sorong
Jangka sorong merupakan alat pengukur panjang suatu benda yang
ukurannya cukup kecil, dan jari-jari dalam dan luar, serta kedalaman suatu tabung.
Jangka sorong terdiri dari dua pasang rahang, sepasang untuk pengukur luar dan
sepasang untuk pengukur dalam. Dari pasangan itu ada rahang yang tetap ada dan
ada rahang yang di geser-geser. Pada rahang tetap terdapat batang skala yang diberi
skala dalam cm dan mm sebagai skala utama. Pada rahang geser terdapat 10 skala
yang panjangnya 9 mm sebagai skala nonius. Oleh Karena itu, 1 skala nonius sama
dengan 0,9 mm. jadi, skala nonius berselisih 0,1 mm dengan skala mm pada skala
utama. Angka 0,1 mm menyatakan ketelitian jangka sorong.
Skala utama menunjukkan angka 6,6 cm dan skala nonius yang berimpit
dengan skala utama adalah 5 skala (0,5 mm = 0,005 cm ). Jadi, hasil pengukuran
panjang = 6,6 cm + 0,05 = 6,65 cm1
Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup mempunyai bagian-bagian utama, antara lain: poros
tetap, poros geser, skala utama, dan skala nonius yang berupa pemutar. Biasanya alat
ini digunakan untuk mengukur panjang, ketebalan, diameter bola, dan diameter
1
http://nchien.blogspot.com/2011/11/makalah-fisika-dasar-i.html
6
7. kawat ang sangat kecil. Skala utama mempunyai skala mm dan 0,5 mm. Skala nonius
mempunyai 50 skala dengan laju putar 0,5 mm/putaran. Oleh karena itu 1 skala
nonius sama dengan 0,01 mm = 0,001 cm, yang menyatakan tingkat ketelitian
mikrometer sekrup.
Vektor
Dalam fisika dan teknik, acapkali bilangan tunggal dan satuannya tidak
memadai untuk memberikan deskripsi yang lengkap terhadap besaran fisika.
Misalnya, jika Anda berjalan 3 km ke timur, posisi anda jauh berbeda dengan jika
Anda berjalan 3 km ke barat. Perubahan posisi suatu benda disebut perpindahan.
Perpindahan adalah contoh dari besaran vektor, yang secara singkat disebut vektor.
Vektor adalah besaran yang memiliki baik besar maupun arah untuk suatu deskripsi
yang lengkap. Berbagai besaran dalam fisika termasuk kecepatan, perceptan, gaya,
dan momentum adalah vektor.
Pada diagram, setiap vektor dinyatakan dengan tanda panah. Tanda panah
tersebut selalu digambarkan sedemikian rupa sehingga menunjuk ke arah yang
merupakan arah vektor tersebut. Panjang tanda panah digambarkan sebanding
dengan besar vektor.
Sebagai contoh, pada gambar di bawah dilukiskan suatu vektor gaya (F) yang
besarnya 40 N (N = Newton, satuan gaya) dan berarah 30o utara dari timur atau 30o
terhadap sumbu x positif. Besar vektor F = 40 N dilukiskan dengan panjang anak
panah 4 cm. Ini berarti skala yang dipilih adalah 1 cm = 10 N atau 4 cm = 40 N.2
2
http://nchien.blogspot.com/2011/11/makalah-fisika-dasar-i.html
7
8. B. Hukum II Newton
Apa yang terjadi jika gaya total yang bekerja pada benda tidak sama dengan
nol ? Newton mengatakan bahwa jika pada sebuah benda diberikan gaya total atau
dengan kata lain, terdapat gaya total yang bekerja pada sebuah benda, maka benda
yang diam akan bergerak, demikian juga benda yang sedang bergerak bertambah
kelajuannya. Apabila arah gaya total berlawanan dengan arah gerak benda, maka
gaya tersebut akan mengurangi laju gerak benda. Apabila arah gaya total berbeda
dengan arah gerak benda maka arah kecepatan benda tersebut berubah dan
mungkin besarnya juga berubah. Karena perubahan kecepatan merupakan
percepatan maka kita dapat menyimpulkan bahwa gaya total yang bekerja pada
benda menyebabkan benda tersebut mengalami percepatan. Arah percepatan
tersebut sama dengan arah gaya total. Jika besar gaya total tetap atau tidak berubah,
maka besar percepatan yang dialami benda juga tetap alias tidak berubah.
Bayangkanlah Anda mendorong sebuah gerobak sampah yang bau-nya
menyengat. Usahakan sampai gerobak tersebut bergerak. Nah, ketika gerobak
bergerak, kita dapat mengatakan bahwa terdapat gaya total yang bekerja pada
gerobak itu. Silahkan dorong gerobak sampah itu dengan gaya tetap selama 30 detik.
Ketika Anda mendorong gerobak tersebut dengan gaya tetap selama 30 menit,
tampak bahwa gerobak yang tadinya diam, sekarang bergerak dengan laju tertentu,
anggap saja 4 km/jam. Sekarang, doronglah gerobak tersebut dengan gaya dua kali
lebih besar (gerobaknya didiamin dulu). Jika anda mendorong gerobak sampah
dengan gaya dua kali lipat, maka gerobak tersebut bergerak dengan laju 4 km/jam
dua kali lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Percepatan gerak gerobak dua kali
8
9. lebih besar. Apabila Anda mendorong gerobak dengan gaya lima kali lebih besar,
maka percepatan gerobak juga bertambah lima kali lipat. Demikian seterusnya. Kita
bisa menyimpulkan bahwa percepatan berbanding lurus dengan gaya total yang
bekerja pada benda.
Seandainya percobaan mendorong gerobak sampah diulangi. Percobaan
pertama, kita menggunakan gerobak yang terbuat dari kayu, sedangkan percobaan
kedua kita menggunakan gerobak yang terbuat dari besi dan lebih berat. Jika Anda
mendorong gerobak besi dengan gaya dua kali lipat, apakah gerobak tersebut
bergerak dengan laju 4 km/jam dua kali lebih cepat dibandingkan gerobak
sebelumnya yang terbuat dari kayu ? Tentu saja tidak karena percepatan juga
bergantung pada massa benda. Anda dapat membuktikannya sendiri dengan
melakukan percobaan di atas. Jika Anda mendorong gerobak sampah yang terbuat
dari sampah dengan gaya yang sama ketika Anda mendorong gerobak yang terbuat
dari kayu, maka akan terlihat bahwa percepatan gerobak besi lebih kecil. Apabila
gaya total yang bekerja pada benda tersebut sama, maka makin besar massa benda,
makin kecil percepatannya, sebaliknya makin kecil massa benda makin besar
percepatannya.
Hubungan ini dikemas oleh eyang Newton dalam Hukum-nya yang laris manis
di sekolah, yakni Hukum II Newton tentang Gerak :
Jika suatu gaya total bekerja pada benda, maka benda akan mengalami
percepatan, di mana arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja
padanya. Vektor gaya total sama dengan massa benda dikalikan dengan percepatan
benda.
9
10. Secara matematis , Hukum II Newton dinyatakan sebagai berikut:
ΣF = ma
a adalah percepatan, m adalah massa, dan ΣF adalah gaya total. Jika
persamaan di atas ditulis dalam bentuk a = F/m, tampak bahwa percepatan sebuah
benda berbanding lurus dengan resultan gaya yang bekerja padanya dan arahnya
sejajar dengan gaya tersebut.
Tampak juga bahwa percepatan berbanding terbalik dengan massa benda.
Hukum II Newton menyatakan hubungan anatara gerak benda dengan
penyebabanya, yaitu gaya. Perhatikan bahawa hukum II Newton mencakupi hukum I
Newton, yaitu apabila ΣF = 0, maka percepatan alias a = 0.
Jadi apabila tidak ada gaya total alias resultan gaya yang bekerja pada benda
maka benda akan diam apabila benda tersebut sedang diam; atau benda tersebut
bergerak dengan kecepatan tetap, jika benda sedang bergerak. Ini merupakan bunyi
Hukum I Newton.
Setiap gaya F merupakan vektor yang memiliki besar dan arah. Persamaan
hukum II Newton di atas dapat ditulis dalam bentuk komponen pada koordinat xyz
alias koordinat tiga dimensi, antara lain :
ΣFx = max, ΣFy = may, ΣFz = maz
Kumpulan persamaan komponen di atas sama dengan hokum II Newton ΣF =
ma. Jika sebuah benda bergerak sepanjang garis lurus alias satu dimensa, maka kita
hanya menuliskannya dengan ΣF = ma. Apabila benda bergerak dalam dua dimensi
(koordinat xy), maka kita dapat menguraikan vector gaya dengan persamaan ΣFx =
max dan ΣFy = may. jumlah komponen kedua gaya tersebut sama dengan ΣF = ma.
10
11. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pengukuran, hasil yang didapatkan dari pengukuran belum dapat di
katakan tepat karena dalam pengukuran selalu terjadi derajat ketidakpastian.
Vektor merupakan besaran yang memiliki besar dan arah. Penulisan lambang
vektor dapat ditulis dengan F. Dalam pengoperasian vektor dapat dilakukan
dengan penjumlahan dan perkalian vektor.
Hukum II Newton berbunyi “Percepatan suatu benda yang disebabkan oleh
suatu gaya sebanding dan searah dengan gaya itu dan berbading terbalik
dengan massa benda yang di kenai oleh gaya tersebut, yang secara
matematis dapat dirumuskan ΣF = ma”.
Gerak harmonik sederhana adalah gerak periodik yang memiliki persamaan
gerak sebagai fungsi waktu berbentuk sinusoidal. Gerak harmonik sederhana
didefinisikan sebagai gerak harmonik yang dipengaruhi oleh gaya yang
arahnya selalu menuju titik seimbang dan besarnya sebanding dengan
simpangannya, yang secara umum persamaan yang menyatakan bahwa
periode dan frekuensi gerak harmonik sederhana pada sistem pegas yaitu: T
= 2π √m/k dan F = 1/2π√k/m.
11
12. B. Daftar Pustaka
Gabriel, J.F.1988.Fisika Kedokteran.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Supiyanto.2004.Fisika SMA untuk SMA Kelas X.Jakarta:Erlangga.
Supiyanto.2006.Fisika Untuk SMA Kelas XI.Jakarta:PHiβETA.
12