1. TUGAS :
HUKUM LAUT INDONESIA
OLEH
NAMA
: MUH.ZULKIFLI.MUHIDIN
NIM
: 211 09 344
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
2013
2. Hukum Laut Indonesia
Latar Belakang Timbulnya Dasar Hukum NKRI
Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya
merupakan kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek
ketatanegaraannya telah memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut.
Dimana pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah RI mengeluarkan
pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”.
Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah
daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya
lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan.
Adapun pertimbangan-pertimbangan yang mendorong pemerintah RI sebagai
suatu negara kepulauan sehingga mengeluarkan pernyataan mengenai
wilayah perairan Indonesia adalah :
1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan,
yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar
di lautan.
2. Demi untuk kesatuan wilayah negara RI, agar semua kepulauan dan
perairan ( selat ) yang diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan
tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan pulau yang
lainnya, atau antara pulau dengan perairannya.
3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagai menurut “Teritoriale
Zee en Mariteme Kringen Ordonampie 1939” yang dimuat
dalam Staatsblad 1939 no 442 pasal 1 ayat (1 ) sudah tidak cocok lagi
dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka
4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang
merdeka, mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk
mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan
negara serta bangsanya.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia
Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan
Nusantara. Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di
wilayah Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut
batas negara ditentukan.
Telah diketahui bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah merupakan
salah satu unsur utama selain tiga unsur lainnya, yaitu rakyat, pemerintahan
dan kedulatan. Oleh karena itu adanya wilayah dalam suatu negara
3. ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan begitu pula dengan
Indonesia. Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai
wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah disepakati bahwa
ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah
Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang
mengacu pada OrdansiHindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en
Mariteme Kringen Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah
ini dipisahkan untuk laut disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini
setiap pulau memiliki laut disekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini
berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari laut yang mengelilingi atau
yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini diusulkan oleh seorang
penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas perairan netral.
Dinamika Hak Laut Indonesia
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah
Indonesia hal ini dirasa sangat merugikan bangsa Indonesia sehingga pada
tanggal 13 Desember 1957, saat pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Ir.
Djuanda mengeluarkan pengumuman pemerintah yang dikanal dengan
Deklarasi Djuanda yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia
merupakan negara kepulauan ( Archipelagie State ). Pada dasarnya konsep
deklarasi ini menyatakan bahwa semua laut atau perairan diantara pulaupulau Indonesia tidak terpisahkan dari negara Kesatuan Republik Indonesia (
NKRI ) karena laut antar pulau merupakan laut penghubung dan satu
kesatuan dengan pualu-pulau tersebut.
Adapun pertimbangan-pertimbangan yang mendorong perombakan batasan
wilayah NKRI sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan,
yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang
tersebar di lautan.
2. Demi untuk kesatuan wilayah NKRI, agar semua kepulauan dan
perairan ( selat ) yang ada diantaranya merupakan kesatuan yang
utuh dan tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan yang
lainnya atau antar pulau dengan perairannya.
3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagaimana menurut
“Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” yang dimuat di
dalam Staatsblad 1939 no 442 pasal 1 ayat ( 1 ) sudah tidak cocok
dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka.
4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang
mrdeka, mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk
4. mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan
negara serta bangsanya.
Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang
perairan Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang
kemudian dikenal dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi
kewilayahan.
Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa
Indonesia mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi
PBB tentang hukum laut yang dikenal denganUnited Nation Conferention
on The Law of The Sea (Unclos) III tahun 1982 yang selanjutnya disebut
hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia merasifikan Hukla 1982
dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam
UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada
pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan
UU.
Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari
garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut
terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya
kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara
tersebut adalah Median.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan
beberapa ketentuan UUD 1945
1.
Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang
diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang
mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia
(
Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai
kendaraan air asing
dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin
berlayar bagi segala
kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
5. 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati
di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan
keamanan NKRI
Persetujuan Pemenrintah Indonesia dengan berapa negara dalam
penetapan garis batas Kontinen
Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang
berbatasan tidak lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah
dilakukan mengatur masalah Landasan Kontinen dua negara atau lebih
berbentuk peraturan perundangan mempunyai konsekuensi untuk
dilaksanakan, terjadinya pelanggaran perbatasan berarti kemungkinan
ketegangan akan timbul, oleh sebab itu disajikan batas-batas wilayah
sehingga garis batas Landas Kontinen antara :
1. Pemerintahan Indonesia dengan pemerintahan Malaysia
Persetujuan ke dua negara tersebut bagi pemerintahan
Indonesia yang telah disahkan secara konstitusionil diwujudkan dalam
bentuk keputusan Presiden yaitu Keputusan Presiden RI no 89 tahun
1969 menetapkan, mengesahkan persetujuan antara pemerintah RI
dengan pemerintah Indonesia tentang penetapan garis batas landas
kontinen antara ke dua negara yang di tanda tangani para delegasi
masing-masing di Kuala Lumpur pada tanggal 17 Agustus 1969.
2. Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia dan Kerajaan
Thauland
Hasil persetujuan delegasi-delegasi RI dengan Malaysia dan
Kerajaan Thailand di tanda tangani di Kuala Lumpur tanggal 21
Desember 1971 dan oleh pemerintah Indonesia secara Konstitusional
di tuangkan dalam bentuk Keputusan Presiden pada 11 Maret 1972,
yaitu Keputusan Presiden no 20 tahun 1972 tentang pengesahan
persetujuan antara pemerintah RI, pemerintah Malaysia dan Kerajaan
Thailand dalam penetapan garis-garis batas Kontinen di bagian utara
selat Malaka.
3. Pemerintah RI dengan Pemerintah Thailand.
Hasil persetujuan antara pemerintahan
RI dengan
pemerintahan kerjaan Thailand membicarakan batas landas kontinen
6. dua negara dibagian selat Malaka dan di laut Andaman, untuk
memisahkan bagian kedaulatan ke dua negara di bagian wilayah
Kontinennya dan di tanda tangani di Bangkok pada tanggal
17Desember 1971 dan oleh pemerintahan RI disahkan dalam bentuk
keputusan Presiden yang ditetapkan pada tanggal 11 Maret 1972,
yaitu keputusan presiden no 21 tahun 1972.
4. Pemerintah RI dengan pemerintah Filipina.
Sistem yang dianut Filipina dalam penetapan batas landas
kontinennya adalah sistem yang sama dengan yang dianut oleh
Indonesia yakni Middle Line atau Ekuedistant, baik Indonesia maupun
Filipina kedua nya adalah negara kepulauan. Pada bulan Mei 1979
Filipina mengumumkan ZEE 200 milnya, dengan terjadinya penetapan
batas tersebut oleh masing-masing pihak dan diukur dari garis-garis
pangkal darimana diukur laut teritorial masing-masing yang
mengelilingi kepulauannya, maka di baigian selatan Filipina ( selatan
Mindanau ) dan bagian utara Indonesia ( Laut Sulawesi dan Sangir
Talaud ).
5. Pemerintah RI dan pemerintah Vietnam
Vietnam telah mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah
perairannya pada tanggal 12 Mie 1977 dan menetapkan UU
Maritimnya pada bulan Januari 1980. Dalam UU tersebut ditetapkan
bahwa wilayah maritim Virtnam adalah sejauh 200 mil laut dengan
perincian 12 mil laut Teritorial, 2 mil wilayah menyangga dan
selebihnya ZEE. Menurut Guy Sacerdotti dalam tulisannya tahun 1980
menyebutkan bahwa pihak Indonesia berpendirian bahwa tidak ada
wilayah yang tumpang tindih dengan pihak Vietnam.
6. Pemerintah RI dengan pemerintah Papua Nugini
Kedua negara sudah membicarakan sebelumnya pada bulan
Mei 1978 yang menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian dahulu tetap
mempunyai daya laku dan akan diadakan persetujuan final mengenai
penetapan ke dua negara, juga dalam pernyataan bersana tersebut
disebutkan bahwa tindakan-tndakan yang diambil oleh pihak Papua
Nugini untuk menetapkan Zona perikanan 200 mil serta kebijakannya
dalam pergolakan sumber-sumber daya hayati dalam zona tersebut
diakui.
7. Konsepsi Wawasan Nusantara menjelma menjadi pasal-pasal Konvensi
Hukum Laut
Konsepsi penguasaan lautan oleh negara atau pulau yang didekatnya
(dikelilingi) seperti yang termaktub di dalam ordinasi tersebut pada
hakikatnya berasal dari adanya kecenderungan pengaruh oleh salah satu
diantara dua konsepsi dasar tentang lautan yang berkembang sejak abad
XVII.
Adapun dua konsepsi yang dimakhsud adalah :
1. Res Nullius : yang menyatakan bahwa lautan itu tidak ada yang
memiliki, karena itu negara atau bangsa yang berdekatan boleh
memilikinya.
2. Res Comunis : yang menyatakan bahwa lautan itu adalah milik
bersama, karena itu tidak boleh dimiliki oleh negara atau bangsa
manapun. Dalam hal ini Rezim hukum laut yang dimakhsudkan
ternyata cenderung terpengaruh oleh konsepsi dasar Res Nulius
meskipun terbatas (3 mil laut).
Konsepsi negara kepulauan yang di dalam UNCLOS I dan UNCLOS
II tidak memperoleh dukungan berarti dari negara-negara kepulauan,
keduanya berubah ke dalam dekade-dekade berikutnya. Dengan diterimanya
konsepsi negara kepulauan di dalam konvensi hukum laut 1982 dan
mengundangkannya di dalam UU no 4 PRP tahun 1960.
Kanada menyatakan bahwa setelah konvensi baru ini diterima bulan April,
Konsepsi negara kepulauan ini merupakan kemajuan yang penting yang
telah dicapai oleh UNCLOS II. Fiji menyatakan bahwa mereka telah
membakukan konsepsi ini di dalam perundang-undangan mereka. Filipina
menyatakan bahwa fakta, Konvensi mengakui kedaulatan dari negara
kepulauan atas perairan kepulauannya dan udara diatas landasan tanah di
bawah, merupakan pertimbangan yang sangat menentukan untuk Konvensi
ini.
Indonesia telah meratafisir Konvensi hukum laut 1982 dengan UU no
17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nation Convention On the Law
of The Sea yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985.
Penjelasan UU no 17 tahun 1985 antara lain memuat sebagai berikut : Bagi
bangsa dan negara RI, Konvensi ini mempunyai arti yang penting karena
untuk pertama kalinya asas negara kepulauan yang selama 25 tahun secara
terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia telah berhasil memperoleh
pengakuan resmi masyarakat Internasional.
Pengakuan resmi asas negara kepulauan ini merupakan hal yang penting
dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan deklarasi
8. Djuanda 13 Desember 1957, dan Wawasan Nusantara sebagaimana
termakhtub dalam ketetapan MPR tentang GBHN yang menjadi dasar bagi
perwujudan kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi,
sosial, budaya dan pertahanan keamanan
Konsepsi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan semangat persatuan dan
kesatuan wilayah nusantara serta memberikan kesejahteraan bangsa, maka
pemerintah Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980, mengumumkan Deklarasi
Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE I ).
Yang dimakhsud Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut di luar laut wilayah
Indonesia sejauh 200 mil laut dari garis pangkal atau garis dasar.
Pengumuman deklarasi ZEE I berdasarkan Perpu no 4 tahun 1960 tentang
perairan Indonesia.
Konsepsi ZEE Indonesia didasarkan oleh faktor-faktor :
1. Semakin terbatasnya persediaan ikan
Bertambahnya jumlah penduduk akn meningkatkan permintaan
ikan untuk baha makan. Sedangkan hasil perikanan dunia akan
berada di bawah tingkat permintaan. Sehingga melalui ZEE ini,
Indonesia dapat melindungi sumber-sumber daya hayati yang ada di
laut.
2. Pembangunan nasional Indonesia.
Dalam usaha pembangunan nasional Indonesia, sumber daya
alam yang terdapat di laut sampai ke batas 200 mil dari garis-garis
pangkal, dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan bangsa. Sumber daya Alam Ini merupakan modal dasar
pembangunan guna mencapai kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
di semua bidang kehidupan sesuai dengan UUD 1945.
3. Zona Ekonomi Eksklusif sebagai Rezim hukum Internasional
Di sini berarti bahwa ZEE I telah menjadi bagian dari hukum
internasional kebiasaan. Setelah Indonesia merdeka tetapi sebelum
terjadinya pembaharuan hukum atas laut wilayah negara RI masih
mendasarkan diri kepada TZMKO 1939, yang menetapkan bahwa
perairan daerah jajahan Hindia-Belanda wilayah lautnya meliputi
sejauh 3 mil laut yang diukur dari garis dasar, dan ditentukan pada
waktu air surut dari masing-masing pulau, selain itu didasarkan pada
aturan peralihan pasal 2 UUD 1945, pasal 192 Konstitusi RIS dan
pasal 1942 UUDS.
Tetapi kemudian aturan menurut TZMKO 1939 dirubah oleh UU no PRP
tahun 1960 dengan menetapkan batas wilayah laut adalah sejauh 12 mil
yang ditentukan dari pulau yang palig luar ke pulau yang terluar lainnya,
9. maka UU tersebut berati mengimplementasikan beberapa ketetntuan UUD,
yaitu :
a. Alinea ke 4 pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :
. . . . . . .Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. .
....
dan seterunya
b. Pasal 1 ayat ( 1 ) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik
Dengan demikian maka negara kepulauan Indonesia merupakan negara
kesatuan baik dilihat dari segi Yuridis maupun dari segi kenyataan dengan
laut (Perairan) berfungsi sebagai sarana penghubung untuk pulau yang satu
dengan lainnya (bukan sebagai sarana pemisah).