1. Sikap Yang Harus Dimiliki Kepala Keluarga
Membina rumah tangga sama halnya dengan mengarungi samudera dengan sebuah kapal
besar. Kadang ombak kecil datang menerpa, kadang ombak besar menerjang. Mungkin saat
ombak kecil kita masih kuat menahan , namun saat ombak besar yang menerpa kita menjadi
lemah dan terombang - ambing. Bahtera rumah tangga sangatlah rapuh dan mudah bocor
serta hancur. Maka itu kita harus terus memperbaiki dan memperkuat bahtera rumah tangga
kita. Namun banyak orang yang tidak berhasil mempertahankan bahtera rumah tangga
tersebut, tapi banyak juga yang berhasil.
Lalu bagaimana cara mempertahankan bahtera rumah tangga ini ?
Sebagaimana sebuah kapal besar , maka terdapat seorang kapten. Bahtera rumah tangga ini
terdapat juga seorang kapten, yaitu suami. Tugas seorang kapten adalah mengarahkan dan
memimpin awak kapal untuk mencapai tujuan dan membawa kapal selamat semuanya. Tugas
kapten sangatlah tidak mudah , karena dibutuhkan jiwa seorang pemimpin. Seorang
pemimpin yang baik tidaklah mementingkan dirinya sendiri , tapi mementingkan kepentingan
seluruh awaknya. Seorang pemimpin tidak mementingkan kebutuhan seorang anggotanya
saja, tapi semua awaknya. Seorang kapten mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan
kebenaran yang hakiki, kebenaran yang akan menguntungkan seluruh anggotanya. Seorang
pemimpin berada paling depan dalam menghadapi semua masalah , dan tantangan . Seorang
pemimpin selalu tegar dan kuat dalam bertarung dengan semua maalah dan tantangan ,
karenanya para anggotanya selalu berlindung dibaliknya.
Itulah semua sikap seorang kapten atau pemimpin yang harus dimiliki oleh seorang kepala
keluarga dalam memimpin bahtera rumah tangga ini. Aplikasi sikap itu untuk kepala
keluarga dalam membawa bahtera rumah tangganya adalah :
1. Jangan suka mengeluh. Sikap mengeluh menunjukkan sikap lemah, sikap seorang
pecundang. Sikap yang menunjukan bahwa kita terlalu lemah dalam menghadapi
semua masalah termasuk masalah kecil. Sebagai kepala keluarga kita harus kuat dan
tegar , dan tidak boleh ada masalah yang dapat mengalahkan kita. Untuk itu janganlah
Anda mengeluh.
2. Jangan suka membicarakan keburukan orang lain. Kadang seorang istri sangat
suka dengan gosip. Perempuan itu mahkluk lemah , makanya dia tidak mampu
menghadapi orang lain, caranya adalah dengan menggosipkan keburukan orang
tersebut dibelakangnya. Kadang kita kepala keluarga sering terhanyut untuk ikut
berempati dengan ikut ambil bagian dan menanggapi gosip istri kita. Untuk itu
janganlah sampai kita menanggapi gosip tersebut. Tapi jangan juga kita melarangnya
agar tidak bergosip, karena itu tidak akan menimbulkan konflik. Cara terbaik adalah
mendiamkan saja ,ketika dia bergosip, dan jangan beri respon apapun terhadap
gosipnya yang negatif, tapi responlah jika gosip itu positif.
3. Jangan menyimpan amarah ! Pemimpin tidak pernah marah pada anggotanya. Dia
hanya memerintah anggotanya dengan sangat keras dan tegas. Walaupun kita
menunjukkan kemarahan kita , tapi itu semua adalah perintah yang harus istri patuhi
untuk menuruti perintah kita. Tapi bukan untuk menunjukkan sakit hati dan kekesalan
kita.
4. Ambil keputusan berdasarkan kepentingan bersama ! Tidak ada anggota keluarga
yang merasa dimenangkan atas keputusan kita. Kepala keluarga harus adil dalam
2. memutuskan sesuatu, karena itu jangan terlalu terburu - buru dalam memutuskan
sesuatu hal. Pertimbangkan dengan masak dan ikuti intusi Anda.
5. Bekerja lebih banyak dan lebih keras dari istri Anda! Tunjukkan bahwa Anda
adalah seorang yang kuat dan tangguh. Anda melebih istri Anda dalam berbagai hal,
maka Anda dapat melakukan segala hal dalam rumah tangga. Anda mampu mencari
nafkah , mengurus anak, memberishkan rumah , mencuci baju, dan semuanya. Hal ini
akan membuat Anda menjadi panutan yang sangat dikagumi istri dan anak Anda.
Anggota keluarga akan hormat dan tunduk pada Anda , karena Anda bukan hanya
tukang perintah , namun Anda adalah orang yang sanggup melakukan segala hal
dalam segala kondisi. Ya dalam segala kondisi , termasuk saat Anda capek dan sangat
capek . Hal itu membuat semua anggota keluarga akan sangat mengagumi Anda.
6. Perintah hanya satu kali ! Beri perintah atau nasehat pada istri dan anak cukup satu
kali saja. Jangan pernah menjabarkan panjang lebar , karena tidak ada orang yang
mau diperintah. Bila perintah Anda tidak dituruti , maka Anda harus memberikan
kosekuensi. Bila Anda memerintahkan istri Anda mematikan TV saat malam agar dia
cepat tidur , tapi dia tidak menuruti. Pergilah dan tinggalkan dia , dengan masuk
kamar dan tidurlah Anda langsung. Tak perlu marah - marah dengan kata Anda.
Masih banyak sikap kepala keluarga yang harus dikuasai. Peranan kepala keluargalah yang
akan mampu membawa rumah tangga tetap langgeng sampai kakek - nenek. Untuk itu
rubahlah diri Anda dulu sebagi kepala keluarga, dengan memilki sikap seorang pemimpin.
Menikah :
Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan
golonganku !"(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
Pernikahan menyatukan dua energi besar untuk sama-sama berjuang menggapai ridlo Allah
SWT. Penyatuan energi sehingga membentuk suatu sinergi tentunya membutuhkan waktu
untuk saling menyesuaikan diri. Dalam proses penyesuaian itulah akan banyak ditemui
ketidakcocokan, pergesekan yang menimbulkan konflik dari masing –masing pasangan.
Betapa tidak masing-masing memiliki latar belakang budaya, kebiasaan, karakter yang
berbeda untuk diselaraskan sesuai dengan keinginan Allah SWT dalam sebuah pernikahan.
Agar konflik dan masalah dalam berrumah tangga dapat diminimalisir maka setiap pasangan
harus memiliki pengetahuan yang cukup sebelum mereka memasuki jenjang pernikahan,
sehingga dalam mengarungi bahtera rumah tangga mereka sudah siap menghadapi
goncangan, pergesakan dan hambatan yang ada.
Pernikahan
Pernikahan adalah konsep sakral dari sebuah kontak (ijab Qobul) secara syah yang dilakukan
oleh pasangan lelaki dan perempuan sesuai tata nilai hukum yang berlaku, baik hukum positif
maupun hukum religius.
Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi
Ijab qabul artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan
bicaranya menyatakan menerima. Ijab qabul adalah seorang wali atau wakil dari mempelai
perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di
3. bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan
tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang
kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya
serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang
laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau
tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku
kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Secara umum tujuan suatu penikahan menurut Islam adalah untuk mencapai ridho Allah,
secara khusus yakni :
1. Mengabdi ke hadapan Allah.
2. Malaksanakan sunnah Rasulullah.
3. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.
4. Membentuk suatu masyarakat islami.
5. Mendapatkan ketenangan jiwa.
"Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah)
menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS At-Taubah: 71)
Percekcokan dalam Rumah Tangga
Dalam suatu interaksi dua manusia yang berlatar belakang beda baik secara kultur, karakter
dan gaya hdup sudah dapat dipastikan tidak akan lepas dari suatu pergesekan nilai dan
kebiasaan, sehingga menimbulkan suatu percekcokan.Hal ini sangat wajar dan manusiawi,
jangankan pasangan seperti kita manusia biasa, rumah tangga Rasulullah pun tidak lepas dari
percekcokan, yang membedakannya dengan kita Rasulullah memiliki akhlaq yang mulia dan
dibimbing oleh Allah untuk menjadi contoh bagi ummatnya.
Banyak keluarga muslim yang hanya karena masalah kecil mengakhiri pernikahan, suatu
ikatan yang telah Allah kokohkan. Masalah bisa saja hanya bermula dari salah persepsi
karena komunikasi yang tidak lancar sehingga menimbulkan salah pengertian atau mungkin
kebiasaan kecil suami yang tidak disukai isteri atau juga ketidaktepatan mengekspresikan
emosi seperti kecewa, marah. Semuanya bisa saja terjadi hanya saja ada pasangan yang
mampu mengatasi masalah kecil tersebut dengan baik ada juga yang tidak mampu
menyelesaikannya sehingga masalah kecil tersebut menumpuk dan menjadi bom waktu yang
akan menghancurkan bahtera rumah tangga yang sedang dibangun.
Faktor-faktor penyebab terjadinya percekcokan dalam rumah tangga adalah:
1. Kurang lancarnya komunikasi
Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting dalam berrumah tangga, bagaimana
mungkin masing-masing pasangan mengetahui keinginan dan harapan pasangannnya kalau
tidak adanya komunikasi yang baik sehingga keinginan dan harapan tersampaikan dan tidak
4. salah persepsi. Seorang suami atau isteri hendaknya menyampaikan pesan dengan lembut dan
baik, tentunya dengan mempertimbangkan pula waktu dalam menyampaikan pesan tersebut.
Suami yang baru saja pulang kerja dengan badan yang lelah dan perut yang lapar tidak
mungkin seorang isteri menyampaikan keluhannya sepanjang siang itu, tapi harus menunggu
waktu yang tepat dimana suami dalam keadaan yang santai dan tenang
2. Kurangnya pengetahuan/ ilmu
Sebelum memasuki jenjang berrumah tangga calon suami atau isteri sebaiknya menggali dan
menyempurnakan ilmu tentang pernikahan, dengan ilmu maka kita akan paham seperti apa
rumah tangga yang dicontohkan Rasulullah dan bagaimana melajukan bahtera di tengah
lautan kehidupan yang bergelombang.
3. Kurangnya pengendalian diri masing-masing pasangan
Sebelum menikah mungkin segalanya tampak indah di depan mata. Satu, dua, tiga bulan
pertama semuanya bak di syurga dunia, tapi ketika usia pernikahan memasuki bulan keempat
mulailah masalah bermunculan. Disini kita harus mampu mengendalikan diri kita.
Kemampuan kita dalam mengendalikan diri diuji oleh Allah. Sikap yang tepat dalam
menghadapi dan mengatasi masalah adalah dengan senantiasa berlindung dan memohon
pertolongan Allah untuk tetap tenang, diberi kemudahan untuk berpikir jernih dan bertindak
tepat.
Banyaklah belajar dari pengalaman orang-orang yang sudah berpengalaman dalam berrumah
tangga, khususnya keluarga-keluarga mukmin, bagaimanakah mereka mengatasi konflik
rumaha tangga, bagaimanakah mereka mengendalikan diri ketika menghadapi masalah.
4. Tidak adanya kesadaran sebagai hamba
Seorang hamba Allah sepanjang hidupnya selalu mengabdi, segala aktifitasnya harus selalu
bernilai ibadah di hadapan Allah dalam QS. Adz Dzaariyaat : 55 dikatakan ” dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi (beribadah) kepadaKu”
Maka seorang hamba Allah akan meninggalkan semua sikap dan perilakunya yang tidak
bernilai ibadah. Semua yang dilakukannya harus untuk dan atas nama Allah, dengan bertitik
tolak pada ”Sukakah Allah dengan apa yang akan kulakukan?”
Benarkah Budaya Jawa ”Nrimo” Sesuai Syariat Islam?
Perempuan adalah mahluk yang sangat istimewa dengan kehalusan budi pekerti, kelembutan
cinta, wajah nan anggun berwibawa, suara yang lirih, langkah yang gemulai dan sikap yang
taat, patuh, hormat pada orang tua serta berbakti pada suami, merupakan gambaran
perempuan di mata bangsa Jawa dan beberapa bagian di Indonesia. Tabu jika ada seorang
perempuan yang lantang, memberontak terhadap suatu keputusan orang tua atau suaminya,
melanggar adat katanya. Bahkan ketika seorang suami menyakitinya, menjadikannya isteri
simpanan pun tabu baginya untuk menolak apa lagi melawan.
Nilai-nilai tersebut semakin menguat dengan datangnya Islam ke Pulau Jawa, walau salah
kaprah dalam memahaminya budaya ’nrimo’ sudah menjadi bagian dari kehidupan beragama
5. di Jawa. Suami adalah pimpinan rumah tangga sehingga apa yang dikatakannya mutlak harus
ditaati ’pamali’ jika membantah atau menolak.
Sebenarnya perintah taat dalam Islam tidak demikian, selalu diikuti kata ”selama pimpinan
(baik kepala rumah tangga, pemimpin masyarakat dan pimpinan negara) tersebut tunduk dan
taat kepada Allah dan RasulNya.
Ketaatan kepada ulil amri merupakan ketaatan bersyarat yakni taat manakala ulil amri
tersebut berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, apalagi ketaatan terhadap
seorang suami. Taat dan patuh kepada suami adalah semata-mata hanya karena Allah telah
memerintahkannya, sehingga semua yang dilakukan suami atau isteri akan bernilai ibadah
manakala ia melakukannya atas nama Allah SWT, mencintai suami atau isteri merupakan
bentuk kecintaan terhadap Allah SWT.
Manakala seorang pimpinan berbuat menyimpang dari Al Qur’an dan sunnah Rasulullah
maka ketaatan tersebut menjadi batal adanya. Dalam berrumah tangga jika suami berbuat
salah maka isteri wajib mengingatkannya, mengajaknya kembali ke jalan yang benar, tetapi
jika berbagai cara telah dilakukan untuk mengingatkan suami maka suami tersebut tidak
wajib untuk ditaati, sehingga ’nrimo’ nya Jawa tidak berlaku. Dalam hal ini manakala suami
menyimpang dari ketentuan Allah SWT maka isteri tampil bak seorang ’Srikandi’ di medan
perang gigih berjuang melemahkan nafsu syetan yang ada dalam diri suami.
Seperti telah disebutkan di atas QS At Taubah : 71 "Dan orang-orang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain.
Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi
rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS At-
Taubah: 71)
Suami isteri harus merupakan penolong menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah pada hal
yang munkar, sehingga ketika percekcokan suami isteri karena salah satunya menyimpang
dari ketentuan Allah, maka pasangannya mengingatkan dan meluruskannya, sehingga
percekcokan tersebut akan bernilai ibadah. Percekcokan inilah yang dibenarkan oleh Allah
SWT dan bahkan dianjurkan, seperti dalam hadits Bukhori Muslim
”Jika melihat kemunkaran cegahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu cegah dengan
lisanmu dan jika tidak mampu cukuplah dengan hati maka itulah selemah-lemahnya iman”
Suami dan Isteri Sebagai Partner
Era globalisasi informasi telah mengubah pandangan tentang wanita dan isteri, posisi wanita
bukan berada di bawah telunjuk pria atau kaum suami tetapi memiliki kedudukan yang sama
bahkan lebih tinggi. Fenomena pandangan tentang wanita ’mampu mengerjakan semua
pekerjaan seperti halnya pria’ telah menyeret wanita meniggalkan fitrahnya,banyak
ditemukan keputusan dan pengelolaan rumah tangga mutlak di tangan isteri, sehingga suami
kehilangan wibawa dan pengaruhnya dalam memimpin rumah tangga.
Islam dien yang menjunjung tinggi wanita, dalam Islam wanita adalah partner dalam
menjalani biduk rumah tangga. Wanita dan pria sama-sama sebagai subyek bukan obyek.
Namun tetap pria dengan berbagai kelebihan yang Allah berikan ia sebagai pemimpin dalam
berrumah tangga. Isteri dalam hal ini sebagai partner, sebagai wakil di rumah tangga.
6. Jika fitrah yang Allah tetapkan ini dilanggar maka lihatlah kesudahan orang-orang yang tidak
mentaati ketetapan Allah SWT, malapetaka dan kehancuran yang akan didapat., serta jauh
dari rahmat dan kasih sayang Allah SWT.
Menjalankan peran sebagai subyek dalam rumah tangga, berarti isteri memiliki kewajiban
untuk menolong, meluruskan suami ketika suami berbuat menyalahi aturan Allah SWT,
sudah barang tentu sebaliknya jika isteri menyimpang dari jalan Allah SWT maka suami
berkewajiban mendidik dan mengarahkannya ke jalan yang benar.
Jika dalam menjalankan perannya baik suami atau isteri tidak mau mendengarkan tausyiah
kita maka percekcokan akan terjadi, namun percekcokan ini akan menjadi ibadah di hadapan
Allah, sehingga tidak perlu khawatir selama kita benar sesuai dengan ketetapan Allah
janganlah takut atau merasa bersalah pada saat kita harus adu mulut atau mungkin adu otot
dengan pasangan kita.
Dari uraian di atas maka sebaiknya calon isteri atau suami sebelum memasuki jenjang
pernikahan, sempurnakanlah ilmu dan pengetahuan tentang berrumah tangga sesuai tuntunan
Rasulullah SAW .Melalui tahapan seperti di bawah ini :
1. Ta’aruf
” Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.”
(QS.Al Hujurat : 13)
Ta’aruf tidak identik dengan pacaran, ta’aruf artinya saling mengenali diri masing- masing.
Proses ta’aruf sebelum menikah hanya dibolehkan jika sesuai syariat yang telah Allah
tetapkan, bukan liar dan tidak terkontrol. Ta’aruf yang dibenarkan memiliki rambu-rambu
sebagai berikut :
bertujuan mengenali pasangan untuk menuju jenjang pernikan (bukan untuk eksploitasi hawa
nafsu)
tidak berduaan, harus ada muhrim dari pihak calon mempelai perempuan
pembicaraan tidak mengarah pada hal-hal yang menimbulkan birahi
saling menyesuaikan diri satu sama lain
Dalam ta’aruf ini hendaknya masing-masing pasangan saling bertanya mengenai :
- Apa yang menjadi tujuan dan hidup pasangannya?
- Apa saja yang disukai?
- Apa yang dibenci?
- Apa saja yang membuatnya kecewa?
- Apa saja yang membuatnya marah ?
- Apa cita-citanya?
- Apa tujuan menikah?
- Bagaimana cara mengatasi masalah selama ini?
- Dan lain sebagainya.
Sehingga jika masing-masing pasangan mengenai kebiasaan dan sifat calon istri atau
suaminya, ia memiliki bahan untuk saling menyesuaikan diri.
7. 2. Tafahum
Tafahum adalah saling memahami, setelah masing-masing pasangan saling mengenal maka
tahapan selanjutnya adalah saling paham, mengerti dan menyesuaikan diri kebiasaan masing-
masing, sehingga semua masalah dihadapi dengan tenang karena masing-masing mengetahui
cara pandangnya.
3. Ta’awun
"Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah)
menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS At-Taubah: 71)
Ta’awun berarti saling menolong, seperti ayat di atas bahwa suami/isteri adalah penolong
bagi pasangannya, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan dengan penuh kasih
sayang.
4. Takaful
Takaful artinya penyeimbang, pasangan suami isteri harus menjadi penyeimbang dari
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kekurangan yang dimiliki isteri hendaknya
dilengkapi oleh kelebihan yang dimiliki suami begitupun sebaliknya, sehingga sama-sama
berproses untuk saling melengkapi dan saling menyempurnakan untuk menjadi hamba allah
yang berprestasi.