1. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling
Asas berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), dasar
cita-cita (perkumpulan atau organisasi), dan hukum dasar. Prinsip berarti asas
(kebenaran
yg
menjadi
pokok
dasar
berpikir,
pedoman
bertindak),
dan
dasar.
(http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html)
Asas-asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus
diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan
pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. (Tidjan dkk, 2000: 15)
B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Pekerjaan
profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin
efisien dan efektivitas proses dan hasil-hasilnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan
dan
konseling
kaidah-kaidah
tersebut
dikenal
dengan
asas-asas
bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam
penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara
dengan baik, sangat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian
tujuan yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar
sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan
tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang
terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Asasasas yang dimaksud tersebut antara lain:
1. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan
klien (peserta didik) kepada konselor (guru
pembimbing) tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau
keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui oleh orang lain. Asas
kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika
asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan
akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan
klien, sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling
dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas
kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya
2. pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien dan para calon klien. Mereka
takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi
bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah pelayanan
bimbingan dan konseling ditangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien
itu.
2. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik
dari pihak si terbimbing atau klien maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan
secara sukarela dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan
masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan selukbeluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor. Konselor hendaknya
dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor
memberikan bantuan dengan ikhlas.
3. Asas Keterbukaan
Dalam
pelaksanaan
bimbingan
dan
konseling
sangat
diperlukan
suasana
keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien.
Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar,
tetapi juga diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka
diri
untuk
kepentingan
pemecahan
masalah.
Individu
yang
membutuhkan
bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang
tentang dirinya sendiri, sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta
pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan.
Keterusterangan
dan
kejujuran
klien
akan
terjadi
jika
klien
tidak
lagi
mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan. Maksudnya, klien telah betulbetul mempercayai konselornya dan benar-benar mengharapkan bantuan dari
konselornya. Lebih jauh keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu
bahwa konselornya terbuka.
Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertamatama mau membuka diri sendiri, sehingga apa yang ada pada dirinya dapat
diketahui oleh orang lain (konselor) dan keduanya mau membuka diri dalam arti
mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak
konselor,
keterbukaan
terwujud
dengan
ketersediaan
konselor
menjawab
pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu
dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu masingmasing pihak bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lain.
4. Asas Kekinian
3. Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan
bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin akan
dialami dimasa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut
masalah lampau dan/atau masalah yang akan datang yang perlu dibahas dalam
upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalah
merupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah yang dihadapi
sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan. Dalam usaha
yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah
“apa yang perlu dilakukan sekarang”, sehingga kemungkinan yang kurang baik di
masa datang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menundanunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat
misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera
memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan
dengan berbagai dalih. Konselor harus mendahulukan kepentingan klien daripada
yang lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak
memberikan
batuannya
kini,
maka
konselor
harus
dapat
mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk
kepentingan klien.
5. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri
sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu
yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok
mampu:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
b. Menerima diri sendiri secara positif dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuankemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian
sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling dan hal itu
disadari baik oleh konselor maupun klien.
6. Asas Kegiatan
4. Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien
melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil
usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan
harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan
semangat klien, sehingga klien mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang
diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam
konseling.
Asas ini merujuk pada pola konseling “multidimensional” yang tidak hanya
mengandalkan transaksi verbal antara klien dengan konselor. Dalam konseling
yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien
mengalami proses konseling dan aktif pula melaksanakan atau menerapkan hasilhasil konseling.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar klien yang menjadi sasaran
pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/
kegiatan bimbingan. Dalam hal ini konselor perlu mendorong klien untuk aktif
dalam setiap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan
baginya
7. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan
pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu
tidaklah sekedar mengulang hal yang lama, yang bersifat menonton, melainkan
perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaharuan, suatu yang lebih maju,
dinamis
sesuai
dengan
arah
perkembangan
klien
yang
dikehendaki.
Asas
kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada dan
menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran
pelayanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang,
serta
berkelanjutan
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
tahap
berbagai
aspek
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan
Pelayanan
kepribadian
bimbingan
klien.
dan
konseling
Sebagaimana
berusaha
diketahui
memadukan
individu memiliki berbagai aspek
kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi, dan terpadu justru
akan menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri klien, juga harus
diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Hendaknya aspek
layanan yang satu jangan sampai tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.
5. Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang
luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai
sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu
dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya layanan
bimbingan dan konseling.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar berbagai pelayanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing
maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama
antara konselor dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan
dan
konseling
perlu
terus
dikembangkan.
Koordinasi
segenap
pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/ negara,
norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan
terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi
dan layanan harus sesuai dengan norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik,
dan
peralatan
yang
dipakai
tidak
menyimpang
dari
norma-norma
yang
dimaksudkan. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan normanorma yang dimaksudkan itu.
Ditilik dari permasalahan klien barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan
konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami
masalah melanggar norma tertentu), tetapi justru dengan pelayanan bimbingan
dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada lebih
bersesuaian dengan norma. Lebih jauh, layanan meningkatkan kemampuan klien
memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan
sistematik
dengan
menggunakan
prosedur,
teknik,
dan
alat
(instrumentasi
bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat
latihan secukupnya, sehingga dengan itu dapat dicapai keberhasilan pemberian
layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu.
6. Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan
sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan
praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang
konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik.
Keprofesionalan konselor harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik
bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alihtangan jika konselor
sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, tetapi
individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan,
maka konselor dapat mengirim individu kepada petugas atau badan yang lebih ahli.
Disamping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling hanya mengenai masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan
petugas yang bersangkutan dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang
untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung mengacu kepada bimbingan dan
konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal
(tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang
terbebas dari masalah-masalah kriminal maupun perdata.
Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau
ahli lain, dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus
kepada guru mata pelajaran/ praktik dan lain-lain.
12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan
suasana
yang
mengayomi
(memberikan
rasa
aman),
mengembangkan
keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada klien untuk maju. Demikian juga segenap layanan atau
kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan
sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan
seperti itu.
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka
hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan
sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi
dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso”.
7. Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan
pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap pada konselor saja, tetapi
diluar hubungan proses
bantuan bimbingan dan konseling
pun hendaknya
dirasakan adanya manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.
Selain asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu
diselenggarakan
secara
terpadu
dan
tepat
waktu,
yang
satu
tidak
perlu
dikedepankan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas
dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu
tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling
akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti sama sekali. (Priyatno, 2004: 114120)
C. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan
bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian
filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia,
perkembangan
dan
kehidupan
manusia
dalam
konteks
sosial
budayanya,
pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan
dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah,
program pelayanan, dan penyelenggaraan pelayanan. Beberapa prinsip bimbingan
dan konseling dari berbagai sumber antara lain: (Priyatno, 1994: 220-223)
1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah peserta didik (individuindividu), baik secara perseorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat
bervariasi, misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi
keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatannya, keterikatannya terhadap suatu
lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya. Berbagai variasi itu menyebabkan
individu yang satu berbeda dari yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik.
Secara lebih khusus, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah
perkembangan dan perikehidupan individu, tetapi secara lebih nyata dan langsung
adalah sikap dan tingkah lakunya. Sikap dan tingkah laku individu sangat
dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi diri sendiri, serta kondisi
lingkungannya. Variasi dan keunikan individu, aspek-aspek pribadi dan lingkungan,
8. serta sikap dan tingkah laku individu dalam perkembangan dan kehidupannya itu
mendorong
dirumuskannya
prinsip-prinsip
bimbingan
dan
konseling
sebagai
berikut:
a. Bimbingan dan konseling melayani individu, tanpa memandang umur, jenis
kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang
terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik. Oleh karena
itu,
pelayanan
bimbingan
dan
konseling
perlu
menjangkau
keunikan
dan
kekompleksan pribadi individu.
c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan
kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap individu
dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.
d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung
faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada pola-pola tingkah laku yang
tidak seimbang. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling yang
bertujuan
mengembangkan
penyesuaian
individu
terhadap
segenap
bidang
pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan individu.
e. Meskipun individu yang satu dengan yang lainnya adalah serupa dalam berbagai
hal, perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya
yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu
tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja, ataupun orang dewasa.
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu
tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan
hambatan-hambatan
terhadap
kelangsungan
perkembangan
dan
kehidupan
individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu. Masalahmasalah yang timbul sangat bervariasi. Secara ideal pelayanan bimbingan dan
konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu.
Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan
bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah:
a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan
bidang perkembangan dan kehidupan individu, tetapi bidang bimbingan pada
umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental
dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, di sekolah, serta dalam
9. kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi
lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Keadaan sosial, ekonomi, dan politik yang kurang menguntungkan merupakan
faktor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama
dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan
Kegiatan
pelayanan
bimbingan
dan
konseling
baik
diselenggarakan
secara
insidental maupun terprogram. Pelayanan insidental diberikan kepada klien-klien
yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor untuk
meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan kepada klien secara langsung
pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu mereka itu datang. Konselor
memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka. Klien-klien insidental
seperti itu biasanya datang dari luar lembaga tempat konselor bertugas. Pelayanan
insidental itu merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan praktek
pribadi.
Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian
pelayanan
bimbingan
dan
konselingnya
menjadi
tanggung
jawab
konselor
sepenuhnya. Konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan. Program ini
berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu (misal sekolah atau kantor) dengan
memperhatikan variasi masalah yang mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat
diselenggarakan,
rentangan
dan
unit-unit
waktu
yang
tersedia
(misalnya
caturwulan, atau semester, atau bulan), ketersediaan staf, kemungkinan hubungan
antarpersonal dan lembaga, kemudahan-kemudahan yang tersedia, dan faktorfaktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan di lembaga tersebut.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling
itu adalah seebagai berikut:
a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan
pengembangan. Oleh karena itu, program pengembangan bimbingan dan konseling
harus
disusun
dan
dipadukan
sejalan
dengan
program
pendidikan
dan
pengembangan secara menyeluruh.
b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi
lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu, dan masyarakat.
c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara
berkesinambungan kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa. Disekolah
misalnya, dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
10. d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penialian
yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh,
serta
mengetahui
kesesuaian
antara
program
yang
direncanakan
dengan
pelaksanaannya.
4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan layanan
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat insidental
maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan
ini, selanjutnya diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga
ahli di bidangnya, yaitu konselor profesional. Konselor yang bekerja di suatu
lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah sekolah), sangat berkepentingan
dengan peyelenggaraan program-program bimbingan dan konseling secara teratur
dari waktu ke waktu. Kerja sama dari berbagai pihak, baik didalam maupun diluar
tempat konselor bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip
berkenaan dengan hal tersebut adalah:
a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu. Oleh
karena
itu,
pelayanan
bimbingan
dan
konseling
harus
diarahkan
untuk
mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapai
setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya.
b. Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien
hendaklah atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari
konselor.
c. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh
(dan kalau perlu dialihtangankan kepada) tenaga ahli dalam bidang yang relevan
dengan permasalahan khusus tersebut.
d. Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Oleh karen itu,
dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan
khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.
e. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan
bimbingan dan konseling. Oleh kerana itu, kerja sama antara konselor dengan guru
dan orang tua sangat diperlukan.
f. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh karena
itu, keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk
mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan
individu.
g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh
mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian terhadap
11. individu hendaknya dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran
dan
penilaian
itu
dikembangkan
dan
dimanfaatkan
dengan
baik.
Dengan
pengadministrasian instrument yang benar-benar dipilih dengan baik, data khusus
tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan berbagai ciri
kepribadian hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan dipergunakan sesuai dengan
keperluan.
h.
Organisasi
program
bimbingan
hendaknya
fleksibel,
disesuaikan
dengan
kebutuhan individu dengan lingkungannya.
i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya
diletakkan dipundak seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara
khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerja sama dengan staf dan
personal, lembaga ditempat bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat
menunjang program bimbingan dan konseling.
j. Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan.
Kesuksesan
pelaksanaan
program
diukur
dengan
melihat
sikap-sikap
yang
berkepentingan dengan program yang sedang disediakan (baik pihak-pihak yang
melayani maupun yang dilayani), dan perubahan tingkah laku klien yang pernah
dilayani. (Prayitno & Erman Amti, 2004: 218-223)
Menurut Tidjan dkk, prinsip-prinsip bimbingan dan konseling dapat dijabarkan
menjadi prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus, yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip umum
a. Dasar bimbingan dan konseling tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan dan
dasar negara dimana bimbingan dan pendidikan itu berada di dasar bimbingan dan
konseling adalah Pancasila, yang merupakan dasar falsafah dan pandangan hidup
bangsa Indonesia.
b. Tujuan bimbingan dan konseling tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada
umumnya
hingga
tujuan
bimbingan
adalah
membantu
tercapainya
tujuan
pendidikan.
c. Fungsi bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan maupun pengajaran,
sehingga langkah bimbingan dan konseling harus sejalan dengan langkah-langkah
pendidikan.
d. Bimbingan dan konseling diperuntukkan semua individu normal tidak terbatas
umur.
e. Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada individu dalam proses
perkembangannya.
12. f. Bimbingan lebih mengutamakan segi-segi preventif, disamping usaha-usaha yang
bersifat korektif, kuratif, maupun preservatif.
g. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
h. Bimbingan diberikan secara profesianal, yaitu diberikan oleh orang-orang yang
betul-betul ahli dibidangnya dan dilaksanakan secara ilmiah sesuai dengan
prosedurnya.
i. Bimbingan diberikan untuk membantu individu untuk dapat menyatakan dirinya
dan mengaktualisasikan dirinya, sehingga akhirnya dapat membimbing dirinya
sendiri.
j. Bimbingan adalah individualisasi dan sosialisasi dalam pendidikan.
k. Bimbingan diberikan sesuai dengan kode etik bimbingan dan konseling.
l.
Program
bimbingan
harus
senantiasa
diadakan
penilaian
teratur
untuk
mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang diperoleh.
2. Prinsip-prinsip khusus
Terhadap
prinsip-prinsip
ini
seperti
yang
telah
digariskan
oleh
Pedoman
Pelaksanaan Kurikulum tahun 1975 Buku III C adalah sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang dibimbing
(siswa).
1) Layanan bimbingan harus diberikan kepada semua siswa.
2) Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan kepada siswa
tertentu.
3) Program bimbingan harus berpusat pada siswa.
4) Pelayanan bimbingn harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu yang
bersangkutan secara serba ragam dan serba luas.
5) Keputusan terakhir dalam proses bimbingan ditentukan oleh individu yang
dibimbing.
6) Individu yang mendapat bimbingan harus berangsur-angsur harus dapat
membimbing dirinya sendiri.
b. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang memberikan
bimbingan (konselor atau guru pembimbing).
1)
Petugas-petugas
bimbingan
harus
melakukan
tugasnya
sesuai
dengan
kemampuannya masing-masing.
2) Petugas bimbingan di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian
pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya.
3)
Petugas-petugas
bimbingan
harus
mendapat
kesempatan
untuk
memperkembangkan dirinya serta keahliannya melalui berbagai latihan penataran.
13. 4) Petugas-petugas bimbingan hendaknya selalu mempergunakan informasi yang
tersedia mengenai individu yang dibimbing beserta lingkungannya, sebagai bahan
untuk membentuk individu yang bersangkutan kearah penyesuaian diri yang lebih
baik.
5) Petugas-petugas bimbingan harus menghormati dan menjaga kerahasiaan
informasi tentang individu yang dibimbingnya.
6) Petugas-petugas bimbingan mempergunakan berbagai jenis metode dan teknik
yang tepat dalam melakukan petugasnya.
7) Petugas-petugas bimbingan hendaknya memperhatikan dan mempergunakan
hasil penelitian dalam bidang, seperti minat, kemampuan, dan hasil belajar individu
untuk kepentingan perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
c. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi
bimbingan.
1) Bimbingan harus dilaksanakan secara kontinu.
2) Dalam pelaksanaan bimbingan harus tersedia kartu pribadi (cumulative record)
bagi setiap individu.
3) Program bimbingan harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah yang
bersangkutan.
4) Pembagian waktu harus diatur untuk setiap petugas secara baik.
5) Bimbingan harus dilaksanakan dalam situasi individu dalam situasi kelompok,
sesuai dengan masalah dan metode yang dipergunakan dalam memecahkan
masalah tersebut.
6) Sekolah harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga di luar sekolah yang
menyelenggarakan pelayanan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling
pada umumnya.
7) Kepala sekolah memegang tanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan dan
perencanaan program bimbingan. (Tidjan dkk, 2000: 15-17)
D. Pelaksanaan Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah Saat Ini
Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan
berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara
potensial sangat subur karena sekolah memiliki kondisi dasar
yang
justru
menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Para siswa yang sedang
dalam tahap perkembangan memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan
konseling dalam segenap fungsinya.
14. Namun, harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah sering kali masih tetap harapan saja. Pelayanan bimbingan dan konseling
secara resmi memang ada di sekolah, tetapi keberadaannya belum seperti
dikehendaki. Dalam kaitan ini, Belkin (1975) menegaskan enam prinsip untuk
menegakkan dan menumbuh kembangkan pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah.
1. Pertama, konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja
yang jelas dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program
tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah
dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak dijalankan itu.
2.
Kedua,
konselor
harus
selalu
mempertahankan
sikap
profesional
tanpa
mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah
lainnya dan siswa. Dalam hal ini, konelor harus menonjolkan keprofesionalannya,
tetapi
tetap
menghindari
sikap
elitis
atau
kesombongan
atau
keangkuhan
profesional.
3. Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai
konselor profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata.
Konselor harus juga mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orangorang dengan siapa akan bekerja sama tentang tujuan yang hendak dicapai oleh
konselor serta tanggung jawab yang terpikul di pundak konselor.
4. Keempat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa
yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah,
yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar,
maupun siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang
pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap menarik
perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personal sekolah lainnya.
5. Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk
membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah
dan
siswa-siswa
yang
menderita
gangguan
emosional,
khususnya
melalui
penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di sekolah dan
kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
6. Keenam, konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala
sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan
kecemasan-kecemasannya.
Konselor
memiliki
kesempatan
yang
baik
untuk
menegakkan citra bimbingan dan konseling profesional apabila memiliki hubungan
15. yang saling menghargai dan saling memperhatikan dengan kepala sekolah.
(Sukmadinata, 2007: 29-30)
Prinsip-prinsip tersebut menegaskan bahwa penegakan dan penumbuhkembangan
pelayan bimbingan dan konseling disekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor
professional yang tahu dan mau bekerja, memiliki program nyata dan dapat
dilaksanakan, sadar akan profesinya, dan mampu menerjemahkannya ke dalam
program dan hubungan dengan sejawat dan personal sekolah lainnya, memiliki
komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa dengan segenap variasinya di
sekolah, dan mampu bekerja sama, serta membina hubungan yang harmonis
dinamis dengan kepala sekolah. Konselor yang demikian itu tidak akan muncul
dengan sendiri, melainkan melalui pengembangan dan peneguhan sikap dan
keterampilan serta wawasan dan pemahaman professional yang mantap.
Ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan konselor dalam melaksanakan
bimbingan dan konseling di sekolah, antara lain. Bimbingan dan konseling
membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya setinggi-tingginya untuk
kepentingan dirinya dan kepentingan masyarakat.
1. Bimbingan dan konseling memberikan layanan kepada semua siswa
2. Layanan bimbingan dan konseling diberikan secara kontinu.
3. Layanan bimbingan dan konseling diberikan dengan berpusat kepada siswa.
4. Layanan bimbingan dan konseling melayani semua kebutuhn peserta didik
secara meluas.
5. Proses bimbingan dilaksanakan secara demokratis dan diarahkan agar peserta
didik memiliki kemampuan untuk mencari keputusan akhir oleh peserta didik
sendiri.
6. Dalam bimbingan dan konseling peserta didik dibantu untuk mengembangkan
kemampuan membimbing diri sendiri.
7. Kepribadian, keahlian, dan pengalaman konselor sangat memegang peranan
penting dalam keberhasilan pemberian layanan bimbingan dan konseling terhadap
siswa.
8. Faktor-faktor lingkungan siswa, baik lingkungan rumah, sekolah, maupun
masyarakat hendaknya diperhatikan dalam membimbing siswa.
9. Dalam proses bimbingan dan konseling, konselor hendaknya menggunakan
teknik bimbingan dan konseling yang bervariasi
10. Pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan kerjasama yang erat
dengan seluruh staf sekolah, orang tua, maupun lembaga-lembaga sekolah.
16. Holins dan Hollins (dalam Laksmi, 2003: 3-4) mengemukakan beberapa prinsip
bimbingan yang disebutnya sebagai principles of guidance philosophy (prinsipprinsip filsafat bimbingan), yaitu:
1. Penghargaan terhadap individu merupakan yang paling utama.
2. Tiap individu berbeda dari individu yang lainnya.
3. Perhatian pertama dari bimbingan adalah individu dalam konteks sosial.
4. Sikap dan persepsi pribadi dari individu merupakan dasar dari perbuatan
individu.
5. Individu umumnya berbuat untuk memperkuat gambaran pribadinya.
6. Individu memiliki kemampuan bawaan untuk dan dapat dibantu dalam
melakukan pilihan yang akan menuntunnya kepada pengarahan diri yang sejalan
dengan penyempurnaan sosial.
7. Individu membutuhkan proses bimbingan sejak masa kanak-kanak sampai usia
dewasa.
8. Tiap individu pada suatu saat membutuhkan bantuan yang bersifat informasi dan
pribadi yang diberikan oleh ahli yang profesional.
E. Penerapan Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling oleh Guru IPA dalam
Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas
Sebagai seorang guru IPA yang baik, pemenuhan atas asas dan prinsip Bimbingan
Konseling merupakan hal yang penting dan tidak boleh ditinggalkan. Apabila asas
dan prinsip bimbingan dan konseling tidak dijalankan dengan baik, maka kegiatan
belajar mengajar di kelas akan kurang optimal. Pemenuhan atas asas-asas itu akan
memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan kegiatan, sedangkan
pengingkarannya
akan
dapat
menghambat
atau
bahkan
menggagalkan
pelaksanaan serta mengurangi keoptimalan pembelajaran.
Penerapan dari asas-asas bimbingan konseling dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas antara lain:
1. Penerapan Asas Kerahasiaan
Guru IPA ikut menjaga kerahasiaan segenap data dan keterangan tentang konseli
(peserta didik) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang
tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam pembelajaran IPA,
data mengenai perilaku peserta didik, catatan mengenai latar belakang peserta
didik, dan hal lain yang menunjang untuk diagnosis dalam layanan bimbingan dan
konseling serta segenap data yang tidak layak diketahui orang lain cukup menjadi
17. catatan bagi guru untuk lebih mengetahui karakter peserta didik dan menyiapkan
pembelajaran yang sesuai untuknya.
2. Penerapan Asas Kesukarelaan
Sebagaimana asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan
dan kerelaan peserta didik mengikuti pelayanan dan kegiatan yang diperlukan
baginya, maka guru IPA dalam pembelajarannya pun juga perlu mengedepankan
stimulus untuk peserta didik agar tercipta rasa suka dan rela dalam mengikuti
pembelajaran dan menanamkan rasa butuh dan perlu terhadap keilmuan IPA bagi
kehidupannya. Guru IPA sedapat mungkin mengkondisikan situasi belajar yang
inovatif dan kreatif dalam setiap pertemuan.
3. Penerapan Asas Keterbukaan
Guru IPA menerapkan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bersifat
terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang
dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar
yang berguna bagi pengembangan dirinya. Pengembangan karakter keterbukaan ini
dapat dilakukan mengenai pelatihan pembuatan laporan praktikum dimana siswa
dituntut untuk mengkomunikasikan hasil praktikum dan diskusi dalam kelompoknya
dan memaparkannya di depan kelas.
4. Penerapan Asas Kegiatan
Dalam hal ini, guru IPA perlu mengkondisikan peserta didik untuk aktif dalam
setiap kegiatan di kelas yang diperuntukkan baginya. Keaktifan siswa dalam
pembelajaran IPA
dapat dilatih
melalui metode-metode pembelajaran yang
sekarang ini sedang berkembang, misalnya model cooperative jigsaw.
5. Penerapan Asas Kemandirian
Sesuai dengan asas ini, guru IPA hendaknya mampu mengarahkan kegiatan
pembelajaran IPA yang memungkinkan berkembangnya kemandirian peserta didik,
yaitu peserta didik sebagai sasaran pembelajaran diharapkan menjadi siswa yang
mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
Pelatihan mengenai karakter ini dapat dilakukan dengan pemberian tugas individu
misalnya
praktikum
mandiri
di
rumah,
kemudian
secara
individu
pula
mengumpulkan laporan tentang penelitian tersebut.
6. Penerapan Asas Kekinian
IPA merupakan ilmu yang terus mengalami dinamika dan perkembangan, maka
perlu menyajikan fenomena aktual untuk pembahasan tematik di kelas. Sesuai
dengan asas kekinian, yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan
18. dan konseling ialah permasalahan peseta didik dalam kondisinya sekarang, maka
pembelajaran IPA selain bertumpu pada kekinian fenomena juga pada kekinian
peserta didik. Dua hal ini perlu menjadi perhatian karena peserta didik merupakan
subjek didik yang mengalami perubahan dan tidak menentu kondisi psikisnya.
Pelayanan yang berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau pun
dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang
diperbuat sekarang untuk dapat membantu peserta didik dalam mengoptimalkan
pencapaian pembelajaran IPA yang baik.
7. Penerapan Asas Kedinamisan
Sebagai mana dalam bimbingan konseling menghendaki agar isi pelayanan
terhadap sasaran pelayana yang sama kehendaknya selalu bergerak dan dinamis,
maka seorang guru IPA juga perlu menerapkan sebuah pembelajaran yang selalu
maju, tidak monoton, dan terus berkembang dengan menghadirkan metodemetode yang beragam dalam tiap pertemuan. Misalnya, pekan pertama siswa
dilatih dengan eksperimen, pekan kedua dengan metode diskusi kelas, pekan
ketiga dengan model jigsaw, dan pekan ke empat dengan metode team game
tournament.
8. Penerapan Asas Keterpaduan
Guru IPA dalam pembelajarannya sedapat mungkin menciptakan situasi belajar
yang saling menunjang, harmonis, dan terpadu. IPA sendiri yang merupakan ilmu
yang terpadu mengandung keterkaitan dalam aspek biologi, fisika, dan kimia,
mampu tersaji dalam konsep ilmu IPA. Sebagaimana konsep keterpaduan itu,
pembelajaran IPA sebagai penunjang keberhasilan pelayanan BK juga perlu
diterapkan oleh guru IPA menjadi pembelajaran yang harmonis dan terpadu,
misalnya dengan lebih aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
9. Penerapan Asas Keharmonisan
Sebagaimana bimbingan dan konseling menghendaki agar segenap pelayanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan
dengan nilai dan norma yang ada, maka dalam pembelajarannya seorang guru IPA
mempunyai tanggung jawab dalam hal peningkatan kemampuan peserta didik
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma yang ada. Sebagai
contoh, dalam prosedur ilmiah telah tertata urutan-urutan yang sistematis
mengenai cara pembuktian maupun pemecahan masalah. Dalam hal ini, nilai-nilai
yang diterapkan di dalamnya antara lain nilai kejujuran, kedisiplinan, kehati-hatian,
saling membantu, dan kekompakan kelompok. Nilai-nilai tersebut dimasukkan
sebagai pengembangan karakter peserta didik dalam pembelajaran IPA dan
19. termasuk esensi dalam aspek penilaian seorang guru yaitu aspek afektif dan
psikomotor.
10. Penerapan Asas Keahlian
Seorang
guru
IPA
dalam
pembelajarannya
tentu
tidak
lepas
dari
unsur
keprofesionalan. Dalam hal ini, seorang guru IPA hendaklah tenaga yang benarbenar ahli dalam bidang ilmu pengetahuan alam. Keprofesionalan guru IPA ini
tercermin dari kemampuan menyampaikan materi pembelajaran yang dapat
membimbing siswa menemukan konsep ilmu IPA pada setiap kajiannya.
11. Penerapan Asas Alih Tangan Kasus
Dalam pembelajaran IPA, apabila seorang guru IPA menemui permasalahan
peserta didik (baik individu maupun kelompok), sebisa mungkin mendiagnosis
permasalahan tersebut dan mencoba mencari solusi atas permasalahan itu. Jika
dalam sebuah kasus ternyata disadari bahwa permasalahan tersebut tidak dapat
secara
intensif
terselesaikan,
maka
wajib
bagi
seorang
guru
IPA
untuk
mengalihtangankan kasus tersebut kepada pihak yang benar-benar lebih mampu,
dalam hal ini yaitu guru pembimbing BK. Alih tangan kasus ini tidak sepenuhnya
berhenti di sini karena dalam penyelesaian masalah tersebut nantinya sangat
dipengaruhi bagaimana peserta didik kemudian dikondisikan lagi dalam ruang
pembelajaran yang lebih kondusif dan pengurangan terhadap beban psikisnya,
sehingga mampu kembali berkonsentrasi dalam pembelajaran sebagaimana temanteman sekelasnya.
12. Penerapan Asas Tut Wuri Handayani
Guru IPA perlu untuk menciptakan sebuah suasana yang mengayomi (memberikan
rasa
aman),
mengembangkan
keteladanan,
memberikan
rangsangan,
dan
dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju.
Pemanfaatan asas ini merupakan peluang bagi guru BK pula dalam menerapkan
sistem pelayanan terhadap siswa berprestasi, maupun dalam pengembangan
potensi siswa prestasinya yang di bawah rata-rata. Diharapkan pembelajaran IPA
mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju,
melalui metode belajar yang menekankan inquiry dan discovery, sehingga peran
guru sebagai fasilitator pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. (Ade Sanjaya,
2011)
Selain menerapkan asas-asas dalam bimbingan dan konseling, prinsip-prinsip yang
berkenaan dengan bimbingan dan konseling juga menjadi hal yang penting dalam
pembelajaran IPA. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan seorang
20. guru terhadap pribadi masing-masing peserta didik dalam pembelajarannya.
Penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling ini antara lain:
1. Seorang guru IPA hendaknya melayani semua peserta didik tanpa memandang
umur, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi. Guru IPA juga harus
memiliki kesadaran akan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis.
Diharapkan dalam pembelajaran IPA di kelas memperhatikan sepenuhnya tahap
dan berbagai aspek perkembangan individu. Oleh karena itu, guru IPA harus
mampu memberikan perhatian kepada perbedaan individual peserta didiknya.
Penerapan prinsip ini dapat dilatihkan pada siswa dengan pemberian tugas mandiri
berupa
perancangan
eksperimen,
sehingga
masing-masing
individu
dapat
menunjukkan keunikannya masing-masing.
2. Seorang guru IPA hendaknya memperhatikan masalah-masalah yang berkenaan
dengan kondisi mental maupun fisik individu atau kelompok subjek didik terhadap
penyesuaian
dirinya
dalam
masalah
kesenjangan
sosial,
ekonomi,
maupun
kebudayaan. Seorang siswa sangat mungkin memiliki rasa kurang percaya diri
maupun masalah keterisoliran dalam kelompoknya karena suatu kesenjangan.
Dalam pembelajaran IPA, guru perlu menciptakan situasi belajar yang mendorong
leburnya perbedaan dan kesenjangan antarindividu peserta didik. Metode belajar
yang menerapkan sistem cooperative learning penting untuk dikembangkan dalam
rangka meningkatkan kekompakan, kepedulian, rasa kekeluargaan, dan saling
membantu antarpeserta didik, sehingga pelaksanaan pembelajaran IPA dapat
optimal dan memiliki daya dukung berupa keharmonisan hubungan sosial dalam
suatu kelas.
3. Pembelajaran IPA perlu diselaraskan dan dipadukan dengan program bimbingan
dan konseling dalam hal pengembangan peserta didik. Pembelajaran IPA juga
harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan tujuan (kurikulum) tingkat satuan
pendidikan serta disusun secara berkelanjutan, teratur, dan terarah. Sebagai
sorang guru IPA, penting memperhatikan prinsip pertimbangan akan adanya tahap
perkembangan individu, sehingga dalam menyiapkan metode pembelajarannya
dapat
tersaji
sesuai
dengan
kondisi
peserta
didik.
Selain
itu,
perlu
pula
mengadakan penilaian hasil belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar IPA di kelas, guru harus mampu mengarahkan
untuk pengembangan peserta didik yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri
dalam menghadapi permasalahan. Dalam proses pengambilan keputusan yang
diambil dan akan dilaksanakan oleh peserta didik hendaknya atas kemampuan
peserta didik itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan dari guru IPA atau
21. guru pembimbing. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam
bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu,
kerjasama antara guru IPA,guru pembimbing, guru lain, dan orang tua yang akan
menentukan keoptimalan hasil belajar. (Putu Sutrisna, 2010 )
22. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus
diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan
prinsip bimbingan dan konseling merupakan hal-hal yang dapat dijadikan pedoman
dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.
2. Asas-asas Bimbingan dan Konseling, antara lain:
a. Asas Kerahasiaan
b. Asas Kesukarelaan
c. Asas Keterbukaan
d. Asas Kekinian
e. Asas Kemandirian
f. Asas Kegiatan
g. Asas Kedinamisan
h. Asas Keterpaduan
i. Asas Kenormatifan
j. Asas Keahlian
k. Asas Alih Tangan
l. Asas Tut Wuri Handayani
3. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling, antara lain:
a. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan.
b. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu.
c. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan.
4. Pelaksanaan asas dan prinsip Bimbingan dan Konseling di sekolah saat ini, yaitu
penegakan dan penumbuhkembangan pelayan bimbingan dan konseling disekolah
hanya mungkin dilakukan oleh konselor professional yang tahu dan mau bekerja,
memiliki program nyata dan dapat dilaksanakan, sadar akan profesinya, dan
mampu menerjemahkannya ke dalam program dan hubungan dengan sejawat dan
personal sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu
23. siswa dengan segenap variasinya di sekolah, dan mampu bekerja sama, serta
membina hubungan yang harmonis dinamis dengan kepala sekolah.
5. Penerapan asas dan prinsip Bimbingan dan Konseling oleh guru IPA dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu apabila asas dan prinsip bimbingan dan
konseling tidak dijalankan dengan baik, maka kegiatan belajar mengajar di kelas
akan kurang optimal. Pemenuhan atas asas-asas dan prinsip-prinsip itu akan
memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan kegiatan, sedangkan
pengingkarannya
akan
dapat
menghambat
atau
bahkan
menggagalkan
pelaksanaan serta mengurangi keoptimalan pembelajaran.
B. Saran
Bimbingan dan konseling baik sebagai konsep maupun proses merupakan bagian
integral dari program pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, bimbingan dan
konseling haruslah dirancang untuk melayani semua siswa, bukan hanya siswa
yang bermasalah atau siswa yang berbakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Asas dan Prinsip. Diakses pada tanggal 24 November 2011 dari,
http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html.
24. Priyatno dan Erman Anti. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Depdikbud.
. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya, Ade. 2011. Prinsip dan Asas Bimbingan Konseling. Diakses pada tanggal
26 November 2011 dari, http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/prinsip-danasas-bimbingan-konseling.html.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek.
Bandung : Maestro.
Sutrisna, Putu. 2010. Fungsi Bimbingan dan Konseling. Diakses pada tanggal 26
November 2011 dari, http://putusutrisna.blogspot.com/2010/11/fungsi-bimbingandan-konseling.html.
Tidjan, dkk. 2000. Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah. Yogyakarta: UNY
Press.