SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 8
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 920/Men.Kes/Per/XII/86
TENTANG
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:a.bahwa peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan
kesehatan swasta secara merata, terjangkau dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai Sistem
Kesehatan Nasional semakin meningkat dan berkembang;
b.bahwa peningkatan dan pengembangan tersebut perlu diatur, diawasi dan dibina untuk
melindungi masyarakat agar upaya pelayanan kesehatan swasta bermanfaat bagi masyarakat;
c.bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
523/Men.Kes/Per/X1/1982 dipandang tidak memadai lagi untuk menampung hal-hal tersebut
di atas, oleh karena itu perlu diganti;
Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068);
2.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Organisasi Departemen;
3.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi
Departemen;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG UPAYA PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan ini dengan:
a.Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik adalah merupakan bagian integral dan
jaringan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh perorangan, kelompok atau yayasan
yang meliputi terutama upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif);
b.Pelayanan Medik Dasar adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam
masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan maksimal dokter umum atau dokter
gigi;
c.Pelayanan Medik Spesialistik adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga
dalam masyarakat yang dilakanakan oleh dokter spesialis atau dokter gigi;
d.Fungsi sosial adalah mencerminkan upaya pelayanan medik dengan mempertimbangkan
imbalan jasa yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan menyediakan sebagian dari fasilitas
pelayanan rawat nginap untuk orang yang kurang dan atau tidak mampu membayar sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e.Rumah Sakit Umum adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik
dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan
perawatan secara rawat jalan dan rawat nginap;
f.Rumah Sakit Khusus adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik tertentu, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan
perawatan secara rawat jalan dan rawat nginap;
g.Rumah Bersalin adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan kebidanan
bagi wanita hamil, bersalin dan masa nifas fisiologik termasuk pelayanan Keluarga
Berencana serta perawatan bayi baru lahir;
h.Praktek Perorangan adalah penyelenggaraan pelayanan medik oleh seorang dokter umum,
dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dengan atau tanpa menggunakan
penunjang medik;
i.Praktek Berkelompok adalah penyelenggaraan pelayanan medik secara bersama oleh dokter
umum, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dengan atau tanpa menggunakan
penunjang medik;
j.Balai Kesejahteraan Ibu Dan Anak (BIA) adalah tempat untuk memberikan pelayanan
medik dasar kepada wanita hamil, bayi dan anak prasekolah, dan pelayanan Keluarga
Berencana;
k.Balai Pengobatan adalah tempat untuk memberikan pelayanan medik dasar secara rawat
jalan.
BAB II
PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK
Pasal 2
Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik terdiri dari:
a.Pelayanan Medik Dasar;
b.Pelayanan Medik Spesialistik.
BABB III
BENTUK PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK
Pasal 3
Bentuk Pelayanan Medik Dasar adalah:
a.Praktek Perorangan Dokter Umum;
b.Praktek Perorangan Dokter Gigi;
c.Prektek Berkelompok Dokter Umum;
d.Praktek Berkelompok Dokter Gigi;
e.Balai Pengobatan;
f.Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak;
g.Rumah Bersalin;
h.Pelayanan Medik Dasar lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 4
Bentuk Pelavanan Medik Spesialistik adalah:
a.Praktek Perorangan Dokter Spesialis;
b.Praktek Perorangan Dokter Gigi Spesialis;
c.Praktek Berkelompok Dokter Spesialis;
d.Praktek Berkelompok Dokter Gigi Spesialis;
e.Rumah Sakit Umum;
f.Rumah Sakit Khusus;
g.Pelayanan Medik Spesialistik lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
BAB IV
PERSYARATAN
Bagian Pertama
Lokasi
Pasal 5
Tempat Pelayanan Medik Dasar dan Pelayanan Medik Spesialistik harus di tempat yang
sesuai dengan fungsinya.
Bagian Kedua
Persyaratan Upaya Pelayanan Medik Dasar
Pasal 6
(1)Praktek Perorangan Dokter Umum dilaksanakan oleh seorang dokter umum dengan
persyaratan sebagai berikut:
a.Mempunyai Surat Izin Dokter dan Surat Izin Praktek sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu,
dan ruang kamar mandi/WC;
c.Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi dokter umum dan peralatan gawat darurat
sederhana.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh tenaga paramedis
perawatan dan atau tenaga administrasi.
Pasal 7
(1)Praktek Perorangan Dokter Gigi dilaksanakan oleh seorang dokter gigi dengan persyaratan
sebagai berikut:
a.Mempunyai Surat Izin Dokter dan Surat Izin Praktek sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu,
dan ruang kamar mandi/WC;
c.Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi standar dokter gigi dan peralatan gawat darurat
sederhana.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh tenaga paramedis
dan atau tenaga administrasi.
Pasal 8
(1)Praktek Berkelompok Dokter Umum diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan
dengan persyaratan sebagai berikut:
a.Dipimpin oleh seorang dokter umum sebagai penanggung jawab;
b.Dilaksanakan oleh beberapa orang dokter umum;
c.Masing-masing mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
d.Mempunyai tempat praktek yang menetap dan terdiri dari beberapa ruang periksa, ruang
tunggu, dan ruang kamar mandi/WC;
e.Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi dokter umum dan peralatan gawat darurat
sederhana.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh beberapa tenaga
paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi.
Pasal 9
(1)Praktek Berkelompok Dokter Gigi diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan dengan
Persyaratan sebagai berikut:
a.Dipimpin oleh seorang dokter gigi sebagai penanggung jawab;
b.Dilaksanakan oleh beberapa orang dokter gigi;
c.Masing-masing mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
d.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari beberapa ruang periksa,
ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC;
e.Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi standar dokter gigi dan peralatan gawat darurat
sederhana.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh beberapa tenaga
paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi.
Pasal 10
(1)Balai Pengobatan diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan, dengan persyaratan
sebagai berikut:
a.Dipimpin minimal oleh seorang paramedis perawatan yang berpengalaman di bawah
pengawasan, bimbingan, dan pembinaan seorang dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek
(SIP) sebagai penanggung jawab;
b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu,
dan ruang kamar mandi/WC;
c.Mempunyai fasilitas peralatan diagnostik dan terapi sederhana sesuai kewenangan perawat
dan peralatan gawat darurat sederhana serta menyediakan obat-obat untuk keperluan
pelayanan medik dasar.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh beberapa tenaga
paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi.
Pasal 11
(1)Balai Kesejahteraan ibu dan Anak diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan, dengan
persyaratan sebagai berikut:
a.Dipimpin minimal oleh seorang paramedis kebidanan yang berpengalaman di bawah
pengawasan seorang dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sebagai penanggung
jawab;
b.Mempunyai satu tempat praktek yang nenetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu,
dan ruang kamar mandi/WC;
c.Mempunyai fasilitas peralatan standar praktek bidan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh beberapa tenaga
paramedis perawatan/kebidanan dan atau tenaga administrasi.
Pasal 12
(1)Rumah Bersalin diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan dengan persyaratan
sebagai berikut:
a.Dipimpin oleh seorang paramedis kebidanan yang berpengalaman di bawah pengawasan
seorang dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sebagai penanggung jawab;
b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang
persalinan, dan ruang rawat nginap minimal 10 (sepuluh) tempat tidur dan maksimal 25 (dua
puluh lima) tempat tidur;
c.Mempunyai fasilitas peralatan diagnostik bidan sederhana dan peralatan gawat darurat
sederhana serta menyediakan obat-obat untuk keperluan pelayanan medik dasar.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh minimal 2 (dua)
orang paramedis kebidanan dan minimal 2 (dua) orang tenaga paramedis perawatan, tennga
administrasi, dan tenaga lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Bagian Ketiga
Persyaratan Upaya Pelayanan Medik Spesialistik
Pasal 13
(1)Praktek Perorangan Dokter Spesialis dilaksanakan oleh seorang dokter spesialis dengan
persyaratan sebagai berikut:
a.Mempunyai Surat Izin Praktek sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu,
dan ruang kamar mandi/WC;
c.Mempunyai peralatan kedokteran spesialistik dan peralatan gawat darurat sederhana.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh tenaga paramedis
perawatan dan atau tenaga administrasi.
Pasal 14
(1)Praktek Perorangan Dokter Gigi Spesialis dilaksanakan oleh seorang dokter gigi spesialis
dengan persyaratan sebagai berikut:
a.Mempunyai Surat Izin Praktek dokter gigi spesialis sesuai dengan peraturan perundangundangan;
b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu,
dan ruang kamar mandi/WC;
c.Mempunyai peralatan kedokteran gigi spesialistik dan peralatan gawat darurat sederhana.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh tenaga paramedis
perawatan dan atau tenaga administrasi.
Pasal 15
(1)Praktek Berkelompok Dokter Spesialis dilaksanakan oleh yayasan atau perorangan dengan
persyaratan sebagai berikut:
a.Dipimpin oleh seorang dokter umum atau dokter spesialis yang mempunyai Surat Izin
Dokter (SID) sebagai penanggung jawab;
b.Dilaksanakan oleh beberapa dokter spesialis yang mempunyai Surat Izin Praktek Spesialis
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari beberapa ruang periksa,
ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC;
d.Mempunyai peralatan kedokteran spesialistik sesuai dengan standar dan peralatan gawat
darurat sederhana sesuai bidang spesialisasinya.
(2)Persyaratan khusus kedokteran spesialistik tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pelayanan Medik.
(3)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat didampingi oleh beberapa
dokter umum dan dibantu oleh beberapa tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga
administrasi.
Pasal 16
(1)Praktek Berkelompok Dokter Gigi Spesialis dilaksanakan oleh yayasan atau perorangan
dengan persyaratan sebagai berikut:
a.Dipimpin oleh seorang dokter gigi atau dokter gigi spesialis yang mempunyai Surat Izin
Dokter (SID) sebagai penanggung jawab;
b.Dilaksanakan oleh beberapa dokter gigi spesialis yang mempunyai Surat Izin Praktek
Spesialis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari beberapa ruang periksa,
ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC;
d.Mempunyai peralatan kedokteran gigi spesialistik dan peralatan gawat darurat sederhana.
(2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat didampingi oleh beberapa
dokter gigi dan dibantu oleh beberapa tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga
administrasi.
Pasal 17
(1)Rumah Sakit Umum diselenggarakan oleh yayasan dengan persyaratan sebagai berikut:
a.Dipimpin oleh seorang dokter yang bekerja penuh (tidak merangkap pada unit kerja lain)
dan telah mempunyai Surat Izin Dokter (SID) sebagai penanggung jawab;
b.Harus mempunyai gedung yang terdiri dari:
1.bangunan atau ruangan untuk rawat jalan dan gawat darurat;
2.bangunan instalasi penunjang medik yaitu laboratorium, radiologi dan sebagainya;
3.bangunan pembina sarana rumah sakit yaitu gudang, bengkel, dan sebagainya.
4.bangunan rawat nginap minimal 50 (lima puluh) tempat tidur;
5.bangunan administrasi, ruang tenaga medis dan paramedis;
6.bangunan instalasi nonmedis yaitu ruang dapur, ruang cuci, dan sebagainya;
7.taman dan tempat parkir;
8.bangunan-bangunan lain yang diperlukan.
c.Luas bangunan sebagaimana dimaksud huruf (b) adalah dengan perbandingan minimal 50
m2 (lima puluh meter persegi) untuk 1 (satu) tempat tidur;
d.Luas tanah untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1½ (satu setengah) kali luas bangunan
yang direncanakan.
e.Luas tanah untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luas tanah untuk bangunan
lantai dasar;
f.Mempunyai tenaga medis, paramedis perawatan, paramedis non perawatan dan nonmedis
yang berpedoman pada standardisasi ketenagaan Rumah Sakit Pemerintah;
g.Mempunyai peralatan medis, penunjang medis, nonmedis dan obat-obatan yang
berpedoman pada standardisasi Rumah Sakit;
h.Mempunyai susunan organisasi dan tata kerja yang berpedoman pada standardisasi Rumah
Sakit;
i.Standardisasi dimaksud dalam huruf g dan h, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan
Medik.
(2)Semua tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit Umum tersebut harus mempunyai Surat
lzin Praktek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 18
(1)Rumah Sakit Khusus diselenggarakan oleh yayasan dengan persyaratan sebagai berikut:
a.Dipimpin oleh seorang dokter umum atau dokter spesialis sesuai dengan bidangnya yang
bekerja penuh (tidak merangkap pada unit kerja lain) dan telah mempunyai Surat Izin Dokter
(SID) sebagai penanggung jawab;
b.Harus mempunyai gedung yang terdiri dari:
1.bangunan atau ruangan untuk rawat jalan dan gawat darurat;
2.bangunan instalasi penunjang medik yaitu laboratorium, radiologi dan sebagainya;
3.bangunan pembina sarana rumah sakit yaitu gudang, bengkel, dan sebagainya.
4.bangunan rawat nginap minimal 50 (lima puluh) tempat tidur;
5.bangunan administrasi, ruang tenaga medis dan paramedis;
6.bangunan instalasi nonmedis yaitu ruang dapur, ruang cuci, dan sebagainya;
7.taman dan tempat parkir;
8.bangunan-bangunan lain yang diperlukan sesuai dengan fungsinya.
c.Luas bangunan sebagaimana dimaksud huruf (b) adalah dengan perbandingan minimal 50
m2 (lima puluh meter persegi) untuk 1 (satu) tempat tidur;
d.Luas tanah untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1½ (satu setengah) kali luas bangunan
yang direncanakan.
e.Luas tanah untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luas tanah untuk bangunan
lantai dasar;
f.Mempunyai tenaga medis, paramedis perawatan, paramedis non perawatan, nonmedis, dan
tenaga medis spesialistik sesuai dengan kekhususannya, yang berpedoman pada standardisasi
ketenagaan Rumah Sakit;
g.Mempunyai peralatan medis, penunjang medis, nonmedis dan obat-obatan yang
berpedoman pada standardisasi Rumah Sakit;
h.Mempunyai susunan organisasi dan tata kerja yang berpedoman pada standardisasi Rumah
Sakit;
i.Standardisasi dimaksud dalam huruf g dan h, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan
Medik.
(2)Semua tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit Khusus tersebut harus mempunyai
Surat lzin Praktek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 19
Persyaratan dalam Bab IV, oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan dapat
diadakan ketentuan khusus sesuai dengan keadaan wilayah yang bersangkutan dcngan
persetujuan Mentgeri Kesehatan.
BAB V
PERIZINAN
Pasal 20
Untuk mendirikan dan menyelenggarakan Pelayanan Medik Dasar dan Medik Spesialistik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 4 huruf (a) dan huruf
(b) harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 559/Men.Kes/Per/X/l981, Nomor 560/Men.Kes/Per/X/1981, dan Nomor
561/Men.Kes/Per/X/1981.
Pasal 21
(1)Untuk mendirikan dan menyelenggarakan Pelayanan Medik Dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf (c) sampai dengan (h) harus memperoleh izin dari Menteri Kesehatan
yang didelegasikan kepada kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan setempat.
(2)Tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
Pasal 22
(1)Untuk mendirikan dan menyelenggarakan Pelayanan Medik Spesialistik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf (c) sampai dengan (g) harus memperoleh izin dari Menteri
Kesehatan yang didelegasikan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
(2)Tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
Pasal 23
Izin untuk menyelenggarakan Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik berlaku
untuk 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui dengan mengajukan permohonan baru.
BAB VI
PENYELENGGARAN
Pasal 24
(1)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik diselenggarakan berdasarkan fungsi
sosial dengan memperhatikan prinsip kelayakan.
(2)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik harus memberikan pertolongan
pertama kepada penderita gawat darurat tanpa memungut uang muka terlebih dahulu.
(3)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik yang dilengkapi sarana rawat nginap
harus menyediakan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah tempat tidur yang tersedia
untuk orang yang kurang dan atau tidak mampu membayar.
Pasal 25
(1)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik Wajib melaksanakan pencatatan dan
pelaporan.
(2)Tata cara pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
(1)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik wajib membantu program
Pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat, program kependudukan dan
Keluarga Berencana.
(2)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik wajib bekerja sama dengan Upaya
Pelayanan Kesehatan Pemerintah di bidang medik dalam rangka rujukan medik,
pendayagunaan tenaga medis dan pendayagunaan peralatan medik canggih.

BAB VII
TARIF
Pasal 27
Besarnya tarif Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik berpedoman kepada
komponen biaya yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan memperhatikan
pertimbangan dari Organisasi Profesi setempat.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28
Pembinaan dan pengawasan Upaya Pelayanan Medik Dasar menjadi tanggung jawab
Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, dilakukan secara berjenjang sesuai
dengan tingkat tanggung jawab wilayah.
Pasal 29
Pembinaan dan pengawasan Upaya Pelayanan Medik Spesialistik menjadi tanggung jawab
Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
BAB IX
TINDAKAN ADMINISTRATIF
Pasal 30
Pelanggaran atas ketentuan Pasal 20, 21, 22, 23, 24, 25 dan Pasal 26 dikenakan tindakan
berupa tindakan administratif sampai dengan pencabutan izin sementara atau pencabutan izin
tetap.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Pada saat berlaku Peraturan Menteri Kesehatan ini, maka semua penyelenggnraan Upaya
Pelavanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik yang telah ada harus disesuaikan dengan
Peraturan Menteri Keehatan ini dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keselintan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktur Jenderal Pelayanan Medik sesuai dengan
bidang tugasnva.
Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan ini, maka:
a.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67781/RS Tahun 1963 tentang
Syarat-syarat Pokok megenai Rumah Sakit Swasta;
b.Peraturan Menteri Kesèhatan Republik Indonesia Nomor 523/Men.Kes/Per/XI/1982
tentang Upaya Pelayanan Medik Swasta;
c.Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 895/Yankes/PPL/81 tentang Pelayanan Kesehatan Swasta;
dinyatakan tidak herlaku lagi.
Pasal 34
Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di: J A K A R T A
Pada tanggal: 17 Desember 1986

NENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Dr.SUWARDJONO SURJANINGRAT

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Kebijakan implementasi ppi rs di sulsel 2014
Kebijakan implementasi ppi rs di sulsel 2014Kebijakan implementasi ppi rs di sulsel 2014
Kebijakan implementasi ppi rs di sulsel 2014Mustari Alif
 
Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit
Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakitAda 13 sop dalam pelayanan rumah sakit
Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakitRestyani Daniar
 
pedoman pengorganisasian ppi
pedoman pengorganisasian ppipedoman pengorganisasian ppi
pedoman pengorganisasian ppiEka Siam
 
(Lamp 1.31) standar pelayanan bangsal 1 b new
(Lamp 1.31) standar pelayanan bangsal 1 b new(Lamp 1.31) standar pelayanan bangsal 1 b new
(Lamp 1.31) standar pelayanan bangsal 1 b newArmin Kobain
 
(Lamp 1.14) standar pelayanan poli paru
(Lamp 1.14) standar pelayanan poli paru(Lamp 1.14) standar pelayanan poli paru
(Lamp 1.14) standar pelayanan poli paruArmin Kobain
 
(Lamp 1.30) standar pelayanan ruang vip
(Lamp 1.30) standar pelayanan ruang vip(Lamp 1.30) standar pelayanan ruang vip
(Lamp 1.30) standar pelayanan ruang vipArmin Kobain
 
Materi pelatihan tkhi
Materi pelatihan tkhiMateri pelatihan tkhi
Materi pelatihan tkhiPriyo1212
 
(Lamp 1.22) standar pelayanan ibs
(Lamp 1.22) standar pelayanan ibs(Lamp 1.22) standar pelayanan ibs
(Lamp 1.22) standar pelayanan ibsArmin Kobain
 
(Lamp 1.19)sp ruang perawatan syaraf
(Lamp 1.19)sp ruang perawatan syaraf(Lamp 1.19)sp ruang perawatan syaraf
(Lamp 1.19)sp ruang perawatan syarafArmin Kobain
 
Sop pemulangan pasien
Sop pemulangan pasienSop pemulangan pasien
Sop pemulangan pasienasthuty
 
Standar Pelayanan Unit Gawat Darurat
Standar Pelayanan Unit Gawat DaruratStandar Pelayanan Unit Gawat Darurat
Standar Pelayanan Unit Gawat DaruratLUCIANA PEPPY
 
permenkes no 5 thn 2014 panduan praktek klinis
permenkes no 5 thn 2014 panduan praktek klinis permenkes no 5 thn 2014 panduan praktek klinis
permenkes no 5 thn 2014 panduan praktek klinis Ira Muchaji
 
(Lamp 1.2) standar pelayanan poli bedah mulut
(Lamp 1.2) standar pelayanan poli bedah mulut(Lamp 1.2) standar pelayanan poli bedah mulut
(Lamp 1.2) standar pelayanan poli bedah mulutArmin Kobain
 
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakitPedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakitdentalid
 
Kupdf.com form kredensial-dokter-igd-dr-andri (1)
Kupdf.com form kredensial-dokter-igd-dr-andri (1)Kupdf.com form kredensial-dokter-igd-dr-andri (1)
Kupdf.com form kredensial-dokter-igd-dr-andri (1)siti fatimah
 
(Lamp 1.26) standar pelayanan kelas i c
(Lamp 1.26) standar pelayanan kelas i c(Lamp 1.26) standar pelayanan kelas i c
(Lamp 1.26) standar pelayanan kelas i cArmin Kobain
 
(Lamp 1.8) standar pelayanan poli kulit dan kelamin
(Lamp 1.8) standar pelayanan poli kulit dan kelamin (Lamp 1.8) standar pelayanan poli kulit dan kelamin
(Lamp 1.8) standar pelayanan poli kulit dan kelamin Armin Kobain
 

Mais procurados (20)

Kebijakan implementasi ppi rs di sulsel 2014
Kebijakan implementasi ppi rs di sulsel 2014Kebijakan implementasi ppi rs di sulsel 2014
Kebijakan implementasi ppi rs di sulsel 2014
 
Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit
Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakitAda 13 sop dalam pelayanan rumah sakit
Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit
 
pedoman pengorganisasian ppi
pedoman pengorganisasian ppipedoman pengorganisasian ppi
pedoman pengorganisasian ppi
 
Sop rs
Sop rsSop rs
Sop rs
 
(Lamp 1.31) standar pelayanan bangsal 1 b new
(Lamp 1.31) standar pelayanan bangsal 1 b new(Lamp 1.31) standar pelayanan bangsal 1 b new
(Lamp 1.31) standar pelayanan bangsal 1 b new
 
(Lamp 1.14) standar pelayanan poli paru
(Lamp 1.14) standar pelayanan poli paru(Lamp 1.14) standar pelayanan poli paru
(Lamp 1.14) standar pelayanan poli paru
 
(Lamp 1.30) standar pelayanan ruang vip
(Lamp 1.30) standar pelayanan ruang vip(Lamp 1.30) standar pelayanan ruang vip
(Lamp 1.30) standar pelayanan ruang vip
 
Materi pelatihan tkhi
Materi pelatihan tkhiMateri pelatihan tkhi
Materi pelatihan tkhi
 
(Lamp 1.22) standar pelayanan ibs
(Lamp 1.22) standar pelayanan ibs(Lamp 1.22) standar pelayanan ibs
(Lamp 1.22) standar pelayanan ibs
 
Manajemen unit gawat darurat
Manajemen unit gawat daruratManajemen unit gawat darurat
Manajemen unit gawat darurat
 
(Lamp 1.19)sp ruang perawatan syaraf
(Lamp 1.19)sp ruang perawatan syaraf(Lamp 1.19)sp ruang perawatan syaraf
(Lamp 1.19)sp ruang perawatan syaraf
 
Sop pemulangan pasien
Sop pemulangan pasienSop pemulangan pasien
Sop pemulangan pasien
 
Standar Pelayanan Unit Gawat Darurat
Standar Pelayanan Unit Gawat DaruratStandar Pelayanan Unit Gawat Darurat
Standar Pelayanan Unit Gawat Darurat
 
permenkes no 5 thn 2014 panduan praktek klinis
permenkes no 5 thn 2014 panduan praktek klinis permenkes no 5 thn 2014 panduan praktek klinis
permenkes no 5 thn 2014 panduan praktek klinis
 
(Lamp 1.2) standar pelayanan poli bedah mulut
(Lamp 1.2) standar pelayanan poli bedah mulut(Lamp 1.2) standar pelayanan poli bedah mulut
(Lamp 1.2) standar pelayanan poli bedah mulut
 
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakitPedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
 
Kupdf.com form kredensial-dokter-igd-dr-andri (1)
Kupdf.com form kredensial-dokter-igd-dr-andri (1)Kupdf.com form kredensial-dokter-igd-dr-andri (1)
Kupdf.com form kredensial-dokter-igd-dr-andri (1)
 
(Lamp 1.26) standar pelayanan kelas i c
(Lamp 1.26) standar pelayanan kelas i c(Lamp 1.26) standar pelayanan kelas i c
(Lamp 1.26) standar pelayanan kelas i c
 
(Lamp 1.8) standar pelayanan poli kulit dan kelamin
(Lamp 1.8) standar pelayanan poli kulit dan kelamin (Lamp 1.8) standar pelayanan poli kulit dan kelamin
(Lamp 1.8) standar pelayanan poli kulit dan kelamin
 
Buku pedoman rekam medis
Buku pedoman rekam medisBuku pedoman rekam medis
Buku pedoman rekam medis
 

Destaque

Af pdf-coleccionable-duravia-iii
Af pdf-coleccionable-duravia-iiiAf pdf-coleccionable-duravia-iii
Af pdf-coleccionable-duravia-iii1703112010
 
Storm Demo Talk - Colorado Springs May 2015
Storm Demo Talk - Colorado Springs May 2015Storm Demo Talk - Colorado Springs May 2015
Storm Demo Talk - Colorado Springs May 2015Mac Moore
 
Uptime Magazine Online IT&C de Black Friday 2013.11.18 - 2013.11.24
Uptime Magazine Online IT&C de Black Friday 2013.11.18 - 2013.11.24Uptime Magazine Online IT&C de Black Friday 2013.11.18 - 2013.11.24
Uptime Magazine Online IT&C de Black Friday 2013.11.18 - 2013.11.24Mîrzac Iulian
 
Comparison: VNS3 and Openswan
Comparison: VNS3 and OpenswanComparison: VNS3 and Openswan
Comparison: VNS3 and OpenswanCohesive Networks
 
Female education
Female educationFemale education
Female educationFatima Noor
 
Fractal Patch Antenna geometries
Fractal Patch Antenna geometriesFractal Patch Antenna geometries
Fractal Patch Antenna geometriesrupleenkaur23
 
Makalah pelayanan kebidanan dalam pendekatan melalui pesantren
Makalah pelayanan kebidanan dalam pendekatan melalui pesantrenMakalah pelayanan kebidanan dalam pendekatan melalui pesantren
Makalah pelayanan kebidanan dalam pendekatan melalui pesantrenOperator Warnet Vast Raha
 

Destaque (20)

Setpoint 15 yr party 3
Setpoint 15 yr party   3Setpoint 15 yr party   3
Setpoint 15 yr party 3
 
Setpoint 15 yr party 1
Setpoint 15 yr party   1Setpoint 15 yr party   1
Setpoint 15 yr party 1
 
Gotic escultura
Gotic esculturaGotic escultura
Gotic escultura
 
Af pdf-coleccionable-duravia-iii
Af pdf-coleccionable-duravia-iiiAf pdf-coleccionable-duravia-iii
Af pdf-coleccionable-duravia-iii
 
Article 5
Article 5Article 5
Article 5
 
Storm Demo Talk - Colorado Springs May 2015
Storm Demo Talk - Colorado Springs May 2015Storm Demo Talk - Colorado Springs May 2015
Storm Demo Talk - Colorado Springs May 2015
 
Makalah maful li_ajlih
Makalah maful li_ajlihMakalah maful li_ajlih
Makalah maful li_ajlih
 
Akbid paramata
Akbid paramataAkbid paramata
Akbid paramata
 
Uptime Magazine Online IT&C de Black Friday 2013.11.18 - 2013.11.24
Uptime Magazine Online IT&C de Black Friday 2013.11.18 - 2013.11.24Uptime Magazine Online IT&C de Black Friday 2013.11.18 - 2013.11.24
Uptime Magazine Online IT&C de Black Friday 2013.11.18 - 2013.11.24
 
Makalah maful maah
Makalah maful maahMakalah maful maah
Makalah maful maah
 
Perencanaan rumah bersalin
Perencanaan rumah bersalinPerencanaan rumah bersalin
Perencanaan rumah bersalin
 
Rangka
RangkaRangka
Rangka
 
Comparison: VNS3 and Openswan
Comparison: VNS3 and OpenswanComparison: VNS3 and Openswan
Comparison: VNS3 and Openswan
 
Female education
Female educationFemale education
Female education
 
Makalah maful mutlaq
Makalah maful mutlaqMakalah maful mutlaq
Makalah maful mutlaq
 
Makalah nifas menurut agama
Makalah nifas menurut agamaMakalah nifas menurut agama
Makalah nifas menurut agama
 
Fractal Patch Antenna geometries
Fractal Patch Antenna geometriesFractal Patch Antenna geometries
Fractal Patch Antenna geometries
 
4° CLASE. TERCER PILAR: FICHA DE COSTOS
4° CLASE. TERCER PILAR: FICHA DE COSTOS4° CLASE. TERCER PILAR: FICHA DE COSTOS
4° CLASE. TERCER PILAR: FICHA DE COSTOS
 
Hubungan agama dan profesi kebidanan
Hubungan agama dan profesi kebidananHubungan agama dan profesi kebidanan
Hubungan agama dan profesi kebidanan
 
Makalah pelayanan kebidanan dalam pendekatan melalui pesantren
Makalah pelayanan kebidanan dalam pendekatan melalui pesantrenMakalah pelayanan kebidanan dalam pendekatan melalui pesantren
Makalah pelayanan kebidanan dalam pendekatan melalui pesantren
 

Semelhante a Menteri kesehatan

permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1melodycguitarista
 
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitPeraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitseptian57
 
PERMENKES 46/2015
PERMENKES 46/2015PERMENKES 46/2015
PERMENKES 46/2015IndiSusanti
 
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...BPJS Kesehatan RI
 
Permenkes no. 71 tahun 2013
Permenkes no. 71 tahun 2013Permenkes no. 71 tahun 2013
Permenkes no. 71 tahun 2013IdnJournal
 
47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS.pdf
47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS.pdf47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS.pdf
47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS.pdfSitiNurAisyah527474
 
Prosedur Tindakan Home Health Care Services.pptx
Prosedur Tindakan Home Health Care Services.pptxProsedur Tindakan Home Health Care Services.pptx
Prosedur Tindakan Home Health Care Services.pptxSitiNurhasanahMustaf
 
(Lamp 1.27) standar pelayanan nicu
(Lamp 1.27) standar pelayanan nicu(Lamp 1.27) standar pelayanan nicu
(Lamp 1.27) standar pelayanan nicuArmin Kobain
 
Kuliah Implementasi JKN di Faskes Sekunder.pptx
Kuliah Implementasi JKN di Faskes Sekunder.pptxKuliah Implementasi JKN di Faskes Sekunder.pptx
Kuliah Implementasi JKN di Faskes Sekunder.pptxDwianajatiSetiaji1
 
Kmk 241 2006 standar yanlabkes hiv & oportunistik
Kmk 241 2006 standar yanlabkes hiv & oportunistikKmk 241 2006 standar yanlabkes hiv & oportunistik
Kmk 241 2006 standar yanlabkes hiv & oportunistikHajar Sari
 
DR-ISTRI-YULIANI-MHKES.pptx
DR-ISTRI-YULIANI-MHKES.pptxDR-ISTRI-YULIANI-MHKES.pptx
DR-ISTRI-YULIANI-MHKES.pptxNikmal6
 
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)hardione
 
KMK No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik-signed (3)-8.pdf
KMK No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik-signed (3)-8.pdfKMK No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik-signed (3)-8.pdf
KMK No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik-signed (3)-8.pdfEcaKenken
 
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...Mila Damayanti
 
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...PINGKI SYAMA
 
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...Haryo Yudo, MD, MHA
 
Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik pratama, te...
Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik  pratama, te...Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik  pratama, te...
Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik pratama, te...Adelina Hutauruk
 
62221 pmk no_46_2015_ttg_akreditas_puskesmas_klinik-pratama_tempat_praktik_ma...
62221 pmk no_46_2015_ttg_akreditas_puskesmas_klinik-pratama_tempat_praktik_ma...62221 pmk no_46_2015_ttg_akreditas_puskesmas_klinik-pratama_tempat_praktik_ma...
62221 pmk no_46_2015_ttg_akreditas_puskesmas_klinik-pratama_tempat_praktik_ma...merrysta saccarum
 

Semelhante a Menteri kesehatan (20)

Bu srtin
Bu srtinBu srtin
Bu srtin
 
Etika dan Hukum Kesehatan
Etika dan Hukum KesehatanEtika dan Hukum Kesehatan
Etika dan Hukum Kesehatan
 
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
 
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitPeraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
 
PERMENKES 46/2015
PERMENKES 46/2015PERMENKES 46/2015
PERMENKES 46/2015
 
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
 
Permenkes no. 71 tahun 2013
Permenkes no. 71 tahun 2013Permenkes no. 71 tahun 2013
Permenkes no. 71 tahun 2013
 
47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS.pdf
47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS.pdf47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS.pdf
47 PMK No. 79 ttg Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di RS.pdf
 
Prosedur Tindakan Home Health Care Services.pptx
Prosedur Tindakan Home Health Care Services.pptxProsedur Tindakan Home Health Care Services.pptx
Prosedur Tindakan Home Health Care Services.pptx
 
(Lamp 1.27) standar pelayanan nicu
(Lamp 1.27) standar pelayanan nicu(Lamp 1.27) standar pelayanan nicu
(Lamp 1.27) standar pelayanan nicu
 
Kuliah Implementasi JKN di Faskes Sekunder.pptx
Kuliah Implementasi JKN di Faskes Sekunder.pptxKuliah Implementasi JKN di Faskes Sekunder.pptx
Kuliah Implementasi JKN di Faskes Sekunder.pptx
 
Kmk 241 2006 standar yanlabkes hiv & oportunistik
Kmk 241 2006 standar yanlabkes hiv & oportunistikKmk 241 2006 standar yanlabkes hiv & oportunistik
Kmk 241 2006 standar yanlabkes hiv & oportunistik
 
DR-ISTRI-YULIANI-MHKES.pptx
DR-ISTRI-YULIANI-MHKES.pptxDR-ISTRI-YULIANI-MHKES.pptx
DR-ISTRI-YULIANI-MHKES.pptx
 
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
 
KMK No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik-signed (3)-8.pdf
KMK No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik-signed (3)-8.pdfKMK No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik-signed (3)-8.pdf
KMK No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik-signed (3)-8.pdf
 
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
 
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
 
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...Pmk no. 46  ttg akreditasi puskesmas, klinik  pratama, tempat praktik mandiri...
Pmk no. 46 ttg akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri...
 
Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik pratama, te...
Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik  pratama, te...Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik  pratama, te...
Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik pratama, te...
 
62221 pmk no_46_2015_ttg_akreditas_puskesmas_klinik-pratama_tempat_praktik_ma...
62221 pmk no_46_2015_ttg_akreditas_puskesmas_klinik-pratama_tempat_praktik_ma...62221 pmk no_46_2015_ttg_akreditas_puskesmas_klinik-pratama_tempat_praktik_ma...
62221 pmk no_46_2015_ttg_akreditas_puskesmas_klinik-pratama_tempat_praktik_ma...
 

Mais de Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

Mais de Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Menteri kesehatan

  • 1. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 920/Men.Kes/Per/XII/86 TENTANG UPAYA PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan swasta secara merata, terjangkau dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai Sistem Kesehatan Nasional semakin meningkat dan berkembang; b.bahwa peningkatan dan pengembangan tersebut perlu diatur, diawasi dan dibina untuk melindungi masyarakat agar upaya pelayanan kesehatan swasta bermanfaat bagi masyarakat; c.bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 523/Men.Kes/Per/X1/1982 dipandang tidak memadai lagi untuk menampung hal-hal tersebut di atas, oleh karena itu perlu diganti; Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068); 2.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen; 3.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen; MEMUTUSKAN: Menetapkan:PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG UPAYA PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalam Peraturan ini dengan: a.Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik adalah merupakan bagian integral dan jaringan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh perorangan, kelompok atau yayasan yang meliputi terutama upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif); b.Pelayanan Medik Dasar adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan maksimal dokter umum atau dokter gigi; c.Pelayanan Medik Spesialistik adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilakanakan oleh dokter spesialis atau dokter gigi; d.Fungsi sosial adalah mencerminkan upaya pelayanan medik dengan mempertimbangkan imbalan jasa yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan menyediakan sebagian dari fasilitas pelayanan rawat nginap untuk orang yang kurang dan atau tidak mampu membayar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e.Rumah Sakit Umum adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat nginap; f.Rumah Sakit Khusus adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik tertentu, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat nginap;
  • 2. g.Rumah Bersalin adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan kebidanan bagi wanita hamil, bersalin dan masa nifas fisiologik termasuk pelayanan Keluarga Berencana serta perawatan bayi baru lahir; h.Praktek Perorangan adalah penyelenggaraan pelayanan medik oleh seorang dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dengan atau tanpa menggunakan penunjang medik; i.Praktek Berkelompok adalah penyelenggaraan pelayanan medik secara bersama oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dengan atau tanpa menggunakan penunjang medik; j.Balai Kesejahteraan Ibu Dan Anak (BIA) adalah tempat untuk memberikan pelayanan medik dasar kepada wanita hamil, bayi dan anak prasekolah, dan pelayanan Keluarga Berencana; k.Balai Pengobatan adalah tempat untuk memberikan pelayanan medik dasar secara rawat jalan. BAB II PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK Pasal 2 Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik terdiri dari: a.Pelayanan Medik Dasar; b.Pelayanan Medik Spesialistik. BABB III BENTUK PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK Pasal 3 Bentuk Pelayanan Medik Dasar adalah: a.Praktek Perorangan Dokter Umum; b.Praktek Perorangan Dokter Gigi; c.Prektek Berkelompok Dokter Umum; d.Praktek Berkelompok Dokter Gigi; e.Balai Pengobatan; f.Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak; g.Rumah Bersalin; h.Pelayanan Medik Dasar lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pasal 4 Bentuk Pelavanan Medik Spesialistik adalah: a.Praktek Perorangan Dokter Spesialis; b.Praktek Perorangan Dokter Gigi Spesialis; c.Praktek Berkelompok Dokter Spesialis; d.Praktek Berkelompok Dokter Gigi Spesialis; e.Rumah Sakit Umum; f.Rumah Sakit Khusus; g.Pelayanan Medik Spesialistik lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. BAB IV PERSYARATAN Bagian Pertama Lokasi Pasal 5 Tempat Pelayanan Medik Dasar dan Pelayanan Medik Spesialistik harus di tempat yang sesuai dengan fungsinya.
  • 3. Bagian Kedua Persyaratan Upaya Pelayanan Medik Dasar Pasal 6 (1)Praktek Perorangan Dokter Umum dilaksanakan oleh seorang dokter umum dengan persyaratan sebagai berikut: a.Mempunyai Surat Izin Dokter dan Surat Izin Praktek sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; c.Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi dokter umum dan peralatan gawat darurat sederhana. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi. Pasal 7 (1)Praktek Perorangan Dokter Gigi dilaksanakan oleh seorang dokter gigi dengan persyaratan sebagai berikut: a.Mempunyai Surat Izin Dokter dan Surat Izin Praktek sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; c.Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi standar dokter gigi dan peralatan gawat darurat sederhana. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh tenaga paramedis dan atau tenaga administrasi. Pasal 8 (1)Praktek Berkelompok Dokter Umum diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin oleh seorang dokter umum sebagai penanggung jawab; b.Dilaksanakan oleh beberapa orang dokter umum; c.Masing-masing mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; d.Mempunyai tempat praktek yang menetap dan terdiri dari beberapa ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; e.Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi dokter umum dan peralatan gawat darurat sederhana. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh beberapa tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi. Pasal 9 (1)Praktek Berkelompok Dokter Gigi diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan dengan Persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin oleh seorang dokter gigi sebagai penanggung jawab; b.Dilaksanakan oleh beberapa orang dokter gigi; c.Masing-masing mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; d.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari beberapa ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; e.Mempunyai peralatan diagnostik dan terapi standar dokter gigi dan peralatan gawat darurat sederhana. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh beberapa tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi.
  • 4. Pasal 10 (1)Balai Pengobatan diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan, dengan persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin minimal oleh seorang paramedis perawatan yang berpengalaman di bawah pengawasan, bimbingan, dan pembinaan seorang dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sebagai penanggung jawab; b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; c.Mempunyai fasilitas peralatan diagnostik dan terapi sederhana sesuai kewenangan perawat dan peralatan gawat darurat sederhana serta menyediakan obat-obat untuk keperluan pelayanan medik dasar. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh beberapa tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi. Pasal 11 (1)Balai Kesejahteraan ibu dan Anak diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan, dengan persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin minimal oleh seorang paramedis kebidanan yang berpengalaman di bawah pengawasan seorang dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sebagai penanggung jawab; b.Mempunyai satu tempat praktek yang nenetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; c.Mempunyai fasilitas peralatan standar praktek bidan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh beberapa tenaga paramedis perawatan/kebidanan dan atau tenaga administrasi. Pasal 12 (1)Rumah Bersalin diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin oleh seorang paramedis kebidanan yang berpengalaman di bawah pengawasan seorang dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sebagai penanggung jawab; b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang persalinan, dan ruang rawat nginap minimal 10 (sepuluh) tempat tidur dan maksimal 25 (dua puluh lima) tempat tidur; c.Mempunyai fasilitas peralatan diagnostik bidan sederhana dan peralatan gawat darurat sederhana serta menyediakan obat-obat untuk keperluan pelayanan medik dasar. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh minimal 2 (dua) orang paramedis kebidanan dan minimal 2 (dua) orang tenaga paramedis perawatan, tennga administrasi, dan tenaga lainnya sesuai dengan kebutuhan. Bagian Ketiga Persyaratan Upaya Pelayanan Medik Spesialistik Pasal 13 (1)Praktek Perorangan Dokter Spesialis dilaksanakan oleh seorang dokter spesialis dengan persyaratan sebagai berikut: a.Mempunyai Surat Izin Praktek sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; c.Mempunyai peralatan kedokteran spesialistik dan peralatan gawat darurat sederhana. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi. Pasal 14 (1)Praktek Perorangan Dokter Gigi Spesialis dilaksanakan oleh seorang dokter gigi spesialis dengan persyaratan sebagai berikut: a.Mempunyai Surat Izin Praktek dokter gigi spesialis sesuai dengan peraturan perundangundangan;
  • 5. b.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; c.Mempunyai peralatan kedokteran gigi spesialistik dan peralatan gawat darurat sederhana. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibantu oleh tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi. Pasal 15 (1)Praktek Berkelompok Dokter Spesialis dilaksanakan oleh yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin oleh seorang dokter umum atau dokter spesialis yang mempunyai Surat Izin Dokter (SID) sebagai penanggung jawab; b.Dilaksanakan oleh beberapa dokter spesialis yang mempunyai Surat Izin Praktek Spesialis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari beberapa ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; d.Mempunyai peralatan kedokteran spesialistik sesuai dengan standar dan peralatan gawat darurat sederhana sesuai bidang spesialisasinya. (2)Persyaratan khusus kedokteran spesialistik tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik. (3)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat didampingi oleh beberapa dokter umum dan dibantu oleh beberapa tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi. Pasal 16 (1)Praktek Berkelompok Dokter Gigi Spesialis dilaksanakan oleh yayasan atau perorangan dengan persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin oleh seorang dokter gigi atau dokter gigi spesialis yang mempunyai Surat Izin Dokter (SID) sebagai penanggung jawab; b.Dilaksanakan oleh beberapa dokter gigi spesialis yang mempunyai Surat Izin Praktek Spesialis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c.Mempunyai satu tempat praktek yang menetap dan terdiri dari beberapa ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang kamar mandi/WC; d.Mempunyai peralatan kedokteran gigi spesialistik dan peralatan gawat darurat sederhana. (2)Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat didampingi oleh beberapa dokter gigi dan dibantu oleh beberapa tenaga paramedis perawatan dan atau tenaga administrasi. Pasal 17 (1)Rumah Sakit Umum diselenggarakan oleh yayasan dengan persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin oleh seorang dokter yang bekerja penuh (tidak merangkap pada unit kerja lain) dan telah mempunyai Surat Izin Dokter (SID) sebagai penanggung jawab; b.Harus mempunyai gedung yang terdiri dari: 1.bangunan atau ruangan untuk rawat jalan dan gawat darurat; 2.bangunan instalasi penunjang medik yaitu laboratorium, radiologi dan sebagainya; 3.bangunan pembina sarana rumah sakit yaitu gudang, bengkel, dan sebagainya. 4.bangunan rawat nginap minimal 50 (lima puluh) tempat tidur; 5.bangunan administrasi, ruang tenaga medis dan paramedis; 6.bangunan instalasi nonmedis yaitu ruang dapur, ruang cuci, dan sebagainya; 7.taman dan tempat parkir; 8.bangunan-bangunan lain yang diperlukan. c.Luas bangunan sebagaimana dimaksud huruf (b) adalah dengan perbandingan minimal 50 m2 (lima puluh meter persegi) untuk 1 (satu) tempat tidur; d.Luas tanah untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1½ (satu setengah) kali luas bangunan yang direncanakan. e.Luas tanah untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luas tanah untuk bangunan lantai dasar; f.Mempunyai tenaga medis, paramedis perawatan, paramedis non perawatan dan nonmedis yang berpedoman pada standardisasi ketenagaan Rumah Sakit Pemerintah; g.Mempunyai peralatan medis, penunjang medis, nonmedis dan obat-obatan yang berpedoman pada standardisasi Rumah Sakit;
  • 6. h.Mempunyai susunan organisasi dan tata kerja yang berpedoman pada standardisasi Rumah Sakit; i.Standardisasi dimaksud dalam huruf g dan h, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik. (2)Semua tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit Umum tersebut harus mempunyai Surat lzin Praktek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 18 (1)Rumah Sakit Khusus diselenggarakan oleh yayasan dengan persyaratan sebagai berikut: a.Dipimpin oleh seorang dokter umum atau dokter spesialis sesuai dengan bidangnya yang bekerja penuh (tidak merangkap pada unit kerja lain) dan telah mempunyai Surat Izin Dokter (SID) sebagai penanggung jawab; b.Harus mempunyai gedung yang terdiri dari: 1.bangunan atau ruangan untuk rawat jalan dan gawat darurat; 2.bangunan instalasi penunjang medik yaitu laboratorium, radiologi dan sebagainya; 3.bangunan pembina sarana rumah sakit yaitu gudang, bengkel, dan sebagainya. 4.bangunan rawat nginap minimal 50 (lima puluh) tempat tidur; 5.bangunan administrasi, ruang tenaga medis dan paramedis; 6.bangunan instalasi nonmedis yaitu ruang dapur, ruang cuci, dan sebagainya; 7.taman dan tempat parkir; 8.bangunan-bangunan lain yang diperlukan sesuai dengan fungsinya. c.Luas bangunan sebagaimana dimaksud huruf (b) adalah dengan perbandingan minimal 50 m2 (lima puluh meter persegi) untuk 1 (satu) tempat tidur; d.Luas tanah untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1½ (satu setengah) kali luas bangunan yang direncanakan. e.Luas tanah untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luas tanah untuk bangunan lantai dasar; f.Mempunyai tenaga medis, paramedis perawatan, paramedis non perawatan, nonmedis, dan tenaga medis spesialistik sesuai dengan kekhususannya, yang berpedoman pada standardisasi ketenagaan Rumah Sakit; g.Mempunyai peralatan medis, penunjang medis, nonmedis dan obat-obatan yang berpedoman pada standardisasi Rumah Sakit; h.Mempunyai susunan organisasi dan tata kerja yang berpedoman pada standardisasi Rumah Sakit; i.Standardisasi dimaksud dalam huruf g dan h, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik. (2)Semua tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit Khusus tersebut harus mempunyai Surat lzin Praktek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 19 Persyaratan dalam Bab IV, oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan dapat diadakan ketentuan khusus sesuai dengan keadaan wilayah yang bersangkutan dcngan persetujuan Mentgeri Kesehatan. BAB V PERIZINAN Pasal 20 Untuk mendirikan dan menyelenggarakan Pelayanan Medik Dasar dan Medik Spesialistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 4 huruf (a) dan huruf (b) harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 559/Men.Kes/Per/X/l981, Nomor 560/Men.Kes/Per/X/1981, dan Nomor 561/Men.Kes/Per/X/1981. Pasal 21 (1)Untuk mendirikan dan menyelenggarakan Pelayanan Medik Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (c) sampai dengan (h) harus memperoleh izin dari Menteri Kesehatan yang didelegasikan kepada kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan setempat. (2)Tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
  • 7. Pasal 22 (1)Untuk mendirikan dan menyelenggarakan Pelayanan Medik Spesialistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf (c) sampai dengan (g) harus memperoleh izin dari Menteri Kesehatan yang didelegasikan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik. (2)Tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik. Pasal 23 Izin untuk menyelenggarakan Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik berlaku untuk 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui dengan mengajukan permohonan baru. BAB VI PENYELENGGARAN Pasal 24 (1)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik diselenggarakan berdasarkan fungsi sosial dengan memperhatikan prinsip kelayakan. (2)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik harus memberikan pertolongan pertama kepada penderita gawat darurat tanpa memungut uang muka terlebih dahulu. (3)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik yang dilengkapi sarana rawat nginap harus menyediakan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah tempat tidur yang tersedia untuk orang yang kurang dan atau tidak mampu membayar. Pasal 25 (1)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik Wajib melaksanakan pencatatan dan pelaporan. (2)Tata cara pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 26 (1)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik wajib membantu program Pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat, program kependudukan dan Keluarga Berencana. (2)Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik wajib bekerja sama dengan Upaya Pelayanan Kesehatan Pemerintah di bidang medik dalam rangka rujukan medik, pendayagunaan tenaga medis dan pendayagunaan peralatan medik canggih. BAB VII TARIF Pasal 27 Besarnya tarif Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik berpedoman kepada komponen biaya yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan dari Organisasi Profesi setempat. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 28 Pembinaan dan pengawasan Upaya Pelayanan Medik Dasar menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat tanggung jawab wilayah. Pasal 29 Pembinaan dan pengawasan Upaya Pelayanan Medik Spesialistik menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
  • 8. BAB IX TINDAKAN ADMINISTRATIF Pasal 30 Pelanggaran atas ketentuan Pasal 20, 21, 22, 23, 24, 25 dan Pasal 26 dikenakan tindakan berupa tindakan administratif sampai dengan pencabutan izin sementara atau pencabutan izin tetap. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31 Pada saat berlaku Peraturan Menteri Kesehatan ini, maka semua penyelenggnraan Upaya Pelavanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik yang telah ada harus disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keehatan ini dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keselintan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktur Jenderal Pelayanan Medik sesuai dengan bidang tugasnva. Pasal 33 Dengan berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan ini, maka: a.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67781/RS Tahun 1963 tentang Syarat-syarat Pokok megenai Rumah Sakit Swasta; b.Peraturan Menteri Kesèhatan Republik Indonesia Nomor 523/Men.Kes/Per/XI/1982 tentang Upaya Pelayanan Medik Swasta; c.Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Nomor 895/Yankes/PPL/81 tentang Pelayanan Kesehatan Swasta; dinyatakan tidak herlaku lagi. Pasal 34 Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di: J A K A R T A Pada tanggal: 17 Desember 1986 NENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Dr.SUWARDJONO SURJANINGRAT