Muna memiliki potensi sumber daya alam yang besar namun belum dimanfaatkan secara optimal karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Mereka hanya bekerja sebagai buruh dengan upah rendah atau petani dengan harga jual komoditas yang turun, sehingga taraf hidup mereka lamban meningkat. Peningkatan pendidikan diperlukan untuk mengolah sumber daya alam menjadi nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja baru.
1. Sumber daya alam di Kabupaten Muna, Sulawesi Tengggara, menjadi potensi
peningkatan taraf hidup bagi masyarakatnya. Namun, minimnya tingkat edukasi menjadi
penghambat utama.
Kabupaten Muna memiliki potensi alam di berbagai sektor. Sektor kehutanan dan perkebunan
misalnya, dapat menjadi fokus utama bagi pemerintah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Muna pada tahun 2010 mencatat bahwa luas hutan di Muna sebesar 36,14 persen
dari total luas wilayah Kabupaten Muna. Kawasan hutan tersebut meliputi hutan produksi
biasa 33.164 hektar, hutan produksi terbatas 1.158 hektar, hutan lindung 36.899 hektar, hutan
wisata/PPA 6.480 hektar dan hutan produksi yang dapat dikonversikan seluas 29.418. Angka
tersebut menunjukan potensi yang besar. Hasil hutan kemudian dapat dikembangkan untuk
industri kertas, pariwisata, dan industri kayu.
Pada sektor industri kayu, ada lebih dari enam cabang perusahaan kayu yang ada di Muna.
Diantaranya adalah CV Tiara Mas, CV Adi Putra, CV Trifa Abadi, CV Cendana Mas, CV
Nur Tiba, CV Usaha Loka, dan lainnya. Perusahaan tersebut memiliki induk di Jawa dengan
mempekerjakan tenaga dari Jawa dan penduduk lokal. Penduduk dengan tingkat edukasi
tinggi dapat menduduki jabatan tinggi dan begitu juga sebaliknya.
Mayoritas penduduk lokal menjadi buruh di perusahaan tersebut. Namun yang menjadi
persoalan kemudian adalah rendahnya upah buruh kayu. Buruh perempuan di perusahaan CV
Tiara Mas akan dihargai sebesar Rp3.250,00/jam untuk 8 jam setiap harinya. Sehingga
mereka mendapatkan Rp780.000,00 setiap bulan. Sedangkan buruh laki-laki mendapatkan
upah sebesar 1,2 juta setiap bulannya. Sedangkan mereka membutuhkan biaya hidup berkisar
satu juta rupiah setiap bulannya. Jika menilik angka tersebut, dapat dikatakan bahwa upah
mereka cukup rendah bahkan minus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan begitu,
masyarakat masih tetap pada level ekonomi yang sama. Peningkatan taraf hidup pun lamban.
Selain itu, kayu yang tidak memenuhi standar dibuang atau dibakar begitu saja. Padahal
apabila diolah, dapat menjadi kerajinan tangan dan hiasan rumah dengan harga jual yang
tinggi. Kurangnya inisiasi dan ketrampilan untuk menambahkan nilai guna kayu kemudian
menjadi tantangan tersendiri. Sebenarnya, tantangan tersebut dapat melahirkan sektor
perekonomian baru seperti kerajinan tangan. Dengan terbukanya sektor perekonomian yang
baru, maka terbuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar. Jika ada penghasilan
tambahan dari bidang tersebut, maka akan ada penambahan taraf hidup masyarakat.
Sehingga, masyarakat tidak hanya bergantung pada pekerjaan utama mereka sebagai buruh.
Di sektor perkebunan, hal yang hampir sama terjadi. Tanaman perkebunan yang diusahakan
2. di Muna antara lain jambu mete, jagung, kelapa, kopi, kapuk, lada, cengkeh, kemiri,
coklat/kakao, asam jawa, enau, dan vanili. Jambu mete menjadi pemasok utama produk
perkebunan di Muna. Pada tahun 2010, luas tanaman jambu mete di Muna mencapai 31.253
hektar. Namun, produksi mete hanya sebatas 624,7 ton. Faktor cuaca menjadi penghambat
dalam proses produksi tersebut.
Harga jual yang rendah kemudian dapat merugikan petani jambu mete. Jambu mete mentah
dibeli oleh pengolah sebesar sepuluh ribu rupiah. Kacang mete yang kering dan sudah
dikupas kulitnya, dihargai sebesar 60 ribu rupiah setiap kilogram. Jika musim panen tiba,
harga pun turun anjlok hingga setengah harga biasa. Satu kilogram mete olahan dihargai
hanya berkisar 30 ribu rupiah.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, potensi seperti mengolah produksi jambu mete dapat
digarap. Jambu mete dapat dijadikan abon. Mete kering, dapat dipadukan dengan coklat
olahan hasil produksi. Bisa juga dijadikan bahan utama untuk kue kering. Minimnya inisiasi
dan ketrampilan warga dalam mengolah hasil kebun menjadi momok tersendiri.
Tanaman jagung juga banyak ditemui di Muna. Hampir setiap kepala keluarga di Muna
memiliki lahan kebun jagung paling tidak satu hektar. Namun, sangat sedikit hasil olahan
jagung yang diproduksi. Jagung setelah dipanen hanya dimakan atau dibuat bahan jajanan
kecil. Padahal, jika diolah lebih jauh, akan menaikkan nilai guna jagung. Misalnya, dengan
pembuatan dodol jagung dan susu jagung. Bahkan, karena potensinya yang luar biasa, susu
jagung dapat menjadi produk unggulan dari Muna. Hal ini dikarenakan jagung lokal Muna
yang masih muda, memiliki kandungan protein yang tinggi. Namun, ketrampilan seperti itu
tidak dimiliki oleh masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Muna memiliki potensi alam yang besar
dan luar biasa. Hanya saja, pengolahan sumber daya tersebut yang masih kurang. Hal ini
ditentukan oleh berbagai faktor seperti etos kerja, keinginan untuk maju, dan tingkat
pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah menjadi tantangan utama bagi pemerintah.
Tingkat pendidikan dapat membentuk cara pandang seseorang. Hal ini lah yang juga
kemudian menjadikan warga lokal Muna sulit bersaing dengan warga non Muna untuk
menduduki jabatan tinggi di perusahaan kayu, dan tidak memiliki inisiasi mengolah hasil
kebun. Data BPS 2010 mencatat bahwa dari 118.534 orang yang termasuk dalam angkatan
kerja, hanya 114.420 orang saja yang bekerja. Dari angka tersebut, hanya 46,34 persen
bekerja di sektor pertanian. Mereka yang menjadikan pertanian sebagai pekerjaan utama
sebanyak 53.017. Sedangkan mereka yang bekerja, mayoritas adalah tamatan SD, yakni
sebesar 22,56 persen. Bahkan ironisnya, yang bekerja pada level sarjana hanya 4,25 persen.
3. Terlebih, mereka yang bergelar sarjana cenderung memilih sektor pendidikan dan bekerja
sebagai guru untuk menyambung hidup. Kedepannya, ini menjadi tantangan bagi siapa pun
yang duduk di bangku pemerintahan untuk bergerak aktif menggali dan menelisik potensi
alam Muna.
Referensi:
Buku:
Kabupaten Muna Dalam Angka: Muna Regency in Figures. Katalog BPS: 1102001.7402.
Diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna. (2010). Hal. 152.