Penyakit kusta disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang menyerang saraf, kulit, dan jaringan tubuh lainnya. Tanda-tanda klinisnya bervariasi antara lain bercak kulit, kehilangan sensasi, dan kerusakan saraf perifer bergantung pada tipe penyakitnya. Penularannya diperkirakan melalui kontak dengan sekret hidung penderita meskipun mekanismenya masih belum jelas.
1. LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit
dan jaringan tubuh lainnya.
Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis
Reaksi :Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu
interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang
telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala
kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang
menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga
penyakit ini disebut Morbus Hansen.
2. Etiologi
M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang
ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini
bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron.
Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama
jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat
mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai microbakterium, dimana
microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang
tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau
alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak
membentuk safrifit, terdapat juga golongan organism patogen (misalnya Microbacterium
tubercolose, mycrobakterium leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan
menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion.
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai
microbakterium, dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk
spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan
2. terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan
sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga
golongan organism patogen (misalnya Microbacterium tubercolose, mycrobakterium
leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis
granuloma infeksion.
3. Patofisiologi
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian,
tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa
nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan hidup
M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang
Avirulen dan non toksis.
M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar
pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk
tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit )
untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu
menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman
hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan
kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi
berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
4. Klasifikasi Kusta
Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis,
bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi :
1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan
kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar
bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi
kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 14 buah, gangguan sensibilitas ( + )
3. 3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas
lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan
tidak begitu jelas pada tepi luarnya.
Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji
lepromin ( - ).
4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi
asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).
5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat
banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa
hidung, uji Lepromin ( - ).
WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk, yakni bentuk leproma
mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Untuk ini menular
karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman. Bentuk tuber koloid mempunyai
kelainan pada jaringan syaraf, yang mengakibatkan cacat pada. tubuh. Bentuk ini tidak
menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit
kuman. Diantara bentuk leproma dan tuber koloid ada bentuk peralihan yang bersifat
tidak stabil dan mudah berubah-ubah.
5. Manifestasi Klinis
Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling
1. Tipe Tuberkoloid ( TT )
•
Mengenai kulit dan saraf.
•
Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau,
kontrol healing ( + ).
4. •
Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau
tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa
gatal.
•
Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun
pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.
2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
•
Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
•
Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.
•
Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.
•
Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.
3. Tipe Mid Borderline ( BB )
•
Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.
•
Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.
•
Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT,
cenderung simetris.
•
Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.
•
Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah
dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini.
4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula
lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah,
beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi,
hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada
tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.
5. Tipe Lepromatosa ( LL )
5. •
Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas
atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
•
Distribusi lesi khas :
o
o
•
Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.
Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.
Stadium lanjutan :
o
o
Cuping telinga menebal
o
•
Penebalan kulit progresif
Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis,
intis dan keratitis.
Lebih lanjut
o
o
Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis
o
Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.
o
Penyakit progresif, makula dan popul baru.
o
•
Deformitas hidung
Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
Stadium lanjut
Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan
pengecilan tangan dan kaki.
6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)
•
Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.
•
Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan
makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.
6. •
Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.
•
Sebagian sembuh spontan.
Gambaran klinis organ lain
•
Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan
Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana
•
Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis
•
Lidah : ulkus, nodus
•
Larings : suara parau
•
Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi
•
Kelenjar limfe : limfadenitis
•
Rambut : alopesia, madarosis
•
Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.
•
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau
tipe dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan disajikan tanda-tanda
secara umum tidak terlampau mendetail, agar dikenal oleh masyarakat awam, yaitu:
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin
melebar dan banyak.
Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis
magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit
menjadi tipis dan mengkilat.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :
Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
Anoreksia.
Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
Cephalgia.
Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.
7. Neuritis.
Epidemiologi Penyakit Kusta
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda
tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni
selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta
adalah:
a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah
mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,
keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya
kontak yang lama dan berulang-ulang.
Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan
faktor yng penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai
penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakitpenyaki
terinfeksi lainnya.
Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta
secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.
Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan
perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau
keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu
faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :
- Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa
- Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
- Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti
- Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara
dengan tingkat sosial ekonomi rendah
- Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat
Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian
menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena
perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau.
Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia
diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat.
Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga
dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan
agamanya dan berdagang.
Diagnosa Penyakit Kusta
Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan
berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat disekitarnya).
Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada
dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung
8. bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan kelasifikasi harus dilihat
secara menyeluruh dari segi :
a. Klinis
b. Bakteriologis
c. Immunologis
d. Hispatologis
Namun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan ananese dan
pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan bakteriologis.
Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari
biopsi kuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai
dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan
gambaran histologis yang khas. Tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis
sering menghasilkan positif palsu pada lepra.
Pengobatan Penyakit Kusta
Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak tahun 1952 di
Indonesia, memperhatikan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja pengobatan
mono terapi ini sering mengakibatkan timbul masalah resistensi, hal ini disebabkan
oleh karena :
Dosis rendah pengobatan yang tidak teratur dan terputus akibat dari lepra
reaksi
Waktu makan obat sangat lama sehingga membosankan, akibatnya penderita
makan obat tidak teratur
Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat
menggunakan Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin A
(untuk menyehatkan kulit yarlg bersisik).
Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan
maka ia akan menyatakan RFT (Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu
lagi makan obat MDT dan dianggap sudah sembuh.
Sebelum penderita dinyatakan RFT, petugas kesehatan harus :
1. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT secara
teliti.
* Semua bercak masih nampak.
* Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan tangan.
* Semua syaraf yang masih tebal.
* Semua cacat yang masih ada.
2. Mengambil skin semar (sesudah skin semarnya diambil maka penderita langsung
dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin semar).
3. Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register.
Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi
penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :
Pengobatan telah selesai.
9. Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar janga sampai
luka.
Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk periksaan
ulang.
Pencegahan Penularan Penyakit Kusta
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian
dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar
kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi
faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga
penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan
kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara
teratur.
Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara
pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup
24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan
cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman
kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan
hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.
Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita
tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada
obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan
demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada
setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan
berisikan pengajaran bahwa :
a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta
b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta
c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain
d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara
teratur
e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik
PENANGGULANGAN PENYAKIT KUSTA
Penanggulangan penyakit kusta telah banyak diderigar dimana-mana dengan
maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri,
produktif dan percaya diri.
Metode penanggulangan ini terdiri dari : metode pemberantasan dan
pengobatan, metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi
sosial, rehabilitasi karya dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir
dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada
kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
KOMPLIKASI
11. Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan kebangsaan, pendidkan , pekerjaan, alamat,
nomor registrasi, tanggal masuk RS, diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan yaitu gangguan pada bagian integumen
c. Riwayat penyakit sekarang
Alasan masuk rumah sakit
klien mengatakan masuk Rumah Sakit karena kusta yang dirasakan pada bagian
integumen semakin parah.
d. Riwayat kesehatan dahulu
• Mempunyai riwayat penyakit integumen
e. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat pada keluarga dengan penyakit kusta
f.
Aktivitas/istrahat
• Gejala :
terjadi gangguan aktivtas
g. makanan / cairan
• Gejala : terjadi gangguan nutrisi
h. Nyeri / kenyamanan
• Gejala ; Nyeri ringan dirasakan pada bagian integumen, hipertermi,
i. penyuluhan / pembelajaran
• gejala : kurang pengetahuan mengenai penyakit
•
pertimbangan rencana pemulangan :
DR menunjukkan rerata lamanya dirawat (biasanya dilakukan sebagai
prosedur pasien rawat jalan).
j. Data psikologi
Perlu dikaji konsep diri, apakah ada gangguan dan bagaimana persepsi klien akan penyakitnya
terhadap konsep dirinya
k. Data sosial
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan bagaimana peran klien di rumah dan di rumah
sakit
l. Data spiritual
Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan agama yang dianut
12. m. Pemeriksaan fisik
Secara umum :
• Meliputi keadaan klien
• Kesadaran klien
• Observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, Nadi, suhu, dan respirasi
• TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi
Secara khusus:
Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yang meliputi dari chepalo
kearah kaudal terhadap semua organ tubuh antara lain :
• Rambut
• Mata,telinga,
• Hidung, mulut
• Tenggorokan
• Leher
• Dada
• Abdomen
• Genetalia
• Musculoskeletal
• Integument
6. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping indifidu
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses infeksi
3. Gangguan aktivitas b/d post amputasi
4. Resti injuri b/d invasif bakteri
5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kusta pada daerah mulut, hidung
7. Gangguan integritas kulit b/d lesi pada integument
8. Bersihan jalan napas inefektif b/d deformitas pada hidung
13. 7. Intervensi
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan inefektif koping indifidu
Tujuan :
Klien dapat memnerima perubahan dirinya setelah diberi penjelasan dengan kriteria hasil :
•
Klien dapat menerima perubahan dirinya
Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan)
•
Klien tidak merasa malu
•
Intervensi :
•
•
•
Bantu klien agar realistis, dapat menerima keadaanya dengan menjelaskan bahwa
perubahan fisiknya tidak akan kembali normal.
Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan tubuhnya dan latihan otot
tangan dan kaki untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.
Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME.
Gangguan rasa nyaman : nyeriberhubungan dengan luka amputasi
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan, dengan
kriteria hasil :
•
Klien merasakan nyeri berkurang di daerah operasi
Klien tenang
•
Pola istirahat-tidur normal, 7-8 jam sehari
•
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri klien
2. Alihkan perhatian klien terhadap nyeri
3. Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital
14. 4. Awasi keadaan luka operasi
5. Ajarkan cara nafas dalam & massage untuk mengurangi nyeri
6. Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik.
Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan post amputasi
Tujuan :
Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah dilakukan tindakan
keperaatan dengan kriteria hasil :
•
•
Klien dapat beraktivitas mandiri
Klien tidak diam di tempat tidur terus
Intervensi :
1. Motivasi klien untuk bisa beraktivitas sendiri
2. mengajarkan Range of Motion : terapi latihan post amputasi
3. Motivasi klien untuk dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
Kecemasan b/d perubahan status kesehatan
Tujuan : menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara sehat
Mengatakan ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat di tangani
Intervensi :
1. Berikan penmjelasan dengan sering dan inforrmasi tentang prosedir perawatan
R/ ; pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas
2. Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur
bebas dari nyeri
R/ : membantu pasien dan orang terdekat untuk menmgetahui bahwa dukungan
tersedia dan bahwa pemberi asuhan tertarik pada orang tersebut
15. 3. Berikan orientasi konstan dan konsistetn
R/ : membantu pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan realitas
Kolaborasi :
1. Libatkan seluruh Tim kesehatan dari mulai penerinmaan sampai pulang termasuk
pekerja social dan sumber psikiatrik
R/ : memberikan system pendukung lebih luas dan meningkatkan kesinambungan
perawatan dan kordinasi aktivitas
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kusta pada daerah mulut, hidung
Tujuan
dan criteria hasil : menunjukkan pemasukan nitrisi adekuat
kebutuhan metabolic di buktikan oleh berat badan stabil
untuk memenuhi
Intervensi :
1.
Pertahankan jumlah kalori tetap , tim bang tiap hari , kaji ulang persen area
permukaan tubuh terbuka
R/ : pedokman tepat untuk penmasukan kalori tepat
2. Berikan makanna sdikit tapi sering
R/ : membantu mencegah distensi gaster/ ketidak nyamanan dan meningkatkan
pemasukan
3. Dorong pasien memandfang diet sebagai pengopbatan dan untuk membuat
pilihan maknanatau minuman tinggi kalori atau protein
R/ : kalori dan protein di perlikan untuk mempertahankan berat badan
kebutuhan metabolic dan menigkatkan penyembuhan
4. Beriakn kenbersihan oral sebelum makan
R/ ; mulut atau palatum bersih meningkatkan rasa dan membantu napsu makan
yang baik
16. Kolaborasi :
1. Pasang ataun pertahankan makanna sedikit malalui selang anterik / tambahan
jika di butuhkan
R/ ; memberikan makan kontinyu bila pasien rtidak mampu untuk mengkomsumsi
kalori total harian secara oral
Gangguan integritas kulit b/d lesi pada integument
Tujuan dan criteria hasil : menunjukkan regenerasi jaringan mencapai penyuluhan
Intervensi :
1. Hindari atau kurangi kontak dengan agen atau bahan yang diketahuin
mencetuskan reaksi kulit atau kekambuhan lesi kulit
R/ : pasien dapat terhindar darin agen pencetus sehingga mikroorganisme tidak
dapat masuk
2.
3.
Bersihan jalan napas inefektif b/d deformitas pada hidung
17. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN INDIVIDU
No.RM :………………..
Tanggal :……………….
Tempat :……………….
I.
DATA UMUM
1. Identitas klien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
TTL
Status perkawinan
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Masuk RS
Golongan darah
Agama
Suku
Lama Bekerja
Telp
Ruangan
Sumber Informasi
2.
II.
: Ny.H
: 40 Tahun
: Perempuan
: Kendari, 1 Februari 1969
: menikah
: SMA
: Ibu rumah tangga
: Lorong Melati No. 5 Blok E
: 29 Maret 2009
:A
: Islam
: Tolaki
: :: Anggrek
: suami
Penanggung jawab/ pengantar
Nama
: Tn. M
Pendidikan terakhir
: SMA
Alamat
: Lorong Melati No. 5 Blok E
Umur
: 42 Tahun
Pekerjaan
: Buruk Pabrik
RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
18. 1. Keluhan Utama
: klien mengatakan sesak napas
2. Alasan masuk RS : keluarga klien mengatakan klien telah menderita penyakit kusta
3. Riwayat penyakit :
Provocative
: penumpukan secret, deformitas hidung
Quality
: sesak yang dirasakan sangat mengganggu
Region
: pada bagian hidung
Severity
: Timing
: continue
III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
1. Penyakit yang pernah dialami
Saat kecil / kanak – kanak
:
Riwayat perawatan
Riwayat pengobatan
Riwayat Alergi
2. Riwayat Imunisasi
IV.
:
::
:
klien mengatakan bahwa klien pernah mengalami
varicella
klien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit
klien mengatakan, klien tidak pernah alergi
terhadap makanan apapun
Klien mengatakan imunisasi lengkap
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Keteragan :
=laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Klien
G1 = ayah klien meninggal tidak ditahu sebabnya,
Ibu klien teelah meninggal karena penyakit kusta
Ayah mertua klien telah meninggal karena kecelakaan
Ibu mertua klien telah meninggal karena kecelakaan
GII = klien anak pertama dari dua bersaudara
19. Suami klien anak ketiga dari tiga bersaudara
Klien tinggal bersama dengan suami dan kedua anaknya
GIII = anak pertama klien laki-laki dan anak kedua klien perempuan.
RIWAYAT PSIKO – SOSIO – SPIRITUAL
1. Pola koping
:
koping individu klien tak efektif, di tandai klien
mengatakan tidak tahan dengan kondisinys seperti ini,
klien tampak putus asa
2. Harapan dengan penyakitnya : klien dan keluarga berharap penyakit klien dapat
sembuh setelah masuk Rumah Sakit
3. Factor stressor
: klien tampak stress, cemas
4. Konsep diri
:
klien sangat terganggu dengan penyakitnya, klien
malu dengan kondisinya
5. Pengetahuan klien
tentang penyakitnya
:
6. Adaptasi
:
klien tidak mengetahui tentang penyakitnya.anak
klien mengatakan, klien dan keluarga tidak
mengetahui tentang hal-hal yang dapat menyebabkan
kusta, prosedur tindakan dan pengobatan serta
prognosis kesembuhan klien.
klien kurang beradaptasi di lingkungan keluarga,
masyarakat dan rumah sakit.
7. Hubungan dengan
anggota keluarga
8. Hubungan dengan
masyarakat
:
kurang baik
:
klien kurang berinteraksi dengan tetangganya karena
malu dengan penyakitnya
:
:
kurang baik
klien tidak melakukan aktivitas sosial
:
:
klien sering menggunakan bahasa indonesia
lingkungaan di sekitar tempat tinggal klien cukup
kotor
13. Kegiatan keagamaan /
pola ibadah
:
klien sering melaksanakan kewajibannya yaitu shalat
5 waktu dan mengaji
14. Keyakinan tentang
kesehatan
:
Klien
menyerahkan
sepenuhnya
penyakitnya kepada Allah SWT
9. Perhatian terhadap orang
lain dan lawan bicara
10. Aktifitas sosial
11. Bahasa yang sering
digunakan
12. Keadaan lingkungan
kesembuhan
20. V.
KEBUTUHAN DASAR/POLA KEBIASAAN SEHARI – HARI
1. Makan
Sebelum MRS
Setelah MRS
2.
3.
Minum
Sebelum MRS
Setelah MRS
Tidur
Sebelum MRS
: suami klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi yang
sedikit, klien sering makan bubur
: Klien makan 3 x sehari, porsi diatur sesuai yang di sediakan di
RS, klien mengalami penurunan nafsu makan, klien tidak
mengalami gangguan nutrisi
: Klien minum 6-7 gelas sehari,
: Klien minum 6-7 gelas sehari, dalam hal ini klien tidak
mengalami gangguan pola minum.
: klien jarang tidur siang, pada malam hari tidur jam 21.00 dan
bangun jam 05.00 pagi
Setelah MRS
: Klien tidur siang sekitar 1-2 jam dan tidur malam klien pukul
20.30, dan bangun pukul 05.00, klien tidak mengalami
gangguan pola tidur.
4. Pola Eliminasi fekal/BAB
Sebelum MRS
:
- Frekuensi
: 1x sehari
- Waktu
: pagi hari
- Konsistensi
: normal
Setelah MRS
:
- Frekuensi
: 1 x sehari
- Waktu
: pagi hari
- Konsistensi
: normal seperti orang sehat. Klien tidak mengalami gangguan
eliminasi fekal
5. Pola Eliminasi urine
Sebelum MRS
:
- Frekuensi
: 3-4 jam sekali dalam sehari Waktu
- Warna
: kuning
- Bau
: amonia
Setelah MRS
:
Frekuensi :
3-4 jam sekali dalam sehari, klien tidak
mengalami gangguan eliminasi urine.
21. 6. Aktifitas dan latihan
Sebelum MRS
: suami klien mengatkan sejak klien mengalami kusta, klien
tidak pernah melakukan aktivitas yang berat, aktivitas yang di
lakukan klien hanya dalam lingkup keluarga
Setelah MRS
: Klien tidak pernah melakukan aktivitas sebagaimana biasanya.
7. Personal Hygiene
Sebelum MRS
: klien mandi 1 x sehari, mencuci rambut 1x seminggu,
memotong kuku 1 minggu sekali. Klien dibantu dengan
keluarga
Setelah MRS
: Klien mandi 2 x sehari dan dibantu perawat
VII. PEMERIKSAAN FISIK
Hari :
tgl : 30
1. Keadaan Umum
Kehilangan BB
:
Kelemahan
Perubahan Mood
Tanda-tanda vital
- Suhu
- Nadi
- pernapasan
- Tekanan darah
-
:
:
jam : 08.00
Klien tidak mengalami penurunan berat badan selama sakit,
BB klien sebelum sakit sama dengan ketika klien berada di
RS
Klien tidak mengalami kelemahan,
Klien tampak kurang mood dalam menjalani kehidupan
sehari-hari
:
:
:
:
: 39,5oC
90x / menit
32 kali / menit
130 / 80 mmHg
Ciri – ciri tubuh
:
- Tinggi badan
: 157 cm
- BB
: 52 Kg
- Rambut
: lurus ,pendek, hitam dan tidak berketombe serta tampak bersih
Kulit
: ditemukan adanya ruam pada daerah badan,wajah,tangan dan kaki
Tingkat Kesadaran : composmetis
2. Head TO Toe
22. •
Kulit/ integumen:
a. Inspeksi : ditemukan adanya ruam pada daerah badan,wajah,tangan dan kaki
• Kepala dan rambut
a. Inspeksi
- Bentuk kepala normal
- Simetris kiri dan kanan
- Kulit kepala terdapat ketombe
- Warna rambut hitam lurus
- Tidak mudah rontok
- Tidak ada bekas luka diatas kepala
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak benjolan/massa
• Wajah
a. Inspeksi
- Wajah simetris kiri kanan
- Tidak ada bekas luka / benjolan
- Ekspresi wajah klien tampak cemas
b. Palpasi
- Tidak ditemukan benjolan.
- Tidajk ada udema
- Tidak ada nyeri tekan di sekitar wajah klien
• Mata/penglihatan
a. Inspeksi
- Bentuknya simetris kiri dan kanan
- Konjungtiva normal
- Tidak ada kelainan pada pupil
- Klien menggunakan alat bantu kaca mata dalam membaca tulisan, tatapi
dalam melakukan aktiivitas jarang memakai kaca mata
b. Palpasi
- Tidak ditemukan benjolan
- Tidak ada nyeri tekan
•
Hidung
a. Inspeksi
- Terdapat akumulasi sekret
- Deformitas pada hidung
- Fungsi penciuman kurang baik
23. b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan pada bagian hidung klien
•
Telinga
a. Inspeksi
- Tidak ada cairan yang keluar dari telinga
- Tidak tampak adanya peradangan
- Rongga telinga tampak bersih
- Telinga klien simetris kiri dan kanan
- Tidak terlihat deformitas
- Klien tidak Kehilangan fungsi pendengaran
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan pada daerah telinga
• Mulut dan Gigi
a. Inspeksi
- Rongga mulut bersih
- Tidak ada peradangan pada gusi
- Tidak ada caries
- Tidak ada gangguan menelan dan mengunyah
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
•
Leher
a. Inspeksi
- Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
- Tidak ada pembesaran vena juga laris
- Tidak ada udema
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan pada leher
• Dada
a. Inspeksi
- Dada kiri dan kanan simetris
- Pergerakan/pengembangan dada tidak sama ketika ekspirasi dan inspirasi
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
c.
•
Askultasi
- inspirasi > ekspirasi
Jantung / TD
24. Palpasi
- Denyut nadi 90 x / menit
Askultasi
- Bunyi jantung normal
• Abdomen
a. Inspeksi
- Tidak tampak pembesaran abdomen secara abnormal
- Terdapat ruam pada bagian badan
b. Palpasi
- Tidak ada masa / nyeri tekan
- Tidak ada nyeri tekan pada daerah abdomen
•
•
c. Auskultasi
- Peristaltik usus normal
Ekstremitas
- pengecilan kaki dan tangan
- Ekstremitas atas dan bawah tidak normal
Kulit
- ditemukan adanya ruam pada daerah badan,wajah,tangan dan kaki
2. pengkajian data fokus ( pengkajian sistem)
• sistem pendengaran :
- Tidak ada cairan yang keluar dari telinga
- Tidak tampak adanya peradangan
- Rongga telinga tampak bersih
- Telinga klien simetris kiri dan kanan
- Tidak terlihat deformitas
- Tidak Kehilangan fungsi pendengaran
- Tidak memakai alat bantu pendengaran
• Sistem penglihatan
- Bentuknya simetris kiri dan kanan
- Konjungtiva normal
- Tidak ada kelainan pada pupil
- Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
- Tidak ditemukan benjolan
- Tidak ada nyeri tekan
• Sistem urinaria
25. - Tidak terjadi gangguan pada sistem urinaria
• Sistem respiratory
terjadi gangguan pada sistem repiratory
Pernapasan 32 kali / menit
Deformitas pada hidung
Terdapat akumulasi sekret
KLASIFIKASI DATA
Data subyektif
Klien mengatakan penyakitnya ini merupakan penyakit keturunan karena
sebelumnya almarhumah ibu Ny.H juga mengalami penyakit yang sama
Klien mengatakan klien jarang keluar rumah karena malu dengan tetangganya
klien melaporkan bahwa klien menderita penyakit kusta
klien mengatakan sesak napas
Data obyektif
Terdapat akumulasi sekret
Ditemukan adanya ruam pada daerah badan,wajah,tangan dan kaki
Pemeriksaan TTV menunjukkan TD=130/80 mmHg,Nadi=90x/menit,P=32x/menit
dan suhu 39,50C
klien tampak stress, cemas
26. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan deformitas,ditandai dengan
akumulasi secret
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan infeksi bakteri, ditandai dengan
ruam pada kulit
3. Hipertermi behubungan dengan infeksi, ditandai dengan suhu badan 39,50C
4. Gangguan konsep diri : HDR berhubungan dengan inefektif koping individu, ditandai
dengan klien jarang keluar rumah